ANALISIS SOSIALISASI PERATURAN PERPAJAKAN DALAM UPAYA PENINGKATAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK ( STUDI KASUS PADA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAWA TIMUR I SURABAYA) Nilla Ayu Puspitasari (Universitas Airlangga) ABSTRACT This research discusses the socialization of tax regulations in an effort to increase Taxpayers’ compliance in Kanwil DJP Jatim I. The purpose of this study was to determine the socialization of tax regulations in an effort to increase Taxpayers’ compliance in Kanwil DJP Jatim I. This research is a descriptive qualitative with case study method. The approach used in this study is mostly conducted through structured interviews with officers taxes (Division of Counseling Services and Public Relations). Other data in the form of tabulated results were analyzed descriptively. The results show that the socialization of tax regulations made by the Kanwil DJP Jatim I are in accordance with the Director General of Taxation Circular No. SE22/PJ./2007 on Taxation Work for the Unification of Socialization and the Director General of Taxation Circular No. SE-98/PJ/2011 Guidelines for Preparation of the Work Plan and Activity Reports Tax Extension Units Vertical In Environment Directorate General of Taxation, as well as tax compliance of Kanwil DJP Jatim I has increased each year as a whole the number of registered Taxpayers’, the amount of annual tax returns are submitted and tax revenue, although the realization of tax revenue has not exceeded the planned target. For the Kanwil DJP Jatim I expected increase further socialization of taxation to raise awareness and tax compliance to tax obligations. Keywords: Socialization tax regulations, increasing tax compliance, the number of registered Taxpayers, the amount of annual tax returns, tax revenue PENDAHULUAN Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan adalah dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri, yaitu dari sektor pajak. Tugas mengumpulkan penerimaan negara yang diamanatkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membutuhkan manajemen yang baik karena tugasnya yang begitu kompleks. Dalam hal ini DJP membutuhkan restrukturisasi atau reformasi yang memungkinkan strategi, struktur organisasi, sistem, dan skill sumber daya manusianya dapat digerakan dengan cepat, sehingga memiliki kemampuan yang tanggap terhadap perubahan. Dampak dari dilakukannya modernisasi administrasi perpajakan dan adanya beberapa perubahan dalam Undang-Undang perpajakan mengharuskan dilakukannya sosialisasi perpajakan terhadap masyarakat agar masyarakat memiliki pengetahuan perpajakan sehingga kesadaran pajak dan kepatuhan Wajib Pajak dapat meningkat. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Jawa Timur (Jatim) sendiri memiliki tiga kanwil dalam melaksanankan tugas perpajakannya, yakni Kanwil DJP Jatim I yang terletak di Surabaya, Kanwil DJP Jatim II yang terletak di Sidoarjo, dan Kanwil DJP Jatim III yang terletak di Malang. Kanwil membawahi beberapa KPP, KPP-KPP di Surabaya melaporkan penerimaan pajaknya kepada Kanwil DJP Jatim I. Dari ketiga Kanwil tersebut, Kanwil DJP Jatim I menempati peringkat pertama dalam penerimaan pajaknya selama tahun 2010-2012. Selain itu rasio kepatuhan Wajib Pajak pada Kanwil DJP Jatim I juga menunjukkan adanya kenaikan pada jumlah Wajib Pajak Terdaftar serta SPT Tahunan yang Diterima selama tahun 2010-2012. Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana sosialisasi peraturan perpajakan dalam upaya peningkatan kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I Surabaya. TINJAUAN PUSAKA Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan Semenjak tahun 2002, DJP telah meluncurkan program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat biasa disebut Modernisasi. Adapun jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para Wajib Pajak. Jika program modernisasi ini ditelaah secara mendalam, termasuk perubahanperubahan yang telah, sedang, dan akan dilakukan, maka dapat dilihat bahwa konsep modernisasi ini merupakan suatu terobosan yang akan membawa perubahan yang cukup mendasar dan revolusioner.(www.reform.depkeu.go.id) Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi adminsitrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif. Menurut Rahayu (2009:110), perubahan-perubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang berikut: 1. Restrukturisasi Organisasi Untuk melaksanakan perubahan secara lebih efektif dan efisien, sekaligus mencapai tujuan organisasi yang diinginkan, penyesuaian struktur organisasi DJP merupakan suatu langkah yang harus dilakukan dan sifatnya cukup strategis. Lebih jauh lagi, struktur organisasi harus juga diberi fleksibilitas yang cukup untuk dapat selalu menyesuaikan dengan lingkungan eksternal yang sangat dinamis, termasuk perkembangan dunia bisnis dan teknologi. Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi DJP perlu diubah, baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun di level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Sebagai langkah pertama, untuk memudahkan Wajib Pajak, ke tiga jenis kantor pajak yang ada, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa), dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Dengan demikian Wajib Pajak cukup datang ke satu kantor saja untuk menyelesaikan seluruh masalah perpajakannya. Struktur berbasis fungsi diterapkan pada KPP dengan system administrasi modern untuk dapat merealisasikan debirokratisasi pelayanan sekaligus melaksanakan pengawasan terhadap Wajib Pajak secara lebih sistematis berdasarkan analisis resiko. Unit vertikal DJP dibedakan berdasarkan segmentasi Wajib Pajak, yaitu KPP Wajib Pajak Besar (LTO - Large Taxpayers Office), KPP Madya (MTO - Medium Taxpayers Office), dan KPP Pratama (STO - Small Taxpayers Office). Dengan pembagian seperti ini, diharapkan strategi dan pendekatan terhadap Wajib Pajak pun dapat disesuaikan dengan karakteristik Wajib Pajak yang ditangani, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih optimal. Khusus di kantor operasional, terdapat posisi baru yang disebut Account Representative, yang mempunyai tugas antara lain memberikan bantuan konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak, memberitahukan peraturan perpajakan yang baru, dan mengawasi kepatuhan Wajib Pajak. Untuk lebih memberikan rasa keadilan bagi Wajib Pajak, seluruh penanganan keberatan dilakukan oleh Kantor Wilayah yang merupakan unit vertikal di atas KPP yang menerbitkan surat ketetapan pajak sebagai hasil dari pemeriksaan pajak. Struktur Kantor Pusat (KP) DJP ikut disesuaikan berdasarkan fungsi agar sesuai dengan unit vertikal di bawahnya. Ke depannya KP DJP dirancang sebagai Pusat Analisis dan Perumusan Kebijakan (Center of Policy Making and Analysis) atau hanya menjalankan tugas dan pekerjaan yang sifatnya non operasional. Untuk mengantisipasi perkembangan dunia bisnis yang begitu cepat, maka dibentuk direktorat transformasi yang bertugas untuk selalu melakukan pemikiran dan perbaikan di bidang business process, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, serta penyempurnaan organisasi dan sumber daya manusia. Untuk itu struktur KP DJP dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu direktorat yang menangani day-to-day operation (satu sekretariat + sembilan direktorat), dan direktorat yang menangani pengembangan/transformasi (tiga direktorat). Untuk memperkuat beberapa fungsi yang dianggap penting, maka dibentuk beberapa direktorat baru untuk menangani intelijen dan penyidikan perpajakan, ekstensifikasi perpajakan, dan hubungan masyarakat (public relations), serta beberapa subdirektorat baru yang menangani penelitian perpajakan, kepatuhan internal, dan transfer pricing. Mengingat besarnya skala perubahan yang akan dilakukan dalam program ini dan adanya keterbatasan resources yang dimiliki, termasuk di antaranya keuangan, sumber daya manusia (SDM), dan infrastuktur, maka implementasi program modernisasi pada kantor operasional pajak harus dilakukan secara bertahap. Sebagai tahap pertama, dibentuk Kantor Wilayah (Kanwil) dan 2 KPP Wajib Pajak Besar pada bulan Juli 2002 untuk mengadministrasikan 300 Wajib Pajak Badan terbesar di seluruh Indonesia sebagai pilot project. Karena program modernisasi yang diterapkan pada KPP Wajib Pajak Besar dianggap cukup berhasil, maka konsep yang kurang lebih sama dicoba untuk diterapkan pada KPP lain secara bertahap, di mana sampai dengan akhir 2007, 22 Kanwil dan 202 KPP (tiga KPP Wajib Pajak Besar, 28 KPP Madya, dan 171 KPP Pratama) telah berhasil dimodernisasi. Pada akhir 2006, struktur organisasi KP DJP disempurnakan bersamaan dengan penerapan sistem administrasi modern. Pada tahun 2008, seluruh kantor di luar Jawa dan Bali akan dimodernisasi dengan dibentuknya 128 KPP Pratama untuk menggantikan seluruh kantor pajak yang ada di daerah tersebut. 2. Penyempurnaan Business Process melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Kunci perbaikan birokrasi yang berbeli-belit adalah perbaikan business process, yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja. Untuk itu, perbaikan business process merupakan pilar penting program modernisasi DJP, yang diarahkan pada penerapan full automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama untuk pekerjaan yang sifatnya klerikal. Diharapkan dengan full automation, akan tercipta suatu business process yang efisien dan efektif karena administrasi menjadi cepat, mudah, akurat, dan paperless, sehingga dapat meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak, baik dari segi kualitas maupun waktu. Business process dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi kontak langsung pegawai DJP dengan Wajib Pajak untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya KKN. Di samping itu, fungsi pengawasan internal akan lebih efektif dengan adanya built-in control system, karena siapapun dapat mengawasi bergulirnya proses administrasi melalui sistem yang ada. Langkah awal perbaikan business process adalah penulisan dan dokumentasi Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap kegiatan di seluruh unit DJP. Sampai dengan akhir tahun 2007, sekitar 1900 SOP di lingkungan DJP telah berhasil diidentifikasikan, ditulis, dan dijadikan acuan pelaksanaan tugas dan pekerjaan bagi para pegawai. Selain penulisan SOP, perbaikan business process dilakukan antara lain dengan penerapan e-system dengan dibukanya fasilitas e-filling (pengiriman SPT secara online melalui internet), e-SPT (penyerahan SPT dalam media digital), e-payment (fasilitas pembayaran online untuk PBB), dan e-registration (pendaftaran NPWP secara online melalui internet). Semua fasilitas tersebut diciptakan guna memudahkan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk sistem administrasi internal saat ini terus dilakukan pengembangan dan penyempurnaan Sistem Informasi DJP (SI DJP). Salah satu fitur penting sistem tersebut adalah case management dan workflow system yang digunakan untuk administrasi persuratan, proses pelayanan, serta pengadministrasian account Wajib Pajak. Sistem informasi manajemen internal seperti Sistem Kepegawaian, Sistem Informasi Keuangan dan Akuntansi, Sistem Pelaporan, dan Key Performance Indicator (KPI) juga terus dikembangkan. Untuk kegiatan law enforcement, dikembangkan program pemeriksaan berbasis analisis resiko (risk analysis), sehingga sumber daya yang ada dapat secara efektif melakukan pemeriksaan berdasarkan skala prioritas dengan membuat segmentasi resiko yang dihadapi. Untuk menerapkan keadilan bagi seluruh Wajib Pajak dan besarnya potensi yang dapat digali, maka DJP meluncurkan program penggalian potensi Wajib Pajak non-filer, yaitu Wajib Pajak yang berhenti mengirimkan SPT. Masih dalam dalam rangka law enforcement, DJP juga mengembangkan sistem yang dapat menghimpun berbagai data dari pihak ketiga yang terkait dengan tugas DJP dalam menghimpun penerimaan negara, yang dinamakan Third Party Data Project. 3. Penyempurnaan Manajemen Sumber Daya Manusia Departemen Keuangan secara keseluruhan telah meluncurkan program Reformasi Birokrasi sejak akhir tahun 2006. Fokus program reformasi ini adalah perbaikan sistem dan manajemen sumber, dan direncanakan perubahan yang dilakukan sifatnya lebih menyeluruh. Hal ini perlu dan mendesak untuk dilakukan, karena disadari bahwa elemen yang terpenting dari suatu sistem organisasi adalah manusianya. Secanggih apapun struktur, sistem, teknologi informasi, metode dan alur kerja suatu organisasi, semua itu tidak akan dapat berjalan dengan optimal tanpa didukung sumber daya manusia yang capable dan berintegritas. Harus disadari bahwa yang perlu dan harus diperbaiki sebenarnya adalah sistem dan manajemen sumber daya manusia, bukan semata-mata melakukan rasionalisasi pegawai, karena sistem yang baik dan terbuka dipercaya akan bisa menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Diharapkan ke depannya DJP dengan system administrasi perpajakan modern akan dapat didukung oleh sistem sumber daya manusia yang berbasis kompetensi dan kinerja. Sebelum melakukan langkah perbaikan di bidang sumber daya manusia, DJP melakukan pemetaan kompetensi (competency mapping) untuk seluruh 30.000 pegawai DJP guna mengetahui sebaran kuantitas dan kualitas kompetensi pegawai. Meskipun program mapping ini masih terbatas mengidentifikasikan soft competency saja, tetapi informasi yang di dapat cukup membantu DJP dalam merumuskan kebijakan kepegawaian yang lebih fair. Kemudian seluruh jabatan harus dievaluasi dan dianalisis untuk selanjutnya ditentukan job grade dari masing-masing jabatan tersebut. Selanjutnya beban kerja dari masing-masing jabatan tersebutpun dianalisis yang kemudian dikaitkan juga dengan pengembangan sistem pengukuran kinerja masing-masing pegawai. Sebagai catatan, pembuatan dan dokumentasi SOP untuk seluruh proses pekerjaan dapat dimanfaatkan juga sebagai standar penilaian kinerja. Secara bersamaan dilakukan penilaian terhadap seluruh pegawai secara lebih obyektif dan konsisten sekaligus standar kompetensi jabatannya melalui proyek assessment center. Selisih (gap) antara hasil penilaian pegawai dengan standar kompetensi jabatan yang didudukinya dijadikan dasar perancangan program capacity building (termasuk pendidikan dan pelatihan) yang lebih fokus dan terarah. Saat ini, DJP sedang mengembangkan berbagai program pelatihan melalui metode Adult Learning Principles. Semua itu nantinya akan dimanfaatkan untuk membuat sistem jenjang karir, khususnya sistem mutasi dan promosi, serta sistem remunerasi yang lebih jelas, adil, dan akuntabel. Dengan sistem dan manajemen sumber daya manusia yang lebih baik dan terbuka akan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang juga lebih baik, khususnya dalam hal produktivitas dan profesionalisme. Dapat dilihat bahwa perbaikan remunerasi hanyalah salah satu bagian akhir dari program reformasi birokrasi yang sebelumnya didahului dengan perbaikan di berbagai bidang yang dapat meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem manajemen sumber daya manusia. Mengingat strategis dan besarnya skala perbaikan sistem dan manajemen sumber daya manusia, maka dirasa perlu untuk membentuk suatu unit khusus dengan level eselon III di KP DJP untuk menangani pengembangan sistem manajemen sumber daya manusia, pengembangan kapasitas serta pengukuran kinerja, di samping Bagian Kepegawaian yang memang mempunyai tugas melakukan pembuatan kebijakan dan implementasi di bidang kepegawaian. Diharapkan, dengan makin transparan dan fairnya sistem mutasi, promosi, dan remunerasi, DJP dapat menerapkan kebijakan “right man in the right place”, di mana seorang pegawai dapat menempati suatu jabatan yang tepat sesuai dengan keahliannya, dan sebaliknya suatu jabatan diisi oleh pegawai yang tepat sesuai dengan standar kompetensinya. 4. Pelaksanaan Good Governance Elemen terakhir adalah pelaksanaan good governance, yang seringkali dihubungkan dengan integritas pegawai dan institusi. Suatu organisasi berikut sistemnya akan berjalan dengan baik manakala terdapat rambu-rambu yang jelas untuk memandu pelaksanaan tugas dan pekerjaannya, serta yang lebih penting lagi, konsistensi implementasi rambu-rambu tersebut. Dalam praktek berorganisasi, good governance biasanya dikaitkan dengan mekanisme pengawasan internal (internal control) yang bertujuan untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan ataupun penyelewengan dalam organisasi, baik itu dilakukan oleh pegawai maupun pihak lainnya, baik disengaja maupun tidak. DJP dengan program modernisasinya senantiasa berupaya menerapkan prinsipprinsip good governance tersebut. Salah satunya adalah dengan cara pembuatan dan penegakan Kode Etik Pegawai yang secara tegas mencantumkan kewajiban dan larangan bagi para pegawai DJP dalam pelaksanaan tugasnya, termasuk sanksi-sanksi bagi setiap pelanggaran Kode Etik Pegawai tersebut. Selain itu pemerintah telah menyediakan berbagai saluran pengaduan yang sifatnya independen untuk menangani pelanggaran atau penyelewengan di bidang perpajakan, seperti Komisi Ombudsman Nasional. Dalam lingkup internal DJP sendiri, telah dibentuk dua Subdirektorat yang khusus menangani pengawasan internal di bawah Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, yaitu Subdirektorat Kepatuhan Internal yang sifatnya lebih ke pencegahan (preventif) dan Subdirektorat Investigasi Internal yang sifatnya lebih ke pengusutan dan penghukuman (reaktif). Lebih jauh lagi, pembentukan complaint center di masing-masing Kanwil modern untuk menampung keluhan Wajib Pajak merupakan bukti komitmen DJP untuk selalu meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajaknya sekaligus pengawasan bagi internal DJP. Sebenarnya good governance tidak hanya terbatas pada masalah integritas, tetapi juga menyangkut efisiensi dan efektivitas, serta profesionalisme dan akuntabilitas organisasi. Salah satu contoh konkritnya adalah penerapan manajemen organisasi modern melalui pembuatan dan penerapan siklus perencanaan, implementasi, dan evaluasi, yang disertai alat ukur yang jelas untuk menilai keberhasilan program tersebut. Alat ukur tersebut dapat berupa Key Peformance Indicators (KPI) untuk aktivitas rutin organisasi, atau Policy Measures untuk kebijakan baru. Dalam ilmu manajemen dikenal ungkapan “what gets measured, gets managed”. Sejak tahun 2005, DJP telah mencoba menetapkan beberapa KPI untuk mengukur kinerja kantor operasionalnya selain variabel penerimaan perpajakan yang biasa dipakai. Untuk tahun 2008, DJP telah menyusun strategic plan organisasi yang lebih komprehensif dengan memakai konsep balanced score card. Sosialisasi Perpajakan Menurut Mustofa (2007) dalam Restiani (2011:17), sosialisasi adalah suatu konsep umum yang dimaknakan sebagai proses dimana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berfikir, merasakan dan bertindak dimana kesemuanya itu merupakan halhal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sedangkan menurut Basamalah (2007) juga disebutkan dalam Restiani (2011:17), sosialisasi adalah sebagai suatu proses dimana orang-orang mempelajari sistem nilai, norma dan pola perilaku yang diharapkan oleh kelompok sebagai bentuk transformasi dari orang tersebut sebagai orang luar menjadi organisasi yang efektif. Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya dari DJP untuk memberikan pengertian, informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan dan perundang-undangan. DJP mengatur mengenai penyeragaman kegiatan sosialisasi perpajakan bagi masyarakat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ./2007. Media informasi yang dapat digunakan dalam melakukan sosialisasi perpajakan meliputi media televisi, koran, spanduk, flyers (poster dan brosur), billboard/mini billboard, dan radio. Penyampaian informasi tersebut sebaiknya menggunakan bahasa yang sesederhana mungkin dan bukan secara teknis, sehingga informasi tersebut dapat diterima dengan baik. Serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-98/PJ/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal Di Lingkungan Direktoral Jenderal Pajak sebagai acuan laporan sosialisasi yang dilakukan oleh DJP. Informasi tentang pajak dirasa masih sangat kurang oleh masyarakat. Sumber informasi yang dinilai informatif dan dibutuhkan secara urut adalah call center, penyuluhan, internet, petugas pajak, televisi, iklan bis. Materi sosialisasi yang disampaikan lebih ditekankan pada manfaat pajak, manfaat NPWP, dan pelayanan perpajakan di masing-masing unit. Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan meliputi metode, media, materi, dan pembicara dalam penyuluhan. Metode yang digunakan dalam proses penyuluhan adalah metode diskusi. Biasanya dalam pelaksanaan penyuluhan perpajakan digunakan media seperti proyektor dan materi yang disampaikan berupa simulasi pengisian SPT serta pengetahuan perpajakan. Dalam melakukan penyuluhan perpajakan, penyuluh/pembicara yang dipilih merupakan pihak-pihak yang menguasai materi perpajakan yang akan disosialisasikan. Harapan perbaikan dalam kegiatan penyuluhan pajak adalah agar dalam penyajian materi harus mudah dimengerti oleh peserta dan dalam pelaksanaannya diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat (Yohannah, 2012:27-28). DJP juga mengatur pembentukan tim sosialisasi untuk memberikan sosialisasi perpajakan bagi masyarakat dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP114/PJ./2005 tentang Pembentukan Tim Sosialisasi Perpajakan. Kepada tim sosialisasi perpajakan ini dibebankan empat tugas penting, yaitu: 1. Menyiapkan metode dan materi sosialisasi perpajakan kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Wajib Pajak. 2. Melakukan sosialisasi perpajakan kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Wajib Pajak. 3. Meningkatkan pemahaman kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Wajib Pajak tentang perpajakan. 4. Tugas-tugas lain sebagaimana yang ditetapkan DJP. Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Nurmantu (2003:148), kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai “suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.” Terdapat dua macam kepatuhan, yakni: 1. Kepatuhan formal, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak telah melaporkan SPT PPh Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undangundang perpajakan. 2. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir. Sedangkan menurut Nasucha (2004:9), kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Erard dan Feinstin (1994) seperti dikutip Chaizi Nasucha, menggunakan teori psikologi dalam kepatuhan Wajib Pajak, yaitu rasa bersalah dan rasa malu, persepsi Wajib Pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ditetapkan pada bab satu, maka pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor yang dikutip Moleong (2002:3) bahwa, “Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.” Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara: 1. Studi pendahuluan Peneliti melakukan kunjungan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I Surabaya untuk mengetahui gambaran umum tentang situasi dan kondisi perusahaan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. 2. Studi kepustakaan Dalam tahap ini, peneliti mengumpulkan, mempelajari, dan mendapatkan teori, konsep, dan literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas sebagai landasan teoritis serta pedoman untuk memecahkan masalah yang ada. 3. Studi lapangan Studi ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung dalam perusahaan untuk memperoleh data dan keterangan yang diperlukan. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara: a. Wawancara, secara langsung dengan Bidang Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I Surabaya. b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan melihat dokumen atau arsip yang terkait dengan pelaksanaan sosialisasi peraturan perpajakan dalam upaya peningkatan Wajib Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I Surabaya. c. Sumber lain, untuk melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan terkait dengan penelitian ini, penulis menggunakan data dan informasi dari artikelartikel perpajakan dan internet. Di samping itu penulis juga menggunakan peraturan-peraturan terkait yang diperoleh dari website perpajakan seperti www.ortax.com, www.pajakonline.com, www.pajak.go.id. Teknik Analisis Data Seperti pada buku yang ditulis oleh Robert K. Yin dalam Pedoman Penulisan Pembimbingan dan Ujian Skripsi (2009:13), dalam case study ditegaskan bahwa salah satu teknik analisis dan interpretasi digunakan matching principle, yaitu dengan menggunakan logika penjodohan pola. Logika seperti ini membandingkan pola yang didasarkan atas data empirik dengan pola yang diprediksikan (atau dengan beberapa prediksi alternatif). Jika kedua pola ini ada persamaan, hasilnya dapat menguatkan validitas internal studi kasus yang bersangkutan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Sosialisasi Peraturan Perpajakan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I Analisis Media Sosialisasi Dilihat dari media sosialisasi yang digunakan, Kanwil DJP Jatim I memanfaatkan berbagai media sesuai dengan jenis media sosialisasi perpajakan yang terdapat pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ./2007 tentang Penyeragaman Sosialisasi Perpajakan Bagi Masyarakat dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE98/PJ/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal Di Lingkungan Direktoral Jenderal Pajak. Mulai dari sosialisasi/penyuluhan langsung seperti seminar, workshop, kelas pajak dan sebagainya hingga sosialisasi/penyuluhan tidak langsung seperti melalui media televisi, koran, spanduk, flyers (poster dan brosur), billboard/mini billboard, serta radio. Kesediaan Kanwil DJP Jatim I dalam memberdayakan berbagai jenis media merupakan usaha yang baik untuk membantu masyarakat dan Wajib Pajak dalam memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai perpajakan. Melalui media-media tersebut Wajib Pajak memperoleh manfaat berupa informasi dan pengetahuan tentang perpajakan. Dilihat dari kondisi kepatuhan Wajib Pajak, penerimaan pajak meningkat setiap tahunnya meskipun belum melampaui targetnya yaitu sebesar Rp 14,5 Trilyun dan targetnya sebesar Rp 14,7 Triliyun pada Tahun 2012. Peningkatan realisasi penerimaan pajak Kanwil DJP Jatim I pada tahun 2010 dan 2011 meskipun juga belum melampaui rencana penerimaan pajak yang ditargetkan. Selain itu total Wajib Pajak terdaftar dan total SPT Tahunan yang disampaikan juga mengalami peningkatan, dengan demikian dapat dikatakan media sosialisasi yang digunakan oleh Kanwil DJP Jatim I sudah cukup efektif. Hal tersebut dikarenakan adanya kerjasama yang baik antara aparat pajak dengan masyarakat dan Wajib Pajak, seperti yang diungkapkan oleh bidang Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat. Sedangkan pada penelitian terdahulu, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Restiani (2011) tentang Analisis Kualitas Pelayanan Pajak dan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur, hasilnya pada KPP Cianjur responden berpendapat mengenai mengikuti perkembangan tentang pajak melalui surat kabar/majalah sebesar 31.46%, kemudian 29.33% responden berpendapat melalui iklan di TV, 20.00% responden berpendapat melalui internet, dan yang menanggapi melalui brosur sebesar 19.21%. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Yohannah (2012) tentang Tinjauan Atas Sosialisasi Peraturan Perpajakan dan Kinerja Account Representative dalam upaya Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak (studi kasus KPP Pratama Jakarta Pademangan), hasilnya KPP Pademangan memanfaatkan berbagai media sebagaimana jenis-jenis media sosialisasi yang terdapat di Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ./2007 mengenai Penyeragaman Sosialisasi Perpajakan Bagi Masyarakat. Media seperti koran, radio dan televisi tidak/jarang digunakan. Analisis Materi Sosialisasi Materi sosialisasi yang disampaikan oleh Kanwil DJP Jatim I sudah sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ./2007 tentang Penyeragaman Sosialisasi Perpajakan Bagi Masyarakat dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-98/PJ/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal Di Lingkungan Direktoral Jenderal Pajak, yaitu mencakup berbagai hal yang perlu diketahui oleh masyarakat dan Wajib Pajak meliputi segala hal yang berkaitan dengan peraturan perpajakan, seperti sosialisasi tentang Faktur Pajak, e-filling, pengenalan pajak secara umum kepada siswa/mahasiswa dan masyarakat umum, tax gathering, Sensus Pajak Nasional (SPN), tax goes to campus & tax goes to school dan lain-lain. Dengan adanya sosialisasi perpajakan ini masyarakat dan Wajib Pajak menjadi tahu tentang Peraturan Perpajakan dan manfaat pajak untuk pembangunan Bangsa dan Negara. Secara khusus, Wajib Pajak dapat mengetahui bagaimana cara mengisi SPT dan melaporkannya serta bagaimana cara membayar pajak. Dengan demikian kepatuhan Wajib Pajak dapat mengalami peningkatan. Terkait dengan materi sosialisasi perpajakan ini dalam penelitian Restiani (2011) hanya menyebutkan sosialisasi peraturan baru pada KPP Cianjur, hasilnya responden (82.72%) menanggapi tentang mensosialisasikan peraturan baru masuk dalam kategori baik. Hal ini sesuai dengan tanggapan responden bahwa pemerintah dalam mensosialisasikan peraturan perpajakan selalu memberikan informasi terbaru sebesar 39.73%, memberikan penjelasan tentang perpajakan sebesar 53.3%, memberikan penjelasan tidak secara detail sebesar 13.33% dan peraturan perpajakan kurang disosialisasikan sebesar 13.06%. Penelitian Yohannah (2012) menjelaskan materi sosialisasi pada KPP Pademangan sudah mencakup berbagai hal yang perlu diketahui masyarakat dan Wajib Pajak meliputi hal-hal dasar tentang pajak (NPWP, subjek dan objek pajak, dan manfaat pajak), SPT, PPN, PPh dan sebagainya. Analisis Waktu Sosialisasi Waktu sosialisasi ditentukan dan direncanakan serta diberitahukan terlebih dahulu kepada Wajib Pajak sebelum kegiatan sosialisasi tersebut dilakukan/diselenggarakan. Sosialisasi perpajakan oleh Kanwil DJP Jatim I dilakukan secara rutin sesuai dengan rencana kerja yang dibuat serta atas undangan dari Wajib Pajak. Rencana sosialisasi tersebut wajib dilakukan sehingga targetnya dapat terpenuhi karena dari setiap kegiatan sosialisasi yang dilakukan harus dibuat laporan sosialisasinya. Dilihat dari laporan sosialisasi yang dibuat oleh Kanwil DJP Jatim I sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-98/PJ/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal Di Lingkungan Direktoral Jenderal Pajak selama bulan September 2012 hingga Februari 2013, sosialisasi perpajakan tersebut sudah terealisasi dengan baik, sehingga dapat dikatakan waktu sosialisasi perpajakan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jatim I sudah berjalan efektif. Mengenai waktu sosialisasi ini penelitian yang dilakukan Yohannah (2012) menunjukkan waktu sosialisasi pada KPP Pademangan ditentukan sebelum kegiatan sosialisasi diadakan dan dikabarkan melelui surat undangan ke Wajib Pajak. Penyuluhan pajak tidak mungkin dilakukan setiap bulan karena masih banyak tugas lain yang harus dilakukan oleh masing-masing seksi dan pegawai. Analisis Penyelenggaraan Sosialisasi Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ/2007 tentang Penyeragaman Sosialisasi Perpajakan Bagi Masyarakat dinyatakan bahwa penyampaian informasi perpajakan sebaiknya dilakukan dengan cara kontak langsung dengan masyarakat misalnya melalui seminar, diskusi dan sejenisnya. Berdasarkan tinjauan dan wawancara yang telah dilakukan peneliti, Kanwil DJP Jatim I melakukan sosialisasi yang sudah sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ/2007 tentang Penyeragaman Sosialisasi Perpajakan Bagi Masyarakat tersebut, yaitu baik dengan kontak langsung melalui penyuluhan langsung seperti seminar, workshop, kelas pajak dan sebagainya maupun melalui penyuluhan tidak langsung seperti melalui media televisi, koran, spanduk, flyers (poster dan brosur), billboard/mini billboard, serta radio. Menurut pihak Kanwil DJP Jatim I, hampir tidak ada kendala dalam memberikan sosialisasi perpajakan kepada masyarakat karena adanya kerjasama yang baik antara aparat pajak dengan masyarakat, akan tetapi aparat pajak sedikit mengalami kendala/kesulitan dalam melakukan sosialisasi kepada para pedagang pasar karena para pedagang pasar tersebut rata-rata tidak mau membuat NPWP untuk menghindari kewajiban pajak mereka. Hal tersebut kembali lagi kepada kesadaran serta keingintahuan masyarakat dan Wajib Pajak tentang pentingnya perpajakan. Kegiatan sosialisasi dilakukan dengan membentuk tim sosialisasi sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-114/PJ./2005 tentang Pembenttukan Tim Sosialisasi Perpajakan. Tim ini merupakan pihak yang menyiapkan metode dan materi yang akan disampaikan dalam kegiatan sosialisasi. Pada Kanwil DJP Jatim I, pihak yang menyiapkan metode dan materi yang akan disampaikan dalam kegiatan sosialisasi yaitu Bidang Penyululuhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat. Selain itu dalam kegiatan sosialisasinya, Kanwil DJP Jatim I juga melakukan kerjasama yang baik dengan instansiinstansi terkait (para stakeholder) seperti pemerintah daerah setempat, termasuk dengan Wajib Pajak. Kerjasama tersebut dilakukan untuk memperlancar jalannya kegiatan sosialisasi yang dilakukan. Dana yang digunakan dalam melakukan sosialisasi berasal dari Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) masing-masing, dimana pasti terdapat anggaran untuk kegiatan sosialisasi tersebut sehingga dana ini mencukupi untuk kegiatan sosialisasi. Berdasarkan laporan sosialisasi Kanwil DJP Jatim I selama bulan September 2012 hingga Februari 2013 dapat dilihat rencana sosialisasi yang telah dibuat oleh Kanwil DJP Jatim I telah terealisasi dengan baik. Sebagian besar sosialisasi yang dilakukan yaitu berupa sosialisasi langsung seperti seminar/ceramah, workshop/Bimbingan teknis, kelas pajak/klinik pajak, serta perlombaan pajak. Sosialisasi tidak langsung juga dilakukan oleh Kanwil DJP Jatim I tetapi tidak sebanyak dilakukannya sosialisasi langsung. Terkait dengan penyelenggaran sosialisasi ini, dalam penelitian Restiani (2011) yang menjadi indikator penyelenggaraan sosialisasi merupakan tempat sosialisasi, hasilnya menunjukkan pada KPP Cianjur responden (68.64%) menanggapi bahwa tentang tempat yang diinginkan Wajib Pajak dalam sosialisasi perpajakan masuk dalam kategori baik. Hal ini sesuai dengan tanggapan responden bahwa tempat yang diinginkan Wajib Pajak dalam sosialisasi perpajakan adalah di daerah-daerah dimana Wajib Pajak tinggal sebesar 34.66%, ditempat yang telah ditentukan KPP sebesar 28.8%, di Kantor Pelayanan Pajak sebesar 16.53%, di Kantor Kecamatan sebesar 13.33%, dan reponden yang menanggapi dimana saja sebesar 6.66%. Sedangkan pada penelitian Yohannah (2012) berdasarkan laporan sosialisasi KPP Pademangan, terlihat bahwa KPP Pademangan bekerja sama dengan KP2KP dan Kanwil Jakarta Utara dalam menyelenggarakan kegiatan sosialisasi serta memenuhi undangan sosialisasi dari pihak radio. Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I Kepatuhan Wajib Pajak Kanwil DJP Jatim I dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu jumlah SPT Tahunan yang disampaikan, jumlah Wajib Pajak terdaftar, dan jumlah penerimaan pajak. Tabel 4.2 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Kanwil DJP Jatim I Tahun 2010-2012 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar (per 31 Desember 2010) Tahun Wajib Pajak Badan Wajib Pajak Orang Pribadi Total Wajib Pajak 2010 57.441 301.264 358.705 2011 34.896 315.148 350.044 2012 58.320 320.479 378.799 Sumber: Pengolahan Data Sekunder Seksi P2Humas, diolah, 2013 Tabel 4.3 Rasio SPT Tahunan Kanwil DJP Jatim I Tahun 2010-2012 Jumlah SPT Tahunan yang Diterima Wajib Pajak Wajib Pajak Orang Tahun Badan Pribadi SPT % SPT % 2010 24.093 41,94% 211.744 70,29% 2011 26.580 76,17% 221.719 70,35% 2012 24.697 42,35% 238.862 74,53% Sumber: Pengolahan Data Sekunder Seksi P2Humas, diolah, 2013 Total SPT SPT % 235.837 65,75% 248.299 70,93% 263.559 69,58% Tabel 4.2 menunjukkan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di Kanwil DJP Jatim I meningkat setiap tahunnya. Tetapi jumlah Wajib Pajak Badan mengalami penurunan pada tahun 2011, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan total jumlah Wajib Pajak terdaftar pada Kanwil DJP Jatim I pada tahun 2011 tersebut. Namun pada tahun 2012 jumlah Wajib Pajak terdaftar Kanwil DJP Jatim I mengalami peningkatan baik jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan. Meskipun demikian pada tahun 2011 SPT Tahunan yang diterima dari Wajib Pajak Badan mengalami peningkatan, seperti yang ditunjukkan dalam tabel 4.3 tersebut. Selain itu SPT Tahunan yang diterima dari Wajib Pajak Orang Pribadi juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini menandakan kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak, baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan mengalami peningkatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepatuhan akan kewajiban untuk membuat/memiliki NPWP serta kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan juga mengalami peningkatan. Tabel 4.4 Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jatim I Tahun 2010-2012 No. JENIS PAJAK Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jatim I 2010 2011 2012 Rp Rp Rp A PAJAK PENGHASILAN 1. PPh. NON MIGAS 5.155.445.642.090 5.958.052.260.215 7.089.670.907.942 1.1. PPh Pasal 21 1.258.093.305.182 1.480.552.428.561 1.883.487.136.992 1.2. PPh Pasal 22 86.064.021.507 117.518.931.955 141.350.766.553 1.3. PPh Pasal 22 Impor 366.497.631.090 469.000.335.232 567.826.149.853 1.4. PPh Pasal 23 1.5. PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi 299.815.892.199 322.635.560.696 412.630.217.123 179.475.857.857 213.830.241.665 244.643.297.698 1.6. PPh Pasal 25/29 Badan 1.7. PPh Pasal 26 1.089.829.041.039 1.146.829.270.996 1.115.961.126.406 2. 96.513.877.862 129.879.692.099 125.317.986.907 1.8. PPh Final dan Fiskal LN 1.778.467.875.932 2.077.723.508.944 2.598.278.216.548 1.9. PPh Non Migas Lainnya 688.139.422 82.290.067 176.009.862 PPh. MIGAS - - - 2.1. PPh Minyak Bumi - - - 2.2. PPh Gas Alam 2.3. PPh Lainnya dari Minyak Bumi - - - - - - 2.4. PPh Lainnya dari Gas Alam - - - 5.155.445.642.090 5.958.052.260.215 7.089.670.907.942 1. PPN Dalam Negeri 3.045.374.183.769 4.317.954.116.095 5.103.571.400.804 2. PPN Impor 1.227.935.052.667 1.511.913.081.606 1.997.834.192.283 3. PPn.BM Dalam negeri 1.929.605.708 (1.198.707.495) (385.541.536) 4. PPn.BM Impor 86.445.836.985 117.418.040.535 171.072.035.611 5. PPN & PPn.BM Lainnya 718.354.820 413.903.539 158.951.066 4.362.403.033.949 5.946.500.434.280 7.272.251.038.228 1. Bea Materai - - 133.210.249.379 2. Pajak Tidak Langsung Lainnya 117.908.605.146 123.255.047.800 2.522.539 3. Bunga Penagihan PPh 4. Bunga Penagihan PPN & PTLL 49.116.227 35.211.067 1.076.637.563 2.014.091.913 4.166.652.868 1.492.637.130 5. BPP 1.496.287.396 1.039.298.927 71.527.564 6. Pemberian Imbalan Bunga - - - JUMLAH B A PPN DAN PPn. BM JUMLAH B C PAJAK LAINNYA JUMLAH C D 121.468.100.682 128.496.210.662 135.853.574.175 MURNI DAN NETO ( Jumlah A + B + C ) 9.639.316.776.721 12.033.048.905.157 14.497.775.520.345 Sumber: Pengolahan Data Sekunder Seksi Data dan Potensi, diolah, 2013 Jumlah penerimaan pajak dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (tahun 2010 sampai tahun 2012) selalu mengalami peningkatan, baik dari komponen Pajak Penghasilan; PPN dan PPnBM; serta Pajak Lainnya. Kenaikan jumlah penerimaan pajak yang diperoleh Kanwil DJP Jatim I tersebut bisa juga karena peningkatan omset usaha Wajib Pajak atau peningkatan jumlah Wajib Pajak baru di jajaran Kanwil DJP Jatim I. Dilihat dari tabel 4.4 tersebut, peningkatan jumlah penerimaan pajak mayoritas berasal dari Wajib Pajak Orang Pribadi khususnya PPh Pasal 21. Peningkatan penerimaan pajak PPh Pasal 21 bukan berarti peningkatan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, karena PPh Pasal 21 merupakan jenis pajak yang dipotong/dipungut langsung dari gaji karyawan oleh perusahaan (witholding tax). Oleh karena itu pemotong/pemungut atau pemberi kerja butuh untuk diadakan sosialisasi perpajakan terkait dengan kewajiban perpajakan. Selain itu peningkatan jumlah penerimaan pajak yang cukup signifikan juga berasal dari Wajib Pajak Badan. Wajib Pajak Badan mungkin cenderung lebih patuh dibandingkan dengan Wajib Pajak Orang Pribadi, hal tersebut dikarenakan tanggung jawab dan sanksi perpajakan yang dikenakan kepada Wajib Pajak Badan lebih besar apabila mereka lalai dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Oleh karenanya Wajib Pajak Badan juga membutuhkan sosialisasi perpajakan terkait kewajiban perpajakan mereka. Pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Soebagyo (2005) tentang Pengaruh Sosialisasi Perpajakan oleh Ditjen Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Jakarta Kemayoran menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan mampu mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak badan dengan nilai 10,4% dan Wajib Pajak orang pribadi 8,3%. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Setianto (2010) tentang Pengaruh Sosialisasi Perpajakan dan Pelaksanaan Self Assesment System terhadap Tingkat Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Cilandak menunjukkan sosialisasi perpajakan dan self assesment system berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak sebesar 51,3% atau dengan kata lain 48,7% dipengaruhi oleh faktor lain. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Restiani (2011) tentang Analisis Kualitas Pelayanan Pajak dan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pajak dan sosialisasi perpajakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi secara parsial dan simultan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Cianjur. Serta penelitian yang dilakukan oleh Yohannah (2012) tentang Tinjauan Atas Sosialisasi Peraturan Perpajakan dan Kinerja Account Representative dalam upaya Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak (studi kasus KPP Pratama Jakarta Pademangan) menunjukkan masih kurangnya kesadaran dan penolakan Wajib Pajak untuk memahami perpajakan dan memenuhi kewajiban perpajakannya. Penelitian sekarang menunjukkan kepatuhan Wajib Pajak mengalami peningkatan setiap tahunnya dari tahun 2010-2012 dilihat dari kepatuhan Wajib Pajak mendaftarkan diri, menyampaikan SPT Tahunan serta penerimaan pajak yang diterima oelh Kanwil DJP Jatim I, adanya sosialisasi peraturan perpajakan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jatim I membantu Wajib Pajak memahami dan menyadari kewajiban perpajakan mereka. Sehingga sosialisasi perpajakan dapat membantu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak selain disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. SIMPULAN, SARAN & KETERBATASAN Simpulan berdasarkan atas uraian yang telah penulis kemukakan dalam bab sebelumnya, yaitu Kanwil DJP Jatim I menggunakan berbagai media dalam kegiatan sosialisasi mereka yaitu melalui sosialisasi/penyuluhan langsung seperti seminar, workshop, kelas pajak dan sebagainya. Serta melalui sosialisasi/penyuluhan tidak langsung seperti melalui media televisi, koran, spanduk, flyers (poster dan brosur), billboard/mini billboard, serta radio. Materi yang disampaikan dalam sosialisasi tersebut juga mencakup Faktur Pajak, e-filling, pengenalan pajak secara umum kepada siswa/mahasiswa dan masyarakat umum, tax gathering, Sensus Pajak Nasional (SPN), tax goes to campus & tax goes to school dan lainlain, tidak hanya mengenai NPWP dan pengisian SPT saja. Kanwil DJP Jatim I melakukan kegiatan sosialisasi secara rutin, selain itu juga karena undangan dari masyarakat dan Wajib Pajak. Penyelengaraan sosialisasi yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jatim I juga dilaksanakan seefisien mungkin kepada masyarakat dan Wajib Pajak. Secara keseluruhan kepatuhan Wajib Pajak Kanwil DJP Jatim I mengalami peningkatan setiap tahunnya, dilihat dari kepatuhan Wajib Pajak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan menyetorkan SPT Tahunan. Meskipun jumlah Wajib Pajak mengalami penurunan pada tahun 2011, tetapi kemudian jumlah Wajib Pajak mengalami peningkatan kembali pada tahun 2012. Serta dilihat dari penerimaan pajak Kanwil DJP Jatim I yang juga mengalami peningkatan setiap tahunnya, baik dari komponen Pajak Penghasilan; PPN dan PPnBM; serta Pajak Lainnya. Hal tersebut dikarenakan dilakukannya sosialisasi peraturan perpajakan terhadap masyarakat dan Wajib Pajak menambah pengetahuan perpajakan mereka sehingga meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya disamping adanya faktorfaktor lain yang juga meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Selanjutnya penulis akan memberikan saran yang dapat digunakan oleh Kanwil DJP Jatim I, yaitu Kanwil DJP Jatim I dapat melakukan lebih banyak kegiatan sosialisasi, terutama sosialisasi langsung karena sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bidang Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, media sosialisasi yang dinilai paling efektif yaitu melalui sosialisasi langsung, melalui sosialisasi langsung Wajib Pajak dapat secara langsung melakukan interaksi atau tanya jawab dengan aparat pajak. Media internet juga dapat digunakan oleh Kanwil DJP Jatim untuk melakukan kegiatan sosialisasi peraturan perpajakan, seiring perkembangan jaman penggunaan internet semakin digemari karena mudah diakses, efisien dan fleksibel sehingga dapat mempermudah Kanwil DJP Jatim I dalam kegiatan sosialisasinya kepada masyarakat dan Wajib Pajak. Selain itu media internet juga tidak membutuhkan biaya yang tinggi dalam pembuatan dan pengelolaannya. Kepatuhan Wajib Pajak pada Kanwil DJP Jatim I dapat dikatakan cukup baik. Namun dalam hal peningkatan penerimaan pajak, kenaikan jumlah penerimaan pajak yang diperoleh Kanwil DJP Jatim I tersebut bisa juga karena peningkatan omset usaha Wajib Pajak atau peningkatan jumlah Wajib Pajak baru. Sebaiknya Kanwil DJP Jatim I meningkatkan lagi sosialisasi perpajakan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak terhadap kewajiban perpajakannya. Dalam melakukan penelitian, penulis menghadapi keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut: 1. Keterbatasan waktu penelitian dan pengurusan ijin yang cukup lama sehingga mempersempit waktu untuk mengumpulkan lebih banyak informasi mengenai kegiatan sosialisasi peraturan perpajakan di Kanwil DJP Jatim I. 2. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data perpajakan yang sebagian datanya dirahasiakan sehingga tidak dapat mengambil dan memperoleh data secara maksimal. 3. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara hanya kepada satu orang aparat pajak dikarenakan kesibukan tugas mereka, sehingga tidak bisa digunakan untuk mengukur seberapa baik sosialisasi peraturan perpajakan di Kanwil DJP Jatim I ini. DAFTAR PUSTAKA --------------. 2012. Reformasi Birokrasi Untuk Kesejahteraan Masyarakat.Dalam Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan, (Online), (http://www.reform.depkeu.go.id/mainmenu.php?module=news&id=216, diakses 26 September 2012). --------------. 2012. Reformasi Perpajakan. Dalam Reformasi Perpajakan, (Online), (http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-issue/38-mei-2009/136-reformasiperpajakan.html, diakses 26 September 2012). Amilin & Nina Anisah, 2008. Pengaruh Persepsi Peran Account Representative pada Tingkat Tepatuhan Wajib Pajak. Trikonomika, vol 7, no.2. Effendi, Zaenal. 2012. Penerimaan Pajak DJP Jatim I Hingga September Rp 9,4 Triliun. Dalam detikSurabaya, (Online), (http://surabaya.detik.com/read/2012/09/14/150823/2019479/466, diakses 26 September 2012). Ikatan Akuntan Indonesia. 2013. Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu.Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia. Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton. 2004. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nasucha, Chaizi. 2004. Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Nurmantu, Safri. 2003. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Kelompok Yayasan Obor. Pandiangan, Liberti. 2010. Modernisasi & reformasi Pelayanan Perpajakan Berdasarkan UU Terbaru. Jakarta: PT Elex Komputindo. Purnomo, Hadi. 2004. Reformasi Administrasi Perpajakan. Dalam Heru Subyantoro dan Singgih Riphat (penyusun). Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan Iimplementasi. Jakarta: Kompas. Rahayu, Siti Kurnia. 2009. Perpajakan Indonesia: Konsep & Aspek Formal. Yogyakarta: Graha Ilmu. Rahayu, Sri dan Ita Salsalina Lingga. 2009. Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survei atas Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Bandung ”X”). Jurnal Akuntansi, vol.1, no.2, hlm. 119-138. Rahman, Abdul. 2009. Hubungan Sistem Administrasi Perpajakan Modern dengan Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Ilmu Administrasi, Vol. 6, No. 1, hlm. 1-8. Republik Indonesia. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-114/PJ./2005 Tentang Pembentukan Tim Sosialisasi Perpajakan. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta. ------------. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-213/PJ./2003 Tentang Perubahan Atas Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-550/PJ./2000 Tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak yang Memenuhi Kriteria Tertentu dan Penyelesaian Permohonan pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta. ------------. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2008 Tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu sebagai Turunan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta. ------------. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-98/PJ/2011 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta. ------------. Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta. Restiani, Metti. 2011. Analisis Kualitas Pelayanan Pajak dan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur. Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Komputer, Bandung. Rosandy, Nursakti Niko. 2007. Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar I dan II. Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya. Setianto, Eka. 2010. Pengaruh Sosialisasi Perpajakan dan Pelaksanaan Self Assesment System terhadap Tingkat Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Cilandak. Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan “Veteran”, Jakarta. Soebagyo, FX Ivan Somolegyono. 2005. Pengaruh Sosialisasi Perpajakan oleh Ditjen Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Jakarta Kemayoran. Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Summer, Lawrence H., Johannes F. Linn, dan Shankar N. Acharya. 1991. Lesson of Tax Reform. Washington DC: Word Bank Publication. Www.pajakonline.com, diakses 23 Februari 2013 Yin, Robert K. 2004. Studi Kasus: Desain & Metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Yohannah, Esther. 2012. Tinjauan Atas Sosialisasi Peraturan Perpajakan dan Kinerja Account Representative Dalam Upaya Peningkatan Wajib Pajak (Studi Kasus KPP Pratama Pademangan Jakarta). Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.