Uploaded by User38059

JURNAL-ANALISIS SOSIALISASI PERATURAN PE

advertisement
ANALISIS SOSIALISASI PERATURAN PERPAJAKAN DALAM UPAYA
PENINGKATAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK
( STUDI KASUS PADA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
JAWA TIMUR I SURABAYA)
Nilla Ayu Puspitasari
(Universitas Airlangga)
ABSTRACT
This research discusses the socialization of tax regulations in an effort to increase Taxpayers’
compliance in Kanwil DJP Jatim I. The purpose of this study was to determine the
socialization of tax regulations in an effort to increase Taxpayers’ compliance in Kanwil DJP
Jatim I. This research is a descriptive qualitative with case study method. The approach used
in this study is mostly conducted through structured interviews with officers taxes (Division
of Counseling Services and Public Relations). Other data in the form of tabulated results were
analyzed descriptively. The results show that the socialization of tax regulations made by the
Kanwil DJP Jatim I are in accordance with the Director General of Taxation Circular No. SE22/PJ./2007 on Taxation Work for the Unification of Socialization and the Director General
of Taxation Circular No. SE-98/PJ/2011 Guidelines for Preparation of the Work Plan and
Activity Reports Tax Extension Units Vertical In Environment Directorate General of
Taxation, as well as tax compliance of Kanwil DJP Jatim I has increased each year as a whole
the number of registered Taxpayers’, the amount of annual tax returns are submitted and tax
revenue, although the realization of tax revenue has not exceeded the planned target. For the
Kanwil DJP Jatim I expected increase further socialization of taxation to raise awareness and
tax compliance to tax obligations.
Keywords:
Socialization tax regulations, increasing tax compliance, the number of registered Taxpayers,
the amount of annual tax returns, tax revenue
PENDAHULUAN
Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan adalah
dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri, yaitu dari sektor pajak. Tugas
mengumpulkan penerimaan negara yang diamanatkan kepada Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) membutuhkan manajemen yang baik karena tugasnya yang begitu kompleks. Dalam
hal ini DJP membutuhkan restrukturisasi atau reformasi yang memungkinkan strategi,
struktur organisasi, sistem, dan skill sumber daya manusianya dapat digerakan dengan cepat,
sehingga memiliki kemampuan yang tanggap terhadap perubahan.
Dampak dari dilakukannya modernisasi administrasi perpajakan dan adanya beberapa
perubahan dalam Undang-Undang perpajakan mengharuskan dilakukannya sosialisasi
perpajakan terhadap masyarakat agar masyarakat memiliki pengetahuan perpajakan sehingga
kesadaran pajak dan kepatuhan Wajib Pajak dapat meningkat.
Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Jawa Timur (Jatim) sendiri memiliki tiga kanwil dalam melaksanankan tugas perpajakannya,
yakni Kanwil DJP Jatim I yang terletak di Surabaya, Kanwil DJP Jatim II yang terletak di
Sidoarjo, dan Kanwil DJP Jatim III yang terletak di Malang. Kanwil membawahi beberapa
KPP, KPP-KPP di Surabaya melaporkan penerimaan pajaknya kepada Kanwil DJP Jatim I.
Dari ketiga Kanwil tersebut, Kanwil DJP Jatim I menempati peringkat pertama dalam
penerimaan pajaknya selama tahun 2010-2012. Selain itu rasio kepatuhan Wajib Pajak pada
Kanwil DJP Jatim I juga menunjukkan adanya kenaikan pada jumlah Wajib Pajak Terdaftar
serta SPT Tahunan yang Diterima selama tahun 2010-2012.
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka masalah yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana sosialisasi peraturan perpajakan dalam
upaya peningkatan kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jawa Timur I Surabaya.
TINJAUAN PUSAKA
Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan
Semenjak tahun 2002, DJP telah meluncurkan program perubahan (change
program) atau reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat biasa disebut
Modernisasi. Adapun jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good
governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel,
dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Strategi yang
ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para
Wajib Pajak. Jika program modernisasi ini ditelaah secara mendalam, termasuk perubahanperubahan yang telah, sedang, dan akan dilakukan, maka dapat dilihat bahwa konsep
modernisasi ini merupakan suatu terobosan yang akan membawa perubahan yang cukup
mendasar dan revolusioner.(www.reform.depkeu.go.id)
Untuk mewujudkan itu semua, maka program reformasi adminsitrasi perpajakan
perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif. Menurut Rahayu
(2009:110), perubahan-perubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang berikut:
1.
Restrukturisasi Organisasi
Untuk melaksanakan perubahan secara lebih efektif dan efisien, sekaligus mencapai
tujuan organisasi yang diinginkan, penyesuaian struktur organisasi DJP merupakan suatu
langkah yang harus dilakukan dan sifatnya cukup strategis. Lebih jauh lagi, struktur
organisasi harus juga diberi fleksibilitas yang cukup untuk dapat selalu menyesuaikan dengan
lingkungan eksternal yang sangat dinamis, termasuk perkembangan dunia bisnis dan
teknologi.
Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern yang
berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi DJP perlu diubah,
baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun di level kantor operasional
sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Sebagai langkah pertama, untuk memudahkan
Wajib Pajak, ke tiga jenis kantor pajak yang ada, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP),
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), serta Kantor Pemeriksaan dan
Penyidikan Pajak (Karikpa), dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Dengan
demikian Wajib Pajak cukup datang ke satu kantor saja untuk menyelesaikan seluruh masalah
perpajakannya. Struktur berbasis fungsi diterapkan pada KPP dengan system administrasi
modern untuk dapat merealisasikan debirokratisasi pelayanan sekaligus melaksanakan
pengawasan terhadap Wajib Pajak secara lebih sistematis berdasarkan analisis resiko. Unit
vertikal DJP dibedakan berdasarkan segmentasi Wajib Pajak, yaitu KPP Wajib Pajak Besar
(LTO - Large Taxpayers Office), KPP Madya (MTO - Medium Taxpayers Office), dan KPP
Pratama (STO - Small Taxpayers Office). Dengan pembagian seperti ini, diharapkan strategi
dan pendekatan terhadap Wajib Pajak pun dapat disesuaikan dengan karakteristik Wajib
Pajak yang ditangani, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih optimal. Khusus di kantor
operasional, terdapat posisi baru yang disebut Account Representative, yang mempunyai
tugas antara lain memberikan bantuan konsultasi perpajakan kepada Wajib Pajak,
memberitahukan peraturan perpajakan yang baru, dan mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.
Untuk lebih memberikan rasa keadilan bagi Wajib Pajak, seluruh penanganan keberatan
dilakukan oleh Kantor Wilayah yang merupakan unit vertikal di atas KPP yang menerbitkan
surat ketetapan pajak sebagai hasil dari pemeriksaan pajak.
Struktur Kantor Pusat (KP) DJP ikut disesuaikan berdasarkan fungsi agar sesuai
dengan unit vertikal di bawahnya. Ke depannya KP DJP dirancang sebagai Pusat Analisis
dan Perumusan Kebijakan (Center of Policy Making and Analysis) atau hanya menjalankan
tugas dan pekerjaan yang sifatnya non operasional. Untuk mengantisipasi perkembangan
dunia bisnis yang begitu cepat, maka dibentuk direktorat transformasi yang bertugas untuk
selalu melakukan pemikiran dan perbaikan di bidang business process, pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi, serta penyempurnaan organisasi dan sumber daya
manusia. Untuk itu struktur KP DJP dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu direktorat yang
menangani day-to-day operation (satu sekretariat + sembilan direktorat), dan direktorat yang
menangani pengembangan/transformasi (tiga direktorat). Untuk memperkuat beberapa fungsi
yang dianggap penting, maka dibentuk beberapa direktorat baru untuk menangani intelijen
dan penyidikan perpajakan, ekstensifikasi perpajakan, dan hubungan masyarakat (public
relations), serta beberapa subdirektorat baru yang menangani penelitian perpajakan,
kepatuhan internal, dan transfer pricing.
Mengingat besarnya skala perubahan yang akan dilakukan dalam program ini dan
adanya keterbatasan resources yang dimiliki, termasuk di antaranya keuangan, sumber daya
manusia (SDM), dan infrastuktur, maka implementasi program modernisasi pada kantor
operasional pajak harus dilakukan secara bertahap. Sebagai tahap pertama, dibentuk Kantor
Wilayah (Kanwil) dan 2 KPP Wajib Pajak Besar pada bulan Juli 2002 untuk
mengadministrasikan 300 Wajib Pajak Badan terbesar di seluruh Indonesia sebagai pilot
project. Karena program modernisasi yang diterapkan pada KPP Wajib Pajak Besar dianggap
cukup berhasil, maka konsep yang kurang lebih sama dicoba untuk diterapkan pada KPP lain
secara bertahap, di mana sampai dengan akhir 2007, 22 Kanwil dan 202 KPP (tiga KPP
Wajib Pajak Besar, 28 KPP Madya, dan 171 KPP Pratama) telah berhasil dimodernisasi. Pada
akhir 2006, struktur organisasi KP DJP disempurnakan bersamaan dengan penerapan sistem
administrasi modern. Pada tahun 2008, seluruh kantor di luar Jawa dan Bali akan
dimodernisasi dengan dibentuknya 128 KPP Pratama untuk menggantikan seluruh kantor
pajak yang ada di daerah tersebut.
2.
Penyempurnaan Business Process melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi
Kunci perbaikan birokrasi yang berbeli-belit adalah perbaikan business process,
yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja. Untuk itu, perbaikan business process
merupakan pilar penting program modernisasi DJP, yang diarahkan pada penerapan full
automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama untuk
pekerjaan yang sifatnya klerikal. Diharapkan dengan full automation, akan tercipta suatu
business process yang efisien dan efektif karena administrasi menjadi cepat, mudah, akurat,
dan paperless, sehingga dapat meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak, baik dari segi
kualitas maupun waktu. Business process dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
mengurangi kontak langsung pegawai DJP dengan Wajib Pajak untuk meminimalisir
kemungkinan terjadinya KKN. Di samping itu, fungsi pengawasan internal akan lebih efektif
dengan adanya built-in control system, karena siapapun dapat mengawasi bergulirnya proses
administrasi melalui sistem yang ada.
Langkah awal perbaikan business process adalah penulisan dan dokumentasi
Standard Operating Procedures (SOP) untuk setiap kegiatan di seluruh unit DJP. Sampai
dengan akhir tahun 2007, sekitar 1900 SOP di lingkungan DJP telah berhasil
diidentifikasikan, ditulis, dan dijadikan acuan pelaksanaan tugas dan pekerjaan bagi para
pegawai. Selain penulisan SOP, perbaikan business process dilakukan antara lain dengan
penerapan e-system dengan dibukanya fasilitas e-filling (pengiriman SPT secara online
melalui internet), e-SPT (penyerahan SPT dalam media digital), e-payment (fasilitas
pembayaran online untuk PBB), dan e-registration (pendaftaran NPWP secara online melalui
internet). Semua fasilitas tersebut diciptakan guna memudahkan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Untuk sistem administrasi internal saat ini terus
dilakukan pengembangan dan penyempurnaan Sistem Informasi DJP (SI DJP). Salah satu
fitur penting sistem tersebut adalah case management dan workflow system yang digunakan
untuk administrasi persuratan, proses pelayanan, serta pengadministrasian account Wajib
Pajak. Sistem informasi manajemen internal seperti Sistem Kepegawaian, Sistem Informasi
Keuangan dan Akuntansi, Sistem Pelaporan, dan Key Performance Indicator (KPI) juga terus
dikembangkan.
Untuk kegiatan law enforcement, dikembangkan program pemeriksaan berbasis
analisis resiko (risk analysis), sehingga sumber daya yang ada dapat secara efektif melakukan
pemeriksaan berdasarkan skala prioritas dengan membuat segmentasi resiko yang dihadapi.
Untuk menerapkan keadilan bagi seluruh Wajib Pajak dan besarnya potensi yang dapat
digali, maka DJP meluncurkan program penggalian potensi Wajib Pajak non-filer, yaitu
Wajib Pajak yang berhenti mengirimkan SPT. Masih dalam dalam rangka law enforcement,
DJP juga mengembangkan sistem yang dapat menghimpun berbagai data dari pihak ketiga
yang terkait dengan tugas DJP dalam menghimpun penerimaan negara, yang dinamakan
Third Party Data Project.
3.
Penyempurnaan Manajemen Sumber Daya Manusia
Departemen Keuangan secara keseluruhan telah meluncurkan program Reformasi
Birokrasi sejak akhir tahun 2006. Fokus program reformasi ini adalah perbaikan sistem dan
manajemen sumber, dan direncanakan perubahan yang dilakukan sifatnya lebih menyeluruh.
Hal ini perlu dan mendesak untuk dilakukan, karena disadari bahwa elemen yang terpenting
dari suatu sistem organisasi adalah manusianya. Secanggih apapun struktur, sistem, teknologi
informasi, metode dan alur kerja suatu organisasi, semua itu tidak akan dapat berjalan dengan
optimal tanpa didukung sumber daya manusia yang capable dan berintegritas. Harus disadari
bahwa yang perlu dan harus diperbaiki sebenarnya adalah sistem dan manajemen sumber
daya manusia, bukan semata-mata melakukan rasionalisasi pegawai, karena sistem yang baik
dan terbuka dipercaya akan bisa menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas.
Diharapkan ke depannya DJP dengan system administrasi perpajakan modern akan dapat
didukung oleh sistem sumber daya manusia yang berbasis kompetensi dan kinerja.
Sebelum melakukan langkah perbaikan di bidang sumber daya manusia, DJP
melakukan pemetaan kompetensi (competency mapping) untuk seluruh 30.000 pegawai DJP
guna mengetahui sebaran kuantitas dan kualitas kompetensi pegawai. Meskipun program
mapping ini masih terbatas mengidentifikasikan soft competency saja, tetapi informasi yang
di dapat cukup membantu DJP dalam merumuskan kebijakan kepegawaian yang lebih fair.
Kemudian seluruh jabatan harus dievaluasi dan dianalisis untuk selanjutnya ditentukan job
grade dari masing-masing jabatan tersebut. Selanjutnya beban kerja dari masing-masing
jabatan tersebutpun dianalisis yang kemudian dikaitkan juga dengan pengembangan sistem
pengukuran kinerja masing-masing pegawai. Sebagai catatan, pembuatan dan dokumentasi
SOP untuk seluruh proses pekerjaan dapat dimanfaatkan juga sebagai standar penilaian
kinerja. Secara bersamaan dilakukan penilaian terhadap seluruh pegawai secara lebih
obyektif dan konsisten sekaligus standar kompetensi jabatannya melalui proyek assessment
center. Selisih (gap) antara hasil penilaian pegawai dengan standar kompetensi jabatan yang
didudukinya dijadikan dasar perancangan program capacity building (termasuk pendidikan
dan pelatihan) yang lebih fokus dan terarah. Saat ini, DJP sedang mengembangkan berbagai
program pelatihan melalui metode Adult Learning Principles.
Semua itu nantinya akan dimanfaatkan untuk membuat sistem jenjang karir,
khususnya sistem mutasi dan promosi, serta sistem remunerasi yang lebih jelas, adil, dan
akuntabel. Dengan sistem dan manajemen sumber daya manusia yang lebih baik dan terbuka
akan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang juga lebih baik, khususnya dalam hal
produktivitas dan profesionalisme. Dapat dilihat bahwa perbaikan remunerasi hanyalah salah
satu bagian akhir dari program reformasi birokrasi yang sebelumnya didahului dengan
perbaikan di berbagai bidang yang dapat meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem
manajemen sumber daya manusia.
Mengingat strategis dan besarnya skala perbaikan sistem dan manajemen sumber
daya manusia, maka dirasa perlu untuk membentuk suatu unit khusus dengan level eselon III
di KP DJP untuk menangani pengembangan sistem manajemen sumber daya manusia,
pengembangan kapasitas serta pengukuran kinerja, di samping Bagian Kepegawaian yang
memang mempunyai tugas melakukan pembuatan kebijakan dan implementasi di bidang
kepegawaian. Diharapkan, dengan makin transparan dan fairnya sistem mutasi, promosi, dan
remunerasi, DJP dapat menerapkan kebijakan “right man in the right place”, di mana
seorang pegawai dapat menempati suatu jabatan yang tepat sesuai dengan keahliannya, dan
sebaliknya suatu jabatan diisi oleh pegawai yang tepat sesuai dengan standar kompetensinya.
4.
Pelaksanaan Good Governance
Elemen terakhir adalah pelaksanaan good governance, yang seringkali dihubungkan
dengan integritas pegawai dan institusi. Suatu organisasi berikut sistemnya akan berjalan
dengan baik manakala terdapat rambu-rambu yang jelas untuk memandu pelaksanaan tugas
dan pekerjaannya, serta yang lebih penting lagi, konsistensi implementasi rambu-rambu
tersebut. Dalam praktek berorganisasi, good governance biasanya dikaitkan dengan
mekanisme pengawasan internal (internal control) yang bertujuan untuk meminimalkan
terjadinya penyimpangan ataupun penyelewengan dalam organisasi, baik itu dilakukan oleh
pegawai maupun pihak lainnya, baik disengaja maupun tidak.
DJP dengan program modernisasinya senantiasa berupaya menerapkan prinsipprinsip good governance tersebut. Salah satunya adalah dengan cara pembuatan dan
penegakan Kode Etik Pegawai yang secara tegas mencantumkan kewajiban dan larangan bagi
para pegawai DJP dalam pelaksanaan tugasnya, termasuk sanksi-sanksi bagi setiap
pelanggaran Kode Etik Pegawai tersebut. Selain itu pemerintah telah menyediakan berbagai
saluran pengaduan yang sifatnya independen untuk menangani pelanggaran atau
penyelewengan di bidang perpajakan, seperti Komisi Ombudsman Nasional. Dalam lingkup
internal DJP sendiri, telah dibentuk dua Subdirektorat yang khusus menangani pengawasan
internal di bawah Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur,
yaitu Subdirektorat Kepatuhan Internal yang sifatnya lebih ke pencegahan (preventif) dan
Subdirektorat Investigasi Internal yang sifatnya lebih ke pengusutan dan penghukuman
(reaktif). Lebih jauh lagi, pembentukan complaint center di masing-masing Kanwil modern
untuk menampung keluhan Wajib Pajak merupakan bukti komitmen DJP untuk selalu
meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajaknya sekaligus pengawasan bagi internal DJP.
Sebenarnya good governance tidak hanya terbatas pada masalah integritas, tetapi
juga menyangkut efisiensi dan efektivitas, serta profesionalisme dan akuntabilitas organisasi.
Salah satu contoh konkritnya adalah penerapan manajemen organisasi modern melalui
pembuatan dan penerapan siklus perencanaan, implementasi, dan evaluasi, yang disertai alat
ukur yang jelas untuk menilai keberhasilan program tersebut. Alat ukur tersebut dapat berupa
Key Peformance Indicators (KPI) untuk aktivitas rutin organisasi, atau Policy Measures
untuk kebijakan baru. Dalam ilmu manajemen dikenal ungkapan “what gets measured, gets
managed”. Sejak tahun 2005, DJP telah mencoba menetapkan beberapa KPI untuk mengukur
kinerja kantor operasionalnya selain variabel penerimaan perpajakan yang biasa dipakai.
Untuk tahun 2008, DJP telah menyusun strategic plan organisasi yang lebih komprehensif
dengan memakai konsep balanced score card.
Sosialisasi Perpajakan
Menurut Mustofa (2007) dalam Restiani (2011:17), sosialisasi adalah suatu konsep
umum yang dimaknakan sebagai proses dimana kita belajar melalui interaksi dengan orang
lain, tentang cara berfikir, merasakan dan bertindak dimana kesemuanya itu merupakan halhal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif.
Sedangkan menurut Basamalah (2007) juga disebutkan dalam Restiani (2011:17),
sosialisasi adalah sebagai suatu proses dimana orang-orang mempelajari sistem nilai, norma
dan pola perilaku yang diharapkan oleh kelompok sebagai bentuk transformasi dari orang
tersebut sebagai orang luar menjadi organisasi yang efektif.
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sosialisasi perpajakan
merupakan suatu upaya dari DJP untuk memberikan pengertian, informasi dan pembinaan
kepada masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu
yang berhubungan dengan perpajakan dan perundang-undangan.
DJP mengatur mengenai penyeragaman kegiatan sosialisasi perpajakan bagi
masyarakat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ./2007. Media
informasi yang dapat digunakan dalam melakukan sosialisasi perpajakan meliputi media
televisi, koran, spanduk, flyers (poster dan brosur), billboard/mini billboard, dan radio.
Penyampaian informasi tersebut sebaiknya menggunakan bahasa yang sesederhana mungkin
dan bukan secara teknis, sehingga informasi tersebut dapat diterima dengan baik. Serta Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-98/PJ/2011 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal Di Lingkungan
Direktoral Jenderal Pajak sebagai acuan laporan sosialisasi yang dilakukan oleh DJP.
Informasi tentang pajak dirasa masih sangat kurang oleh masyarakat. Sumber
informasi yang dinilai informatif dan dibutuhkan secara urut adalah call center, penyuluhan,
internet, petugas pajak, televisi, iklan bis. Materi sosialisasi yang disampaikan lebih
ditekankan pada manfaat pajak, manfaat NPWP, dan pelayanan perpajakan di masing-masing
unit. Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan terdapat beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan meliputi metode, media, materi, dan pembicara dalam penyuluhan. Metode yang
digunakan dalam proses penyuluhan adalah metode diskusi. Biasanya dalam pelaksanaan
penyuluhan perpajakan digunakan media seperti proyektor dan materi yang disampaikan
berupa simulasi pengisian SPT serta pengetahuan perpajakan. Dalam melakukan penyuluhan
perpajakan, penyuluh/pembicara yang dipilih merupakan pihak-pihak yang menguasai materi
perpajakan yang akan disosialisasikan. Harapan perbaikan dalam kegiatan penyuluhan pajak
adalah agar dalam penyajian materi harus mudah dimengerti oleh peserta dan dalam
pelaksanaannya diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat (Yohannah, 2012:27-28).
DJP juga mengatur pembentukan tim sosialisasi untuk memberikan sosialisasi
perpajakan bagi masyarakat dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP114/PJ./2005 tentang Pembentukan Tim Sosialisasi Perpajakan. Kepada tim sosialisasi
perpajakan ini dibebankan empat tugas penting, yaitu:
1.
Menyiapkan metode dan materi sosialisasi perpajakan kepada pelajar, mahasiswa,
dan masyarakat Wajib Pajak.
2.
Melakukan sosialisasi perpajakan kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Wajib
Pajak.
3.
Meningkatkan pemahaman kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Wajib Pajak
tentang perpajakan.
4.
Tugas-tugas lain sebagaimana yang ditetapkan DJP.
Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Nurmantu (2003:148), kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai “suatu
keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya.” Terdapat dua macam kepatuhan, yakni:
1.
Kepatuhan formal, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban
perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila Wajib Pajak telah
melaporkan SPT PPh Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka Wajib
Pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi
ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif
memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undangundang perpajakan.
2.
Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib Pajak yang memenuhi
kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan
benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP
sebelum batas waktu berakhir.
Sedangkan menurut Nasucha (2004:9), kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi
dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali
Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang,
dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Erard dan Feinstin (1994) seperti dikutip
Chaizi Nasucha, menggunakan teori psikologi dalam kepatuhan Wajib Pajak, yaitu rasa
bersalah dan rasa malu, persepsi Wajib Pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang
mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ditetapkan pada bab satu, maka pendekatan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor yang dikutip Moleong (2002:3)
bahwa, “Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”
Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara:
1. Studi pendahuluan
Peneliti melakukan kunjungan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa
Timur I Surabaya untuk mengetahui gambaran umum tentang situasi dan kondisi
perusahaan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
2. Studi kepustakaan
Dalam tahap ini, peneliti mengumpulkan, mempelajari, dan mendapatkan teori,
konsep, dan literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas
sebagai landasan teoritis serta pedoman untuk memecahkan masalah yang ada.
3. Studi lapangan
Studi ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung dalam
perusahaan untuk memperoleh data dan keterangan yang diperlukan. Teknik
pengumpulan data ini dilakukan dengan cara:
a. Wawancara, secara langsung dengan Bidang Penyuluhan Pelayanan dan
Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I
Surabaya.
b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan melihat dokumen atau
arsip yang terkait dengan pelaksanaan sosialisasi peraturan perpajakan dalam
upaya peningkatan Wajib Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jawa Timur I Surabaya.
c. Sumber lain, untuk melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan terkait
dengan penelitian ini, penulis menggunakan data dan informasi dari artikelartikel perpajakan dan internet. Di samping itu penulis juga menggunakan
peraturan-peraturan terkait yang diperoleh dari website perpajakan seperti
www.ortax.com, www.pajakonline.com, www.pajak.go.id.
Teknik Analisis Data
Seperti pada buku yang ditulis oleh Robert K. Yin dalam Pedoman Penulisan
Pembimbingan dan Ujian Skripsi (2009:13), dalam case study ditegaskan bahwa salah satu
teknik analisis dan interpretasi digunakan matching principle, yaitu dengan menggunakan
logika penjodohan pola. Logika seperti ini membandingkan pola yang didasarkan atas data
empirik dengan pola yang diprediksikan (atau dengan beberapa prediksi alternatif). Jika
kedua pola ini ada persamaan, hasilnya dapat menguatkan validitas internal studi kasus yang
bersangkutan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Sosialisasi Peraturan Perpajakan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jawa Timur I
Analisis Media Sosialisasi
Dilihat dari media sosialisasi yang digunakan, Kanwil DJP Jatim I memanfaatkan
berbagai media sesuai dengan jenis media sosialisasi perpajakan yang terdapat pada Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ./2007 tentang Penyeragaman Sosialisasi
Perpajakan Bagi Masyarakat dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE98/PJ/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan
Perpajakan Unit Vertikal Di Lingkungan Direktoral Jenderal Pajak. Mulai dari
sosialisasi/penyuluhan langsung seperti seminar, workshop, kelas pajak dan sebagainya
hingga sosialisasi/penyuluhan tidak langsung seperti melalui media televisi, koran, spanduk,
flyers (poster dan brosur), billboard/mini billboard, serta radio. Kesediaan Kanwil DJP Jatim
I dalam memberdayakan berbagai jenis media merupakan usaha yang baik untuk membantu
masyarakat dan Wajib Pajak dalam memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai
perpajakan.
Melalui media-media tersebut Wajib Pajak memperoleh manfaat berupa informasi
dan pengetahuan tentang perpajakan. Dilihat dari kondisi kepatuhan Wajib Pajak, penerimaan
pajak meningkat setiap tahunnya meskipun belum melampaui targetnya yaitu sebesar Rp 14,5
Trilyun dan targetnya sebesar Rp 14,7 Triliyun pada Tahun 2012. Peningkatan realisasi
penerimaan pajak Kanwil DJP Jatim I pada tahun 2010 dan 2011 meskipun juga belum
melampaui rencana penerimaan pajak yang ditargetkan. Selain itu total Wajib Pajak terdaftar
dan total SPT Tahunan yang disampaikan juga mengalami peningkatan, dengan demikian
dapat dikatakan media sosialisasi yang digunakan oleh Kanwil DJP Jatim I sudah cukup
efektif. Hal tersebut dikarenakan adanya kerjasama yang baik antara aparat pajak dengan
masyarakat dan Wajib Pajak, seperti yang diungkapkan oleh bidang Penyuluhan Pelayanan
dan Hubungan Masyarakat.
Sedangkan pada penelitian terdahulu, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Restiani
(2011) tentang Analisis Kualitas Pelayanan Pajak dan Sosialisasi Perpajakan Terhadap
Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur,
hasilnya pada KPP Cianjur responden berpendapat mengenai mengikuti perkembangan
tentang pajak melalui surat kabar/majalah sebesar 31.46%, kemudian 29.33% responden
berpendapat melalui iklan di TV, 20.00% responden berpendapat melalui internet, dan yang
menanggapi melalui brosur sebesar 19.21%. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh
Yohannah (2012) tentang Tinjauan Atas Sosialisasi Peraturan Perpajakan dan Kinerja
Account Representative dalam upaya Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak (studi kasus KPP
Pratama Jakarta Pademangan), hasilnya KPP Pademangan memanfaatkan berbagai media
sebagaimana jenis-jenis media sosialisasi yang terdapat di Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE-22/PJ./2007 mengenai Penyeragaman Sosialisasi Perpajakan Bagi
Masyarakat. Media seperti koran, radio dan televisi tidak/jarang digunakan.
Analisis Materi Sosialisasi
Materi sosialisasi yang disampaikan oleh Kanwil DJP Jatim I sudah sesuai dengan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ./2007 tentang Penyeragaman
Sosialisasi Perpajakan Bagi Masyarakat dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-98/PJ/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan
Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal Di Lingkungan Direktoral Jenderal Pajak, yaitu
mencakup berbagai hal yang perlu diketahui oleh masyarakat dan Wajib Pajak meliputi
segala hal yang berkaitan dengan peraturan perpajakan, seperti sosialisasi tentang Faktur
Pajak, e-filling, pengenalan pajak secara umum kepada siswa/mahasiswa dan masyarakat
umum, tax gathering, Sensus Pajak Nasional (SPN), tax goes to campus & tax goes to school
dan lain-lain.
Dengan adanya sosialisasi perpajakan ini masyarakat dan Wajib Pajak menjadi tahu
tentang Peraturan Perpajakan dan manfaat pajak untuk pembangunan Bangsa dan Negara.
Secara khusus, Wajib Pajak dapat mengetahui bagaimana cara mengisi SPT dan
melaporkannya serta bagaimana cara membayar pajak. Dengan demikian kepatuhan Wajib
Pajak dapat mengalami peningkatan.
Terkait dengan materi sosialisasi perpajakan ini dalam penelitian Restiani (2011)
hanya menyebutkan sosialisasi peraturan baru pada KPP Cianjur, hasilnya responden
(82.72%) menanggapi tentang mensosialisasikan peraturan baru masuk dalam kategori baik.
Hal ini sesuai dengan tanggapan responden bahwa pemerintah dalam mensosialisasikan
peraturan perpajakan selalu memberikan informasi terbaru sebesar 39.73%, memberikan
penjelasan tentang perpajakan sebesar 53.3%, memberikan penjelasan tidak secara detail
sebesar 13.33% dan peraturan perpajakan kurang disosialisasikan sebesar 13.06%. Penelitian
Yohannah (2012) menjelaskan materi sosialisasi pada KPP Pademangan sudah mencakup
berbagai hal yang perlu diketahui masyarakat dan Wajib Pajak meliputi hal-hal dasar tentang
pajak (NPWP, subjek dan objek pajak, dan manfaat pajak), SPT, PPN, PPh dan sebagainya.
Analisis Waktu Sosialisasi
Waktu sosialisasi ditentukan dan direncanakan serta diberitahukan terlebih dahulu
kepada Wajib Pajak sebelum kegiatan sosialisasi tersebut dilakukan/diselenggarakan.
Sosialisasi perpajakan oleh Kanwil DJP Jatim I dilakukan secara rutin sesuai dengan rencana
kerja yang dibuat serta atas undangan dari Wajib Pajak. Rencana sosialisasi tersebut wajib
dilakukan sehingga targetnya dapat terpenuhi karena dari setiap kegiatan sosialisasi yang
dilakukan harus dibuat laporan sosialisasinya.
Dilihat dari laporan sosialisasi yang dibuat oleh Kanwil DJP Jatim I sesuai dengan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-98/PJ/2011 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal Di Lingkungan
Direktoral Jenderal Pajak selama bulan September 2012 hingga Februari 2013, sosialisasi
perpajakan tersebut sudah terealisasi dengan baik, sehingga dapat dikatakan waktu sosialisasi
perpajakan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jatim I sudah berjalan efektif.
Mengenai waktu sosialisasi ini penelitian yang dilakukan Yohannah (2012)
menunjukkan waktu sosialisasi pada KPP Pademangan ditentukan sebelum kegiatan
sosialisasi diadakan dan dikabarkan melelui surat undangan ke Wajib Pajak. Penyuluhan
pajak tidak mungkin dilakukan setiap bulan karena masih banyak tugas lain yang harus
dilakukan oleh masing-masing seksi dan pegawai.
Analisis Penyelenggaraan Sosialisasi
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ/2007 tentang
Penyeragaman Sosialisasi Perpajakan Bagi Masyarakat dinyatakan bahwa penyampaian
informasi perpajakan sebaiknya dilakukan dengan cara kontak langsung dengan masyarakat
misalnya melalui seminar, diskusi dan sejenisnya. Berdasarkan tinjauan dan wawancara yang
telah dilakukan peneliti, Kanwil DJP Jatim I melakukan sosialisasi yang sudah sesuai dengan
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ/2007 tentang Penyeragaman
Sosialisasi Perpajakan Bagi Masyarakat tersebut, yaitu baik dengan kontak langsung melalui
penyuluhan langsung seperti seminar, workshop, kelas pajak dan sebagainya maupun melalui
penyuluhan tidak langsung seperti melalui media televisi, koran, spanduk, flyers (poster dan
brosur), billboard/mini billboard, serta radio. Menurut pihak Kanwil DJP Jatim I, hampir
tidak ada kendala dalam memberikan sosialisasi perpajakan kepada masyarakat karena
adanya kerjasama yang baik antara aparat pajak dengan masyarakat, akan tetapi aparat pajak
sedikit mengalami kendala/kesulitan dalam melakukan sosialisasi kepada para pedagang
pasar karena para pedagang pasar tersebut rata-rata tidak mau membuat NPWP untuk
menghindari kewajiban pajak mereka. Hal tersebut kembali lagi kepada kesadaran serta
keingintahuan masyarakat dan Wajib Pajak tentang pentingnya perpajakan.
Kegiatan sosialisasi dilakukan dengan membentuk tim sosialisasi sesuai dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-114/PJ./2005 tentang Pembenttukan Tim
Sosialisasi Perpajakan. Tim ini merupakan pihak yang menyiapkan metode dan materi yang
akan disampaikan dalam kegiatan sosialisasi. Pada Kanwil DJP Jatim I, pihak yang
menyiapkan metode dan materi yang akan disampaikan dalam kegiatan sosialisasi yaitu
Bidang Penyululuhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat. Selain itu dalam kegiatan
sosialisasinya, Kanwil DJP Jatim I juga melakukan kerjasama yang baik dengan instansiinstansi terkait (para stakeholder) seperti pemerintah daerah setempat, termasuk dengan
Wajib Pajak. Kerjasama tersebut dilakukan untuk memperlancar jalannya kegiatan sosialisasi
yang dilakukan. Dana yang digunakan dalam melakukan sosialisasi berasal dari Daftar Isian
Penggunaan Anggaran (DIPA) masing-masing, dimana pasti terdapat anggaran untuk
kegiatan sosialisasi tersebut sehingga dana ini mencukupi untuk kegiatan sosialisasi.
Berdasarkan laporan sosialisasi Kanwil DJP Jatim I selama bulan September 2012
hingga Februari 2013 dapat dilihat rencana sosialisasi yang telah dibuat oleh Kanwil DJP
Jatim I telah terealisasi dengan baik. Sebagian besar sosialisasi yang dilakukan yaitu berupa
sosialisasi langsung seperti seminar/ceramah, workshop/Bimbingan teknis, kelas pajak/klinik
pajak, serta perlombaan pajak. Sosialisasi tidak langsung juga dilakukan oleh Kanwil DJP
Jatim I tetapi tidak sebanyak dilakukannya sosialisasi langsung.
Terkait dengan penyelenggaran sosialisasi ini, dalam penelitian Restiani (2011) yang
menjadi indikator penyelenggaraan sosialisasi merupakan tempat sosialisasi, hasilnya
menunjukkan pada KPP Cianjur responden (68.64%) menanggapi bahwa tentang tempat
yang diinginkan Wajib Pajak dalam sosialisasi perpajakan masuk dalam kategori baik. Hal ini
sesuai dengan tanggapan responden bahwa tempat yang diinginkan Wajib Pajak dalam
sosialisasi perpajakan adalah di daerah-daerah dimana Wajib Pajak tinggal sebesar 34.66%,
ditempat yang telah ditentukan KPP sebesar 28.8%, di Kantor Pelayanan Pajak sebesar
16.53%, di Kantor Kecamatan sebesar 13.33%, dan reponden yang menanggapi dimana saja
sebesar 6.66%. Sedangkan pada penelitian Yohannah (2012) berdasarkan laporan sosialisasi
KPP Pademangan, terlihat bahwa KPP Pademangan bekerja sama dengan KP2KP dan
Kanwil Jakarta Utara dalam menyelenggarakan kegiatan sosialisasi serta memenuhi
undangan sosialisasi dari pihak radio.
Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa
Timur I
Kepatuhan Wajib Pajak Kanwil DJP Jatim I dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu
jumlah SPT Tahunan yang disampaikan, jumlah Wajib Pajak terdaftar, dan jumlah
penerimaan pajak.
Tabel 4.2
Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Kanwil DJP Jatim I
Tahun 2010-2012
Jumlah Wajib Pajak Terdaftar (per 31 Desember 2010)
Tahun
Wajib Pajak
Badan
Wajib Pajak
Orang Pribadi
Total Wajib
Pajak
2010
57.441
301.264
358.705
2011
34.896
315.148
350.044
2012
58.320
320.479
378.799
Sumber: Pengolahan Data Sekunder Seksi P2Humas, diolah, 2013
Tabel 4.3
Rasio SPT Tahunan Kanwil DJP Jatim I
Tahun 2010-2012
Jumlah SPT Tahunan yang Diterima
Wajib Pajak
Wajib Pajak Orang
Tahun
Badan
Pribadi
SPT
%
SPT
%
2010
24.093
41,94%
211.744
70,29%
2011
26.580
76,17%
221.719
70,35%
2012
24.697
42,35%
238.862
74,53%
Sumber: Pengolahan Data Sekunder Seksi P2Humas, diolah, 2013
Total SPT
SPT
%
235.837 65,75%
248.299 70,93%
263.559 69,58%
Tabel 4.2 menunjukkan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di Kanwil DJP Jatim I
meningkat setiap tahunnya. Tetapi jumlah Wajib Pajak Badan mengalami penurunan pada
tahun 2011, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan total jumlah Wajib Pajak terdaftar
pada Kanwil DJP Jatim I pada tahun 2011 tersebut. Namun pada tahun 2012 jumlah Wajib
Pajak terdaftar Kanwil DJP Jatim I mengalami peningkatan baik jumlah Wajib Pajak Orang
Pribadi maupun Wajib Pajak Badan. Meskipun demikian pada tahun 2011 SPT Tahunan yang
diterima dari Wajib Pajak Badan mengalami peningkatan, seperti yang ditunjukkan dalam
tabel 4.3 tersebut. Selain itu SPT Tahunan yang diterima dari Wajib Pajak Orang Pribadi juga
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini menandakan kesadaran masyarakat untuk
mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak, baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib
Pajak Badan mengalami peningkatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepatuhan
akan kewajiban untuk membuat/memiliki NPWP serta kepatuhan Wajib Pajak dalam
menyampaikan SPT Tahunan juga mengalami peningkatan.
Tabel 4.4
Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jatim I
Tahun 2010-2012
No.
JENIS PAJAK
Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jatim I
2010
2011
2012
Rp
Rp
Rp
A
PAJAK PENGHASILAN
1.
PPh. NON MIGAS
5.155.445.642.090
5.958.052.260.215
7.089.670.907.942
1.1. PPh Pasal 21
1.258.093.305.182
1.480.552.428.561
1.883.487.136.992
1.2. PPh Pasal 22
86.064.021.507
117.518.931.955
141.350.766.553
1.3. PPh Pasal 22 Impor
366.497.631.090
469.000.335.232
567.826.149.853
1.4. PPh Pasal 23
1.5. PPh Pasal 25/29 Orang
Pribadi
299.815.892.199
322.635.560.696
412.630.217.123
179.475.857.857
213.830.241.665
244.643.297.698
1.6. PPh Pasal 25/29 Badan
1.7. PPh Pasal 26
1.089.829.041.039
1.146.829.270.996
1.115.961.126.406
2.
96.513.877.862
129.879.692.099
125.317.986.907
1.8. PPh Final dan Fiskal LN
1.778.467.875.932
2.077.723.508.944
2.598.278.216.548
1.9. PPh Non Migas Lainnya
688.139.422
82.290.067
176.009.862
PPh. MIGAS
-
-
-
2.1. PPh Minyak Bumi
-
-
-
2.2. PPh Gas Alam
2.3. PPh Lainnya dari Minyak
Bumi
-
-
-
-
-
-
2.4. PPh Lainnya dari Gas Alam
-
-
-
5.155.445.642.090
5.958.052.260.215
7.089.670.907.942
1. PPN Dalam Negeri
3.045.374.183.769
4.317.954.116.095
5.103.571.400.804
2. PPN Impor
1.227.935.052.667
1.511.913.081.606
1.997.834.192.283
3. PPn.BM Dalam negeri
1.929.605.708
(1.198.707.495)
(385.541.536)
4. PPn.BM Impor
86.445.836.985
117.418.040.535
171.072.035.611
5. PPN & PPn.BM Lainnya
718.354.820
413.903.539
158.951.066
4.362.403.033.949
5.946.500.434.280
7.272.251.038.228
1. Bea Materai
-
-
133.210.249.379
2. Pajak Tidak Langsung Lainnya
117.908.605.146
123.255.047.800
2.522.539
3. Bunga Penagihan PPh
4. Bunga Penagihan PPN &
PTLL
49.116.227
35.211.067
1.076.637.563
2.014.091.913
4.166.652.868
1.492.637.130
5. BPP
1.496.287.396
1.039.298.927
71.527.564
6. Pemberian Imbalan Bunga
-
-
-
JUMLAH
B
A
PPN DAN PPn. BM
JUMLAH B
C
PAJAK LAINNYA
JUMLAH C
D
121.468.100.682
128.496.210.662
135.853.574.175
MURNI DAN NETO
( Jumlah A + B + C )
9.639.316.776.721 12.033.048.905.157 14.497.775.520.345
Sumber: Pengolahan Data Sekunder Seksi Data dan Potensi, diolah, 2013
Jumlah penerimaan pajak dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (tahun 2010 sampai
tahun 2012) selalu mengalami peningkatan, baik dari komponen Pajak Penghasilan; PPN dan
PPnBM; serta Pajak Lainnya. Kenaikan jumlah penerimaan pajak yang diperoleh Kanwil DJP
Jatim I tersebut bisa juga karena peningkatan omset usaha Wajib Pajak atau peningkatan
jumlah Wajib Pajak baru di jajaran Kanwil DJP Jatim I.
Dilihat dari tabel 4.4 tersebut, peningkatan jumlah penerimaan pajak mayoritas
berasal dari Wajib Pajak Orang Pribadi khususnya PPh Pasal 21. Peningkatan penerimaan
pajak PPh Pasal 21 bukan berarti peningkatan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, karena
PPh Pasal 21 merupakan jenis pajak yang dipotong/dipungut langsung dari gaji karyawan
oleh perusahaan (witholding tax). Oleh karena itu pemotong/pemungut atau pemberi kerja
butuh untuk diadakan sosialisasi perpajakan terkait dengan kewajiban perpajakan.
Selain itu peningkatan jumlah penerimaan pajak yang cukup signifikan juga berasal
dari Wajib Pajak Badan. Wajib Pajak Badan mungkin cenderung lebih patuh dibandingkan
dengan Wajib Pajak Orang Pribadi, hal tersebut dikarenakan tanggung jawab dan sanksi
perpajakan yang dikenakan kepada Wajib Pajak Badan lebih besar apabila mereka lalai dalam
memenuhi kewajiban pajaknya. Oleh karenanya Wajib Pajak Badan juga membutuhkan
sosialisasi perpajakan terkait kewajiban perpajakan mereka.
Pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Soebagyo (2005) tentang
Pengaruh Sosialisasi Perpajakan oleh Ditjen Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada
KPP Jakarta Kemayoran menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan mampu mempengaruhi
kepatuhan Wajib Pajak badan dengan nilai 10,4% dan Wajib Pajak orang pribadi 8,3%.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Setianto (2010) tentang Pengaruh Sosialisasi
Perpajakan dan Pelaksanaan Self Assesment System terhadap Tingkat Kesadaran dan
Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Cilandak menunjukkan
sosialisasi perpajakan dan self assesment system berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak sebesar 51,3% atau dengan kata lain 48,7%
dipengaruhi oleh faktor lain. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Restiani (2011)
tentang Analisis Kualitas Pelayanan Pajak dan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan
Formal Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur
menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pajak dan sosialisasi perpajakan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi secara parsial dan
simultan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Cianjur. Serta penelitian
yang dilakukan oleh Yohannah (2012) tentang Tinjauan Atas Sosialisasi Peraturan
Perpajakan dan Kinerja Account Representative dalam upaya Peningkatan Kepatuhan Wajib
Pajak (studi kasus KPP Pratama Jakarta Pademangan) menunjukkan masih kurangnya
kesadaran dan penolakan Wajib Pajak untuk memahami perpajakan dan memenuhi kewajiban
perpajakannya. Penelitian sekarang menunjukkan kepatuhan Wajib Pajak mengalami
peningkatan setiap tahunnya dari tahun 2010-2012 dilihat dari kepatuhan Wajib Pajak
mendaftarkan diri, menyampaikan SPT Tahunan serta penerimaan pajak yang diterima oelh
Kanwil DJP Jatim I, adanya sosialisasi peraturan perpajakan yang dilakukan oleh Kanwil
DJP Jatim I membantu Wajib Pajak memahami dan menyadari kewajiban perpajakan mereka.
Sehingga sosialisasi perpajakan dapat membantu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak selain
disebabkan oleh faktor-faktor lainnya.
SIMPULAN, SARAN & KETERBATASAN
Simpulan berdasarkan atas uraian yang telah penulis kemukakan dalam bab
sebelumnya, yaitu Kanwil DJP Jatim I menggunakan berbagai media dalam kegiatan
sosialisasi mereka yaitu melalui sosialisasi/penyuluhan langsung seperti seminar, workshop,
kelas pajak dan sebagainya. Serta melalui sosialisasi/penyuluhan tidak langsung seperti
melalui media televisi, koran, spanduk, flyers (poster dan brosur), billboard/mini billboard,
serta radio. Materi yang disampaikan dalam sosialisasi tersebut juga mencakup Faktur Pajak,
e-filling, pengenalan pajak secara umum kepada siswa/mahasiswa dan masyarakat umum, tax
gathering, Sensus Pajak Nasional (SPN), tax goes to campus & tax goes to school dan lainlain, tidak hanya mengenai NPWP dan pengisian SPT saja. Kanwil DJP Jatim I melakukan
kegiatan sosialisasi secara rutin, selain itu juga karena undangan dari masyarakat dan Wajib
Pajak. Penyelengaraan sosialisasi yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jatim I juga dilaksanakan
seefisien mungkin kepada masyarakat dan Wajib Pajak. Secara keseluruhan kepatuhan Wajib
Pajak Kanwil DJP Jatim I mengalami peningkatan setiap tahunnya, dilihat dari kepatuhan
Wajib Pajak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan menyetorkan SPT Tahunan.
Meskipun jumlah Wajib Pajak mengalami penurunan pada tahun 2011, tetapi kemudian
jumlah Wajib Pajak mengalami peningkatan kembali pada tahun 2012. Serta dilihat dari
penerimaan pajak Kanwil DJP Jatim I yang juga mengalami peningkatan setiap tahunnya,
baik dari komponen Pajak Penghasilan; PPN dan PPnBM; serta Pajak Lainnya. Hal tersebut
dikarenakan dilakukannya sosialisasi peraturan perpajakan terhadap masyarakat dan Wajib
Pajak menambah pengetahuan perpajakan mereka sehingga meningkatkan kesadaran dan
kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya disamping adanya faktorfaktor lain yang juga meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Selanjutnya penulis akan memberikan saran yang dapat digunakan oleh Kanwil DJP
Jatim I, yaitu Kanwil DJP Jatim I dapat melakukan lebih banyak kegiatan sosialisasi,
terutama sosialisasi langsung karena sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bidang
Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, media sosialisasi yang dinilai paling
efektif yaitu melalui sosialisasi langsung, melalui sosialisasi langsung Wajib Pajak dapat
secara langsung melakukan interaksi atau tanya jawab dengan aparat pajak. Media internet
juga dapat digunakan oleh Kanwil DJP Jatim untuk melakukan kegiatan sosialisasi peraturan
perpajakan, seiring perkembangan jaman penggunaan internet semakin digemari karena
mudah diakses, efisien dan fleksibel sehingga dapat mempermudah Kanwil DJP Jatim I
dalam kegiatan sosialisasinya kepada masyarakat dan Wajib Pajak. Selain itu media internet
juga tidak membutuhkan biaya yang tinggi dalam pembuatan dan pengelolaannya.
Kepatuhan Wajib Pajak pada Kanwil DJP Jatim I dapat dikatakan cukup baik. Namun
dalam hal peningkatan penerimaan pajak, kenaikan jumlah penerimaan pajak yang diperoleh
Kanwil DJP Jatim I tersebut bisa juga karena peningkatan omset usaha Wajib Pajak atau
peningkatan jumlah Wajib Pajak baru. Sebaiknya Kanwil DJP Jatim I meningkatkan lagi
sosialisasi perpajakan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak terhadap
kewajiban perpajakannya.
Dalam melakukan penelitian, penulis menghadapi keterbatasan-keterbatasan sebagai
berikut:
1.
Keterbatasan waktu penelitian dan pengurusan ijin yang cukup lama sehingga
mempersempit waktu untuk mengumpulkan lebih banyak informasi mengenai
kegiatan sosialisasi peraturan perpajakan di Kanwil DJP Jatim I.
2.
Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data perpajakan yang sebagian
datanya dirahasiakan sehingga tidak dapat mengambil dan memperoleh data secara
maksimal.
3.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara hanya kepada satu
orang aparat pajak dikarenakan kesibukan tugas mereka, sehingga tidak bisa
digunakan untuk mengukur seberapa baik sosialisasi peraturan perpajakan di Kanwil
DJP Jatim I ini.
DAFTAR PUSTAKA
--------------. 2012. Reformasi Birokrasi Untuk Kesejahteraan Masyarakat.Dalam Reformasi
Birokrasi
Kementerian
Keuangan,
(Online),
(http://www.reform.depkeu.go.id/mainmenu.php?module=news&id=216, diakses
26 September 2012).
--------------. 2012. Reformasi Perpajakan. Dalam Reformasi Perpajakan, (Online),
(http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-issue/38-mei-2009/136-reformasiperpajakan.html, diakses 26 September 2012).
Amilin & Nina Anisah, 2008. Pengaruh Persepsi Peran Account Representative pada
Tingkat Tepatuhan Wajib Pajak. Trikonomika, vol 7, no.2.
Effendi, Zaenal. 2012. Penerimaan Pajak DJP Jatim I Hingga September Rp 9,4 Triliun.
Dalam
detikSurabaya,
(Online),
(http://surabaya.detik.com/read/2012/09/14/150823/2019479/466,
diakses
26
September 2012).
Ikatan Akuntan Indonesia. 2013. Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B
Terpadu.Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton. 2004. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasucha, Chaizi. 2004. Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nurmantu, Safri. 2003. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Kelompok Yayasan Obor.
Pandiangan, Liberti. 2010. Modernisasi & reformasi Pelayanan Perpajakan Berdasarkan UU
Terbaru. Jakarta: PT Elex Komputindo.
Purnomo, Hadi. 2004. Reformasi Administrasi Perpajakan. Dalam Heru Subyantoro dan
Singgih Riphat (penyusun). Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan Iimplementasi.
Jakarta: Kompas.
Rahayu, Siti Kurnia. 2009. Perpajakan Indonesia: Konsep & Aspek Formal. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Rahayu, Sri dan Ita Salsalina Lingga. 2009. Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi
Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survei atas Wajib Pajak Badan pada
KPP Pratama Bandung ”X”). Jurnal Akuntansi, vol.1, no.2, hlm. 119-138.
Rahman, Abdul. 2009. Hubungan Sistem Administrasi Perpajakan Modern dengan
Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Ilmu Administrasi, Vol. 6, No. 1, hlm. 1-8.
Republik Indonesia. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-114/PJ./2005 Tentang
Pembentukan Tim Sosialisasi Perpajakan. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
------------. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-213/PJ./2003 Tentang
Perubahan Atas Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-550/PJ./2000
Tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak yang Memenuhi Kriteria Tertentu dan
Penyelesaian Permohonan pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak dalam
Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Sekretariat
Kabinet RI. Jakarta.
------------. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2008 Tentang Tata Cara
Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu sebagai Turunan dari Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
------------. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-98/PJ/2011 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit
Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
------------. Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan menjadi Undang-Undang. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Restiani, Metti. 2011. Analisis Kualitas Pelayanan Pajak dan Sosialisasi Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Cianjur. Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Komputer,
Bandung.
Rosandy, Nursakti Niko. 2007. Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan
Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib
Pajak Besar I dan II. Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga,
Surabaya.
Setianto, Eka. 2010. Pengaruh Sosialisasi Perpajakan dan Pelaksanaan Self Assesment
System terhadap Tingkat Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Jakarta Cilandak. Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas
Pembangunan “Veteran”, Jakarta.
Soebagyo, FX Ivan Somolegyono. 2005. Pengaruh Sosialisasi Perpajakan oleh Ditjen Pajak
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Jakarta Kemayoran. Tesis Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Summer, Lawrence H., Johannes F. Linn, dan Shankar N. Acharya. 1991. Lesson of Tax
Reform. Washington DC: Word Bank Publication.
Www.pajakonline.com, diakses 23 Februari 2013
Yin, Robert K. 2004. Studi Kasus: Desain & Metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yohannah, Esther. 2012. Tinjauan Atas Sosialisasi Peraturan Perpajakan dan Kinerja
Account Representative Dalam Upaya Peningkatan Wajib Pajak (Studi Kasus KPP
Pratama Pademangan Jakarta). Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta.
Download