BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Chikungunya atau demam chik adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya yang bersifat self limiting diseases, tidak menyebabkan kematian dan diikuti dengan adanya imunitas di dalam tubuh penderita, tetapi serangan kedua kalinya belum diketahui. Penyakit ini cenderung menimbulkan kejadian luar biasa pada sebuah wilayah. Agent (virus penyebab) adalah virus chikungunya, genus alphavirus (Depkes RI, 2007). Penyakit chikungunya ditularkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Chikungunya berasal dari bahasa Swahili (Afrika) yang berdasarkan kepada gejala yang dialami oleh penderitanya, yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia) terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki (Depkes RI, 2007). Wabah demam chikungunya pertama kali dilaporkan di Tanzania pada tahun 1952, Uganda pada tahun 1963, Sinegal pada tahun 1967, 1975 dan 1983. Angola tahun pada 1972, Afrika Selatan pada tahun 1976, Zaire dan Zambia di Afrika Tengah pada tahun 1978-1979. Pada tahun 1950 mulai menyebar ke wilayah Asia yaitu India, Filipina, Thailand, Myanmar, Vietnam (Depkes RI, 2007). Di Indonesia, kejadian luar biasa pernah terjadi di Yogyakarta (1983), Muara Enim (1999), Aceh (2000). Pada tahun 2001 KLB Cikungunya di Jawa Barat terjadi serentak di beberapa RW/Desa di Bogor, Bekasi, dan Depok. Pada tahun 2002, Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI, Banten dan beberapa daerah wilayah diseluruh pulau Jawa, NTB dan Kalimantan Tengah (Depkes, 2007). 1 Di Provinsi NTB, sekitar bulan Januari 2010 dilaporkan telah terjadi KLB Chikungunya di Kota Bima. Selanjutnya dilaporkan juga di Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Barat yang keduanya berbatasan langsung dengan Kabupaten Lombok Timur. Pada tanggal 23 April 2010, Seksi Surveilans, Imunisasi dan Kesehatan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi NTB mendapat laporan melalui telepon dari petugas surveilans Dinas Kesehatan Lombok Timur bahwa telah terjadi keresahan masyarakat di wilayah Puskesmas Aikmel dengan adanya penderita yang mirip dengan penyakit chikungunya dengan gejala demam dan nyeri sendi. Selanjutnya pada tanggal 24 April 2010, petugas surveilans Dinas Kesehatan Provinsi NTB melakukan kunjungan dan pengecekan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur dan diperoleh informasi bahwa sebanyak 55 orang di Desa Aikmel menderita penyakit dengan gejala demam dan nyeri sendi dan telah dilakukan penyelidikan epidemiologi pada tanggal 23 Maret 2010. Pada tanggal 26 April 2010, Tim dari Dinas Kesehatan Provinsi NTB dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur, melakukan investigasi ke Puskesmas Aikmel dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada kasus tambahan atau kasus baru chikungunya. Diperoleh informasi bahwa berdasarkan data rawat inap di Puskesmas Aikmel pada tanggal 1-6 April 2010 tercatat sebanyak 21 orang pasien rawat inap (15 orang wilayah kerja puskesmas, 6 orang di luar wilayah kerja puskesmas) sakit dengan gejala demam dan nyeri sendi dan tanggal 7-26 April 2010 sebanyak 58 orang dengan gejala febris dan nyeri sendi. Untuk mendapatkan kepastian terjadinya kejadian luar biasa (KLB) chikungunya, gambaran penyakit/gejala dan kasus tambahan perlu dilaksanakan penyidikan epidemiologi KLB lebih lanjut di Desa Aikmel Puskesmas Aikmel Kabupaten Lombok Timur. 2 B. Tujuan Penyelidikan 1. Umum Untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran kejadian penyakit chikungunya di Desa Aikmel Puskesmas Aikmel Kabupaten Lombok Timur. 2. Khusus a. Memastikan diagnosis chikungunya. b. Memperoleh kepastian terjadinya KLB chikungunya. c. Memperoleh gambaran deskripsi KLB chikungunya berdasarkan orang, tempat, dan waktu. d. Mengidentifikasi sumber dan cara penularan. e. Merumuskan saran cara penanggulangan dan pengendalian guna mencegah kejadian serupa di masa yang akan datang. 3 BAB II ANALISA SITUASI DAN TELAAH PUSTAKA A. Kondisi geografis 1. Letak wilayah Puskesmas Aikmel mempunyai 3 (tiga) wilayah kerja. Masingmasing wilayah berbatasan dengan wilayah lainnya. Letak wilayah tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. DESA KARANG BARU kekuang Merembuk Aik perapa Sampet Peneda Ziadah Muntaha Mtr Lekong Ds. Lian D Pungkas Haikkul Yakin Ds. Lian L Jl. Jurusan Suwela Bgk. Manis Pertemuan DESA LENEK Kedatuk Desa Aikmel Utara Montor Sugia Toya Lauk Kb.Kr.D.T Kb.Krg.Daya B Toya Daya Desa Kb. Kerang Kb.Kr.L.T Banjarsari Jl. Jurusan Mataram Desa Aikmel Bg.Nyaka.B Cepak daya Ds. Bagek B Pgk. Daya Kp. Remaja Keroya Bg.Nyaka.T Ds. Bagek T Ds. Beruk Pungkang lauk Cepak Lauk Jl. Jurusan Lb. Lombok DESA KALIJAGA Sumber : Profil Puskesmas Aikmel Tahun 2009 Gambar 1. Peta Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Utara Tahun 2009 4 DESA WANASABA Motong Pace Kp. Karya Batubelek Wilayah Puskesmas Aikmel terdiri dari 3 desa yaitu Desa Aikmel, Desa Aikmel Utara dan Desa Kembang Kerang serta 25 dusun. Secara administratif wilayah Puskesmas Aikmel berbatasan dengan wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara Gunung Renjani b. Sebelah Selatan Desa Kalijaga c. Sebelah Barat Desa Lenek d. Sebelah Timur Desa Karang Baru (Kecamatan Wanasabe) 2. Iklim Berdasarkan pada iklimnya, daerah di Kecamatan Aikmel termasuk Desa Aikmel berada Kabupaten Lombok Timur dengan kawasan perkotaan Selong. Kawasan ini mempunyai iklim trofis dengan temperatur udara yang cukup tinggi (24-31 C). Jumlah bulan basah berkisar antara 34 bulan dan bulan kering antara 4-6 bulan atau dengan kata lain bulan basah lebih pendek dari bulan kering. Sedangkan bulan lembab berkisar antara 1-2 bulan. Diperkotaan Selong situasi musim hujan mulai pada bulan Oktober atau pada awal Nopember atau paling lambat akhir bulan Desember dengan curah hujan rata-rata 132,10 mm (Rencana Induk Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur, 2009). B. Kondisi Demografis Kondisi demografis meliputi jumlah penduduk, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di Puskesmas Aikmel. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Wilayah di Puskesmas Aikmel Tahun 2009 Nama Desa Jumlah Penduduk Laki-laki Aikmel Aikmel Utara Kembang Kerang Jumlah Jumlah Perempuan 6,591 8,326 6,858 6,975 8,665 7,137 13,566 16,991 13,995 21,774 22,778 44,552 Sumber : Profil Puskesmas Aikmel, 2009 5 Pada Tabel 1 diketahui jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Sedangkan penduduk desa yang paling banyak adalah Desa Aikmel Utara. Tabel 2. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Desa Wilayah Puskesmas Aikmel Tahun 2009 Nama Desa Aikmel Aikmel Utara Kembang Kerang Jumlah 13,566 16,991 13,995 532.00 1,238,535 678 Kepadatan Penduduk (Km2) 0.04 72.89 0.05 44,552 1,239,745 72.98 Penduduk Ha Sumber : Profil Puskesmas Aikmel, 2009 Pada Tabel 2 diketahui Desa Aikmel Utara lebih padat dibandingkan desa lainnya dengan kepadatan penduduk 72,89 Km2. Sedangkan Desa Aikmel kepadatan penduduknya adalah 0,04 Km2. C. Kondisi Pelayanan Kesehatan Kondisi pelayanan kesehatan meliputi tenaga, sarana, cakupan program berkaitan dengan penyakit chikungunya di Puskesmas Aikmel. 1. Tenaga Kesehatan Salah satu sumber daya yang diperlukan dalam mendukung pelayanan kesehatan yaitu sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang dapat memenuhi dari segi kuantitas, kualitas dan kompetensinya. Keberadaan SDM ini diarahkan pada upaya pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Berdasarkan laporan tenaga kesehatan pada tahun 2009 dari Puskesmas Aikmel tercatat bahwa jumlah tenaga di Puskesmas Aikmel sebanyak 34 orang terdiri 26 orang tenaga kesehatan dan 8 orang tenaga non 6 kesehatan. Keadaaan tenaga kesehatan yang terkait dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit chikungunya tampak pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis Tenaga Kesehatan Sesuai Kategori di Puskesmas Aikmel Tahun 2009 Jenis Tenaga Kesehatan Dokter Umum SKM Perawat Bidan Asisten Apoteker Sanitarian Analis Jumlah 2 1 9 7 1 1 1 Sumber : Daftar Ketenagaan Puskesmas Aikmel Tahun 2009 Pada Tabel 3, diketahui bahwa tenaga yang paling banyak adalah perawat sebanyak 9 orang. Selain tenaga kesehatan dengan status PNS, tercatat bahwa Puskesmas Aikmel mempunyai tenaga kontrak daerah atau dikenal dengan tenaga non job sebanyak 21 orang. Tenaga yang terkait dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit chikungunya yaitu sanitarian 4 orang, laboratorium 1 orang, dan perawat 12 orang. Banyaknya tenaga perawat ini terkait dengan status Puskesmas Aikmel sebagai Puskesmas dengan perawatan (DTP). Sumber daya ini memungkinkan penanggulangan KLB melalui rawat jalan, rawat inap, pengobatan dan penyuluhan. Sehingga upaya pencegahan peningkatan kasus dan pengobatan penderita dapat dilakukan seefektif mungkin. 2. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang tersedia di wilayah Puskesmas Aikmel meliputi puskesmas induk, puskesmas pembantu, polindes (Pos Persalinan Desa), dan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Jumlah sarana-sarana tersebut seperti pada Tabel 3. 7 Tabel 4. Jenis dan Jumlah Sarana Kesehatan Di Wilayah Puskesmas Aikmel Tahun 2009 Jenis Sarana Kesehatan Puskesmas Puskesmas pembantu Polindes Posyandu Jumlah Sarana 1 2 3 38 Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Aikmel Tahun 2009 Untuk menjangkau pelayanan kesehatan ke masyarakat di wilayah Puskesmas Aikmel dilakukan dengan menyediakan sarana kesehatan melalui Puskesmas Induk 1 buah, Puskesmas Pembantu 2 buah, Polindes 3 buah dan Posyandu 38 buah. Apabila dibandingkan dengan standar Depkes RI bahwa 1 Puskesmas harus melayani 30.000 jiwa, maka puskesmas yang ada masih kurang (Jumlah jiwa di wilayah kerja (3 desa) = 42.396 jiwa). Namun demikian kekurangan ini dapat dikurangi dengan adanya puskesmas pembantu dan Polindes yang secara langsung dapat membantu dalam melayani pelayanan kesehatan dasar. 3. Penyehatan perumahan Salah satu indikator yang mempunyai peranan dalam kesehatan lingkungan yaitu kondisi rumah baik di dalam maupun diluar rumah. Hasil pemeriksaan program kesehatan lingkungan cakupan rumah sehat di Puskesmas Aikmel tahun 2010 sebesar 28%. Cakupan rumah tersebut tampak pada Tabel 5. Tabel 5. Cakupan Rumah Sehat di Wilayah Puskesmas Aikmel Tahun 2010 Rumah Sehat Nama Desa Rumah Sehat % Aikmel 3,029 1,150 38 Aikmel Utara 1,075 202 19 Kembang Kerang 3,638 823 23 Jumlah 7,742 2,175 Sumber : Laporan Kesling TRI I Puskesmas Aikmel Tahun 2010 8 28 Pada Tabel 5, cakupan rumah sehat yang paling rendah adalah Desa Aikmel Utara yaitu 19%. Rendahnya cakupan ini dikarenakan baru 3 dusun yang dapat dilaksanakan pemeriksaan dari 6 dusun di Desa Aikmel Utara. 4. Survey Jentik Pada triwulan ke-1 tahun 2010, telah dilakukan survey jentik di dalam rumah dan diluar rumah oleh petugas kesehatan lingkungan di wilayah Puskesmas Aikmel. Hasil survey jentik dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Survey Jentik di Wilayah Puskesmas Aikmel Tahun 2010 Survey Jentik Nama Desa HI(%) Aikmel Aikmel Utara Kembang Kerang Jumlah CI(%) ABJ(%) 9.5 - 33.3 - 89.0 - 9.5 33.3 89.0 Sumber : Laporan survey Jentik Puskesmas Aikmel Tahun 2010 Pada Tabel 6, survey telah dilaksanakan di Desa Aikmel pada 4 Dusun yaitu Dasen Bagek Barat, Dasen Bagek Timur, Kampung Karya, Cepak Daya dan Batu Belek. Hasil survey menunjukan bahwa persentase House Index (HI), Container Index (CI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) masih di bawah target yang diharapkan yaitu 95%. Pada Desa Aikmel Utara dan Desa Kembang Kerang belum dilaksanakan survey berdasarkan petugas sanitarian akan dilakukan pada triwulan ke2. D. Telaah Pustaka 1. Patofisiologi Penyakit Demam chikungunya mempunyai masa inkubasi (periode sejak digigit nyamuk pembawa virus hingga menimbulkan gejala) antara 1-12 hari, tetapi pada umumnya 3-7 hari (Depkes RI, 2007). Biasanya 3-12 hari (Benenson,1990), 3-11 hari (CDC,2000). Setelah masa inkubasi 9 tersebut, gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah demam tinggi (39 - 400 Celsius), nyeri otot, kemerahan pada kulit (ruam), menggigil, sakit kepala, kemerahan pada konjunktiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, mual, muntah. Nyeri sendi biasanya terlokalisir pada sendi besar, terutama sendi lutut dan tulang belakang, tetapi bisa juga terjadi pada beberapa sendi kecil terutama sendi pergelangan kaki, pergelangan tangan, jari kaki dan jari tangan. Sendi yang nyeri tidak bengkak, tetapi teraba lebih lunak (Depkes RI,2007). Gejala nyeri sendi terutama dialami oleh wanita dewasa (Benenson, 1990;CDC,2000). Nyeri otot bisa terjadi pada seluruh otot atau hanya pada otot daerah kepala dan bahu. Kadangkadang terjadi pembengkakan otot sekitar mata kaki. Sakit kepala sering terjadi tetapi tidak berat. Ruam di kulit bisa terjadi pada muka, badan, tangan, dan kaki, tetapi bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk makulopapular. Ruam mulai timbul 1-10 hari setelah nyeri sendi. Ruam bertahan 7-10 hari diikuti dengan deskuamasi kulit (Depkes RI, 2007). 2. Etiologi Agent (virus penyebab) adalah virus chikungunya, genus alphavirus atau “group A” antrophod-borne viruses (flavivirus), famili Togaviridae. Virus ini telah berhasil diisolasi di berbagai daerah di Indonesia. Vektor utama penyakit ini sama dengan penyakit DBD, yaitu nyamuk Aedes aegypti (Depkes RI, 2007). Dan mungkin nyamuk lainnya seperti Aedes Albopticus (Benenson, 1990; CDC,2000) 3. Sumber dan Cara Penularan Penularan demam chik terjadi apabila penderita yang sakit (dalam keadaan viremia) digigit oleh nyamuk penular Aedes aegypti, kemudian menggigit orang lain. Biasanya penularan terjadi dalam satu rumah, tetangga, dan cepat menyebar kesuatu wilayah (RT/RW/dusun/desa) (Depkes RI, 2007). 10 4. Pengobatan Pengobatan bersifat simptomatis menurunkan demam dan mengurangi rasa nyeri dengan obat analgetik-antiperatik, beristirahat selama demam dan nyeri sendi kuat. Makanan seperti biasa, tidak ada pantangan (Depkes RI, 2007). 5. Faktor Risiko Faktor risiko untuk menderita penyakit chikungunya hampir sama dengan demam berdarah dengue, yaitu keberadaan virus dan nyamuk Aedes aegypty sebagai vektor penularnya. Disamping itu daya tahan tubuh penjamu berperan dalam manifestasi penyakit ini. Keberadaan nyamuk Aedes aegypty sebagai virus penyakit ini berhubungan erat dengan sanitasi lingkungan. Kebiasaan-kebiasaan manusia yang dapat menyebabkan timbulnya tempat perindukan dan tempat istirahat nyamuk serta kebiasaan tidak melindungi diri dari gigitan nyamuk merupakan salah satu faktor risiko untuk menderita penyakit ini. Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2004), faktor risiko yang perlu di identifikasi yaitu keberadaan jenis nyamuk dewasa di dalam dan diluar rumah, jentik nyamuk didalam dan diluar rumah, tempat perindukan nyamuk di dalam dan diluar rumah. Faktor lainnya yaitu mobilisasi penduduk, musim (curah hujan), kepadatan penduduk. Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya KLB penyakit chikungunya (P.G.Jupp dan B.M.Mc intush,1985) antara lain : 1. Rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat 2. Mobilisasi penduduk dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan lancarnya arus transportasi 3. Kepadatan populasi nyamuk (vector dencity) karena banyaknya habitat potensial (tempat perindukan nyamuk) seperti ban bekas dan lain-lain. 4. Iklim (curah hujan yang cukup tinggi) 5. Tingkat ekonomi sosial yang rendah 11 6. Ekologi 7. Kondisi geografi 6. Kejadian Luar Biasa (KLB) Petunjuk penetapan KLB berdasarkan Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB meliputi : 1. Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/dikenal. 2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya 3. Peningkatan kejadian/kematian lebih dari dua kali dibandingkan dengan periode sebelumnya 4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan lebih dari dua kali bila dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya 5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan lebih dari dua kali dibandingkan angka rata-rata per bulan tahun sebelumnya. 6. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit dalam satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50 % atau lebih dibanding CFR periode sebelumnya. 7. Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikkan lebih dari dua kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya. 8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, DHF/DSS 9. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis) 10. Terdapat satu/lebih penderita baru dimana pada periode empat minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit tersebut 12 11. Beberapa penyakit yang dialami satu atau lebih penderita sebagai berikut : a. Keracunan makanan b. Keracunan pestisida Menurut Depkes RI (2007), Definisi operasional KLB chikungunya adalah ditemukan lebih dari satu penderita chikungunya di suatu desa/kelurahan yang sebelumnya tidak pernah ditemukan penderita. Penanggulangan KLB chikungunya terutama diarahkan pada upaya pemutusan mata rantai penularan kasus-nyamuk- orang sehat. Pengobatan bersifat simptomatis. Upaya pencegahan terutama diarahkan upaya pencegahan terjadinya KLB di daerah perbatasan atau penyebaran daerah yang mempunyai frekuensi transportasi yang tinggi. (1). Penyeledikan Epidemiologi Penyelidikan dilakukan terhadap dugaan penderita demam chik, terutama apabila memiliki gejala demam mendadak, nyeri sendi, dan ruam. Adanya KLB demam chik sering rancu dengan adanya KLB demam dengue, demam berdarah dengue dan campak, oleh karena itu disamping distribusi gejala dan tanda-tanda dari sekelompok penderita yang dicurigai, diagnosis dapat didukung Elisa pada sebagian penderita. (2). Upaya Penanggulangan Penganggulangan KLB dilaksanakan terhadap 3 kegiatan utama, penyelidikan KLB, Upaya pengobatan dan upaya pencegahan KLB serta penegakan sistem surveilans ketat selam periode KLB. Demam Chikungunya belum ditemukan obat, tetapi dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan bersifat simptomatis dengan pemberian obat penurun panas dan mengurangi nyeri persendian, dan beristirahat selama fase akut, serta pada umumnya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. 13 Untuk memutus mata rantai penularan kasus-nyamuk-orang lain perlu dilakukan tindakan sama dengan upaya pemberantasan KLB DBD yaitu gerakan pemberantasan sarang nyamuk, pemberian larvasida, memelihara menggunakan ikan pemakan jentik, repelan, obat nyamuk bakar perlindungan diri dan sejenisnya, penggunaan kelambu serta isolasi penderita agar tidak digigit nyamuk. Pada daerah KLB dapat dilakukan penyemprotan (fogging) untuk membunuh nyamuk dewasa terinfeksi yang dilakukan pada wilayah KLB sebanyak 2 kali penyemprotan dengan interval satu minggu. Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki daerah yang sedang berjangkit KLB demam chik perlu melakukan intensifikasi PWS-KLB chikungunya disemua wilayah dengan tujuan untuk memantau perkembangan dan penyebaran kasus chikungunya disetiap daerah, deteksi dini KLB chikungunya, memantau perkembangan dan penyebaran kasus chikungunya pada daerah yang sedang terjadi KLB chikungunya. Kegiatan intensifikasi PWS-KLB sama dengan intensifikasi PWS KLB DBD yang terutama melaksanakan 2 kegiatan intensifikasi : Intensifikasi PWS-KLB chikungunya mingguan pada daerah berpotensi KLB, Intensifikasi PWS-KLB chikungunya harian pada daerah KLB. (3). Surveilans ketat pada KLB Perkembangan kasus dan kematian stiap hari disampaikan ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Dilakukan analisis terhadap perkembangan kasus dan kematian. 14 mingguan 7. Sistem Kewaspadaan Dini KLB Pemantauan kemungkinan terjadinya KLB chikungunya dilaksanakan oleh setiap unit pelayanan kesehatan dan masyarakat, baik terhadap penderita maupun pemantauan jentik berkala. Intensifikasi pemantauan kemungkinan terjadinya KLB Chikungunya. SKD-KLB chikungunya oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan propinsi dan departemen kesehatan terutama berdasarkan data dan informasi adanya peningkatan serangan KLB demam chikungunya yang diperoleh dari dari laporan adanya KLB chikungunya oleh puskesmas, rumah sakit dan laboratorium serta laporan bulanan KLB Dinas Kesehatan kabupaten/kota sesuai Pedoman Penyelenggaran Sistem Surveilans Penyakit Menular dan Tidak Menular. SKD-KLB demam chikungunya juga berdasarkan data curah hujan serta perkembangan nyamuk melalui pemantauan jentik berkala. Pemantauan jentik berkala sebaiknya wajib dilaksanakan di tempat-tempat umu, seperti sekolah, masjid, pasar, gedung pertemuan. SKD-KLB chikungunya dilaksanakan bersamaam dengan SKD KLB-DBD. 8. Laporan KLB Sejenis Selama tahun 2004-2009 laporan KLB chikungunya berdasarkan informasi dari petugas surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur dan juga informasi dari Kepala Puskesmas Aikmel belum pernah terjadi chikungunya di wilayah Puskesmas Aikmel. KLB chikungunya dilaporkan pernah terjadi pada bulan Januari dan Februari tahun 2010 yaitu di Kota Bima, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Barat, dan wilayah lain di Kabupaten Lombok Timur. Di Indonesia dilaporkan pernah terjadi di Yogyakarta (1983), Muara Enim (1999), Aceh (2000). Pada tahun 2001 KLB Cikungunya di Jawa Barat terjadi serentak di beberapa RW/Desa di Bogor, Bekasi, dan Depok. Pada tahun 2002, Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, 15 DKI, Banten dan beberapa daerah wilayah diseluruh pulau Jawa, NTB dan Kalimantan Tengah (Depkes, 2007). Pada beberapa negara wabah chikungunya dilaporkan pernah terjadi yaitu pertama kali di Tanzania tahun 1952, Uganda tahun 1963, Sinegal tahun 1967, 1975 dan 1983. Angola tahun 1972, Afrika Selatan tahun 1976, Zaire dan Zambia di Afrika Tengah pada tahun 1978-1979. Pada tahun 1950 mulai menyebar ke wilayah Asia yaitu India, Filipina, Thailand, Myanmar, Vietnam (Depkes RI, 2007). Dalam perkembanganya, laporan KLB chikungunya telah dibuat dalam jurnal-jurnal. Beberapa jurnal terkait dengan KLB chikungunya yaitu : 1. Outbreak of chikungunya fever in Thailand and virus detection in field population of vector mosquitoes, Aedes aegypti (L.) and Aedes albopictus Skuse (Diptera: Culicidae) oleh .Thavara U, et.al (2007). Penelitian wabah demam chikungunya dilakukan di bagian selatan Thailand. Spesimen plasma pada manusia diperoleh dari pasien yang diduga terinfeksi chikungunya dan penangkapan nyamuk dewasa yang dideteksi dengan menggunakan teknik reaksi reverse transcriptase-polymerase chain. Hasil penelitian diketahui bahwa sekitar setengah dari specimen darah yang diperiksa positif chikungunya. Sebesar 5,5 sampai 100% tingkat infeksi ditemukan pada kedua jenis kelamin dari vektor nyamuk, Aedes aegypti dan Ae. Albopictus.Tingkat infeksi pada Ae. albopictus lebih tinggi daripada di Ae. aegypti, dengan tingkat infeksi relatif lebih tinggi dari nyakyk jantan daripada betina. Munculnya virus chikungunya dalam nyamuk jantan dewasa dari kedua spesies mengungkapkan peran transmisi transovarial dari virus dalam populasi vektor nyamuk. Temuan ini telah memberikan pemahaman lebih lanjut tentang hubungan antara vektor 16 nyamuk, virus chikungunya dan epidemiologi demam Chikungunya di Thailand. 2. Re-emergence of Chikungunya virus in India (V. Ravi, 2006). Laporan ini menjelaskan chikungunya sebagai penyakit yang reemerging diseases. Sejak isolasi pertama di Calcutta, pada tahun 1963, sudah ada beberapa laporan infeksi virus Chikungunya di berbagai bagian India.] wabah terakhir infeksi virus Chikungunya terjadi di India pada 1971. Selanjutnya, karena tidak dilakukan pengawasan aktif atau pasif 'sepertinya' bahwa virus telah 'menghilang' . Namun, laporan terakhir wabah skala besar demam disebabkan oleh infekai virus Chikungunya pada beberapa bagian Selatan India telah menegaskan kembali emergence dari virus ini. Diperkirakan bahwa lebih dari 1,80,000 kasus yang telah terjadi di India sejak Desember 2005. Andhra Pradesh (AP) adalah negara bagian pertama untuk melaporkan penyakit ini pada Desember 2005, dan salah satu yang terburuk terkena dampak (lebih dari 80.000 kasus yang diduga). Beberapa kabupaten negara Karnataka seperti Gulbarga, Tumkur, Bidar, Raichur, Bellary, Chitradurga, Davanagere, Kolar dan kabupaten Bijapur juga mencatat sejumlah besar kasus demam virus Chikungunya terkait.Chikungunya adalah bentuk relatif jarang demam virus yang disebabkan oleh Alphavirus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi. Gejala infeksi ini adalah munculnya secara tiba-tiba demam, menggigil, sakit kepala, dan nyeri sendi berat dengan atau tanpa pembengkakan (biasanya sendi yang lebih kecil), nyeri pinggang, dan ruam. Alasan yang tepat untuk munculnya kembali Chikungunya di anak benua India serta negara-negara kecil lainnya di Samudra Hindia bagian selatan adalah teka-teki. diakui bahwa munculnya kembali infeksi virus adalah karena berbagai perubahan sosial, lingkungan, perilaku dan biologis, mana yang memberikan kontribusi terhadap munculnya kembali virus Chikungunya Sebuah serosurvey dilakukan di Calcutta satu dekade yang lalu mengungkapkan bahwa hanya 4,37% 17 dari serum yang diuji positif untuk antibodi chikungunya dengan tingkat seropositif tertinggi diamati pada kelompok usia 51-55 tahun dan antibodi Chikungunya tidak terdeteksi dalam dewasa muda dan muda. Temuan ini mungkin menunjukkan bahwa memang ada kekurangan kekebalan kawanan terhadap virus Chikungunya. Namun lain tantangan yang dihadapi selama ini wabah besar di negeri ini telah kurangnya fasilitas diagnostik cepat. 3. A Major Epidemic of Chikungunya Virus Infection on Réunion Island, France, 2005–2006. Philippe Renault, et.al (2006). Laporan ini menjelaskan sebuah epidemi demam chikungunya terjadi di Kepulauan Comoro dan berlangsung dari bulan Januari sampai Mei 2005. Pada bulan April, kasus juga dilaporkan di Mayotte dan Mauritius. Pada Réunion Island, kasus pertama dilaporkan pada akhir April. Surveilans epidemi ini diperlukan sebuah sistem adaptif, yang pada awalnya didasarkan pada penemuan kasus aktif dan retrospektif di sekitar kasus yang dilaporkan, maka mengandalkan jaringan sentinel saat kejadian meningkat. Emerging bentuk dan berat infeksi diselidiki. Pada April 2006, perkiraan surveilans adalah 244.000 kasus infeksi virus chikungunya, termasuk 123 kasus yang parah dan 41 transmisi maternoneonatal, dengan tingkat serangan secara keseluruhan sebesar 35%. 4. Chikungunya Outbreaks Caused by African Genotype, India, Prasanna N. Yergolkar, et.al (, Laporan ini menegaskan CHIKV sebagai agen penyebab untuk wabah besar demam dengan arthralgia dan arthritis di 3 negara bagian di India. demam Chikungunya telah muncul dalam bentuk wabah setelah 32 tahun. pusat/Afrika Timur CHIKV Epidemi saat ini disebabkan oleh genotipe. Bahwa Yawat isolat dikelompokkan dengan pusat /Afrika Timur genotipe menunjukkan bahwa genotipe ini telah diperkenalkan lebih dari 5 tahun sebelum wabah saat ini. menentukan genotipe strain saat ini beredar di Asia 18 Tenggara dan pemahaman modus transportasi ini strain di India dan kondisi mendukung wabah besar seperti itu akan berharga. 5. Chikungunyarelated Fatality Rates, Mauritius, India, and Reunion Island, Philippe Renault, et, al(2006). Epidemi infeksi virus chikungunya yang menimbulkan kematian. Pulau Reunion pada tahun 2005 kematian akibat chikungunya di peroleh case-fatality rate (CFR) adalah 1/1.000 penduduk dibandingkan dengan penelitian Beesoon et al. CFR di Mauritius: 743 kematian dengan CFR 4.5%, dengan 15,760 tersangka yang dilaporkan pada tahun 2005 dan 2006. CFR di Ahmedabad, India tahun 2006 chikungunya adalah 4,9%. 6. Penelitian tentang Faktor Sosiodemografi dan Lingkungan Yang Mempengaruhi Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok 2006 oleh Fatmi Yumantini Oktikasari, dkk92006). Variabel-variabel yang diteliti pada kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) chikungunya yang menyerang 200 warga di Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok yaitu faktor sosiodemografi dan lingkungan serta faktor dominan yang mempengaruhi KLB chikungunya di Kelurahan Cinere Kecamatan Limo Kota Depok dengan desain studi kasus kontrol. Faktor yang diteliti adalah pendidikan, pengetahuan, kepadatan hunian, umur, pekerjaan, jenis kelamin, mobilitas, perilaku penggunaan obat anti nyamuk, keberadaan jentik nyamuk, ketersediaan Tempat Penampungan Air, dan ketersediaan kasa nyamuk. Hasil penelitian menunjukkan empat variabel berhubungan dengan KLB chikungunya, yaitu pendidikan (OR=1,9: 1,12-3,23), umur (OR= 2,1: 1,22-3,46), dan kepadatan hunian (OR=2,2: 1,25-3,80). Analisis multivariat didapatkan faktor yang paling dominan adalah kepadatan hunian dan diikuti oleh pendidikan. Probabilitas KLB chikungunya sebesar 2,1 kali pada subyek yang huniannya tidak padat dan berpendidikan rendah. 19 E. Hipotesis 1. Diduga terjadi KLB chikungunya dengan gejala-gejala klinis utama demam, nyeri sendi, ruam disertai dengan gejala lainnya seperti sakit kepala, mual/muntah, mata merah dan gatal di Desa Aikmel Puskesmas Aikmel Kabupaten Lombok Timur. 2. Diduga penularan chikungunya berhubungan dengan faktor risiko perilaku dan lingkungan 20 BAB III BAHAN DAN CARA A. Batasan Wilayah Pelacakan Pelacakan kasus akan dilaksanakan di Desa Aikmel Puskesmas Aikmel Kabupaten Lombok Timur. B. Memastikan Diagnosa Pemastian diagnosa kasus suspek chikungunya pada KLB ini berdasarkan pada gejala klinis yang timbul pada penderita dengan gejala utama : demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam). Gejala lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala, gatal-gatal, mual/muntah, mata merah (Depkes RI, 2007). C. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari catatan kunjungan rawat jalan dan rawat inap Puskesmas Aikmel tahun 2010, hasil pengobatan di masyarakat, data kesehatan lingkungan ( perumahan sehat dan ABJ) dan penyeldikan epdemiologi di Puskesmas Aikmel serta data dari Dinas Kesehatan Lombok Timur. D. Pengumpulan Data Primer Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner terhadap penderita atau keluarga penderita. Wawancara dilakukan oleh Karyasiswa FETP UGM, staf Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur Aikmel dan staf Puskesmas berdasarkan gejala klinis utama yaitu demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) dengan salah satu atau lebih gejala lainnya seperti sakit kepala, mual/muntah, gatal, mata merah. 21 Pencarian kasus baru dilakukan melalui kunjungan ke rumah warga dengan menanyakan pada penderita/ keluarganya apakah ada penderita lain dengan gejala yang sama yaitu dengan gejala utama demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) dengan salah satu atau lebih gejala lainnya seperti sakit kepala, mual, dan muntah, gatal dan mata merah di dalam satu rumah atau di rumah lainnya (tetangga). Perilaku keluarga dan pertanyaan lain yang meliputi penggunaan anti nyamuk, PSN (3M), penggunaan kelambu, menggantungkan pakaian, memasang kawat kasa di rumah dilakukan dengan menanyakan kepala keluarga atau salah satu anggota keluarga penderita dengan menggunakan kuesioner. Observasi (pengamatan jentik) di rumah, lingkungan sekitar rumah penderita dan TTU dilakukan dengan mengamati sekitar lingkungan rumah dan sekitar rumah tempat tinggal penderita, TTU (sekolah/tempat ibadah) meliputi bak penampungan air untuk mandi, tumpukan ban dan kaleng bekas yang berisi air, tonggak bambu berisi air dan tempat minuman burung. E. Penelitian Kasus Kontrol 1. Batasan Kasus Kasus adalah orang yang sedang sakit atau baru mengalami sakit dengan gejala klinis utama demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) diikuti dengan gejala lainnya seperti sakit kepala, mual, dan muntah, gatal, mata merah. 2. Batasan Kontrol Kontrol adalah orang yang tidak sedang sakit dan tidak baru mengalami sakit dengan gejala klinis utama demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) diikuti dengan gejala lainnya seperti sakit kepala, mual, dan muntah, gatal-gatal, mata merah . 22 Jumlah kelompok kontrol yang digunakan dalam penyelidikan KLB ini dengan perbandingan kasus dan kontrol yaitu 1:1, yaitu jumlah kasus yang ditemukan pada saat penyelidikan sesuai dengan kriteria kasus sama jumlahnya dengan kontrol yang diperoleh saat penyelidikan sesuai dengan kriteria kontrol. 3. Cara Pengambilan Sampel/Kontrol Semua penderita atau yang pernah memiliki riwayat menderita gejala klinis utama demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) serta gejala lainnya diambil sebagai sampel, sedangkan orang yang tinggal satu rumah atau tetangga penderita tetapi tidak sakit diambil sebagai kontrol. 4. Variabel Penelitian Variabel yang akan menjadi pengamatan dalam KLB ini yaitu variabel perilaku berupa penggunaan obat anti nyamuk (repelent, obat bakar, semprot, dan elektrik), pemberantasan sarang nyamuk/PSN (menutup, menguras, dan mengubur), penggunaan abate, penggunaan kelambu, menggantungkan pakaian, serta memasang kawat kasa dan variabel lingkungan yaitu rumah ada jentik. F. Cara Analisa Data Data yang telah dikumpul kemudian diolah dengan menggunakan komputer dan dianalisa secara deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan kejadian penyakit menurut tempat, orang dan waktu kemudian disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan narasi. Selanjutnya dilakukan analisa bivariat dan multivariat dengan tujuan untuk mengembangkan hipotesis atau membuktikan hipotesis secara terbatas tentang hubungan variabel dependen (KLB chikungunya) dengan variabel independen (variabel 23 perilaku dan lingkungan), menyelidiki faktor-faktor yang mungkin menghasilkan informasi dalam rangka mencegah atau mengobati penyakit (chikungunya) (Lapau.B, 2009) 1. Analisis bivariat Analis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square yaitu untuk : a) mengetahui perbedaan kejadian KLB chikungunya pada kelompok yang berisiko dan tidak berisiko; b) menentukan peluang (probabilitas) kejadian KLB chikungunya pada kelompok berisiko dan tidak berisiko yang dinyatakan dalam nilai odds ratio (OR). Sedangkan nilai probabilitas (p) digunakan untuk mengetahui: a) derajat kemaknaan statistik apakah variabel-variabel penelitian merupakan faktor risiko terjadinya KLB chikungunya; dan b) sebagai dasar dalam pemilihan variabel-variabel bebas yang akan diuji secara bersama-sama pada analisis multivariat (Hastono,2007). 2. Analisis multivariat Analisis ini menggunakan multiple logistic regression. Variabel bebas yang bermakna secara statistik pada analisis bivariat dan atau memiliki p≤0,25 atau secara substansi variabel tersebut cukup penting akan akan dilakukan uji secara bersama-sama dengan analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik ganda. Analisis ini bertujuan untuk : a) mengetahui variabel yang paling besar hubungannya dengan KLB chikungunya; b) mengetahui adanya variabel lain yang mempengaruhi hubungan variabel bebas dengan kejadian KLB chikungunya; dan c) mengetahui sifat hubungan tersebut yaitu berhubungan langsung atau tidak langsung (Hastono, 2007). 24 G. Definisi Operasional 1. Kejadian luar biasa chikungunya adalah ditemukan penderita chikungunya dengan gejala utama demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) dan diikuti gejala lainnya seperti sakit kepala, mual/muntah, gata-gatal dan mata merah lebih dari satu penderita chikungunya di suatu desa/kelurahan yang sebelumnya tidak pernah ditemukan penderita. Cara ukur : Wawancara dilanjutkan dengan penentuan diagnosis Skala ukur : Nominal 1. Penderita chikungunya 2. Bukan penderita chikungunya 2. Perilaku penggunaan obat anti nyamuk adalah perilaku respnden untuk menghindari gigitan nyamuk, berupa penggunaan repelent, obat bakar, semprot atau elektrik. Cara ukur : Wawancara Skala ukur : Nominal 1. Ya 2. Tidak 3. Perilaku pemberantasan sarang nyamuk(PSN) dengan 3 M adalah kegiatan yang dilakukan guna memberantas sarang nyamuk pada tempat-tempat yang memungkinkan untuk menjadi tempat nyamuk bertelur. Perilaku ini berupa menutup tempat-tempat penampungan air, menguras tempat penampungan air/bak mandi minimal sekali seminggu, dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air. 25 Cara ukur : Wawancara Skala ukur : Nominal 1. Ya 2. Tidak 4. Perilaku penggunaan kelambu adalah perilaku responden dalam menggunakan kelambu waktu tidur siang dari jam 14.00-16.00 WIB. Cara ukur : Wawancara Skala ukur : Nominal 1. Ya 2. Tidak 5. Menggantungkan pakaian adalah perilaku responden menggantungkan pakaian yang telah dipakai pada dinding yang dapat menjadi tempat bersarangnya nyamuk. Cara ukur : Wawancara Skala ukur : Nominal 1. Ya 2. Tidak 6. Memasang kawat kasa adalah kondisi rumah yang yang terpasang kawat kasa pada lubang ventilasi jendela atau pintu. Cara ukur : Obsevasi 26 Skala ukur : Nominal 1. Ya 2. Tidak 7. Rumah ada jentik adalah rumah yang ditemukan jentik baik didalam rumah atau diluar rumah yang seperti pada penampungan air, kaleng/ban bekas disekitar rumah, pot bunga dan tempat minum burung. Cara ukur : Obsevasi Skala ukur : Nominal 1. Ya 2. Tidak H. Kelemahan dalam Penyelidikan Penyelidikan KLB chikungunya di Desa Aikmel dalam penelitiannya menggunakan rancangan penelitian kasus kontrol. Kasus dan kontrol diambil dari daerah yang sama atau daerah KLB yang keduanya mempunyai faktor risiko yang sama untuk terkena chikungunya. Menurut Lapau, B (2009) bahwa individu yang dipilih sebagai kontrol tidak hanya bebas dari penyakit yang diteliti, tetapi juga serupa dengan kasus dalam hal potensi untuk terpapar terhadap faktor tertentu selama periode waktu yang dapat dipertimbangkan. Atas dasar tersebut, peneliti dalam penyelidikan KLB chikungunya memilih kontrol pada keluarga/tetangga yang terdekat dengan kasus. Dalam kenyataannya pemilihan kontrol ini masih terdapat kelemahan/kesulitan Hal ini terkait dengan faktor risiko yang berhubungan dengan faktor lingkungan. Lingkungan yang sama pada kasus dan kontrol akan mempengaruhi terhadap hasil dari penelitiaan. 27 Murti menjelaskan bahwa harus dihindari jangan sampai paparan penelitian merupakan bagian dari faktor-faktor lingkungan yang tersebut, sebab jika ini terjadi maka penaksiran hubungan paparan dan penyakit akan menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya (Murti.B, 1997). Sehingga dalam penyelidikan KLB, sebaiknya kontrol diambil dari daerah yang bukan daerah KLB tetapi mempunyai kesamaan karakteristik dengan kasus dan daerah KLB. . 28 BAB IV HASIL PENYELIDIKAN A. Pemastian Diagnosa Pemastian diagnosis pada KLB ini dilakukan dengan cara distribusi gejala klinis, membandingkan gejala klinis yang dialami penderita dengan gejala klinis penyakit lainnya, dan pemeriksaan laboroataorium. Hasil wawancara mengenai gejala klinis yang dialami dan dirasakan penderita, diperoleh hasil seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Distribusi Gejala Klinis pada KLB Chikungunya di Desa Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Gejala Klinis Jumlah kasus Frekuensi Demam 159 100% Nyeri sendi 159 100% Sakit kepala 129 81,1% Mual/muntah 95 59,7% Ruam Mata merah Gatal 85 60 39 53,5% 37,7% 24,5% Pada Tabel 7 menunjukan bahwa gejala klinis yang dialami penderita sesuai dengan urutan gejala klinis terbesar dan yang dominan adalah demam, nyeri sendi, sakit kepala, mual/muntah, ruam, mata merah dan gatal. Selanjutnya pemastian diagnosis dilakukan dengan cara mencocokkan gejala / tanda penyakit yang terjadi pada individu/penderita dengan gejala yang ada di teori dalam buku Communicable Diseases Manual, berdasarkan rekomendasi Depkes meliputi 3 (tiga) gejala utama yaitu demam, nyeri pada persendian, dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) dan gejala lainnya seperti sakit kepala, mual/muntah, gatal-gatal, mata merah (Depkes RI, 2007). 29 Untuk mempertegas diagnosis tersebut, dilakukan juga dengan cara membandingkan dengan penyakit lainnya berdasarkan gejala klinis. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerancuan, yaitu adanya KLB chikungunya dengan KLB DBD, campak, malaria dan demam typoid. Perbedaan diagnosis berdasarkan gejala klinis dengan penyakit lainnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perbedaan Diagnosis Berdasarkan Gejala Klinis Gejala klinis + + + + + - Demam typoid + + + - Gejala pd saat KLB + + + + + + - + + + + - + + - Chikungunya DBD Campak Malaria + + + + + + - + + + + + + + + - + + + + + + + Nyeri sendi Demam Ruam Sakit kepala Mual/muntah Mata merah Renjatan (shock) Pedarahan Nyeri ulu hati Batuk Pilek Kulit bersisik Diare Bercak koplek di muka Mengigil Kejang Ikterus Berkeringat Rose spot Sumber : Control of Communicable Diseases Manual, 2000. Berdasarkan Tabel 8 gejala klinis penderita pada KLB di Desa Aikmel mendekati gejala klinis chikungunya. Dengan demikian dapat diduga bahwa KLB yang terjadi adalah chikungunya. Hasil identifikasi sebanyak 85 penderita kasus mempunyai gejala-gejala utama demam, nyeri sendi dan ruam disertai dengan gejala lainnya seperti sakit kepala, mual/muntah, gatal-gatal dan mata merah. Untuk mendukung diagnosis berdasarkan gejala klinis, pada KLB ini dilakukan juga konfirmasi laboratorium dengan cara pemeriksaan 30 serologis, yaitu dengan pengambilan sampel darah pada beberapa penderita (6 orang) yang memiliki gejala demam mendadak, nyeri sendi dan ruam dengan melakukan vena punksi untuk mengambil darah vena sebanyak 5-7 cc kemudian dimasukkan ke dalam tabung kaca yang menggunakan penutup, dan didiamkan selama 10-15 menit sampai darah membeku. Setelah itu dilakukan sentrifugasi (sentrifuge) 1500 rpm selama ± 10 menit untuk memisahkan serumnya oleh Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat (BLKM) Provinsi NTB. Serum yang telah terbentuk dipisahkan dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabung sampel dengan tutup ulir yang sudah diberi identitas pasien kemudian sampel disimpan di dalam lemari pendingin. Selanjutnya di kirim ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Puslitbangkes) Depkes. B. Penetapan KLB Penetapan KLB Chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur berdasarkan pada pada laporan W1 (laporan KLB/wabah/24 jam) dengan didukung laporan mingguan W2 Puskesmas Aikmel serta membandingkan data surveilans Puskesmas Aikmel dalam kurun 5 tahun terakhir. Gambar 2. Jumlah Kasus Chikungunya di Puskesmas Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2005-2010 Sumber : Laporan W2 Puskesmas Aikmel Tahun 2010 *Tahun 2010 Bulan Januari-Mei. 31 Berdasarkan analisis data W2 yang diperoleh dari Puskesmas Aikmel selama kurun waktu 5 tahun terakhir dilaporkan bahwa belum ada penderita/kasus yang memiliki gejala klinis seperti demam chikungunya. Tetapi pada tahun 2010, dilaporkan pada minggu ke 5/6 atau sekitar minggu ke-2 Bulan Februari 2010 tercatat sebanyak 8 orang pasien yang berobat ke Puskesmas Aikmel dengan gejala mirip chikungunya seperti demam, nyeri persendian, dan ruam pada kulit. Penetapan KLB mengacu juga pada Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB diantaranya menyebutkan bahwa apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/dikenal maka bisa dikatakan KLB dan Pedoman KLB Depkes RI (2007), bahwa definisi operasional KLB chikungunya adalah apabila ditemukan lebih dari satu penderita chikungunya di suatu desa/kelurahan yang sebelumnya tidak pernah ditemukan penderita. C. Deskripsi KLB 1. Daftar Kasus Proses pertama kalinya ditemukan kasus dan peningkatan kasus serta terjadinya KLB chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 3. Intervensi (PSN, KIE, Abatisasi, Fogging) Intervensi (PSN, KIE, Abatisasi, Fogging) Gambar 3. Distribusi Kasus Chikungunya Menurut Tanggal Sakit di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok TimurTahun 2010. 32 Kasus KLB chikungunya ditemukan pertama kali pada tanggal 7 Februari 2010, kemudian pada tanggal 8 Februari 2010 bertambah 2 orang. Pada tanggal 15 Februari 2010 ditemukan lagi penderita 1 orang, tanggal 20 Februari 2010 sebanyak 3 orang dan tanggal 22 Februari 2010 dan 24 Februari 2010 masing-masing 1 orang. Pada tangal 1dan 2 Maret 2010, terjadi penambahan kasus masing-masing 1 orang, dan terus terjadi peningkatan sampai dengan tanggal 28 Maret 2010. Pada tanggal 25 Maret 2010 telah dilakukan intervensi berupa penyuluhan, PSN, abatisasi dan Foging. Sehingga pada tanggal 29-31 Maret 2010 tidak ditemukan kasus. Tetapi pada tanggal 1 April 2010 kasus ditemukan lagi sebanyak 1 orang dan pada tanggal 3 April 2010 bertambah sebanyak 3 orang selanjutnya terjadi peningkatan sampai dengan tanggal 27 April 2010. Pada tanggal 26 April 2010, dilakukan kembali penyuluhan, PSN, abatisasi dan Foging. Kemudian kasus turun dan kasus terakhir tanggal 17 Mei 2010 sebanyak 1 orang. 2. Deskripsi Kasus Berdasarkan Tempat, Orang dan Waktu a. Distribusi kasus berdasarkan tempat Kasus chikungunya tersebar di 6 dusun. Penyebaran kasus berdasarkan tempat dapat dilihat pada Gambar 4. 33 Desa Aikmel Utara AR=0,49 Banjarsari DESA LENEK K. Karya Cepak daya AR=0,48 D. Bagek Barat Desa Aikmel Pgk. Daya AR=0,59 Batu Belek AR=1,68 D. Bagek Timur Desa Kb. Kerang Ds. Beruk Pungkang lauk Kp. Remaja AR=0,73 Cepak Lauk AR=0,94 DESA KALI JAGA Gambar 4. Peta Distribusi Kasus Berdasarkan Tempat di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2009 Sumber : Profil Puskesmas Aikmel Tahun 2009 = Jumlah kasus 1-2 orang = Index kasus = 1 Sampel positif chikunguya Jumlah kasus terbanyak yaitu di Dusun Bagek Timur sebanyak 34 kasus. Angka serangan atau Attack Rate (AR) sebesar 0,83% dan tidak ada kasus yang meninggal atau Case Fatality Rate (CFR) adalah 0. Secara rinci Angka serangan atau Attack Rate (AR) dapat dapat dilihat pada Tabel 9. 34 Tabel 9. Angka Serangan atau Attack Rate (AR) Chikungunya Berdasarkan Tempat di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Umur Populasi Kasus Meninggal AR(%) CFR(%) Dasen Bagek Barat Dasen Bagek Timur Cepak Daya 1,693 2,023 1,468 10 34 7 0 0 0 0.59 1.68 0.48 0 0 0 Cepak Lauk Kampung Karya 1,389 2,437 13 12 0 0 0.94 0.49 0 0 Kampung Remaja 1,237 9 0 0.73 0 10,247 85 0 0.83 0 Jumlah Pada Tabel 9 tampak AR tertinggi terjadi di Dusun Dasen Bagek Timur yaitu1,68% dan kasus yang AR terendah di Dusun Cepak Daya sebanyak 7 orang dengan AR 0,48%. b. Distribusi kasus berdasarkan orang Distribusi kasus berdasarkan orang menurut jenis kelamin pada KLB chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 tampak pada Tabel 10. Tabel 10. Distribusi Kasus Menurut Jenis Kelamin Pada KLB Chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah Populasi Jumlah Kasus AR(%) 4,997 5,250 32 53 0.64 1.01 10,247 85 0.83 Pada Tabel 10 terlihat bahwa lebih besar populasi yang terkena chikungunya adalah perempuan sebanyak 53 orang dengan AR sebesar 1,01%. Sementara laki-laki sebanyak 32 orang dengan AR sebesar 0,64%. 35 Tabel 11. Distribusi Kasus Menurut Golongan Umur Pada KLB Chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Golongan Umur 0-4 5-14 15-24 25-34 35-44 45-54 55-60 60+ Jumlah Jumlah Jumlah Pddk Penderita 1,261 0 1,958 7 1,939 8 1,670 17 1,326 20 1,156 22 443 9 494 2 10,247 AR (%) 85 0 0.36 0.41 1.02 1.51 1.90 2.03 0.40 Jumlah Meninggal 0 0 0 0 0 0 0 0 0.83 0 CFR (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Pada Tabel 11 terlihat bahwa populasi yang mempunyai angka serangan (Attack Rate) terkena chikungunya lebih banyak pada golongan umur di atas 25 tahun dengan AR terbesar yaitu pada golongan umur 5560 tahun sebesar 2,03%, selanjutnya umur 45-54 tahun ke atas AR 1,90%, umur 35-44 AR 1,51%, umur 25-34 AR 1,02%. Pada KLB ini tidak ditemukan penderita pada golongan umur 0-4 tahun. Tabel 12. Distribusi Penderita Menurut Pekerjaan Pada KLB Chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Jenis Pekerjaan Jumlah % Tidak bekerja/IRT Tani/Buruh/Peternak Daging/Pedagang Swasta Pelajar/Mahasiswa PNS/Guru 32 27 11 5 8 2 37.6 31.8 12.9 5.9 9.4 2.4 Jumlah 85 100 36 Pada Tabel 12 tampak jenis pekerjaan penderita lebih tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga 3,6% dan tani/buruh/peternak sebesar 31,8%. Tabel 13. Distribusi Penderita Menurut Pendidikan Pada KLB Chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Jenis Pendidikan Tidak sekolah Tidak Tamat SD SD SMP/Sederajat SMA/Sederajat D III/Sarjana Jumlah Jumlah 6 5 39 17 13 5 % 7,1 5,9 45,9 20,0 15,3 5,8 85 100 Berdasarkan Tabel 13 sebagian besar penderita mempunyai latar belakang pendidikan rendah yaitu SD sebesar 45,9%, SMP/Sederajat sebesar 20,0%. c. Distribusi Kasus Berdasarkan Waktu Berdasarkan waktu, perjalanan kasus chikungunya dimulai tanggal 7 Februari 2010 dengan seorang penderita dan ada 2 puncak yang terjadi yaitu puncak pertama pada tanggal 26 Maret 2010 dengan kasus sebanyak 7 kasus dan puncak kedua pada tanggal 29 April 2010 dengan kasus sebanyak 8 orang. Untuk lebih jelasnya dapat diamati pada Gambar 5. 37 Lama paparan Masa inkubasi terpanjang Masa inkubasi terpendek Gambar 5. Kurva Epidemik KLB Chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa tipe kurva epidemik (epidemic curve) adalah tipe propagated, yang berarti terjadi penularan terus menerus dalam satu tempat. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sumber penularan bukan merupakan faktor tunggal, dengan kata lain bahwa sumber penularan lebih dari satu orang atau telah terjadi penularan penderita chikungunya secara terus menerus dari kasus-nyamuk-orang sehat. Diketahui bahwa epidemi mulai terjadi antara tanggal 7 Februari 2010 dan berakhir tanggal 5 Mei 2010. Masa inkubasi chikungunya adalah 3 sampai 11 hari (CDC,2000). Dengan menarik garis ke belakang sebesar masa inkubasi terpendek (3 hari dari kasus I), diduga kasus pertama terpapar 3 hari sebelumnya yaitu tanggal 4 Februari 2010 dan masa inkubasi terpanjang (11 hari dari kasus terakhir), diduga kasus terakhir terpapar sebelum tanggal 6 Mei 2010. Dengan demikian diperoleh gambaran bahwa paparan terjadi di antara tanggal 4 Februari 2010 sampai dengan tanggal 6 Mei 2010 dengan lama paparan selama 91 hari. 38 3. Populasi risiko tinggi Populasi yang individu/masyarakat mempunyai risiko tinggi adalah yang berada ditempat KLB, atau di daerah yang berbatasan dengan daerah KLB serta individu yang datang ke tempat KLB selama masa KLB (masa penularan) berlangsung. D. Identifikasi Sumber dan Cara Penularan 1. Sumber Penularan Identifikasi sumber penularan dari orang ke orang dilakukan dengan menemukan kontak primer (index case) dengan agen selanjutnya terjadinya kontak dengan orang sehat yang menyebabkan KLB(Bres,1995). Agen dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan serologis. Dalam KLB ini telah dikirim ke Puslitbangkes sebanyak 6 sampel yang diambil dari kasus akut (penderita masih dalam periode masa inkubasi). Dari 6 sampel yang dikirim sebanyak 5 sampel yang dapat diperiksa dan 1 sampel diantaranya positif. Ini menunjukan bahwa penderita mengandung virus chikungunya atau terdapat agen penyebab penyakit chikungunya yaitu alphavirus. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa KLB di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur adalah KLB chikungunya dengan gejala demam mendadak, nyeri sendi, ruam dan dengan gejela klinis lainnya seperti sakit kepala, mual/muntah, mata merah dan gatal. Untuk mengetahui penularan chikungunya dilakukan dengan wawancara kepada 85 penderita yang tersebar di 6 dasen yaitu Dasen Bagek Barat, Dasen Bagek Timur, Capuk Daya, Capuk Lauk, Kampung Karya dan Kampung Remaja yang masing-masing lokasi jaraknya berdekatan. Hasil wawancara ini dapat diketahui index kasus dan cara penularanya pada tiap-tiap dasen sebagai berikut : 39 a. Dasen Bagek Barat Kasus pertama (index case) terjadi pada bapak SR (35 tahun), pekerjaan PNS, muiai sakit tanggal 7 Februari 2010, setelah pulang dari kunjungan kerja di Labuhan Haji Kecamatan Korleko Kabupaten Lombok Timur. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur bahwa daerah ini telah terjadi KLB chikungunya pada awal Bulan Februari 2010. Diperkirakan kasus pertama ini kontak dengan teman kerja atau warga yang sebelumnya menderita chikungunya. Dari diskripsi waktu, penderita terpapar 3 hari sebelumnya yaitu tanggal 4 Februari 2010. Menurut teori penularan (Depkes, 2003) bila nyamuk Aedes aegypti setelah mengigit orang yang veremia (di dalam darah mengadung virus chik) waktu perkembangbiakan virus dalam kelenjar liur nyamuk sampai dapat menularkan pada manusia yang berkisar 8 – 10 hari akan menjadi nyamuk yang infektif (penular) dan telurnya juga infektif karena virusnya dapat menembus dinding telur, siklus telur sampai menjadi nyamuk membutuhkan waktu 18 hari. Sehingga di mungkinkan pada masa KLB di Labuhan Haji, penderita terinfeksi pada masa nyamuk infektif. Selanjutnya penularan terjadi kepada Z (32 tahun) dan S (30 tahun), penderita Z adalah istri dari SR adalah tetangga. Keduanya mulai sakit pada tanggal 8 Februari 2010. Penularan terjadi dimungkinkan melalui kontak serumah dan tetangga. Pada tanggal 15 Februari 2010, ibu IQH (50 tahun) tetangga Z dan S mulai sakit. Kasus muncul lagi pada pada tanggal 3 Maret 2010 atas nama ibu IQA (60 tahun) dan tanggal 4 Maret 2010 atas nama ibu SKR (20 tahun). Dimungkinkan penularan melalui tetangga. Pada tanggal 10 Maret 2010, muncul kembali kasus sebanyak 2 orang yaitu Bapak NZ (48 tahun) dan Bapak SPN (50 tahun) bekerja sebagai petani. Penularan dimungkinkan melalui kontak tetangga. Kasus ini terus bertambah tanggal 15 Maret 2010 sampai dengan kasus terakhir tanggal 7 April 2010 adalah Ibu ADR (28 tahun) bekerja sebagai ibu rumah tangga. 40 b. Dasen Bagek Timur Kasus pertama terjadi pada bapak ANW (35 tahun) yang bekerja sebagai Kepala Dusun di Dasen Bagek Timur pada tanggal 20 Februari 2010. Diperkirakan kasus pertama ini kontak melalui tetangga yaitu dengan ibu IQH (50 tahun) yang lokasinya berdekatan/perbatasan Dusun Dasen Bagek Timur dan Dusun Dasen Bagek Barat. Hal ini berkaitan dengan aktifitas pekerjaannya sebagi kadus yang sering keliling/berkunjung ke rumah-rumah. Kemudian kasus muncul lagi pada tanggal 25 Februari 2010 atas nama ibu IQS (37) bekerja sebagai ibu rumah tangga. Penularan ini dimungkinkan melalui kontak tetangga dengan bapak ANW. Pada tanggal 2 Maret 2010 kasus bertambah sebanyak 2 orang yang keduanya bertetanggaan dan bekerja sebagai buruh tani dan tani yaitu bapak MY (45 tahun) dan AMY (60 tahun). Selanjutnya kasus bertambah 1 orang pada tanggal 3 Maret 2010 yatu yaitu SIF(7 tahun) pelajar sekolah dasar yang berdekatan rumahnya dengan AMY. Di dasen ini, dari tanggal 3 Maret 2010 kasus terus bertambah sampai dengan kasus terkahir pada tanggal 26 April 2010 yaitu bapak WDI (41 tahun) yang diktehui tidari minggu ke-12 samak bekerja. c. Dasen Cepak Daya Di dusun ini kasus pertama adalah bapak AS (40 tahun) mulai sakit tanggal 10 Maret 2010. Penularan dimungkinkan bisa dari teman atau tetangga dikarenakan aktifitas penderita yang bekerja sebagai swasta atau sedang berkunjung ke Dasen Bagek Barat. Kasus kedua yaitu ibu FTM (43 tahun) tetangga AS bekerja sebagai peternak mulai sakit tanggal 15 Maret 2010. Kemudian kasus bertambah mulai tanggal 20 Maret 2010 sebanyak 1 orang yaitu Ibu ENI (47 tahun) bekerja sebagai pedagang. Penularan dimungkinkan melalui kontak dengan ibu FTM. Selanjutnya kasus bertambah dari tanggal 21-27 Maret 2010 sebanyak 5 41 orang dengan kasus terakhir adalah ibu IQC(55 tahun) yang diketahui tidak bekerja. d. Dusun Cepak Lauk Pertama kali kasus muncul pada tanggal 20 April 2010 yaitu ibu KRN (32 tahun) yang bekerja sebaga ibu rumah tangga. Penularan ini dimungkinkan kontak dengan tetangga yang berlokasi di Dusun Bagek Timur. Dikarenakan dusun ini saling berdekatan. Pada tanggal 21 April 2010 tetangga penderita sebanyak 2 orang mulai sakit yaitu ibu IS (55 tahun) bekerja sebagi tani dan bapak BDR (35 tahun) bekerja sebagai Ka. RT. Penularan ini dimungkinkan melalui kontak tetangga. Kemudian kasus bertambah lagi pada tanggal 24 April 210 sampai dengan tanggal 2 Mei 2010 sebanyak 12 orang dengan kasus terakhir adalah ibu NRS(30 tahun) bekerja sebagai ibu rumah tangga. e. Dusun Kampung Karya Di dusun ini kasus pertama pada tanggal 23 Maret 2010 yaitu bapak PPR (55 tahun) bekerja sebagai petani dan kedua ibu KTI (28 tahun) bekerja sebagai ibu rumah tangga mulai sakit tanggal 5 April 2010. Keduanya adalah tetangga dekat. Adanya kasus tersebut dimungkinkan adanya kontak dengan tetangga yang diperkirakan penderita pernah berkunjung ke Dusun Bagek Barat dimana pada tanggal 15 Maret 2010 sampai dengan 7 April 2010 masih ada penularan kasus. Pada tanggal 12 April 2010 kasus bertambah sebanyak 2 orang yaitu ibu IQM(40 tahun) yang tidak bekerja dan bapak PPK (70 tahun) bekerja sebagai petani. Kemudian kasus bertambah pada tanggal 15 April sampai dengan 1 Mei 2010 sebanyak 7 orang dengan kasus terkahir adalahibu BQS(30 tahun) bekerja sebagai rumah tangga. Penularan ini ini dimungkinkan adannya kontak antar tetangga. 42 f. Dusun Kampung Remaja Dusun ini merupakan dusun terakhir yang terjadinya chikungunya dari dusun-dusun tersebut di atas. Kasus pertama yaitu ibu MDH (47 tahun) sebagai ibu rumah tangga yang mulai sakit tanggal 3 April 2010. Adanya kasus ini dimungkinkan kontak tetangga dengan penderita yang berasal dari Dasen Bagek Timur dan sebelumnya pernah berkunjung ke dusun ini sekitar 5-6 hari sebelumnya. Kemudian tanggal 5 April 2010, ditemui lagi kasus sebanyak 1 orang yaitu ibu FRH (45 tahun) bekerja sebagai PNS di Desa Aikmel. Penularan ini dimungkinkan adanya kontak tetangga. Selanjutnya kasus bertambah sebanyak 7 orang mulai tanggal 11-13 April 2010 sebanyak 2 orang, tanggal 27 dan 28 April sebanyak 2 orang dan tanggal 7-17 Mei 2010 sebanayk 3 orang dengan kasus terakhir tanggal tanggal 17 Mei 2010 yaitu ibu hindun (34 tahun) sebagai ibu rumah tangga. Penularan dimungkinkan karena kontak antar tetangga. Kasus ini adalah kasus terakhir dari lamanya paparan selama KLB di Desa Aikmel. 2. Cara Penularan Penyakit chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya dan ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti, penularan penyakit chikungunya terjadi apabila penderita yang sakit (viremia) digigit oleh nyamuk penular, kemudian nyamuk tersebut mengigit orang lain yang sehat. Biasanya penularan terjadi pada satu rumah, tetangga dan cepat menyebar ke suatu wilayah (Depkes, 2007). Mekanisme penularan tersebut dapat diuraikan pada gambar sebagai berikut : 43 DBB SR(L,35) 7/2/10 (index case) DBT Z(P,32) Istri S(P,30) Tetangga 8/2/10 IQH(P,50) 15/2/10 (tetangga) IQA(P,60) 3/3/10 (tetangga) SKR(P,20) 4/3/10 (tetangga) NZ(L,48) SPN (L,50) 10/3/10 (tetangga) Kasus 15/3/10-7/4/10 Kasus terkahir Tgl 7/4/10 ANW(L,35) 20/2/10 (Tetangga) IQS(P,37) 25/2/10 (Tetangga) MY(L,45) AMY(L,60) 2/3/10 (Tetangga) YIF(P,7) 3/3/10 (tetangga) Kasus 3/3/10-26/4/10 Kasus terkahir (26/4/10) AS(L,40) 10/3/10 (Tetangga) FTM(P,43) 15/3/10 (Tetangga) ENI(P,47) 20/3/10 (Tetangga) CD CL KRM(P, 32) 20/4/10 (Tetangga) KK PPR(L,55) 23/3/10 (Tetangga) KR KTI(P,28) 5/4/10 (Tetangga) MDH(P,47) 3/4/10 (Tetangga) FRH(P,45) 5/4/10 (Tetangga) IS(P,55) BDR(L,35) 21/4/10 (Tetangga) IQM(P,40) 12/4/10 (Tetangga) Kasus 27/4/10 Kasus terkahir IS(P,55) BDR(L,35) 24/4/10 (Tetangga) PPK(L,70) ISI(57) 12/4/10 (Tetangga) Kasus 2/5/10 Kasus terkahir Kasus 1/5/10 Kasus terkahir Kasus 17/5/10 Kasus terakhir Gambar 7. Dinamika Penularan KLB Chikungunyadi Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Dari hasil wawancara kepada penderita, cara penularan penyakit chikungunya pada KLB chikungunya di Desa Aikmel dapat tampak pada Tabel 14. Tabel 14. Cara Penularan Penyakit pada Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Cara Penularan Jumlah Serumah ada menderita Chikungunya Tetangga ada menderita Chikungunya Tempat kerja/sekolah menderita Chikungunya Tamu yang menderita Chikungunya Berpergian ke luar daerah ada Chikungunya % 75 76 18 0 88.2 89.4 21.2 0 1 1.2 Pada Tabel 14 diketahui bahwa cara penularan penyakit chikungunya disebabkan adanya kontak dengan tetangga sebesar 89,4%, serumah sebesar 88,2%, tempat kerja/sekolah sebesar 21,2%, 44 dan berpergian keluar daerah sebesar 1,2%. Pada KLB ini tidak ditemukan adanya penularan melalui kontak dengan adanya tamu yang menderita chikungunya ke daerah KLB. Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya penularan sehingga menyebabkan KLB chikungunya adalah kondisi lingkungan terutama tempat perkembangbiakan nyamuk berupa tempat penampungan air didalam rumah dan luar rumah. Hasil pemantauan jentik Aedes aegypty pada KLB chikungunya di Desa Aikmel tampak pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil Survey Jentik pada Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Desa Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010. Observasi Lingkungan Jumlah % Jentik pada penampungan air 53 62.4 Jentik pada kaleng/ban bekas disekitar rumah Jentik pada pot bunga 41 4 24.1 2.4 Jentik pada tempat minum burung Rumah ada jentik 2 53 1.2 62.4 Pada Tabel 15 diketahui bahwa dari 85 rumah penderita, sebesar 62,4% ditemukan jentik. Dari rumah tersebut sebesar 62,4% ditemukan jentik di dalam rumah pada TPA (bak mandi) dan diluar rumah ditemukan jentik pada kaleng/ban bekas 24,1%, pot bunga 2,4% dan tempat minum burung 1,2%. Pengamatan juga dilakukan dengan memeriksa TPA didalam rumah dan dilluar rumah, ember, bambu pada pagar, botol dan potensi tempat lainya yang dapat menampung air. Beberapa faktor risiko yang dapat diamati berhubungan dengan kejadian KLB chikungunya di Desa Aikmel dilakukan analisis bivariat dengan desain penelitian kasus kontrol yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan yaitu variabel perilaku (Penggunaan anti nyamuk, PSN (3M), penggunaan kelambu, menggantungkan pakaian, memasang kawat kasa di rumah) dan variabel lingkungan (rumah ada jentik) berhubungan dengan kejadian KLB. Analisis ini menggunakan uji chi 45 square dengan program SPSS 16.0. Pengujian hipotesis didasarkan pada taraf signifikan p<0,05. Sedangkan untuk melihat seberapa besar terjadinya outcome yang mungkin terjadi pada populasi dapat dilihat dari nilai odds ratio (OR) dan confident interval (CI) 95%. Hasil analisis bivariat tampak pada Tabel 16. Tabel 16. Analisis Bivariat Beberapa Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian KLB Chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Kasus (n) Variabel Kontrol (n) cOR (95%CI) Nilai p Penggunaan anti nyamuk Ya Tidak 22 63 13 72 0.517 (0.241-1.111) 0.129 33 52 17 68 2.538 (1.276-5.049) 0.012* 2 2 1.000 83 83 0.795 (0.138-7.268) Ya 72 51 0.001* Tidak 13 34 3.692 (1.774-7.684) 3 82 1 84 3.073 (0.313-30.152) 53 32 24 61 4.210 (2.209-8.021) PSN (3M) Ya Tidak Penggunaan kelambu Ya Tidak Menggantungkan pakaian Memasang kawat kasa Ya Tidak Rumah ada jentik Ya Tidak 0.613 0.000* Keterangan : p value* = bermakna (p<0,05), cOR=Crude Odds Ratio Pada Tabel 16 diketahui bahwa faktor risiko yang berhubungan secara bermakna secara stattistik dengan kejadian KLB pada variabel perilaku adalah perilaku PSN (3M) (cOR=2.538, 95%CI=1,276-5.049, p value=0,012), menggantungkan pakaian (cOR=3,692, 95%CI=1,7747,684, p value=0,001), dan variabel lingkungan adalah rumah ada jentik (cOR=4,210, 95%CI=2,209-8,021, p value=0,000). 46 Dari 6 variabel yang diteliti sebanyak 3 variabel yang dapat memenuhi kriteria antara lain variabel PSN (3M), menggantungkan pakaian, dan rumah ada jentik (House index). Sedangkan 3 variabel lainnya yaitu penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu dan pemasangan kawat kasa tidak dimasukan dalam analisis multivariat. Untuk melihat variabel yang berpengaruh terhadap kejadian KLB, dilakukan analisis multivariat pada variabel-variabel secara statistik bermakna. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik dengan tingkat kemaknaan p< 0,05 dan interval kepercayaan (CI) 95%. Odds ratio diperoleh dari nilai eksponential (ß) tujuannya untuk mengetahui kuatnya hubungan antara variabel bebas dan variabel lain dengan variabel terikat. Hasil analisis multivariat pada tabel 17. Tabel 17. Analisis Multivariat Beberapa Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian KLB Chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Variabel B S.E. Wald Rumah ada jentik 1.236 0.344 12,936 Menggantungkan pakaian 1.037 0.398 PSN (3M) 0.838 Constant -4,660 df Sig. Exp(B) 95%CI 1 0.006 3.443 1.755-6.753 6,770 1 0.009 2.820 1.291-6.158 0.378 4.905 1 0.027 2.311 1.101-4.891 0.967 23.204 1 0.000 0.009 Pada Tabel 17 menunjukan bahwa dari analisis multivariat 3 variabel yang bermakna secara statistik, diketahui variabel rumah ada jentik mempunyai risiko lebih besar yaitu 3,443 kali (aOR=3,443, 95%CI=1,755-6,752) untuk terjadinya KLB chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur dibandingkan variabel lainnya. 47 E. Kegiatan Penanggulangan yang Telah Dilaksanakan Beberapa kegiatan penanggulangan yang telah dilaksanakan antara lain : 1. Perawatan dan Pengobatan Penderita Kegiatan ini dilakukan sesegera mungkin dengan cara melakukan perawatan kepada penderita yang secara klinis perlu dilakukan perawatan, kunjungan langsung ke lokasi untuk melakukan pengobatan masal oleh Tim KLB yang telah dibentuk oleh Puskesmas Aikmel dan Dinas Kesehatan epidemiologi. Kabupaten Upaya-upaya Lombok kegiatan Timur yang dan telah penyelidikan dilakukan oleh psukesmas dan aktifitas masyarakat untuk berobat tampak pada Tabel 18. Tabel 18. Perawatan dan Pengobatan Penderita Chikungunya pada KLB Chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 Pelayanan Tidak berobat Mantri/perawat Bidan Dokter Puskesmas Rumah Sakit Jumlah 16 14 0 16 39 0 % 9.4 8.2 0 9.4 22.9 0 85 100 Jumlah Pada Tabel 18 diketahui bahwa penderita telah dilakukan perawatan/pengobatan di Puskesmas Aikmel sebesar 39,0%. Sedangkan lainnya berobat ke tempat praktek mantri/perawat sebesar 21,4%, dokter sebesar 15,1%, bidan sebesar 2,5% dan rumah sakit sebesar 0,6%. Diketahui juga bahwa penderita tidak berupaya berobat ke sarana kesehatan tetapi mengobati sendiri dengan cara membeli obat penurun panas/demam di toko obat atau warung bahkan ada asumsi dari masyarakat kalau penyakit ini dapat diobati atau sembuh dengan cara meminum minuman soft drink(sprite). 48 2. Penyuluhan Penyuluhan kesehatan dilakukan pada saat melakukan pengobatan pada minggu ke- 3 Bulan Maret 2010 dan minggu ke-4 Bulan April 2010. Kegiatan ini dilakukan agar masyarakat memahami betapa pentingnya kesehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam upaya pencegahan terhadap terjadinya penyakit demam chikungunya dan penyakit menular lainnya yang bersumber dari vektor nyamuk. Bekerja sama dengan petugas Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Puskesmas Aikmel Karyasiswa FETP melakukan penyuluhan kepada Guru-guru UKS SD di wilayah Kecamatan Aikmel tentang penyakit chikungunya, penyebab, cara penularan, PSN dan faktor risiko terjadinya chikungunya sehingga menyebabkan KLB. 3. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN), abatisasi dan Pengasapan (Fogging). Kegiatan ini dilakukan setelah dilakukan pengobatan dan penyuluhan pada minggu ke-3, tanggal 22-23 Maret 2010 dan Minggu ke4 Bulan April 2010 tanggal 25-26 oleh petugas puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur dibantu oleh masyarakat. Kegiatan ini diawali dengan PSN yang dibantu oleh masyarakat, pemberian abate (abatisasi) dan pengasapan (Fogging). 4. Penyelidikan KLB Kegiatan penyelidikan dilaksanakan oleh Tim Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur Pada tanggal 22-23 Maret 2010 dan dengan karya siswa FETP dan Dinas Kesehatan Provinsi pada tanggal 26 April 2010 sampai dengan 17 Mei 20010. Pada kegiatan ini dilakukan pengamatan kejadian KLB pada saat sebelum kejadian, pada saat kejadian dan memantau adanya kasus tambahan atau kasus baru di 49 daerah KLB di Dusun Bagek Barat, Dusun Bagek Timur, Dusun Cepak Daya, Dusun Cepak Lauk, Dusun Kampung Karya dan Dusun kampung Remaja. 50 BAB V PEMBAHASAN A. Memperoleh kepastian terjadinya KLB demam chikungunya Chikungunya atau demam chik sekarang perhatian. Penyakit ini ini perlu mendapat bersifat self limiting diseases. Keberadaanya walaupun tidak menyebabkan kematian tetapi seringkali menimbulkan resah atau kecemasan di masyarakat karena dapat menyebabkan kesakitan dengan jumlah kasus yang banyak serta menimbulkan kejadian luar biasa. Di Desa Aikmel penyakit chikungunya belum pernah ditemukan hal ini berdasarkan data surveilans Puskesmas Aikmel pada tahun 20052009. Dengan ditemukannya kasus chikungunya pertama kali pada tanggal 7 sebanyak 1 orang (jumlah kasus bulan Februari 2010 adalah 8 orang) dengan gejala demam, nyeri sendi dan ruam dan mengalami peningkatan kasus pada bulan Maret dan April 2010 sampai dengan berakhirnya kasus pada bulan Mei 2010 yang tersebar di 6 dusun, ini menunjukan bahwa telah terjadi KLB chikungunya. Penetapan didasarkan pada Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB yang diantaranya menyebutkan bahwa apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/dikenal maka bisa dikatakan KLB. Selain itu, penetapn KLB ini didasarkan pada Pedoman KLB Depkes RI (2007), bahwa definisi operasional KLB chikungunya adalah apabila ditemukan lebih dari satu penderita chikungunya di suatu desa/kelurahan yang sebelumnya tidak pernah ditemukan penderita. B. Memastikan Diagnosis KLB Chikungunya Sedangkan untuk memastikan kebenaran penyakit chikungunya di Desa Aikmel, telah dilakukan pemasitian diagnosis dengan melihat 51 gejala-gejala yang dialami penderita kemudian dibandingkan dengan dasar teori pada buku (ICD-10, Control of Communicable Diseases Manual, 2000), dan gejala klinis penyakit lainnya seperti DBD, campak, malaria dan typhoid karena pada kenyataannya sering rancu dan mirip dengan penyakit tersebut. Gejala-gejala klinis yang dialami penderita yaitu demam (100%), nyeri sendi (100%), sakit kepala (81,1%), mual/muntah (59,7%), ruam (53,5%), mata merah (37,7%) dan gatal (24,5%). Berdasarkan kriteria kasus, maka dapat diidentifikasi jumlah kasus yang memenuhi kriteria dengan tiga gejala klinis utama adalah 85 kasus dari jumlah 159 penderita yang dilakukan wawancara. Perbandingan gejala-gejala klinis seperti dijelaskan pada tabel 9 menunjukan bahwa gejala klinis yang dialami penderita sama dengan halnya dengan gejala chikungunya. Dalam pedoman Depkes RI (2007) tentang Penyelidikan dan Penanggulangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Kejadian Luar Biasa menjelaskan bahwa gejala klinis chikungunya dengan gejala utama yaitu demam mendadak, nyeri pada persendian, dan ruam makulopapuler (kumpulan bintik-bintik merah) pada kulit yang kadang-kadang disertai gatal dan gejala lainya yaitu sakit kepala, nyeri otot, menggigil, kemerahan pada konjunktiva, pembesaran kelenjar getah bening dibagian leher, mual, muntah. Dengan demikian gejala-gejala klinis yang di alami cukup menunjukan bahwa gejala tersebut merupakan gejala dari chikungunya. Berdasarkan hasil wawancara, lamanya masing-masing gejala klinis pada gejala-gejala dalam buku Depkes RI (2007) yaitu demam bertahan 2-4 hari, nyeri sendi penderita terutama pada gejala utama yaitu demam tinggi (1-4 hari), nyeri sendi (1-5 hari) dan ruam (1-5 hari). Lamanya gejala-gejala ini diantara rentang lamanya tidak disebutkan lamanya hari, ruam 1-10 hari setelah nyeri sendi. Nyeri sendi umumnya bayak menyerang wanita dewasa. Sedangkan gejala lainnya yaitu sakit kepala 1-3 hari, mual/muntah 1-2 hari, mata merah 1-2 hari dan gatal 1-2 hari. Lamanya hari pada gejala lainnya belum ada pembahasan. 52 Adanya perbedaan lamanya hari pada masing-masing gejala dengan dasar teori dimungkinkan karena kerentanan dan kekebalan masing-masin penderita. Umumnya penderita sembuh secara spontan dan diikuti dengan imunitas homolog yang berlangsung lama, terjadinya serangan kedua oleh penyakit ini belum di ketahui. Infeksi yang tidak jelas sering terjadi, terutama pada anak anak, pada kelompok ini yang jelas jelas terlihat sakit sangat jarang. Pada saat terjadi wabah, poliartritis, arthritis lebih sering terjadi pada wanita dewasa dan pada orang-orang yang secara genetis memiliki fenotipe HLA DR7 Gm a+x+b+ (Control of Communicable Diseases Manual, 2000). Tahap berikutnya dilakukan pemeriksaan darah pada penderita. Pemeriksaan ini sangat penting sebab kasus dengan konfirmasi laboratorium merupakan tingkatan/klasifikasi kasus pasti yang disarankan oleh WHO(Case classification (WHO recommended surveillance standards, 1999). Demikian juga Depkes menyarankan bahwa selain distribusi gejala dan tanda-tanda dari sekelompok yang dicurigai, diagnosis dapat didukung pemeriksaan serologis (Depkes R, 2007). Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh Puslitbangkes Depkes, RI diketahui bahwa sebanyak 1 orang (1 sampel ) positif chikungunya. Penderita yang positif chikungunya adalah penderita yang berlokasi di Dusun Bagek Timur. Ini menunjukan bahwa di daerah tersebut sudah terdapat virus chikungunya. C. Deskripsi Kasus Berdasarkan Tempat, Orang dan Waktu 1. Distribusi kasus berdasarkan tempat Berdasarkan tempat, kasus terbanyak KLB chikungunya di Desa Aikmel lebih banyak di Dusun Bagek Timur dibandingkan dengan dusun lainnya dengan jumlah kasus 34 orang, angka serangan atau Attack rate (AR) sebesar 1,68% dan tidak ada kasus yang meninggal atau Case Fatality Rate (CFR) adalah 0. Hal ini terjadi karena jumlah penduduk di Dasen Bagek Timur lebih banyak dan lebih padat dengan rata-rata 53 penghuni 4-6 setiap rumah sedangkan dusun lainnya 4-5 orang. Oktikasari (2006) dalam penelitiannya menjelaskan juga bahwa probabilitas KLB chikungunya yang padat penghuni sebesar 2,2 kali dibandingkan pada subyek yang tidak padat penghuni. Dari hasil pemeriksaan laboratorium di dusun ini ditemukan positif chikungunya artinya penyebab penyakit chikungunya yaitu alphavirus terdapat dusuin ini. Dengan adanya agen ini, memungkinkan dalam masa inkubasi dan masa viremia pada nyamuk akan terus terjadi penularan. Selain itu dimungkinkan juga dengan aktifitas penduduk yaitu 31,8 adalah tani/buruh tani yang biasa pergi ke ladang. 2. Distribusi kasus berdasarkan orang Attack rate (AR) kasus chikungunya berdasarkan jenis kelamin di lebih banyak menyerang pada perempuan dengan AR adalah 1,01%. Sedangkan laki-laki AR adalah 0,64%. Hal ini dimungkinkan karena penduduk Desa Aikmel sebagian besar atau 51,4% adalah perempuan. Dari gejala klinis, ini sesuai dengan teori bahwa nyeri sendi yang merupakan ciri khas penyakit chikungunya lebih banyak terutama dialami oleh wanita dewasa (Depkes RI, 2007). Demikian juga dengan chin (2000), menjelaskan bahwa pada saat terjadi wabah, poliartritis, arthritis lebih sering terjadi pada wanita dewasa dan pada orang-orang yang secara genetis memiliki fenotipe HLA DR7 Gm a+x+b+. Gambaran ini terlihat pada diskripsi menurut umur. Attack rate (AR) berdasarkan umur, lebih banyak pada golongan umur di atas 25 tahun dengan AR terbesar yaitu pada golongan umur 5560 tahun sebesar 2,03%, selanjutnya umur 45-54 tahun ke atas AR 1,09%, umur 35-44 AR 1,51%, umur 25-34 AR 1,02%. Ha ini dimungkinkan juga dengan aktifitas penduduk di Desa Aikmel yaitu sebesar 31,8% adalah petani/buruh/peternak. 54 3. Distribusi Kasus Berdasarkan Waktu Berdasarkan tipe kurva epidemik (epidemic curve) yaitu tipe propagated, menunjukan bahwa penularan KLB di Desa Aikmel terjadi terus menerus dalam satu tempat. Dan penularan sumber penularan bukan merupakan faktor tunggal, dengan kata lain bahwa sumber penularan lebih dari satu orang atau telah terjadi penularan penderita chikungunya secara terus menerus dari kasus-nyamuk-orang sehat. Sesuai dengan teori bahwa penularan demam chikungunya terjadi apabila penderita yang sakit (dalam keadaan veremia) digigit oleh nyamuk penular, kemudian menggigit orang lain. Biasanya penularan terjadi dalam satu rumah, tetangga, dan dengan cepat menyebar ke satu wilayah (RT/RW/dusun/desa) (Depkes, 2007). Berdasarkan waktu, perjalanan kasus chikungunya dimulai tanggal 7 Februari 2010 dengan seorang penderita dan ada 2 puncak yang terjadi yaitu puncak pertama pada tanggal 26 Maret 2010 dengan kasus sebanyak 7 kasus dan puncak kedua pada tanggal 26 April 2010 dengan kasus sebanyak 8 orang. Epidemi mulai terjadi antara tanggal 7 Februari 2010 dan berakhir tanggal 5 Mei 2010. Masa inkubasi chikungunya adalah 3 sampai 11 hari (CDC, 2000). Dengan menarik garis ke belakang sebesar masa inkubasi terpendek (3 hari dari kasus I), diduga kasus pertama terpapar 3 hari sebelumnya yaitu tanggal 4 Februari 2010 dan masa inkubasi terpanjang (11 hari dari kasus terakhir), diduga kasus terakhir terpapar sebelum tanggal 6 Mei 2010. Dengan demikian diperoleh gambaran bahwa paparan terjadi di antara tanggal 4 Februari 2010 sampai dengan tanggal 6 Mei 2010 dengan lama paparan selama 91 hari. Hal ini dikarenakan pemantauan kasus dilakukan secara terus-menerus dengan mengamati adanya kasus-kasus baru sampai dengan terakhirnya kasus yang ditemukan. Mengamati dari deskripsi tempat, orang dan waktu kejadian KLB chikungunya di Desa Aikmel, populasi risiko tinggi adalah penderita dengan kelompok umur di atas 25 tahun terutama perempuan yang 55 bekerja sebagai petani/buruh tani/peternak dengan pendidikan rendah bertempat di tempat KLB yang mempunya jumlah penduduknya yang padat. Kondisi ini menjadikan Desa Aikmel berisiko untuk terkena chikungunya kembali apabila tidak ada intervensi pada faktor-faktor risiko. Yang perlu diamati juga pada populasi risiko tinggi adalah individu/masyarakat yang berbatasan langsung dengan daerah KLB atau individu yang datang atau menetap selama didaerah KLB yang memungkinkan dapat menjadi carrier untuk dapat menularkan ke daerah lainnya. Sesuai dengan teori bahwa penularan demam chikungunya terjadi apabila penderita yang sakit (dalam keadaan veremia) digigit oleh nyamuk penular, kemudian menggigit orang lain. Biasanya penularan terjadi dalam satu rumah, tetangga, dan dengan cepat menyebar ke satu wilayah (RT/RW/dusun/desa) (Depkes, 2007). Vektor penular dalam KLB ini secara pasti belum bisa dipastikan , tetapi melihat dari karakteristik jentik yang ditemukan di dalam dan di luar rumah kemungkinan bisa disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Sama dengan Depkes (2007) bahwa vektor utama penyakit chikungunya ini sama dengan penyakit DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk lain mungkin bisa berperan seperti Aedes albopticus namun perlu penelitian lebih lanjut (Depkes, RI). Nyamuk lainnya seperti Aedes Albopticus (Benenson, 1990; CDC,2000). Sehingga cara penularan sama dengan penyakit DBD bisa dalam dan diluar rumah. Dari hasil investigasi penularan penyakit chikungunya disebabkan adanya kontak dengan tetangga sebesar 89,4%, serumah sebesar 88,2%, tempat kerja/sekolah sebesar 21,2%, dan berpergian keluar daerah sebesar 1,2%. Demikian juga penjelasan Depkes (2007), bahwa penularan demam chik terjadi apabila penderita yang sakit (dalam keadaan viremia) digigit nyamuk penular Aedes aegypti kemudian menggigit orang. Biasanya penularan terjadi dalam satu rumah, tetangga, dan cepat menyebar ke satu wilayah dalam hal ini ke 6 dusun dan 1 desa. 56 Aedes aegypti dapat menghisap lebih dari 1 orang . Perilaku ini sangat meningkatkan efektifitas penularan pada masa KLB/wabah(Depkes, 2003). Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan KLB ini sama dengan terjadinyanya DBD seperti kepadatan penduduk, mobilisasi penduduk, kondisi rumah sehat, perilaku manusia, lingkungan dan kepadatan vektor. Kasus pertama kali ditemukan dengan penyebaran di Desa Aikmel menunjukan bahwa adanya mobilisasi penduduk yang berpergian ke luar kota ke daerah yang pernah terjadi chikungunya sebelumnya yaitu ke labuahan haji Kabupaten Lombok Timur. Kepadatan penduduk dari 6 dusun, memberikan angka serangan yang berbeda Dasen Bagek Barat. AR 0,59%, Dasen Bagek Timur AR 1,68%, Cepak Daya AR 0,48%, Cepak Lauk AR 0,94%, Kampung Karya AR 0,49%, Kampung Remaja AR 0,73%. Untuk memutus mata rantai penularan kasus-nyamuk –orang lain perlu dilakukan tindakan sama dengan upaya pemberantasan KLB DBD yaitu gerakan pemberantasan sarang nyamuk, pemberian larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, perlindungan diri dengan menggunakan repelan, obat nyamuk bakar dan sejenisnya, penggunaan kelambu, serta isolasi penderita agar tidak digigit nyamuk, penyemprotan (foging) pada nyamuk dewasa(Depkes, 2007). Disamping itu dilakukan penyuluhan terhadap masyarakat. Di Indonesia penyuluhan juga digerakan oleh organisasi yang telah ada yaitu kelompok kerja operasional (Pokjanal) DBD, di tingkat desa dikerjakan oleh Pokja DBD-LKMD yang dibina secara berjenjang oleh Pokjanal Tim Pembina tingkat kecamatan (Sutaryo, 2004). D. Faktor Risiko Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya Beberapa faktor risiko yang dapat diamati dan dilakukan penelitian dengan menggunakan rancangan case control berhubungan dengan KLB yaitu perilaku (penggunaan anti nyamuk, PSN (3M), 57 penggunaan kelambu, menggantungkan pakaian, memasang kawat kasa di rumah) dan variabel lingkungan (rumah ada jentik). Hasil analisis bivariat diketahui faktor risiko yang berhubungan bermakna secara stattistik dengan kejadian KLB yaitu perilaku PSN (3M) (cOR=2.538, 95%CI=1,276-5.049, pvalue=0,012), menggantungkan pakaian (cOR=3,692, 95%CI=1,774-7,684, pvalue=0,001), dan variabel lingkungan adalah rumah ada jentik (cOR=4,210, 95%CI=2,209-8,021, p value=0,000). Selanjutnya untuk melihat faktor resiko yang dominan berhubungan terhadap kejadian KLB, dilakukan analisis multivariat pada faktor risiko yang secara statistik bermakna. Dari hasil analisis dengan regresi logistik diketahui bahwa faktor risiko yang dominan berhubungan dengan KLB chikungunya di Desa Aikmel yaitu rumah ada jentik dengan OR =4,210. Artinya faktor risiko ini mempunyai besar risiko 4,2 kali untuk menyebabkan KLB chikungunya dibandingakan dengan faktor risiko lainnya. Kemaknaan hubungan ini erat kaitannya dengan keberadaan tempat perindukan vektor penyakit di Desa Aikmel. Hasil survey jentik pada saat KLB diketahui 62,4% rumah ditemukan jentik. Sebesar 62,4% jentik ditemukan pada penampungan air, 24,18% pada kaleng/ban bekas disekitar rumah, 2,4% pada pot bunga dan 1,2% pada tempat minum burung. Sedangkan dari hasil pemeriksaan container(container index) yang diperiksa sebesar 41,2% ditemukan jentik. Adanya jentik di dalam rumah dan diluar rumah disebabkan masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3 M yaitu menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali, menutup rapat penampungan air, mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan seprti ban bekas, kaleng bekas, plastik dan lain-lain (Thomas Suroso dan Ali Imran, 1999 dimuat dalam Sutaryo, 2004). 58 Dari hasil investigasi, masyarakat di Desa Aikmel melaksanakan PSN bersifat individu dan cenderung tidak melibatkan masyarakat dengan bergotong royong. PSN yang dilakukan adalah hanya menguras pada TPA yang ada di rumah, membersihkan pekarangan/halaman tanpa melakukan penutupan dan penguburan TPA yang ada di halaman rumah, sedangkan TPA(Tangoon) untuk menampung air milik masyarakat kurang menjadi perhatian. Tujuan PSN yang dilakukan belum mengarah kepada tujuan dan sasaran dari PSN dengan 3M. Sri Soewasti, dkk (1997) menyatakan bahwa banyaknya ketersediaan tempat-tempat perindukan nyamuk Aedes spp. serta perilaku masyarakat dalam menunjang ketersediaan tempat perindukan akan meningkatkan kepadatan larva (jentik) nyamuk Aedes spp. Keberadaan ini tidak hanya semata-mata kurangnya kesadaran dari masyarakat saja tetapi perlu adanya dukungan dan komitmen dari pemerintah daerah atau unsur aparat. Hasil wawancara dengan petugas puskesmas, desa dan Dinas Kesehatan Kabupaten diketahui bahwa belum ada organisasi (POKJA) DBD di desa, Pokjanal di tingkat kecamatan dan pasifnya Pokjanal di tingkat Kabupaten. Ini menunjukan bahwa komitmen dalam PSN masih kurang. Menurut suroso, dkk (2005), PSN dengan cara 3 M memerlukan komitmen dan partisipasi berbagai pihak dan seluruh warga masyarakat. Pada dasarnya setiap keluarga wajib memelihara dan menjaga lingkungan rumahnya masing-masing. Demikian pula pemilik warung atau tempat-tempat pengelola umum. E. Penilaian Sistem Surveilans Pemantauan kemungkinan terjadinya KLB chikungunya dilaksanakan oleh setiap unit pelayanan kesehatan dan masyarakat,. Pada saat KLB dilakukan pemantauan perkembangan kasus dan kematian (apabila ada) ke dinas kesehatan kabupaten. Dilakukan analisis mingguan terhadap perkembangan kasus dan kematian. Laporan yang dipakai yaitu dengan laporan mingguan wabah (W2) dan laporan wabah 59 (W1) yang hanya dikirim bila terjadi kejadian luar biasa (KLB). Berdasarkan laporan W1, Puskesmas Aikmel sudah dapat melakukannya sedangkan laporan mingguan wabah (W2) puskesmas telah melaporkan dengan tertib ke Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur tetapi dari aspek tujuan belum dapat dicapai mengingat kegunaan laporan W2 adalah untuk kewaspadaan dini KLB belum dapat dilakukan pengolahan dan analisa data sebagaimana mestinya. F. Kegiatan Penanggulangan yang Telah Dilaksanakan Kegiatan penanggulangan yang telah dilaksanakan antara lain perawatan/pengobatan penderita, penyuluhan, pemberantasan sarang nyamuk (PSN), abatisasi dan Pengasapan (Fogging), dan penyelidikan KLB. Upaya penanggulangan ini sudah sesuai dengan yang disarankan oleh Depkes (2007) yang meliputi 3 kegiatan utama yaitu penyelidikan KLB, upaya pengobatan, dan upaya pencegahan KLB serta penegakan sistem surveilans ketat selama periode KLB. Dengan demikian upaya pencegahan dan penanggulangan KLB chikungunya didasarkan pada populasi risiko tinggi, faktor risiko penularan berdasarkan analisis bivariat dan multivariat serta komitmen masyarakat dan pemerintah. G. Evaluasi Intervensi Intervensi yang telah dilaksanakan meliputi perawatan/pengobatan penderita, penyuluhan, pemberantasan sarang nyamuk (PSN), abatisasi dan Pengasapan (Fogging), dan penyelidikan KLB. Intervensi ini dilakukan pada 2 puncak penularan yaitu pada minggu ke-3 Bulan Maret 2010 dan April 2010. Pada tahap pertama, intervensi dilakukan pada daerah KLB di Dasen Bagek Barat dan Dasen Bagek Timur. Tetapi dalam perkembangannya terdapat penambahan dan peningkatan kasus di Dasen Cepak Lauk, Cepak Daya, Kampung Karya dan Kampung Remaja. Dari hasil wawancara dan observasi diketahui 60 bahwa kondisi ini dimungkinkan masih adanya penderita yang dapat menularkan ke orang lain secara orang per orang, penderita mengobati sendiri, PSN masih bersifat individu dan belum tepat sasaran, ditemukannya jentik di rumah. Yang menjadi perhatian juga dalam intervensi yaitu efektivitas pelaksanaan fogging. Fogging pada saat KLB, dilakukan di atas jam 9.00 WITA. Apabila memperhatikan perilaku nyamuk betina mencari mangsanya, aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari , dengan puncak aktifitas antara pukul 09.0010.00 dan 16.00-17.00. (Depkes, 2005). Sehingga pada saat fogging dilakukan nyamuk sedang beraktivitas. Agar sasaran menjadi fokus sebaiknya fogging dilakukan antara jam 06.00-09.00 atau jam 15.0016.30. Waktu yang efektif dilakukan yaitu di pagi hari, saat suasana masih tenang, belum ada angin, dan saat nyamuk dewasa aktif berterbangan. Di atas jam 10 fogging tidak dianjurkan karena angin sudah ada dan nyamuk biasanya sudah beristirahat (Kesumawati, 2010). Sehingga dalam dalam pencegahan dan penanggulanga KLB chikungunya di Desa Aikmel perlu dilakukan surveilan pasif dan aktif yang ketat dalam memantau perkembangan dan peningkatan kasus sehingga dapat dilakukan tindakan yang cepat baik dalam pengobatan maupun dalam intervensi. Intervensi dalam bentuk pencegahan dan penanggulangan KLB chikungunya integrasi dengan program DBD, PSN yang dilakukan bersifat individu dan bersama-sama(gotong royong) tepat sasaran denga konsep 3 M Plus, pemberian abate selanjutnya dilakukan fogging sesuai waktu istirahat nyamuk yaitu jam 06.00-09.00 atau jam 15.00-16.30. 61 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Telah terjadi KLB chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur sebanyak 85 kasus dengan gejala klinis demam (100%), nyeri sendi (100%), ruam (53,5%), sakit kepala (81,1%), mual/muntah (59,7%), ruam (53,5%), mata merah (37,7%) dan gatal (24,5%). 2. Kasus tersebar di 6 dusun dengan AR tertinggi pada jenis kelamin perempuan (1,01%), pekerjaan IRT (37,6%) dan tani(31,8%), umur di atas 25 tahun dengan ART tertinggi golongan umur 55-60 tahun sebesar 2,03%, dan pendidikan SD(45,9%). 3. Penyebab chikungunya adalah alphavirus dengan sumber penular (index case) adalah bapak SM mulai sakit tanggal 7 Februari 2010 yang teinfeksi pada saat berkunjung ke Labuhan Haji. 4. Cara penularan dilihat dari kurva epidemik berbentuk propogated yang memberikan gambaran bahwa sumber penularan bukan merupakan faktor tunggal dengan kata lain bahwa sumber penularan lebih dari satu orang atau telah terjadi penularan penderita demam chikungunya secara terus menerus dari kasus – nyamuk – orang sehat. 5. Faktor risiko dominan yang berhubungan dengan terjadinya KLB chikungunya yaitu rumah ada jentik dengan (OR =4,210), selanjutnya perilaku menggantungkan pakaian dan PSN (3M). 6. Upaya yang telah dilakukan oleh puskesmas dan dinas kesehatan dalam penanggulangan KLB adalah perawatan/pengobatan penderita, penyuluhan, pemberantasan sarang nyamuk (PSN), abatisasi, pengasapan (Fogging), dan penyelidikan KLB. 62 B. Saran Adapun saran yang bisa diberikan adalah : 1. Kepada Dinas Kesehatan a. Melakukan surveilan aktif ke puskesmas untuk memantau perkembangan kasus dan penyebaran kasus baru di wilayah Kabupaten Lombok Timur b. Mengidentifikasi daerah-daerah dengan populasi dan fakto risiko tingggi terkena chikungunya(mapping) sebagai upaya untuk memprediksi, kesiapsiagaan, deteksi dini dan respons terhadap KLB. c. Kerja sama melakukan dengan program kesehatan lingkungan dalam pengamatan vektor (dencity vector) baik di dalam rumah dan luar rumah (House index) dan Container Index yang dilakukan secara terus menerus sebagai dasar penetapan daerah prioritas dalam pemberantasan dalam keadaan normal dan terutama selama KLB berlangsung. d. Pencegahan dan penanggulangan chikungunya diintegrasikan dengan program DBD yaitu sebelum melakukan fogging terlebih dahulu dengan memperhatikan waktu istirahat nyamuk antara jam 06.00-09.00 dan 15.00-16.30, melakukan PSN dengan 3 M plus, dan abataisasi. e. Kerjasama dengan program promosi kesehatan dalam melakukan penyuluhan tentang pencegahan dan penanggulangan chikungunya. f. Mengaktifkan kembali pokja dan pokjanal DBD di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten dalam mengorganisir kegiatan PSN 3M. 2. Kepada Puskesmas a. Melakukan surveilans pasif dan aktif untuk pemantauan kasus di dipuskesmas (ruang rawat inap), daerah KLB (Desa Aikmel), dan didesa lainnya yaitu Desa Aikmel Utara dan Desa Kembang Kerang. 63 b. Mengidentifikasi wilayah kerja dengan faktor risikonya (house index/ABJ) dan container index baik di rumah, tempat sekolah dan tempat ibadah. c. Melakukan kerja sama dengan sarana kesehatan swasta (dokter praktek, mantri) dalam pelayanan kesehatan dan pelaporan penyakit. d. Meningkatkan pemeriksaan jentik baik di dalam rumah, diluar rumah dan container index melalui kader posyandu e. Melakukan penyuluhan tentang chikungunya, pencegahan dan penanggulangannya di sekolah, tempat ibadah dan pelaporan ke puskesmas apabila ada penderita mirip dengan gejala utama chikungunya f. Melakukan integrasi kegiatan penyuluhan dan pelaksanaan PSN dengan 3 M plus dengan kegiatan UKS g. Melakukan pelaporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur bila terjadi kasus chikungunya. 3. Kepada Masyarakat a. Melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik secara individu maupun gotong royong dengan PSN 3 M Plus di saluran air/drainase, tangoon, didalam dan diluar maupun lingkungan sekitarnya minimal seminggu sekali. b. Tidak membiasakan menggantungkan pakaian yang sudah dipakai c. Menggunakan anti nyamuk (repellent, bakar, semprot, elektrik) pada saat di dalam rumah untuk menghindari gigitan nyamuk Aedes aegypti pada pagi hingga sore hari. d. Segera meminta pengobatan ke puskesmas atau sarana kesehatan terekat bila terjadi kasus demam chikungunya pada anggota keluarga atau tetangga agar penyebarannya tidak meluas. 64 DAFTAR PUSTAKA Benenson, A.S (1990). Control of Communicable of Disease in Man . 14th edition. Bres, P. (1995). Tindakan Darurat Kesehatan Masyarakat Pada Kejadian Luar Biasa, Petunjuk Praktis, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta Chin, James (2000). Control of Communicable Diseases Manual, American Public Health Association, 17th Editions, Washington Depkes (2001). Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB), Keputusan Menkes Nomor: 949/Menkes/SK/VIII/2004, Depkes RI, Jakarta. Depkes RI (2003). Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP), Panduan Praktis, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Depkes RI (2004). Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue. Buku 3. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Depkes RI (2004). Perilaku dan Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti, Buletin Harian (News Letter), Edisi Rabu 10 Maret 2004, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Depkes RI (2007). Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi Penyakit), Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Dinkes Provinsi NTB (2010). Laporan KLB Chikungunya Tahun 2010. Mataram. Dinkes Kabupaten Lombok Timur(2010). Laporan Surveilan dan KLB tahun 2009-2010. Kabupaten Lombok Timur. Fatmi Yumantini Oktikasari, dkk(2006). Penelitian tentang Faktor Sosiodemografi dan Lingkungan Yang Mempengaruhi Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok. Hastono (2007). Analisa Data Kesehatan. Basic Data Analysis for Health Research Training. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indinesia. 65 Jup, P.G and B .M. Mc Intosh(1985). Chikungunya Virus Diseases. Kesumawati, U(2010). Pakar Nyamuk Mengudara dengan Kehumasan di RRI Bogor. Dialog RRI..Pariwara Berita. IPB. Edisi 3 Februari. Lapau,B (2009). Prinsip dan Metode Epidemiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit FKU, Jakarta. Murti, B(1997). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Pemda Kabupaten Lombok Timur (2009). Rencana Induk Labuaan Haji. Kabupaten Lombok Timur. Philippe Renault, et.al (2006). A Major Epidemic of Chikungunya Virus Infection on Réunion Island, France, 2005–2006. France. Philippe Renault, et, al(2006).Chikungunyarelated Mauritius, India, and Reunion Island. India Fatality Rates, Pramono, Dibyo, dkk, 2009, Buku Pedoman Sistematika dan Penulisan Laporan Proyek Lapangan Tahun Akademik 2009/2010, FETP Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Prasanna N. Yergolkar, et.al (2005.). Chikungunya Outbreaks Caused by African Genotype, India. Puskesmas Aikmel (2009). Profil Kesehatan Puskesmas Aikmel. Aikmel. Kabupaten Lombok Timur. Puskesmas Aikmel (2009). Laporan W2 Puskesmas Aikmel Tahun 20052010. Aikmel. Kabupaten Lombok Timur. Puskesmas Aikmel (2009). Laporan Survey Jentik Puskesmas Aikmel Tahun 2005-2010. Aikmel. Kabupaten Lombok Timur. Puskesmas Aikmel (2009). Laporan Kesehatan Lingkungan Puskesmas Aikmel Tahun 2005-2010. Aikmel. Kabupaten Lombok Timur. Ravi (2006).Re-emergence of Chikungunya virus in India. India Sri Soewasti S., M. Sudomo, Imam Waluyo (1997). Aspek-aspek Ekologi dan Sosial dalam Penanggulangan Emerging Infectious Disease, Buletin Penelitian Kesehatan, 25 (3&4): 61-72. 66 Suroso, Thomas, dkk.(2003).Pencgahan dan Penaggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue.Depkes RI. Jakarta. Sutaryo (2004). Dengue. Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta. Penerbit Medika. Yogyakarta. Thavara U, et.al (2007). Outbreak of chikungunya fever in Thailand and virus detection in field population of vector mosquitoes, Aedes aegypti (L.) and Aedes albopictus Skuse (Diptera: Culicidae). Thailand. WHO(1999). Recommended surveillance standards.. WHO (2008).Guidelines on Clinical Management of Chikungunya. WHO Regional Office for South-East Asia, India WHO (2009).Guidelines for Prevention and Control of Chikungunya Fever, WHO Regional Office for South-East Asia, India. 67