Uploaded by mega.advina

Lap KLB Chikungunya

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Chikungunya atau demam chik adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus chikungunya yang bersifat self limiting diseases,
tidak menyebabkan kematian dan diikuti dengan adanya imunitas di dalam
tubuh penderita, tetapi serangan kedua kalinya belum diketahui. Penyakit
ini cenderung menimbulkan kejadian luar biasa pada sebuah wilayah.
Agent (virus penyebab) adalah virus chikungunya, genus alphavirus
(Depkes RI, 2007).
Penyakit chikungunya
ditularkan oleh
gigitan nyamuk dari
spesies Aedes aegypti. Chikungunya berasal dari bahasa Swahili (Afrika)
yang berdasarkan kepada gejala yang dialami oleh penderitanya, yang
berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada postur
penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia)
terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki serta persendian tangan dan
kaki (Depkes RI, 2007).
Wabah demam chikungunya pertama kali dilaporkan di Tanzania
pada tahun 1952, Uganda pada tahun 1963, Sinegal pada tahun 1967,
1975 dan 1983. Angola tahun pada 1972, Afrika Selatan pada tahun 1976,
Zaire dan Zambia di Afrika Tengah pada tahun 1978-1979. Pada tahun
1950 mulai menyebar ke wilayah Asia yaitu India, Filipina, Thailand,
Myanmar, Vietnam (Depkes RI, 2007).
Di Indonesia, kejadian luar biasa pernah terjadi di Yogyakarta
(1983), Muara Enim (1999), Aceh (2000). Pada tahun 2001 KLB
Cikungunya di Jawa Barat terjadi serentak di beberapa RW/Desa di
Bogor, Bekasi, dan Depok. Pada tahun 2002, Palembang, Semarang,
Indramayu, Manado, DKI, Banten dan beberapa daerah wilayah diseluruh
pulau Jawa, NTB dan Kalimantan Tengah (Depkes, 2007).
1
Di Provinsi NTB, sekitar bulan Januari 2010 dilaporkan telah
terjadi KLB Chikungunya di Kota Bima. Selanjutnya dilaporkan juga di
Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Barat yang keduanya
berbatasan langsung dengan Kabupaten Lombok Timur.
Pada tanggal 23 April
2010, Seksi Surveilans, Imunisasi dan
Kesehatan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi NTB mendapat laporan
melalui telepon dari petugas surveilans Dinas Kesehatan Lombok Timur
bahwa telah terjadi keresahan masyarakat di wilayah Puskesmas Aikmel
dengan adanya penderita yang mirip dengan penyakit chikungunya
dengan gejala demam dan nyeri sendi. Selanjutnya pada tanggal 24 April
2010, petugas surveilans Dinas Kesehatan Provinsi NTB
melakukan
kunjungan dan pengecekan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok
Timur dan diperoleh informasi bahwa sebanyak 55 orang di Desa Aikmel
menderita penyakit dengan gejala demam dan nyeri sendi dan telah
dilakukan penyelidikan epidemiologi pada tanggal 23 Maret 2010. Pada
tanggal 26 April 2010, Tim dari Dinas Kesehatan Provinsi NTB dan Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Lombok
Timur,
melakukan
investigasi
ke
Puskesmas Aikmel dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada kasus
tambahan atau kasus baru chikungunya. Diperoleh informasi bahwa
berdasarkan data rawat inap di Puskesmas Aikmel pada tanggal 1-6 April
2010 tercatat sebanyak 21
orang pasien rawat inap (15 orang wilayah
kerja puskesmas, 6 orang di luar wilayah kerja puskesmas) sakit dengan
gejala demam dan nyeri sendi dan tanggal 7-26 April 2010 sebanyak 58
orang dengan gejala febris dan nyeri sendi.
Untuk mendapatkan kepastian terjadinya kejadian luar biasa
(KLB) chikungunya, gambaran penyakit/gejala dan kasus tambahan perlu
dilaksanakan penyidikan epidemiologi KLB lebih lanjut di Desa Aikmel
Puskesmas Aikmel Kabupaten Lombok Timur.
2
B. Tujuan Penyelidikan
1. Umum
Untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran kejadian
penyakit
chikungunya di Desa Aikmel Puskesmas Aikmel
Kabupaten Lombok Timur.
2. Khusus
a. Memastikan diagnosis chikungunya.
b. Memperoleh kepastian terjadinya KLB chikungunya.
c. Memperoleh
gambaran
deskripsi
KLB
chikungunya
berdasarkan orang, tempat, dan waktu.
d. Mengidentifikasi sumber dan cara penularan.
e. Merumuskan saran cara penanggulangan dan pengendalian
guna mencegah kejadian serupa di masa yang akan datang.
3
BAB II
ANALISA SITUASI DAN TELAAH PUSTAKA
A. Kondisi geografis
1. Letak wilayah
Puskesmas Aikmel mempunyai 3 (tiga) wilayah kerja. Masingmasing wilayah berbatasan dengan wilayah lainnya. Letak wilayah
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
DESA KARANG BARU
kekuang
Merembuk
Aik perapa
Sampet
Peneda
Ziadah Muntaha
Mtr Lekong
Ds. Lian D
Pungkas
Haikkul Yakin
Ds. Lian L
Jl. Jurusan Suwela
Bgk. Manis
Pertemuan
DESA LENEK
Kedatuk
Desa
Aikmel Utara
Montor Sugia
Toya Lauk
Kb.Kr.D.T
Kb.Krg.Daya B
Toya Daya
Desa
Kb. Kerang
Kb.Kr.L.T
Banjarsari
Jl. Jurusan Mataram
Desa Aikmel
Bg.Nyaka.B
Cepak daya
Ds. Bagek B
Pgk. Daya
Kp. Remaja
Keroya
Bg.Nyaka.T
Ds. Bagek T
Ds. Beruk
Pungkang lauk
Cepak Lauk
Jl. Jurusan Lb. Lombok
DESA KALIJAGA
Sumber : Profil Puskesmas Aikmel Tahun 2009
Gambar 1. Peta Desa Aikmel Kecamatan Aikmel
Kabupaten Lombok Utara Tahun 2009
4
DESA WANASABA
Motong Pace
Kp. Karya
Batubelek
Wilayah Puskesmas Aikmel terdiri dari 3 desa yaitu Desa Aikmel,
Desa Aikmel Utara dan Desa Kembang Kerang serta 25 dusun. Secara
administratif
wilayah Puskesmas Aikmel berbatasan dengan wilayah
sebagai berikut :
a. Sebelah Utara Gunung Renjani
b. Sebelah Selatan Desa Kalijaga
c.
Sebelah Barat Desa Lenek
d. Sebelah Timur Desa Karang Baru (Kecamatan Wanasabe)
2. Iklim
Berdasarkan pada iklimnya, daerah di Kecamatan Aikmel
termasuk Desa Aikmel berada Kabupaten Lombok Timur dengan kawasan
perkotaan Selong. Kawasan ini mempunyai iklim trofis dengan temperatur
udara yang cukup tinggi (24-31 C). Jumlah bulan basah berkisar antara 34 bulan dan bulan kering antara 4-6 bulan atau dengan kata lain bulan
basah lebih pendek dari bulan kering. Sedangkan bulan lembab berkisar
antara 1-2 bulan. Diperkotaan Selong situasi musim hujan mulai pada
bulan Oktober atau pada awal Nopember atau paling lambat akhir bulan
Desember dengan curah hujan rata-rata 132,10 mm (Rencana Induk
Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur, 2009).
B. Kondisi Demografis
Kondisi demografis meliputi jumlah penduduk, jumlah penduduk
dan kepadatan penduduk di Puskesmas Aikmel.
Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Wilayah di Puskesmas Aikmel
Tahun 2009
Nama Desa
Jumlah Penduduk
Laki-laki
Aikmel
Aikmel Utara
Kembang Kerang
Jumlah
Jumlah
Perempuan
6,591
8,326
6,858
6,975
8,665
7,137
13,566
16,991
13,995
21,774
22,778
44,552
Sumber : Profil Puskesmas Aikmel, 2009
5
Pada Tabel 1 diketahui jumlah penduduk perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Sedangkan penduduk desa yang
paling banyak adalah Desa Aikmel Utara.
Tabel 2. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk
di Desa Wilayah Puskesmas Aikmel Tahun 2009
Nama Desa
Aikmel
Aikmel Utara
Kembang Kerang
Jumlah
13,566
16,991
13,995
532.00
1,238,535
678
Kepadatan
Penduduk
(Km2)
0.04
72.89
0.05
44,552
1,239,745
72.98
Penduduk
Ha
Sumber : Profil Puskesmas Aikmel, 2009
Pada Tabel 2 diketahui Desa Aikmel Utara lebih padat dibandingkan desa
lainnya dengan kepadatan penduduk 72,89 Km2. Sedangkan Desa Aikmel
kepadatan penduduknya adalah 0,04 Km2.
C. Kondisi Pelayanan Kesehatan
Kondisi pelayanan kesehatan meliputi tenaga, sarana, cakupan
program berkaitan dengan penyakit chikungunya di Puskesmas Aikmel.
1. Tenaga Kesehatan
Salah satu sumber daya yang diperlukan dalam mendukung
pelayanan kesehatan yaitu sumber daya manusia. Sumber daya manusia
yang diharapkan adalah yang dapat memenuhi dari segi kuantitas,
kualitas dan kompetensinya. Keberadaan SDM ini diarahkan pada upaya
pelayanan
kesehatan
promotif,
preventif,
kuratif
dan
rehabilitatif.
Berdasarkan laporan tenaga kesehatan pada tahun 2009 dari Puskesmas
Aikmel tercatat bahwa jumlah tenaga di Puskesmas Aikmel sebanyak 34
orang terdiri 26 orang tenaga kesehatan dan 8 orang tenaga non
6
kesehatan. Keadaaan tenaga kesehatan yang terkait dengan pencegahan
dan penanggulangan penyakit chikungunya tampak pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis Tenaga Kesehatan Sesuai Kategori
di Puskesmas Aikmel Tahun 2009
Jenis Tenaga Kesehatan
Dokter Umum
SKM
Perawat
Bidan
Asisten Apoteker
Sanitarian
Analis
Jumlah
2
1
9
7
1
1
1
Sumber : Daftar Ketenagaan Puskesmas Aikmel Tahun 2009
Pada Tabel 3, diketahui bahwa tenaga yang paling banyak adalah
perawat sebanyak 9 orang. Selain tenaga kesehatan dengan status PNS,
tercatat bahwa Puskesmas Aikmel mempunyai tenaga kontrak daerah
atau dikenal dengan tenaga non job sebanyak 21 orang. Tenaga yang
terkait dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit chikungunya
yaitu sanitarian 4 orang, laboratorium 1 orang, dan perawat 12 orang.
Banyaknya tenaga perawat ini terkait dengan status Puskesmas Aikmel
sebagai Puskesmas dengan perawatan (DTP). Sumber daya ini
memungkinkan penanggulangan KLB melalui rawat jalan, rawat inap,
pengobatan dan penyuluhan. Sehingga upaya pencegahan peningkatan
kasus dan pengobatan penderita dapat dilakukan seefektif mungkin.
2. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang tersedia di wilayah Puskesmas Aikmel
meliputi puskesmas induk,
puskesmas pembantu,
polindes (Pos
Persalinan Desa), dan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Jumlah
sarana-sarana tersebut seperti pada Tabel 3.
7
Tabel 4. Jenis dan Jumlah Sarana Kesehatan
Di Wilayah Puskesmas Aikmel Tahun 2009
Jenis Sarana Kesehatan
Puskesmas
Puskesmas pembantu
Polindes
Posyandu
Jumlah Sarana
1
2
3
38
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Aikmel Tahun 2009
Untuk menjangkau pelayanan kesehatan ke masyarakat di
wilayah Puskesmas Aikmel dilakukan dengan menyediakan sarana
kesehatan melalui Puskesmas Induk 1 buah, Puskesmas Pembantu 2
buah, Polindes 3 buah dan Posyandu 38 buah. Apabila dibandingkan
dengan standar Depkes RI bahwa 1 Puskesmas harus melayani 30.000
jiwa, maka puskesmas yang ada masih kurang (Jumlah jiwa di wilayah
kerja (3 desa) = 42.396 jiwa). Namun demikian kekurangan ini dapat
dikurangi dengan adanya puskesmas pembantu dan Polindes yang
secara langsung dapat membantu dalam melayani pelayanan kesehatan
dasar.
3. Penyehatan perumahan
Salah satu indikator yang mempunyai peranan dalam kesehatan
lingkungan yaitu kondisi rumah baik di dalam maupun diluar rumah. Hasil
pemeriksaan program kesehatan lingkungan
cakupan rumah sehat di
Puskesmas Aikmel tahun 2010 sebesar 28%. Cakupan rumah tersebut
tampak pada Tabel 5.
Tabel 5. Cakupan Rumah Sehat di Wilayah
Puskesmas Aikmel Tahun 2010
Rumah Sehat
Nama Desa
Rumah
Sehat
%
Aikmel
3,029
1,150
38
Aikmel Utara
1,075
202
19
Kembang Kerang
3,638
823
23
Jumlah
7,742
2,175
Sumber : Laporan Kesling TRI I Puskesmas Aikmel Tahun 2010
8
28
Pada Tabel 5, cakupan rumah sehat yang paling rendah adalah
Desa Aikmel Utara yaitu 19%. Rendahnya cakupan ini dikarenakan baru 3
dusun yang dapat dilaksanakan pemeriksaan dari 6 dusun di Desa Aikmel
Utara.
4. Survey Jentik
Pada triwulan ke-1 tahun 2010, telah dilakukan survey jentik di
dalam rumah dan diluar rumah oleh petugas kesehatan lingkungan di
wilayah Puskesmas Aikmel. Hasil survey jentik dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Survey Jentik di Wilayah
Puskesmas Aikmel Tahun 2010
Survey Jentik
Nama Desa
HI(%)
Aikmel
Aikmel Utara
Kembang Kerang
Jumlah
CI(%)
ABJ(%)
9.5
-
33.3
-
89.0
-
9.5
33.3
89.0
Sumber : Laporan survey Jentik Puskesmas Aikmel Tahun 2010
Pada Tabel 6, survey telah dilaksanakan di Desa Aikmel pada 4
Dusun yaitu Dasen Bagek Barat, Dasen Bagek Timur, Kampung Karya,
Cepak Daya dan Batu Belek. Hasil survey menunjukan bahwa
persentase House Index (HI), Container Index (CI) dan Angka Bebas
Jentik (ABJ) masih di bawah target yang diharapkan yaitu 95%. Pada
Desa Aikmel Utara dan Desa Kembang Kerang belum dilaksanakan
survey berdasarkan petugas sanitarian akan dilakukan pada triwulan ke2.
D. Telaah Pustaka
1. Patofisiologi Penyakit
Demam chikungunya mempunyai masa inkubasi (periode sejak
digigit nyamuk pembawa virus hingga menimbulkan gejala) antara 1-12
hari, tetapi pada umumnya 3-7 hari (Depkes RI, 2007). Biasanya 3-12
hari (Benenson,1990), 3-11 hari (CDC,2000). Setelah masa inkubasi
9
tersebut, gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala penyakit demam
berdarah dengue (DBD) adalah demam tinggi (39 - 400 Celsius), nyeri
otot, kemerahan pada kulit (ruam), menggigil, sakit kepala, kemerahan
pada konjunktiva, pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher,
mual, muntah. Nyeri sendi biasanya terlokalisir pada sendi besar,
terutama sendi lutut dan tulang belakang, tetapi bisa juga terjadi pada
beberapa sendi kecil terutama sendi pergelangan kaki, pergelangan
tangan, jari kaki dan jari tangan. Sendi yang nyeri tidak bengkak, tetapi
teraba lebih lunak (Depkes RI,2007). Gejala nyeri sendi terutama dialami
oleh wanita dewasa (Benenson, 1990;CDC,2000). Nyeri otot bisa terjadi
pada seluruh otot atau hanya pada otot daerah kepala dan bahu. Kadangkadang terjadi pembengkakan otot sekitar mata kaki. Sakit kepala sering
terjadi tetapi tidak berat. Ruam di kulit bisa terjadi pada muka, badan,
tangan, dan kaki, tetapi bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk makulopapular. Ruam mulai timbul 1-10 hari setelah nyeri sendi. Ruam bertahan
7-10 hari diikuti dengan deskuamasi kulit (Depkes RI, 2007).
2. Etiologi
Agent (virus penyebab) adalah virus chikungunya, genus
alphavirus atau “group A” antrophod-borne viruses (flavivirus), famili
Togaviridae. Virus ini telah berhasil diisolasi di berbagai daerah di
Indonesia. Vektor utama penyakit ini sama dengan penyakit DBD, yaitu
nyamuk Aedes aegypti (Depkes RI, 2007). Dan mungkin nyamuk lainnya
seperti Aedes Albopticus (Benenson, 1990; CDC,2000)
3. Sumber dan Cara Penularan
Penularan demam chik terjadi apabila penderita yang sakit (dalam
keadaan viremia) digigit oleh nyamuk penular Aedes aegypti, kemudian
menggigit orang lain.
Biasanya penularan terjadi dalam satu rumah,
tetangga, dan cepat menyebar kesuatu wilayah (RT/RW/dusun/desa)
(Depkes RI, 2007).
10
4. Pengobatan
Pengobatan bersifat simptomatis menurunkan demam dan
mengurangi rasa nyeri dengan obat analgetik-antiperatik, beristirahat
selama demam dan nyeri sendi kuat. Makanan seperti biasa, tidak ada
pantangan (Depkes RI, 2007).
5. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk menderita penyakit chikungunya hampir sama
dengan demam berdarah dengue, yaitu keberadaan virus dan nyamuk
Aedes aegypty sebagai vektor penularnya. Disamping itu daya tahan
tubuh penjamu berperan dalam manifestasi penyakit ini. Keberadaan
nyamuk Aedes aegypty sebagai virus penyakit ini berhubungan erat
dengan sanitasi lingkungan. Kebiasaan-kebiasaan manusia yang dapat
menyebabkan timbulnya tempat perindukan dan tempat istirahat nyamuk
serta kebiasaan tidak melindungi diri dari gigitan nyamuk merupakan
salah satu faktor risiko untuk menderita penyakit ini.
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2004), faktor
risiko yang perlu di identifikasi yaitu keberadaan jenis nyamuk dewasa di
dalam dan diluar rumah, jentik nyamuk didalam dan diluar rumah, tempat
perindukan nyamuk di dalam dan diluar rumah. Faktor lainnya yaitu
mobilisasi penduduk, musim (curah hujan), kepadatan penduduk.
Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya KLB
penyakit chikungunya (P.G.Jupp dan B.M.Mc intush,1985) antara lain :
1. Rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat
2. Mobilisasi penduduk dan kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan
lancarnya arus transportasi
3. Kepadatan populasi nyamuk (vector dencity) karena banyaknya habitat
potensial (tempat perindukan nyamuk) seperti ban bekas dan lain-lain.
4. Iklim (curah hujan yang cukup tinggi)
5. Tingkat ekonomi sosial yang rendah
11
6. Ekologi
7. Kondisi geografi
6. Kejadian Luar Biasa (KLB)
Petunjuk
penetapan
KLB
berdasarkan
Keputusan
Dirjen
PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan
Epidemiologi dan Penanggulangan KLB meliputi :
1. Apabila
di
daerah
tersebut
terdapat
penyakit
menular
yang
sebelumnya tidak ada/dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3
kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya
3. Peningkatan kejadian/kematian lebih dari dua kali dibandingkan
dengan periode sebelumnya
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan lebih
dari dua kali bila dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan tahun
sebelumnya
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan
lebih dari dua kali dibandingkan angka rata-rata per bulan tahun
sebelumnya.
6. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit dalam satu kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50 % atau lebih dibanding CFR
periode sebelumnya.
7. Proporsional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu
menunjukkan kenaikkan lebih dari dua kali dibandingkan periode yang
sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, DHF/DSS
9. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah
endemis)
10. Terdapat satu/lebih penderita baru dimana pada periode empat
minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit
tersebut
12
11. Beberapa penyakit yang dialami satu atau lebih penderita
sebagai
berikut :
a. Keracunan makanan
b. Keracunan pestisida
Menurut Depkes RI (2007), Definisi operasional KLB chikungunya
adalah ditemukan lebih dari satu penderita chikungunya di suatu
desa/kelurahan yang sebelumnya tidak pernah ditemukan penderita.
Penanggulangan KLB chikungunya terutama diarahkan pada upaya
pemutusan
mata
rantai
penularan
kasus-nyamuk-
orang
sehat.
Pengobatan bersifat simptomatis. Upaya pencegahan terutama diarahkan
upaya pencegahan terjadinya KLB di daerah perbatasan atau penyebaran
daerah yang mempunyai frekuensi transportasi yang tinggi.
(1). Penyeledikan Epidemiologi
Penyelidikan dilakukan terhadap dugaan penderita demam chik,
terutama apabila memiliki gejala demam mendadak, nyeri sendi, dan
ruam. Adanya KLB demam chik sering rancu dengan adanya KLB
demam dengue, demam berdarah dengue dan campak, oleh karena
itu disamping distribusi gejala dan tanda-tanda dari sekelompok
penderita yang dicurigai, diagnosis dapat didukung
Elisa pada
sebagian penderita.
(2). Upaya Penanggulangan
Penganggulangan KLB dilaksanakan terhadap 3 kegiatan
utama, penyelidikan KLB, Upaya pengobatan dan upaya pencegahan
KLB serta penegakan sistem surveilans ketat selam periode KLB.
Demam Chikungunya belum ditemukan obat, tetapi dapat sembuh
sendiri sehingga pengobatan bersifat simptomatis dengan pemberian
obat penurun panas dan mengurangi nyeri persendian, dan
beristirahat selama fase akut, serta pada umumnya tidak memerlukan
perawatan di rumah sakit.
13
Untuk memutus mata rantai penularan kasus-nyamuk-orang
lain perlu dilakukan tindakan sama dengan upaya pemberantasan
KLB DBD yaitu gerakan pemberantasan sarang nyamuk, pemberian
larvasida,
memelihara
menggunakan
ikan pemakan jentik,
repelan,
obat
nyamuk
bakar
perlindungan diri
dan
sejenisnya,
penggunaan kelambu serta isolasi penderita agar tidak digigit
nyamuk. Pada daerah KLB dapat dilakukan penyemprotan (fogging)
untuk membunuh nyamuk dewasa terinfeksi yang dilakukan pada
wilayah KLB sebanyak 2 kali penyemprotan dengan interval satu
minggu.
Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki daerah yang sedang
berjangkit KLB demam chik perlu melakukan intensifikasi PWS-KLB
chikungunya disemua wilayah dengan tujuan untuk memantau
perkembangan dan penyebaran kasus chikungunya disetiap daerah,
deteksi dini KLB chikungunya, memantau perkembangan dan
penyebaran kasus chikungunya pada daerah yang sedang terjadi KLB
chikungunya.
Kegiatan intensifikasi PWS-KLB sama dengan intensifikasi
PWS KLB DBD yang terutama melaksanakan 2 kegiatan intensifikasi :
Intensifikasi
PWS-KLB
chikungunya
mingguan
pada
daerah
berpotensi KLB, Intensifikasi PWS-KLB chikungunya harian pada
daerah KLB.
(3). Surveilans ketat pada KLB
Perkembangan kasus dan kematian stiap hari disampaikan ke
dinas kesehatan kabupaten/kota.
Dilakukan analisis
terhadap perkembangan kasus dan kematian.
14
mingguan
7. Sistem Kewaspadaan Dini KLB
Pemantauan
kemungkinan
terjadinya
KLB
chikungunya
dilaksanakan oleh setiap unit pelayanan kesehatan dan masyarakat, baik
terhadap penderita maupun pemantauan jentik berkala. Intensifikasi
pemantauan kemungkinan terjadinya KLB Chikungunya.
SKD-KLB chikungunya oleh dinas kesehatan kabupaten/kota,
dinas
kesehatan
propinsi
dan
departemen
kesehatan
terutama
berdasarkan data dan informasi adanya peningkatan serangan KLB
demam chikungunya yang diperoleh dari dari laporan adanya KLB
chikungunya oleh puskesmas, rumah sakit dan laboratorium serta laporan
bulanan
KLB Dinas Kesehatan kabupaten/kota sesuai Pedoman
Penyelenggaran Sistem Surveilans Penyakit Menular dan Tidak Menular.
SKD-KLB demam chikungunya juga berdasarkan data curah hujan serta
perkembangan nyamuk melalui pemantauan jentik berkala. Pemantauan
jentik berkala sebaiknya wajib dilaksanakan di tempat-tempat umu, seperti
sekolah, masjid, pasar, gedung pertemuan. SKD-KLB chikungunya
dilaksanakan bersamaam dengan SKD KLB-DBD.
8. Laporan KLB Sejenis
Selama tahun 2004-2009 laporan KLB chikungunya berdasarkan
informasi dari petugas surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok
Timur dan juga informasi dari Kepala Puskesmas Aikmel belum pernah
terjadi chikungunya di wilayah Puskesmas Aikmel.
KLB chikungunya dilaporkan pernah terjadi pada bulan Januari
dan Februari tahun 2010 yaitu di Kota Bima, Kabupaten Lombok Utara,
Kabupaten Lombok Barat, dan wilayah lain di Kabupaten Lombok Timur.
Di Indonesia dilaporkan pernah terjadi di Yogyakarta (1983),
Muara Enim (1999), Aceh (2000). Pada tahun 2001 KLB Cikungunya di
Jawa Barat terjadi serentak di beberapa RW/Desa di Bogor, Bekasi, dan
Depok. Pada tahun 2002, Palembang, Semarang, Indramayu, Manado,
15
DKI, Banten dan beberapa daerah wilayah diseluruh pulau Jawa, NTB dan
Kalimantan Tengah (Depkes, 2007).
Pada beberapa negara wabah chikungunya dilaporkan pernah
terjadi yaitu pertama kali di Tanzania tahun 1952, Uganda tahun 1963,
Sinegal tahun 1967, 1975 dan 1983. Angola tahun 1972, Afrika Selatan
tahun 1976, Zaire dan Zambia di Afrika Tengah pada tahun 1978-1979.
Pada tahun 1950 mulai menyebar ke wilayah Asia yaitu India, Filipina,
Thailand, Myanmar, Vietnam (Depkes RI, 2007).
Dalam perkembanganya, laporan KLB chikungunya telah dibuat
dalam
jurnal-jurnal. Beberapa jurnal terkait dengan KLB chikungunya
yaitu :
1. Outbreak of chikungunya fever in Thailand and virus detection in field
population of vector mosquitoes, Aedes aegypti (L.) and Aedes
albopictus Skuse (Diptera: Culicidae) oleh .Thavara U, et.al (2007).
Penelitian wabah demam chikungunya dilakukan di
bagian selatan
Thailand. Spesimen plasma pada manusia diperoleh dari pasien yang
diduga terinfeksi chikungunya dan penangkapan nyamuk dewasa
yang
dideteksi
dengan
menggunakan
teknik
reaksi
reverse
transcriptase-polymerase chain. Hasil penelitian diketahui bahwa
sekitar
setengah
dari
specimen
darah
yang
diperiksa
positif
chikungunya. Sebesar 5,5 sampai 100% tingkat infeksi ditemukan
pada kedua jenis kelamin dari vektor nyamuk, Aedes aegypti dan Ae.
Albopictus.Tingkat infeksi pada Ae. albopictus lebih tinggi daripada di
Ae. aegypti, dengan tingkat infeksi
relatif lebih tinggi dari nyakyk
jantan daripada betina. Munculnya virus chikungunya dalam nyamuk
jantan dewasa dari kedua spesies mengungkapkan peran transmisi
transovarial dari virus dalam populasi vektor nyamuk. Temuan ini telah
memberikan pemahaman lebih lanjut tentang hubungan antara vektor
16
nyamuk, virus chikungunya dan epidemiologi demam Chikungunya di
Thailand.
2. Re-emergence of Chikungunya virus in India (V. Ravi, 2006). Laporan
ini menjelaskan chikungunya sebagai penyakit yang reemerging
diseases. Sejak isolasi pertama di Calcutta, pada tahun 1963, sudah
ada beberapa laporan infeksi virus Chikungunya di berbagai bagian
India.] wabah terakhir infeksi virus Chikungunya terjadi di India pada
1971. Selanjutnya, karena tidak dilakukan pengawasan aktif atau pasif
'sepertinya' bahwa virus telah 'menghilang' . Namun, laporan terakhir
wabah skala besar demam disebabkan oleh infekai virus Chikungunya
pada beberapa bagian Selatan India telah menegaskan kembali
emergence dari virus ini. Diperkirakan bahwa lebih dari 1,80,000 kasus
yang telah terjadi di India sejak Desember 2005. Andhra Pradesh (AP)
adalah negara bagian pertama untuk melaporkan penyakit ini pada
Desember 2005, dan salah satu yang terburuk terkena dampak (lebih
dari 80.000 kasus yang diduga). Beberapa kabupaten negara
Karnataka
seperti
Gulbarga,
Tumkur,
Bidar,
Raichur,
Bellary,
Chitradurga, Davanagere, Kolar dan kabupaten Bijapur juga mencatat
sejumlah besar kasus demam virus Chikungunya terkait.Chikungunya
adalah bentuk relatif jarang demam virus yang disebabkan oleh
Alphavirus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti yang
terinfeksi. Gejala infeksi ini adalah munculnya secara tiba-tiba demam,
menggigil, sakit kepala, dan nyeri sendi berat dengan atau tanpa
pembengkakan (biasanya sendi yang lebih kecil), nyeri pinggang, dan
ruam. Alasan yang tepat untuk munculnya kembali Chikungunya di
anak benua India serta negara-negara kecil lainnya di Samudra Hindia
bagian selatan adalah teka-teki. diakui bahwa munculnya kembali
infeksi virus adalah karena berbagai perubahan sosial, lingkungan,
perilaku dan biologis, mana yang memberikan kontribusi terhadap
munculnya kembali virus Chikungunya Sebuah serosurvey dilakukan di
Calcutta satu dekade yang lalu mengungkapkan bahwa hanya 4,37%
17
dari serum yang diuji positif untuk antibodi chikungunya dengan tingkat
seropositif tertinggi diamati pada kelompok usia 51-55 tahun dan
antibodi Chikungunya tidak terdeteksi dalam dewasa muda dan muda.
Temuan ini mungkin menunjukkan bahwa memang ada kekurangan
kekebalan
kawanan
terhadap
virus
Chikungunya.
Namun
lain
tantangan yang dihadapi selama ini wabah besar di negeri ini telah
kurangnya fasilitas diagnostik cepat.
3. A Major Epidemic of Chikungunya Virus Infection on Réunion Island,
France, 2005–2006. Philippe Renault, et.al (2006). Laporan ini
menjelaskan
sebuah
epidemi
demam
chikungunya
terjadi
di
Kepulauan Comoro dan berlangsung dari bulan Januari sampai Mei
2005. Pada bulan April, kasus juga dilaporkan di Mayotte dan
Mauritius. Pada Réunion Island, kasus pertama dilaporkan pada akhir
April. Surveilans epidemi ini diperlukan sebuah sistem adaptif, yang
pada awalnya didasarkan pada penemuan kasus aktif dan retrospektif
di sekitar kasus yang dilaporkan, maka mengandalkan jaringan
sentinel saat kejadian meningkat. Emerging bentuk dan berat infeksi
diselidiki. Pada April 2006, perkiraan surveilans adalah 244.000 kasus
infeksi virus chikungunya, termasuk 123 kasus yang parah dan 41
transmisi
maternoneonatal,
dengan
tingkat
serangan
secara
keseluruhan sebesar 35%.
4. Chikungunya Outbreaks Caused by African Genotype, India, Prasanna
N. Yergolkar, et.al (, Laporan ini menegaskan CHIKV sebagai agen
penyebab untuk wabah besar demam dengan arthralgia dan arthritis di
3 negara bagian di India. demam Chikungunya telah muncul dalam
bentuk wabah setelah 32 tahun.
pusat/Afrika
Timur
CHIKV
Epidemi saat ini disebabkan oleh
genotipe.
Bahwa
Yawat
isolat
dikelompokkan dengan pusat /Afrika Timur genotipe menunjukkan
bahwa genotipe ini telah diperkenalkan lebih dari 5 tahun sebelum
wabah saat ini. menentukan genotipe strain saat ini beredar di Asia
18
Tenggara dan pemahaman modus transportasi ini strain di India dan
kondisi mendukung wabah besar seperti itu akan berharga.
5. Chikungunyarelated Fatality Rates, Mauritius, India, and Reunion
Island,
Philippe
Renault,
et,
al(2006).
Epidemi
infeksi
virus
chikungunya yang menimbulkan kematian. Pulau Reunion pada tahun
2005 kematian akibat chikungunya di peroleh case-fatality rate (CFR)
adalah 1/1.000 penduduk dibandingkan dengan penelitian Beesoon et
al. CFR di Mauritius: 743 kematian dengan CFR 4.5%, dengan 15,760
tersangka yang dilaporkan pada tahun 2005 dan 2006.
CFR di
Ahmedabad, India tahun 2006 chikungunya adalah 4,9%.
6. Penelitian tentang Faktor Sosiodemografi dan Lingkungan Yang
Mempengaruhi Kejadian Luar Biasa Chikungunya di Kelurahan Cinere,
Kecamatan Limo, Kota Depok 2006 oleh Fatmi Yumantini Oktikasari,
dkk92006). Variabel-variabel yang diteliti pada kasus Kejadian Luar
Biasa (KLB) chikungunya yang menyerang 200 warga di Kelurahan
Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok yaitu faktor sosiodemografi dan
lingkungan
serta
faktor
dominan
yang
mempengaruhi
KLB
chikungunya di Kelurahan Cinere Kecamatan Limo Kota Depok
dengan desain studi kasus kontrol. Faktor yang diteliti adalah
pendidikan, pengetahuan, kepadatan hunian, umur, pekerjaan, jenis
kelamin,
mobilitas,
perilaku
penggunaan
obat
anti
nyamuk,
keberadaan jentik nyamuk, ketersediaan Tempat Penampungan Air,
dan ketersediaan kasa nyamuk. Hasil penelitian menunjukkan empat
variabel berhubungan dengan KLB chikungunya, yaitu pendidikan
(OR=1,9: 1,12-3,23), umur (OR= 2,1: 1,22-3,46), dan kepadatan
hunian (OR=2,2: 1,25-3,80). Analisis multivariat didapatkan faktor yang
paling dominan adalah kepadatan hunian dan diikuti oleh pendidikan.
Probabilitas KLB chikungunya sebesar 2,1 kali pada subyek yang
huniannya tidak padat dan berpendidikan rendah.
19
E. Hipotesis
1. Diduga terjadi KLB chikungunya dengan gejala-gejala klinis utama
demam, nyeri sendi, ruam disertai dengan gejala lainnya seperti sakit
kepala, mual/muntah, mata merah dan gatal di Desa Aikmel
Puskesmas Aikmel Kabupaten Lombok Timur.
2. Diduga penularan chikungunya berhubungan dengan faktor risiko
perilaku dan lingkungan
20
BAB III
BAHAN DAN CARA
A. Batasan Wilayah Pelacakan
Pelacakan kasus akan dilaksanakan di Desa Aikmel Puskesmas
Aikmel Kabupaten Lombok Timur.
B. Memastikan Diagnosa
Pemastian diagnosa kasus suspek chikungunya pada KLB ini
berdasarkan pada gejala klinis yang timbul pada penderita dengan gejala
utama : demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit
(ruam). Gejala lainnya yang dapat dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala,
gatal-gatal, mual/muntah, mata merah (Depkes RI, 2007).
C. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari catatan kunjungan rawat jalan dan
rawat inap Puskesmas Aikmel tahun 2010, hasil pengobatan di
masyarakat, data kesehatan lingkungan ( perumahan sehat dan ABJ) dan
penyeldikan epdemiologi di Puskesmas Aikmel serta data dari Dinas
Kesehatan Lombok Timur.
D. Pengumpulan Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara
terstruktur dengan menggunakan kuesioner terhadap penderita atau
keluarga penderita. Wawancara dilakukan oleh Karyasiswa FETP UGM,
staf Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur
Aikmel
dan staf Puskesmas
berdasarkan gejala klinis utama yaitu demam, nyeri pada
persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) dengan salah satu
atau lebih gejala lainnya seperti sakit kepala, mual/muntah, gatal, mata
merah.
21
Pencarian kasus baru dilakukan melalui kunjungan ke rumah
warga dengan menanyakan pada penderita/ keluarganya apakah ada
penderita lain dengan gejala yang sama yaitu dengan gejala utama
demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam)
dengan salah satu atau lebih gejala lainnya seperti sakit kepala, mual, dan
muntah, gatal dan mata merah di dalam satu rumah atau di rumah lainnya
(tetangga).
Perilaku keluarga dan pertanyaan lain yang meliputi penggunaan
anti nyamuk, PSN (3M), penggunaan kelambu, menggantungkan pakaian,
memasang kawat kasa di rumah dilakukan dengan menanyakan kepala
keluarga
atau
salah
satu
anggota keluarga
penderita
dengan
menggunakan kuesioner.
Observasi (pengamatan jentik) di rumah, lingkungan sekitar
rumah penderita
dan TTU dilakukan dengan
mengamati sekitar
lingkungan rumah dan sekitar rumah tempat tinggal penderita, TTU
(sekolah/tempat ibadah) meliputi bak penampungan air untuk mandi,
tumpukan ban dan kaleng bekas yang berisi air, tonggak bambu berisi air
dan tempat minuman burung.
E. Penelitian Kasus Kontrol
1. Batasan Kasus
Kasus adalah orang yang sedang sakit atau baru mengalami
sakit dengan gejala klinis utama demam, nyeri pada persendian
dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) diikuti dengan gejala
lainnya seperti sakit kepala, mual, dan muntah, gatal, mata merah.
2. Batasan Kontrol
Kontrol adalah orang yang tidak sedang sakit dan tidak baru
mengalami sakit dengan gejala klinis utama demam, nyeri pada
persendian dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) diikuti dengan
gejala lainnya seperti sakit kepala, mual, dan muntah, gatal-gatal,
mata merah .
22
Jumlah kelompok kontrol yang digunakan dalam penyelidikan KLB
ini dengan perbandingan kasus dan kontrol yaitu 1:1, yaitu jumlah
kasus yang ditemukan pada saat penyelidikan sesuai dengan
kriteria kasus sama jumlahnya dengan kontrol yang diperoleh saat
penyelidikan sesuai dengan kriteria kontrol.
3. Cara Pengambilan Sampel/Kontrol
Semua penderita atau yang pernah memiliki riwayat menderita
gejala klinis utama demam, nyeri pada persendian dan bintik-bintik
merah pada kulit (ruam) serta gejala lainnya diambil sebagai
sampel, sedangkan orang yang tinggal satu rumah atau tetangga
penderita tetapi tidak sakit diambil sebagai kontrol.
4. Variabel Penelitian
Variabel yang akan menjadi pengamatan dalam KLB ini yaitu
variabel perilaku berupa penggunaan obat anti nyamuk (repelent,
obat
bakar,
semprot,
dan elektrik),
pemberantasan sarang
nyamuk/PSN (menutup, menguras, dan mengubur), penggunaan
abate, penggunaan kelambu, menggantungkan pakaian,
serta
memasang kawat kasa dan variabel lingkungan yaitu rumah ada
jentik.
F. Cara Analisa Data
Data yang telah dikumpul kemudian diolah dengan menggunakan
komputer dan dianalisa secara deskriptif
yang bertujuan untuk
mendeskripsikan kejadian penyakit menurut tempat, orang dan waktu
kemudian disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan narasi.
Selanjutnya dilakukan analisa bivariat dan multivariat
dengan
tujuan untuk mengembangkan hipotesis atau membuktikan hipotesis
secara terbatas tentang hubungan variabel dependen (KLB chikungunya)
dengan
variabel
independen
(variabel
23
perilaku
dan
lingkungan),
menyelidiki faktor-faktor yang mungkin menghasilkan informasi dalam
rangka mencegah atau mengobati penyakit (chikungunya) (Lapau.B,
2009)
1.
Analisis bivariat
Analis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi-square
yaitu untuk : a) mengetahui perbedaan kejadian KLB chikungunya
pada kelompok yang berisiko dan tidak berisiko; b) menentukan
peluang (probabilitas) kejadian KLB chikungunya pada kelompok
berisiko dan tidak berisiko yang dinyatakan dalam nilai odds ratio
(OR). Sedangkan nilai probabilitas (p) digunakan untuk mengetahui:
a) derajat kemaknaan statistik apakah variabel-variabel penelitian
merupakan faktor risiko terjadinya KLB chikungunya; dan b) sebagai
dasar dalam pemilihan variabel-variabel bebas yang akan diuji
secara bersama-sama pada analisis multivariat (Hastono,2007).
2.
Analisis multivariat
Analisis ini menggunakan multiple logistic regression. Variabel bebas
yang bermakna secara statistik pada analisis bivariat dan atau
memiliki p≤0,25 atau secara substansi variabel tersebut cukup
penting akan akan dilakukan uji secara bersama-sama dengan
analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik ganda.
Analisis ini bertujuan untuk : a) mengetahui variabel yang paling
besar hubungannya dengan KLB chikungunya; b) mengetahui
adanya variabel lain yang mempengaruhi hubungan variabel bebas
dengan kejadian KLB chikungunya; dan c) mengetahui sifat
hubungan tersebut yaitu berhubungan langsung atau tidak langsung
(Hastono, 2007).
24
G. Definisi Operasional
1. Kejadian luar biasa chikungunya adalah ditemukan penderita
chikungunya dengan gejala utama demam, nyeri pada persendian
dan bintik-bintik merah pada kulit (ruam) dan diikuti gejala lainnya
seperti sakit kepala, mual/muntah, gata-gatal dan mata merah
lebih dari satu penderita chikungunya di suatu desa/kelurahan yang
sebelumnya tidak pernah ditemukan penderita.
Cara ukur :
Wawancara dilanjutkan dengan penentuan diagnosis
Skala ukur :
Nominal
1. Penderita chikungunya
2. Bukan penderita chikungunya
2. Perilaku penggunaan obat anti nyamuk adalah perilaku respnden
untuk menghindari gigitan nyamuk, berupa penggunaan repelent,
obat bakar, semprot atau elektrik.
Cara ukur :
Wawancara
Skala ukur :
Nominal
1. Ya
2. Tidak
3. Perilaku pemberantasan sarang nyamuk(PSN) dengan 3 M adalah
kegiatan yang dilakukan guna memberantas sarang nyamuk pada
tempat-tempat yang memungkinkan untuk menjadi tempat nyamuk
bertelur. Perilaku ini berupa menutup tempat-tempat penampungan
air, menguras tempat penampungan air/bak mandi minimal sekali
seminggu, dan mengubur barang-barang bekas yang dapat
menampung air.
25
Cara ukur :
Wawancara
Skala ukur :
Nominal
1. Ya
2. Tidak
4. Perilaku penggunaan kelambu adalah perilaku responden dalam
menggunakan kelambu waktu tidur siang dari jam 14.00-16.00
WIB.
Cara ukur :
Wawancara
Skala ukur :
Nominal
1. Ya
2. Tidak
5. Menggantungkan
pakaian
adalah
perilaku
responden
menggantungkan pakaian yang telah dipakai pada dinding yang
dapat menjadi tempat bersarangnya nyamuk.
Cara ukur :
Wawancara
Skala ukur :
Nominal
1. Ya
2. Tidak
6. Memasang kawat kasa adalah kondisi rumah yang yang terpasang
kawat kasa pada lubang ventilasi jendela atau pintu.
Cara ukur :
Obsevasi
26
Skala ukur :
Nominal
1. Ya
2. Tidak
7. Rumah ada jentik adalah rumah yang ditemukan jentik baik didalam
rumah atau diluar rumah yang seperti pada penampungan air,
kaleng/ban bekas disekitar rumah, pot bunga dan tempat minum
burung.
Cara ukur :
Obsevasi
Skala ukur :
Nominal
1. Ya
2. Tidak
H. Kelemahan dalam Penyelidikan
Penyelidikan
KLB
chikungunya
di
Desa
Aikmel
dalam
penelitiannya menggunakan rancangan penelitian kasus kontrol. Kasus
dan kontrol diambil dari daerah yang sama atau daerah KLB yang
keduanya mempunyai faktor risiko yang sama untuk terkena chikungunya.
Menurut Lapau, B (2009) bahwa individu yang dipilih sebagai kontrol tidak
hanya bebas dari penyakit yang diteliti, tetapi juga serupa dengan kasus
dalam hal potensi untuk terpapar terhadap faktor tertentu selama periode
waktu yang dapat dipertimbangkan.
Atas
dasar
tersebut,
peneliti
dalam
penyelidikan
KLB
chikungunya memilih kontrol pada keluarga/tetangga yang terdekat
dengan kasus. Dalam kenyataannya pemilihan kontrol ini masih terdapat
kelemahan/kesulitan
Hal
ini
terkait
dengan
faktor
risiko
yang
berhubungan dengan faktor lingkungan. Lingkungan yang sama
pada
kasus dan kontrol akan mempengaruhi terhadap hasil dari penelitiaan.
27
Murti menjelaskan bahwa harus dihindari jangan sampai paparan
penelitian merupakan bagian dari faktor-faktor lingkungan yang tersebut,
sebab jika ini terjadi maka penaksiran hubungan paparan dan penyakit
akan menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya (Murti.B, 1997). Sehingga
dalam penyelidikan KLB, sebaiknya kontrol diambil dari daerah yang
bukan daerah
KLB tetapi mempunyai kesamaan karakteristik dengan
kasus dan daerah KLB.
.
28
BAB IV
HASIL PENYELIDIKAN
A. Pemastian Diagnosa
Pemastian diagnosis pada KLB ini dilakukan dengan cara
distribusi gejala klinis, membandingkan gejala klinis yang dialami
penderita dengan gejala klinis penyakit lainnya, dan pemeriksaan
laboroataorium. Hasil wawancara mengenai gejala klinis yang dialami
dan dirasakan penderita, diperoleh hasil seperti pada Tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Gejala Klinis pada KLB Chikungunya di Desa Aikmel
Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010
Gejala Klinis
Jumlah kasus
Frekuensi
Demam
159
100%
Nyeri sendi
159
100%
Sakit kepala
129
81,1%
Mual/muntah
95
59,7%
Ruam
Mata merah
Gatal
85
60
39
53,5%
37,7%
24,5%
Pada Tabel 7 menunjukan bahwa gejala klinis yang dialami
penderita sesuai dengan urutan gejala klinis terbesar dan yang dominan
adalah demam, nyeri sendi, sakit kepala, mual/muntah, ruam, mata merah
dan gatal.
Selanjutnya
pemastian
diagnosis
dilakukan
dengan
cara
mencocokkan gejala / tanda penyakit yang terjadi pada individu/penderita
dengan gejala yang ada di teori dalam buku Communicable Diseases
Manual, berdasarkan rekomendasi Depkes meliputi 3 (tiga) gejala utama
yaitu demam, nyeri pada persendian, dan bintik-bintik merah pada kulit
(ruam) dan gejala lainnya seperti sakit kepala, mual/muntah, gatal-gatal,
mata merah (Depkes RI, 2007).
29
Untuk mempertegas diagnosis tersebut, dilakukan juga dengan
cara membandingkan dengan penyakit lainnya berdasarkan gejala klinis.
Hal ini dilakukan untuk menghindari kerancuan, yaitu adanya KLB
chikungunya dengan KLB DBD, campak, malaria dan demam typoid.
Perbedaan diagnosis berdasarkan gejala klinis dengan penyakit lainnya
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Perbedaan Diagnosis Berdasarkan Gejala Klinis
Gejala klinis
+
+
+
+
+
-
Demam
typoid
+
+
+
-
Gejala pd
saat KLB
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
-
Chikungunya
DBD
Campak
Malaria
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
Nyeri sendi
Demam
Ruam
Sakit kepala
Mual/muntah
Mata merah
Renjatan (shock)
Pedarahan
Nyeri ulu hati
Batuk
Pilek
Kulit bersisik
Diare
Bercak koplek di
muka
Mengigil
Kejang
Ikterus
Berkeringat
Rose spot
Sumber : Control of Communicable Diseases Manual, 2000.
Berdasarkan Tabel 8 gejala klinis penderita pada KLB di Desa
Aikmel mendekati
gejala klinis chikungunya. Dengan demikian dapat
diduga bahwa KLB yang terjadi adalah chikungunya. Hasil identifikasi
sebanyak 85 penderita kasus mempunyai gejala-gejala utama demam,
nyeri sendi dan ruam disertai dengan gejala lainnya seperti sakit kepala,
mual/muntah, gatal-gatal dan mata merah.
Untuk mendukung diagnosis berdasarkan gejala klinis, pada KLB
ini dilakukan juga konfirmasi laboratorium dengan cara pemeriksaan
30
serologis, yaitu dengan pengambilan sampel darah pada beberapa
penderita (6 orang) yang memiliki gejala demam mendadak, nyeri sendi
dan ruam
dengan melakukan vena punksi untuk mengambil darah vena
sebanyak 5-7 cc kemudian dimasukkan ke dalam tabung kaca yang
menggunakan penutup, dan didiamkan selama 10-15 menit sampai darah
membeku. Setelah itu dilakukan sentrifugasi (sentrifuge) 1500 rpm selama
± 10 menit untuk memisahkan serumnya oleh Balai Laboratorium
Kesehatan Masyarakat (BLKM) Provinsi NTB. Serum yang telah terbentuk
dipisahkan dengan menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabung
sampel dengan tutup ulir yang sudah diberi identitas pasien kemudian
sampel disimpan di dalam lemari pendingin. Selanjutnya di kirim ke Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Puslitbangkes) Depkes.
B.
Penetapan KLB
Penetapan KLB Chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel
Kabupaten Lombok Timur berdasarkan pada pada laporan W1 (laporan
KLB/wabah/24 jam) dengan didukung laporan mingguan W2 Puskesmas
Aikmel serta membandingkan data surveilans Puskesmas Aikmel dalam
kurun 5 tahun terakhir.
Gambar 2. Jumlah Kasus Chikungunya di Puskesmas Aikmel
Kabupaten Lombok Timur Tahun 2005-2010
Sumber : Laporan W2 Puskesmas Aikmel Tahun 2010
*Tahun 2010 Bulan Januari-Mei.
31
Berdasarkan analisis data W2 yang diperoleh dari Puskesmas
Aikmel selama kurun waktu 5 tahun terakhir dilaporkan bahwa belum ada
penderita/kasus yang memiliki gejala klinis seperti demam chikungunya.
Tetapi pada
tahun 2010, dilaporkan pada minggu ke 5/6 atau sekitar
minggu ke-2 Bulan Februari 2010 tercatat sebanyak 8 orang pasien yang
berobat ke Puskesmas Aikmel dengan gejala mirip chikungunya seperti
demam, nyeri persendian, dan ruam pada kulit.
Penetapan KLB mengacu juga pada Keputusan Dirjen PPM&PLP
No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi
dan Penanggulangan KLB diantaranya menyebutkan bahwa apabila di
daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak
ada/dikenal maka bisa dikatakan KLB dan
Pedoman KLB Depkes RI
(2007), bahwa definisi operasional KLB chikungunya adalah apabila
ditemukan lebih dari satu penderita chikungunya di suatu desa/kelurahan
yang sebelumnya tidak pernah ditemukan penderita.
C.
Deskripsi KLB
1. Daftar Kasus
Proses pertama kalinya ditemukan kasus dan peningkatan kasus
serta terjadinya KLB chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel
Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 3.
Intervensi
(PSN, KIE, Abatisasi, Fogging)
Intervensi
(PSN, KIE, Abatisasi, Fogging)
Gambar 3. Distribusi Kasus Chikungunya Menurut Tanggal Sakit di Desa Aikmel
Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok TimurTahun 2010.
32
Kasus KLB chikungunya ditemukan pertama kali pada tanggal 7
Februari 2010, kemudian pada tanggal 8 Februari 2010 bertambah 2
orang. Pada tanggal 15 Februari 2010 ditemukan lagi penderita 1 orang,
tanggal 20 Februari 2010 sebanyak 3 orang dan tanggal 22 Februari 2010
dan 24 Februari 2010 masing-masing 1 orang. Pada tangal 1dan 2 Maret
2010, terjadi penambahan kasus masing-masing 1 orang, dan terus terjadi
peningkatan sampai dengan tanggal 28 Maret 2010. Pada tanggal 25
Maret 2010 telah dilakukan intervensi berupa penyuluhan, PSN, abatisasi
dan Foging. Sehingga pada tanggal 29-31 Maret 2010 tidak ditemukan
kasus. Tetapi pada tanggal 1 April 2010 kasus ditemukan lagi sebanyak 1
orang dan pada tanggal 3 April 2010 bertambah sebanyak 3 orang
selanjutnya terjadi peningkatan sampai dengan tanggal 27 April 2010.
Pada tanggal 26 April 2010, dilakukan kembali penyuluhan, PSN,
abatisasi dan Foging. Kemudian kasus turun dan kasus terakhir tanggal
17 Mei 2010 sebanyak 1 orang.
2.
Deskripsi Kasus Berdasarkan Tempat, Orang dan Waktu
a.
Distribusi kasus berdasarkan tempat
Kasus chikungunya tersebar di 6 dusun. Penyebaran kasus
berdasarkan tempat dapat dilihat pada Gambar 4.
33
Desa
Aikmel Utara
AR=0,49
Banjarsari
DESA LENEK
K. Karya
Cepak daya
AR=0,48
D. Bagek Barat
Desa Aikmel
Pgk. Daya
AR=0,59
Batu Belek
AR=1,68
D. Bagek Timur
Desa
Kb. Kerang
Ds. Beruk
Pungkang lauk
Kp. Remaja
AR=0,73
Cepak Lauk
AR=0,94
DESA KALI JAGA
Gambar 4. Peta Distribusi Kasus Berdasarkan Tempat di Desa Aikmel
Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2009
Sumber : Profil Puskesmas Aikmel Tahun 2009
= Jumlah kasus 1-2 orang
= Index kasus
= 1 Sampel positif chikunguya
Jumlah kasus terbanyak yaitu di Dusun Bagek Timur sebanyak 34
kasus. Angka serangan atau Attack Rate (AR) sebesar 0,83% dan tidak
ada kasus yang meninggal atau Case Fatality Rate (CFR) adalah 0.
Secara rinci Angka serangan atau Attack Rate (AR) dapat dapat dilihat
pada Tabel 9.
34
Tabel 9. Angka Serangan atau Attack Rate (AR) Chikungunya
Berdasarkan Tempat di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel
Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010
Umur
Populasi
Kasus
Meninggal
AR(%)
CFR(%)
Dasen Bagek Barat
Dasen Bagek Timur
Cepak Daya
1,693
2,023
1,468
10
34
7
0
0
0
0.59
1.68
0.48
0
0
0
Cepak Lauk
Kampung Karya
1,389
2,437
13
12
0
0
0.94
0.49
0
0
Kampung Remaja
1,237
9
0
0.73
0
10,247
85
0
0.83
0
Jumlah
Pada Tabel 9 tampak AR tertinggi terjadi di Dusun Dasen Bagek
Timur yaitu1,68% dan kasus yang AR terendah di Dusun Cepak Daya
sebanyak 7 orang dengan AR 0,48%.
b. Distribusi kasus berdasarkan orang
Distribusi kasus berdasarkan orang menurut jenis kelamin pada
KLB chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok
Timur Tahun 2010 tampak pada Tabel 10.
Tabel 10. Distribusi Kasus Menurut Jenis Kelamin Pada KLB Chikungunya
di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur
Tahun 2010
Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Jumlah
Populasi
Jumlah
Kasus
AR(%)
4,997
5,250
32
53
0.64
1.01
10,247
85
0.83
Pada Tabel 10 terlihat bahwa lebih besar populasi yang terkena
chikungunya adalah perempuan sebanyak 53 orang dengan AR sebesar
1,01%. Sementara laki-laki sebanyak 32 orang dengan AR sebesar
0,64%.
35
Tabel 11. Distribusi Kasus Menurut Golongan Umur Pada KLB Chikungunya
di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur
Tahun 2010
Golongan
Umur
0-4
5-14
15-24
25-34
35-44
45-54
55-60
60+
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Pddk
Penderita
1,261
0
1,958
7
1,939
8
1,670
17
1,326
20
1,156
22
443
9
494
2
10,247
AR
(%)
85
0
0.36
0.41
1.02
1.51
1.90
2.03
0.40
Jumlah
Meninggal
0
0
0
0
0
0
0
0
0.83
0
CFR
(%)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Pada Tabel 11 terlihat bahwa populasi yang mempunyai angka
serangan (Attack Rate) terkena chikungunya lebih banyak pada golongan
umur di atas 25 tahun dengan AR terbesar yaitu pada golongan umur 5560 tahun sebesar 2,03%, selanjutnya umur 45-54 tahun ke atas AR
1,90%, umur 35-44 AR 1,51%, umur 25-34 AR 1,02%. Pada KLB ini tidak
ditemukan penderita pada golongan umur 0-4 tahun.
Tabel 12. Distribusi Penderita Menurut Pekerjaan Pada KLB Chikungunya
di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur
Tahun 2010
Jenis Pekerjaan
Jumlah
%
Tidak bekerja/IRT
Tani/Buruh/Peternak
Daging/Pedagang
Swasta
Pelajar/Mahasiswa
PNS/Guru
32
27
11
5
8
2
37.6
31.8
12.9
5.9
9.4
2.4
Jumlah
85
100
36
Pada Tabel 12 tampak jenis pekerjaan penderita lebih tidak
bekerja atau sebagai ibu rumah tangga 3,6% dan tani/buruh/peternak
sebesar 31,8%.
Tabel 13. Distribusi Penderita Menurut Pendidikan Pada KLB Chikungunya
di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur
Tahun 2010
Jenis Pendidikan
Tidak sekolah
Tidak Tamat SD
SD
SMP/Sederajat
SMA/Sederajat
D III/Sarjana
Jumlah
Jumlah
6
5
39
17
13
5
%
7,1
5,9
45,9
20,0
15,3
5,8
85
100
Berdasarkan Tabel 13 sebagian besar penderita mempunyai latar
belakang pendidikan rendah yaitu SD sebesar 45,9%, SMP/Sederajat
sebesar 20,0%.
c. Distribusi Kasus Berdasarkan Waktu
Berdasarkan waktu, perjalanan kasus chikungunya dimulai
tanggal 7 Februari 2010 dengan seorang penderita dan ada 2 puncak
yang terjadi yaitu puncak pertama pada tanggal 26 Maret 2010 dengan
kasus sebanyak 7 kasus dan puncak kedua pada tanggal 29 April 2010
dengan kasus sebanyak 8 orang. Untuk lebih jelasnya dapat diamati pada
Gambar 5.
37
Lama paparan
Masa inkubasi terpanjang
Masa inkubasi terpendek
Gambar 5. Kurva Epidemik KLB Chikungunya di Desa Aikmel
Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur
Tahun 2010
Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa tipe kurva epidemik
(epidemic curve) adalah tipe propagated, yang berarti terjadi penularan
terus menerus dalam satu tempat.
Hal ini dapat menggambarkan bahwa sumber penularan bukan
merupakan faktor tunggal, dengan kata lain bahwa sumber penularan
lebih dari satu orang atau telah terjadi penularan penderita chikungunya
secara terus menerus dari kasus-nyamuk-orang sehat.
Diketahui bahwa epidemi mulai terjadi antara tanggal 7 Februari
2010 dan berakhir tanggal 5 Mei 2010. Masa inkubasi chikungunya adalah
3 sampai 11 hari (CDC,2000). Dengan menarik garis ke belakang sebesar
masa inkubasi terpendek (3 hari dari kasus I), diduga kasus pertama
terpapar 3 hari sebelumnya yaitu tanggal 4 Februari 2010 dan
masa
inkubasi terpanjang (11 hari dari kasus terakhir), diduga kasus terakhir
terpapar sebelum tanggal 6 Mei 2010. Dengan demikian diperoleh
gambaran bahwa paparan terjadi di antara tanggal 4 Februari 2010
sampai dengan tanggal 6 Mei 2010 dengan lama paparan selama 91 hari.
38
3. Populasi risiko tinggi
Populasi
yang
individu/masyarakat
mempunyai
risiko
tinggi
adalah
yang berada ditempat KLB, atau di daerah yang
berbatasan dengan daerah KLB serta individu yang datang ke tempat KLB
selama masa KLB (masa penularan) berlangsung.
D. Identifikasi Sumber dan Cara Penularan
1. Sumber Penularan
Identifikasi sumber penularan dari orang ke orang dilakukan
dengan menemukan kontak primer (index case) dengan agen selanjutnya
terjadinya
kontak
dengan
orang
sehat
yang
menyebabkan
KLB(Bres,1995). Agen dapat dilakukan dengan cara
pemeriksaan
serologis. Dalam KLB ini telah dikirim ke Puslitbangkes sebanyak 6
sampel yang diambil dari kasus akut (penderita masih dalam periode
masa inkubasi). Dari 6 sampel yang dikirim sebanyak 5 sampel yang
dapat diperiksa dan 1 sampel diantaranya positif. Ini menunjukan bahwa
penderita mengandung virus chikungunya atau terdapat agen penyebab
penyakit
chikungunya
yaitu
alphavirus.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan bahwa KLB di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten
Lombok Timur
adalah KLB chikungunya dengan gejala demam
mendadak, nyeri sendi, ruam dan dengan gejela klinis lainnya seperti sakit
kepala, mual/muntah, mata merah dan gatal.
Untuk mengetahui penularan chikungunya dilakukan dengan
wawancara kepada 85 penderita yang tersebar di 6 dasen yaitu Dasen
Bagek Barat, Dasen Bagek Timur, Capuk Daya, Capuk Lauk, Kampung
Karya dan Kampung Remaja yang masing-masing lokasi jaraknya
berdekatan. Hasil wawancara ini dapat diketahui index kasus dan cara
penularanya pada tiap-tiap dasen sebagai berikut :
39
a.
Dasen Bagek Barat
Kasus pertama (index case) terjadi pada bapak SR (35 tahun),
pekerjaan PNS, muiai sakit tanggal 7 Februari 2010, setelah pulang dari
kunjungan kerja di Labuhan Haji Kecamatan Korleko Kabupaten Lombok
Timur.
Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok
Timur bahwa daerah ini telah terjadi KLB chikungunya pada awal Bulan
Februari 2010. Diperkirakan kasus pertama ini kontak dengan teman kerja
atau warga yang sebelumnya menderita chikungunya.
Dari diskripsi
waktu, penderita terpapar 3 hari sebelumnya yaitu tanggal 4 Februari
2010. Menurut teori penularan (Depkes, 2003) bila nyamuk Aedes aegypti
setelah mengigit orang yang veremia (di dalam darah mengadung virus
chik) waktu perkembangbiakan virus dalam kelenjar liur nyamuk sampai
dapat menularkan pada manusia yang berkisar 8 – 10 hari akan menjadi
nyamuk yang infektif (penular) dan telurnya juga infektif karena virusnya
dapat menembus dinding telur, siklus telur sampai menjadi nyamuk
membutuhkan waktu 18 hari. Sehingga di mungkinkan pada masa KLB di
Labuhan Haji, penderita terinfeksi pada masa nyamuk infektif.
Selanjutnya penularan terjadi kepada Z (32 tahun) dan S (30
tahun), penderita Z adalah istri dari SR adalah tetangga. Keduanya mulai
sakit pada tanggal 8 Februari 2010. Penularan terjadi dimungkinkan
melalui kontak serumah dan tetangga. Pada tanggal 15 Februari 2010,
ibu IQH (50 tahun) tetangga Z dan S mulai sakit. Kasus muncul lagi pada
pada tanggal 3 Maret 2010 atas nama ibu IQA (60 tahun) dan tanggal 4
Maret 2010 atas nama ibu SKR (20 tahun). Dimungkinkan penularan
melalui tetangga. Pada tanggal 10 Maret 2010, muncul kembali kasus
sebanyak 2 orang yaitu Bapak NZ (48 tahun) dan Bapak SPN (50 tahun)
bekerja sebagai petani. Penularan dimungkinkan melalui kontak tetangga.
Kasus ini terus bertambah tanggal 15 Maret 2010 sampai dengan kasus
terakhir tanggal 7 April 2010 adalah Ibu ADR (28 tahun) bekerja sebagai
ibu rumah tangga.
40
b. Dasen Bagek Timur
Kasus pertama terjadi pada bapak ANW (35 tahun) yang bekerja
sebagai Kepala Dusun di Dasen Bagek Timur pada tanggal 20 Februari
2010. Diperkirakan kasus pertama ini kontak
melalui tetangga yaitu
dengan ibu IQH (50 tahun) yang lokasinya berdekatan/perbatasan Dusun
Dasen Bagek Timur dan Dusun Dasen Bagek Barat. Hal ini berkaitan
dengan
aktifitas
pekerjaannya
sebagi
kadus
yang
sering
keliling/berkunjung ke rumah-rumah. Kemudian kasus muncul lagi pada
tanggal 25 Februari 2010 atas nama ibu IQS (37) bekerja sebagai ibu
rumah tangga. Penularan ini dimungkinkan
melalui kontak tetangga
dengan bapak ANW. Pada tanggal 2 Maret 2010 kasus bertambah
sebanyak 2 orang yang keduanya bertetanggaan dan bekerja sebagai
buruh tani dan tani yaitu bapak MY (45 tahun) dan AMY (60 tahun).
Selanjutnya kasus bertambah 1 orang pada tanggal 3 Maret 2010 yatu
yaitu SIF(7 tahun) pelajar sekolah dasar yang berdekatan rumahnya
dengan
AMY. Di dasen ini, dari
tanggal 3 Maret 2010 kasus terus
bertambah sampai dengan kasus terkahir pada tanggal 26 April 2010
yaitu bapak WDI (41 tahun) yang diktehui tidari minggu ke-12 samak
bekerja.
c. Dasen Cepak Daya
Di dusun ini kasus pertama adalah bapak AS (40 tahun) mulai
sakit tanggal 10 Maret 2010. Penularan dimungkinkan bisa dari teman
atau tetangga dikarenakan aktifitas penderita yang bekerja sebagai
swasta atau sedang berkunjung ke Dasen Bagek Barat. Kasus kedua
yaitu ibu FTM (43 tahun) tetangga AS bekerja sebagai peternak mulai
sakit tanggal 15 Maret 2010. Kemudian kasus bertambah mulai tanggal 20
Maret 2010 sebanyak 1 orang yaitu Ibu ENI (47 tahun) bekerja sebagai
pedagang. Penularan dimungkinkan melalui kontak dengan ibu FTM.
Selanjutnya kasus bertambah dari tanggal 21-27 Maret 2010 sebanyak 5
41
orang dengan kasus terakhir adalah ibu IQC(55 tahun) yang diketahui
tidak bekerja.
d. Dusun Cepak Lauk
Pertama kali kasus muncul pada tanggal 20 April 2010 yaitu ibu
KRN (32 tahun) yang bekerja sebaga ibu rumah tangga. Penularan ini
dimungkinkan kontak dengan tetangga yang berlokasi di Dusun Bagek
Timur. Dikarenakan dusun ini saling berdekatan. Pada tanggal 21 April
2010 tetangga penderita sebanyak 2 orang mulai sakit yaitu ibu IS (55
tahun) bekerja sebagi tani dan bapak BDR (35 tahun) bekerja sebagai Ka.
RT. Penularan ini dimungkinkan melalui kontak tetangga. Kemudian kasus
bertambah lagi pada tanggal 24 April 210 sampai dengan tanggal 2 Mei
2010 sebanyak 12 orang dengan kasus terakhir
adalah ibu NRS(30
tahun) bekerja sebagai ibu rumah tangga.
e. Dusun Kampung Karya
Di dusun ini kasus pertama pada tanggal 23 Maret 2010 yaitu
bapak PPR (55 tahun) bekerja sebagai petani dan kedua ibu KTI (28
tahun) bekerja sebagai ibu rumah tangga mulai sakit tanggal 5 April 2010.
Keduanya adalah tetangga dekat. Adanya kasus tersebut dimungkinkan
adanya kontak dengan tetangga yang diperkirakan penderita pernah
berkunjung ke Dusun Bagek Barat dimana pada tanggal 15 Maret 2010
sampai dengan 7 April 2010 masih ada penularan kasus. Pada tanggal 12
April 2010 kasus bertambah sebanyak 2 orang yaitu ibu IQM(40 tahun)
yang tidak bekerja dan bapak PPK (70 tahun) bekerja sebagai petani.
Kemudian kasus bertambah pada tanggal 15 April sampai dengan 1 Mei
2010 sebanyak 7 orang dengan kasus terkahir adalahibu BQS(30 tahun)
bekerja sebagai rumah tangga. Penularan ini ini dimungkinkan adannya
kontak antar tetangga.
42
f. Dusun Kampung Remaja
Dusun ini merupakan dusun terakhir yang terjadinya chikungunya
dari dusun-dusun tersebut di atas. Kasus pertama yaitu ibu MDH (47
tahun) sebagai ibu rumah tangga yang mulai sakit tanggal 3 April 2010.
Adanya kasus ini dimungkinkan kontak tetangga dengan penderita yang
berasal dari Dasen Bagek Timur dan sebelumnya pernah berkunjung ke
dusun ini sekitar 5-6 hari sebelumnya.
Kemudian tanggal 5 April 2010, ditemui lagi kasus sebanyak 1
orang yaitu ibu FRH (45 tahun) bekerja sebagai PNS di Desa Aikmel.
Penularan ini dimungkinkan adanya kontak tetangga. Selanjutnya kasus
bertambah sebanyak 7 orang mulai tanggal 11-13 April 2010 sebanyak 2
orang, tanggal 27 dan 28 April sebanyak 2 orang dan tanggal 7-17 Mei
2010 sebanayk 3 orang dengan kasus terakhir tanggal tanggal 17 Mei
2010 yaitu ibu hindun (34 tahun) sebagai ibu rumah tangga. Penularan
dimungkinkan karena kontak antar tetangga. Kasus ini adalah kasus
terakhir dari lamanya paparan selama KLB di Desa Aikmel.
2. Cara Penularan
Penyakit chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya dan
ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti, penularan penyakit chikungunya
terjadi apabila penderita yang sakit (viremia) digigit oleh nyamuk penular,
kemudian nyamuk tersebut mengigit orang lain yang sehat. Biasanya
penularan terjadi pada satu rumah, tetangga dan cepat menyebar ke
suatu wilayah (Depkes, 2007). Mekanisme penularan tersebut dapat
diuraikan pada gambar sebagai berikut :
43
DBB
SR(L,35)
7/2/10
(index case)
DBT
Z(P,32)
Istri
S(P,30)
Tetangga
8/2/10
IQH(P,50)
15/2/10
(tetangga)
IQA(P,60)
3/3/10
(tetangga)
SKR(P,20)
4/3/10
(tetangga)
NZ(L,48)
SPN (L,50)
10/3/10
(tetangga)
Kasus
15/3/10-7/4/10
Kasus terkahir
Tgl 7/4/10
ANW(L,35)
20/2/10
(Tetangga)
IQS(P,37)
25/2/10
(Tetangga)
MY(L,45)
AMY(L,60)
2/3/10
(Tetangga)
YIF(P,7)
3/3/10
(tetangga)
Kasus
3/3/10-26/4/10
Kasus terkahir
(26/4/10)
AS(L,40)
10/3/10
(Tetangga)
FTM(P,43)
15/3/10
(Tetangga)
ENI(P,47)
20/3/10
(Tetangga)
CD
CL
KRM(P, 32)
20/4/10
(Tetangga)
KK
PPR(L,55)
23/3/10
(Tetangga)
KR
KTI(P,28)
5/4/10
(Tetangga)
MDH(P,47)
3/4/10
(Tetangga)
FRH(P,45)
5/4/10
(Tetangga)
IS(P,55)
BDR(L,35)
21/4/10
(Tetangga)
IQM(P,40)
12/4/10
(Tetangga)
Kasus
27/4/10
Kasus terkahir
IS(P,55)
BDR(L,35)
24/4/10
(Tetangga)
PPK(L,70)
ISI(57)
12/4/10
(Tetangga)
Kasus
2/5/10
Kasus terkahir
Kasus
1/5/10
Kasus terkahir
Kasus
17/5/10
Kasus terakhir
Gambar 7. Dinamika Penularan KLB Chikungunyadi Desa Aikmel
Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010
Dari hasil wawancara kepada penderita, cara penularan penyakit
chikungunya pada KLB chikungunya di Desa Aikmel dapat tampak pada
Tabel 14.
Tabel 14. Cara Penularan Penyakit pada Kejadian Luar Biasa Chikungunya
di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur
Tahun 2010
Cara Penularan
Jumlah
Serumah ada menderita Chikungunya
Tetangga ada menderita Chikungunya
Tempat kerja/sekolah menderita Chikungunya
Tamu yang menderita Chikungunya
Berpergian ke luar daerah ada Chikungunya
%
75
76
18
0
88.2
89.4
21.2
0
1
1.2
Pada Tabel 14 diketahui bahwa cara penularan penyakit
chikungunya disebabkan adanya
kontak dengan tetangga sebesar
89,4%, serumah sebesar 88,2%, tempat kerja/sekolah sebesar 21,2%,
44
dan berpergian keluar daerah sebesar 1,2%. Pada KLB ini tidak
ditemukan adanya penularan melalui kontak dengan adanya tamu yang
menderita chikungunya ke daerah KLB.
Faktor
risiko
yang dapat menyebabkan terjadinya penularan
sehingga menyebabkan KLB chikungunya adalah kondisi lingkungan
terutama
tempat
perkembangbiakan
nyamuk
berupa
tempat
penampungan air didalam rumah dan luar rumah. Hasil pemantauan jentik
Aedes aegypty pada KLB chikungunya di Desa Aikmel tampak pada
Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Survey Jentik pada Kejadian Luar Biasa Chikungunya
di Desa Aikmel Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010.
Observasi Lingkungan
Jumlah
%
Jentik pada penampungan air
53
62.4
Jentik pada kaleng/ban bekas disekitar rumah
Jentik pada pot bunga
41
4
24.1
2.4
Jentik pada tempat minum burung
Rumah ada jentik
2
53
1.2
62.4
Pada Tabel 15 diketahui bahwa dari 85 rumah penderita, sebesar
62,4% ditemukan jentik. Dari rumah tersebut sebesar 62,4% ditemukan
jentik di dalam rumah pada TPA (bak mandi) dan diluar rumah ditemukan
jentik pada kaleng/ban bekas 24,1%, pot bunga 2,4% dan tempat minum
burung 1,2%. Pengamatan juga dilakukan dengan memeriksa TPA
didalam rumah dan dilluar rumah, ember, bambu pada pagar, botol dan
potensi tempat lainya yang dapat menampung air.
Beberapa faktor risiko yang dapat diamati berhubungan dengan
kejadian KLB chikungunya di Desa Aikmel dilakukan analisis bivariat
dengan desain penelitian kasus kontrol yang bertujuan untuk menguji
hipotesis yang diajukan yaitu variabel perilaku (Penggunaan anti nyamuk,
PSN (3M), penggunaan kelambu, menggantungkan pakaian, memasang
kawat kasa di rumah) dan variabel lingkungan (rumah ada jentik)
berhubungan dengan kejadian KLB. Analisis ini menggunakan uji chi
45
square dengan program SPSS 16.0. Pengujian hipotesis didasarkan pada
taraf signifikan p<0,05.
Sedangkan untuk melihat seberapa besar
terjadinya outcome yang mungkin terjadi pada populasi dapat dilihat dari
nilai
odds ratio (OR) dan confident interval (CI) 95%. Hasil analisis
bivariat tampak pada Tabel 16.
Tabel 16. Analisis Bivariat Beberapa Faktor Risiko Yang Berhubungan
Dengan Kejadian KLB Chikungunya di Desa Aikmel
Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur
Tahun 2010
Kasus
(n)
Variabel
Kontrol
(n)
cOR
(95%CI)
Nilai p
Penggunaan anti nyamuk
Ya
Tidak
22
63
13
72
0.517
(0.241-1.111)
0.129
33
52
17
68
2.538
(1.276-5.049)
0.012*
2
2
1.000
83
83
0.795
(0.138-7.268)
Ya
72
51
0.001*
Tidak
13
34
3.692
(1.774-7.684)
3
82
1
84
3.073
(0.313-30.152)
53
32
24
61
4.210
(2.209-8.021)
PSN (3M)
Ya
Tidak
Penggunaan kelambu
Ya
Tidak
Menggantungkan pakaian
Memasang kawat kasa
Ya
Tidak
Rumah ada jentik
Ya
Tidak
0.613
0.000*
Keterangan : p value* = bermakna (p<0,05), cOR=Crude Odds Ratio
Pada Tabel 16
diketahui bahwa faktor risiko yang berhubungan
secara bermakna secara stattistik dengan kejadian KLB pada variabel
perilaku adalah perilaku PSN (3M) (cOR=2.538, 95%CI=1,276-5.049, p
value=0,012), menggantungkan pakaian (cOR=3,692, 95%CI=1,7747,684, p value=0,001), dan variabel lingkungan adalah rumah ada jentik
(cOR=4,210, 95%CI=2,209-8,021, p value=0,000).
46
Dari 6 variabel yang diteliti sebanyak 3 variabel yang dapat
memenuhi kriteria antara lain variabel PSN (3M), menggantungkan
pakaian, dan rumah ada jentik (House index). Sedangkan 3 variabel
lainnya yaitu penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu dan
pemasangan kawat kasa tidak dimasukan dalam analisis multivariat.
Untuk melihat variabel yang berpengaruh terhadap kejadian KLB,
dilakukan analisis multivariat pada variabel-variabel secara statistik
bermakna. Uji statistik yang digunakan
adalah regresi logistik dengan
tingkat kemaknaan p< 0,05 dan interval kepercayaan (CI) 95%. Odds ratio
diperoleh dari nilai eksponential (ß) tujuannya untuk mengetahui kuatnya
hubungan antara variabel bebas dan variabel lain dengan variabel terikat.
Hasil analisis multivariat pada tabel 17.
Tabel 17. Analisis Multivariat Beberapa Faktor Risiko Yang Berhubungan
Dengan Kejadian KLB Chikungunya di Desa Aikmel
Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur
Tahun 2010
Variabel
B
S.E.
Wald
Rumah ada jentik
1.236
0.344
12,936
Menggantungkan
pakaian
1.037
0.398
PSN (3M)
0.838
Constant
-4,660
df
Sig.
Exp(B)
95%CI
1
0.006
3.443
1.755-6.753
6,770
1
0.009
2.820
1.291-6.158
0.378
4.905
1
0.027
2.311
1.101-4.891
0.967
23.204
1
0.000
0.009
Pada Tabel 17 menunjukan bahwa dari analisis multivariat 3
variabel yang bermakna secara statistik, diketahui variabel rumah ada
jentik mempunyai risiko lebih besar yaitu 3,443
kali (aOR=3,443,
95%CI=1,755-6,752) untuk terjadinya KLB chikungunya di Desa Aikmel
Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur dibandingkan variabel
lainnya.
47
E. Kegiatan Penanggulangan yang Telah Dilaksanakan
Beberapa kegiatan penanggulangan yang telah dilaksanakan
antara lain :
1. Perawatan dan Pengobatan Penderita
Kegiatan ini dilakukan sesegera mungkin dengan cara melakukan
perawatan
kepada
penderita
yang
secara
klinis
perlu
dilakukan
perawatan, kunjungan langsung ke lokasi untuk melakukan pengobatan
masal oleh Tim KLB yang telah dibentuk oleh Puskesmas Aikmel dan
Dinas
Kesehatan
epidemiologi.
Kabupaten
Upaya-upaya
Lombok
kegiatan
Timur
yang
dan
telah
penyelidikan
dilakukan
oleh
psukesmas dan aktifitas masyarakat untuk berobat tampak pada Tabel 18.
Tabel 18. Perawatan dan Pengobatan Penderita Chikungunya pada
KLB Chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel
Kabupaten Lombok Timur Tahun 2010
Pelayanan
Tidak berobat
Mantri/perawat
Bidan
Dokter
Puskesmas
Rumah Sakit
Jumlah
16
14
0
16
39
0
%
9.4
8.2
0
9.4
22.9
0
85
100
Jumlah
Pada Tabel 18 diketahui bahwa penderita telah dilakukan
perawatan/pengobatan di Puskesmas Aikmel sebesar 39,0%. Sedangkan
lainnya berobat ke tempat praktek mantri/perawat sebesar 21,4%, dokter
sebesar 15,1%, bidan sebesar 2,5% dan rumah sakit sebesar 0,6%.
Diketahui juga bahwa penderita tidak berupaya berobat ke sarana
kesehatan tetapi mengobati sendiri dengan cara membeli obat penurun
panas/demam di toko obat atau warung bahkan ada asumsi dari
masyarakat kalau penyakit ini dapat diobati atau sembuh dengan cara
meminum minuman soft drink(sprite).
48
2.
Penyuluhan
Penyuluhan
kesehatan
dilakukan
pada
saat
melakukan
pengobatan pada minggu ke- 3 Bulan Maret 2010 dan minggu ke-4 Bulan
April 2010. Kegiatan ini dilakukan agar masyarakat memahami betapa
pentingnya kesehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) dalam upaya pencegahan terhadap terjadinya penyakit demam
chikungunya dan penyakit menular lainnya yang bersumber dari vektor
nyamuk.
Bekerja sama dengan petugas Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Puskesmas Aikmel Karyasiswa FETP melakukan penyuluhan kepada
Guru-guru UKS SD di wilayah Kecamatan Aikmel tentang penyakit
chikungunya, penyebab, cara penularan, PSN dan faktor risiko terjadinya
chikungunya sehingga menyebabkan KLB.
3. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN), abatisasi dan Pengasapan
(Fogging).
Kegiatan ini dilakukan setelah dilakukan pengobatan dan
penyuluhan pada minggu ke-3, tanggal 22-23 Maret 2010 dan Minggu ke4 Bulan April 2010 tanggal 25-26 oleh petugas puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Lombok Timur dibantu oleh masyarakat. Kegiatan
ini diawali dengan PSN yang dibantu oleh masyarakat, pemberian abate
(abatisasi) dan pengasapan (Fogging).
4. Penyelidikan KLB
Kegiatan penyelidikan dilaksanakan oleh Tim Puskesmas dan
Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur Pada tanggal 22-23 Maret
2010 dan dengan karya siswa FETP dan Dinas Kesehatan Provinsi pada
tanggal 26 April 2010 sampai dengan 17 Mei 20010. Pada kegiatan ini
dilakukan pengamatan kejadian KLB pada saat sebelum kejadian, pada
saat kejadian dan memantau adanya kasus tambahan atau kasus baru di
49
daerah KLB di Dusun Bagek Barat, Dusun Bagek Timur, Dusun Cepak
Daya, Dusun Cepak Lauk, Dusun Kampung Karya dan Dusun kampung
Remaja.
50
BAB V
PEMBAHASAN
A. Memperoleh kepastian terjadinya KLB demam chikungunya
Chikungunya atau demam chik sekarang
perhatian. Penyakit ini
ini perlu mendapat
bersifat self limiting diseases. Keberadaanya
walaupun tidak menyebabkan kematian tetapi seringkali menimbulkan
resah atau kecemasan di masyarakat karena dapat menyebabkan
kesakitan dengan jumlah kasus yang banyak serta menimbulkan kejadian
luar biasa.
Di Desa Aikmel penyakit chikungunya belum pernah ditemukan
hal ini berdasarkan data surveilans Puskesmas Aikmel pada tahun 20052009. Dengan ditemukannya kasus chikungunya pertama kali pada
tanggal 7 sebanyak 1 orang (jumlah kasus bulan Februari 2010 adalah 8
orang) dengan gejala demam, nyeri sendi dan ruam
dan mengalami
peningkatan kasus pada bulan Maret dan April 2010
sampai dengan
berakhirnya kasus pada bulan Mei 2010 yang tersebar di 6 dusun, ini
menunjukan bahwa telah terjadi KLB chikungunya. Penetapan didasarkan
pada Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang
Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB yang
diantaranya menyebutkan bahwa apabila di daerah tersebut terdapat
penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/dikenal maka bisa dikatakan
KLB. Selain itu, penetapn KLB ini
didasarkan pada Pedoman KLB
Depkes RI (2007), bahwa definisi operasional KLB chikungunya adalah
apabila ditemukan lebih dari satu penderita chikungunya di suatu
desa/kelurahan yang sebelumnya tidak pernah ditemukan penderita.
B. Memastikan Diagnosis KLB Chikungunya
Sedangkan untuk memastikan kebenaran penyakit chikungunya
di Desa Aikmel, telah dilakukan pemasitian diagnosis dengan melihat
51
gejala-gejala yang dialami penderita kemudian dibandingkan
dengan
dasar teori pada buku (ICD-10, Control of Communicable Diseases
Manual, 2000), dan gejala klinis penyakit lainnya seperti DBD, campak,
malaria dan typhoid karena pada kenyataannya sering rancu dan mirip
dengan penyakit tersebut. Gejala-gejala klinis yang dialami penderita yaitu
demam (100%), nyeri sendi (100%), sakit kepala (81,1%), mual/muntah
(59,7%), ruam (53,5%), mata merah (37,7%) dan gatal (24,5%).
Berdasarkan kriteria kasus, maka dapat diidentifikasi jumlah kasus yang
memenuhi kriteria dengan tiga gejala klinis utama adalah 85 kasus dari
jumlah 159 penderita yang dilakukan wawancara.
Perbandingan gejala-gejala klinis seperti dijelaskan pada tabel 9
menunjukan bahwa gejala klinis yang dialami penderita sama dengan
halnya dengan gejala chikungunya. Dalam pedoman Depkes RI (2007)
tentang
Penyelidikan
dan
Penanggulangan
(Pedoman Epidemiologi Penyakit)
Kejadian
Luar
Biasa
menjelaskan bahwa gejala klinis
chikungunya dengan gejala utama yaitu demam mendadak, nyeri pada
persendian, dan ruam makulopapuler (kumpulan bintik-bintik merah) pada
kulit yang kadang-kadang disertai gatal dan gejala lainya yaitu sakit
kepala, nyeri otot, menggigil, kemerahan pada konjunktiva, pembesaran
kelenjar getah bening dibagian leher, mual, muntah. Dengan demikian
gejala-gejala klinis yang di alami cukup menunjukan bahwa gejala
tersebut merupakan gejala dari chikungunya.
Berdasarkan hasil wawancara, lamanya masing-masing gejala
klinis pada gejala-gejala dalam buku Depkes RI (2007) yaitu demam
bertahan 2-4 hari, nyeri sendi penderita terutama pada gejala utama yaitu
demam tinggi (1-4 hari), nyeri sendi (1-5 hari) dan ruam (1-5 hari).
Lamanya gejala-gejala ini diantara rentang lamanya tidak disebutkan
lamanya hari, ruam 1-10 hari setelah nyeri sendi. Nyeri sendi umumnya
bayak menyerang wanita dewasa. Sedangkan gejala lainnya yaitu sakit
kepala 1-3 hari, mual/muntah 1-2 hari, mata merah 1-2 hari dan gatal 1-2
hari. Lamanya hari pada gejala lainnya belum ada pembahasan.
52
Adanya perbedaan lamanya hari pada masing-masing gejala
dengan dasar teori dimungkinkan karena kerentanan dan kekebalan
masing-masin penderita.
Umumnya penderita sembuh secara spontan
dan diikuti dengan imunitas homolog yang berlangsung lama, terjadinya
serangan kedua oleh penyakit ini belum di ketahui. Infeksi yang tidak jelas
sering terjadi, terutama pada anak anak, pada kelompok ini yang jelas
jelas terlihat sakit sangat jarang. Pada saat terjadi wabah, poliartritis,
arthritis lebih sering terjadi pada wanita dewasa dan pada orang-orang
yang secara genetis memiliki fenotipe HLA DR7 Gm a+x+b+ (Control of
Communicable Diseases Manual, 2000).
Tahap berikutnya dilakukan pemeriksaan darah pada penderita.
Pemeriksaan ini sangat penting sebab
kasus dengan konfirmasi
laboratorium merupakan tingkatan/klasifikasi kasus pasti yang disarankan
oleh
WHO(Case
classification
(WHO
recommended
surveillance
standards, 1999). Demikian juga Depkes menyarankan bahwa selain
distribusi gejala dan tanda-tanda dari sekelompok yang dicurigai,
diagnosis dapat didukung pemeriksaan serologis (Depkes R, 2007).
Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh
Puslitbangkes Depkes, RI diketahui bahwa sebanyak 1 orang (1 sampel )
positif chikungunya. Penderita yang positif chikungunya adalah penderita
yang berlokasi di Dusun Bagek Timur. Ini menunjukan bahwa di daerah
tersebut sudah terdapat virus chikungunya.
C. Deskripsi Kasus Berdasarkan Tempat, Orang dan Waktu
1.
Distribusi kasus berdasarkan tempat
Berdasarkan tempat, kasus terbanyak KLB chikungunya di Desa
Aikmel lebih banyak di Dusun Bagek Timur dibandingkan dengan dusun
lainnya dengan jumlah kasus 34 orang, angka serangan atau Attack rate
(AR) sebesar 1,68% dan tidak ada kasus yang meninggal atau Case
Fatality Rate (CFR) adalah 0. Hal ini terjadi karena jumlah penduduk di
Dasen Bagek Timur lebih banyak dan lebih padat dengan rata-rata
53
penghuni 4-6 setiap rumah sedangkan dusun lainnya 4-5 orang.
Oktikasari (2006) dalam penelitiannya
menjelaskan juga bahwa
probabilitas KLB chikungunya yang padat penghuni sebesar 2,2 kali
dibandingkan pada subyek yang tidak padat penghuni. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium di dusun ini ditemukan positif chikungunya
artinya penyebab penyakit chikungunya yaitu alphavirus terdapat dusuin
ini. Dengan adanya agen ini, memungkinkan dalam masa inkubasi dan
masa viremia pada nyamuk akan terus terjadi penularan. Selain itu
dimungkinkan juga dengan aktifitas penduduk yaitu 31,8 adalah tani/buruh
tani yang biasa pergi ke ladang.
2. Distribusi kasus berdasarkan orang
Attack rate (AR) kasus chikungunya berdasarkan jenis kelamin di
lebih banyak menyerang pada perempuan dengan AR adalah 1,01%.
Sedangkan laki-laki AR adalah 0,64%. Hal ini dimungkinkan karena
penduduk Desa Aikmel sebagian besar atau 51,4% adalah perempuan.
Dari gejala klinis, ini sesuai dengan teori bahwa nyeri sendi yang
merupakan ciri khas penyakit chikungunya lebih banyak terutama dialami
oleh wanita dewasa (Depkes RI, 2007). Demikian juga dengan chin
(2000), menjelaskan bahwa pada saat terjadi wabah, poliartritis, arthritis
lebih sering terjadi pada wanita dewasa dan pada orang-orang yang
secara genetis memiliki fenotipe HLA DR7 Gm a+x+b+. Gambaran ini
terlihat pada diskripsi menurut umur.
Attack rate (AR) berdasarkan umur, lebih banyak pada golongan
umur di atas 25 tahun dengan AR terbesar yaitu pada golongan umur 5560 tahun sebesar 2,03%, selanjutnya umur 45-54 tahun ke atas AR
1,09%, umur 35-44 AR 1,51%, umur 25-34 AR 1,02%. Ha ini
dimungkinkan juga dengan
aktifitas penduduk di Desa Aikmel yaitu
sebesar 31,8% adalah petani/buruh/peternak.
54
3.
Distribusi Kasus Berdasarkan Waktu
Berdasarkan tipe kurva epidemik (epidemic curve) yaitu
tipe
propagated, menunjukan bahwa penularan KLB di Desa Aikmel terjadi
terus menerus dalam satu tempat. Dan penularan sumber penularan
bukan merupakan faktor tunggal, dengan kata lain bahwa sumber
penularan lebih dari satu orang atau telah terjadi penularan penderita
chikungunya secara terus menerus dari kasus-nyamuk-orang sehat.
Sesuai dengan teori bahwa
penularan demam chikungunya
terjadi apabila penderita yang sakit (dalam keadaan veremia) digigit oleh
nyamuk penular, kemudian menggigit orang lain. Biasanya penularan
terjadi dalam satu rumah, tetangga, dan dengan cepat menyebar ke satu
wilayah (RT/RW/dusun/desa) (Depkes, 2007).
Berdasarkan waktu, perjalanan kasus chikungunya dimulai
tanggal 7 Februari 2010 dengan seorang penderita dan ada 2 puncak
yang terjadi yaitu puncak pertama pada tanggal 26 Maret 2010 dengan
kasus sebanyak 7 kasus dan puncak kedua pada tanggal 26 April 2010
dengan kasus sebanyak 8 orang. Epidemi mulai terjadi antara tanggal 7
Februari 2010 dan berakhir tanggal 5 Mei 2010. Masa inkubasi
chikungunya adalah 3 sampai 11 hari (CDC, 2000). Dengan menarik garis
ke belakang sebesar masa inkubasi terpendek (3 hari dari kasus I), diduga
kasus pertama terpapar 3 hari sebelumnya yaitu tanggal 4 Februari 2010
dan masa inkubasi terpanjang (11 hari dari kasus terakhir), diduga kasus
terakhir terpapar sebelum tanggal 6 Mei 2010. Dengan demikian diperoleh
gambaran bahwa paparan terjadi di antara tanggal 4 Februari 2010
sampai dengan tanggal 6 Mei 2010 dengan lama paparan selama 91 hari.
Hal ini dikarenakan pemantauan kasus dilakukan secara terus-menerus
dengan mengamati adanya kasus-kasus baru sampai dengan terakhirnya
kasus yang ditemukan.
Mengamati dari deskripsi tempat, orang dan waktu kejadian KLB
chikungunya di Desa Aikmel, populasi risiko tinggi adalah penderita
dengan
kelompok umur di atas 25 tahun terutama perempuan yang
55
bekerja sebagai petani/buruh tani/peternak dengan pendidikan rendah
bertempat di tempat KLB yang mempunya jumlah penduduknya yang
padat.
Kondisi ini menjadikan Desa Aikmel berisiko untuk terkena
chikungunya kembali apabila tidak ada intervensi pada faktor-faktor risiko.
Yang
perlu
diamati
juga
pada
populasi
risiko
tinggi
adalah
individu/masyarakat yang berbatasan langsung dengan daerah KLB atau
individu yang datang atau menetap selama didaerah KLB yang
memungkinkan dapat menjadi carrier untuk dapat menularkan ke daerah
lainnya. Sesuai dengan teori bahwa
penularan demam chikungunya
terjadi apabila penderita yang sakit (dalam keadaan veremia) digigit oleh
nyamuk penular, kemudian menggigit orang lain. Biasanya penularan
terjadi dalam satu rumah, tetangga, dan dengan cepat menyebar ke satu
wilayah (RT/RW/dusun/desa) (Depkes, 2007).
Vektor penular dalam KLB ini secara pasti belum bisa dipastikan ,
tetapi melihat dari karakteristik jentik yang ditemukan di dalam dan di luar
rumah kemungkinan bisa disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Sama
dengan Depkes (2007) bahwa vektor utama penyakit chikungunya ini
sama dengan penyakit DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk lain
mungkin bisa berperan seperti Aedes albopticus namun perlu penelitian
lebih lanjut (Depkes, RI). Nyamuk lainnya seperti Aedes Albopticus
(Benenson, 1990; CDC,2000). Sehingga cara penularan sama dengan
penyakit DBD bisa dalam dan diluar rumah.
Dari hasil investigasi penularan penyakit chikungunya disebabkan
adanya
kontak dengan tetangga sebesar 89,4%, serumah sebesar
88,2%, tempat kerja/sekolah sebesar 21,2%, dan berpergian keluar
daerah sebesar 1,2%. Demikian juga penjelasan Depkes (2007), bahwa
penularan demam chik terjadi apabila penderita yang sakit (dalam
keadaan viremia) digigit nyamuk penular Aedes aegypti kemudian
menggigit orang. Biasanya penularan terjadi dalam satu rumah, tetangga,
dan cepat menyebar ke satu wilayah dalam hal ini ke 6 dusun dan 1 desa.
56
Aedes aegypti dapat menghisap lebih dari 1 orang . Perilaku ini
sangat
meningkatkan
efektifitas
penularan
pada
masa
KLB/wabah(Depkes, 2003). Beberapa faktor risiko yang berhubungan
dengan KLB ini sama dengan terjadinyanya DBD seperti kepadatan
penduduk, mobilisasi penduduk, kondisi rumah sehat, perilaku manusia,
lingkungan dan kepadatan vektor.
Kasus pertama kali ditemukan dengan penyebaran di Desa
Aikmel menunjukan bahwa adanya mobilisasi penduduk yang berpergian
ke luar kota ke daerah yang pernah terjadi chikungunya sebelumnya yaitu
ke labuahan haji Kabupaten Lombok Timur. Kepadatan penduduk dari 6
dusun, memberikan angka serangan yang berbeda Dasen Bagek Barat.
AR 0,59%, Dasen Bagek Timur AR 1,68%, Cepak Daya AR 0,48%, Cepak
Lauk AR 0,94%, Kampung Karya AR 0,49%, Kampung Remaja AR
0,73%.
Untuk memutus mata rantai penularan kasus-nyamuk –orang lain
perlu dilakukan tindakan sama dengan upaya pemberantasan KLB DBD
yaitu gerakan pemberantasan sarang nyamuk, pemberian larvasida,
memelihara ikan pemakan jentik, perlindungan diri dengan menggunakan
repelan, obat nyamuk bakar dan sejenisnya, penggunaan kelambu, serta
isolasi penderita agar tidak digigit nyamuk, penyemprotan (foging) pada
nyamuk
dewasa(Depkes,
2007).
Disamping
itu
dilakukan
penyuluhan terhadap masyarakat. Di Indonesia penyuluhan
juga
digerakan
oleh organisasi yang telah ada yaitu kelompok kerja operasional
(Pokjanal) DBD, di tingkat desa dikerjakan oleh Pokja DBD-LKMD yang
dibina secara berjenjang oleh Pokjanal Tim Pembina tingkat kecamatan
(Sutaryo, 2004).
D. Faktor Risiko Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya
Beberapa faktor
risiko yang dapat diamati dan dilakukan
penelitian dengan menggunakan rancangan case control berhubungan
dengan KLB yaitu perilaku (penggunaan anti nyamuk, PSN (3M),
57
penggunaan kelambu, menggantungkan pakaian, memasang kawat kasa
di rumah) dan variabel lingkungan (rumah ada jentik).
Hasil analisis bivariat diketahui faktor risiko yang berhubungan
bermakna secara stattistik dengan kejadian KLB yaitu perilaku PSN (3M)
(cOR=2.538,
95%CI=1,276-5.049,
pvalue=0,012),
menggantungkan
pakaian (cOR=3,692, 95%CI=1,774-7,684, pvalue=0,001), dan variabel
lingkungan adalah rumah ada jentik (cOR=4,210, 95%CI=2,209-8,021, p
value=0,000).
Selanjutnya
untuk
melihat
faktor
resiko
yang
dominan
berhubungan terhadap kejadian KLB, dilakukan analisis multivariat pada
faktor risiko yang secara statistik bermakna. Dari hasil analisis dengan
regresi logistik diketahui bahwa faktor risiko yang dominan berhubungan
dengan KLB chikungunya di Desa Aikmel yaitu rumah ada jentik dengan
OR =4,210. Artinya faktor risiko ini mempunyai besar risiko 4,2 kali untuk
menyebabkan KLB chikungunya dibandingakan dengan faktor risiko
lainnya.
Kemaknaan hubungan ini erat kaitannya dengan keberadaan
tempat perindukan vektor penyakit di Desa Aikmel. Hasil survey jentik
pada saat KLB diketahui 62,4% rumah ditemukan jentik. Sebesar 62,4%
jentik ditemukan pada penampungan air, 24,18% pada kaleng/ban bekas
disekitar rumah, 2,4% pada pot bunga dan 1,2% pada tempat minum
burung. Sedangkan dari hasil pemeriksaan container(container index)
yang diperiksa sebesar 41,2% ditemukan jentik.
Adanya jentik di dalam rumah dan diluar rumah disebabkan masih
kurangnya kesadaran masyarakat dalam melakukan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) dengan 3 M yaitu menguras tempat-tempat
penampungan air secara teratur sekurang-kurangya seminggu sekali,
menutup rapat penampungan air, mengubur barang bekas yang dapat
menampung air hujan seprti ban bekas, kaleng bekas, plastik dan lain-lain
(Thomas Suroso dan Ali Imran, 1999 dimuat dalam Sutaryo, 2004).
58
Dari hasil investigasi, masyarakat di Desa Aikmel
melaksanakan PSN bersifat individu dan
cenderung
tidak melibatkan masyarakat
dengan bergotong royong. PSN yang dilakukan adalah hanya menguras
pada TPA yang ada di rumah, membersihkan pekarangan/halaman tanpa
melakukan penutupan dan penguburan TPA yang ada di halaman rumah,
sedangkan TPA(Tangoon) untuk menampung air milik masyarakat kurang
menjadi perhatian. Tujuan PSN yang dilakukan belum mengarah kepada
tujuan dan sasaran dari PSN dengan 3M.
Sri
Soewasti,
dkk
(1997)
menyatakan
bahwa
banyaknya
ketersediaan tempat-tempat perindukan nyamuk Aedes spp. serta perilaku
masyarakat dalam menunjang ketersediaan tempat perindukan akan
meningkatkan kepadatan larva (jentik) nyamuk Aedes spp.
Keberadaan ini tidak hanya semata-mata kurangnya kesadaran
dari masyarakat saja tetapi perlu adanya dukungan dan komitmen dari
pemerintah daerah atau unsur aparat. Hasil wawancara dengan petugas
puskesmas, desa dan Dinas Kesehatan Kabupaten
diketahui bahwa
belum ada organisasi (POKJA) DBD di desa, Pokjanal di tingkat
kecamatan dan pasifnya Pokjanal di tingkat Kabupaten. Ini menunjukan
bahwa komitmen dalam PSN masih kurang. Menurut suroso, dkk (2005),
PSN dengan cara 3 M memerlukan komitmen dan partisipasi berbagai
pihak dan seluruh
warga masyarakat. Pada dasarnya setiap keluarga
wajib memelihara dan menjaga lingkungan rumahnya masing-masing.
Demikian pula pemilik warung atau tempat-tempat pengelola umum.
E.
Penilaian Sistem Surveilans
Pemantauan
kemungkinan
terjadinya
KLB
chikungunya
dilaksanakan oleh setiap unit pelayanan kesehatan dan masyarakat,.
Pada saat KLB dilakukan pemantauan perkembangan kasus dan
kematian (apabila ada) ke dinas kesehatan kabupaten. Dilakukan analisis
mingguan terhadap perkembangan kasus dan kematian. Laporan yang
dipakai yaitu dengan laporan mingguan wabah (W2) dan laporan wabah
59
(W1) yang hanya dikirim bila terjadi kejadian luar biasa (KLB).
Berdasarkan laporan W1, Puskesmas Aikmel sudah dapat melakukannya
sedangkan laporan mingguan wabah (W2) puskesmas telah melaporkan
dengan tertib ke Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur tetapi dari
aspek tujuan belum dapat dicapai mengingat kegunaan laporan W2
adalah untuk kewaspadaan dini KLB belum dapat dilakukan pengolahan
dan analisa data sebagaimana mestinya.
F. Kegiatan Penanggulangan yang Telah Dilaksanakan
Kegiatan penanggulangan yang telah dilaksanakan antara lain
perawatan/pengobatan penderita, penyuluhan, pemberantasan sarang
nyamuk (PSN), abatisasi dan Pengasapan (Fogging), dan penyelidikan
KLB. Upaya penanggulangan ini sudah sesuai dengan yang disarankan
oleh Depkes (2007) yang meliputi 3 kegiatan utama yaitu penyelidikan
KLB, upaya pengobatan, dan upaya pencegahan KLB serta penegakan
sistem surveilans ketat selama periode KLB.
Dengan demikian upaya pencegahan dan penanggulangan KLB
chikungunya didasarkan pada populasi risiko tinggi,
faktor risiko
penularan berdasarkan analisis bivariat dan multivariat serta komitmen
masyarakat dan pemerintah.
G. Evaluasi Intervensi
Intervensi
yang
telah
dilaksanakan
meliputi
perawatan/pengobatan penderita, penyuluhan, pemberantasan sarang
nyamuk (PSN), abatisasi dan Pengasapan (Fogging), dan penyelidikan
KLB. Intervensi ini dilakukan pada 2 puncak penularan yaitu pada minggu
ke-3 Bulan Maret 2010 dan April 2010. Pada tahap pertama, intervensi
dilakukan pada daerah KLB di Dasen Bagek Barat dan Dasen Bagek
Timur.
Tetapi dalam perkembangannya terdapat penambahan dan
peningkatan kasus di Dasen Cepak Lauk, Cepak Daya, Kampung Karya
dan Kampung Remaja. Dari hasil wawancara dan observasi diketahui
60
bahwa
kondisi ini dimungkinkan masih adanya penderita yang
dapat
menularkan ke orang lain secara orang per orang, penderita mengobati
sendiri,
PSN
masih bersifat
individu dan belum tepat
sasaran,
ditemukannya jentik di rumah. Yang menjadi perhatian juga dalam
intervensi yaitu efektivitas pelaksanaan fogging. Fogging pada saat KLB,
dilakukan di atas
jam 9.00 WITA. Apabila memperhatikan perilaku
nyamuk betina mencari mangsanya, aktivitas menggigit biasanya mulai
pagi sampai petang hari , dengan puncak aktifitas antara pukul 09.0010.00 dan 16.00-17.00. (Depkes, 2005).
Sehingga pada saat fogging
dilakukan nyamuk sedang beraktivitas. Agar sasaran menjadi fokus
sebaiknya fogging dilakukan antara jam 06.00-09.00 atau jam 15.0016.30. Waktu yang efektif dilakukan yaitu di pagi hari, saat suasana masih
tenang, belum ada angin, dan saat nyamuk dewasa aktif berterbangan. Di
atas jam 10 fogging tidak dianjurkan karena angin sudah ada dan nyamuk
biasanya sudah beristirahat (Kesumawati, 2010).
Sehingga dalam dalam pencegahan dan penanggulanga KLB
chikungunya di Desa Aikmel perlu dilakukan surveilan pasif dan aktif yang
ketat dalam memantau perkembangan dan peningkatan kasus sehingga
dapat dilakukan tindakan yang cepat baik dalam pengobatan maupun
dalam
intervensi.
Intervensi
dalam
bentuk
pencegahan
dan
penanggulangan KLB chikungunya integrasi dengan program DBD, PSN
yang dilakukan bersifat individu dan bersama-sama(gotong royong) tepat
sasaran denga konsep 3 M Plus, pemberian abate selanjutnya dilakukan
fogging sesuai waktu istirahat nyamuk yaitu jam 06.00-09.00 atau jam
15.00-16.30.
61
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Telah terjadi KLB chikungunya di Desa Aikmel Kecamatan Aikmel
Kabupaten Lombok Timur sebanyak 85 kasus dengan gejala klinis
demam (100%), nyeri sendi (100%), ruam (53,5%), sakit kepala
(81,1%), mual/muntah (59,7%), ruam (53,5%), mata merah (37,7%)
dan gatal (24,5%).
2. Kasus tersebar di 6 dusun dengan AR tertinggi pada jenis kelamin
perempuan (1,01%), pekerjaan IRT (37,6%) dan tani(31,8%), umur
di atas 25 tahun dengan ART tertinggi golongan umur 55-60 tahun
sebesar 2,03%, dan pendidikan SD(45,9%).
3. Penyebab chikungunya adalah alphavirus dengan sumber penular
(index case) adalah bapak SM mulai sakit tanggal 7 Februari 2010
yang teinfeksi pada saat berkunjung ke Labuhan Haji.
4. Cara penularan dilihat dari kurva epidemik berbentuk propogated
yang memberikan gambaran
bahwa sumber penularan bukan
merupakan faktor tunggal dengan kata lain bahwa sumber
penularan lebih dari satu orang atau telah terjadi penularan
penderita demam chikungunya secara terus menerus dari kasus –
nyamuk – orang sehat.
5. Faktor risiko dominan yang berhubungan dengan terjadinya KLB
chikungunya yaitu
rumah ada jentik dengan (OR =4,210),
selanjutnya perilaku menggantungkan pakaian dan PSN (3M).
6. Upaya yang telah dilakukan oleh puskesmas dan dinas kesehatan
dalam
penanggulangan
KLB
adalah
perawatan/pengobatan
penderita, penyuluhan, pemberantasan sarang nyamuk (PSN),
abatisasi, pengasapan (Fogging), dan penyelidikan KLB.
62
B. Saran
Adapun saran yang bisa diberikan adalah :
1.
Kepada Dinas Kesehatan
a. Melakukan
surveilan
aktif
ke
puskesmas
untuk
memantau
perkembangan kasus dan penyebaran kasus baru di wilayah
Kabupaten Lombok Timur
b. Mengidentifikasi daerah-daerah dengan populasi dan fakto risiko
tingggi terkena chikungunya(mapping) sebagai upaya
untuk
memprediksi, kesiapsiagaan, deteksi dini dan respons terhadap
KLB.
c. Kerja
sama
melakukan
dengan
program
kesehatan
lingkungan
dalam
pengamatan vektor (dencity vector) baik di dalam
rumah dan luar rumah (House index) dan Container Index yang
dilakukan secara terus menerus sebagai dasar penetapan daerah
prioritas dalam pemberantasan dalam keadaan normal dan
terutama selama KLB berlangsung.
d. Pencegahan dan penanggulangan chikungunya diintegrasikan
dengan program DBD yaitu sebelum melakukan fogging terlebih
dahulu dengan memperhatikan waktu istirahat nyamuk antara jam
06.00-09.00 dan 15.00-16.30, melakukan PSN dengan 3 M plus,
dan abataisasi.
e. Kerjasama dengan program promosi kesehatan dalam melakukan
penyuluhan
tentang
pencegahan
dan
penanggulangan
chikungunya.
f. Mengaktifkan kembali pokja dan pokjanal DBD di tingkat desa,
kecamatan dan kabupaten dalam mengorganisir kegiatan PSN 3M.
2.
Kepada Puskesmas
a.
Melakukan surveilans pasif dan aktif untuk pemantauan kasus di
dipuskesmas (ruang rawat inap), daerah KLB (Desa Aikmel), dan
didesa lainnya yaitu Desa Aikmel Utara dan Desa Kembang Kerang.
63
b.
Mengidentifikasi wilayah kerja dengan faktor risikonya (house
index/ABJ) dan container index baik di rumah, tempat sekolah dan
tempat ibadah.
c.
Melakukan kerja sama dengan sarana kesehatan swasta (dokter
praktek, mantri) dalam pelayanan kesehatan dan pelaporan penyakit.
d.
Meningkatkan pemeriksaan jentik baik di dalam rumah, diluar rumah
dan container index melalui kader posyandu
e.
Melakukan penyuluhan tentang chikungunya, pencegahan dan
penanggulangannya di sekolah, tempat ibadah dan pelaporan ke
puskesmas apabila ada penderita mirip dengan gejala utama
chikungunya
f.
Melakukan integrasi kegiatan penyuluhan dan pelaksanaan PSN
dengan 3 M plus dengan kegiatan UKS
g.
Melakukan pelaporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur
bila terjadi kasus chikungunya.
3.
Kepada Masyarakat
a.
Melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baik secara
individu maupun gotong royong dengan PSN 3 M Plus di saluran
air/drainase, tangoon, didalam dan diluar maupun lingkungan
sekitarnya minimal seminggu sekali.
b.
Tidak membiasakan menggantungkan pakaian yang sudah dipakai
c.
Menggunakan anti nyamuk (repellent, bakar, semprot, elektrik) pada
saat di dalam rumah untuk menghindari gigitan nyamuk Aedes aegypti
pada pagi hingga sore hari.
d.
Segera meminta pengobatan ke puskesmas atau sarana kesehatan
terekat bila terjadi kasus demam chikungunya pada anggota keluarga
atau tetangga agar penyebarannya tidak meluas.
64
DAFTAR PUSTAKA
Benenson, A.S (1990). Control of Communicable of Disease in Man . 14th
edition.
Bres, P. (1995). Tindakan Darurat Kesehatan Masyarakat Pada Kejadian
Luar Biasa, Petunjuk Praktis, Gadjah Mada University Press,
Jogjakarta
Chin, James (2000). Control of Communicable Diseases Manual,
American Public Health Association, 17th Editions, Washington
Depkes (2001). Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini
Kejadian Luar Biasa (KLB), Keputusan Menkes Nomor:
949/Menkes/SK/VIII/2004, Depkes RI, Jakarta.
Depkes RI (2003). Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP), Panduan
Praktis, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Depkes RI (2004). Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Berdarah
Dengue. Buku 3. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Depkes RI (2004). Perilaku dan Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti,
Buletin Harian (News Letter), Edisi Rabu 10 Maret 2004,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Depkes RI (2007). Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar
Biasa
(Pedoman
Epidemiologi
Penyakit),
Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Dinkes Provinsi NTB (2010). Laporan KLB Chikungunya Tahun 2010.
Mataram.
Dinkes Kabupaten Lombok Timur(2010). Laporan Surveilan dan KLB
tahun 2009-2010. Kabupaten Lombok Timur.
Fatmi
Yumantini Oktikasari, dkk(2006). Penelitian tentang Faktor
Sosiodemografi dan Lingkungan Yang Mempengaruhi Kejadian
Luar Biasa Chikungunya di Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo,
Kota Depok.
Hastono (2007). Analisa Data Kesehatan. Basic Data Analysis for Health
Research Training. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indinesia.
65
Jup, P.G and B .M. Mc Intosh(1985). Chikungunya Virus Diseases.
Kesumawati, U(2010). Pakar Nyamuk Mengudara dengan Kehumasan di
RRI Bogor. Dialog RRI..Pariwara Berita. IPB. Edisi 3 Februari.
Lapau,B (2009). Prinsip dan Metode Epidemiologi. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Balai Penerbit FKU, Jakarta.
Murti, B(1997). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
Pemda Kabupaten Lombok Timur (2009). Rencana Induk Labuaan Haji.
Kabupaten Lombok Timur.
Philippe Renault, et.al (2006). A Major Epidemic of Chikungunya Virus
Infection on Réunion Island, France, 2005–2006. France.
Philippe
Renault, et, al(2006).Chikungunyarelated
Mauritius, India, and Reunion Island. India
Fatality
Rates,
Pramono, Dibyo, dkk, 2009, Buku Pedoman Sistematika dan Penulisan
Laporan Proyek Lapangan Tahun Akademik 2009/2010, FETP
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Prasanna N. Yergolkar, et.al (2005.). Chikungunya Outbreaks Caused by
African Genotype, India.
Puskesmas Aikmel (2009). Profil Kesehatan Puskesmas Aikmel. Aikmel.
Kabupaten Lombok Timur.
Puskesmas Aikmel (2009). Laporan W2 Puskesmas Aikmel Tahun 20052010. Aikmel. Kabupaten Lombok Timur.
Puskesmas Aikmel (2009). Laporan Survey Jentik Puskesmas Aikmel
Tahun 2005-2010. Aikmel. Kabupaten Lombok Timur.
Puskesmas Aikmel (2009). Laporan Kesehatan Lingkungan Puskesmas
Aikmel Tahun 2005-2010. Aikmel. Kabupaten Lombok Timur.
Ravi (2006).Re-emergence of Chikungunya virus in India. India
Sri Soewasti S., M. Sudomo, Imam Waluyo (1997). Aspek-aspek Ekologi
dan Sosial dalam Penanggulangan Emerging Infectious Disease,
Buletin Penelitian Kesehatan, 25 (3&4): 61-72.
66
Suroso, Thomas, dkk.(2003).Pencgahan dan Penaggulangan Penyakit
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue.Depkes RI.
Jakarta.
Sutaryo (2004). Dengue. Fakultas Kedokteran UGM. Yogyakarta.
Penerbit Medika. Yogyakarta.
Thavara U, et.al (2007). Outbreak of chikungunya fever in Thailand and
virus detection in field population of vector mosquitoes, Aedes
aegypti (L.) and Aedes albopictus Skuse (Diptera: Culicidae).
Thailand.
WHO(1999). Recommended surveillance standards..
WHO (2008).Guidelines on Clinical Management of Chikungunya. WHO
Regional Office for South-East Asia, India
WHO (2009).Guidelines for Prevention and Control of Chikungunya Fever,
WHO Regional Office for South-East Asia, India.
67
Download