DETEKSI DINI PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA STADIUM LANJUT DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR) EARLY DETECTION OF PATIENTS WITH ADVANCED BREAST CANCER IN LABUANG BAJI HOSPITAL OF MAKASSAR Ria Anggraeni1, Rusli Ngatimin2, Arsunan Arsin3 1 Laboratorium Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kesehatan, UIN Alauddin Makassar, 2Bagian Promosi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, 3Bagian Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Univeristas Hasanuddin, Makassar Alamat Korespondensi: Ria Anggraeni Syahrir SKM Lab K3, UINAM Makassar, 90233 Hp: 085656051499 Email: [email protected] Abstrak Deteksi dini perlu diaplikasikan dalam upaya penemuan kanker sedini mungkin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku penderita kanker payudara stadium lanjut terhadap deteksi dini dan kanker payudara. Desain penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan rancangan retrospektif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (Indepth-interview) dengan informan kunci penderita kanker payudara stadium lanjut yang ditentukan dengan metode Purposive Sampling. Analisis data dilakukan melalui tahapan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa deteksi dini penderita kanker payudara stadium lanjut terbatas pada penemuan gejala dan pengetahuan tentang faktor resiko. Berdasarkan kepercayaan individul (Individual beliefs) menunjukkan bahwa penderita merasakan adanya kerentanan, keparahan, manfaat, hambatan, dan keyakinan diri namun tidak mampu mempengaruhi penderita kanker payudara stadium lanjut untuk mendeteksi dini dalam upaya penemuan kanker sedini mungkin karena konsekuensi yang mereka yakini dan takuti membuat mereka tidak segera melakukan deteksi dini. Terkait dengan isyarat bertindak ; keluarga penderita ikut berperan dalam pengambilan keputusan pada penderita kanker payudara stadium lanjut. Disimpulkan bahwa deteksi dini pada penderita payudara stadium lanjut hanya sebatas “tahu” saja, sedangkan pada tingkat aplikasinya perilaku tersebut tidak diaplikasikan karena ketakutan dan pengetahuan yang tidak sempurna mengenai deteksi dini kanker payudara. Kata kunci : deteksi dini, perilaku, penderita kanker payudara stadium lanjut Abstract Early detection needs to be applied in cancer discovery efforts as early as possible. This study aims to determine the behavior of patients with advanced breast cancer and the early detection of breast cancer. The design of this study is a qualitative case study approach to the retrospective design. Data collection was conducted through in-depth interviews (indepth-interviews) with key informants patients with advanced breast cancer are determined by purposive sampling method. Data analysis was performed through the stages of data collection, data reduction, data display, and conclusion. The results indicate that the early detection of patients with advanced breast cancer is limited to the discovery of knowledge about the symptoms and risk factors. Based on the belief individul (Individual beliefs) showed that patients felt the presence of susceptibility, severity, benefits, barriers, and selfefficacy but not able to affect people with advanced breast cancer in an attempt to detect early discovery of cancer as early as possible because they believe the consequences and fear makes them not immediately perform early detection. Cues associated with the act; families of patients had a role in decision making in patients with advanced breast cancer. It was concluded that early detection in patients with advanced breast merely "know" it, while at the application level behavior is not applied because of fear and imperfect knowledge about early detection of breast cancer. Keywords: early detection, behavior, patients with advanced breast cancer PENDAHULUAN Kanker merupakan salah satu penyakit yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Setiap tahun, 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia karena kanker. Jika tidak diambil tindakan pengendalian yang memadai, pada tahun 2030 diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta diantaranya akan meninggal dunia karena kanker. Kejadian ini akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan berkembang (Bray, 2012). The American Joint Committee on Cancer (AJCC, 2006) membagi kanker payudara dalam 4 stadium, yaitu stadium I, II, III, dan IV. Stadium I dan II disebut dengan stadium dini. Sedangkan stadium III dan IV disebut stadium lanjut. Prognosis ketahanan hidup (survival rate) penderita kanker payudara pada tiap stadium pun berbeda. Pada stadium I, prognosis ketahanan hidup (survival rate) penderita dalam 5 tahun ialah 90%. Pada stadium II ialah 65%, stadium III ialah 1520%, dan pada stadium IV hanya kurang dari 5%. Kanker payudara merupakan kanker cukup mudah ditandai dengan faktor resiko, adanya gejala, dan cenderung dapat ditemukan melalui deteksi dini seperti Breast Self Examination atau Pemeriksaan Payudara sendiri (Sadari) (Tasci A, 2010). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kanker payudara akan medapatkan penanganan secepatnya dan akan memberikan harapan kesembuhan serta harapan hidup yang lebih baik apabila kanker payudara di deteksi dini (Sharivastava, 2013) Dalam penelitian Parkin (2007) ditemukan bahwa meskipun tingkat kejadian yang tinggi, di negara-negara maju, 89% (persen) perempuan didiagnosa menderita kanker payudara masih hidup 5 tahun setelah diagnosis mereka, yang dikarenakan adanya deteksi dini yang akhirnya pasien datang melakukan pengobatan sedini mungkin. Di Indonesia Petalaksanaan kanker payudara telah mengalami kemajuan yang sangat pesat, akan tetapi angka kematian dan angka kejadian kanker payudara masih tetap tinggi karena penderita ditemukan pada stadium lanjut. Dalam studinya Widoyono (2008) juga menyatakan bahwa kesembuhan akan semakin tinggi jika kanker payudara ditemukan dalam stadium dini yang biasanya masih berukuran kecil. untuk itu deteksi dini dan pemahaman akan faktor resiko menjadi sangat penting dilakukan sedini mungkin sehingga tingkat kematian yang disebabkan kanker payudara dapat ditekan. Menurut Tjindarbumi (2005) di Indonesia lebih kurang 65 % masyarakat datang kepada dokter pada stadium lanjut, hal ini menunjukkan bahwa penderita kanker payudara terlambat mendeteksi kanker yang dideritanya. Besarnya persentase penderita yang datang berobat pada stadium lanjut menunjukkan bahwa kurangnya perilaku deteksi dini yang dilakukan oleh wanita, begitu pula dengan kurangnya kesadaran wanita serta pemahaman terhadap kanker payudara utamanya pada wanita yang memiliki faktor resiko terhadap kanker payudara serta deteksi dini, kurang diterapkan sehingga wanita sebagian besar datang dalam kondisi kanker payudara pada stadium lanjut. Penelitian sebelumnya yang menyebabkan keterlambatan penderita untuk memulai deteksi dini ialah kecemasan mereka sendiri serta ketakutannya untuk menjalani mastektomi atau operasi pengangkatan payudara meskipun penderita mampu mendeteksi kanker payudara sedini mungkin (Smith, 2008). Berdasarkan hasil studi Everdingen (2008) Sejumlah hambatan dirasakan penderita ketika mendeteksi adanya kanker payudara, hal ini mengindikasikan bahwa untuk memulai pengobatan adanya perbedaan reaksi emosional dari tiap individu terhadap kanker payudara yang dialaminya. Selama pergumulan emosi dalam dirinya terus terjadi hingga ia memutuskan untuk memulai terapi, stadium yang dialaminya juga terus berkembangSelain alasan tersebut, alasan untuk takut pergi ke rumah sakit, tidak memiliki biaya, dan lain – lain menjadikan deteksi dini tidak berjalan yang berasal dari faktor eksternal maupun internal penderita (Muhammad, 2011). Berbagai studi lain juga menunjukkan berbagai faktor yang mempengaruhi dalam hal mendiagnosa kanker payudara. Salah satu studi sebelumnya menemukan bahwa persepsi tentang kanker payudara yang dilakukan oleh Katapodi (2005) menemukan bahwa mengenai persepsi risiko kanker payudara, mayoritas wanita cenderung meremehkan risiko pribadi mereka yang mungkin berpengaruh penting pada praktik deteksi dini dan perhatian terhadap gejala medis sehingga mampu berpengaruh pada tertundanya penemuan kanker payudara. Dengan demikian dibutuhkan suatu kajian secara mendalam untuk mengetahui perilaku deteksi dini pada penderita kanker payudara stadium lanjut. Penelitian ini ingin menilai pengetahuan, kepercayaan individu, dan isyarat bertindak yang berkonstribusi pada perilaku deteksi dini kanker payudara. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Labuang Baji Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Desain penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan rancangan retrospektif. Informan Penelitian Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling. Metode Purposive Sampling adalah sebuah tehnik pemilihan sampel penelitian secara non – random melalui pertimbangan peneliti. Adapun informan dalam penelitian ini adalah 11 (sebelas) orang penderita kanker payudara stadium lanjut dan 3 (tigas) orang Petugas Kesehatan di RSUD Labuang Baji Makassar Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam (Indepth Interview). Wawancara mendalam yang merupakan tanya jawab terbuka dan teliti terhadap hasil tanggapan mendalam tentang pengalaman, persepsi, pendapat, perasaan dan pengetahuan informan terhadap deteksi dini dan penyakit kanker payudara. selain itu dilakukan pula mengumpulkan informasi dan dokumen dari rumah sakit di RSUD Labuang Baji Makassar serta data – data lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Analisis Data Teknik pengolahan dan penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Milles dan Huberman, melalui tahapan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. HASIL Tabel 1 memperlihatkan karakteristik informan dalam penelitian ini terdapat 11 (sebelas) informan penderita kanker payudara stadium lanjut , petugas kesehatan sebanyak 3 (tiga) orang. Dengan rentan umur 29 – 54 tahun. Pendidikan informan dari SD sampai dengan Sarjana dengan pekerjaan yang paling banyak sebagai ibu rumah tangga. Adapun variable yang diteliti yaitu : pengetahuan, kepercayaan individual, dan isyarat bertindak. Pengetahuan Deteksi dini sebagai upaya penemuan kanker payudara sedini mungkin tidak diketahui sama sekali oleh informan. Namun pengetahuan yang sampai pada mereka hanya sebatas penemuan gejala dan faktor resiko dari kanker payudara akibat terbatasnya pengetahuan tentang deteksi dini sehingga muncul perasaan takut dari informan. informan Lz 28 tahun, menjelaskan : “banyak saya dengar soal kanker payudara dari orang tapi saya tidak pernah dengar soal ini, yang kutau kalau ada benjolan itu kanker bilang orang jadi takutka – takutka kurasa” (LZ, 29 tahun, penderita kanker payudara stadium III) Pengetahuan deteksi dini tidak diketahui mereka dijelaskan oleh informan Ros, 54 tahun yang merupakan Ibu Rumah Tangga, karena kurangnya akses terhadap informasi terkait deteksi dini kanker payudara yang informan terima. berikut penuturan informan. “…tidak pernah dengar juga begitu, tidak pernahka juga lakukan karena ini penyakitku tidak sakitji kurasa juga…itu mi kapang tidak saya pernah dengar karena saya orang dari kampung, begitu meki kalau tinggal dikampung, kurang informasiki kita ini..”. (ros, 54 tahun, pederita kanker payudara stadium III) Selaku dokter di rumah sakit Labuang Baji, HW, 51 tahun membenarkan hal tersebut bahwa penderita kanker payudara stadium lanjut banyak yang tidak mengetahui tentang deteksi dini sehingga penderita datang terlambat untuk mendeteksi dini adanya kanker payduara. Berikut penuturannya: “… kalau begitu banyak pasien yang tidak tau tentang deteksi dini.. kita liatmi ada yang sudah datang kalau sudah parah lebih pilih mereka obati sendiri dari pada datang ke dokter… datangnya kalau sudah parah..” (HW, 51 tahun, dokter) Kepercayaan individual (kerentanan, keparahan, Manfaat, hambatan dan keyakinan diri) Dalam teori health belief model (HBM) terdapat konstruksi yang membentuk perilaku seseorang khususnya dalam perilaku kesehatan. Selain pengetahuan yang termasuk dalam faktor modifikasi, terdapat pula faktor individual atau kepercayaan individual yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi seseorang dalam perilaku kesehatan. Kerentanan yang dirasakan informan mengacu pada keyakinan tentang kemungkinan untuk mendapatkan penyakit atau kondisi. Berikut adalah hasil penuturan informan AB, 33 tahun yang menunjukkan terkait kerentanan yang dirasakan terkait kanker payudara : “itu pi saya sakit kurasa kalau tidak pake BH ka,, dulu – dulu tidak sakit saya rasa,bilang dokter karena hormon jadi saya kanker begini, bilang orang karena sering makan – makanan instan. makanan yang saya takutkan kayak mie instan dulu waktu kuliahji kita makan, namanya anak kos” (AB, 33 tahun penderita kanker payudara stadium III) Selain kerentanan penderita kanker payudara stadium lanjut juga merasakan keparahan terkait kanker payudara yang diderita. Beberapa penderita kanker payudara stadium lanjut merasakan keseriusan dari penyakit yang mereka derita namun cenderung mengabaikannya atau pada awalnya kanker payudaranya tidak diobati karena ketakutan akan payudaranya diangkat sehingga tidak segera mendatangi petugas kesehatan seperti yang disampaikan oleh informan FN 35 tahun: “..tidak bisa hilang itu rasa kuatir saya dulu, disuruh ka cepat – cepat periksa tapi bagaimana di’, takut betulka saya, saya beranikanji diriku ini sekarang periksa, keluarga juga memaksa. takut ka ini payudaraku diangkat apalagi saya masih muda, ada saya punya suami, anak – anakku juga masih kecil” “..tidak bisa hilang itu rasa kuatir saya dulu, disuruh ka cepat – cepat periksa tapi bagaimana di’, takut betulka saya, saya beranikanji diriku ini sekarang periksa, keluarga juga memaksa. takut ka ini payudaraku diangkat apalagi saya masih muda, ada saya punya suami, anak – anakku juga masih kecil” (FN, 35 tahun, penderita kanker payudara stadium III) Untuk manfaat dan hambatan penderita kanker payudara cenderung mengabaikan manfaat yang mereka rasakan karena hambatan atau konsekuensi yang mereka akan terima menghalangi mereka untuk mendeteksi dini adanya kanker payudara. berikut penuturan salah satu informan. “…mungkin bagus kalau kecil kita datang periksa tapi namanya ketakutan de..apalagi perempuanki ini” (SR, 37 tahun, penderita kanker payudara stadium III). Selain malu untuk memeriksakan payudaranya informan juga merasakan ketakutan akan operasi berikut penuturan informan TI, 53 tahun, penderita kanker payudara stadium III : “Dulu kan kita tidak tau de, tapi dulu – dulu itu saya sadari kalau yang pertama saya rasa itu takut apalagi begitumi malu meki juga karena kita perempuan jadi saya takut sama malu juga datang ke dokter” (TI, 53 tahun, penderita kanker payudara stadium III) Isyarat Bertindak Isyarat untuk bertindak merupakan faktor pemicu yang berasal dari luar diri seseorang yang memicu seseorang untuk bertindak untuk mendeteksi dini kanker payudara pada penderita stadium lanjut. Bentuk dukungan untuk memeriksakan kondisi kesehatannya didapatkan dari keluarga dekat seperti anak, suami dan saudara dari penderita kanker payudara. Yang mendorong informan selain saudara adapula dari pihak suami dan anak atau orang yang dicintai berikut penuturan informan MW, 40 tahun: “kalau saya yang paling selalu kasih tauka itu suami, suami juga yang selalu antarka”.(MW, 40 tahun, kanker payudara stadium III) PEMBAHASAN Berdasarkan hasil temuan peneliti bahwa berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap informan penderita kanker payudara stadium lanjut ditemukan bahwa pengetahuan terkait deteksi dini kanker payudara, sebagian besar informan tidak mengetahui, tidak bisa menjelaskan ataupun tidak pernah mempraktikkan deteksi dini kanker payudara. penderita kanker payudara hanya sebatas memberikan informasi mengenai hal yang pertama kali mereka rasakan berupa gejala timbulnya benjolan pada payudaranya tanpa disertai rasa sakit sehingga penderita cenderung mengabaikan benjolan yang mereka derita hal tersebut terkait karena pengetahuan yang pernah mereka terima terbatas pada faktor resiko serta pengetahuan bahwa adanya benjolan pada payudara merupakan kanker payudara yang menimbulkan ketakutan yang mereka rasakan menyebabkan penderita kanker payudara tidak cepat melakukan tindak lanjut terhadap benjolan yang mereka rasakan. Deteksi dini menjadi terbatas hanya pada penemuan gejala yang kemudian cenderung diabaikan oleh penderita karena tidak merasakan sakit, serta diseminasi pengetahuan yang tidak sempurna (Garza, 2005). Hal ini juga dikaitkan dengan pengetahuan perempuan terhadap risiko kanker payudara sebagian besar tidak akurat dan sering dikaitkan dengan tingkat tinggi kecemasan tentang kanker (Hopwood, 2000). Faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap deteksi dini tersebut adalah keyakinan, kebudayaan dan pengetahuan wanita terhadap deteksi dini dan penyakit kanker payudara (Mitchell, 2005). Hal ini karena adanya diseminasi pengetahuan yang tidak sempurna. Termasuk akses informasi menjadi hal yang penting dalam mempengaruhi tingkat pengetahuan penderita kanker terhadap deteksi dini (Desanti, 2010). Hawari (2004) menyatakan ketidaktahuan/ignorancy menjadi salah satu faktor keterlambatan penderita dalam mendeteksi dini adanya kanker payudara. Timbulnya perasaan kerentanan yang dirasakan informan ini tidak dibarengi dengan deteksi dini untuk segera mungkin menemukan adanya kanker payudara setelah informan mengakui adanya benjolan yang mereka rasakan pada payudara mereka, mereka cenderung mengabaikan kerentanan tersebut karena ketakutan yang berlebihan yang mereka rasakan setelah pertama kali mendapati benjolan di payudara mereka. Harianto (2005) menunjukkan bahwa penderita kanker payudara usia diatas 30 tahun mulai merasa adanya kewaspadaan terhadap diri mereka sendiri untuk mendapatkan kemungkinan adanya penyakit kanker yang mereka derita. Penderita kanker payudara stadium lanjut mengakui mereka tidak segera datang memeriksakan diri mereka karena takut akan hasil dari pemeriksaan tersebut khususnya takut menjalani operasi pengangkatan payudara dan takut menjalani kemoterapi. Adanya persepsi yang tidak benar dari informan bahwa apabila menderita kanker payudara mereka akan kehilangan payudara mereka dan persepsi bahwa jika kemoterapi dilakukan maka penderita kanker payudara tidak dapat lagi disembuhkan membuat penderita kanker merasa takut untuk memeriksakan payudara karena resiko yang mereka yakini dapat terjadi pada mereka. Michell dalam Hawari (2004) menyatakan bahwa salah satu faktor penghambat datangnya pasien untuk memeriksakan payudaranya sedini mungkin adalah karena rasa takut bahwa ia menderita kanker, takut operasi dan rasa takut berlebihan dalam hubungan emosional dengan suami apabila payudaranya diangkat. Sejumlah konsekuensi tersebut mengakibatkan rasa cemas berlebihan yang mereka rasakan sehingga berpengaruh pada keputusan mereka untuk segera mendeteksi adanya kanker payudara. penelitian Ross dalam Julike (2012) menemukan bahwa kondisi psikologis seseorang ketika pertama kali menderita kanker payudara adalah denial, marah, putus as, dan cemas. Hambatan – hambatan yang timbul yang dirasakan informan penderita kanker payudara pada awal mulanya berdasarkan temuan peneliti dilapangan berhubungan sangat erat dengan perilaku deteksi dini disebabkan persepsi bahwa menemukan benjolan oleh diri sendiri menyebabkan kecemasan yang belebihan. hal ini sejalan dengan penelitian Chee (2003). Michell dalam Hawari (2004) menyatakan bahwa salah satu faktor penghambat datangnya pasien untuk memeriksakan payudaranya sedini mungkin adalah karena rasa takut bahwa ia menderita kanker, takut operasi dan rasa takut berlebihan dalam hubungan emosional dengan suami apabila payudaranya diangkat. Jika dilihat berdasarkan kosntruksi keyakinan diri (self efficacy) dari penderita kanker payudara stadium lanjut, terhadap penyakit kanker yang informan derita, mereka memiliki keyakinan terhadap kesembuhan yang mereka harapkan meskipun mereka meyakini bahwa dengan menderita kanker payudara, dapat mengancam jiwanya. Dari penelitian Mazanah (2012) ditemukan bahwa penderita cenderung mendatangi pengobatan tradisional sebelum ke rumah sakit karena pengaruh dari komunitas mereka yang menyarankan hal tersebut. Penelitian yang berhubungan juga menyatakan bahwa motivasi seseorang untuk sembuh dengan pengobatan diluar dari pengobatan medis karena takut akan operasi, pengaruh teman, dan pengalaman awal yang buruk terhadap rumah sakit justru sebaliknya dengan pengobatan alternative dapat menghadapi masalah financial, ketakutan tidak dapat bekerja setelah operasi, berpikir/menyangkal bahwa hal tersebut bukanlah kanker dan malu datang ke dokter menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menghadapi kondisi penyakitnya. (Taib, 2007) Kemudian hasil penelitian dari David dalam Muzaham (1995) menyatakan bahwa nilai dari suatu tindakan yang berkaitan dengan upaya menangani gejala penyakit bersumber dari pengalaman seseorang selaku kelompok sosial. Cues ti action atau isyarakt bertindak merupakan faktor pemicu yang berasal yang berasal dari luar diri seseorang yang memicu seseorang untuk bertindak. Bahkan berdasarkan pengakuan informan keluarga menjadi pendorong utama mereka untuk memeriksakan benjolan yang pada awalnya mereka derita tetapi penderita kanker payudara cenderung mengabaikan ajakan tersebut. Peran keluarga dan lingkungan sekitar juga dapat mempengaruhi terciptanya perilaku pencegahan Chusairi (2003). Dalam hubungan sosialnya penderita kanker payudara cenderung mempertimbangkan masukan dari keluarga terlebih pada orang yang dia cintai seperti suami dan anak (Zalihah, 2008). KESIMPULAN DAN SARAN Pengetahuan terhadap deteksi dini pada penderita kanker payudara stadium lanjut terbatas pada penemuan gejala dan faktor resiko serta hanya sebatas “tahu” saja, sehingga untuk sampai pada tingkat aplikasi praktik deteksi dini tidak dilakukan meskipun penderita kanker payudara stadium lanjut dapat merasakan dan memiliki kepercayaan individual terhadap deteksi dini dan penyakit kanker payudara namun tidak mampu berkonstribusi pada perilaku deteksi dini bagi penderita kanker payudara stadium lanjut untuk dilakukan sehingga perlu adanya perhatian dan dukungan dari keluarga yang mampu mempengaruhi keputusan penderita kanker payudara untuk melakukan deteksi dini dan adanya pemberian informasi oleh tenaga kesehatan khususnya dalam bidang promosi kesehatan yang lebih baik agar pengetahuan yang sampai tidak menimbulkan kecemasan atau ketakutan berlebihan pada penderita. DAFTAR PUSTAKA American Joint Committee (AJCC) (2010). Cancer Staging References from https://cancerstaging.org/About/what-is-the ajcc/Pages/whatisajcc.aspx Bray, F. (2012). Global Cancer Transitions According to the Human Development Index (2008-2030) : a Population based study. . the Lancet Oncology, 13(8), 790-801. doi: 10.1016/S1470-2045(12)70211-5 Chee, H. (2003). Factors Related to the Practice of Breast Self Examinition (BSE) and Pap Smear Screening among Malaysian Women Workers in Selected Electronics Factories. BMc Womens Health, 23(3). doi: 10.1186/1472-6874-33 Chusairi. (2003). Health Seeking Behavior pada penderita paliatif. surabaya: airlangga university. Everdingen MH, P. M. (2008). Concerns of Former Breast Cancer patients About Disease Reccurence: A Validation and Prevalence Study. Psyco-Oncology, 17, 1137-1145 Garza, M. (2005). Culturally targeted intervention to promote breast cancer screening among low - income women in east baltimore, marryland. journal of the mofffit cancer center, 12, 34-41. Harianto. (2005). Risiko Penggunaan PIL Kontrasepsi Kombinasi Terhadap Kejadian Kanker Payudara Pada Reseptor KB di Perjan RS DR. Cipto Mangkusomo. Majalah Ilmu Kefarmasian, 2, 84-99. Hawari, P. (2004). kanker payudara dimensi jakarta balai penerbit FKUI Jakarta. Hopwood, P. (2000). Breast cancer risk perception: what do we know and understand? Breast Cancer Research, 2(6). Julike, f. (2012). hubungan antara efikasi diri dengan perilaku pencarian pengobatan pada penderita kanker payudara di RSUD Ibnu Sina Gresik. Psikologi Klinis dan Kesehatan Masyarakat, 1(22). Katapodi MC, F. N. (2005). Perceived breast cancer risk: heuristic reasoning and search for a dominance structure. Soc Sci Med 60(2), 421-432. Mazanah, M. (2012). Why Breast Cancer Patient Seek Traditional Healers.International Journal of Breast Cancer, 2012, 9. Michell, J. (2005). Diffrences In Breast Self Examinition Tehnique Between Caucasian and African American Eldery Woman. journal of Women's Health 14(6), 476-484. Muhammad, D. (2011). Is Breast Self Examination (BSE) Still Relevant? A Study on BSE Performance among Female Staff of University of Malaya. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, 12, 369-372. Muzaham. (1995). sosiologi kesehatan jakarta UI Press. Parkin, M. (2007). Global Cancer Statistics, 2002. A Cancer Journal for Clinicians, 55, 74-108 Shrivastava, S. R. (2013). Self Breast Examination: A Tool for Early Diagnosis of Breast Cancer. American Journal of Public Health Research, 1(6), 135-139. doi: DOI: 10.12691/ajphr-1-6-2 Smith ER, A. S., Das IP, Bottai M, Fulton J, Hebert JR. (2008). Breast Cancer. Survival Among Economically Disadvantaged Women: The Influences of Delayed Diagnosis and Treatment on Mortality. Cancer Epidemiol Biomarker Prevention, 17, 2882-2884 Taib, N. A. (2007). Breast Cancer in malaysia : are our women are getting the right message? 10 years experience in single institution in malaysia Asian Pacific J Cancer Prev, 8(1), 141-145. Taschi U. A. a. (2010). Comparison of knowledge and practices of breast selfexamination: A pilot study in Turkey. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, 11(5), 1417-1420. Tjindarbumi, D. (2005). Deteksi Dini Kanker dan Penanggulangannya (3 ed.). jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Widoyono. (2008). Penyakit Epidemiologi dan pencegahan dan pemberantasan. Jakarta: Erlangga. Zalihah, M. (2008). desicion making in breast cancer treatment : a qualitative inquiry pertanika journal social science and human 16(2). Tabel 1 karakteristik informan No Inisial informan Jenis kelamin 1 MW P 2 LZ P 3 AB P 4 SR P 5 ROS P 6 HT P 7 YT P 8 RW P 9 RL P 10 FN P 11 TI P 12 HW L 13 AM P 14 AN P Umur 40 29 33 37 54 45 52 33 40 35 53 51 30 39 Pendidikan PT PT PT SMA SMA SMA SMA SMA SD SD SD PT PT PT Pekerjaan PEG.SWASTA PEG.SWASTA PNS IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT IRT Dokter Perawat perawat