BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit prion atau penyakit encephalopathies (transmissible spongiform encephalopathies / TSEs ) dapat mempengaruhi manusia dan hewan. Penyakit ini dibedakan oleh lama periode waktu inkubasi, karakteristik perubahan spongiform yang berhubungan dengan hilangnya neuron, dan kegagalan untuk menginduksi respon inflamasi. Agen penyebab TSE dipercaya yaitu prions. Istilah prions dimaksudkan sebagai abnormal, agen patogen yang menular dan mampu menginduksi lipat abnormal dari spesifik protein normal seluler disebut protein prion yang banyak ditemukan pada otak. Fungsi dari protein prion normal masih belum sepenuhnya dipahami. Lipat abnormal (misfolding) dari protein prion menyebabkan kerusakan otak dan tanda gejala penyakit. Penyakit prion biasanya terjadi cepat dan selalu bersifat fatal. (CDC, 2018). Prion disease merupakan suatu gangguan yang disebabkan oleh protein berbentuk tidak normal yang disebut prions, terjadi pada sporadic (JakobCreutzfeldt disease / CJD), genetik (genetic Jakob-Creutzfeldt disease, Gerstmann-Sträussler-Scheinker syndrome, dan fatal familial insomnia), dan diperoleh bentuk (kuru, variant Jakob- Creutzfeldt disease, dan latrogenic JakobCreutzfeldt disease) (Geschwind, 2016). 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa sajakah penyakit prion yang dapat menginfeksi manusia? 2. Bagaimanakah ciri dan diagnosis penyakit prion? 3. Bagaimanakah epidemiologi dan patogenitas penyakit prion? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui jenis penyakit prion yang dapat menginfeksi manusia 2. Untuk mengetahui ciri dan diagnosis penyakit prion 3. Untuk mengetahui epidemiologi dan patogenitas penyakit prion 1 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Awal Seorang bernama Alfons Jakob menggambarkan kasus pertama penyakit prion pada manusia pada tahun 1921, lalu tahun 1923 Jakob berpikir bila kasusnya sama seperti yang ditangani oleh Hans Creutzfeldt di tahun 1920 dijelaskan terjadi pada seorang wanita muda. Penyakit ini sering disebut sebagai penyakit Jakob atau Jakob-Creutzfeldt disease hingga akhirnya, seorang peneliti bernama Clarence J. Gibbs mulai menggunakan istilah penyakit Creutzfeldt-Jakob karena akronim lebih dekat dengan inisial namanya (Geschwind, 2016). Pada awal 1980-an, agen protein baru telah dilaporkan berhubungan dengan infeksi scraple. Partikel-partikel protein kecil menular, yang kemudian disebut dengan prion, berbeda dari virus dan viroid karena tidak memiliki asam nukleat, baik DNA atau RNA (Partadiredja, 2007). 2.2 Prion disease Penyakit prion (pree-ahn) merupakan suatu kelompok penyakit neurodegenerative yang disebabkan oleh konversi dari protein prion normal (PrPC, prion-protein terkait, yang mana C untuk bentuk seluler protein) dengan struktur primarily α-heliks menjadi bentuk abnormal dari protein yang disebut prion (PrPSc, yang mana Sc untuk scraple, penyakit prion pada domba dan kambing). Prion abnormal (proteinaceous infectious particle) , memiliki struktur primarily ᵝpleated sheet (Geschwind, 2016). Penyakit prion atau penyakit encephalopathies (transmissible spongiform encephalopathies / TSEs ) dapat mempengaruhi manusia dan hewan. Penyakit ini dibedakan oleh lama periode waktu inkubasi, karakteristik perubahan spongiform yang berhubungan dengan hilangnya neuron, dan kegagalan untuk menginduksi respon inflamasi. Agen penyebab TSE dipercaya yaitu prions. Istilah prions dimaksudkan sebagai abnormal, agen patogen yang menular dan mampu menginduksi lipat 2 3 abnormal dari spesifik protein normal seluler disebut protein prion yang banyak ditemukan pada otak. Fungsi dari protein prion normal masih belum sepenuhnya dipahami. Lipat abnormal dari protein prion menyebabkan kerusakan otak dan tanda gejala penyakit. Penyakit prion biasanya terjadi cepat dan selalu bersifat fatal (CDC, 2018). Penyakit prion mempengaruhi manusia dan hewan. Pada hewan telah dilaporkan penyakit ini hanya muncul diantara spesies mamalia. Penyakit prion pada hewan ada enam variasi diantaranya; scrapie (pada domba dan kambing), transmissible mink encephalopathy (mink), bovine spongiform encephalopathy (BSE) atau penyakit sapi gila (sapi), chronic wasting disease (rusa mule, elk), feline spongiform encephalopathy (kucing), dan exotic ungulate encephalopathy (antelopes / mirip rusa). Pada manusia penyakit prion dibagi menjadi empat kategori yaitu; Creutzfeldt-Jakob disease (CJD), kuru, Gerstmann-SträuslerScheinker syndrome (GSS syndrome), dan fatal familial insomnia (FFI) (Partadiredja, 2007). 2.3 Epidemiologi Penyakit prion pada manusia terjadi di sebagian besar negara maju dan ± 1-1.5 juta manusia terinfeksi per tahun. Di Amerika Serikat, dengan populasi penduduk 330 juta, sekitar 400 kasus penyakit prion terdiagnosis pertahun (Maddox, Person, & Minino, 2015). Penyakit prion pada manusia 80-95% adalah sporadic Jakob-Creutzfeldt disease, 10-15% adalah genetic (biasanya familial), dan kurang dari 1% diperoleh. Pada sporadic Jakob-Creutzfeldt disease, konversi PrPC ke PrPSc diduga terjadi secara spontan (atau mungkin melalui mutasi somatik dari PRNP). Pada penyakit prion genetic, diperkirakan bahwa mutasi pada gen protein prion, PRNP, membuat PrPC lebih rentan terhadap perubahan konformasi (misfolding) ke PrPSc. Pada bentuk PrPSc secara tidak sengaja menularkan pada manusia, menyebabkan endogen PrPC terjadi misfolding (Brown & Mastrianni, 2010). 3 4 2.4 Sporadic Jakob-Creutzfeldt disease Sporadic Jakob-Creutzfeldt disease dilaporkan memiliki kelangsungan hidup rata-rata sekitar 6 bulan (rata-rata sekitar 5 bulan), dengan 85-90% pasien meninggal dalam 1 tahun. Infeksi biasanya teradi pada individu dengan usia 55-75 tahun, dengan rata-rata 64 tahun (Puoti, Bizzi, & Forioni, 2012). 2.4.1 Diagnosis Sporadic Jakob-Creutzfeldt disease Infeksi pada manusia dapat menyebabkan terjadinya perubahan hitopatologi, termasuk kehilangan sel saraf, gliosis, vacuolasi (sebelumnya disebut perubahan spongiform), dan PrPSc deposisi. Gambar 2.4.1(1) Pemeriksaan infeksi ini bisa secara patologi (pasti) dan juga bisa dilakukan diagnosis secara imunohistokimia atau western blot untuk identifikasi proteaseresistant PrPSc. 4 5 Gambar 2.4.1(2) Diagnosis klinis penyakit ini didasarkan pada gejala dan tes tambahan, seperti CSF (cerebrospinal fluid), EEG (electroencephalography), dan MRI (magnetic resonance imaging) otak. Secara umum penyakit ini menyebabkan demensia yang cepat disertai perilaku yang tidak biasa, ataxia (galt), dan myoclonus (Brown & Mastrianni, 2010). Penyakit ini menyerang di banyak bagian otak, dapat meniru sehingga banyak ahli neurologis dan kejiwaan sulit menentukan diagnosis, sehingga beberapa menyebut penyakit ini sebagai “the great mimicker” (Paterson, Torres, & Kuo, 2012). 5 6 Gambar 2.4.1(3) 2.4.2 Diagnosis Tes Ada beberapa pemeriksaan tes tambahan seperti CSF, EEG, dan MRI untuk mendeteksi penyakit ini. EEG merupakan tes diagnostik awal dan menunjukkan 1 Hz -2 Hz periodik gelombang tajam kompleks (biasanya tidak muncul sampai pasien terserang penyakit dalam waktu yang cukup lama) (Steinhoff, Zerr, & Glattiing, 2004). 2.5 Genetik Prion Disease Genetik klinikopatologi prion yaitu; disease dibagi familial menjadi tiga bentuk Jakob-Creutzfeldt StäusslerScheinker, dan insomnia familial fatal. 6 disease, berdasarkan Gerstmann- 7 Diagnosis genetic prion disease sulit dilakukan karena banyak keragaman seperti; usia (dari anak hingga tua), durasi (beberapa bulan hingga tahun), gejala, dan fitur neuropathologic. Beberapa penyakit prion genetik dapat terlihat seperti penyakit Alzheimer, penyakit Huntington, penyakit jiwa, demensia frontotemporal, insomnia parah, dysautonomia atau bahkan gangguan pencernaan dengan neuropathy (Lloyd, Mead, & Collinge, 2013). 2.6 Familial Jakob-Creutzfeldt Disease Familial Jakob-Creutzfeldt Disease disebabkan oleh lebih dari 20 PRNP mutasi yang berbeda. Penyakit ini biasanya muncul sebagai demensia yang cepat dengan ataxia dan gangguan motorik lainnya. Infeksi ini biasanya menyerang pada usia 30-55 tahun. Diagnosis penyakit ini bisa dilakukan dengan CSD, EEG, dan MRI. Pasien yang terinfeksi pada pemeriksaan EEG akan terlihat adanya variasi dimana terjadinya periodic tajam, gelombang kompleks cenderung muncul terlambat. 2.7 Gerstmann-Sträussler-Scheinker syndrome Gerstmann-Sträussler-Scheinker syndrome biasanya muncul sebagai Parkinson, gangguan ataxic atau motoric dengan demensia, dan amyotrophic. Sekitar selusin PRNP dan OPRI mutasi dapat menyebabkan GerstmannSträussler-Scheinker syndrome. Biasanya penyakit menyerang pada usia 20-70 tahun (rata-rata 50 tahun). Pemeriksaan MRI, EEG dan CSF biasanya tidak membantu untuk mengatur penyakit ini. EEG pada pasien dengan penyakit ini biasanya mengungkapkan terjadinya perlambatan non spesifik (Sano, Satoh, & Atarashi, 2013). 2.8 Fatal Familial Insomnia Penyakit ini merupakan bentuk yang sangat langka yng terkait dengan PRNP tunggal mutasi titik. Penyakit ini biasanya menyerang pada usia 40 tahun. penyakit ini biasanya terlihat dengan insomnia progresif parah selama beberapa bulan, yang diikuti dengan dysautonomia (takikardia, hyperhidrosis, dan 7 8 hiperpireksia). Gangguan motoric dan manifestasi kognitif cenderung terjadi di akhir. Kelangsungan hidup rata-rata sekitar 18 bulan. Terdapat kesamaan penyakit ini dengan Gerstmann-Sträussler-Scheinker syndrome dimana pada pasien yang teriinfeksi hasil EEG dengan insomnia familial fatal menunjukkan perlambatan umum, tanpa periodic gelombang kompleks. Pemeriksaan CSF non diagnostic dengan sensitivitas yang sangat rendah (Sanchez, Green, & Ladogana, 2006) . 2.9 Acuired Creutzfieldt Disease Acuired Creutzfieldt Disease merupakan penyakit prion yang ditularkan ke orang dari hewan atau orang lain. tiga bentuk utama pada manusia ; kuru, CJD Varian (penyakit manusia yang dihasilkan dari BSE dengan mengkonsumsi daging dari sapi yang terinfeksi), CJD latrogenik ((penyakit manusia yang ditularkan secara tidak sengaja selama proses bedah). Acuired Creutzfieldt Disease jarang dan tingkat insidennya menurun. Kuru merupakan bentuk yang dikenal pertama kali dari Acuired Creutzfieldt Disease, pernah diidentifikasi antara Fore people Papua Nugini. Sebagian besar infeksi ini telah diberantas dari praktek endocannibalisme. Periode inkubasi penyakit ini lebih lama diatas 50 tahun (Asante, Smidak, & Grimshaw, 2015). 2.10 latrogenik CJD Di seluruh dunia sebagian besar kasus muncul melalui penggunaan alat medis yang tidak sengaja terkontaminasi Human Growth Hormone treatment pada anak saat operasi Penularan dari manusia ke manusia juga dapat dilakukan melalui operasi transplantasi kornea. kasus iatrogenik telah dilaporkan akibat transmisi varian CJD. Sementara ini memang 'iatrogenik' di alam, 'iatrogenik CJD' cenderung digunakan untuk menggambarkan contoh yang tercantum di atas dan contoh yang berkaitan dengan varian CJD dibahas dalam varian bagian CJD sebagai kasus 'transmisi sekunder. 8 9 2.11 Varian Jakob Creutzfieldt Disease Penyakit varian Creutzfeldt-Jakob (vCJD) merupakan penyakit prion pertama kali dijelaskan pada tahun 1996 di Inggris. Secara bukti ilmiah dikatakan sebagai sesuatu agen yang bertanggung jawab atas wabah penyakit prion pada sapi. Varian CJD (vCJD) bukanlah penyakit yang sama seperti CJD klasik (sering hanya disebut CJD). Ini memiliki karakteristik klinis dan patologis yang berbeda dari CJD klasik. Setiap penyakit juga memiliki profil genetik tertentu dari gen protein prion. Kedua gangguan yang selalu penyakit otak yang fatal dengan masa inkubasi yang luar biasa panjang diukur dalam tahun, dan disebabkan oleh agen menular tidak konvensional disebut prion. Tabel 2.11 Perbedaan CJD dan VCJD Karakteristik klinis dan patologis Membedakan klasik CJD dari varian Creutzfeldt-Jakob Ciri CJD klasik varian CJD Usia rata-rata kematian 68 tahun 28 tahun Durasi rata-rata penyakit 4-5 bulan 13-14 bulan demensia; tanda dan gejala klinis tanda-tanda neurologis awal gelombang tajam periodik pada electroencephalogram “Pulvinar tanda” pada MRI* sering hadir tidak dilaporkan Kehadiran “plak kemerahan” pada Langka atau Menonjol kejiwaan gejala / perilaku; dyesthesiasis menyakitkan; tanda-tanda neurologis tertunda sering absen Hadir dalam> 75% kasus Hadir dalam jumlah besar neuropatologi tidak ada analisis Immunohitochemical akumulasi akumulasi ditandai protease- jaringan otak variabel resistance protein prion Kehadiran agen di jaringan limfoid Tidak mudah terdeteksi 9 mudah dideteksi 10 Karakteristik klinis dan patologis Membedakan klasik CJD dari varian Creutzfeldt-Jakob Ciri Rasio Glycoform meningkat pada analisis imunoblot dari proteaseresistance protein prion CJD klasik varian CJD tidak akumulasi ditandai protease- dilaporkan resistance protein prion 2.11.1 Kriteria Diagnostik Pasien diduga Varian CJD akan menunjukkan beberapa kriteria diagnostic diantaranya; a. usia saat ini atau usia saat kematian <55 tahun (otopsi otak dianjurkan, namun, untuk semua kasus CJD dokter-didiagnosis). b. gejala kejiwaan saat onset penyakit dan / atau persisten gejala sensoris yang menyakitkan (nyeri frank dan / atau dysesthesia). c. Demensia, dan pengembangan ≥4 bulan setelah onset penyakit dari setidaknya dua dari lima berikut tanda-tanda neurologis: koordinasi yang buruk, mioklonus, chorea, hiperrefleksia, atau tanda-tanda visual. (Jika terus-menerus gejala sensorik yang menyakitkan ada, ≥4 bulan keterlambatan dalam perkembangan tanda-tanda neurologis tidak diperlukan). d. Sebuah normal atau EEG yang abnormal, tetapi tidak perubahan EEG diagnostik sering terlihat di CJD klasik. e. Durasi penyakit lebih dari 6 bulan. f. investigasi rutin pasien tidak menyarankan alternatif, diagnosis non-CJD. g. Tidak ada sejarah penerimaan hormon pertumbuhan hipofisis manusia kadaver atau cangkok dura mater. h. Tidak ada sejarah CJD di gelar pertama relatif atau prion protein mutasi gen pada pasien. 10 11 2.11.2 Hubungan dengan BSE (Penyakit sapi gila) Sebuah studi eksperimental melaporkan pada bulan Juni 1996 menunjukkan bahwa tiga cynomologus monyet monyet diinokulasi dengan jaringan otak yang diperoleh dari ternak dengan BSE memiliki fitur klinis dan neuropathological sangat mirip dengan orang-orang dari vCJD. BSE (bovine spongiform encephalopathy) adalah gangguan neurologis yang progresif sapi yang dihasilkan dari infeksi oleh agen menular biasa disebut prion. Sifat agen menular tidak dipahami dengan baik. Saat ini, teori yang paling diterima adalah bahwa agen adalah bentuk modifikasi dari protein normal yang dikenal sebagai protein prion. Untuk alasan yang belum dipahami, normal perubahan protein prion menjadi bentuk patogen (berbahaya) yang kemudian merusak sistem saraf pusat ternak. Secara epidemiologi BSE di Inggris memuncak pada bulan Januari 1993 di hampir 1.000 kasus baru per minggu. Sejak itu, jumlah tahunan kasus BSE di Inggris telah turun drastis 2 kasus di 2015 11 kasus pada 2010 225 kasus pada tahun 2005 1443 kasus pada tahun 2000 14.562 kasus pada tahun 1995 Sapi seperti yang digambarkan di sini, yang dipengaruhi oleh pengalaman BSE degenerasi progresif dari sistem saraf (CDC, 2018). 2.12 Pengobatan Beberapa gejala penyakit prion manusia dapat diobati, sementara saat ini tidak ada obat yang tersedia yang mampu untuk mengatasi karena penyakit prion. 11 12 BAB III KESIMPULAN Penyakit prion atau penyakit encephalopathies (transmissible spongiform encephalopathies / TSEs ) dapat mempengaruhi manusia dan hewan. Penyakit ini dibedakan oleh lama periode waktu inkubasi, karakteristik perubahan spongiform yang berhubungan dengan hilangnya neuron, dan kegagalan untuk menginduksi respon inflamasi. Agen penyebab TSE dipercaya yaitu prions. Istilah prions dimaksudkan sebagai abnormal, agen patogen yang menular dan mampu menginduksi lipat abnormal dari spesifik protein normal seluler disebut protein prion yang banyak ditemukan pada otak. Fungsi dari protein prion normal masih belum sepenuhnya dipahami. Lipat abnormal (misfolding) dari protein prion menyebabkan kerusakan otak dan tanda gejala penyakit. Penyakit prion biasanya terjadi cepat dan selalu bersifat fatal Penyakit prion mempengaruhi manusia dan hewan. Pada hewan telah dilaporkan penyakit ini hanya muncul diantara spesies mamalia. Penyakit prion pada hewan ada enam variasi diantaranya; scrapie (pada domba dan kambing), transmissible mink encephalopathy (mink), bovine spongiform encephalopathy (BSE) atau penyakit sapi gila (sapi), chronic wasting disease (rusa mule, elk), feline spongiform encephalopathy (kucing), dan exotic ungulate encephalopathy (antelopes / mirip rusa). Pada manusia penyakit prion dibagi menjadi empat kategori yaitu; Creutzfeldt-Jakob disease (CJD), kuru, Gerstmann-SträuslerScheinker syndrome (GSS syndrome), dan fatal familial insomnia (FFI) Sampai saat ini belum ada pengobatan untuk mengatasi prion disease. 12 13 DAFTAR PUSTAKA Asante, E., Smidak, M., & Grimshaw, A. (2015). A naturally occurring variant of the human prion protein completely prevents prion disease. Nature, 522(7557):478–481. Brown, K., & Mastrianni, J. (2010). The Prion Disease. 23(4):277-298. CDC, C. (2018, October 9). Prion Disease. Geschwind, M. D. (2016, May 25). Prion Diseases. 1-39. Lloyd, S., Mead, S., & Collinge, J. (2013). Genetics of prion diseases. Curr Opin Genet Dev, 23(3):345–351. Maddox, R., Person, M., & Minino, A. (2015). improving Creutzfeldt-Jakob disease incidence estimates by incorporating results of neuropathological analyses, United States, 2003–2011. Prion, S55-S56. Partadiredja, G. (2007, August). Human Prion Disease; Structure, Function, and Genetics of Prions. 57(8), 274-278. Paterson, R., Torres, C. C., & Kuo, A. (2012). Differential diagnosis of JakobCreutzfeldt disease. Arch Neurol, 69(12):1578-1582. Puoti, G., Bizzi, A., & Forioni, G. (2012). Sporadic human prion disease : molecular insight and diagnosis. Lancet Neurol, 11(7):618-628. Sanchez, P. J., Green, A., & Ladogana, A. (2006). tests in the differential diagnosis of Creutzfeldt-Jakob disease. Neurology, 67(4):637–643. Sano, K., Satoh, K., & Atarashi, R. (2013). Early detection of abnormal prion protein in genetic human prion diseases now possible using real-time QUIC assay. PLoS One, 8(1):e54915. Steinhoff, B., Zerr, J., & Glattiing, M. (2004). Diagnostic valueof periodic complexes in Creutzfeldt-Jakob disease. Ann Neurol, 56(5):702–708. 13