Uploaded by User35972

Strategi Dakwah NU untuk m,embentengi Nahdliyin dari Aliran Islam Radikal

advertisement
STRATEGI DAKWAH NAHDLATUL ULAMA DALAM
MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN DARI ALIRAN
ISLAM RADIKAL
(Studi Kasus Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Semarang
Periode 2001-2006 )
SKRIPSI
Untuk memenuhi persyaratan
mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I)
Jurusan Manajemen Dakwah (MD)
Disusun oleh:
AWALUDIN
11 01056
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2008
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 5 (eksemplar)
Hal
: Persetujuan Naskah
Usulan Skripsi
Kepada
Yth. Bapak Dekan Fakultas Da’wah
IAIN Walisongo Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana
mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara/i :
Nama
: AWALUDIN
NIM
: 11 01056
Jurusan
: DA’WAH /MD
Judul Skripsi : STRATEGI DAKWAH NAHDLATUL ULAMA
DALAM MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN
DARI ALIRAN ISLAM RADIKAL (Studi Kasus
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Semarang
Periode 2001-2006 )
Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian
atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, 12 Maret 2007
Pembimbing,
Bidang Substansi Materi,
Bidang Metodologi & Tatatulis,
Drs. H. Anasom, M.Hum
NIP. 150 267 748
Drs. M. Mudhofi. M.Ag
NIP. 150 289 444
ii
SKRIPSI
STRATEGI DAKWAH NAHDLATUL ULAMA DALAM MEMBENTENGI
WARGA NAHDLIYIN DARI ALIRAN ISLAM RADIKAL (Studi Kasus
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Semarang Periode 2001-2006 )
Disusun oleh
AWALUDIN
11 01056
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal: 25 April 2007
dan dinyatakan telah lulus memenuhi sarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji/
Dekan/Pembantu Dekan,
Anggota Penguji,
Drs. Ali Murtadho M.Pd
NIP. 150 277 618
Drs. HM. Aminudin Sanwar.MM
NIP. 150 170 349
Sekretaris Dewan Penguji/
Pembimbing,
Drs. H. Anasom, M.Hum
NIP. 150 267 748
Saerozi, S.Ag, M.Pd
NIP. 150 289 732
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh maupun yang belum atau tidak diterbitkan,
sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftarpustaka.
Semarang, Agustus 2007
TTD
(Awaludin)
NIM : 1101056
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persmbahkan kepada :
9 Bapak (H. Nasrun) dan Ibu (Hj. Indarsih) Sebagai tanda terimakasih atas
do`a, kasih sayang, pengorbanan, dan semangat yang telah diberikan.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan anugerah yang tiada tara atas
jasa dan pengorbanan yang telah diberikan.
9 Adikku (Ema Sulistia) yang telah memberi motivasi dan mendoakan
penulis, semoga bahagia dan sukses selalu.
v
MOTTO
‫ﻮﻥ‬‫ﺼِﻠﺤ‬
 ‫ ﻣ‬‫ﺤﻦ‬
 ‫ﻧ‬ ‫ﺎ‬‫ﻧﻤ‬‫ﺽ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﹾﺍ ِﺇ‬
ِ ‫ﺭ‬ ‫ﻭﹾﺍ ﻓِﻲ ﺍ َﻷ‬‫ﺴﺪ‬
ِ ‫ﺗ ﹾﻔ‬ ‫ﻢ ﹶﻻ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻭِﺇﺫﹶﺍ ﻗِﻴ ﹶﻞ ﹶﻟ‬
َ
"Dan bila dikatakan kepada mereka:" Janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan." {Al-baqarah: 11}
‫ﻭ ﹶﻥ‬‫ﻌﺮ‬ ‫ﺸ‬
 ‫ﻳ‬ ‫ﻭﻟﹶـﻜِﻦ ﱠﻻ‬ ‫ﻭ ﹶﻥ‬‫ﺴﺪ‬
ِ ‫ﻤ ﹾﻔ‬ ‫ﻢ ﺍﹾﻟ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻧ‬‫ﺃﹶﻻ ِﺇ‬
Ketahuilah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan,
tetapi mereka tidak menyadarinya. {Al-baqarah: 12}
vi
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Strategi Dakwah PCNU Kota Semarang Dalam
Membentengi Warga Nahdliyin Dari Aliran Islam Radikal (Studi Kasus PCNU
Kota Semarang Periode 2001-2006)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pertama, pandangan PCNU kota Semarang mengenai Islam radikal. Kedua,
bagaimana strategi dakwah PCNU Kota Semarang dalam membentengi diri dari
aliran Islam radikal.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang membahas tentang
strategi dakwah Nahdlatul Ulama dalam membentengi warga nahdliyin dari
alirani Islam radikal (staidi kasus PCNU kota Semarang). Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini berusaha
mendeskripsikan strategi dakwah NU dalam membentengi warga nahdliyin dari
alirani Islam radikal (studi kasus PCNU Kota Semarang).
Adapun hasil dari penelitian ini adalah pertama, PCNU Kota Semarang
memaknai Islam radikal sebagai aliran atau paham yang hendak mewujudkan
konsep syariat dalam kehidupan sehari-hari dengan berorientasi pada penegakan
dan pengamalan "Islam yang murni", serta menghendaki perubahan drastis
dengan menghalalkan segala cara yang dapat mengakibatkan pada aksi kekerasan.
Kedua, Dalam rangka merespon ancaman dari aliran Islam radikal, PCNU Kota
Semarang memiliki strategi dalam mengantisipasi ancaman tersebut melalui tiga
aspek. Yaitu dari aspek akidah yang dilakukan dengan meyakinkan pemahaman
ahli sunnah wal jama'ah yang sebenar-benarnya. Kemudian dari aspek syariat
yakni membiasakan ibadah dengan menggunakan madzhab Syafi'i dan tidak
melenceng dari madzhab tersebut. Terahir dari aspek tasawuf yakni dengan
membentengi diri melalui ajaran tarekat yang ada di bawah naungan NU. Strategi
ini dilakukan dengan menggunakan media dakwah, pengembangan ekonomi dan
pendidikan baik dalam bentuk formal maupun nonformal.
vii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
segala puji bagi-Nya Tuhan semesta alam, atas segala nikmat dan karunia
kemuadahan serta petunjuk-Nya yang diberikan kepada penulis, Sholawat beserta
salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah
membimbing umat Nya kepada jalan kebenaran.
Skripsi yang berjudul "Strategi Dakwah Nahdlatul Ulama Dalam
Membentengi Warga Nahdliyin Dari Aliran Islam Radikal (Stadi Kasus PCNU
Kota Semarang)" ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh
derajat Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) Jurusan Manajemen Dakwah pada Fakultas
Dakwah IAIN Walisonga Semarang.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan peran dan bantuannya, khususnya kepada yang terhormat :
1. Drs. H. M. Zain Yusuf, selaku Dekan Fakultas Dakwah AIN WalisoIngo
Semarang
2. Drs. H. Anasom. M.Hum. Selaku dosen pembimbing I, di tengah aktivitas
dan kesibukan beliau senantiasa memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis dalam penelitian ini.
3. Drs. M. Mudhofi, M. Ag, Selaku dosen pembimbing II yang dengan
segala kesabaran dan kelapangan hati senantiasa memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis di tengah aktivitas dan kesibukan beliau.
viii
4. Segenap pengurus PCNU Kota Semarang yang telah berkenan membantu
dan memberikan informasi yang penulis perlukan dalam menyusun
penelitian ini.
5. Bapak dan ibu, adikku serta keluarga besarku yang secara langsung
maupun tidak langsung telah membantu, baik moril maupun materiil
dalam menyusun skripsi ini.
6. Segenap dosen Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang atas
trnsformasi ilmu yang telah diberikan. Semoga dapat bermanfaat bagi
agama, nusa dan bangsa.
7. Segenap pegawai perpustakaan Fakultas Dakwah dan IAIN Walisonga
Semarang atas pelayanan yang telah diberikan.
8. Sahabat-sahabatku, semoga persaudaraan ini untuk selamanya.
Semoga amal mereka mendapat anugerah lebih dari Allah SWT. Akhirnya
penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena masih
minimnya cakrawala pengetahuan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca yang
budiman.
Semarang, 05 Juli 2007
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ATAU PENGESAHAN.................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………… iii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... iv
PERSEMBAHAN............................................................................................. v
MOTTO............................................................................................................. vi
ABSTRAK......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR....................................................................................... viii
DAFTAR ISI..................................................................................................... x
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................
5
1.4 Tinjauan Pustaka .................................................................... 6
1.5 Kerangka Teori ........................................................................ 8
1.6 Metode Penelitian …................................................................ 10
1.6.1. Jenis, dan Spesifikasi Penelitian................................... 10
1.6.2. Sumber dan Jenis Data................................................. 11
1.6.3. Teknik Pengumpulan Data........................................... 11
1.6.4. Teknik Analisis Data..................................................... 12
1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ................................................. 13
BAB II
GAMBARAN UMUM PCNU KOTA SEMARANG
x
2.1 Sejarah Berdirinya PCNU Kota Semarang........................... 16
2.2 Struktur Organisasi PCNU Kota Semarang.........................
20
2.3 Program Kerja PCNU Kota Semarang Dalam
Membentengi Warga Nahdliyin Dari IslamRadikal...........
BAB III
23
STRATEGI DAKWAH DAN ISLAM RADIKAL
3.1 Tinjauan Umum Tentang Dakwah........................................ 26
3.1.1. Pengertian Dakwah....................................................... 26
3.1.2. Unsur-unsur dakwah.................................................... 28
3.2 Strategi Dakwah...................................................................... 32
3.3 Gambaran Umum Islam Radikal dan Penganut
Paham Tersebut....................................................................... 35
3.3.1. Definisi Islam Radikal................................................. 35
3.3.2. Munculnya Paham Islam Radikal.............................. 40
3.3.3. Islam Radikal di Indonesia………………………….
43
3.3.4. Gambaran Islam Radikal di Semarang……………… 48
BAB IV
STRATEGI DAKWAH PCNU KOTA SEMARANG
DALAM MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN
DARI PAHAM ISLAM RADIKAL
4.2. Pandangan PCNU Kota Semarang terhadap Paham
Islam Radikal.. ....................................................................
53
4.3. Strategi Dakwah PCNU Kota Semarang Dalam
Membentengi warga Nahdliyin Dari Paham
Islam Radikal.......................................................................
BAB V
63
ANALISIS STRATEGI DAKWAH PCNU KOTA SEMARANG
DALAM MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN DARI
ALIRAN ISLAM RADIKAL
5.1 Pandangan PCNU Kota Semarang terhadap Paham
Islam Radikal.......................................................................... 65
5.2 Strategi Dakwah PCNU Kota Semarang Dalam
Membentengi warga Nahdliyin Dari Paham Islam
Radikal.....................................................................................70
xi
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan ............................................................................ 79
6.2 Saran-saran ………………………………………………… 79
6.3 Penutup ……………………………………………………… 80
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Setiap organisasi yang berada pada suatu tempat selalu mengalami
perubahan. Perubahan itu terjadi sebagai respon dari perkembangan yang
terjadi di masyarakat. Perubahan dalam masyarakat saat ini sudah menjadi
keniscayaan yang patut dimaklumi. Konsekuensi logis dari kenyataan ini
ialah bahwa satu segi kehidupan organisasional yang amat penting untuk
selalu mendapat perhatian pimpinan puncak suatu organisasi adalah
menyesuaikan kemampuan organisasi yang dipimpinnya dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang pasti selalu terjadi (Siagian, 1994:7). Untuk
organisasi perlu memakai pembinaan dan menentukan strategi dalam
menjalankan aktivitas agar organisasi tersebut mampu menyesuaikan diri.
Strategi berasal dari kata Yunani strategos yang berarti jenderal. Oleh
karena itu, kata strategi secara harfiah berarti “Seni para Jenderal” (Steiner &
Miner, 1988 :18). Secara khusus strategi lebih menekankan pada penempatan
sasaran dan memastikan implementasi secara tepat. Artinya, ketika organisasi
memiliki strategi dalam menjalankan aktivitasnya, maka secara tidak langsung
organisasi
tersebut
tengah
menempatkan
sasaran
dan
memastikan
implementasi kebijakan yang akan dilakukan.
Siagian dalam bukunya “Analisis Serta Perumusan Kebijakan dan
Strategi Organisasi” merumuskan delapan langkah yang menjadi keharusan
dalam membentuk suatu kebijakan, yaitu :
1
2
1. Merumuskan tujuan yang hendak dicapai
2. Menetapkan berbagai sasaran
3. Menetapkan berbagai kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai
sasaran.
4. Mengembangkan sistem dan mekanisme kerja yang tepat
5. Mengalokasikan sumber dana, daya, peralatan serta tenaga manusia
6. Memonitor hasil yang dicapai
7. Melakukan berbagai perubahan organisasional apabila diperlukan,
8. Menata hubungan antar manusia dalam organisasi sedemikian rupa agar
mereka dapat bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat.
Beberapa
kegiatan
itu
harus
menjadi
perhatian
dalam
menyelenggarakan kegiatan lain serta dalam merumuskan kebijakan dan
strategi organisasi (Siagian, 1994 : 7). Uraian yang dikemukakan Siagian
adalah keharusan yang dilakukan setiap organisasi untuk saat ini.
Era reformasi merupakan era perubahan yang ditandai dengan
munculnya kebebasan berbagai aspek seperti, kebebasan mengeluarkan
pendapat, berargumen, bahkan sampai pada kebebasan berkelompok. Hal ini
tampak sejak lengsernya Orde Baru dari panggung kekuasaan, masa transisi di
Indonesia dimulai dengan perubahan sosio-politik yang amat menentukan bagi
masa depan bangsa (Zadda, 2002 : 1). Perubahan ini membawa dampak pada
kebijakan seluruh elemen, baik yang bersifat institusional maupun individual.
Di antara kebijakan yang banyak menaruh perhatian adalah persoalan
demokratisasi dan hak asasi manusia.
3
Dalam beberapa tahun terakhir ini, selain demokratisasi dan hak-hak
azasi manusia (HAM), diskursus yang muncul ke permukaan politik domestik
maupun internasional, khususnya yang berkaitan dengan persoalan religiopolitik, adalah mengenai "kebangkitan" Islam politik, yang terkadang ditandai
dengan merebaknya fenomena "radikalisme" Islam. Dalam sejumlah literatur,
istilah Islam politik, radikalisme atau neo-fundamentalis memiliki tafsiran
yang sulit untuk dibedakan satu sama lain. Istilah radikalisme umumnya
dipakai untuk merujuk pada gerakan-gerakan Islam politik yang berkonotasi
negatif seperti "ekstrem, militan, dan in-toleran" serta "anti-Barat/Amerika".
Bahkan sejak 11 September 2001, istilah radikalisme dan fundamentalisme
dicampur-adukkan dengan terorisme. Radikalisme tidak datang tanpa sebab
dan tidak muncul secara kebetulan, melainkan memiliki sebab-sebab dan
faktor yang mendorongnya muncul (Qardawi, 2004: 59).
Dalam panggung politik domestik, bangkitnya gerakan-gerakan
radikalisme keagamaan ditandai dengan maraknya aksi-aksi yang melibatkan
massa yang dimotori berbagai kelompok Islam "garis keras", yang umumnya
memiliki persamaan dalam satu hal, yaitu menghendaki penerapan syariat
(hukum) Islam di bumi Nusantara. Gerakan-gerakan ini muncul terkait erat
dengan berbagai persoalan, seperti tidak adanya proses penegakan hukum
secara adil dan sungguh-sungguh, serta ketidakadilan di sektor sosial,
ekonomi, maupun politik (Sumtaki, 2003: 7).
Kondisi yang demikian telah menjadi pemicu dan berujung pada sikap
anarkis. Sikap apatis terhadap komunitas non-seiman menjadikan sikap
4
toleransi di Indonesia tidak bisa berjalan lurus. Hal ini yang kemudian
menjadikan Islam di Indonesia mendapat image negatif oleh masyarakat luar.
Image negatif yang dilekatkan pada komunitas Islam ini berbuntut pada
munculnya kekhawatiran terhadap kelembagaan Islam.
Ahmad
Khoirul
Umam
(2003:
8)
menyebutkan
bahwa
MENKOPOLKAM pada waktu itu (Susilo Bambang Yudoyono) telah
mengatakan ada sekitar enambelas pesantren di Jawa Tengah yang dijadikan
sasaran pengkaderan Jamaah Islamiah, organisasi yang selama ini dituduh
sebagai dalang sejumlah aksi kekerasan dan terorisme di Indonesia (sekedar
informasi Susilo Bambang Yudoyono merupakan MENKOPOLKAM pada
masa pemerintahan Megawati). Hal ini merupakan kecurigaan yang mendalam
terhadap kelembagaan Islam, karena pesantren selalu diidentikkan dengan
sarang teroris. Realitas tersebut memberikan inspirasi bagi ormas Islam untuk
membentengi diri agar tidak terpengaruh dengan aliran yang bergaris keras,
radikal dan anarkis tersebut.
Nahdlatul Ulama, organisasi yang didirikan K.H. Hasyim Asy’ari ini
memiliki masa yang begitu banyak. Ormas ini mencakup kalangan masyarakat
awam, sehingga lebih merakyat dan dengan mudah diterima oleh masyarakat.
Wajar jika jumlah mereka lebih banyak dibanding ormas-ormas yang lain.
Yang menjadi permasalahan adalah ketika pemahaman radikal, garis keras
dan anarki masuk dan meresap dalam pola pikir mereka. Akankah kesan
teroris dialamatkan pada komunitas Nahdlatul Ulama di Indonesia?.
5
Untuk mengantisipasi aliran radikalisme, Nahdlatul Ulama tentunya
memasang strategi guna mengantisipasi masuknya pemahaman radikal yang
nanti akan merusak ideologi anggotanya. Metode dakwah untuk membentengi
diri agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan makna jihad, Islam
kaffah dan lain sebagainya dituangkan dalam agenda tertentu. Hal ini menarik
untuk diteliti, selain untuk mendeskripsikan juga sebagai acuan atau patokan
bagi ormas atau lembaga lain yang tengah menata diri untuk mengantisipasi
masuknya aliran tersebut. Maka dari itu penulis ingin menelaah bagaimana
strategi dakwah yang diterapkan Nahdlatul Ulama dalam membentengi diri
dari aliran Islam radikal. Penelitian ini penulis kemas dengan judul: ”Strategi
Dakwah Nahdlatul Ulama dalam Membentengi Warga Nahdliyin dari
Aliran Islam Radikal (Studi Kasus PCNU Kota Semarang Periode 20012006)
1.2.Rumusan Masalah
Untuk menghindari luasnya permasalahan yang diteliti, maka penulis
kerucutkan rumusan permasalahan menjadi :
1. Bagaimana pandangan PCNU Kota Semarang mengenai Islam radikal?
2. Bagaimana strategi dakwah PCNU Kota Semarang dalam membentengi
warga Nahdliyin dari aliran Islam radikal?
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui pandangan PCNU Kota Semarang mengenai Islam
radikal
6
2. Untuk mengetahui bagaimana strategi dakwah PCNU dalam membentengi
warga Nahdliyin dari aliran Islam radikal.
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini di antaranya :
1. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
tentang strategi dakwah, khususnya strategi dakwah dalam membentengi
warga nahdliyin dari aliran Islam garis keras atau aliran radikal.
2. Secara praktis
Dengan adanya strategi dakwah yang baik, maka umat Islam
khususnya warga nahdliyin dapat terhindar dari aliran yang bergaris keras,
radikal dan anarkis, disamping itu, strategi dakwah yang diterapkan oleh
PCNU Kota Semarang dapat ditiru dan dikembangkan oleh ormas Islam
lainnya, sehingga image negatif umat Islam di Indonesia dapat dihilangkan,
karena sesungguhnya Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.
1.4. Tinjauan Pustaka
Pada bagian ini akan disebutkan beberapa penelitian sebelumnya yang
ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Semua itu untuk
menunjukkan bahwa masalah yang akan diteliti bukanlah sama sekali belum
pernah ditulis, diteliti atau disinggung orang sebelumnya. Kegunaannya
adalah untuk mengetahui apakah hanya merupakan bentuk pengulangan.
1. Skripsi yang berjudul ”Aplikasi Manajemen Organisasi dan Pengaruhnya
Terhadap Gerakan Dakwah di Kalangan Remaja Nahdlatul Ulama (Studi
Kasus di Kecamatan Batu Jepara) oleh Ismawati (tidak dipublikasikan,
7
skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, 2000). Pembahasan
di dalamnya menjelaskan bahwa manajemen sangat penting dalam suatu
organisasi, tanpa adanya manajemen dengan baik, maka suatu organisasi
tidak akan berkembang, bahkan sulit untuk mencapai tujuan yang dicapai.
Penjelasan yang diulas dalam skripsi tersebut menggunakan pendekatan
sosial dengan obyek penelitian masyarakat di Kecamatan Batu Jepara.
Realitas dakwah yang ada di masyarakat Kecamatan Batu Jepara
dideskripsikan untuk menentukan tingkat efisiensi dan efektifitasnya
2. Skripsi yang berjudul ”Aplikasi Manajemen Dalam Pelaksanaan Dakwah
Oleh Fatayat Nahdlatul Ulama di Kabupaten Pati” . Penelitian ini
dilakukan oleh Siti Marhumah (tidak dipublikasikan, skripsi Fakultas
Dakwah, IAIN Walisongo Semarang,1996). Fokus dalam skripsi ini
adalah bagaimana aplikasi sistem manajemen pada organisasi Fatayat
Nahdlatul Ulama di Kabupaten Pati bagi kepentingan dakwah Islam.
Pendekatan yang digunakan sama seperti skripsi yang ada di atas, yaitu
dengan menggambarkan sebuah fenomena sosial yang terjadi di
masyarakat Pati yang kemudian dianalisis untuk menemukan efektifitas
dan efisiensi dakwah.
3. Skripsi yang berjudul ” Strategi Dakwah Lembaga Nahdlatul Ulama
(LDNU) Kota Semarang Dalam Mengembangkan Islam di Kota
Semarang” , disusun oleh Siti Nur Farida (tidak dipublikaikan, skripsi,
fakultas Dakwah IAIN Walisonggo Semarang). Dari skripsi tersebut,
dirumuskan bahwa proses dakwah Islam yang aktifitasnya meliputi
8
segenap kehidupan akan dapat berjalan dengan efektif dan efisien apabila
dalam penyelenggaraannya mempergunakan strategi dakwah, sehingga
dapat menghasilkan tujuan yang cermat dan komperehensif.
Berdasarkan keterangan di atas, penelitian yang telah disebutkan
berbeda dengan penelitian yang peneliti susun. Perbedaannya menyangkut
perumusan masalah dan metode. Perumusan masalah dari skripsi ini
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya yaitu bagaimana pandangan PCNU
Kota Semarang mengenai Islam radikal? Bagaimana strategi dakwah PCNU
Kota Semarang dalam membentengi warga Nahdliyin dari aliran Islam
radikal? Metode penelitiannya menggunakan kualitatif deskriptif.
1.5.Kerangka Teoritik
1.5.1.Pengertian Strategi
Sebelum memahami hakikat strategi, terlebih dahulu perlu
dipahami arti strategi yang sesungguhnya. Seperti yang dijelaskan di
atas bahwa strategi berasal dari bahasa Yunani yang berbunyi strategos
dengan arti jenderal. Secara khusus, strategi adalah ‘penempaan’ misi
perusahaan, penetapan sasaran organisasi dengan mengingat kekuatan
eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi tertentu untuk
mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat,
sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai (Steiner &
Miner, 1988 : 18).
Dewasa ini strategi diartikan sebagai istilah yang lazim untuk
apa yang biasa disebut kebijakan, tetapi tidak terdapat kesepakatan
9
tentang hal itu (Steiner & Miner, 1988 : 18). Artinya strategi merupakan
kebijakan yang digunakan untuk mensiasati perubahan, perkembangan
yang terjadi di masyarakat.
Definisi klasik tentang strategi yang semula berasal dari
kalangan militer mengatakan bahwa strategi adalah cara yang terbaik
untuk mempergunakan dana, daya dan peralatan yang tersedia untuk
memenangkan suatu pertempuran (Siagian, 1994 : 7). Pada intinya,
strategi merupakan kebijakan yang berfungsi untuk mensiasati
perubahan dalam meraih tujuan.
Seiring berjalannya waktu strategi yang biasa dilekatkan pada
lingkup mengalami perluasan makna. Istilah tersebut juga digunakan
pada lingkup perusahaan dan juga organisasi. Strategi tidak hanya
diperlukan institusi militer, melainkan semua institusi, karena strategi
sangat dibutuhkan agar segala tujuan tercapai dengan mudah.
1.5.2.Klasifikasi Strategi
Meskipun istilah strategi digunakan hampir di setiap bidang,
tetapi bukan berarti inti di dalamnya sama. Dengan kata lain, strategi
bidang militer berbeda dengan strategi yang dilekatkan dengan
perusahaan bahkan juga berbeda dengan strategi yang dilekatkan dengan
organisasi. Berawal dari situ strategi dibedakan menjadi beragam jenis.
Pertama klasifikasi berdasarkan ruang lingkup. Artinya strategi
dapat diartikan secara luas, Beberapa penulis mengacu hal ini sebagai
10
strategi utama (grand strategy) atau strategi akar atau strategi dapat
dirumuskan secara lebih sempit seperti strategi program.
Kedua strategi yang dihubungkan dengan tingkat organisasi. Di
dalam sebuah perusahan yang terdiri atas divisi-divisi dan staf. Ketiga
strategi yang diklasifikasikan berdasarkan apakah strategi tersebut
berkaitan dengan sumber material ataupun tidak. Dengan kata lain
strategi ada yang menggunakan fisik ada juga yang non fisik. Dalam
sebuah organisasi strategi yang digunakan secara keseluruhan tidak
berhubungan dengan fisik, melainkan program kerja. Berbeda halnya
dengan strategi dalam lingkup
militer yang secara keseluruhan
menggunakan fisik yaitu berhubungan langsung dengan peralatan
perang. Keempat strategi diklasifikasikan sebagai tujuan, yaitu strategi
yang disusun untuk mewujudkan satu tujuan tertentu.
Keempat klasifikasi di atas bisa dijadikan parameter untuk
menentukan istilah strategi yang akan dipergunakan. (Steiner & Miner,
1988 : 18).
1.6. Metode Penelitian
1.6.1.Jenis, dan Spesifikasi penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu
penelitian tanpa menggunakan angka-angka statistik (Margono, 2002 :
61). Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan strategi
dakwah. Spesifikasi penelitian menggunakan analisis kualitatif
deskriptif.
11
1.6.2. Sumber dan Jenis Data
Berbicara soal data, maka data yang dimaksud dalam
penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh. (Arikunto, 1998 :
114) yang terdiri dari dua sumber data yaitu:
1. Sumber data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh
peneliti dari sumber pertamanya. (Suryabrata, 1998 : 84). Dalam
aplikasinya, sumber data primer berupa data tentang strategi
dakwah PCNU Kota Semarang dalam membentengi warga
Nahdliyin dari aliran Islam radikal, baik yang berupa data tertulis,
dokumen, buletin maupun yang penulis peroleh secara langsung
dari subjek yang diteliti.
2. Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain,
tidak langsung diperoleh dari obyek penelitiannya (Azwar, 1997 :
91). Dalam hal ini sumber–sumber yang relevan dengan topik
yang dibahas yaitu berupa buku, majalah, surat kabar, artikel serta
dokumen dalam situs-situs internet.
1.6.3.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Metode wawancara.
Metode wawancara yaitu suatu pengumpulan data dengan
tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan
berlandaskan kepada tujuan penelitian (Hadi, 1991: 192). Metode
12
ini digunakan untuk memperoleh informasi yang akurat dari
informan di antaranya: para pengurus (PCNU Kota Semarang).
b. Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh
melalui dokumen-dokumen (Usman, 2000 : 73). Dokumentasi
digunakan untuk mengumpulkan data yang telah ada, baik berupa
buku-buku induk, arsip, AD/ART lembaga dan lain sebagainya.
Dalam hal ini penulis menggunakan dokumen yang penting guna
mengetahui data operasional lembaga yang telah disusun sehingga
data yang penulis kumpulkan menjadi jelas dan terarah.
1.6.4.Teknik Analisis Data
Setelah
data
terkumpul
maka
perlu
dianalisis
untuk
mendapatkan kesimpulan data penelitian ini. Dalam analisis data ini
penulis menggunakan analisis kualitatif deskriptif dengan penjelasan
sebagai berikut:
a. Analisis kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskan, mencari dan menemukan apa yang penting dengan
apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain (Moleong, 2004: 248). Analisis kualitatif
dimaksudkan untuk menggambarkan strategi dakwah yang di
13
terapkan PCNU Kota Semarang dalam membentengi warga
nahdliyin dari aliran Islam radikal.
b. Analisis deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
membuat gambaran (deskripsi) tentang suatu fenomena sosial
kemudian dicari saling hubungannya.
1.7.Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam membahas permasalahan yang menjadi topik penelitian ini,
akan dibahas menurut sistematika sebagai berikut:
a. Bagian awal, berisikan: Halaman sampul, halaman judul, halaman
persetujuan atau pengesahan, halaman pernyataan, abstraksi, kata
pengantar daftar isi, daftar lampiran.
b. Bagian utama, berisi lima bab yang setiap bab memiliki sub bab sendiri,
rinciannya sebagai berikut:
BAB I :
Berisikan
pendahuluan, yaitu mengungkap segala
sesuatu yang mengarah pada pembahasan, yakni: berisi
tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metodologi
penelitian yang meliputi jenis dan pendekatan penelitian,
definisi operasional, sumber data, teknik pengumpulan data
dan teknik analisis data. Sedangkan bagian akhir dari
pendahuluan ini ialah sistematika penulisan skripsi.
BAB II : Merupakan gambaran umum lokasi penelitian. Pembahasan
dalam bab ini meliputi sejarah berdirinya PCNU Kota
14
Semarang, struktur organisasi, dan program kerja PCNU
Kota Semarang dalam membentengi warga Nahdliyin dari
alran Islam radikal.
BAB III : Dalam bab fokus penelitian akan membahas tentang strategi
dakwah dan Islam radikal, pembahasan tentang strategi
dakwah
meliputi
tinjauan
umum
tentang
dakwah
pembahasannya meliputi pengertian dakwah, unsur-unsur
dan strategi dakwah. Pembahasan tentang Islam radikal
meliputi gambaran umum Islam radikal, realitas Islam
radikal menurut PCNU Kota Semarang dan strategi dakwah
yang diterapkan Nahdlatul Ulama dalam mengantisipasi
masuknya paham Islam radikal. Gambaran umum Islam
radikal pembahasannya meliputi definisi Islam radikal,
munculnya Islam radikal dan Islam radikal di Indonesia.
BAB IV : Merupakan pembahasan tentang strategi dakwah PCNU kota
semarang
dalam
membentengi
warga
nahdliyin
dari paham Islam radikal yang meliputi gambaran Islam
Radikal di Semarang (pandangan PCNU Kota Semarang
terhadap paham Islam radikal, strategi dakwah PCNU Kota
Semarang dalam membentengi warga nahdliyin dari paham
Islam Radikal.
BAB V
Berisi Analisis strategi dakwah PCNU Kota Semarang
dalam membentengi warga nahdliyin dari aliran Islam
15
radikal yang meliputi pandangan PCNU Kota Semarang
terhadap paham Islam Radikal, strategi dakwah PCNU Kota
Semarang dalam, membentengi warga Nahdliyin dari paham
Islam Radikal.
BAB VI
: Bab penutup. Dalam bab ini penulis berusaha menyimpulkan
hasil-hasil penelitian yang diperoleh dari analisa dalam bab
empat, kemudian dirangkai dengan saran dan kritik serta
rekomendasi terhadap PCNU Kota Semarang.
BAB II
GAMBARAN UMUM PCNU KOTA SEMARANG
2.1. Sejarah Berdirinya Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Semarang
Sejarah berdirinya Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota
Semarang sebagai sebuah organisasi keagamaan yang mengelola manajemen
kelembagaan di tingkat cabang di wilayah Kota Semarang tidak lepas dari
keberadaan organisasi Nahdlatul Ulama itu sendiri. Nahdlatul Ulama berdiri
tahun 1926 yang didirikan oleh para ulama pengasuh pesantren yang
sekaligus mereka adalah pencetak kader-kader Islam yang paling awal.
(wawancara dengan Abdul Kholiq pada tanggal 10 desember 2006).
Berawal dari keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi
yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat
kungkungan
tradisi,
menggugah
kesadaran
kaum
terpelajar
untuk
memperjuangkan martabat bangsa Indonesia. Perjuangan ini ditempuh
melalui jalan pendidikan, organisasi sosial kebangsaan dan sosial
keagamaan. Tujuannya adalah untuk memajukan kehidupan ummat seperti
antara lain Budi Utomo dan Syarikat Islam yang kemudian disusul
Muhammadiyah.
Peristiwa-peristiwa ini membangkitkan obsesi sejumlah pelajar
Indonesia yang menuntut pelajaran di Makkah untuk memajukan kaum
muslimin dengan mendirikan sebuah organisasi pendidikan dan dakwah
pada tahun 1916 yang diberi nama Nahdlatul-Watan (Kebangkitan tanah air)
16
17
yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan (pengajaran) formal berupa
sekolah (madrasah) dan kursus-kursus praktis kepemimpinan. Selanjutnya
tahun 1918 berdiri organisasi lain yaitu taswirul-afkar (representasi gagasangagasan) di Surabaya yang bergerak dalam kegiatan yang sama dengan
pendahulunya tetapi lebih menekankan aspek sosialnya. (Haidar, 1998 : 4142).
Pada tahun 1922 sampai 1926 para aktivis muslim dari berbagai
organisasi dan perhimpunan mengadakan serangkaian kongres bersama
(Kongres Al-Islam) dan menjelang kongres ke empat, Agustus 1925 datang
undangan untuk menghadiri kongres Makkah, guna memberi dukungan
kepada Raja Ibnu Saud yang hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab
Wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah
Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap
bid`ah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari
kaum modernis di Indonesia. Sebaliknya kalangan tradisionalis Indonesia
menghendaki agar utusan Indonesia ke konggres Makkah meminta jaminan
dari Ibnu Sa`ud bahwa dia akan menghormati mazhab-mazhab fiqh ortodok
dan membolehkan berbagai praktek keagamaan tradisional
Kaum pembaharu tidak bersedia meminta kepada Sa`ud agar
melindungi praktek-praktek tradisional yang tidak mereka setujui tersebut.,
kemudian Kongres Al-Islam kelima diadakan untuk memilih siapa yang
akan menjadi utusan ke Makkah. Pada saat itu, kaum tradisionalis tidak
mendapat kesempatan. (Bruinessen, 1994 : 30-33)
18
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan
bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, akhirnya
para ulama tradisionalis membentuk komite Hijaz, artinya panitia aksi untuk
menanggulangi masalah Hijaz tersebut,
Seiring berjalannya waktu para ulama pengasuh pesantren bersepakat
meningkatkan komite Hijaz menjadi suatu organisasi (perkumpulan,
jam’iyyah) yang permanent. Dari situ diharapkan terus hidup dan berjuang
sepanjang zaman. Komite Hijaz yang dibentuk sebelum Januari 1926
diketuai Hasan Gipo dan wakil Saleh Jami, Sekertaris Moehamad Shadiq
dan wakil Abdul Halim, penasehat K.H. Abdul Wahab, K.H. Musjhoeri dan
K.H. Kholil. Mereka ini mempersiapkan pertemuan komite Hijaz 31 Januari
1926. Pertemuan ini selanjutnya dijadikan hari lahir NU, sebab dalam
pertemuan tersebut diputuskan mengirim delegasi ke Makkah, lalu timbul
masalah
atas nama organisasi apa delegasi itu dikirim. KH Mas Alwi
mengusulkan nama
Nahdlatul
Ulama
mengambil
nama
organisasi
pendahulunya Nahdlatul Watan. Usul itu disepakati sidang maka komite
Hijaz dibubarkan.(Haidar, 1998 : 59).
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim
Asy'ari kemudian menulis, sebagai pembukaan Anggaran Dasar NU, sebuah
risalah berbahasa Arab. Dalam risalah ini ia mengutip beberapa ayat AlQur`an yang menyerukan umat Islam bersatu dan ditutup dengan pernyataan
bahwa pembentukan sebuah organisasi untuk membela Islam merupakan
19
konsekuensi logis dan perlu dari perintah-perintah Ilahi tersebut. Risalah ini
dikenal dengan Muqaddimah Qanun Asasi (Bruinessen, 1994 : 37)
Nahdlatul Ulama berdiri sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah
(Organisasi Agama Islam) beraqidah/berasas Islam menganut faham
Ahlusunnah wal Jamaah dan menganut salah satu dari madzhab empat :
Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. (AD ART Nahdlatul Ulama 20042009: Bab II Aqidah/ Asas). Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
Nahdlatul Ulama berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanan dalam Permusyawaratan/Pewakilan dan Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
NU
mengalami
perkembangan
yang
sangat
cepat.
Seiring
berjalannya waktu, NU mulai menyusun strategi untuk pengembangan sayap
kepengurusan dengan tujuan agar mampu menjangkau komunitas muslim
yang berada di daerah. Pelaksanaan Kongres I Nahdlatul Ulama di Surabaya
memberikan kontribusi mengenai pembentukan badan-badan otonom daerah
di seluruh Indonesia. Hal inilah yang mendorong lahirnya Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama (PCNU) di seluruh Indonesia
Berdirinya PCNU Kota Semarang dapat dikatakan hampir bersamaan
waktunya dengan berdirinya Nahdlatul Ulama di surabaya 1926 M oleh KH
Hsyim Asy'ari. Hal ini dimungkinkan karena salah satu pelopor pendirinya
adalah KH. Ridwan yang berasal dari Semarang.
20
PCNU Kota Semarang didirikan oleh KH. Abdullah, KH. Ridwan,
dan KH. Showam, pada tanggal 24 April 1926. Selain sebagai pendiri
mereka bertiga menjabat juga sebagai pengurus pertama PCNU Kota
Semarang. Mereka dilantik di alun-alun Kota Semarang oleh K.H. Wahab
Hasbullah. Sejak saat itu keberadaan Nahdlatul Ulama di tengah-tengah
masyarakat khususnya Kota Semarang semakin kuat dan mampu berperan
dalam melindungi masyarakat luas (wawancara dengan Abdul Kholiq pada
tanggal 10 Desember 2006).
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) merupakan lembaga
otonom di daerah tingkat II Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, yaitu
lembaga yang membawahi beberapa lembaga di bawahnya yang berfungsi
sebagai sentral kegiatan NU di tingkat Kabupaten atau Kota yang bertugas
mengatur dan memanage roda organisasi di cabang agar berjalan dengan
terarah dan dinamis (wawancara dengan Abdul Kholiq pada tanggal 10
Desember 2006).
2.2. Struktur Organisasi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota
Semarang Periode Tahun 2001- 2006
Menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga tahun
2004-2009 bab VI pasal 9, struktur dan perangkat organisasi NU terdiri
dari Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang,/Pengurus
Cabang Istimewa, Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Pengurus
21
Ranting. PCNU Kota semarang berada pada tingkatan tiga yaitu
Pengurus Cabang.
Untuk menjalankan roda organisasi agar dapat berjalan dengan
efektif dan efisien, maka diperlukan struktur organisasi agar dapat
diketahui wilayah kerja masing-masing unit di dalam penyelenggaraan
dakwahnya. Dengan struktur organisasi, maka dapat diketahui tugas dan
wenang masing-masing.
Berikut ini penulis paparkan personalia pengurus PCNU Kota
Semarang periode Tahun 2001-2006 berdasarkan SK PB.NU nomor :
233 / A.II.04.d/ 09 / 2001 sebagai berikut :
Mustasyar
:
1. KH. Shodiq Hamzah
2. KH. Tasmat Abdurrahman
3. KH. Ahmad Abdullah
4. KH. DR. (Hc) Moh Rifa’i
5. KH.M. Siradj Chudlari
Syuriyah
Rais
:
Wakil Rais
:
Drs. KH. Ahmad Hadlor Ihsan
1. Drs. H. M Hamdani Yusuf
2. KH. M. Yususf Masykuri, Lc
3. Drs Ahmad Bisri
4. KH. Mahfud Ustman
22
Katib
:
Wakil Katib
:
A’wan
KH. Rohibin Hamdani
1.
DR. H. Abdul Muhayya, MA
2.
Muadhim, Sag
:
1. KH. Saikhun
2. KH. Hasbullah
3. KH. Drs Baidlowi Somad
4. KH.A. Thohir Husnan
5. KH. Mahrus Abdul Latif
Tanfidziyah
Ketua
:
Wakil Ketua
:
Drs. H. Ahmad Busyairi Harits
1.
H. Kabul Supriyadi, SH, M.Hum
2. Drs. A. Muhtarom
3. Drs. HM.Faizin Musthofa
4. Drs. Anasom
Sekretaris
:
Wakil Sekretaris
:
Abdul Kholiq
1. Moh Sya’roni, SH
2. Ir Hammad Maksum
Bendahara
:
H.Asy’ari
23
Wakil Bendahara
:
H. Ja’fal Harianto Zubair, SH
(Dokumentasi PCNU kota Semarang “ Struktur Organisasi “ periode
tahun 2001 – 2006).
2.3. Program Kerja PCNU Kota Semarang Dalam Membentengi Warga
Nahdlyin Dari Islam Radikal
Program kerja PCNU kota Semarang dalam membentengi
warga nahdliyin dari Islam radikal adalah sebagai berikut :
1. Seminar
y program pokok
a. Peningkatan pemahaman tentang motivasi gerakan Islam radikal
dalam ruang lingkup mikro maupun makro
b. Islam dan Pluralisme keberagamaan dalam kajian teologis.
c. Pemahaman Islam secara integral komprehensif
y Tujuan
a. Memperkuat idiologi Ahlus Sunnah wal Jama'ah pada masyarakat
Nahdliyin
b.Agar masyarakat Nahdliyin tidak mudah terpengaruh dengan
idiologi non Ahlus Sunnah wal Jama'ah
y Pogram kegiatan
a. Diklat pelatih Ahlus Sunnah wal Jama'ah
b. Diklat kader Ahlus Sunnah wal Jama'ah
24
c. Lailatul Ijtima` : kajian Ahlus Sunnah wal Jama'ah secara rutin
setiap satu bulan sekali, di tingkat PC, MWC dan PR NU.
d. Publikasi hasil kajian Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam bentuk
bulletin
2. Pengajian
y Program pokok
Peningkatan kualitas keagamaan
y Tujuan
Membentengi masyarakat Nahdliyin dari pengaruh paham Islam non
Ahlus Sunnah wal Jama'ah
y Pogram kegiatan
a. Survey inventarisasi masjid-masjid NU
b. Memakmurkan dan memberdayakan Masjid-Masjid warga NU
c. Pelatihan ke-ta'mir-an Masjid
3. Bidang kaderisasi
y Program pokok
Pendirian komisariat IPNU-IPPNU di sekolah atau madrasah
y Tujuan
Untuk meningkatkan kualitas dan militansi kader NU diberbagai
tingkatan
y Program kegiatan
a. Pelatihan kader NU secara intensif
25
b. Pendirian komisariat IPNU-IPPNU di sekolah atau madrasah NU
dan pondok pesantren. (Dokumentasi PCNU Kota Semarang)
BAB III
STRATEGI DAKWAH DAN ISLAM RADIKAL
3.1.Tinjauan Umum tentang Dakwah
3.1.1.Pengertian Dakwah
Secara terminologi, kata dakwah berbentuk sebagai “isim
masdhar” (Syukir, 1983 : 1), yang berasal dari bahasa Arab da'â ( ‫) دﻋ ﺎ‬
yad'û (‫ ) ﻳ ﺪﻋﻮ‬da'watan (‫)دﻋ ﻮة‬, yang artinya seruan, ajakan, panggilan.
Kemudian kata da’watan yang artinya panggilan atau undangan atau
ajakan (Tasmara, 1997 : 31). Dengan kata lain dakwah memiliki makna
persuasif yaitu ajakan atau himbauan.
Secara konseptual, banyak pendapat tentang definisi dakwah,
antara lain: menurut Ya'qub (1973: 9), dakwah adalah mengajak umat
manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah
dan RasulNya. Menurut Anshari (1993: 11) dakwah adalah semua
aktifitas manusia muslim di dalam usaha merubah situasi dari yang
buruk pada situasi yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dengan
disertai kesadaran dan tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri,
orang lain, dan terhadap Allah SWT. Menurut Umar (1985: 1) dakwah
adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana menuju pada jalan
yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.
26
27
Definisi lainnya dikemukakan Umary (1980: 52) dakwah adalah
mengajak orang kepada kebenaran, mengerjakan perintah, menjauhi
larangan agar memperoleh kebahagiaan di masa sekarang dan yang akan
datang. Menurut Sanusi (tth: 11) dakwah adalah usaha-usaha perbaikan
dan pembangunan masyarakat, memperbaiki kerusakan-kerusakan,
melenyapkan kebatilan, kemaksiatan dan ketidak wajaran dalam
masyarakat. Dengan demikian, dakwah berarti memperjuangkan yang
ma'ruf atas yang munkar, memenangkan yang hak atas yang batil.
Esensi dakwah adalah terletak pada ajakan, dorongan (motivasi),
rangsangan serta bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran
agama dengan penuh kesadaran untuk keuntungan pribadinya sendiri,
bukan kepentingan juru dakwah/juru penerang (Arifin, 2000: 6).
Dalam pengertian yang integralistik, dakwah merupakan suatu
proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban
dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan
Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami
(Hafidhuddin, 2000: 77). Dakwah adalah setiap usaha rekonstruksi
masyarakat yang masih mengandung unsur-unsur jahili agar menjadi
masyarakat yang Islami (Rais, 1999: 25). Oleh karena itu Zahrah (1994:
32) menegaskan bahwa dakwah Islamiah itu diawali dengan amar
ma'ruf dan nahi munkar, maka tidak ada penafsiran logis lain lagi
mengenai makna amar ma'ruf kecuali mengesakan Allah secara
sempurna, yakni mengesakan pada zat sifat-Nya. Lebih jauh dari itu,
28
pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis)
yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman
dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk
mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap dan bertindak manusia
pada dataran kenyataan individual dan sosio kultural dalam rangka
mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan
dengan menggunakan cara tertentu (Achmad, 1983: 2).
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan,
dakwah adalah suatu usaha atau proses untuk mengajak umat manusia
ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik dalam rangka
mencapai tujuan tertentu, yakni hidup bahagia sejahtera di dunia
maupun di akhirat.
3.1.2.Unsur-unsur Dakwah
Konsep dakwah itu sendiri memiliki unsur-unsur yang tidak dapat
ditinggalkan. Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu
ada
dalam setiap
kegiatan
dakwah,
yang
tiap-tiap
unsur
saling
mempengaruhi antar satu dengan yang lain. Dengan kata lain unsur-unsur
dakwah merupakan sinergitas yang saling terkait untuk mewujudkan tujuan
dakwah tersebut.
Unsur-unsur tersebut adalah :
1. Dai (subyek dakwah)
Yang dimaksud dai adalah orang yang melaksanakan dakwah
baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu,
29
kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga (Aziz, 2004 : 76).
Oleh karena itu terdapat syarat-syarat psikologis yang sangat kompleks
bagi pelaksana yang sekaligus menjadi penentu dan pengendali sasaran
dakwah. Salah satu syarat yang paling penting bagi seorang dai adalah
masalah moral atau akhlak, budi pekerti (Aziz, 2004 : 77).
2. Mad’u (obyek dakwah)
Unsur dakwah yang kedua adalah mad’u yaitu manusia yang
menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara
individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam
maupun tidak atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan.
Ada beberapa bentuk sasaran dakwah ditinjau dari segi
psikologisnya, yaitu :
a. Sasaran dakwah yang menyangkut kelompok masyarakat di lihat dari
segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan,
kota kecil, serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.
b. Sasaran dakwah di lihat dari struktur kelembagaan, ada golongan
priyayi abangan dan santri, terutama pada masyarakat jawa.
c. Sasaran dakwah di lihat dari tingkatan usia, ada golongan anak-anak,
remaja dan golongan orang tua.
d. Sasaran dakwah di lihat dari segi profesi, ada golongan petani,
pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri.
e. Sasaran dakwah di lihat dari segi tingkatan sosial ekonomis, ada
golongan kaya, menengah dan miskin.
30
f. Sasaran dakwah di lihat dari segi jenis kelamin, ada golongan pria
dan wanita.
g. Sasaran dakwah di lihat dari segi khusus ada masyarakat tunasusila,
tunawisma, tunakarya, narapidana dan sebagainya (Aziz, 2004 : 91)
3. Materi Dakwah
Unsur lain selalu ada dalam proses dakwah adalah materi
dakwah: materi dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang
disampaikan da'i pada mad’u. materi-materi yang disampaikan dalam
dakwah tentu saja tidak leas dari dua unsur utama ajaran Islam, al-Qur'an
dan sunnah Rasul SAW atau hadits Nabi. Tekanan utama materi dakwah
tidak lepas dari aqidah, syari’ah dan akhlak. Dari bidang akidah meliputi
keimanan atau kepercayaan kepada Allah, tauhid. Dari bidang syari’ah
meliputi ibadah, muamalah, hukum perdata, hukum pidana. Dan dari
bidang akhlak meliputi akhlak terhadap khalik, akhlak terhadap makhluk
(Aziz, 2004 : 94-95 ).
4. Metode Dakwah
Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah
untuk
menyampaikan
ajaran
materi
dakwah
(Islam).
Dalam
menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangatlah penting
peranannya, suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat
metode yang tidak benar, pesan bisa saja ditolak oleh si penerima pesan.
31
Pedoman dasar atau prinsip penggunaan metode dakwah Islam
sudah termaktub dalam al-Qur'an .Prinsip-prinsip dakwah ini disebutkan
dalam surat an-Nahl ayat 125 sebagai berikut:
‫ﺴﻦ‬
 ‫ﺣ‬ ‫ﻲ ﹶﺃ‬ ‫ﻢ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِﻫ‬‫ﺎ ِﺩﹾﻟﻬ‬‫ﻭﺟ‬ ‫ﻨ ِﺔ‬‫ﺴ‬
‫ﺤ‬
 ‫ﻮ ِﻋ ﹶﻈ ِﺔ ﺍﹾﻟ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺍﹾﻟ‬‫ﻤ ِﺔ ﻭ‬ ‫ﺤ ﹾﻜ‬
ِ ‫ﻚ ﺑِﺎﹾﻟ‬
 ‫ﺑ‬‫ﺭ‬ ‫ﺳﺒِﻴ ِﻞ‬ ‫ﻉ ِﺇﻟِﻰ‬
 ‫ﺩ‬ ‫ﺍ‬
(١٢٥) ‫ﻦ‬ ‫ﺘﺪِﻳ‬‫ﻬ‬ ‫ﻤ‬ ‫ ﺑِﺎﹾﻟ‬‫ﻋﹶﻠﻢ‬ ‫ﻮ ﹶﺃ‬ ‫ﻭﻫ‬ ‫ﺳﺒِﻴِﻠ ِﻪ‬ ‫ﻦ‬‫ﺿﻞﱠ ﻋ‬
 ‫ﻦ‬‫ ِﺑﻤ‬‫ﻋﹶﻠﻢ‬ ‫ﻮ ﹶﺃ‬ ‫ﻚ ﻫ‬
 ‫ﺑ‬‫ﺭ‬ ‫ِﺇﻥﱠ‬
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu: bil hikmah,
mau’izatul hasanah dan mujadalah billati hiya ahsan (Aziz, 2004 : 123)
5. Media Dakwah
Media dakwah yaitu peralatan yang dipergunakan untuk
menyampaikan materi dakwah kepada mad’u (Bachtiar, 1997 : 35) . Di
era sekarang dakwah akan lebih efektif jika menggunakan media yang
berkembang selama ini, khususnya dalam bidang komunikasi. Dakwah
seperti ini bisa melalui televisi, radio, surat kabar dan berbagai macam
media yang lain. Kelebihan dari pemakaian media ini adalah mudahnya
menjangkau khalayak di berbagai tempat, sehingga lebih efektif. Para
mubaligh, aktivis dan umat Islam pada umumnya selain tetap harus
melakukan dakwah bil lisan (ceramah, tabligh dan khotbah) dapat pula
harus mampu memanfaatkan media massa untuk melakukan dakwah bil
32
qalam (melalui pena atau tulisan) di media cetak, melalui rubrik kolom,
opini yang umumnya terdapat di surat kabar harian, mingguan, tabloid,
majalah-majalah atau buletin internal masjid .
Pada dasarnya dakwah tidak hanya melalui lisan, tulisan ataupun
sejenisnya. Dakwah pada era sekarang telah tersusun rapi dalam sbuah
institusi dan jam’iyyah. Metode dan media dakwah ini dirasa memiliki
efisiensi dan efektifitas yang relatif bagus. Berbagai lembaga dakwah
dan organisasi kemasyarakatan Islam yang memiliki tujuan mengajak
manusia ke arah yang lebih baik bisa dikategorikan sebagai media
dakwah.
3.2. Strategi Dakwah
Seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya strategi merupakan
istilah yang sering diidentikkan dengan “taktik” yang secara bahasa dapat
diartikan sebagai respon dari sebuah organisasi terhadap tantangan yang ada.
Sementara itu, secara konseptual strategi dapat dipahami sebagai suatu garis
besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Strategi juga dapat dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi
sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang di
harapkan secara maksimal. Dengan demikian, strategi dakwah dapat diartikan
sebagai proses menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran
dakwah dalam situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah
secara optimal. (Pimay, 2005 : 50). Dengan kata lain strategi dakwah adalah
33
siasat, taktik atau manuver yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan
dakwah.
Strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih memberikan
tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat, baik pemberdayaan ekonomi,
politik, budaya maupun pendidikan. Karena itu menurut Syukir strategi
dakwah yang baik harus memperhatikan beberapa azas sebagai berikut :
1. Azas filosofis: azas ini terutama membicarakan masalah yang erat
hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau
dalam aktifitas dakwah.
2. Azas kemampuan dan keahlian Da`i (achievement and professional).
3. Azas sosiologis:
azas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan
dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik pemerintahan
setempat, mayoritas agama di daerah setempat, filosofis sasaran dakwah.
Sosiokultural sasaran dakwah dan sebagainya.
4. Azas psychologis: azas ini membahas masalah-masalah yang erat
kaitannya dengan hubungannya dengan kejiwaan manusia. Seorang Da`i
adalah manusia, begitupun sasaran dakwahnya yang memiliki karakter
(kejiwaan) yang unik yakni berbeda satu sama lainnya. Apalagi masalah
agama, yang merupakan masalah idiologi atau kepercayaan tak luput dari
masalah-masalah psychologis sebagai azas (dasar) dakwahnya.
5. Azas efektifitas dan Efisiensi: azas ini maksudnya adalah di dalam
aktifitas dakwah harus berusaha menseimbangkan antara biaya, tenaga dan
waktu maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya,
34
bahkan kalau bisa waktu, biaya dan tenaga sedikit dapat memperoleh hasil
yang semaksimal mungkin. Dengan kata lain ekonomis biaya, tenaga dan
waktu tapi dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin atau setidaktidaknya seimbang antara keduanya. (Syukir, 1983 : 32-33)
Berkaitan dengan perubahan masyarakat di era globalisasi, maka perlu
dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai berikut. Pertama, meletakkan
pardigma tauhid dalam dakwah. Pada dasarnya dakwah merupakan usaha
menyampaikan risalah tauhid yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan
yang universal (egaliter, keadilan, dan kemerdekaan). Dakwah berusaha
mengembangkan fitrah dan kehanifan manusia agar mampu memahami
hakekat hidup yang berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan
mengembangkan potensi atau fitrah dan kehanifan manusia, maka dakwah
tidak lain merupakan suatu proses memanusiakan manusia dalam proses
transformasi sosio-kultural yang membentuk ekosistem kehidupan. Karena itu,
tauhid merupakan kekuatan paradigmatis dalam teologi dakwah yang akan
memperkuat strategi dakwah. (Pimay, 205 : 52)
Kedua,
perubahan
masyarakat
berimplikasi
pada
perubahan
paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi sosial
sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan seolaholah sudah merupakaan standar keagamaan yang final sebagaimana agama
Allah. Pemahaman agama yang terlalu eksetoris dalam memahami gejalagejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial yang dihadapi
oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pemikiran
35
inovatif yang dapat mengubah kemapanan pemahaman agama dari
pemahaman yang tertutup menuju pemahaman keagamaan yang terbuka.
Ketiga, strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam
berorientasi pada upaya amar ma`ruf dan nahi munkar. Dakwah tidak
dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik dengan pengajian umum
atau memberikan ceramah di atas podium, lebih dari itu esensi dakwah adalah
segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur amar ma`ruf dan nahi
munkar. (Pimay, 205 : 52)
3.3.Gambaran Umum Islam Radikal dan Penganut Paham Tersebut
3.3.1.Definisi Islam Radikal
Islam radikal merupakan komunitas yang disorot oleh semua
kalangan baik muslim maupun non muslim. Aktivitas dan gerakan yang
mereka lakukan pada umunya menimbulkan pro dan kontra. Tindakan
kekerasan yang dikemas dalam konsep jihad merupakan ciri khas dari
gerakan mereka. Dari mana dan landasan apa yang mereka gunakan,
maka perlu dipahami definisi dan siapa penganut paham tersebut.
Realitas semacam ini menjadikan Islam di Indonesia terpetakan
menjadi dua yaitu Islam kanan dan Islam kiri. Komunitas radikal disebut
sebagai Islam kanan. Karena dinilai lurus dari akidah syariat yang
sebenarnya. Meskipun begitu image negatif kerap dilekatkan pada
komunitas radikal tersebut. Penjelasan secara eksplisit perlu diketahui
sebelum memberikan penilaian kepada komunitas tersebut.
36
Secara terminologi definisi radikal sulit dirumuskan. Namun
bukan berarti radikal tidak bisa dimaknai secara keseluruhan. Radikal
sering dikaitkan dengan teroris. Bahkan sudah menjadi icon bahwa
penganut paham Islam radikal adalah mereka komunitas teroris. Meski
hampir semua pemuka Islam jelas menolak adanya pengkaitan antara
Islam dengan terorisme (Asfar, 2003 : 57). Karena Islam merupakan
agama rahmatan lil’alamin. Selain itu Islam masuk ke Indonesia
dilandasi dengan perdamaian dan akulturasi budaya. Sehingga wajar jika
pemuka Islam menolak pengkaitan tersebut (Islam dan teroris).
Para pelaku Islam garis keras yang dikaitkan dengan teroris
seperti kelompok Hammas juga menolak dirinya dikatakan sebagai
kelompok teroris (Asfar, 2003: 57). Karena mereka memiliki prinsip
bahwa apa yang mereka lakukan adalah jihad untuk meluruskan ajaran
Islam
yang
sesungguhnya.
Meskipun
tindakan
mereka
sering
menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya. Lepas dari pelekatan
simbol tersebut, ada beberapa kelompok yang menggunakan segala cara
untuk mencapai tujuannya, seperti pengeboman, aksi anarkis dan
beberapa cara lainnya yang bertolak belakang dengan ajaran Islam.
Tujuan utama yang ada dalam diri organisasi tersebut adalah penerapan
Islam secara kaffah. Realitas ini yang kemudian menjadikan Islam
diidentikkan sebagai pelaku teroris.
Sampai saat ini belum ada kesepakatan di antara penganut Islam
tentang istilah yang tepat untuk menggambarkan gerakan radikal. Istilah
37
yang paling umum adalah ”fundamentalisme” (Zadda, 2002:13).
Sedangkan fundamentalisme sendiri, memiliki definisi sebagai upaya
pelaksanaan Islam secara menyeluruh (kaffah). Pemahaman inilah yang
dimiliki oleh mereka para komunitas yang ingin mengaplikasikan Islam
dari segala aspek ke dalam kehidupan nyata. Esensi yang terkandung
dalam istilah fundamentalis ini yang kemudian dikenal dengan
radikalisme. Beberapa tokoh melekatkan Islam radikal pada komunitas
tertentu. Seperti Azumardi Azra, menggunakan istilah kelompok Islam
garis keras atau Islam radikal dengan menyebut kelompok-kelompok
Sarekat Islam (SI) lokal (Zadda, 2002 :18).
Lain halnya dengan Horace M. Kallen yang dikutip Khamami
bahwa radikalisasi ditandai kecenderungan umum yaitu :
Pertama, radikalisasi merupakan respon terhadap kondisi yang
sedang berlangsung. Biasanya respon tersebut muncul dalam bentuk
evaluasi, penolakan atau bahkan perlawanan. Masalah-masalah yang
ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang dapat
dipandang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kondisi yang
sedang ditolak.
Kedua, radikalisasi tidak berhenti pada upaya penolakan,
melainkan terus berupaya mengganti tatanan tersebut dengan suatu
bentuk tatanan lain. Ciri ini menunjukkan bahwa radikalisasi terkandung
suatu program atau pandangan dunia (world view) tersendiri. Kaum
38
radikalis berupaya kuat untuk menjadikan tatanan tersebut sebagai ganti
dari tatanan yang sudah ada.
Ketiga, kuatnya keyakinan kaum radikalis akan kebenaran
program atau ideologi yang mereka bawa. Sikap ini pada saat yang sama
dibarengi dengan penafian kebenaran dengan sistem lain yang akan
diganti. Dalam gerakan sosial, keyakinan tentang kebenaran program
atau fislosofi sering dikombinasikan dengan cara-cara pencapaian yang
mengatasnamakan nilai-nilai ideal seperti kerakyatan atau kemanusiaan.
Akan tetapi, kuatnya keyakinan ini dapat mengakibatkan munculnya
sikap emosional yang menjurus pada kekerasan (Zadda, 2002 : 16-17)
Dari uraian yang dikemukakan Horace, penganut Islam radikal
bisa diidentifikasi. Melalui tiga ciri yang dipaparkan Horace, bisa dilihat
siapa dan bagaimana komunitas radikal yang sebenarnya.
Buku yang mengulas Gerakan Salafi Radikal di Indonesia
(Jamhari & Jajang, 2004: 19) mengatakan bahwa gerakan Islam garis
keras, dari sudut teologis, diinspirasikan oleh pemahaman agama yang
cenderung tekstual. Pendekatan ini sering juga disebut sebagai
pendekatan skripturalis. Pendekatan ini juga mereka gunakan untuk
melihat sejarah Islam pada zaman dahulu yaitu di mana Islam
mengalami zaman keemasan. Realitas ini yang kemudian dijadikan
sebagai sebuah teks yang harus diwujudkan secara apa adanya di era
sekarang. Dalam buku tersebut juga disebutkan beberapa organisasi yang
bisa dikelompokkan sebagai komunitas militan, yaitu MMI (Majelis
39
Mujahidin Indonesia), FPI (Front Pembela Islam), dan FKAWJ (Forum
Komunikasi Ahli Sunnah Wal Jama’ah).
Kallen juga memberikan ciri-ciri para penganut Islam radikal
dalam empat hal yaitu
Pertama,
mereka
memperjuangkan
Islam
secara
kaffah
(totalistik); syariat Islam sebagai hukum negara, Islam sebagai dasar
negara, sekaligus Islam sebagai sistem politik sehingga bukan demokrasi
yang menjadi sistem politik nasional. Kedua, mereka mendasarkan
praktek keagamaannya pada orientasi masa lalu (salafy). Ketiga, mereka
sangat memusuhi Barat dengan segala produk peradabannya, seperti
sekularisasi dan modernisasi. Keempat, perlawanannya dengan gerakan
liberalisme Islam yang tengah berkembang di kalangan Muslim
Indonesia.(zada, 2002 : 19)
Ciri-ciri seperti disebutkan Kallen, merupakan indikatorindikator yang bisa dijadikan parameter untuk menunjuk komunitas
Islam radikal.
Indikator-indikator
parameter
dalam
yang
diungkapkan
mengidentifikasi
paham
Kallen
Islam
merupakan
radikal
yang
dimaksudkan. Secara sederhana Islam radikal adalah kelompok yang
mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka
perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang
berlangsung (Jamhari, & Jajang, 2004 : 2). Sikap fanatisme yang
menjadikan komunitas ini menghalalkan segala cara dan bersikap
40
anarkis
dalam
mengimplementasikan
nilai-nilai
syariah
dalam
kehidupan. Sedangkan komunitas Islam radikal yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah komunitas yang memiliki idealisme tersebut dengan
motivasi utama yaitu implementasi Islam secara kaffah (totalitas).
3.3.2.Munculnya Paham Islam Radikal
Satu peristiwa yang sering dijadikan momen radikalisme di
kalangan Islam adalah Revolusi Islam Iran pada 1979 (Asfar,2003 : 58).
Pada peristiwa tersebut Islam berhasil menjadikan syariat sebagai simbol
untuk menggulingkan pemerintahan yang sedang berkuasa, Syah Reza
Pahlevi. Peristiwa ini juga menjadi tonggak berdirinya negara Islam
(Asfar, 2003: 58). Namun jauh sebelumnya yaitu pada masa kehancuran
Negara Islam I timur tengah, telah muncul aliran wahabisme yang
memiliki konsep untuk mengaplikasikan konsep syariat pada semua
aspek, termasuk di antaranya idiologi Negara. Mereka berasumsi bahwa
syariat Islam merupakan satu-satunya konsep yang baik untuk dijadikan
landasan sebuah Negara.
Dengan berdirinya Negara Islam, secara otomatis syariat menjadi
dasar negara, sistem perpolitikan juga berdasarkan syariat Islam.
Artinya, semua peraturan yang meliputi segala aspek yang diberlakukan
di negara tersebut secara keseluruhan berdasar atas Islam. Sehingga
penerapan Islam secara kaffah dapat tercapai dengan sendirinya. Berawal
dari peristiwa tersebut, kaum muslimin mencoba memperjuangkan
41
syariat Islam untuk diterapkan ke seluruh penjuru dunia. Dari sini-lah
kemudian muncul paham Islam radikal.
Muhamad Asfar dalam bukunya Islam Lunak Islam Radikal
mengutarakan adanya faktor yang mengakibatkan munculnya paham
Islam radikal, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari
dalam ini lebih banyak berkaitan dengan penafsiran konsep jihad yang
dipahami oleh sebagian penganut Islam (Asfar,2003 : 62). Penafsiran
jihad yang selalu diidentikkan dengan perang menjadikan Islam
memandang dunia ini dalam dua kategori. Pertama yaitu negara non
muslim yang sepatutnya diperangi, dan negara-negara yang harus
ditundukkan. Pada ekspansi pendudukan ini yang tak jarang disertai
dengan senjata, bom dan teror terhadap perpolitikan suatu negara. Hal
ini dikarenakan implementasi yang salah tentang jihad selalu
diidentikkan dengan perang suci.
Sedangkan faktor luar ini bisa dalam bentuk reaksi terhadap
modernisasi yang dilakukan barat terhadap dunia Islam (Asfar, 2003 :
67). Penolakan terhadap modernisasi biasa ditampakkan dengan
penolakan
penggunaan
produk-produk
negara
yang
mayoritas
penduduknya beragama non muslim, seperti Amerika, Inggris dan Israel.
Namun perkembangan terakhir, radikalisme didorong kondisi sosial
ekonomi internasional yang dianggap tidak adil bagi kaum muslimin.
Realitas ini kemudian memunculkan reaksi menolak ketidakadilan
ekonomi yang cenderung dikuasai negara-negara non muslim.
42
Dua faktor tersebut memperjelas siapa penganut Islam radikal
dan bagaimana awal mula muncul pemahaman radikal dalam Islam. Dari
uraian di atas juga bisa ditarik kesimpulan bahwa pemahaman radikal
muncul sebagai akibat pemahaman jihad yang kemudian menimbulkan
defiasi makna, dan penolakan atas modernisasi yang dinilai tidak sesuai
dengan pengalaman keagamaan (salafy).
Salafy sendiri memiliki arti dari bahasa Arab salaf yang artinya
lalu atau klasik (Turmudi & Sihbudi, 2005 : 14). Akan tetapi salafi yang
dimaksud di sini dilihat dari makna secara terminologi yaitu penisbatan
terhadap
orang-orang
yang
mempraktekkan
Islam
sebagaimana
dianjurkan atau dipraktekkan olah Nabi (Turmudi & Sihbudi, 2005 :
154) Para penganut ajaran ini biasa ditandai dengan apa yang mereka
kenakan dan perilaku mereka sehari-hari. Asumsi yang ada pada benak
mereka adalah melakukan sunnah Rasul seperti memakai jubah, cadar
dan lain sebagainya.
Gerakan salaf di Indonesia muncul pada tahun 1990-an, yakni
ketika mulai banyak pelajar Indonesia yang dari Timur Tengah kembali
ke tanah air, yang bukan saja mempunyai pengetahuan Islam yang
memadai tetapi juga mempunyai concern melaksanakan Islam ‘secara
benar’(Jamhari,& Jajang , 2004 : 17). Dari sinilah paham Islam radikal
mulai muncul dan masuk ke Indonesia.
43
3.3.3.Islam Radikal di Indonesia
Pada masa Orde Baru di mana partai politik hanya diikuti tiga
kelompok yaitu PPP, Golkar dan PDI, menjadikan kebebasan berpolitik
sedikit terhambat. Di samping itu, posisi partai politik Islam semasa
pemerintahan Orde Baru tidak mendapatkan ruang untuk menyuarakan
secara bebas aspirasi mereka. Walaupun disediakan sebuah partai untuk
menampung aspirasi politik Islam, tetapi mereka tidak dapat
menyuarakannya sesuai dengan aspirasi mereka. (Jamhari & Jajang,
2004 : 36). Runtuhnya rezim Orde Baru yang memberikan kebebasan
setiap
orang
untuk
berkumpul
dan
mengeluarkan
pendapat,
memunculkan suasana lain.
Kebebasan berorganisasi dan mengeluarkan pendapat diberikan
secara mutlak kepada masyarakat. Kondisi semacam ini memberi angin
segar kepada mereka komunitas yang sebelumnya hanya mampu
bergerak di bawah tanah, seperti halnya komunitas Islam garis keras.
Berbagai kelembagaan muncul dengan nama dan dasar atau asas masingmasing. Berbeda dengan masa Orde Baru dimana setiap kelembagaan
harus berasas pancasila atau yang kerapkali disebut asas tunggal.
Runtuhnya masa kepemimpinan otoriter yang menjadikan
perubahan peta perpolitikan berubah dengan cepat. Hal itu terlihat dari
beramai-ramainya orang mendirikan partai politik sebagai kendaraan
untuk dalam kekuasaan (Jamhari & Jajang, 2004 : 37). Pada pemilu
tahun 1999 terdapat lebih dari 150 partai yang mendaftarkan diri, tetapi
44
hanya 48 partai yang berhak menjadi kontestan dalam pemilihan umum
secara resmi. Ideologi maupun program yang diusung oleh partai-partai
juga sangat beragam; dari isu agama hingga isu kemiskinan dan isu
rakyat kecil-wong cilik (Jamhari & Jajang, 2004 : 37). Hal ini dipicu
dengan penghapusan asas tunggal yang diterapkan pada masa Orde
Baru.
Partai-partai Islam muncul dengan asas dan tujuan yang berbeda.
Dengan kata lain politik Islam mulai mewarnai kehidupan di Indonesia.
Pada konteks semacam ini politik Islam bisa dilihat dari berbagai macam
ukuran dan pada intinya ada dua dimensi dari orientasi politik Islam
yakni orientasi nilai-nilai politik simbolik Islam dan orientasi atas politik
Islam sebagai tuntutan legal spesifik (Jamhari, & Jajang , 2004 : 213).
Dua dimensi ini mampu memetakan antara partai politik Islam
yang secara prinsip
benar-benar
menginginkan sebuah konsep
kenegaraan yang lebih baik dan partai politik Islam yang hanya
mengambil
keuntungan
pemerintahan.
Semisal
untuk
Partai
mencapai
Keadilan
posisi
Sejahtera
puncak
(PKS),
dalam
yang
mengusung penerapan syariat Islam di Indonesia, ternyata mampu
meraih suara yang cukup signifikan dibanding pemilu sebelumnya.
Meskipun PKS dalam hal ini nota bene komunitas yang ingin
mewujudkan Islam kaffah, namun partai ini mampu menarik simpati
masyarakat dengan perilaku yang di terapkannya.
45
Persoalan muncul ketika sebuah kelembagaan atau institusi
mengusung nilai-nilail ke-Islam-an kaffah dengan sarana yang
mengundang respon negatif masyarakat. Semisal dengan adanya
tindakan anarki kepada komunitas yang dinilai tidak Islami. Tindakantindakan yang secara sepihak oleh komunitas tersebut dianggap sebagai
tindakan positif, justru memunculkan image negatif dimata masyarakat.
Satu contoh sebagaimana diketahui bersama teror bom dalam bentuk
peledakan bom sebagaimana terjadi di Bali, (Marpaung & Al Araf 2003
: 37), kemudian pengrusakan terhadap kafe-kafe dan diskotik di
beberapa daerah.
Timbulnya salah pengertian tentang Islam oleh sebagian kaum
muslim, termasuk mempersepsikan Islam dengan kekerasan atau
terorisme, sejak dulu kala sampai sekarang tidak saja dipengaruhi oleh
pemahaman dan pemikiran positivistik (legal formal). Suatu metode
pemikiran yang melihat persoalan interaksi sosial kompleks hanya
dilihat dari segi tekstual, halal, haram, hak, dan kewajiban.
Konsekuensional dari model pemikiran ini adalah menjadikan sebagian
umat Islam tidak mampu membedakan antara mana yang merupakan
esensi ajaran Islam, dan mana pula yang tergolong budaya lokal atau
Arab. (Thontowi, 2004 : 15)
Sampai saat ini dakwah pelaksanaan Islam secara kaffah atau
fundamental masih berlangsung dan terus berlangsung. Bahkan proses
pendakwahan diusung masing-masing organisasi yang berbeda nama
46
seperti Hizbut Tahrir, DDI (Dewan Dakwah Islamiyah) dan beberapa
ormas Islam yang memiliki pemahaman Islam radikal. Fenomena
kelompok garis keras yang mengusung isu-isu agama-pelaksanaan
syariat Islam pemberantasan maksiat dan semacamya dapat diartikan
sebagai strategi politik untuk meraih dukungan masa (Jamhari & Jajang,
2004 : 38). Realitas di atas merupkan gambaran pergerakan komunitas
Islam radikal dari aspek keorganisasian atau kelembagaan.
Radikalisasi tidak hanya berkutik pada lingkungan politik
melainkan melebar pada lingkungan pendidikan. Banyak pesantrenpesantren yang tengah terkontaminasi ajaran-ajaran Islam garis keras.
Semisal Pondok pesantren yang berada di kawasan Ngruki (Al
Mukmin). Pesantren adalah lembaga yang mengajarkan pendidikan
keagamaan secara menyeluruh. Dengan kata lain, pesantren lebih
mengkhususkan pendidikan agama Islam sebagai materi pokoknya.
Walaupun demikian lembaga ini membuka diri untuk mengadopsi sistem
pembelajaran mutakhir melalui penambahan pelajaran, khususnya yang
berkaitan dengan ilmu-ilmu pengetahuan non agama (Turmudzi &
Sihbudi, 2005 : 131). Masyarakat muslim pada umumnya tertarik dengan
pola pendidikan pesantren. Setidaknya peningkatan iman dan pendidikan
ahlaq terdapat di dalamnya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa penanaman sikap tawadlu’ kepada
kiai sangat diterapkan dalam kelembagaan tersebut. Realita semacam ini,
tanpa disadari menumbuhkan sikap militansi yang kuat. Kondisi yang
47
semacam ini merupakan sasaran empuk bagi penganut Islam radikal
untuk berdakwah dalam menyebarkan ajarannya. Semisal Pondok
Pesantren Al Mukmin Ngruki. Lembaga ini didirikan oleh orang-orang
yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak sesuai
dengan syari’at Islam. Dengan proses yang berkelanjutan lembaga ini
mampu membentuk wadah yang semula madrasah menjadi tempat
pengkaderan generasi muda muslim (Turmudzi & Sihabudi, 2005 : 134)
KH.Wahyudin salah satu wakil pemimpin pesantren Al Mukmin
menyatakan bahwa:
“Syariat Islam bukan salah satu, tapi satu-satunya yang dapat
menyejahterakan umat, karena Islam sendiri mengatur dunia dan akhirat.
Dalam pandangan kami tugas kepemimpinan Islam itu adalah
menyejahterakan umat di dunia dan akhirat. Tentu pemahaman seperti
ini perlu disosialisasikan dan perlu diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”(Turmudzi & Sihbudi, 2005 :
135)
Ungkapan yang dikutip dalam buku Islam dan Radikalisme di
Indonesia tersirat bahwa para ulama di pesantren al Mukmin memiliki
pemahaman
bahwa
penerapan
konsep
syariat
dirasa
mampu
mensejahterakan masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat
muslim pada khususnya. Oleh karena itu, mereka bertekad untuk
memperjuangkan penerapan syariat Islam baik dari segi politik budaya
maupun segi yang lainnya.
Konsep pesantren yang militan dan patuh pada kiai menjadikan
mereka para ulama dengan mudah mendoktrin ajaran-ajaran atau
perilaku yang pada intinya pemberlakuan konsep syariat atau mencapai
48
Islam kaffah (menyeluruh). Ajaran-ajaran tersebut pada umumnya
dikemas dalam konsep jihad yang selalu diidentikan dengan peperangan
dan kekerasan.
Meskipun begitu, Islam radikal sangat dimungkinkan tidak bisa
berkembang secara pesat di Indonesia. Hal ini dikarenakan kultur bangsa
Indonesia yang lebih memandang konsep perdamaian dalam beragama.
Dengan kata lain, Islam radikal di Indonesia hanya berkembang pada
komunitas tertentu, dan pada waktu tertentu bahkan selalu mengalami
pertentangan oleh masyarakat Indonesia.
3.3.4. Gambaran Islam Radikal di Semarang
Fenomena mobilisasi Islam radikal di Semarang sekarang bisa
jadi terinspirasi oleh gerakan para tokoh, di samping secara kebetulan
banyak dari tokoh-tokoh tadi yang sudah kembali ke Semarang setelah
reformasi. Para tokoh ini kembali menyuarakan formalisasi syariat
Islam. Perlu dicatat adalah bahwa tokoh-tokoh Masyumi seperti
Mohammad Natsir juga ikut memberi inspirasi terhadap mereka. Natsir,
menurut salah seorang pengurus pesantren Ngruki, adalah orang yang
memberikan gagasan awal untuk mendirikan pesantren Ngruki.
Ketokohannya dan konsistensinya dalam memperjuangkan formalisasi
syariat Islam melalui struktur kenegaraan dengan mengedepankan caracara yang demokratis, telah membuatnya menjadi tokoh yang dirujuk
oleh kelompok yang menghendaki masuknya syariat Islam dalam
perundang-undangan nasional.
49
Lepas dari pengaruh tokoh di atas dalam memberikan inspirasi,
apa yang nampaknya paling mendorong hadirnya gerakan Islam radikal
di Semarang adalah munculnya beberapa kejadian yang dianggap
merugikan posisi Islam. Dengan kata lain, ada beberapa faktor yang
membuat
gerakan
Islam
radikal
di
Semarang
muncul.
(http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C, diakses
tanggal 1 Februari 2008).
Konflik Ambon tahun 1999 merupakan faktor pendorong
munculnya gerakan-gerakan
ini karena dalam konflik tersebut
pemerintah dianggap membiarkan terjadinya pembantaian umat Islam
oleh kalangan Kristiani di Ambon. Konflik Ambon yang menyebabkan
terbantainya umat Islam, telah mengusik rasa persaudaraan Islam
masyarakat Semarang. Karena Umat Islam itu bagaikan satu tubuh yang
bilamana satu bagian dari tubuh itu sakit maka akan sakitlah anggota
tubuh lainnya. Pembantaian di Ambon itu dianggap juga sebagai
pembantaian terhadap umat Islam secara keseluruhan. Setidaknya
demikianlah yang dirasakan oleh para tokoh dan pemuda Islam di
Semarang. Dalam konteks ini, gerakan-gerakan Islam yang muncul
dengan mengusung bendera Islam itu bertujuan untuk membantu dan
meminimalkan ketertindasan saudaranya di Ambon. Para elit gerakan ini
siap tampil membela kepentingan Islam meskipun harus berhadapan
dengan negara.
50
Selain itu, munculnya gerakan-gerakan Islam radikal ini
sebenarnya dipicu oleh apatisnya aparat pemerintah dalam menegakkan
aturan yang berlaku. Termasuk dalam hal ini adalah tidak berfungsinya
partai politik dalam membawa aspirasi mereka. Kondisi sosial
masyarakat Semarang yang penuh dengan kemaksiatan seperti hadirnya
tempat-tempat prostitusi dan beredarnya minuman keras secara bebas,
tidak mendapat perhatian para politisi sehingga umat Islam di sini
merasa
tersinggung.
http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C,
diakses
tanggal 1 Februari 2008).
Perlu dicatat bahwa di samping masalah-masalah yang terjadi di
dalam negeri, apa yang ikut mendorong munculnya gerakan Islam
radikal adalah adanya kejadian-kejadian internasional. Tidak bisa
dipungkiri bahwa aspek internasional juga telah meningkatkan intensitas
gerakan-gerakan radikal dalam melakukan aksinya, termasuk yang
berlingkup lokal seperti di Semarang ini. Kejadian World Trade Centre
pada 11 September 2001 yang menguatkan dugaan buruk Amerika
mengenai adanya gerakan Islam radikal di Asia Tenggara dan diduga
memiliki hubungan dengan Osama Bin Laden, telah memunculkan
reaksi keras di kalangan tokoh Islam Semarang karena mereka sama
sekali tidak terlibat dalam tragedi tersebut dan tidak melakukan kontak
dengan gerakan radikal Osama.
51
Dari sini bisa dikatakan bahwa apa yang mendorong munculnya
gerakan Islam radikal di Semarang adalah banyak faktor, mulai dari
adanya kaitan historis, di mana gerakan serupa pernah muncul di zaman
Orde Baru, apatisnya aparat negara dalam memberantas kemaksiatan,
sampai pada faktor internasional, seperti tuduhan pihak Amerika yang
menyamakan Islam dengan terorisme. Faktor-faktor ini hadir secara
bersamaan, dan mendorong kalangan Islam di Semarang, termasuk
kalangan
mudanya
untuk
meresponnya.
(http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C, diakses
tanggal 1 Februari 2008).
Realitas menunjukkan bahwa ada kelompok-kelompok di dalam
Islam yang menggunakan simbol Islam di dalam mencapai tujuannya,
termasuk melalui cara-cara radikal. Untuk memahami munculnya
gerakan-gerakan radikal di kalangan Islam, yaitu faktor dari dalam Islam
dan faktor dari luar Islam. faktor dari dalam ini lebih banyak berkaitan
dengan penafsiran konsep jihad yang dipahami oleh sebagian penganut
Islam. Penganut gerakan-gerakan Islam radikal umumnya didorong oleh
pemahaman mereka tentang konsep jihad yang dimaknai sebagai perang
terhadap lawan non muslim. Mereka selalu melihat dunia ini dalam dua
kaca mata (negeri non muslim atau perang) dan negeri Islam.
(http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C, diakses
tanggal 1 Februari 2008).
52
Implementasi konsep jihad lebih banyak dipahami sebagai
perang suci. Jihad dipahami sebagai kewajiban setiap muslim
menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini melalui kekuatan dan
perang. Akibatnya, banyak kaum muslimin yang rela sebagai martir
untuk melakukan perang atas nama agama. Kelompok ini merujuk ayatayat al-Qur'an yang membenarkan tindakan jihad dalam pengertian
perang suci, melawan kezaliman, sebagaimana yang pernah disebut oleh
Imam Samudra, pelaku Bom Bali, bahwa ada 28 ayat al-Qur'an yang
memerintahkan umat Islam untuk berjihad, sebagai dasar untuk
membunuh musuh.
Cara memahami dan menafsirkan teks-teks agama dari sebagian
besar pesantren-pesantren di Indonesia boleh dikatakan bersifat moderat.
Hal ini, paling tidak, terlihat dari cara pandang NU dan Muhammadiyah,
dua organisasi yang memiliki pesantren-pesantren terbesar di Indonesia.
Keduanya, misalnya, tidak berniat memperjuangkan negara Islam di
Indonesia. Konteks Indonesia yang plural dan konteks kekinian,
merupakan dua hal penting yang menjadi pertimbangan mengapa negara
Islam bukan menjadi perjuangan utama NU dan Muhammadiyah.
(http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C, diakses
tanggal 1 Februari 2008).
BAB IV
STRATEGI DAKWAH PCNU KOTA SEMARANG DALAM
MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN DARI ALIRAN ISLAM
RADIKAL
4.1. Pandangan PCNU Kota Semarang terhadap Paham Islam Radikal
Secara terminologi definisi radikal sulit dirumuskan. Namun bukan
berarti radikal tidak bisa dimaknai secara keseluruhan. Radikal sering
dikaitkan dengan teroris. Bahkan sudah menjadi icon bahwa penganut paham
Islam radikal adalah mereka komunitas teroris. Meski hampir semua pemuka
Islam jelas menolak adanya pengkaitan antara Islam dengan terorisme (Asfar,
2003 : 57).
Dalam perspektif oganisatoris, pandangan Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama (PCNU) Kota Semarang mengenai Islam radikal sebagai berikut :
PCNU Kota Semarang mengidentifikasi pola pergerakan Islam radikal
yang dalam perkembangannya di Kota Semarang belum mencapai pada level
kasus. Namun demikian karakteristik yang dapat dibaca sebagai berikut:
Pertama, Islam radikal cenderung menggunakan interpretasi tekstual. Dalam
menafsirkan ajaran Islam khususnya teks al-Qur'an dan hadits hanya sebatas
pemahaman yang kaku tanpa memperdulikan konteks ayat. Dalam
menafsirkan al-Qur'an tidak berusaha membedah asbab al-nuzul, historical
approach juga menafikan keberadaan tafsir yang sudah bersifat standar
misalnya mengabaikan tafsir al-Maragi, tafsir Ibnu Kasir dan lain-lain.
53
54
Demikian pula dalam memahami hadits menafikan asbab al-wurud apalagi
persoalan tahrij. Sehingga kualitas dan otentisitasnya menjadi terabaikan.
Pemahaman seperti ini bukan saja keliru melainkan terjadi pendistorsian
ajaran Islam.
Kedua, Islam radikal cenderung keras dan revolusioner. Konotasi
keras bukan sebagai pelabelan tanpa alasan, namun hal itu akibat dari
perbuatannya yang merusak sendi-sendi kemanusiaan. Mereka bertindak tanpa
menseleksi pihak mana yang salah. Kenyataan menunjukkan mereka
menggunakan cara membumi hanguskan orang-orang yang tidak bersalah.
Semua agama tidak ada yang memberi simpati terhadap tindakan biadab.
Demikian pula aksi revolusioner telah menghilangkan aspek-aspek sunatullah
yang segalanya seharusnya bertahap. Namun kenyataan tindakannya ingin
merubah dalam waktu singkat.
Ketiga, Islam radikal terobsesi ingin meletakkan syari'at Islam sebagai
ajaran yang final tanpa bisa ditawar lagi. Mereka sangat mendahulukan arti
sebuah simbol ke Islaman. Mereka menginginkan dengan paksa agar dalam
konstitusi negara dicantumkan asas atau dasar syari'at Islam tanpa melihat
pihak minoritas non muslim. Mereka tidak menyadari bahwa kitab fikih pun
masih mengandung khilafiah yang ketika dalam implementasinya bisa terjadi
tarik menarik, klaim mazhab yang paling benar dan pendapat yang paling
baik. Persoalan ini disederhanakan dengan mengatakan penegakan syari'at
Islam bisa menyelamatkan umat manusia. Mereka menganggap bahwa agama
Islam serba lengkap dan semua persoalan kenegaraan dan masyarakat serta
55
persoalan kepemimpinan sudah ada aturannya secara rinci dalam al-Qur'an
dan hadits. Mereka melihat tidak ada alasan bagi orang yang menolak
penegakan syari'at Islam. Hukum hudud, diat, jarimah, qisas merupakan
sistem hukuman yang paling terbaik sedangkan hukum di luar kerangka itu
sebagai kekafiran yang tak termaafkan.
Keempat, Islam radikal menghendaki pelaksanaan ajaran Islam secara
kaaffah. Mereka menginginkan Islam berlaku dalam kehidupan negara dan
bangsa secara utuh sesuai dengan originalitasnya ajaran Islam. mereka
meniadakan arti dan peran penting ijtihad dan mereka mematikan nilai-nilai
akal manusia.
Kelima, Islam radikal sangat membenci dan menolak semua produk
yang lahir dan dikembangkan dari Barat. Mereka menganggap seluruh budaya
dan perkembangan peradaban Barat telah menjerumuskan manusia dalam
penderitaan. Mereka menilai tidak ada satu pun produk Barat yang boleh
diadopsi atau diterima apalagi dikembangkan. Mereka menganggap peradaban
Islam jauh lebih tinggi dan umat Islam tinggal melanjutkan saja zaman
keemasan Islam
Keenam, Islam radikal anti toleransi dan cenderung fanatik. Mereka
tidak bisa menerima perbedaan agama, penghormatan terhadap agama lain
dianggap sebagai penyimpangan dari akidah. Islam radikal tidak bersedia
interaksi atau berhubungan muamalah dengan umat lain yang non Islam.
Klaim kebenaran dan penyudutan terhadap agama menjadi wajah aslinya
Islam radikal.
56
Ketujuh, Islam radikal menghalakan segala cara. Untuk bisa
mewujudkan cita-citanya, Islam radikal tanpa segan-segan merampok
kekayaan orang lain guna membiayai operasinya. Mereka menghalalkan caracara perampokan demi perjuangan.
Kedelapan, Islam radikal selalu mengkaitkan perjuangannya dengan
konsep jihad. Bagi Islam radikal, jihad adalah perang fisik yaitu memerangi
orang kafir atau orang Islam yang tidak sepaham dengannya walaupun pihak
lawan tidak melakukan agresi. Bagi Islam radikal yang tidak sepaham
dengannya dianggap telah melakukan agresi terselubung, karena itu Islam
radikal membenarkan offensive dalam situasi dan kondisi apa pun
(Dokumentasi PCNU Kota Semarang periode tahun 2001-2006 “Deskripsi
Islam Radikal”).
Menurut Drs. HM. Hamdani Yusuf sebagai Wakil Rais (wawancara
Tanggal 24 Juli 2007), secara sederhana yang dimaksud dengan kelompok
"Islam radikal" adalah kelompok yang mempunyai keyakinan ideologis tinggi
dan fanatik yang mereka perjuangkan, untuk menggantikan tatanan nilai dan
sistem yang sedang berlangsung. Dalam kegiatannya mereka seringkali
menggunakan aksi-aksi yang keras, bahkan tidak menutup kemungkinan kasar
terhadap kegiatan kelompok lain yang dinilai bertentangan dengan keyakinan
mereka. Secara sosio-kultural dan sosio-religious, kelompok radikal ini
mempunyai ikatan kelompok yang kuat dan menampilkan ciri-ciri penampilan
diri dan ritual mereka yang khas. Kelompok "Islam radikal" seringkali
57
bergerak secara bergerilya, walaupun banyak juga yang bergerak secara
terang-terangan.
Menurut Drs. HM. Hamdani Yusuf, harus dicatat pula bahwa
terkadang sebuah kelompok memiliki perbedaan karakteristik dengan
kelompok yang lain walau keduanya memiliki tujuan yang sama. Sebagai
contoh, karakteristik ideologis dan derajat puritanitas yang diadopsi oleh FPI
tentu berbeda dengan Darul Arqam, tapi keduanya bertemu dalam tujuan yang
sama yakni menegakkan syariat Islam di Indonesia.
Karena itu menurut Drs. HM. Hamdani Yusuf, perlu ditegaskan sejak
awal bahwa keragaman dan kompleksitas gerakan-gerakan seperti ini tetap
diakui sesuai dengan kenyataan sosialnya masing-masing. Dengan kata lain,
suatu kelompok dapat dianggap sebagai "Islam radikal" jika kelompok itu
memiliki semua, atau paling tidak, tiga karakteristik. Hal ini diharapkan
mampu memberikan gambaran yang unik tapi utuh, serta kuat secara
konseptual dan metodologis atas gerakan yang disebut sebagai "Islam radikal"
ini.
Menurut KH Shodiq Hamzah sebagai Mustasyar (wawancara Tanggal
25 Juli 2007), berbicara Islam radikal, maka pertanyaan penting yang
mengemuka adalah apa warna ideologi yang khas dari sebuah gerakan "Islam
radikal"? Harus dicermati bahwa dalam beberapa literatur, istilah-istilah yang
digunakan
untuk
menggambarkan
sebuah
fenomena
kontemporer
"fundamentalisme" dalam Islam tidaklah seragam. Karena itu, istilah "Islam
radikal" seringkali dipakai secara overlapping dengan istilah "Islam
58
fundamentalis" atau 'Islam revivalis'. John L. Esposito, sebagai misalnya,
lebih suka menggunakan istilah 'Islam revivalis untuk menunjuk gerakan
Islam kontemporer itu.
Menurut KH Shodiq Hamzah, secara umum, meminjam terminologi
Esposito, dapat diidentifikasi beberapa landasan ideologis yang dijumpai
dalam gerakan-gerakan tersebut, yakni pertama, kelompok-kelompok ini
berpendapat bahwa Islam adalah sebuah pandangan hidup yang komprehensif
dan bersifat total. Dengan demikian, Islam itu tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan politik, hukum, dan masyarakat.
Kedua, mereka seringkali menganggap bahwa ideologi masyarakat
Barat yang sekular dan cenderung materialistis harus ditolak. Mereka juga
meyakini bahwa masyarakat Muslim telah gagal membangun masyarakat
beragama yang ideal karena telah berpaling dari jalan lurus' sesuai dengan
ajaran Islam dengan mengikuti cara pandang Barat yang sekular dan
materialistis tersebut.
Ketiga, mereka cenderung mengajak pengikutnya untuk kembali
kepada Islam sebagai sebuah usaha untuk perubahan sosial. Perubahan ini
hanya mungkin dilakukan dengan mengikuti sepenuhnya ajaran-ajaran Islam
yang otentik seperti Al-Qur'an dan Sunnah.
Keempat, menurut KH Shodiq Hamzah karena ideologi masyarakat
Barat harus ditolak, maka secara otomatis peraturan-peraturan sosial yang
lahir dari tradisi Barat, yang banyak berkembang pada masyarakat Muslim
sebagai sebuah warisan kolonialisme, juga harus ditolak. Sebagai gantinya,
59
masyarakat Muslim harus menegakkan hukum Islam sebagai satu-satunya
sumber hukum yang diterima.
Kelima, menurut KH Shodiq Hamzah meskipun banyak yang
menganggap kelompok-kelompok ini terlalu mengagung-agungkan kejayaan
Islam di masa lalu yang tercermin pada sikap puritan dalam upaya
pemberlakuan sistem sosial dan hukum yang sesuai dengan masa Nabi
Muhammad dan dengan jelas menolak ideologi masyarakat Barat, tapi pada
kesempatan yang sama, kelompok-kelompok ini sebenarnya tidak menolak
modernisasi. Setidaknya mereka tidak menolak modernisasi, seperti juga
halnya mereka tidak menolak sains dan teknologi, sejauh hal-hal ini tidak
bertentangan dengan standar ortodoksi keagamaan yang telah mereka anggap
mapan dan merusak sesuatu yang mereka anggap sebagai kebenaran yang
sudah final. Terlebih
lagi, jika
memungkinkan,
hal-hal
itu
dapat
disubordinasikan ke dalam nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam. Untuk itu,
kelompok ini secara umum, sebagaimana layaknya kelompok masyarakat lain
yang merupakan bagian dari masyarakat yang hidup di dunia modern,
sesungguhnya hanya menentang penyimpangan-penyimpangan abad modern.
Terkadang, justru banyak contoh yang dapat menunjukkan bagaimana
kelompok-kelompok ini menggunakan sains dan teknologi sebagai alat atau
"senjata" untuk memperkuat basis sosial masyarakat Islam sekaligus melawan
Barat itu sendiri. Ilustrasi menarik yang dapat dikemukakan di sini adalah
bagaimana dalam sosialisasi gagasan dan demonstrasi-demonstrasi yang
dilakukan oleh beberapa gerakan Islam tersebut, penggunaan alat-alat
60
komunikasi modern seperti telepon seluler dan internet bukan merupakan hal
yang tabu dalam mendukung keberhasilan aksi mereka.
Keenam, mereka berkeyakinan bahwa upaya-upaya Islamisasi pada
masyarakat
Muslim
tidak
akan
berhasil
tanpa
menekankan
aspek
pengorganisasian ataupun pembentukan sebuah kelompok yang kuat.
Meskipun terkadang berskala kecil, kelompok yang dibangun biasanya secara
ideologis berkarakter kuat, dengan mengandalkan sebagian anggota kelompok
yang lebih terdidik dan terlatih. Dengan cara seperti inilah, mereka dapat
meyakinkan para pengikutnya untuk menjalankan tugas suci keagamaan
dalam rangka menegakkan hukum Islam.
Menurut KH. DR. (Hc) Moh Rifa’i sebagai Mustasyar (wawancara
Tanggal 25 Juli 2007) melihat berbagai gejala yang lebih kontemporer, apa
yang diperlihatkan para aktivis gerakan-gerakan aliran Islam radikal terkadang
melampaui beberapa landasan ideologis. Setidaknya terdapat beberapa
karakteristik yang dapat didentifikasi mengapa sebuah. kelompok layak
disebut sebagai "Islam radikal"
Pertama, mereka masih sering menunjukkan mentalitas "perang Salib".
Dalam 'konteks sekarang, hegemoni dunia Barat, khususnya Amerika Serikat,
terhadap bangsa-bangsa lain sering dianggap sebagai salah satu bentuk
"penjajahan baru". Sementara itu, ide-ide mengenai adanya konspirasi dunia
Barat, termasuk di dalamnya gerakan Zionisme Yahudi, yang menentang
Islam dan dunia-Islam tetap berkembang dalam kelompok ini.
61
Kedua, menurut KH. DR. (Hc) Moh Rifa’i, penegakan hukum Islam
yang juga kerap diupayakan dengan keras oleh kalangan revivalis dan
fundamentalis Muslim tidak lagi dianggap sebagai sebuah jalan alternatif
melainkan sudah menjadi suatu keharusan. Dengan kata lain, tidak ada lagi
jalan yang sah di dalam membentuk sebuah komunitas Muslim yang benarbenar tunduk kepada Tuhan melainkan dengan jalan menjadikan Islam
sebagai landasan bagi segalanya termasuk di dalamnya kehidupan agama,
sosial dan politik.
Ketiga, menurut KH. DR. (Hc) Moh Rifa’i, terdapat sebuah
kecenderungan untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah berikut
sistem-sistemnya yang mapan tapi dianggap tidak sah, khususnya karena
kurangnya perhatian terhadap masalah penyakit sosial masyarakat yang
mereka identifikasi sebagai maksiat dan kemungkaran. Karena itu, sebagian di
antara kelompok ini tidak lagi mempercayai lembaga-lembaga hukum
pemerintah guna menanggulangi hal tersebut, Mereka percaya bahwa mereka
mampu menanggulangi dan memerangi penyakit sosial itu sendiri dan tentu
saja dengan cara-cara mereka sendiri tanpa mengindahkan ruang publik yang
menjadi milik masyarakat luas. Dalam konteks Indonesia dewasa ini, hal ini
dengan jelas terlihat pada gerakan Front Pembela Islam (FPI).
Keempat, semangat untuk menegakkan agama sebagai lambang
supremasi kebenaran ajaran Tuhan di dunia dengan jalan jihad dengan
sendirinya mendapatkan tempat yang sangat terhormat. Bahkan, melakukan
jihad dengan segenap aspeknya melawan kebatilan, kemunkaran dan musuh-
62
musuh yang membenci Islam yang mereka yakini merupakan sebuah tugas
keagamaan yang suci. Bahkan, terdapat kesan yang kuat bahwa jihad lebih
dimaknai sebagai sebuah usaha fisik untuk memerangi musuh-musuh Islam.
Kelima, menurut KH. DR. (Hc) Moh Rifa’i, dengan pengalaman
menyaksikan hubungan antara Islam dan Yahudi dalam persengketaan antara
kelompok Muslim dan Yahudi di kawasan Palestina yang kian hari semakin
memburuk, dan masalah pertentangan dan pertikaian antara Islam dan Kristen
yang masih kuat di beberapa kawasan, termasuk di Indonesia, serta isu klasik
kristenisasi, hubungan antara Islam dan Kristen ini secara signifikan
mempengaruhi persepsi kelompok-kelompok 'Islam radikal'. Dalam konteks
ini, kaum Yahudi dan Kristen tidak lagi layak dianggap sebagai kelompok
yang di dalam al-Qur'an disebut sebagai 'Ahli Kitab' melainkan sudah jatuh
sebagai kaum 'kafir' karena sejarah kedua agama tersebut identik dengan
kolonialisme Barat dan zionisme. Kedua pemeluk agama ini secara umum
dianggap sebagai memiliki kesatuan tujuan dalam melakukan konspirasi
melawan Islam dan Dunia Islam.
Menurut H. Tasmat Abdurrahman sebagai Mustasyar (wawancara
Tanggal 26 Juli 2007), bangkitnya gerakan Islam di Indonesia yang lebih
berkarakter radikal mengagendakan perjuangan yang amat kuat terhadap
perbaikan masyarakat, bangsa dan negara baik secara ekonomi, sosial dan
politik yang dibingkai dalam semangat Islam yang formalistik. Secara politik,
biasanya mereka mengeluarkan isu-isu politik yang tidak asing lagi bagi iklim
politik di Indonesia. Isu-isu negara Islam, syariat Islam, dan kepemimpinan
63
perempuan diangkat ke permukaan. Inilah yang menjadi perdebatan krusial
tentang relasi Islam dan negara di tengah arus transisi.
4.2.Strategi Dakwah PCNU Kota Semarang Dalam Membentengi warga
Nahdliyin Dari Paham Islam Radikal
Dalam perspektif organisatoris, strategi dakwah PCNU Kota Semarang
dalam membentengi warga Nahdliyin dari paham Islam radikal sebagai
berikut:
1. Seminar
y program pokok
a. Peningkatan pemahaman tentang motivasi gerakan Islam radikal dalam
ruang lingkup mikro maupun makro
b. Islam dan Pluralisme keberagamaan dalam kajian teologis.
c. Pemahaman Islam secara integral komprehensif
y Tujuan
a. Memperkuat idiologi Ahlus Sunnah wal Jama'ah pada masyarakat
Nahdliyin
b. Agar masyarakat Nahdliyin tidak mudah terpengaruh dengan idiologi
non Ahlus Sunnah wal Jama'ah
y Pogram kegiatan
a. Diklat pelatih Ahlus Sunnah wal Jama'ah
b. Diklat kader Ahlus Sunnah wal Jama'ah
c. Lailatul Ijtima` : kajian Ahlus Sunnah wal Jama'ah secara rutin setiap
satu bulan sekali, di tingkat PC, MWC dan PR NU.
64
d. Publikasi hasil kajian Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam bentuk bulletin
2. Pengajian
y Program pokok
Peningkatan kualitas keagamaan
y Tujuan
Membentengi masyarakat Nahdliyin dari pengaruh paham Islam non
Ahlus Sunnah wal Jama'ah
y Pogram kegiatan
a. Survey inventarisasi masjid-masjid NU
b. Memakmurkan dan memberdayakan Masjid-Masjid warga NU
c. Pelatihan ke-ta'mir-an Masjid
3. Bidang kaderisasi
y Program pokok
Pendirian komisariat IPNU-IPPNU di sekolah atau madrasah
y Tujuan
Untuk meningkatkan kualitas dan militansi kader NU diberbagai tingkatan
y Program kegiatan
a. Pelatihan kader NU secara intensif
b. Pendirian komisariat IPNU-IPPNU di sekolah atau madrasah NU dan
pondok pesantren. (Dokumentasi PCNU Kota Semarang)
BAB V
ANALISIS STRATEGI DAKWAH PCNU KOTA SEMARANG DALAM
MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN DARI ALIRAN ISLAM
RADIKAL
5.1.Pandangan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Semarang terhadap
Paham Islam Radikal
Untuk menganalisis apa yang telah diungkapkan dalam bab tiga skripsi
ini, maka peneliti hendak menganalisis pandangan PCNU Kota Semarang
terhadap paham Islam radikal. Untuk itu analisis meliputi dua hal yaitu
menganalisis gambaran Islam radikal di Kota Semarang dan pandangan
PCNU Kota Semarang perspektif organisatoris.
Sebagaimana telah diutarakan dalam bab tiga, bahwa pada intinya
Islam radikal di Kota Semarang dan pandangan PCNU Kota Semarang
terhadap Islam radikal sebagai berikut:
(a) Islam radikal cenderung menggunakan interpretasi tekstual.
(b) Islam radikal cenderung keras dan revolusioner.
(c) Islam radikal terobsesi ingin meletakkan syari'at Islam sebagai ajaran yang
final tanpa bisa ditawar lagi.
(d) Islam radikal menghendaki pelaksanaan ajaran Islam secara kaaffah.
(e) Islam radikal sangat membenci dan menolak semua produk yang lahir dan
dikembangkan dari Barat.
(f) Islam radikal anti toleransi dan cenderung fanatik.
65
66
(g) Islam radikal menghalakan segala cara.
(h) Islam radikal selalu mengkaitkan perjuangannya dengan konsep jihad.
Dalam perspektif oganisatoris, pandangan Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama (PCNU) Kota Semarang mengenai Islam radikal sebagai berikut :
(a) Pada intinya gerakan Islam radikal di lapangan sangat betentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan.
(b) Islam radikal adalah aliran atau paham yang hendak mewujudkan konsep
syariat dalam kehidupan sehari-hari.
(c) Islam radikal merupakan komunitas yang memiliki tujuan untuk
memurnikan ajaran Islam.
(d) Indonesia merupakan negara yang mayoritas beragama Islam, tetapi tidak
berangkat dari sebuah agama.
(e) Islam radikal sebagai kelompok yang berorientasi pada penegakan dan
pengamalan “Islam yang murni”.
(f) Islam radikal hanya bertumpu pada tekstualitas hadits.
(g) Mendefinisikan radikalisme adalah suatu paham atau aliran yang
menghendaki perubahan secara drastis dengan menghalalkan segala cara
termasuk dengan menggunakan kekerasan.
(h) Secara sederhana gerakan Islam radikal adalah suatu gerakan pada dataran
praktis yang dapat mengakibatkan pada aksi kekerasan.
Dari pemaparan di atas, amatlah jelas bahwa ada sebagian kecil
kelompok Islam radikal yang membolehkan penggunaan kekerasan dalam
melaksanakan amar ma`ruf nahi munkar, akan tetapi pemikiran dan
67
pemahaman tersebut tidaklah tepat, bahkan bertentangan dengan asas-asas,
nilai-nilai universal, dan norma-norma hukum baik menurut sumber Alqur`an
maupun hadist. Hal ini timbul bukan saja ditentukan oleh pemahaman mereka
yang masih sempit mengenai Islam semata, melainkan juga karena dipicu oleh
tatanan dunia yang tidak adil. Mempersepsikan syariah Islam dengan sangsi
hukum pidana (qishash, potong tangan, dan hukum rajam) dan doktrin yang
memaknai jihad sebagai perang membuktikan keyakinan dan pemikiran yang
keliru mendapatkan penolakan dari kaum Muslimin dunia.
Penolakan terhadap pemikiran kelompok Islam radikal yang meyakini
penggunaan kekerasan sebagai upaya bela diri atas nama Islam sama sekali
tidak mendapatkan pembenaran hukum oleh karena bertentangan dengan caracara dan metode yang berlaku pada masyarakat umum. Bahkan menodai
kesucian ajaran Islam. Memang benar bahwa ajaran Islam mengakui
penerapan hukum pidana Islam dengan sistem hukum lain, termasuk
peperangan sebagai jihad diperbolehkan. Namun, tidaklah semudah dengan
apa yang diklaimkan kelompok radikal.
Bentuk-bentuk usaha dakwah yang mengarah pada tegaknya amar
ma`ruf nahi munkar menjadi tidak Islami, bilamana kekerasan digunakan
sebagai alat atau senjata untuk melaksanakannya. Usaha yang dimaksudkan
untuk mencegah
kemaksiatan dengan menggunakan cara-cara kekerasan
adalah kurang tepat sebab ketidakadilan, permusuhan, dan balas dendam akan
merajalela dimana-mana. Nabi mengingatkan, agar umat Islam menggauli
manusia dengan etika, moralitas dan akhlak yang baik dan terpuji. Hal ini
68
menjelaskan islam tidak membenarkan penggunaan kebebasan berpendapat
secara tidak terkendali. Esensi tolong menolong penuh derngan nilai takwa
dan takut kepada Allah perlu ditegakkan. Begitu prinsip amar ma`ruf nahi
munkar harus terhindar dari reaksi negatif pihak yang diingatkan
Timbulnya salah pengertian tentang Islam oleh sebagian kaum
muslim, termasuk mempersepsikan Islam dengan kekerasan atau terorisme
salah satunya dipengaruhi oleh suatu metode pemikiran yang melihat
persoalan hanya dari segi tekstual, halal, haram, hak, dan kewajiban.
Konsekuensi dari model pemikiran ini adalah menjadikan sebagian umat
Islam tidak mampu membedakan antara mana yang merupakan esensi ajaran
Islam, dan mana pula yang tergolong budaya lokal atau Arab.
Pada dasarnya pemahaman terhadap Islam radikal yang sebenaanrya
adalah positif karena motivasi komunitas ini untuk kembali kepada kemurnian
ajaran Islam. Namun makna positif ini menjadi negatif karena dalam
pelaksanaannya sering menggunakan tindakan kekerasan. Hal ini dikarenakan
unsur radikal itu mempunyai dua makna. Yaitu radikalisme dalam artian
perbaikan dan pembaharuan dan radikalisme dengan inti ekstrim yang
melampaui batas dan berlebihan. Sehingga makna asosiatif yang ditangkap
adalah makna yang negatif belaka.
Padahal, makna posisitf dari radikalisme adalah spirit perubahan
menuju yang lebih baik. Dalam istilah agama disebut ishlah (perbaikan) atau
tajdid (pembaharuan). Dengan begitu radikalisme bukan sinonimnya
ektrimitas, kekerasan. Dalam istilah bahasa Arab disebut Ghuluu (melampaui
69
batas) dan Ifrath (keterlaluan). Hal inilah yang di tolak oleh NU karena tidak
sesuai denga ajaran Islam.
PCNU Kota Semarang mengusung perubahan dalam maknanya yang
positif. Dengan demikian gambaran hakikat Islam itu tentu perlu diperjelas.
Artinya hakikat Islam itu adalah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan,
objektivitas, dan perdamaian. Dan disamping itu Islam juga menginginkan
umatnya menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Pada akhirnya radikalisme harus dipandang dalam pandangan yang
positif yaitu ke unsur perubahan secara ishlah (perbaikan) atau tajdid
(pembaharuan). Dengan demikian unsur pemahaman yang ekstrem dari
pengertian radikalisme itu harus ditolak misalnya Ghuluu dan Ifrat karena
tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Dengan memperhatikan keterangan dan pandangan PC NU Kota
Semarang maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Islam radikal adalah
aliran atau paham yang hendak mewujudkan konsep syariat dalam kehidupan
sehari-hari dengan berorientasi pada penegakan dan pengamalan "Islam yang
murni", serta menghendaki perubahan drastis dengan menghalalkan segala
cara yang dapat mengakibatkan pada aksi kekerasan.
Meskipun begitu, NU juga memandang aspek positif yang ada pada
komunitas radikal tersebut. Semisal, motivasi komunitas ini untuk
menegakkan dan mengajak manusia untuk kembali kepada kemurnian ajaran
Islam yang sebenarnya.
70
Sedangkan aspek negatif dari komunitas radikal muncul disebabkan
kesalahan komunitas ini dalam menggunakan metode penafsiran Al-Qur'an
tidak secara menyeluruh. Mereka hanya sering menafsirkan secara harfiah dan
tidak melihat pada aspek lain. Seperti penghalalan penggunaan kekerasan
dalam berdakwah menurut persepsi mereka yang didasarkan pada ayat AlQur'an. Hal ini menunjukkan tidak adanya check and balance yang dilakukan
komunitas radikal. Mereka kerapkali menjadikan komunitas ini berperilaku
over dosis dengan main hakim sendiri. Hal ini berdampak pada munculnya
image negatif terhadap Islam. Realitas semacam ini juga memunculkan
pemaknaan Islam dimana pada intinya berarti sebuah perdamaian menjadi arti
peperangan.
Nahdhlatul Ulama jelas memandang realitas ini sebagai deviasi yang
harus dijauhkan dari ajaran Islam. Oleh karena itu, NU memiliki respon
tersendiri untuk mengantisipasi paham atau aliran tersebut masuk ke
organisasi NU. Atas dasar itu NU telah menempuh suatu strategi dakwah yaitu
menanamkan konsep akidah, syari'ah, akhlak, toleransi beragama, dan konsep
jihad secara benar.
5.2.Strategi Dakwah PCNU Kota Semarang dalam Membentengi Warga
Nahdlyin dari Aliran Islam Radikal
PCNU Kota Semarang menyadari bahwa meskipun gerakan Islam
radikal di Kota Semarang masih dalam level yang bisa diawasi, namun PCNU
71
Kota Semarang telah membuat strategi dakwah dalam membentengi warga
Nahdliyin dari aliran Islam radikal.
Strategi dakwah yang dikembangkan sebagaimana telah diungkap
dalam bab tiga yaitu pada intinya ditanamkan pada warga Nahdliyin lima hal
yaitu (1) menanamkan akidah pada warga Nahdliyin secara benar; (2)
menanamkan syari'ah secara tepat; (3) menanamkan pendidikan akhlak alkarimah; (4) menanamkan konsep toleransi dalam beragama; (5) memberikan
penerangan tetang konsep jihad yang sesuai dengan al-Qur'an dan hadits.
Apabila dihubungkan dengan strategi dakwah yang menjadi konsep
ilmu dakwah, maka strategi dakwah
PCNU Kota Semarang relevan dan
sesuai dengan konsep ilmu dakwah.
Menurut analisis peneliti, menanamkan tauhid secara benar pada
warga Nahdliyin dapat dijadikan landasan utama untuk menangkal ajaran
Islam radikal. Dalam konteks tauhid bahwa Allah bersifat rahman dan rahim,
maka apabila pengertian ini ditafsirkan secara luas maka akan memperluas
pandangan warga Nahdliyin. Kesan yang muncul bahwa kekerasan bukan
bagian dari konsep ajaran Islam. Dengan sendirinya warga Nahdliyin tidak
akan menerima paham Islam radikal yang bertumpu pada kekerasan.
Demikian pula penanaman akhlak al-karimah akan menjadikan warga
Nahdliyin tahu perihal bagaimana sikapnya dalam berhubungan dengan
sesama manusia yaitu saling menyayangi dan mengasihi dan bukan saling
membunuh seperti tindakan Islam radikal. Konsep Islam mengandung
72
kelembutan dan memaafkan manakala orang lain meminta maaf dan Islam
tidak membenarkan membunuh orang yang tidak bersalah apalagi satu agama.
Dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara
kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku (makhluk) manusia. Atau dengan
kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungan baru
mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku
tersebut didasarkan kepada Tuhan.
Pada dasarnya akhlak atau moral merupakan elemen ketiga dari ajaran
Islam sebagai materi dakwah, setelah akidah dan syari’ah. Kalau akidah
menyangkut permasalahan yang harus diimani dan diyakini oleh manusia
sebagai suatu yang hakiki, syari’ah mengenai berbagai ketentuan berbuat
dalam menata hubungan baik dengan Allah dan sesama makhluk. Sementara
akhlak menyangkut berbagai masalah kehidupan yang berkaitan dengan
ketentuan dan ukuran baik dan buruk atau benar salahnya suatu perbuatan.
Perbuatan itu dapat berupa perbuatan lahir dan dapat juga perbuatan batin.
Dalam hubungannya dengan syari'ah bahwa konsep Islam mengenai
jihad jangan diartikan secara sempit yaitu perang secara fisik yang
mengakibatkan kematian, kecuali pihak musuh menyerang secara fisik dan
terbuka. Dari sini peneliti sependapat dengan strategi dakwah PCNU Kota
Semarang yang memberikan penerangan tentang konsep jihad yang benar.
Pentingnya ajaran jihad antara lain disebutkan dalam al-Qur'an sebagai
berikut:
73
‫ﻭﺍ‬‫ﻫﺪ‬ ‫ﺎ‬‫ﻭﺟ‬ ‫ﻮﺍ‬‫ﺎﺑ‬‫ﺮﺗ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻢ‬ ‫ ﹶﻟ‬‫ﻮِﻟ ِﻪ ﹸﺛﻢ‬‫ﺭﺳ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠ ِﻪ‬‫ﻣﻨ‬ ‫ﻦ ﺁ‬ ‫ﻮ ﹶﻥ ﺍﱠﻟﺬِﻳ‬‫ﺆ ِﻣﻨ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺎ ﺍﹾﻟ‬‫ﻧﻤ‬‫ِﺇ‬
:‫ﺎ ِﺩﻗﹸﻮ ﹶﻥ )ﺍﳊﺠﺮﺍﺕ‬‫ﻢ ﺍﻟﺼ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻚ‬
 ‫ﻭﹶﻟِﺌ‬ ‫ﺳﺒِﻴ ِﻞ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﺃﹸ‬ ‫ﻢ ﻓِﻲ‬ ‫ﺴ ِﻬ‬
ِ ‫ﻭﺃﹶﻧﻔﹸ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺍِﻟ ِﻬ‬‫ﻣﻮ‬ ‫ِﺑﹶﺄ‬
(15
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang
yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjuang dengan harta dan jiwa mereka pada
jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. al-Hujurat:
15).
Dewasa ini istilah jihad hampir-hampir telah menimbulkan persepsi
yang mengandung unsur pejorative. Ini disebabkan karena istilah tersebut
dipakai dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa kerusuhan sosial pada
1970-an di Indonesia yang disebut sebagai gerakan "komando jihad". Tidak
diketahui secara persis, apakah nama itu dipakai oleh kelompok yang
bersangkutan, ataukah hanya penamaan dari luar yang merupakan bagian dari
rekayasa politik militer. Apabila hal pertama yang benar, maka pemakaian itu
berarti mereduksi, bahkan mendegrasi pengertian jihad. Sedangkan hal kedua
telah menimbulkan ketakutan masyarakat luas untuk memakai istilah itu
(Raharjo, 2002: 507).
Strategi dakwah PCNU Kota Semarang yang menanamkan toleransi
beragama, maka menurut peneliti bahwa strategi ini sangat baik yaitu untuk
menghindari perpecahan dan perang agama. Dengan strategi ini menjadikan
warga Nahdliyin dapat menghargai dan menghormati agama lain sehingga
tidak akan ada niatan untuk membunuh atau membuat orang-orang non
muslim menderita. Dari sini akan membuat sulit masuknya paham Islam
radikal yang menghalalkan darah non muslim.
74
Dengan
demikian
toleransi
merupakan
kemampuan
untuk
menghormati sifat dasar, keyakinan dan perilaku yang dimiliki oleh orang
lain. Dalam literatur agama (Islam), toleransi disebut sebagai tasamuh yaitu
sifat atau sikap menghargai, membiarkan, atau membolehkan pendirian
(pandangan) orang lain yang bertentangan dengan pandangan kita.
Toleransi sangat penting karena dengan toleransi kedamaian dan
kerukunan hidup beragama bisa berjalan seiring dan seirama dalam
mensejahterakan umat manusia.
Dalam suatu hadis ditegaskan:
‫ ﺍﻭﺻﻴﻜﻢ ﺑﺘﻔﻮﻯ ﺍﷲ‬:‫ﻋﻦ ﺍﰊ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺹ ﻡ‬
‫ﻢ ﺍﷲ ﰱ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﷲ ﻣﻦ ﻛﻔﺮ ﺑﺎ‬‫ﻭﲟﻦ ﻣﻌﻜﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﹾﻤﺴﻠﻤﲔ ﺧﲑﺍ ﺍﻏﺰﻭﺍﺑﺎﺳ‬
‫ـﺎ‬
‫ـﺒﲑﺍ ﻓﺎﻧﻴـ‬
‫ﺮﺃﺓ ﻭﻻ ﻛـ‬‫ـﺪﺍﻭﻻﺍﻣ‬
‫ـﻮﺍﻭﻻ ﺗﻘﺘﻠﻮﺍﻭﻟﻴـ‬
‫ـﺪﺭﻭﺍ ﻭﻻﺗﻐﻠـ‬
‫ﺍﷲ ﻻﺗﻐـ‬
‫ـﺪﻣﻮﺍﺑﻴﺘﺎ‬ ‫ﻭﻻﻣﻨﻌﺰﻻﺑﺼﻮﻣﻌﺘﻪ ﻭﻻ ﺗﻘﺮﺑﻮﺍﳔﻼ ﻭﻻﺗﻘﻄﻌﻮﺍ ﺷـﺠﺮﺍ ﻭﻻ‬
(‫)ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ‬
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “aku
wasiatkan kepada kamu sekalian agar kamu selalu bertakwa
kepada Allah dan berlaku baik terhadap setiap muslim.
Perangilah dengan nama Allah di jalan Allah setiap orang yang
ingkar kepada Allah. Jangan kamu berkhianat, jangan kanu
berlaku kejam, dan jangan kamu bunuh anak kecil, kaum wanita
maupun orang tua bangka. Jangan kamu bunuh orang yang
mengasingkan dirinya dalam kuilnya dan jangan kamu rusak
pohon kurma, pohon-pohon lainnya dan jangan kamu hancurkan
rumah”. (H.R. al-Bukhari) (Bukhari, 1990: 235)
Dalam sejarah Islam dijelaskan, pada waktu suatu delegasi orangorang Nasrani dan Najran datang mengunjungi Rasulullah saw, maka beliau
membuka jubahnya dan membentangkannya di atas lantai untuk tempat duduk
tamunya itu, sehingga utusan-utusan tersebut kagum terhadap penerimaan
75
beliau yang begitu hormat. Seperti diketahui, utusan-utusan itu akhirnya
memeluk agama Islam bahkan menarik pula kaum mereka masuk agama
Islam. Jika pada suatu ketika beliau mengalami kesempitan dan memerlukan
uang, maka biasanya beliau meminjam kepada orang-orang yang beragama
Nasrani atau Yahudi, walaupun Sahabat-sahabat beliau yang akrab senantiasa
siap-sedia meringankan kesulitan itu. Sengaja beliau meminjam kepada orangorang yang berlainan agama untuk memberikan contoh yang bersifat
pendidikan (edukatif) mempraktekkan sikap dan sifat toleransi itu. (M.
Nasution, 1980: 122-123).
Lawan dari kata toleransi adalah fanatik. Dalam Webster's New
American Dictionary, Fanatic: one who is exaggeratedly zealous for a belief
or cause (seorang fanatik: orang yang secara berlebih-lebihan akan suatu
kepercayaan atau penyebab), Fanaticism: exaggerated, unreasoning zeal
(fanatisme: yang dilebih-lebihkan, semangat omong kosong) (Teall, A.M. and
Taylor, 1958: 347). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fanatisme berarti
keyakinan (kepercayaan) yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama dan
sebagainya) (KBBI, 2002: 313). Dengan singkat, Partanto dan al-Barry (1994:
169) mengartikan fanatisme sebagai kekolotan.
Pengertian fanatik tidak selalu buruk, sebab ada pula fanatik yang baik
yaitu sepanjang diartikan sebagai kekuatan pendirian dalam memegang akidah
dan ketaatan dalam menjalankan agama. Fanatik memiliki arti negatif apabila
pengertiannya berhubungan dengan sikap orang yang mengklaim paling benar
76
dan agama orang lain berada dalam posisi yang salah serta sikap bermusuhan
dan keinginan menghapuskan keberadaan agama lain
Islam sebagaimana agama besar lainnya memberikan kemungkinan
untuk terjadinya perbedaan penafsiran. Akan tetapi dengan munculnya sikap
yang lebih moderat terhadap nilai-nilai modernitas yang pada gilirannya akan
memberikan wajah Islam yang seharusnya yaitu, toleran, moderat, dan liberal.
Oleh karena itu, dengan makin tercerahkannya umat Islam maka makin sempit
kemungkinan munculnya gerakan-gerakan ekstrimis
Untuk itu dakwah Islam dalam aktifitas hidup terus dilaksanakan oleh
PCNU kota Semarang dengan mengedepankan prinsip tawasuth (moderat)
’itidal (keadilan) tasamuh (toleran) dan tawazun (berimbang). Dakwah di
arahkan untuk menegakkan dan mensyi`arkan ajaran Islam Ahlssunah Wal
Jamaah (ASWAJA) di tengah-tengah kehidupan umat manusia, serta untuk
membangun kehidupan masyarakat yang diridhai Allah SWT. Karena itu
dakwah Islam yang telah diupayakan PCNU Kota Semarang merupakan usaha
menguatkan paham ASWAJA dari ancaman Islam garis keras atau radikal.
Atas dasar itu, PCNU kota Semarang selaku da`i (subyek dakwah)
sangat memperhatikan azss-azas yang menentukan sebuah stertegi dakwah
yang baik. Strategi dakwah artinya sebagai metode, siasat, taktik atau
manuver yang dipergunakan dalam aktivitas (kegiatan) dakwah. Azas-azas
tersebut meliputi azas filosofis, azas kemampuan dan keahlian da`i, azas
sosiologis, azas psikologis, azas efektifitas dan efisiensi. (Syukir 1983 : 32)
77
Asas-asas tersebut mampu menentukan efisiensi dan efektifitas strategi
yang diterapkan. PCNU kota Semarang tengah memperhatikan asas tersebut
dalam menyelesaikan setiap persoalan umat. Dikatakan pada bab sebelumnya
bahwa ada tiga gerakan yang oleh NU mendapat perhatian tersendiri. Yaitu
paham liberal, paham wahabisme atau yang biasa dikenal dengan paham
radikal dan penafsiran ajaran ahli sunnah wal jama'ah yang setengahsetengah. Maka oleh NU diterapkan strategi untuk menguatkan pondasi kader
dan anggota dari tiga aspek. Ketiga aspek tersebut yakni akidah dengan
pemahaman ahli sunnah wal jama'ah secara konsisten, kemudian secara
syariat dengan penerapan madzhab syafi'i yang sebenar-benarnya dan
tasawwuf dengan pola pergerakan tarekat yang berada di bawah naungan NU.
Ketiga aspek di atas bisa dikatakan sebagai strategi karena sifatnya
yang bertahan atas segala ancaman dari pihak luar. Hal ini dapat dikatakan
sebagai sebuah strategi karena mengandung respon atas ancaman dari pihak
luar dengan menggunakan taktik agar tercapai tujuannya.
Tiga gerakan yang tengah dihadapi NU merupakan ancaman bagi
organisasi NU. Karena itu PCNU Kota Semarang merasa perlu untuk
mengantisipasi ancaman tersebut melalui tiga aspek di atas. NU merasa
mampu mengatasi persoalan-persoalan yang mengancam idealisme organisasi,
termasuk di antaranya paham radikalisme. Maka dari itu, strategi yang
diterapkan oleh NU bila ditarik dari segi efisiensi dan efektifitas, akan
ditemukan satu rumusan mendekati sempurna.
78
Kesempurnaan ini dilihat dari aspek hasil yang ada saat ini, dimana
pengaruh gerakan-gerakan itu tidak muncul dalam kubu NU. Sebaliknya,
masa NU mampu menjadi penyeimbang ketika kelompok yang dianggap
melenceng tengah melakukan aksinya. Setidaknya NU mampu menjadi
parameter Islam yang baik.
Metode atau strategi yang digunakan NU bila dirunut pada asas
filosofis, maka dihasilkan satu ke-sinkron-an antara tujuan dari strategi dan
visi misi NU yang sebenarnya. Kemudian bila dilihat dari asas sosiologis dan
kemampuan, NU memiliki titik temu di mana kultur NU yang sebagian besar
pesantren dan tokoh NU yang merupakan kiai memiliki potensi untuk
berdakwah dalam Islam. Dengan begitu, kebijakan yang disusun guna
mengantisipasi ancaman yang datang merupakan kompetensi yang dimiliki
oleh NU selaku basis masa pesantren dan tokoh kiai.
Asas yang lain yaitu psikologis dan efektifitas, semakin menambah
kejelasan
bahwa
strategi
NU
dalam
berdakwah
makin
mendekati
kesempurnaan. Setidaknya ada pola pemikiran kejiwaan dalam pesantren yang
sudah tertanam sehingga kejanggalan akan tereliminir. Sedangkan dari
efektifitas, jelas sekali NU memiliki aspek tersebut. Dari ruang lingkup
regenerasi meliputi kaum santri yang sudah terkondisi dengan doktrin kiai dan
sistem pesantren, semakin memudahkan NU dalam berdakwah untuk
mengantisipasi ancaman dan gangguan sekaligus meningkatkan kualitas masa.
Berangkat dari situ, bisa digarisbawahi bahwa sistem dan strategi dakwah NU
hampir mendekati sempurna.
79
BAB VI
PENUTUP
6.1.Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan dari bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. PCNU Kota Semarang memaknai Islam radikal sebagai aliran atau paham
yang hendak mewujudkan konsep syariat dalam kehidupan sehari-hari dengan
berorientasi pada penegakan dan pengamalan “Islam yang murni”, serta
menghendaki perubahan drastis dengan menghalalkan segala cara yang dapat
mengakibatkan pada aksi kekerasan.
2. Dalam rangka merespon ancaman dari aliran Islam radikal, PCNU Kota
Semarang memiliki strategi dalam mengantisipasi ancaman tersebut melalui
tiga aspek. Pertama, dari aspek akidah yang dilakukan dengan meyakinkan
pemahaman ahli sunnah wal jama'ah yang sebenar-benarnya. Kedua, dari
aspek syariat yakni membiasakan ibadah dengan menggunakan madzhab
Syafi'i dan tidak melenceng dari madzhab tersebut. Ketiga, dari aspek tasawuf
yakni dengan membentengi diri melalui ajaran tarekat yang ada di bawah
naungan NU. Strategi ini dilakukan dengan menggunakan media dakwah,
pengembangan ekonomi dan pendidikan baik dalam bentuk formal maupun
nonformal.
6.2.Saran-Saran
NU yang sejak awal berdiri diberi mandat untuk mengurusi umat,
sudah sepantasnya kembali diorientasikan ke kerja-kerja sosial, seperti dakwah,
pendidikan, dan ekonomi. Sedangkan persoalan politik diserahkan kepada
79
80
pelaku politik. Jika organisasi NU akan tetap eksis memberikan kontribusi ke
umat, maka orientasinya ditata untuk mengurusi persoalan umat.
Dalam banyak kasus, godaan politik di zaman sekarang sungguh besar
akibat desentralisasi sistem pemerintahan, yang memberikan peluang kepada
ormas- ormas keagamaan ikut bermain dalam arena pilkada. Karena lumbung
suara ada pada ormas keagamaan, mau tidak mau NU harus berani menepis
rayuan-rayuan politik. Bukankah kegelisahan-kegelisahan sudah mulai muncul
di kalangan elite NU tentang beralihnya aset-aset NU ke kelompok lain, tidak
terawatnya kader andal sehingga banyak kader NU lompat pagar. Biasanya
kader NU lompat pagar ke tetangga (Muhammadiyah), kini melompat jauh,
menjadi kader PKS, Hizbut Tahrir, FPI, dan organisasi Islam lainnya dan terlalu
berlebihan dalam melakukan manuver politik. Maka, ini saatnya, jika NU hanya
mengurusi persoalan umat saja, bukan mengurusi persoalan politik praktis.
6.3.Penutup
Akhirnya, penulis mengucapkan syukur Alhamdullilah atas rahmat dan
anugerah yang diberikan Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini, sebagai hasil dari penelitian dan pengkajian yang penulis
lakukan.
Dari paparan secara keseluruhan penulis sadar masih banyak
kekurangan dan masukan yang harus diterima agar tercipta hasil karya yang
sempurna. Maka dari itu penulis masih memerlukan masukan yang berupa kritik
dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini. Hal ini kembali pada
kapasitas penulis yang masih dalam tahapan belajar
81
Semoga apa yang penulis sampaikan dapat memberikan manfaat bagi
penulis sendiri pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya,. Amin ya
Robbal’alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad, 1983, Peneluitian Kependidikan Prosedur Dan Strategi,
Bandung, Angkasa, Cet. Ketiga.
Arifin, 1997, Psikologi Dakwah, Jakarta, Bumi Aksara.
Arikunto Suharsimi, Dr, 1998, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta, Rinika Cipta.
Asfar, Muhammad Ed, 2003, Islam Lunak Islam Radikal Pesantren, Terorisme
Dan Bom Bali, Surabaya, Jp Pres.
Aziz Ali Muhammad, ,2000, Ilmu Dakwah ,Jakarta, Prenada Media.
Azwar, Saifudin, 1997, Metodologi Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Bachtiar, Wardi, 1997, Metodologi Penelitian Dakwah, Jakarta, Logos.
Bruinessen, Van, Martin, 1994, NU, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Bukhari, Imam. 1990. Sahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr.
Depdiknas, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Farida, Siti Nur, 2000, Strategi Dakwah Lembaga NU (LDNU) Kota Semarang
Dalam Mengembangkan Islam Dikota Semarang,(Tidak Dipullikasikan,
Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang)
Hadi, Sutrisno. 1991. Metodologi Research, Jilid 2.Yogyakarta: Andi Offset.
Haidar, M, Ali, 1998, Nahdlatul Ulma dan Islam Di Indonesia, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama
Ismawati, 2000, Aplikasi Manajemen Organisasi Dan Pengaruhnya Terhadap
Gerak Dakwah Dikalangan Remaja NU (Studi Kasus Dikecamatan Batu
Jepara), (Tidak Dipublikasikan, Skripsi ,Fakultas Dakkwah IAIN
Walisongo Semarang)
Jamhari dan Jajang Jahroni,. Ed, 2004, Gerakan Salafi Radikal Di Indonesia,
Jakarta , PT Raja Grafindo Persada.
Marhumah, Siti, 1996, Aplikasi Manajemen Dalam Pelaksanaan Dakwah Oleh
Fatayat NU Di Kabupaten Pati, (Tidak Dipuiblikasikan, Skripsai,
Fakultas Dakwah, IAIN Walisongo Semarang)
Marpaung, Rusdi Dan Al Araf, 2003, Terorisme Definisi Aksi dan Regulasi,
Jakarta Imparsial.
Moleong, Lexi. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosda
Karya.
Nasution, M. Yunan. tt. Pegangan Hidup bagian Jilid 3, Solo: Ramadhani.
Nawawi, Hadari dan Martin Mimi, 1993, Penelitian Terapan, Yogyakarta,
Gajahmada University Press.
Partanto, Pius A. dan M. Dahlan al-Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer,
Surabaya: Arkola.
Pimay, Awaludin, 2005, Paradigma Dakwah Humanis, Strategi Dan Mrtode
Dakwah Prof KH. Saifudin Zuhri, Rasail, Semarang.
Qardawi, Yusuf. 2004. Islam Radikal: Analisis Terhadap Radikalisme dalam
Berislam dan Upaya Pemecahannya, Solo: Era Intermedia.
Rahardjo, M. Dawam. 2002. Ensiklopedi Al-Qur'an: Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci, Jakarta: Paramadina.
Sanwar, M. Aminudin, 1985, Pengantar Studi Ilmu Dakwah, Semarang: Fakultas
Dakwah IAIN Walisongo.
Singarimun, Masri, 1989, Metodologi Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES.
Sumtaki, Edy, et al. 2003. Syari’at Urgensi dan Konsekuensinya Islam: Sebuah
Bunga Rampai, Jakarta: Komunitas NISITA.
Suryabrata, Sumardi, Metodologi penelitian, 1992, Jakarta, Rajawali Pers (Cet.
VVII).
Syamsul, Asep dan M. Romli, SIIP, 2003, Jurnalistik Dakwah Visi Dan Misi
Dakwah Bil Qalam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Syukir, Asmuni, 1983, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, Al Ikhlas
Tasmara, Toto, 1997, Komunikasi Dakwah, Jakarta, Gaya Media Pratama.
Teall, A.M Edward N.., and C. Ralph Taylor A.M. (Editor), 1958. Webster's New
American Dictionary, New York: Book.
Tontowi, Jawahir, 2004, Islam Neo imperalialisme dan Terorisme, Yogyakarta,
UII Press.
Turmudzi, Endang dan Riza Sihabudi, Ed, 2005, Islam Dan Radikalisme Di
Indonesia, Jakarta LIPPI Press.
Umam, Ahmad Khoirul, 2003. Pesantren Mencetak Kader-Kader Teroris?,
Majalah Justisia. Edisi 24 th. XI 2003.
Umar, Toha Yahya,1985, Ilmu Dakwah, Jakarta, Widjaja.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar, 2000, Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta, Bumi Aksara.
Zadda, Khamami, 2002, Islam Radikal: Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis
Keras di Indonesia, Jakarta, Teraju.
Download