STRATEGI DAKWAH NAHDLATUL ULAMA DALAM MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN DARI ALIRAN ISLAM RADIKAL (Studi Kasus Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Semarang Periode 2001-2006 ) SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I) Jurusan Manajemen Dakwah (MD) Disusun oleh: AWALUDIN 11 01056 FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008 NOTA PEMBIMBING Lamp : 5 (eksemplar) Hal : Persetujuan Naskah Usulan Skripsi Kepada Yth. Bapak Dekan Fakultas Da’wah IAIN Walisongo Semarang Assalamualaikum Wr. Wb. Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara/i : Nama : AWALUDIN NIM : 11 01056 Jurusan : DA’WAH /MD Judul Skripsi : STRATEGI DAKWAH NAHDLATUL ULAMA DALAM MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN DARI ALIRAN ISLAM RADIKAL (Studi Kasus Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Semarang Periode 2001-2006 ) Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang, 12 Maret 2007 Pembimbing, Bidang Substansi Materi, Bidang Metodologi & Tatatulis, Drs. H. Anasom, M.Hum NIP. 150 267 748 Drs. M. Mudhofi. M.Ag NIP. 150 289 444 ii SKRIPSI STRATEGI DAKWAH NAHDLATUL ULAMA DALAM MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN DARI ALIRAN ISLAM RADIKAL (Studi Kasus Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Semarang Periode 2001-2006 ) Disusun oleh AWALUDIN 11 01056 telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: 25 April 2007 dan dinyatakan telah lulus memenuhi sarat Susunan Dewan Penguji Ketua Dewan Penguji/ Dekan/Pembantu Dekan, Anggota Penguji, Drs. Ali Murtadho M.Pd NIP. 150 277 618 Drs. HM. Aminudin Sanwar.MM NIP. 150 170 349 Sekretaris Dewan Penguji/ Pembimbing, Drs. H. Anasom, M.Hum NIP. 150 267 748 Saerozi, S.Ag, M.Pd NIP. 150 289 732 iii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftarpustaka. Semarang, Agustus 2007 TTD (Awaludin) NIM : 1101056 iv PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persmbahkan kepada : 9 Bapak (H. Nasrun) dan Ibu (Hj. Indarsih) Sebagai tanda terimakasih atas do`a, kasih sayang, pengorbanan, dan semangat yang telah diberikan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan anugerah yang tiada tara atas jasa dan pengorbanan yang telah diberikan. 9 Adikku (Ema Sulistia) yang telah memberi motivasi dan mendoakan penulis, semoga bahagia dan sukses selalu. v MOTTO ﻮﻥﺼِﻠﺤ ﻣﺤﻦ ﻧ ﺎﻧﻤﺽ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﹾﺍ ِﺇ ِ ﺭ ﻭﹾﺍ ﻓِﻲ ﺍ َﻷﺴﺪ ِ ﺗ ﹾﻔ ﻢ ﹶﻻ ﻬ ﻭِﺇﺫﹶﺍ ﻗِﻴ ﹶﻞ ﹶﻟ َ "Dan bila dikatakan kepada mereka:" Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." {Al-baqarah: 11} ﻭ ﹶﻥﻌﺮ ﺸ ﻳ ﻭﻟﹶـﻜِﻦ ﱠﻻ ﻭ ﹶﻥﺴﺪ ِ ﻤ ﹾﻔ ﻢ ﺍﹾﻟ ﻫ ﻢ ﻬ ﻧﺃﹶﻻ ِﺇ Ketahuilah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadarinya. {Al-baqarah: 12} vi ABSTRAK Penelitian ini berjudul “Strategi Dakwah PCNU Kota Semarang Dalam Membentengi Warga Nahdliyin Dari Aliran Islam Radikal (Studi Kasus PCNU Kota Semarang Periode 2001-2006)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertama, pandangan PCNU kota Semarang mengenai Islam radikal. Kedua, bagaimana strategi dakwah PCNU Kota Semarang dalam membentengi diri dari aliran Islam radikal. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang membahas tentang strategi dakwah Nahdlatul Ulama dalam membentengi warga nahdliyin dari alirani Islam radikal (staidi kasus PCNU kota Semarang). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan strategi dakwah NU dalam membentengi warga nahdliyin dari alirani Islam radikal (studi kasus PCNU Kota Semarang). Adapun hasil dari penelitian ini adalah pertama, PCNU Kota Semarang memaknai Islam radikal sebagai aliran atau paham yang hendak mewujudkan konsep syariat dalam kehidupan sehari-hari dengan berorientasi pada penegakan dan pengamalan "Islam yang murni", serta menghendaki perubahan drastis dengan menghalalkan segala cara yang dapat mengakibatkan pada aksi kekerasan. Kedua, Dalam rangka merespon ancaman dari aliran Islam radikal, PCNU Kota Semarang memiliki strategi dalam mengantisipasi ancaman tersebut melalui tiga aspek. Yaitu dari aspek akidah yang dilakukan dengan meyakinkan pemahaman ahli sunnah wal jama'ah yang sebenar-benarnya. Kemudian dari aspek syariat yakni membiasakan ibadah dengan menggunakan madzhab Syafi'i dan tidak melenceng dari madzhab tersebut. Terahir dari aspek tasawuf yakni dengan membentengi diri melalui ajaran tarekat yang ada di bawah naungan NU. Strategi ini dilakukan dengan menggunakan media dakwah, pengembangan ekonomi dan pendidikan baik dalam bentuk formal maupun nonformal. vii KATA PENGANTAR Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, segala puji bagi-Nya Tuhan semesta alam, atas segala nikmat dan karunia kemuadahan serta petunjuk-Nya yang diberikan kepada penulis, Sholawat beserta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah membimbing umat Nya kepada jalan kebenaran. Skripsi yang berjudul "Strategi Dakwah Nahdlatul Ulama Dalam Membentengi Warga Nahdliyin Dari Aliran Islam Radikal (Stadi Kasus PCNU Kota Semarang)" ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh derajat Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) Jurusan Manajemen Dakwah pada Fakultas Dakwah IAIN Walisonga Semarang. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan peran dan bantuannya, khususnya kepada yang terhormat : 1. Drs. H. M. Zain Yusuf, selaku Dekan Fakultas Dakwah AIN WalisoIngo Semarang 2. Drs. H. Anasom. M.Hum. Selaku dosen pembimbing I, di tengah aktivitas dan kesibukan beliau senantiasa memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penelitian ini. 3. Drs. M. Mudhofi, M. Ag, Selaku dosen pembimbing II yang dengan segala kesabaran dan kelapangan hati senantiasa memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis di tengah aktivitas dan kesibukan beliau. viii 4. Segenap pengurus PCNU Kota Semarang yang telah berkenan membantu dan memberikan informasi yang penulis perlukan dalam menyusun penelitian ini. 5. Bapak dan ibu, adikku serta keluarga besarku yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu, baik moril maupun materiil dalam menyusun skripsi ini. 6. Segenap dosen Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang atas trnsformasi ilmu yang telah diberikan. Semoga dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. 7. Segenap pegawai perpustakaan Fakultas Dakwah dan IAIN Walisonga Semarang atas pelayanan yang telah diberikan. 8. Sahabat-sahabatku, semoga persaudaraan ini untuk selamanya. Semoga amal mereka mendapat anugerah lebih dari Allah SWT. Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena masih minimnya cakrawala pengetahuan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca yang budiman. Semarang, 05 Juli 2007 Penulis ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ATAU PENGESAHAN.................................. ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………… iii HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... iv PERSEMBAHAN............................................................................................. v MOTTO............................................................................................................. vi ABSTRAK......................................................................................................... vii KATA PENGANTAR....................................................................................... viii DAFTAR ISI..................................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 5 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 5 1.4 Tinjauan Pustaka .................................................................... 6 1.5 Kerangka Teori ........................................................................ 8 1.6 Metode Penelitian …................................................................ 10 1.6.1. Jenis, dan Spesifikasi Penelitian................................... 10 1.6.2. Sumber dan Jenis Data................................................. 11 1.6.3. Teknik Pengumpulan Data........................................... 11 1.6.4. Teknik Analisis Data..................................................... 12 1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ................................................. 13 BAB II GAMBARAN UMUM PCNU KOTA SEMARANG x 2.1 Sejarah Berdirinya PCNU Kota Semarang........................... 16 2.2 Struktur Organisasi PCNU Kota Semarang......................... 20 2.3 Program Kerja PCNU Kota Semarang Dalam Membentengi Warga Nahdliyin Dari IslamRadikal........... BAB III 23 STRATEGI DAKWAH DAN ISLAM RADIKAL 3.1 Tinjauan Umum Tentang Dakwah........................................ 26 3.1.1. Pengertian Dakwah....................................................... 26 3.1.2. Unsur-unsur dakwah.................................................... 28 3.2 Strategi Dakwah...................................................................... 32 3.3 Gambaran Umum Islam Radikal dan Penganut Paham Tersebut....................................................................... 35 3.3.1. Definisi Islam Radikal................................................. 35 3.3.2. Munculnya Paham Islam Radikal.............................. 40 3.3.3. Islam Radikal di Indonesia…………………………. 43 3.3.4. Gambaran Islam Radikal di Semarang……………… 48 BAB IV STRATEGI DAKWAH PCNU KOTA SEMARANG DALAM MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN DARI PAHAM ISLAM RADIKAL 4.2. Pandangan PCNU Kota Semarang terhadap Paham Islam Radikal.. .................................................................... 53 4.3. Strategi Dakwah PCNU Kota Semarang Dalam Membentengi warga Nahdliyin Dari Paham Islam Radikal....................................................................... BAB V 63 ANALISIS STRATEGI DAKWAH PCNU KOTA SEMARANG DALAM MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN DARI ALIRAN ISLAM RADIKAL 5.1 Pandangan PCNU Kota Semarang terhadap Paham Islam Radikal.......................................................................... 65 5.2 Strategi Dakwah PCNU Kota Semarang Dalam Membentengi warga Nahdliyin Dari Paham Islam Radikal.....................................................................................70 xi BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ............................................................................ 79 6.2 Saran-saran ………………………………………………… 79 6.3 Penutup ……………………………………………………… 80 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN xii BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Setiap organisasi yang berada pada suatu tempat selalu mengalami perubahan. Perubahan itu terjadi sebagai respon dari perkembangan yang terjadi di masyarakat. Perubahan dalam masyarakat saat ini sudah menjadi keniscayaan yang patut dimaklumi. Konsekuensi logis dari kenyataan ini ialah bahwa satu segi kehidupan organisasional yang amat penting untuk selalu mendapat perhatian pimpinan puncak suatu organisasi adalah menyesuaikan kemampuan organisasi yang dipimpinnya dalam menghadapi perubahan-perubahan yang pasti selalu terjadi (Siagian, 1994:7). Untuk organisasi perlu memakai pembinaan dan menentukan strategi dalam menjalankan aktivitas agar organisasi tersebut mampu menyesuaikan diri. Strategi berasal dari kata Yunani strategos yang berarti jenderal. Oleh karena itu, kata strategi secara harfiah berarti “Seni para Jenderal” (Steiner & Miner, 1988 :18). Secara khusus strategi lebih menekankan pada penempatan sasaran dan memastikan implementasi secara tepat. Artinya, ketika organisasi memiliki strategi dalam menjalankan aktivitasnya, maka secara tidak langsung organisasi tersebut tengah menempatkan sasaran dan memastikan implementasi kebijakan yang akan dilakukan. Siagian dalam bukunya “Analisis Serta Perumusan Kebijakan dan Strategi Organisasi” merumuskan delapan langkah yang menjadi keharusan dalam membentuk suatu kebijakan, yaitu : 1 2 1. Merumuskan tujuan yang hendak dicapai 2. Menetapkan berbagai sasaran 3. Menetapkan berbagai kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai sasaran. 4. Mengembangkan sistem dan mekanisme kerja yang tepat 5. Mengalokasikan sumber dana, daya, peralatan serta tenaga manusia 6. Memonitor hasil yang dicapai 7. Melakukan berbagai perubahan organisasional apabila diperlukan, 8. Menata hubungan antar manusia dalam organisasi sedemikian rupa agar mereka dapat bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat. Beberapa kegiatan itu harus menjadi perhatian dalam menyelenggarakan kegiatan lain serta dalam merumuskan kebijakan dan strategi organisasi (Siagian, 1994 : 7). Uraian yang dikemukakan Siagian adalah keharusan yang dilakukan setiap organisasi untuk saat ini. Era reformasi merupakan era perubahan yang ditandai dengan munculnya kebebasan berbagai aspek seperti, kebebasan mengeluarkan pendapat, berargumen, bahkan sampai pada kebebasan berkelompok. Hal ini tampak sejak lengsernya Orde Baru dari panggung kekuasaan, masa transisi di Indonesia dimulai dengan perubahan sosio-politik yang amat menentukan bagi masa depan bangsa (Zadda, 2002 : 1). Perubahan ini membawa dampak pada kebijakan seluruh elemen, baik yang bersifat institusional maupun individual. Di antara kebijakan yang banyak menaruh perhatian adalah persoalan demokratisasi dan hak asasi manusia. 3 Dalam beberapa tahun terakhir ini, selain demokratisasi dan hak-hak azasi manusia (HAM), diskursus yang muncul ke permukaan politik domestik maupun internasional, khususnya yang berkaitan dengan persoalan religiopolitik, adalah mengenai "kebangkitan" Islam politik, yang terkadang ditandai dengan merebaknya fenomena "radikalisme" Islam. Dalam sejumlah literatur, istilah Islam politik, radikalisme atau neo-fundamentalis memiliki tafsiran yang sulit untuk dibedakan satu sama lain. Istilah radikalisme umumnya dipakai untuk merujuk pada gerakan-gerakan Islam politik yang berkonotasi negatif seperti "ekstrem, militan, dan in-toleran" serta "anti-Barat/Amerika". Bahkan sejak 11 September 2001, istilah radikalisme dan fundamentalisme dicampur-adukkan dengan terorisme. Radikalisme tidak datang tanpa sebab dan tidak muncul secara kebetulan, melainkan memiliki sebab-sebab dan faktor yang mendorongnya muncul (Qardawi, 2004: 59). Dalam panggung politik domestik, bangkitnya gerakan-gerakan radikalisme keagamaan ditandai dengan maraknya aksi-aksi yang melibatkan massa yang dimotori berbagai kelompok Islam "garis keras", yang umumnya memiliki persamaan dalam satu hal, yaitu menghendaki penerapan syariat (hukum) Islam di bumi Nusantara. Gerakan-gerakan ini muncul terkait erat dengan berbagai persoalan, seperti tidak adanya proses penegakan hukum secara adil dan sungguh-sungguh, serta ketidakadilan di sektor sosial, ekonomi, maupun politik (Sumtaki, 2003: 7). Kondisi yang demikian telah menjadi pemicu dan berujung pada sikap anarkis. Sikap apatis terhadap komunitas non-seiman menjadikan sikap 4 toleransi di Indonesia tidak bisa berjalan lurus. Hal ini yang kemudian menjadikan Islam di Indonesia mendapat image negatif oleh masyarakat luar. Image negatif yang dilekatkan pada komunitas Islam ini berbuntut pada munculnya kekhawatiran terhadap kelembagaan Islam. Ahmad Khoirul Umam (2003: 8) menyebutkan bahwa MENKOPOLKAM pada waktu itu (Susilo Bambang Yudoyono) telah mengatakan ada sekitar enambelas pesantren di Jawa Tengah yang dijadikan sasaran pengkaderan Jamaah Islamiah, organisasi yang selama ini dituduh sebagai dalang sejumlah aksi kekerasan dan terorisme di Indonesia (sekedar informasi Susilo Bambang Yudoyono merupakan MENKOPOLKAM pada masa pemerintahan Megawati). Hal ini merupakan kecurigaan yang mendalam terhadap kelembagaan Islam, karena pesantren selalu diidentikkan dengan sarang teroris. Realitas tersebut memberikan inspirasi bagi ormas Islam untuk membentengi diri agar tidak terpengaruh dengan aliran yang bergaris keras, radikal dan anarkis tersebut. Nahdlatul Ulama, organisasi yang didirikan K.H. Hasyim Asy’ari ini memiliki masa yang begitu banyak. Ormas ini mencakup kalangan masyarakat awam, sehingga lebih merakyat dan dengan mudah diterima oleh masyarakat. Wajar jika jumlah mereka lebih banyak dibanding ormas-ormas yang lain. Yang menjadi permasalahan adalah ketika pemahaman radikal, garis keras dan anarki masuk dan meresap dalam pola pikir mereka. Akankah kesan teroris dialamatkan pada komunitas Nahdlatul Ulama di Indonesia?. 5 Untuk mengantisipasi aliran radikalisme, Nahdlatul Ulama tentunya memasang strategi guna mengantisipasi masuknya pemahaman radikal yang nanti akan merusak ideologi anggotanya. Metode dakwah untuk membentengi diri agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan makna jihad, Islam kaffah dan lain sebagainya dituangkan dalam agenda tertentu. Hal ini menarik untuk diteliti, selain untuk mendeskripsikan juga sebagai acuan atau patokan bagi ormas atau lembaga lain yang tengah menata diri untuk mengantisipasi masuknya aliran tersebut. Maka dari itu penulis ingin menelaah bagaimana strategi dakwah yang diterapkan Nahdlatul Ulama dalam membentengi diri dari aliran Islam radikal. Penelitian ini penulis kemas dengan judul: ”Strategi Dakwah Nahdlatul Ulama dalam Membentengi Warga Nahdliyin dari Aliran Islam Radikal (Studi Kasus PCNU Kota Semarang Periode 20012006) 1.2.Rumusan Masalah Untuk menghindari luasnya permasalahan yang diteliti, maka penulis kerucutkan rumusan permasalahan menjadi : 1. Bagaimana pandangan PCNU Kota Semarang mengenai Islam radikal? 2. Bagaimana strategi dakwah PCNU Kota Semarang dalam membentengi warga Nahdliyin dari aliran Islam radikal? 1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu : 1. Untuk mengetahui pandangan PCNU Kota Semarang mengenai Islam radikal 6 2. Untuk mengetahui bagaimana strategi dakwah PCNU dalam membentengi warga Nahdliyin dari aliran Islam radikal. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini di antaranya : 1. Secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang strategi dakwah, khususnya strategi dakwah dalam membentengi warga nahdliyin dari aliran Islam garis keras atau aliran radikal. 2. Secara praktis Dengan adanya strategi dakwah yang baik, maka umat Islam khususnya warga nahdliyin dapat terhindar dari aliran yang bergaris keras, radikal dan anarkis, disamping itu, strategi dakwah yang diterapkan oleh PCNU Kota Semarang dapat ditiru dan dikembangkan oleh ormas Islam lainnya, sehingga image negatif umat Islam di Indonesia dapat dihilangkan, karena sesungguhnya Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. 1.4. Tinjauan Pustaka Pada bagian ini akan disebutkan beberapa penelitian sebelumnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Semua itu untuk menunjukkan bahwa masalah yang akan diteliti bukanlah sama sekali belum pernah ditulis, diteliti atau disinggung orang sebelumnya. Kegunaannya adalah untuk mengetahui apakah hanya merupakan bentuk pengulangan. 1. Skripsi yang berjudul ”Aplikasi Manajemen Organisasi dan Pengaruhnya Terhadap Gerakan Dakwah di Kalangan Remaja Nahdlatul Ulama (Studi Kasus di Kecamatan Batu Jepara) oleh Ismawati (tidak dipublikasikan, 7 skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, 2000). Pembahasan di dalamnya menjelaskan bahwa manajemen sangat penting dalam suatu organisasi, tanpa adanya manajemen dengan baik, maka suatu organisasi tidak akan berkembang, bahkan sulit untuk mencapai tujuan yang dicapai. Penjelasan yang diulas dalam skripsi tersebut menggunakan pendekatan sosial dengan obyek penelitian masyarakat di Kecamatan Batu Jepara. Realitas dakwah yang ada di masyarakat Kecamatan Batu Jepara dideskripsikan untuk menentukan tingkat efisiensi dan efektifitasnya 2. Skripsi yang berjudul ”Aplikasi Manajemen Dalam Pelaksanaan Dakwah Oleh Fatayat Nahdlatul Ulama di Kabupaten Pati” . Penelitian ini dilakukan oleh Siti Marhumah (tidak dipublikasikan, skripsi Fakultas Dakwah, IAIN Walisongo Semarang,1996). Fokus dalam skripsi ini adalah bagaimana aplikasi sistem manajemen pada organisasi Fatayat Nahdlatul Ulama di Kabupaten Pati bagi kepentingan dakwah Islam. Pendekatan yang digunakan sama seperti skripsi yang ada di atas, yaitu dengan menggambarkan sebuah fenomena sosial yang terjadi di masyarakat Pati yang kemudian dianalisis untuk menemukan efektifitas dan efisiensi dakwah. 3. Skripsi yang berjudul ” Strategi Dakwah Lembaga Nahdlatul Ulama (LDNU) Kota Semarang Dalam Mengembangkan Islam di Kota Semarang” , disusun oleh Siti Nur Farida (tidak dipublikaikan, skripsi, fakultas Dakwah IAIN Walisonggo Semarang). Dari skripsi tersebut, dirumuskan bahwa proses dakwah Islam yang aktifitasnya meliputi 8 segenap kehidupan akan dapat berjalan dengan efektif dan efisien apabila dalam penyelenggaraannya mempergunakan strategi dakwah, sehingga dapat menghasilkan tujuan yang cermat dan komperehensif. Berdasarkan keterangan di atas, penelitian yang telah disebutkan berbeda dengan penelitian yang peneliti susun. Perbedaannya menyangkut perumusan masalah dan metode. Perumusan masalah dari skripsi ini sebagaimana telah disebutkan sebelumnya yaitu bagaimana pandangan PCNU Kota Semarang mengenai Islam radikal? Bagaimana strategi dakwah PCNU Kota Semarang dalam membentengi warga Nahdliyin dari aliran Islam radikal? Metode penelitiannya menggunakan kualitatif deskriptif. 1.5.Kerangka Teoritik 1.5.1.Pengertian Strategi Sebelum memahami hakikat strategi, terlebih dahulu perlu dipahami arti strategi yang sesungguhnya. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa strategi berasal dari bahasa Yunani yang berbunyi strategos dengan arti jenderal. Secara khusus, strategi adalah ‘penempaan’ misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai (Steiner & Miner, 1988 : 18). Dewasa ini strategi diartikan sebagai istilah yang lazim untuk apa yang biasa disebut kebijakan, tetapi tidak terdapat kesepakatan 9 tentang hal itu (Steiner & Miner, 1988 : 18). Artinya strategi merupakan kebijakan yang digunakan untuk mensiasati perubahan, perkembangan yang terjadi di masyarakat. Definisi klasik tentang strategi yang semula berasal dari kalangan militer mengatakan bahwa strategi adalah cara yang terbaik untuk mempergunakan dana, daya dan peralatan yang tersedia untuk memenangkan suatu pertempuran (Siagian, 1994 : 7). Pada intinya, strategi merupakan kebijakan yang berfungsi untuk mensiasati perubahan dalam meraih tujuan. Seiring berjalannya waktu strategi yang biasa dilekatkan pada lingkup mengalami perluasan makna. Istilah tersebut juga digunakan pada lingkup perusahaan dan juga organisasi. Strategi tidak hanya diperlukan institusi militer, melainkan semua institusi, karena strategi sangat dibutuhkan agar segala tujuan tercapai dengan mudah. 1.5.2.Klasifikasi Strategi Meskipun istilah strategi digunakan hampir di setiap bidang, tetapi bukan berarti inti di dalamnya sama. Dengan kata lain, strategi bidang militer berbeda dengan strategi yang dilekatkan dengan perusahaan bahkan juga berbeda dengan strategi yang dilekatkan dengan organisasi. Berawal dari situ strategi dibedakan menjadi beragam jenis. Pertama klasifikasi berdasarkan ruang lingkup. Artinya strategi dapat diartikan secara luas, Beberapa penulis mengacu hal ini sebagai 10 strategi utama (grand strategy) atau strategi akar atau strategi dapat dirumuskan secara lebih sempit seperti strategi program. Kedua strategi yang dihubungkan dengan tingkat organisasi. Di dalam sebuah perusahan yang terdiri atas divisi-divisi dan staf. Ketiga strategi yang diklasifikasikan berdasarkan apakah strategi tersebut berkaitan dengan sumber material ataupun tidak. Dengan kata lain strategi ada yang menggunakan fisik ada juga yang non fisik. Dalam sebuah organisasi strategi yang digunakan secara keseluruhan tidak berhubungan dengan fisik, melainkan program kerja. Berbeda halnya dengan strategi dalam lingkup militer yang secara keseluruhan menggunakan fisik yaitu berhubungan langsung dengan peralatan perang. Keempat strategi diklasifikasikan sebagai tujuan, yaitu strategi yang disusun untuk mewujudkan satu tujuan tertentu. Keempat klasifikasi di atas bisa dijadikan parameter untuk menentukan istilah strategi yang akan dipergunakan. (Steiner & Miner, 1988 : 18). 1.6. Metode Penelitian 1.6.1.Jenis, dan Spesifikasi penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu penelitian tanpa menggunakan angka-angka statistik (Margono, 2002 : 61). Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan strategi dakwah. Spesifikasi penelitian menggunakan analisis kualitatif deskriptif. 11 1.6.2. Sumber dan Jenis Data Berbicara soal data, maka data yang dimaksud dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh. (Arikunto, 1998 : 114) yang terdiri dari dua sumber data yaitu: 1. Sumber data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya. (Suryabrata, 1998 : 84). Dalam aplikasinya, sumber data primer berupa data tentang strategi dakwah PCNU Kota Semarang dalam membentengi warga Nahdliyin dari aliran Islam radikal, baik yang berupa data tertulis, dokumen, buletin maupun yang penulis peroleh secara langsung dari subjek yang diteliti. 2. Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh dari obyek penelitiannya (Azwar, 1997 : 91). Dalam hal ini sumber–sumber yang relevan dengan topik yang dibahas yaitu berupa buku, majalah, surat kabar, artikel serta dokumen dalam situs-situs internet. 1.6.3.Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Metode wawancara. Metode wawancara yaitu suatu pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian (Hadi, 1991: 192). Metode 12 ini digunakan untuk memperoleh informasi yang akurat dari informan di antaranya: para pengurus (PCNU Kota Semarang). b. Metode Dokumentasi Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen (Usman, 2000 : 73). Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang telah ada, baik berupa buku-buku induk, arsip, AD/ART lembaga dan lain sebagainya. Dalam hal ini penulis menggunakan dokumen yang penting guna mengetahui data operasional lembaga yang telah disusun sehingga data yang penulis kumpulkan menjadi jelas dan terarah. 1.6.4.Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul maka perlu dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan data penelitian ini. Dalam analisis data ini penulis menggunakan analisis kualitatif deskriptif dengan penjelasan sebagai berikut: a. Analisis kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan apa yang penting dengan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2004: 248). Analisis kualitatif dimaksudkan untuk menggambarkan strategi dakwah yang di 13 terapkan PCNU Kota Semarang dalam membentengi warga nahdliyin dari aliran Islam radikal. b. Analisis deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran (deskripsi) tentang suatu fenomena sosial kemudian dicari saling hubungannya. 1.7.Sistematika Penulisan Skripsi Dalam membahas permasalahan yang menjadi topik penelitian ini, akan dibahas menurut sistematika sebagai berikut: a. Bagian awal, berisikan: Halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan atau pengesahan, halaman pernyataan, abstraksi, kata pengantar daftar isi, daftar lampiran. b. Bagian utama, berisi lima bab yang setiap bab memiliki sub bab sendiri, rinciannya sebagai berikut: BAB I : Berisikan pendahuluan, yaitu mengungkap segala sesuatu yang mengarah pada pembahasan, yakni: berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metodologi penelitian yang meliputi jenis dan pendekatan penelitian, definisi operasional, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Sedangkan bagian akhir dari pendahuluan ini ialah sistematika penulisan skripsi. BAB II : Merupakan gambaran umum lokasi penelitian. Pembahasan dalam bab ini meliputi sejarah berdirinya PCNU Kota 14 Semarang, struktur organisasi, dan program kerja PCNU Kota Semarang dalam membentengi warga Nahdliyin dari alran Islam radikal. BAB III : Dalam bab fokus penelitian akan membahas tentang strategi dakwah dan Islam radikal, pembahasan tentang strategi dakwah meliputi tinjauan umum tentang dakwah pembahasannya meliputi pengertian dakwah, unsur-unsur dan strategi dakwah. Pembahasan tentang Islam radikal meliputi gambaran umum Islam radikal, realitas Islam radikal menurut PCNU Kota Semarang dan strategi dakwah yang diterapkan Nahdlatul Ulama dalam mengantisipasi masuknya paham Islam radikal. Gambaran umum Islam radikal pembahasannya meliputi definisi Islam radikal, munculnya Islam radikal dan Islam radikal di Indonesia. BAB IV : Merupakan pembahasan tentang strategi dakwah PCNU kota semarang dalam membentengi warga nahdliyin dari paham Islam radikal yang meliputi gambaran Islam Radikal di Semarang (pandangan PCNU Kota Semarang terhadap paham Islam radikal, strategi dakwah PCNU Kota Semarang dalam membentengi warga nahdliyin dari paham Islam Radikal. BAB V Berisi Analisis strategi dakwah PCNU Kota Semarang dalam membentengi warga nahdliyin dari aliran Islam 15 radikal yang meliputi pandangan PCNU Kota Semarang terhadap paham Islam Radikal, strategi dakwah PCNU Kota Semarang dalam, membentengi warga Nahdliyin dari paham Islam Radikal. BAB VI : Bab penutup. Dalam bab ini penulis berusaha menyimpulkan hasil-hasil penelitian yang diperoleh dari analisa dalam bab empat, kemudian dirangkai dengan saran dan kritik serta rekomendasi terhadap PCNU Kota Semarang. BAB II GAMBARAN UMUM PCNU KOTA SEMARANG 2.1. Sejarah Berdirinya Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Semarang Sejarah berdirinya Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Semarang sebagai sebuah organisasi keagamaan yang mengelola manajemen kelembagaan di tingkat cabang di wilayah Kota Semarang tidak lepas dari keberadaan organisasi Nahdlatul Ulama itu sendiri. Nahdlatul Ulama berdiri tahun 1926 yang didirikan oleh para ulama pengasuh pesantren yang sekaligus mereka adalah pencetak kader-kader Islam yang paling awal. (wawancara dengan Abdul Kholiq pada tanggal 10 desember 2006). Berawal dari keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa Indonesia. Perjuangan ini ditempuh melalui jalan pendidikan, organisasi sosial kebangsaan dan sosial keagamaan. Tujuannya adalah untuk memajukan kehidupan ummat seperti antara lain Budi Utomo dan Syarikat Islam yang kemudian disusul Muhammadiyah. Peristiwa-peristiwa ini membangkitkan obsesi sejumlah pelajar Indonesia yang menuntut pelajaran di Makkah untuk memajukan kaum muslimin dengan mendirikan sebuah organisasi pendidikan dan dakwah pada tahun 1916 yang diberi nama Nahdlatul-Watan (Kebangkitan tanah air) 16 17 yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan (pengajaran) formal berupa sekolah (madrasah) dan kursus-kursus praktis kepemimpinan. Selanjutnya tahun 1918 berdiri organisasi lain yaitu taswirul-afkar (representasi gagasangagasan) di Surabaya yang bergerak dalam kegiatan yang sama dengan pendahulunya tetapi lebih menekankan aspek sosialnya. (Haidar, 1998 : 4142). Pada tahun 1922 sampai 1926 para aktivis muslim dari berbagai organisasi dan perhimpunan mengadakan serangkaian kongres bersama (Kongres Al-Islam) dan menjelang kongres ke empat, Agustus 1925 datang undangan untuk menghadiri kongres Makkah, guna memberi dukungan kepada Raja Ibnu Saud yang hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bid`ah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia. Sebaliknya kalangan tradisionalis Indonesia menghendaki agar utusan Indonesia ke konggres Makkah meminta jaminan dari Ibnu Sa`ud bahwa dia akan menghormati mazhab-mazhab fiqh ortodok dan membolehkan berbagai praktek keagamaan tradisional Kaum pembaharu tidak bersedia meminta kepada Sa`ud agar melindungi praktek-praktek tradisional yang tidak mereka setujui tersebut., kemudian Kongres Al-Islam kelima diadakan untuk memilih siapa yang akan menjadi utusan ke Makkah. Pada saat itu, kaum tradisionalis tidak mendapat kesempatan. (Bruinessen, 1994 : 30-33) 18 Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, akhirnya para ulama tradisionalis membentuk komite Hijaz, artinya panitia aksi untuk menanggulangi masalah Hijaz tersebut, Seiring berjalannya waktu para ulama pengasuh pesantren bersepakat meningkatkan komite Hijaz menjadi suatu organisasi (perkumpulan, jam’iyyah) yang permanent. Dari situ diharapkan terus hidup dan berjuang sepanjang zaman. Komite Hijaz yang dibentuk sebelum Januari 1926 diketuai Hasan Gipo dan wakil Saleh Jami, Sekertaris Moehamad Shadiq dan wakil Abdul Halim, penasehat K.H. Abdul Wahab, K.H. Musjhoeri dan K.H. Kholil. Mereka ini mempersiapkan pertemuan komite Hijaz 31 Januari 1926. Pertemuan ini selanjutnya dijadikan hari lahir NU, sebab dalam pertemuan tersebut diputuskan mengirim delegasi ke Makkah, lalu timbul masalah atas nama organisasi apa delegasi itu dikirim. KH Mas Alwi mengusulkan nama Nahdlatul Ulama mengambil nama organisasi pendahulunya Nahdlatul Watan. Usul itu disepakati sidang maka komite Hijaz dibubarkan.(Haidar, 1998 : 59). Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim Asy'ari kemudian menulis, sebagai pembukaan Anggaran Dasar NU, sebuah risalah berbahasa Arab. Dalam risalah ini ia mengutip beberapa ayat AlQur`an yang menyerukan umat Islam bersatu dan ditutup dengan pernyataan bahwa pembentukan sebuah organisasi untuk membela Islam merupakan 19 konsekuensi logis dan perlu dari perintah-perintah Ilahi tersebut. Risalah ini dikenal dengan Muqaddimah Qanun Asasi (Bruinessen, 1994 : 37) Nahdlatul Ulama berdiri sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah (Organisasi Agama Islam) beraqidah/berasas Islam menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah dan menganut salah satu dari madzhab empat : Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. (AD ART Nahdlatul Ulama 20042009: Bab II Aqidah/ Asas). Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Nahdlatul Ulama berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanan dalam Permusyawaratan/Pewakilan dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. NU mengalami perkembangan yang sangat cepat. Seiring berjalannya waktu, NU mulai menyusun strategi untuk pengembangan sayap kepengurusan dengan tujuan agar mampu menjangkau komunitas muslim yang berada di daerah. Pelaksanaan Kongres I Nahdlatul Ulama di Surabaya memberikan kontribusi mengenai pembentukan badan-badan otonom daerah di seluruh Indonesia. Hal inilah yang mendorong lahirnya Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) di seluruh Indonesia Berdirinya PCNU Kota Semarang dapat dikatakan hampir bersamaan waktunya dengan berdirinya Nahdlatul Ulama di surabaya 1926 M oleh KH Hsyim Asy'ari. Hal ini dimungkinkan karena salah satu pelopor pendirinya adalah KH. Ridwan yang berasal dari Semarang. 20 PCNU Kota Semarang didirikan oleh KH. Abdullah, KH. Ridwan, dan KH. Showam, pada tanggal 24 April 1926. Selain sebagai pendiri mereka bertiga menjabat juga sebagai pengurus pertama PCNU Kota Semarang. Mereka dilantik di alun-alun Kota Semarang oleh K.H. Wahab Hasbullah. Sejak saat itu keberadaan Nahdlatul Ulama di tengah-tengah masyarakat khususnya Kota Semarang semakin kuat dan mampu berperan dalam melindungi masyarakat luas (wawancara dengan Abdul Kholiq pada tanggal 10 Desember 2006). Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) merupakan lembaga otonom di daerah tingkat II Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, yaitu lembaga yang membawahi beberapa lembaga di bawahnya yang berfungsi sebagai sentral kegiatan NU di tingkat Kabupaten atau Kota yang bertugas mengatur dan memanage roda organisasi di cabang agar berjalan dengan terarah dan dinamis (wawancara dengan Abdul Kholiq pada tanggal 10 Desember 2006). 2.2. Struktur Organisasi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Semarang Periode Tahun 2001- 2006 Menurut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga tahun 2004-2009 bab VI pasal 9, struktur dan perangkat organisasi NU terdiri dari Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang,/Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Pengurus 21 Ranting. PCNU Kota semarang berada pada tingkatan tiga yaitu Pengurus Cabang. Untuk menjalankan roda organisasi agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka diperlukan struktur organisasi agar dapat diketahui wilayah kerja masing-masing unit di dalam penyelenggaraan dakwahnya. Dengan struktur organisasi, maka dapat diketahui tugas dan wenang masing-masing. Berikut ini penulis paparkan personalia pengurus PCNU Kota Semarang periode Tahun 2001-2006 berdasarkan SK PB.NU nomor : 233 / A.II.04.d/ 09 / 2001 sebagai berikut : Mustasyar : 1. KH. Shodiq Hamzah 2. KH. Tasmat Abdurrahman 3. KH. Ahmad Abdullah 4. KH. DR. (Hc) Moh Rifa’i 5. KH.M. Siradj Chudlari Syuriyah Rais : Wakil Rais : Drs. KH. Ahmad Hadlor Ihsan 1. Drs. H. M Hamdani Yusuf 2. KH. M. Yususf Masykuri, Lc 3. Drs Ahmad Bisri 4. KH. Mahfud Ustman 22 Katib : Wakil Katib : A’wan KH. Rohibin Hamdani 1. DR. H. Abdul Muhayya, MA 2. Muadhim, Sag : 1. KH. Saikhun 2. KH. Hasbullah 3. KH. Drs Baidlowi Somad 4. KH.A. Thohir Husnan 5. KH. Mahrus Abdul Latif Tanfidziyah Ketua : Wakil Ketua : Drs. H. Ahmad Busyairi Harits 1. H. Kabul Supriyadi, SH, M.Hum 2. Drs. A. Muhtarom 3. Drs. HM.Faizin Musthofa 4. Drs. Anasom Sekretaris : Wakil Sekretaris : Abdul Kholiq 1. Moh Sya’roni, SH 2. Ir Hammad Maksum Bendahara : H.Asy’ari 23 Wakil Bendahara : H. Ja’fal Harianto Zubair, SH (Dokumentasi PCNU kota Semarang “ Struktur Organisasi “ periode tahun 2001 – 2006). 2.3. Program Kerja PCNU Kota Semarang Dalam Membentengi Warga Nahdlyin Dari Islam Radikal Program kerja PCNU kota Semarang dalam membentengi warga nahdliyin dari Islam radikal adalah sebagai berikut : 1. Seminar y program pokok a. Peningkatan pemahaman tentang motivasi gerakan Islam radikal dalam ruang lingkup mikro maupun makro b. Islam dan Pluralisme keberagamaan dalam kajian teologis. c. Pemahaman Islam secara integral komprehensif y Tujuan a. Memperkuat idiologi Ahlus Sunnah wal Jama'ah pada masyarakat Nahdliyin b.Agar masyarakat Nahdliyin tidak mudah terpengaruh dengan idiologi non Ahlus Sunnah wal Jama'ah y Pogram kegiatan a. Diklat pelatih Ahlus Sunnah wal Jama'ah b. Diklat kader Ahlus Sunnah wal Jama'ah 24 c. Lailatul Ijtima` : kajian Ahlus Sunnah wal Jama'ah secara rutin setiap satu bulan sekali, di tingkat PC, MWC dan PR NU. d. Publikasi hasil kajian Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam bentuk bulletin 2. Pengajian y Program pokok Peningkatan kualitas keagamaan y Tujuan Membentengi masyarakat Nahdliyin dari pengaruh paham Islam non Ahlus Sunnah wal Jama'ah y Pogram kegiatan a. Survey inventarisasi masjid-masjid NU b. Memakmurkan dan memberdayakan Masjid-Masjid warga NU c. Pelatihan ke-ta'mir-an Masjid 3. Bidang kaderisasi y Program pokok Pendirian komisariat IPNU-IPPNU di sekolah atau madrasah y Tujuan Untuk meningkatkan kualitas dan militansi kader NU diberbagai tingkatan y Program kegiatan a. Pelatihan kader NU secara intensif 25 b. Pendirian komisariat IPNU-IPPNU di sekolah atau madrasah NU dan pondok pesantren. (Dokumentasi PCNU Kota Semarang) BAB III STRATEGI DAKWAH DAN ISLAM RADIKAL 3.1.Tinjauan Umum tentang Dakwah 3.1.1.Pengertian Dakwah Secara terminologi, kata dakwah berbentuk sebagai “isim masdhar” (Syukir, 1983 : 1), yang berasal dari bahasa Arab da'â ( ) دﻋ ﺎ yad'û ( ) ﻳ ﺪﻋﻮda'watan ()دﻋ ﻮة, yang artinya seruan, ajakan, panggilan. Kemudian kata da’watan yang artinya panggilan atau undangan atau ajakan (Tasmara, 1997 : 31). Dengan kata lain dakwah memiliki makna persuasif yaitu ajakan atau himbauan. Secara konseptual, banyak pendapat tentang definisi dakwah, antara lain: menurut Ya'qub (1973: 9), dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan RasulNya. Menurut Anshari (1993: 11) dakwah adalah semua aktifitas manusia muslim di dalam usaha merubah situasi dari yang buruk pada situasi yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dengan disertai kesadaran dan tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan terhadap Allah SWT. Menurut Umar (1985: 1) dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana menuju pada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat. 26 27 Definisi lainnya dikemukakan Umary (1980: 52) dakwah adalah mengajak orang kepada kebenaran, mengerjakan perintah, menjauhi larangan agar memperoleh kebahagiaan di masa sekarang dan yang akan datang. Menurut Sanusi (tth: 11) dakwah adalah usaha-usaha perbaikan dan pembangunan masyarakat, memperbaiki kerusakan-kerusakan, melenyapkan kebatilan, kemaksiatan dan ketidak wajaran dalam masyarakat. Dengan demikian, dakwah berarti memperjuangkan yang ma'ruf atas yang munkar, memenangkan yang hak atas yang batil. Esensi dakwah adalah terletak pada ajakan, dorongan (motivasi), rangsangan serta bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran untuk keuntungan pribadinya sendiri, bukan kepentingan juru dakwah/juru penerang (Arifin, 2000: 6). Dalam pengertian yang integralistik, dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami (Hafidhuddin, 2000: 77). Dakwah adalah setiap usaha rekonstruksi masyarakat yang masih mengandung unsur-unsur jahili agar menjadi masyarakat yang Islami (Rais, 1999: 25). Oleh karena itu Zahrah (1994: 32) menegaskan bahwa dakwah Islamiah itu diawali dengan amar ma'ruf dan nahi munkar, maka tidak ada penafsiran logis lain lagi mengenai makna amar ma'ruf kecuali mengesakan Allah secara sempurna, yakni mengesakan pada zat sifat-Nya. Lebih jauh dari itu, 28 pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosio kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu (Achmad, 1983: 2). Dari beberapa pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan, dakwah adalah suatu usaha atau proses untuk mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni hidup bahagia sejahtera di dunia maupun di akhirat. 3.1.2.Unsur-unsur Dakwah Konsep dakwah itu sendiri memiliki unsur-unsur yang tidak dapat ditinggalkan. Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah, yang tiap-tiap unsur saling mempengaruhi antar satu dengan yang lain. Dengan kata lain unsur-unsur dakwah merupakan sinergitas yang saling terkait untuk mewujudkan tujuan dakwah tersebut. Unsur-unsur tersebut adalah : 1. Dai (subyek dakwah) Yang dimaksud dai adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu, 29 kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga (Aziz, 2004 : 76). Oleh karena itu terdapat syarat-syarat psikologis yang sangat kompleks bagi pelaksana yang sekaligus menjadi penentu dan pengendali sasaran dakwah. Salah satu syarat yang paling penting bagi seorang dai adalah masalah moral atau akhlak, budi pekerti (Aziz, 2004 : 77). 2. Mad’u (obyek dakwah) Unsur dakwah yang kedua adalah mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Ada beberapa bentuk sasaran dakwah ditinjau dari segi psikologisnya, yaitu : a. Sasaran dakwah yang menyangkut kelompok masyarakat di lihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan, kota kecil, serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar. b. Sasaran dakwah di lihat dari struktur kelembagaan, ada golongan priyayi abangan dan santri, terutama pada masyarakat jawa. c. Sasaran dakwah di lihat dari tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja dan golongan orang tua. d. Sasaran dakwah di lihat dari segi profesi, ada golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri. e. Sasaran dakwah di lihat dari segi tingkatan sosial ekonomis, ada golongan kaya, menengah dan miskin. 30 f. Sasaran dakwah di lihat dari segi jenis kelamin, ada golongan pria dan wanita. g. Sasaran dakwah di lihat dari segi khusus ada masyarakat tunasusila, tunawisma, tunakarya, narapidana dan sebagainya (Aziz, 2004 : 91) 3. Materi Dakwah Unsur lain selalu ada dalam proses dakwah adalah materi dakwah: materi dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan da'i pada mad’u. materi-materi yang disampaikan dalam dakwah tentu saja tidak leas dari dua unsur utama ajaran Islam, al-Qur'an dan sunnah Rasul SAW atau hadits Nabi. Tekanan utama materi dakwah tidak lepas dari aqidah, syari’ah dan akhlak. Dari bidang akidah meliputi keimanan atau kepercayaan kepada Allah, tauhid. Dari bidang syari’ah meliputi ibadah, muamalah, hukum perdata, hukum pidana. Dan dari bidang akhlak meliputi akhlak terhadap khalik, akhlak terhadap makhluk (Aziz, 2004 : 94-95 ). 4. Metode Dakwah Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah (Islam). Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangatlah penting peranannya, suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat metode yang tidak benar, pesan bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. 31 Pedoman dasar atau prinsip penggunaan metode dakwah Islam sudah termaktub dalam al-Qur'an .Prinsip-prinsip dakwah ini disebutkan dalam surat an-Nahl ayat 125 sebagai berikut: ﺴﻦ ﺣ ﻲ ﹶﺃ ﻢ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِﻫﺎ ِﺩﹾﻟﻬﻭﺟ ﻨ ِﺔﺴ ﺤ ﻮ ِﻋ ﹶﻈ ِﺔ ﺍﹾﻟ ﻤ ﺍﹾﻟﻤ ِﺔ ﻭ ﺤ ﹾﻜ ِ ﻚ ﺑِﺎﹾﻟ ﺑﺭ ﺳﺒِﻴ ِﻞ ﻉ ِﺇﻟِﻰ ﺩ ﺍ (١٢٥) ﻦ ﺘﺪِﻳﻬ ﻤ ﺑِﺎﹾﻟﻋﹶﻠﻢ ﻮ ﹶﺃ ﻭﻫ ﺳﺒِﻴِﻠ ِﻪ ﻦﺿﻞﱠ ﻋ ﻦ ِﺑﻤﻋﹶﻠﻢ ﻮ ﹶﺃ ﻚ ﻫ ﺑﺭ ِﺇﻥﱠ Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu: bil hikmah, mau’izatul hasanah dan mujadalah billati hiya ahsan (Aziz, 2004 : 123) 5. Media Dakwah Media dakwah yaitu peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada mad’u (Bachtiar, 1997 : 35) . Di era sekarang dakwah akan lebih efektif jika menggunakan media yang berkembang selama ini, khususnya dalam bidang komunikasi. Dakwah seperti ini bisa melalui televisi, radio, surat kabar dan berbagai macam media yang lain. Kelebihan dari pemakaian media ini adalah mudahnya menjangkau khalayak di berbagai tempat, sehingga lebih efektif. Para mubaligh, aktivis dan umat Islam pada umumnya selain tetap harus melakukan dakwah bil lisan (ceramah, tabligh dan khotbah) dapat pula harus mampu memanfaatkan media massa untuk melakukan dakwah bil 32 qalam (melalui pena atau tulisan) di media cetak, melalui rubrik kolom, opini yang umumnya terdapat di surat kabar harian, mingguan, tabloid, majalah-majalah atau buletin internal masjid . Pada dasarnya dakwah tidak hanya melalui lisan, tulisan ataupun sejenisnya. Dakwah pada era sekarang telah tersusun rapi dalam sbuah institusi dan jam’iyyah. Metode dan media dakwah ini dirasa memiliki efisiensi dan efektifitas yang relatif bagus. Berbagai lembaga dakwah dan organisasi kemasyarakatan Islam yang memiliki tujuan mengajak manusia ke arah yang lebih baik bisa dikategorikan sebagai media dakwah. 3.2. Strategi Dakwah Seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya strategi merupakan istilah yang sering diidentikkan dengan “taktik” yang secara bahasa dapat diartikan sebagai respon dari sebuah organisasi terhadap tantangan yang ada. Sementara itu, secara konseptual strategi dapat dipahami sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Strategi juga dapat dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang di harapkan secara maksimal. Dengan demikian, strategi dakwah dapat diartikan sebagai proses menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran dakwah dalam situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara optimal. (Pimay, 2005 : 50). Dengan kata lain strategi dakwah adalah 33 siasat, taktik atau manuver yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dakwah. Strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat, baik pemberdayaan ekonomi, politik, budaya maupun pendidikan. Karena itu menurut Syukir strategi dakwah yang baik harus memperhatikan beberapa azas sebagai berikut : 1. Azas filosofis: azas ini terutama membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau dalam aktifitas dakwah. 2. Azas kemampuan dan keahlian Da`i (achievement and professional). 3. Azas sosiologis: azas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik pemerintahan setempat, mayoritas agama di daerah setempat, filosofis sasaran dakwah. Sosiokultural sasaran dakwah dan sebagainya. 4. Azas psychologis: azas ini membahas masalah-masalah yang erat kaitannya dengan hubungannya dengan kejiwaan manusia. Seorang Da`i adalah manusia, begitupun sasaran dakwahnya yang memiliki karakter (kejiwaan) yang unik yakni berbeda satu sama lainnya. Apalagi masalah agama, yang merupakan masalah idiologi atau kepercayaan tak luput dari masalah-masalah psychologis sebagai azas (dasar) dakwahnya. 5. Azas efektifitas dan Efisiensi: azas ini maksudnya adalah di dalam aktifitas dakwah harus berusaha menseimbangkan antara biaya, tenaga dan waktu maupun tenaga yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya, 34 bahkan kalau bisa waktu, biaya dan tenaga sedikit dapat memperoleh hasil yang semaksimal mungkin. Dengan kata lain ekonomis biaya, tenaga dan waktu tapi dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin atau setidaktidaknya seimbang antara keduanya. (Syukir, 1983 : 32-33) Berkaitan dengan perubahan masyarakat di era globalisasi, maka perlu dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai berikut. Pertama, meletakkan pardigma tauhid dalam dakwah. Pada dasarnya dakwah merupakan usaha menyampaikan risalah tauhid yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter, keadilan, dan kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan kehanifan manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan potensi atau fitrah dan kehanifan manusia, maka dakwah tidak lain merupakan suatu proses memanusiakan manusia dalam proses transformasi sosio-kultural yang membentuk ekosistem kehidupan. Karena itu, tauhid merupakan kekuatan paradigmatis dalam teologi dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah. (Pimay, 205 : 52) Kedua, perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan seolaholah sudah merupakaan standar keagamaan yang final sebagaimana agama Allah. Pemahaman agama yang terlalu eksetoris dalam memahami gejalagejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial yang dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pemikiran 35 inovatif yang dapat mengubah kemapanan pemahaman agama dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman keagamaan yang terbuka. Ketiga, strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam berorientasi pada upaya amar ma`ruf dan nahi munkar. Dakwah tidak dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik dengan pengajian umum atau memberikan ceramah di atas podium, lebih dari itu esensi dakwah adalah segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur amar ma`ruf dan nahi munkar. (Pimay, 205 : 52) 3.3.Gambaran Umum Islam Radikal dan Penganut Paham Tersebut 3.3.1.Definisi Islam Radikal Islam radikal merupakan komunitas yang disorot oleh semua kalangan baik muslim maupun non muslim. Aktivitas dan gerakan yang mereka lakukan pada umunya menimbulkan pro dan kontra. Tindakan kekerasan yang dikemas dalam konsep jihad merupakan ciri khas dari gerakan mereka. Dari mana dan landasan apa yang mereka gunakan, maka perlu dipahami definisi dan siapa penganut paham tersebut. Realitas semacam ini menjadikan Islam di Indonesia terpetakan menjadi dua yaitu Islam kanan dan Islam kiri. Komunitas radikal disebut sebagai Islam kanan. Karena dinilai lurus dari akidah syariat yang sebenarnya. Meskipun begitu image negatif kerap dilekatkan pada komunitas radikal tersebut. Penjelasan secara eksplisit perlu diketahui sebelum memberikan penilaian kepada komunitas tersebut. 36 Secara terminologi definisi radikal sulit dirumuskan. Namun bukan berarti radikal tidak bisa dimaknai secara keseluruhan. Radikal sering dikaitkan dengan teroris. Bahkan sudah menjadi icon bahwa penganut paham Islam radikal adalah mereka komunitas teroris. Meski hampir semua pemuka Islam jelas menolak adanya pengkaitan antara Islam dengan terorisme (Asfar, 2003 : 57). Karena Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin. Selain itu Islam masuk ke Indonesia dilandasi dengan perdamaian dan akulturasi budaya. Sehingga wajar jika pemuka Islam menolak pengkaitan tersebut (Islam dan teroris). Para pelaku Islam garis keras yang dikaitkan dengan teroris seperti kelompok Hammas juga menolak dirinya dikatakan sebagai kelompok teroris (Asfar, 2003: 57). Karena mereka memiliki prinsip bahwa apa yang mereka lakukan adalah jihad untuk meluruskan ajaran Islam yang sesungguhnya. Meskipun tindakan mereka sering menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya. Lepas dari pelekatan simbol tersebut, ada beberapa kelompok yang menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya, seperti pengeboman, aksi anarkis dan beberapa cara lainnya yang bertolak belakang dengan ajaran Islam. Tujuan utama yang ada dalam diri organisasi tersebut adalah penerapan Islam secara kaffah. Realitas ini yang kemudian menjadikan Islam diidentikkan sebagai pelaku teroris. Sampai saat ini belum ada kesepakatan di antara penganut Islam tentang istilah yang tepat untuk menggambarkan gerakan radikal. Istilah 37 yang paling umum adalah ”fundamentalisme” (Zadda, 2002:13). Sedangkan fundamentalisme sendiri, memiliki definisi sebagai upaya pelaksanaan Islam secara menyeluruh (kaffah). Pemahaman inilah yang dimiliki oleh mereka para komunitas yang ingin mengaplikasikan Islam dari segala aspek ke dalam kehidupan nyata. Esensi yang terkandung dalam istilah fundamentalis ini yang kemudian dikenal dengan radikalisme. Beberapa tokoh melekatkan Islam radikal pada komunitas tertentu. Seperti Azumardi Azra, menggunakan istilah kelompok Islam garis keras atau Islam radikal dengan menyebut kelompok-kelompok Sarekat Islam (SI) lokal (Zadda, 2002 :18). Lain halnya dengan Horace M. Kallen yang dikutip Khamami bahwa radikalisasi ditandai kecenderungan umum yaitu : Pertama, radikalisasi merupakan respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Biasanya respon tersebut muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan atau bahkan perlawanan. Masalah-masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang dapat dipandang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kondisi yang sedang ditolak. Kedua, radikalisasi tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan tersebut dengan suatu bentuk tatanan lain. Ciri ini menunjukkan bahwa radikalisasi terkandung suatu program atau pandangan dunia (world view) tersendiri. Kaum 38 radikalis berupaya kuat untuk menjadikan tatanan tersebut sebagai ganti dari tatanan yang sudah ada. Ketiga, kuatnya keyakinan kaum radikalis akan kebenaran program atau ideologi yang mereka bawa. Sikap ini pada saat yang sama dibarengi dengan penafian kebenaran dengan sistem lain yang akan diganti. Dalam gerakan sosial, keyakinan tentang kebenaran program atau fislosofi sering dikombinasikan dengan cara-cara pencapaian yang mengatasnamakan nilai-nilai ideal seperti kerakyatan atau kemanusiaan. Akan tetapi, kuatnya keyakinan ini dapat mengakibatkan munculnya sikap emosional yang menjurus pada kekerasan (Zadda, 2002 : 16-17) Dari uraian yang dikemukakan Horace, penganut Islam radikal bisa diidentifikasi. Melalui tiga ciri yang dipaparkan Horace, bisa dilihat siapa dan bagaimana komunitas radikal yang sebenarnya. Buku yang mengulas Gerakan Salafi Radikal di Indonesia (Jamhari & Jajang, 2004: 19) mengatakan bahwa gerakan Islam garis keras, dari sudut teologis, diinspirasikan oleh pemahaman agama yang cenderung tekstual. Pendekatan ini sering juga disebut sebagai pendekatan skripturalis. Pendekatan ini juga mereka gunakan untuk melihat sejarah Islam pada zaman dahulu yaitu di mana Islam mengalami zaman keemasan. Realitas ini yang kemudian dijadikan sebagai sebuah teks yang harus diwujudkan secara apa adanya di era sekarang. Dalam buku tersebut juga disebutkan beberapa organisasi yang bisa dikelompokkan sebagai komunitas militan, yaitu MMI (Majelis 39 Mujahidin Indonesia), FPI (Front Pembela Islam), dan FKAWJ (Forum Komunikasi Ahli Sunnah Wal Jama’ah). Kallen juga memberikan ciri-ciri para penganut Islam radikal dalam empat hal yaitu Pertama, mereka memperjuangkan Islam secara kaffah (totalistik); syariat Islam sebagai hukum negara, Islam sebagai dasar negara, sekaligus Islam sebagai sistem politik sehingga bukan demokrasi yang menjadi sistem politik nasional. Kedua, mereka mendasarkan praktek keagamaannya pada orientasi masa lalu (salafy). Ketiga, mereka sangat memusuhi Barat dengan segala produk peradabannya, seperti sekularisasi dan modernisasi. Keempat, perlawanannya dengan gerakan liberalisme Islam yang tengah berkembang di kalangan Muslim Indonesia.(zada, 2002 : 19) Ciri-ciri seperti disebutkan Kallen, merupakan indikatorindikator yang bisa dijadikan parameter untuk menunjuk komunitas Islam radikal. Indikator-indikator parameter dalam yang diungkapkan mengidentifikasi paham Kallen Islam merupakan radikal yang dimaksudkan. Secara sederhana Islam radikal adalah kelompok yang mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang berlangsung (Jamhari, & Jajang, 2004 : 2). Sikap fanatisme yang menjadikan komunitas ini menghalalkan segala cara dan bersikap 40 anarkis dalam mengimplementasikan nilai-nilai syariah dalam kehidupan. Sedangkan komunitas Islam radikal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunitas yang memiliki idealisme tersebut dengan motivasi utama yaitu implementasi Islam secara kaffah (totalitas). 3.3.2.Munculnya Paham Islam Radikal Satu peristiwa yang sering dijadikan momen radikalisme di kalangan Islam adalah Revolusi Islam Iran pada 1979 (Asfar,2003 : 58). Pada peristiwa tersebut Islam berhasil menjadikan syariat sebagai simbol untuk menggulingkan pemerintahan yang sedang berkuasa, Syah Reza Pahlevi. Peristiwa ini juga menjadi tonggak berdirinya negara Islam (Asfar, 2003: 58). Namun jauh sebelumnya yaitu pada masa kehancuran Negara Islam I timur tengah, telah muncul aliran wahabisme yang memiliki konsep untuk mengaplikasikan konsep syariat pada semua aspek, termasuk di antaranya idiologi Negara. Mereka berasumsi bahwa syariat Islam merupakan satu-satunya konsep yang baik untuk dijadikan landasan sebuah Negara. Dengan berdirinya Negara Islam, secara otomatis syariat menjadi dasar negara, sistem perpolitikan juga berdasarkan syariat Islam. Artinya, semua peraturan yang meliputi segala aspek yang diberlakukan di negara tersebut secara keseluruhan berdasar atas Islam. Sehingga penerapan Islam secara kaffah dapat tercapai dengan sendirinya. Berawal dari peristiwa tersebut, kaum muslimin mencoba memperjuangkan 41 syariat Islam untuk diterapkan ke seluruh penjuru dunia. Dari sini-lah kemudian muncul paham Islam radikal. Muhamad Asfar dalam bukunya Islam Lunak Islam Radikal mengutarakan adanya faktor yang mengakibatkan munculnya paham Islam radikal, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Faktor dari dalam ini lebih banyak berkaitan dengan penafsiran konsep jihad yang dipahami oleh sebagian penganut Islam (Asfar,2003 : 62). Penafsiran jihad yang selalu diidentikkan dengan perang menjadikan Islam memandang dunia ini dalam dua kategori. Pertama yaitu negara non muslim yang sepatutnya diperangi, dan negara-negara yang harus ditundukkan. Pada ekspansi pendudukan ini yang tak jarang disertai dengan senjata, bom dan teror terhadap perpolitikan suatu negara. Hal ini dikarenakan implementasi yang salah tentang jihad selalu diidentikkan dengan perang suci. Sedangkan faktor luar ini bisa dalam bentuk reaksi terhadap modernisasi yang dilakukan barat terhadap dunia Islam (Asfar, 2003 : 67). Penolakan terhadap modernisasi biasa ditampakkan dengan penolakan penggunaan produk-produk negara yang mayoritas penduduknya beragama non muslim, seperti Amerika, Inggris dan Israel. Namun perkembangan terakhir, radikalisme didorong kondisi sosial ekonomi internasional yang dianggap tidak adil bagi kaum muslimin. Realitas ini kemudian memunculkan reaksi menolak ketidakadilan ekonomi yang cenderung dikuasai negara-negara non muslim. 42 Dua faktor tersebut memperjelas siapa penganut Islam radikal dan bagaimana awal mula muncul pemahaman radikal dalam Islam. Dari uraian di atas juga bisa ditarik kesimpulan bahwa pemahaman radikal muncul sebagai akibat pemahaman jihad yang kemudian menimbulkan defiasi makna, dan penolakan atas modernisasi yang dinilai tidak sesuai dengan pengalaman keagamaan (salafy). Salafy sendiri memiliki arti dari bahasa Arab salaf yang artinya lalu atau klasik (Turmudi & Sihbudi, 2005 : 14). Akan tetapi salafi yang dimaksud di sini dilihat dari makna secara terminologi yaitu penisbatan terhadap orang-orang yang mempraktekkan Islam sebagaimana dianjurkan atau dipraktekkan olah Nabi (Turmudi & Sihbudi, 2005 : 154) Para penganut ajaran ini biasa ditandai dengan apa yang mereka kenakan dan perilaku mereka sehari-hari. Asumsi yang ada pada benak mereka adalah melakukan sunnah Rasul seperti memakai jubah, cadar dan lain sebagainya. Gerakan salaf di Indonesia muncul pada tahun 1990-an, yakni ketika mulai banyak pelajar Indonesia yang dari Timur Tengah kembali ke tanah air, yang bukan saja mempunyai pengetahuan Islam yang memadai tetapi juga mempunyai concern melaksanakan Islam ‘secara benar’(Jamhari,& Jajang , 2004 : 17). Dari sinilah paham Islam radikal mulai muncul dan masuk ke Indonesia. 43 3.3.3.Islam Radikal di Indonesia Pada masa Orde Baru di mana partai politik hanya diikuti tiga kelompok yaitu PPP, Golkar dan PDI, menjadikan kebebasan berpolitik sedikit terhambat. Di samping itu, posisi partai politik Islam semasa pemerintahan Orde Baru tidak mendapatkan ruang untuk menyuarakan secara bebas aspirasi mereka. Walaupun disediakan sebuah partai untuk menampung aspirasi politik Islam, tetapi mereka tidak dapat menyuarakannya sesuai dengan aspirasi mereka. (Jamhari & Jajang, 2004 : 36). Runtuhnya rezim Orde Baru yang memberikan kebebasan setiap orang untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat, memunculkan suasana lain. Kebebasan berorganisasi dan mengeluarkan pendapat diberikan secara mutlak kepada masyarakat. Kondisi semacam ini memberi angin segar kepada mereka komunitas yang sebelumnya hanya mampu bergerak di bawah tanah, seperti halnya komunitas Islam garis keras. Berbagai kelembagaan muncul dengan nama dan dasar atau asas masingmasing. Berbeda dengan masa Orde Baru dimana setiap kelembagaan harus berasas pancasila atau yang kerapkali disebut asas tunggal. Runtuhnya masa kepemimpinan otoriter yang menjadikan perubahan peta perpolitikan berubah dengan cepat. Hal itu terlihat dari beramai-ramainya orang mendirikan partai politik sebagai kendaraan untuk dalam kekuasaan (Jamhari & Jajang, 2004 : 37). Pada pemilu tahun 1999 terdapat lebih dari 150 partai yang mendaftarkan diri, tetapi 44 hanya 48 partai yang berhak menjadi kontestan dalam pemilihan umum secara resmi. Ideologi maupun program yang diusung oleh partai-partai juga sangat beragam; dari isu agama hingga isu kemiskinan dan isu rakyat kecil-wong cilik (Jamhari & Jajang, 2004 : 37). Hal ini dipicu dengan penghapusan asas tunggal yang diterapkan pada masa Orde Baru. Partai-partai Islam muncul dengan asas dan tujuan yang berbeda. Dengan kata lain politik Islam mulai mewarnai kehidupan di Indonesia. Pada konteks semacam ini politik Islam bisa dilihat dari berbagai macam ukuran dan pada intinya ada dua dimensi dari orientasi politik Islam yakni orientasi nilai-nilai politik simbolik Islam dan orientasi atas politik Islam sebagai tuntutan legal spesifik (Jamhari, & Jajang , 2004 : 213). Dua dimensi ini mampu memetakan antara partai politik Islam yang secara prinsip benar-benar menginginkan sebuah konsep kenegaraan yang lebih baik dan partai politik Islam yang hanya mengambil keuntungan pemerintahan. Semisal untuk Partai mencapai Keadilan posisi Sejahtera puncak (PKS), dalam yang mengusung penerapan syariat Islam di Indonesia, ternyata mampu meraih suara yang cukup signifikan dibanding pemilu sebelumnya. Meskipun PKS dalam hal ini nota bene komunitas yang ingin mewujudkan Islam kaffah, namun partai ini mampu menarik simpati masyarakat dengan perilaku yang di terapkannya. 45 Persoalan muncul ketika sebuah kelembagaan atau institusi mengusung nilai-nilail ke-Islam-an kaffah dengan sarana yang mengundang respon negatif masyarakat. Semisal dengan adanya tindakan anarki kepada komunitas yang dinilai tidak Islami. Tindakantindakan yang secara sepihak oleh komunitas tersebut dianggap sebagai tindakan positif, justru memunculkan image negatif dimata masyarakat. Satu contoh sebagaimana diketahui bersama teror bom dalam bentuk peledakan bom sebagaimana terjadi di Bali, (Marpaung & Al Araf 2003 : 37), kemudian pengrusakan terhadap kafe-kafe dan diskotik di beberapa daerah. Timbulnya salah pengertian tentang Islam oleh sebagian kaum muslim, termasuk mempersepsikan Islam dengan kekerasan atau terorisme, sejak dulu kala sampai sekarang tidak saja dipengaruhi oleh pemahaman dan pemikiran positivistik (legal formal). Suatu metode pemikiran yang melihat persoalan interaksi sosial kompleks hanya dilihat dari segi tekstual, halal, haram, hak, dan kewajiban. Konsekuensional dari model pemikiran ini adalah menjadikan sebagian umat Islam tidak mampu membedakan antara mana yang merupakan esensi ajaran Islam, dan mana pula yang tergolong budaya lokal atau Arab. (Thontowi, 2004 : 15) Sampai saat ini dakwah pelaksanaan Islam secara kaffah atau fundamental masih berlangsung dan terus berlangsung. Bahkan proses pendakwahan diusung masing-masing organisasi yang berbeda nama 46 seperti Hizbut Tahrir, DDI (Dewan Dakwah Islamiyah) dan beberapa ormas Islam yang memiliki pemahaman Islam radikal. Fenomena kelompok garis keras yang mengusung isu-isu agama-pelaksanaan syariat Islam pemberantasan maksiat dan semacamya dapat diartikan sebagai strategi politik untuk meraih dukungan masa (Jamhari & Jajang, 2004 : 38). Realitas di atas merupkan gambaran pergerakan komunitas Islam radikal dari aspek keorganisasian atau kelembagaan. Radikalisasi tidak hanya berkutik pada lingkungan politik melainkan melebar pada lingkungan pendidikan. Banyak pesantrenpesantren yang tengah terkontaminasi ajaran-ajaran Islam garis keras. Semisal Pondok pesantren yang berada di kawasan Ngruki (Al Mukmin). Pesantren adalah lembaga yang mengajarkan pendidikan keagamaan secara menyeluruh. Dengan kata lain, pesantren lebih mengkhususkan pendidikan agama Islam sebagai materi pokoknya. Walaupun demikian lembaga ini membuka diri untuk mengadopsi sistem pembelajaran mutakhir melalui penambahan pelajaran, khususnya yang berkaitan dengan ilmu-ilmu pengetahuan non agama (Turmudzi & Sihbudi, 2005 : 131). Masyarakat muslim pada umumnya tertarik dengan pola pendidikan pesantren. Setidaknya peningkatan iman dan pendidikan ahlaq terdapat di dalamnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa penanaman sikap tawadlu’ kepada kiai sangat diterapkan dalam kelembagaan tersebut. Realita semacam ini, tanpa disadari menumbuhkan sikap militansi yang kuat. Kondisi yang 47 semacam ini merupakan sasaran empuk bagi penganut Islam radikal untuk berdakwah dalam menyebarkan ajarannya. Semisal Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki. Lembaga ini didirikan oleh orang-orang yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan syari’at Islam. Dengan proses yang berkelanjutan lembaga ini mampu membentuk wadah yang semula madrasah menjadi tempat pengkaderan generasi muda muslim (Turmudzi & Sihabudi, 2005 : 134) KH.Wahyudin salah satu wakil pemimpin pesantren Al Mukmin menyatakan bahwa: “Syariat Islam bukan salah satu, tapi satu-satunya yang dapat menyejahterakan umat, karena Islam sendiri mengatur dunia dan akhirat. Dalam pandangan kami tugas kepemimpinan Islam itu adalah menyejahterakan umat di dunia dan akhirat. Tentu pemahaman seperti ini perlu disosialisasikan dan perlu diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”(Turmudzi & Sihbudi, 2005 : 135) Ungkapan yang dikutip dalam buku Islam dan Radikalisme di Indonesia tersirat bahwa para ulama di pesantren al Mukmin memiliki pemahaman bahwa penerapan konsep syariat dirasa mampu mensejahterakan masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat muslim pada khususnya. Oleh karena itu, mereka bertekad untuk memperjuangkan penerapan syariat Islam baik dari segi politik budaya maupun segi yang lainnya. Konsep pesantren yang militan dan patuh pada kiai menjadikan mereka para ulama dengan mudah mendoktrin ajaran-ajaran atau perilaku yang pada intinya pemberlakuan konsep syariat atau mencapai 48 Islam kaffah (menyeluruh). Ajaran-ajaran tersebut pada umumnya dikemas dalam konsep jihad yang selalu diidentikan dengan peperangan dan kekerasan. Meskipun begitu, Islam radikal sangat dimungkinkan tidak bisa berkembang secara pesat di Indonesia. Hal ini dikarenakan kultur bangsa Indonesia yang lebih memandang konsep perdamaian dalam beragama. Dengan kata lain, Islam radikal di Indonesia hanya berkembang pada komunitas tertentu, dan pada waktu tertentu bahkan selalu mengalami pertentangan oleh masyarakat Indonesia. 3.3.4. Gambaran Islam Radikal di Semarang Fenomena mobilisasi Islam radikal di Semarang sekarang bisa jadi terinspirasi oleh gerakan para tokoh, di samping secara kebetulan banyak dari tokoh-tokoh tadi yang sudah kembali ke Semarang setelah reformasi. Para tokoh ini kembali menyuarakan formalisasi syariat Islam. Perlu dicatat adalah bahwa tokoh-tokoh Masyumi seperti Mohammad Natsir juga ikut memberi inspirasi terhadap mereka. Natsir, menurut salah seorang pengurus pesantren Ngruki, adalah orang yang memberikan gagasan awal untuk mendirikan pesantren Ngruki. Ketokohannya dan konsistensinya dalam memperjuangkan formalisasi syariat Islam melalui struktur kenegaraan dengan mengedepankan caracara yang demokratis, telah membuatnya menjadi tokoh yang dirujuk oleh kelompok yang menghendaki masuknya syariat Islam dalam perundang-undangan nasional. 49 Lepas dari pengaruh tokoh di atas dalam memberikan inspirasi, apa yang nampaknya paling mendorong hadirnya gerakan Islam radikal di Semarang adalah munculnya beberapa kejadian yang dianggap merugikan posisi Islam. Dengan kata lain, ada beberapa faktor yang membuat gerakan Islam radikal di Semarang muncul. (http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C, diakses tanggal 1 Februari 2008). Konflik Ambon tahun 1999 merupakan faktor pendorong munculnya gerakan-gerakan ini karena dalam konflik tersebut pemerintah dianggap membiarkan terjadinya pembantaian umat Islam oleh kalangan Kristiani di Ambon. Konflik Ambon yang menyebabkan terbantainya umat Islam, telah mengusik rasa persaudaraan Islam masyarakat Semarang. Karena Umat Islam itu bagaikan satu tubuh yang bilamana satu bagian dari tubuh itu sakit maka akan sakitlah anggota tubuh lainnya. Pembantaian di Ambon itu dianggap juga sebagai pembantaian terhadap umat Islam secara keseluruhan. Setidaknya demikianlah yang dirasakan oleh para tokoh dan pemuda Islam di Semarang. Dalam konteks ini, gerakan-gerakan Islam yang muncul dengan mengusung bendera Islam itu bertujuan untuk membantu dan meminimalkan ketertindasan saudaranya di Ambon. Para elit gerakan ini siap tampil membela kepentingan Islam meskipun harus berhadapan dengan negara. 50 Selain itu, munculnya gerakan-gerakan Islam radikal ini sebenarnya dipicu oleh apatisnya aparat pemerintah dalam menegakkan aturan yang berlaku. Termasuk dalam hal ini adalah tidak berfungsinya partai politik dalam membawa aspirasi mereka. Kondisi sosial masyarakat Semarang yang penuh dengan kemaksiatan seperti hadirnya tempat-tempat prostitusi dan beredarnya minuman keras secara bebas, tidak mendapat perhatian para politisi sehingga umat Islam di sini merasa tersinggung. http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C, diakses tanggal 1 Februari 2008). Perlu dicatat bahwa di samping masalah-masalah yang terjadi di dalam negeri, apa yang ikut mendorong munculnya gerakan Islam radikal adalah adanya kejadian-kejadian internasional. Tidak bisa dipungkiri bahwa aspek internasional juga telah meningkatkan intensitas gerakan-gerakan radikal dalam melakukan aksinya, termasuk yang berlingkup lokal seperti di Semarang ini. Kejadian World Trade Centre pada 11 September 2001 yang menguatkan dugaan buruk Amerika mengenai adanya gerakan Islam radikal di Asia Tenggara dan diduga memiliki hubungan dengan Osama Bin Laden, telah memunculkan reaksi keras di kalangan tokoh Islam Semarang karena mereka sama sekali tidak terlibat dalam tragedi tersebut dan tidak melakukan kontak dengan gerakan radikal Osama. 51 Dari sini bisa dikatakan bahwa apa yang mendorong munculnya gerakan Islam radikal di Semarang adalah banyak faktor, mulai dari adanya kaitan historis, di mana gerakan serupa pernah muncul di zaman Orde Baru, apatisnya aparat negara dalam memberantas kemaksiatan, sampai pada faktor internasional, seperti tuduhan pihak Amerika yang menyamakan Islam dengan terorisme. Faktor-faktor ini hadir secara bersamaan, dan mendorong kalangan Islam di Semarang, termasuk kalangan mudanya untuk meresponnya. (http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C, diakses tanggal 1 Februari 2008). Realitas menunjukkan bahwa ada kelompok-kelompok di dalam Islam yang menggunakan simbol Islam di dalam mencapai tujuannya, termasuk melalui cara-cara radikal. Untuk memahami munculnya gerakan-gerakan radikal di kalangan Islam, yaitu faktor dari dalam Islam dan faktor dari luar Islam. faktor dari dalam ini lebih banyak berkaitan dengan penafsiran konsep jihad yang dipahami oleh sebagian penganut Islam. Penganut gerakan-gerakan Islam radikal umumnya didorong oleh pemahaman mereka tentang konsep jihad yang dimaknai sebagai perang terhadap lawan non muslim. Mereka selalu melihat dunia ini dalam dua kaca mata (negeri non muslim atau perang) dan negeri Islam. (http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C, diakses tanggal 1 Februari 2008). 52 Implementasi konsep jihad lebih banyak dipahami sebagai perang suci. Jihad dipahami sebagai kewajiban setiap muslim menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini melalui kekuatan dan perang. Akibatnya, banyak kaum muslimin yang rela sebagai martir untuk melakukan perang atas nama agama. Kelompok ini merujuk ayatayat al-Qur'an yang membenarkan tindakan jihad dalam pengertian perang suci, melawan kezaliman, sebagaimana yang pernah disebut oleh Imam Samudra, pelaku Bom Bali, bahwa ada 28 ayat al-Qur'an yang memerintahkan umat Islam untuk berjihad, sebagai dasar untuk membunuh musuh. Cara memahami dan menafsirkan teks-teks agama dari sebagian besar pesantren-pesantren di Indonesia boleh dikatakan bersifat moderat. Hal ini, paling tidak, terlihat dari cara pandang NU dan Muhammadiyah, dua organisasi yang memiliki pesantren-pesantren terbesar di Indonesia. Keduanya, misalnya, tidak berniat memperjuangkan negara Islam di Indonesia. Konteks Indonesia yang plural dan konteks kekinian, merupakan dua hal penting yang menjadi pertimbangan mengapa negara Islam bukan menjadi perjuangan utama NU dan Muhammadiyah. (http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C, diakses tanggal 1 Februari 2008). BAB IV STRATEGI DAKWAH PCNU KOTA SEMARANG DALAM MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN DARI ALIRAN ISLAM RADIKAL 4.1. Pandangan PCNU Kota Semarang terhadap Paham Islam Radikal Secara terminologi definisi radikal sulit dirumuskan. Namun bukan berarti radikal tidak bisa dimaknai secara keseluruhan. Radikal sering dikaitkan dengan teroris. Bahkan sudah menjadi icon bahwa penganut paham Islam radikal adalah mereka komunitas teroris. Meski hampir semua pemuka Islam jelas menolak adanya pengkaitan antara Islam dengan terorisme (Asfar, 2003 : 57). Dalam perspektif oganisatoris, pandangan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang mengenai Islam radikal sebagai berikut : PCNU Kota Semarang mengidentifikasi pola pergerakan Islam radikal yang dalam perkembangannya di Kota Semarang belum mencapai pada level kasus. Namun demikian karakteristik yang dapat dibaca sebagai berikut: Pertama, Islam radikal cenderung menggunakan interpretasi tekstual. Dalam menafsirkan ajaran Islam khususnya teks al-Qur'an dan hadits hanya sebatas pemahaman yang kaku tanpa memperdulikan konteks ayat. Dalam menafsirkan al-Qur'an tidak berusaha membedah asbab al-nuzul, historical approach juga menafikan keberadaan tafsir yang sudah bersifat standar misalnya mengabaikan tafsir al-Maragi, tafsir Ibnu Kasir dan lain-lain. 53 54 Demikian pula dalam memahami hadits menafikan asbab al-wurud apalagi persoalan tahrij. Sehingga kualitas dan otentisitasnya menjadi terabaikan. Pemahaman seperti ini bukan saja keliru melainkan terjadi pendistorsian ajaran Islam. Kedua, Islam radikal cenderung keras dan revolusioner. Konotasi keras bukan sebagai pelabelan tanpa alasan, namun hal itu akibat dari perbuatannya yang merusak sendi-sendi kemanusiaan. Mereka bertindak tanpa menseleksi pihak mana yang salah. Kenyataan menunjukkan mereka menggunakan cara membumi hanguskan orang-orang yang tidak bersalah. Semua agama tidak ada yang memberi simpati terhadap tindakan biadab. Demikian pula aksi revolusioner telah menghilangkan aspek-aspek sunatullah yang segalanya seharusnya bertahap. Namun kenyataan tindakannya ingin merubah dalam waktu singkat. Ketiga, Islam radikal terobsesi ingin meletakkan syari'at Islam sebagai ajaran yang final tanpa bisa ditawar lagi. Mereka sangat mendahulukan arti sebuah simbol ke Islaman. Mereka menginginkan dengan paksa agar dalam konstitusi negara dicantumkan asas atau dasar syari'at Islam tanpa melihat pihak minoritas non muslim. Mereka tidak menyadari bahwa kitab fikih pun masih mengandung khilafiah yang ketika dalam implementasinya bisa terjadi tarik menarik, klaim mazhab yang paling benar dan pendapat yang paling baik. Persoalan ini disederhanakan dengan mengatakan penegakan syari'at Islam bisa menyelamatkan umat manusia. Mereka menganggap bahwa agama Islam serba lengkap dan semua persoalan kenegaraan dan masyarakat serta 55 persoalan kepemimpinan sudah ada aturannya secara rinci dalam al-Qur'an dan hadits. Mereka melihat tidak ada alasan bagi orang yang menolak penegakan syari'at Islam. Hukum hudud, diat, jarimah, qisas merupakan sistem hukuman yang paling terbaik sedangkan hukum di luar kerangka itu sebagai kekafiran yang tak termaafkan. Keempat, Islam radikal menghendaki pelaksanaan ajaran Islam secara kaaffah. Mereka menginginkan Islam berlaku dalam kehidupan negara dan bangsa secara utuh sesuai dengan originalitasnya ajaran Islam. mereka meniadakan arti dan peran penting ijtihad dan mereka mematikan nilai-nilai akal manusia. Kelima, Islam radikal sangat membenci dan menolak semua produk yang lahir dan dikembangkan dari Barat. Mereka menganggap seluruh budaya dan perkembangan peradaban Barat telah menjerumuskan manusia dalam penderitaan. Mereka menilai tidak ada satu pun produk Barat yang boleh diadopsi atau diterima apalagi dikembangkan. Mereka menganggap peradaban Islam jauh lebih tinggi dan umat Islam tinggal melanjutkan saja zaman keemasan Islam Keenam, Islam radikal anti toleransi dan cenderung fanatik. Mereka tidak bisa menerima perbedaan agama, penghormatan terhadap agama lain dianggap sebagai penyimpangan dari akidah. Islam radikal tidak bersedia interaksi atau berhubungan muamalah dengan umat lain yang non Islam. Klaim kebenaran dan penyudutan terhadap agama menjadi wajah aslinya Islam radikal. 56 Ketujuh, Islam radikal menghalakan segala cara. Untuk bisa mewujudkan cita-citanya, Islam radikal tanpa segan-segan merampok kekayaan orang lain guna membiayai operasinya. Mereka menghalalkan caracara perampokan demi perjuangan. Kedelapan, Islam radikal selalu mengkaitkan perjuangannya dengan konsep jihad. Bagi Islam radikal, jihad adalah perang fisik yaitu memerangi orang kafir atau orang Islam yang tidak sepaham dengannya walaupun pihak lawan tidak melakukan agresi. Bagi Islam radikal yang tidak sepaham dengannya dianggap telah melakukan agresi terselubung, karena itu Islam radikal membenarkan offensive dalam situasi dan kondisi apa pun (Dokumentasi PCNU Kota Semarang periode tahun 2001-2006 “Deskripsi Islam Radikal”). Menurut Drs. HM. Hamdani Yusuf sebagai Wakil Rais (wawancara Tanggal 24 Juli 2007), secara sederhana yang dimaksud dengan kelompok "Islam radikal" adalah kelompok yang mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan, untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang berlangsung. Dalam kegiatannya mereka seringkali menggunakan aksi-aksi yang keras, bahkan tidak menutup kemungkinan kasar terhadap kegiatan kelompok lain yang dinilai bertentangan dengan keyakinan mereka. Secara sosio-kultural dan sosio-religious, kelompok radikal ini mempunyai ikatan kelompok yang kuat dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri dan ritual mereka yang khas. Kelompok "Islam radikal" seringkali 57 bergerak secara bergerilya, walaupun banyak juga yang bergerak secara terang-terangan. Menurut Drs. HM. Hamdani Yusuf, harus dicatat pula bahwa terkadang sebuah kelompok memiliki perbedaan karakteristik dengan kelompok yang lain walau keduanya memiliki tujuan yang sama. Sebagai contoh, karakteristik ideologis dan derajat puritanitas yang diadopsi oleh FPI tentu berbeda dengan Darul Arqam, tapi keduanya bertemu dalam tujuan yang sama yakni menegakkan syariat Islam di Indonesia. Karena itu menurut Drs. HM. Hamdani Yusuf, perlu ditegaskan sejak awal bahwa keragaman dan kompleksitas gerakan-gerakan seperti ini tetap diakui sesuai dengan kenyataan sosialnya masing-masing. Dengan kata lain, suatu kelompok dapat dianggap sebagai "Islam radikal" jika kelompok itu memiliki semua, atau paling tidak, tiga karakteristik. Hal ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang unik tapi utuh, serta kuat secara konseptual dan metodologis atas gerakan yang disebut sebagai "Islam radikal" ini. Menurut KH Shodiq Hamzah sebagai Mustasyar (wawancara Tanggal 25 Juli 2007), berbicara Islam radikal, maka pertanyaan penting yang mengemuka adalah apa warna ideologi yang khas dari sebuah gerakan "Islam radikal"? Harus dicermati bahwa dalam beberapa literatur, istilah-istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebuah fenomena kontemporer "fundamentalisme" dalam Islam tidaklah seragam. Karena itu, istilah "Islam radikal" seringkali dipakai secara overlapping dengan istilah "Islam 58 fundamentalis" atau 'Islam revivalis'. John L. Esposito, sebagai misalnya, lebih suka menggunakan istilah 'Islam revivalis untuk menunjuk gerakan Islam kontemporer itu. Menurut KH Shodiq Hamzah, secara umum, meminjam terminologi Esposito, dapat diidentifikasi beberapa landasan ideologis yang dijumpai dalam gerakan-gerakan tersebut, yakni pertama, kelompok-kelompok ini berpendapat bahwa Islam adalah sebuah pandangan hidup yang komprehensif dan bersifat total. Dengan demikian, Islam itu tidak bisa dipisahkan dari kehidupan politik, hukum, dan masyarakat. Kedua, mereka seringkali menganggap bahwa ideologi masyarakat Barat yang sekular dan cenderung materialistis harus ditolak. Mereka juga meyakini bahwa masyarakat Muslim telah gagal membangun masyarakat beragama yang ideal karena telah berpaling dari jalan lurus' sesuai dengan ajaran Islam dengan mengikuti cara pandang Barat yang sekular dan materialistis tersebut. Ketiga, mereka cenderung mengajak pengikutnya untuk kembali kepada Islam sebagai sebuah usaha untuk perubahan sosial. Perubahan ini hanya mungkin dilakukan dengan mengikuti sepenuhnya ajaran-ajaran Islam yang otentik seperti Al-Qur'an dan Sunnah. Keempat, menurut KH Shodiq Hamzah karena ideologi masyarakat Barat harus ditolak, maka secara otomatis peraturan-peraturan sosial yang lahir dari tradisi Barat, yang banyak berkembang pada masyarakat Muslim sebagai sebuah warisan kolonialisme, juga harus ditolak. Sebagai gantinya, 59 masyarakat Muslim harus menegakkan hukum Islam sebagai satu-satunya sumber hukum yang diterima. Kelima, menurut KH Shodiq Hamzah meskipun banyak yang menganggap kelompok-kelompok ini terlalu mengagung-agungkan kejayaan Islam di masa lalu yang tercermin pada sikap puritan dalam upaya pemberlakuan sistem sosial dan hukum yang sesuai dengan masa Nabi Muhammad dan dengan jelas menolak ideologi masyarakat Barat, tapi pada kesempatan yang sama, kelompok-kelompok ini sebenarnya tidak menolak modernisasi. Setidaknya mereka tidak menolak modernisasi, seperti juga halnya mereka tidak menolak sains dan teknologi, sejauh hal-hal ini tidak bertentangan dengan standar ortodoksi keagamaan yang telah mereka anggap mapan dan merusak sesuatu yang mereka anggap sebagai kebenaran yang sudah final. Terlebih lagi, jika memungkinkan, hal-hal itu dapat disubordinasikan ke dalam nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam. Untuk itu, kelompok ini secara umum, sebagaimana layaknya kelompok masyarakat lain yang merupakan bagian dari masyarakat yang hidup di dunia modern, sesungguhnya hanya menentang penyimpangan-penyimpangan abad modern. Terkadang, justru banyak contoh yang dapat menunjukkan bagaimana kelompok-kelompok ini menggunakan sains dan teknologi sebagai alat atau "senjata" untuk memperkuat basis sosial masyarakat Islam sekaligus melawan Barat itu sendiri. Ilustrasi menarik yang dapat dikemukakan di sini adalah bagaimana dalam sosialisasi gagasan dan demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh beberapa gerakan Islam tersebut, penggunaan alat-alat 60 komunikasi modern seperti telepon seluler dan internet bukan merupakan hal yang tabu dalam mendukung keberhasilan aksi mereka. Keenam, mereka berkeyakinan bahwa upaya-upaya Islamisasi pada masyarakat Muslim tidak akan berhasil tanpa menekankan aspek pengorganisasian ataupun pembentukan sebuah kelompok yang kuat. Meskipun terkadang berskala kecil, kelompok yang dibangun biasanya secara ideologis berkarakter kuat, dengan mengandalkan sebagian anggota kelompok yang lebih terdidik dan terlatih. Dengan cara seperti inilah, mereka dapat meyakinkan para pengikutnya untuk menjalankan tugas suci keagamaan dalam rangka menegakkan hukum Islam. Menurut KH. DR. (Hc) Moh Rifa’i sebagai Mustasyar (wawancara Tanggal 25 Juli 2007) melihat berbagai gejala yang lebih kontemporer, apa yang diperlihatkan para aktivis gerakan-gerakan aliran Islam radikal terkadang melampaui beberapa landasan ideologis. Setidaknya terdapat beberapa karakteristik yang dapat didentifikasi mengapa sebuah. kelompok layak disebut sebagai "Islam radikal" Pertama, mereka masih sering menunjukkan mentalitas "perang Salib". Dalam 'konteks sekarang, hegemoni dunia Barat, khususnya Amerika Serikat, terhadap bangsa-bangsa lain sering dianggap sebagai salah satu bentuk "penjajahan baru". Sementara itu, ide-ide mengenai adanya konspirasi dunia Barat, termasuk di dalamnya gerakan Zionisme Yahudi, yang menentang Islam dan dunia-Islam tetap berkembang dalam kelompok ini. 61 Kedua, menurut KH. DR. (Hc) Moh Rifa’i, penegakan hukum Islam yang juga kerap diupayakan dengan keras oleh kalangan revivalis dan fundamentalis Muslim tidak lagi dianggap sebagai sebuah jalan alternatif melainkan sudah menjadi suatu keharusan. Dengan kata lain, tidak ada lagi jalan yang sah di dalam membentuk sebuah komunitas Muslim yang benarbenar tunduk kepada Tuhan melainkan dengan jalan menjadikan Islam sebagai landasan bagi segalanya termasuk di dalamnya kehidupan agama, sosial dan politik. Ketiga, menurut KH. DR. (Hc) Moh Rifa’i, terdapat sebuah kecenderungan untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah berikut sistem-sistemnya yang mapan tapi dianggap tidak sah, khususnya karena kurangnya perhatian terhadap masalah penyakit sosial masyarakat yang mereka identifikasi sebagai maksiat dan kemungkaran. Karena itu, sebagian di antara kelompok ini tidak lagi mempercayai lembaga-lembaga hukum pemerintah guna menanggulangi hal tersebut, Mereka percaya bahwa mereka mampu menanggulangi dan memerangi penyakit sosial itu sendiri dan tentu saja dengan cara-cara mereka sendiri tanpa mengindahkan ruang publik yang menjadi milik masyarakat luas. Dalam konteks Indonesia dewasa ini, hal ini dengan jelas terlihat pada gerakan Front Pembela Islam (FPI). Keempat, semangat untuk menegakkan agama sebagai lambang supremasi kebenaran ajaran Tuhan di dunia dengan jalan jihad dengan sendirinya mendapatkan tempat yang sangat terhormat. Bahkan, melakukan jihad dengan segenap aspeknya melawan kebatilan, kemunkaran dan musuh- 62 musuh yang membenci Islam yang mereka yakini merupakan sebuah tugas keagamaan yang suci. Bahkan, terdapat kesan yang kuat bahwa jihad lebih dimaknai sebagai sebuah usaha fisik untuk memerangi musuh-musuh Islam. Kelima, menurut KH. DR. (Hc) Moh Rifa’i, dengan pengalaman menyaksikan hubungan antara Islam dan Yahudi dalam persengketaan antara kelompok Muslim dan Yahudi di kawasan Palestina yang kian hari semakin memburuk, dan masalah pertentangan dan pertikaian antara Islam dan Kristen yang masih kuat di beberapa kawasan, termasuk di Indonesia, serta isu klasik kristenisasi, hubungan antara Islam dan Kristen ini secara signifikan mempengaruhi persepsi kelompok-kelompok 'Islam radikal'. Dalam konteks ini, kaum Yahudi dan Kristen tidak lagi layak dianggap sebagai kelompok yang di dalam al-Qur'an disebut sebagai 'Ahli Kitab' melainkan sudah jatuh sebagai kaum 'kafir' karena sejarah kedua agama tersebut identik dengan kolonialisme Barat dan zionisme. Kedua pemeluk agama ini secara umum dianggap sebagai memiliki kesatuan tujuan dalam melakukan konspirasi melawan Islam dan Dunia Islam. Menurut H. Tasmat Abdurrahman sebagai Mustasyar (wawancara Tanggal 26 Juli 2007), bangkitnya gerakan Islam di Indonesia yang lebih berkarakter radikal mengagendakan perjuangan yang amat kuat terhadap perbaikan masyarakat, bangsa dan negara baik secara ekonomi, sosial dan politik yang dibingkai dalam semangat Islam yang formalistik. Secara politik, biasanya mereka mengeluarkan isu-isu politik yang tidak asing lagi bagi iklim politik di Indonesia. Isu-isu negara Islam, syariat Islam, dan kepemimpinan 63 perempuan diangkat ke permukaan. Inilah yang menjadi perdebatan krusial tentang relasi Islam dan negara di tengah arus transisi. 4.2.Strategi Dakwah PCNU Kota Semarang Dalam Membentengi warga Nahdliyin Dari Paham Islam Radikal Dalam perspektif organisatoris, strategi dakwah PCNU Kota Semarang dalam membentengi warga Nahdliyin dari paham Islam radikal sebagai berikut: 1. Seminar y program pokok a. Peningkatan pemahaman tentang motivasi gerakan Islam radikal dalam ruang lingkup mikro maupun makro b. Islam dan Pluralisme keberagamaan dalam kajian teologis. c. Pemahaman Islam secara integral komprehensif y Tujuan a. Memperkuat idiologi Ahlus Sunnah wal Jama'ah pada masyarakat Nahdliyin b. Agar masyarakat Nahdliyin tidak mudah terpengaruh dengan idiologi non Ahlus Sunnah wal Jama'ah y Pogram kegiatan a. Diklat pelatih Ahlus Sunnah wal Jama'ah b. Diklat kader Ahlus Sunnah wal Jama'ah c. Lailatul Ijtima` : kajian Ahlus Sunnah wal Jama'ah secara rutin setiap satu bulan sekali, di tingkat PC, MWC dan PR NU. 64 d. Publikasi hasil kajian Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam bentuk bulletin 2. Pengajian y Program pokok Peningkatan kualitas keagamaan y Tujuan Membentengi masyarakat Nahdliyin dari pengaruh paham Islam non Ahlus Sunnah wal Jama'ah y Pogram kegiatan a. Survey inventarisasi masjid-masjid NU b. Memakmurkan dan memberdayakan Masjid-Masjid warga NU c. Pelatihan ke-ta'mir-an Masjid 3. Bidang kaderisasi y Program pokok Pendirian komisariat IPNU-IPPNU di sekolah atau madrasah y Tujuan Untuk meningkatkan kualitas dan militansi kader NU diberbagai tingkatan y Program kegiatan a. Pelatihan kader NU secara intensif b. Pendirian komisariat IPNU-IPPNU di sekolah atau madrasah NU dan pondok pesantren. (Dokumentasi PCNU Kota Semarang) BAB V ANALISIS STRATEGI DAKWAH PCNU KOTA SEMARANG DALAM MEMBENTENGI WARGA NAHDLIYIN DARI ALIRAN ISLAM RADIKAL 5.1.Pandangan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Semarang terhadap Paham Islam Radikal Untuk menganalisis apa yang telah diungkapkan dalam bab tiga skripsi ini, maka peneliti hendak menganalisis pandangan PCNU Kota Semarang terhadap paham Islam radikal. Untuk itu analisis meliputi dua hal yaitu menganalisis gambaran Islam radikal di Kota Semarang dan pandangan PCNU Kota Semarang perspektif organisatoris. Sebagaimana telah diutarakan dalam bab tiga, bahwa pada intinya Islam radikal di Kota Semarang dan pandangan PCNU Kota Semarang terhadap Islam radikal sebagai berikut: (a) Islam radikal cenderung menggunakan interpretasi tekstual. (b) Islam radikal cenderung keras dan revolusioner. (c) Islam radikal terobsesi ingin meletakkan syari'at Islam sebagai ajaran yang final tanpa bisa ditawar lagi. (d) Islam radikal menghendaki pelaksanaan ajaran Islam secara kaaffah. (e) Islam radikal sangat membenci dan menolak semua produk yang lahir dan dikembangkan dari Barat. (f) Islam radikal anti toleransi dan cenderung fanatik. 65 66 (g) Islam radikal menghalakan segala cara. (h) Islam radikal selalu mengkaitkan perjuangannya dengan konsep jihad. Dalam perspektif oganisatoris, pandangan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang mengenai Islam radikal sebagai berikut : (a) Pada intinya gerakan Islam radikal di lapangan sangat betentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. (b) Islam radikal adalah aliran atau paham yang hendak mewujudkan konsep syariat dalam kehidupan sehari-hari. (c) Islam radikal merupakan komunitas yang memiliki tujuan untuk memurnikan ajaran Islam. (d) Indonesia merupakan negara yang mayoritas beragama Islam, tetapi tidak berangkat dari sebuah agama. (e) Islam radikal sebagai kelompok yang berorientasi pada penegakan dan pengamalan “Islam yang murni”. (f) Islam radikal hanya bertumpu pada tekstualitas hadits. (g) Mendefinisikan radikalisme adalah suatu paham atau aliran yang menghendaki perubahan secara drastis dengan menghalalkan segala cara termasuk dengan menggunakan kekerasan. (h) Secara sederhana gerakan Islam radikal adalah suatu gerakan pada dataran praktis yang dapat mengakibatkan pada aksi kekerasan. Dari pemaparan di atas, amatlah jelas bahwa ada sebagian kecil kelompok Islam radikal yang membolehkan penggunaan kekerasan dalam melaksanakan amar ma`ruf nahi munkar, akan tetapi pemikiran dan 67 pemahaman tersebut tidaklah tepat, bahkan bertentangan dengan asas-asas, nilai-nilai universal, dan norma-norma hukum baik menurut sumber Alqur`an maupun hadist. Hal ini timbul bukan saja ditentukan oleh pemahaman mereka yang masih sempit mengenai Islam semata, melainkan juga karena dipicu oleh tatanan dunia yang tidak adil. Mempersepsikan syariah Islam dengan sangsi hukum pidana (qishash, potong tangan, dan hukum rajam) dan doktrin yang memaknai jihad sebagai perang membuktikan keyakinan dan pemikiran yang keliru mendapatkan penolakan dari kaum Muslimin dunia. Penolakan terhadap pemikiran kelompok Islam radikal yang meyakini penggunaan kekerasan sebagai upaya bela diri atas nama Islam sama sekali tidak mendapatkan pembenaran hukum oleh karena bertentangan dengan caracara dan metode yang berlaku pada masyarakat umum. Bahkan menodai kesucian ajaran Islam. Memang benar bahwa ajaran Islam mengakui penerapan hukum pidana Islam dengan sistem hukum lain, termasuk peperangan sebagai jihad diperbolehkan. Namun, tidaklah semudah dengan apa yang diklaimkan kelompok radikal. Bentuk-bentuk usaha dakwah yang mengarah pada tegaknya amar ma`ruf nahi munkar menjadi tidak Islami, bilamana kekerasan digunakan sebagai alat atau senjata untuk melaksanakannya. Usaha yang dimaksudkan untuk mencegah kemaksiatan dengan menggunakan cara-cara kekerasan adalah kurang tepat sebab ketidakadilan, permusuhan, dan balas dendam akan merajalela dimana-mana. Nabi mengingatkan, agar umat Islam menggauli manusia dengan etika, moralitas dan akhlak yang baik dan terpuji. Hal ini 68 menjelaskan islam tidak membenarkan penggunaan kebebasan berpendapat secara tidak terkendali. Esensi tolong menolong penuh derngan nilai takwa dan takut kepada Allah perlu ditegakkan. Begitu prinsip amar ma`ruf nahi munkar harus terhindar dari reaksi negatif pihak yang diingatkan Timbulnya salah pengertian tentang Islam oleh sebagian kaum muslim, termasuk mempersepsikan Islam dengan kekerasan atau terorisme salah satunya dipengaruhi oleh suatu metode pemikiran yang melihat persoalan hanya dari segi tekstual, halal, haram, hak, dan kewajiban. Konsekuensi dari model pemikiran ini adalah menjadikan sebagian umat Islam tidak mampu membedakan antara mana yang merupakan esensi ajaran Islam, dan mana pula yang tergolong budaya lokal atau Arab. Pada dasarnya pemahaman terhadap Islam radikal yang sebenaanrya adalah positif karena motivasi komunitas ini untuk kembali kepada kemurnian ajaran Islam. Namun makna positif ini menjadi negatif karena dalam pelaksanaannya sering menggunakan tindakan kekerasan. Hal ini dikarenakan unsur radikal itu mempunyai dua makna. Yaitu radikalisme dalam artian perbaikan dan pembaharuan dan radikalisme dengan inti ekstrim yang melampaui batas dan berlebihan. Sehingga makna asosiatif yang ditangkap adalah makna yang negatif belaka. Padahal, makna posisitf dari radikalisme adalah spirit perubahan menuju yang lebih baik. Dalam istilah agama disebut ishlah (perbaikan) atau tajdid (pembaharuan). Dengan begitu radikalisme bukan sinonimnya ektrimitas, kekerasan. Dalam istilah bahasa Arab disebut Ghuluu (melampaui 69 batas) dan Ifrath (keterlaluan). Hal inilah yang di tolak oleh NU karena tidak sesuai denga ajaran Islam. PCNU Kota Semarang mengusung perubahan dalam maknanya yang positif. Dengan demikian gambaran hakikat Islam itu tentu perlu diperjelas. Artinya hakikat Islam itu adalah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, objektivitas, dan perdamaian. Dan disamping itu Islam juga menginginkan umatnya menjadi rahmat bagi seluruh alam. Pada akhirnya radikalisme harus dipandang dalam pandangan yang positif yaitu ke unsur perubahan secara ishlah (perbaikan) atau tajdid (pembaharuan). Dengan demikian unsur pemahaman yang ekstrem dari pengertian radikalisme itu harus ditolak misalnya Ghuluu dan Ifrat karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dengan memperhatikan keterangan dan pandangan PC NU Kota Semarang maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Islam radikal adalah aliran atau paham yang hendak mewujudkan konsep syariat dalam kehidupan sehari-hari dengan berorientasi pada penegakan dan pengamalan "Islam yang murni", serta menghendaki perubahan drastis dengan menghalalkan segala cara yang dapat mengakibatkan pada aksi kekerasan. Meskipun begitu, NU juga memandang aspek positif yang ada pada komunitas radikal tersebut. Semisal, motivasi komunitas ini untuk menegakkan dan mengajak manusia untuk kembali kepada kemurnian ajaran Islam yang sebenarnya. 70 Sedangkan aspek negatif dari komunitas radikal muncul disebabkan kesalahan komunitas ini dalam menggunakan metode penafsiran Al-Qur'an tidak secara menyeluruh. Mereka hanya sering menafsirkan secara harfiah dan tidak melihat pada aspek lain. Seperti penghalalan penggunaan kekerasan dalam berdakwah menurut persepsi mereka yang didasarkan pada ayat AlQur'an. Hal ini menunjukkan tidak adanya check and balance yang dilakukan komunitas radikal. Mereka kerapkali menjadikan komunitas ini berperilaku over dosis dengan main hakim sendiri. Hal ini berdampak pada munculnya image negatif terhadap Islam. Realitas semacam ini juga memunculkan pemaknaan Islam dimana pada intinya berarti sebuah perdamaian menjadi arti peperangan. Nahdhlatul Ulama jelas memandang realitas ini sebagai deviasi yang harus dijauhkan dari ajaran Islam. Oleh karena itu, NU memiliki respon tersendiri untuk mengantisipasi paham atau aliran tersebut masuk ke organisasi NU. Atas dasar itu NU telah menempuh suatu strategi dakwah yaitu menanamkan konsep akidah, syari'ah, akhlak, toleransi beragama, dan konsep jihad secara benar. 5.2.Strategi Dakwah PCNU Kota Semarang dalam Membentengi Warga Nahdlyin dari Aliran Islam Radikal PCNU Kota Semarang menyadari bahwa meskipun gerakan Islam radikal di Kota Semarang masih dalam level yang bisa diawasi, namun PCNU 71 Kota Semarang telah membuat strategi dakwah dalam membentengi warga Nahdliyin dari aliran Islam radikal. Strategi dakwah yang dikembangkan sebagaimana telah diungkap dalam bab tiga yaitu pada intinya ditanamkan pada warga Nahdliyin lima hal yaitu (1) menanamkan akidah pada warga Nahdliyin secara benar; (2) menanamkan syari'ah secara tepat; (3) menanamkan pendidikan akhlak alkarimah; (4) menanamkan konsep toleransi dalam beragama; (5) memberikan penerangan tetang konsep jihad yang sesuai dengan al-Qur'an dan hadits. Apabila dihubungkan dengan strategi dakwah yang menjadi konsep ilmu dakwah, maka strategi dakwah PCNU Kota Semarang relevan dan sesuai dengan konsep ilmu dakwah. Menurut analisis peneliti, menanamkan tauhid secara benar pada warga Nahdliyin dapat dijadikan landasan utama untuk menangkal ajaran Islam radikal. Dalam konteks tauhid bahwa Allah bersifat rahman dan rahim, maka apabila pengertian ini ditafsirkan secara luas maka akan memperluas pandangan warga Nahdliyin. Kesan yang muncul bahwa kekerasan bukan bagian dari konsep ajaran Islam. Dengan sendirinya warga Nahdliyin tidak akan menerima paham Islam radikal yang bertumpu pada kekerasan. Demikian pula penanaman akhlak al-karimah akan menjadikan warga Nahdliyin tahu perihal bagaimana sikapnya dalam berhubungan dengan sesama manusia yaitu saling menyayangi dan mengasihi dan bukan saling membunuh seperti tindakan Islam radikal. Konsep Islam mengandung 72 kelembutan dan memaafkan manakala orang lain meminta maaf dan Islam tidak membenarkan membunuh orang yang tidak bersalah apalagi satu agama. Dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku (makhluk) manusia. Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungan baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada Tuhan. Pada dasarnya akhlak atau moral merupakan elemen ketiga dari ajaran Islam sebagai materi dakwah, setelah akidah dan syari’ah. Kalau akidah menyangkut permasalahan yang harus diimani dan diyakini oleh manusia sebagai suatu yang hakiki, syari’ah mengenai berbagai ketentuan berbuat dalam menata hubungan baik dengan Allah dan sesama makhluk. Sementara akhlak menyangkut berbagai masalah kehidupan yang berkaitan dengan ketentuan dan ukuran baik dan buruk atau benar salahnya suatu perbuatan. Perbuatan itu dapat berupa perbuatan lahir dan dapat juga perbuatan batin. Dalam hubungannya dengan syari'ah bahwa konsep Islam mengenai jihad jangan diartikan secara sempit yaitu perang secara fisik yang mengakibatkan kematian, kecuali pihak musuh menyerang secara fisik dan terbuka. Dari sini peneliti sependapat dengan strategi dakwah PCNU Kota Semarang yang memberikan penerangan tentang konsep jihad yang benar. Pentingnya ajaran jihad antara lain disebutkan dalam al-Qur'an sebagai berikut: 73 ﻭﺍﻫﺪ ﺎﻭﺟ ﻮﺍﺎﺑﺮﺗ ﻳ ﻢ ﹶﻟﻮِﻟ ِﻪ ﹸﺛﻢﺭﺳ ﻭ ﻮﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠ ِﻪﻣﻨ ﻦ ﺁ ﻮ ﹶﻥ ﺍﱠﻟﺬِﻳﺆ ِﻣﻨ ﻤ ﺎ ﺍﹾﻟﻧﻤِﺇ :ﺎ ِﺩﻗﹸﻮ ﹶﻥ )ﺍﳊﺠﺮﺍﺕﻢ ﺍﻟﺼ ﻫ ﻚ ﻭﹶﻟِﺌ ﺳﺒِﻴ ِﻞ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﺃﹸ ﻢ ﻓِﻲ ﺴ ِﻬ ِ ﻭﺃﹶﻧﻔﹸ ﻢ ﺍِﻟ ِﻬﻣﻮ ِﺑﹶﺄ (15 Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. al-Hujurat: 15). Dewasa ini istilah jihad hampir-hampir telah menimbulkan persepsi yang mengandung unsur pejorative. Ini disebabkan karena istilah tersebut dipakai dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa kerusuhan sosial pada 1970-an di Indonesia yang disebut sebagai gerakan "komando jihad". Tidak diketahui secara persis, apakah nama itu dipakai oleh kelompok yang bersangkutan, ataukah hanya penamaan dari luar yang merupakan bagian dari rekayasa politik militer. Apabila hal pertama yang benar, maka pemakaian itu berarti mereduksi, bahkan mendegrasi pengertian jihad. Sedangkan hal kedua telah menimbulkan ketakutan masyarakat luas untuk memakai istilah itu (Raharjo, 2002: 507). Strategi dakwah PCNU Kota Semarang yang menanamkan toleransi beragama, maka menurut peneliti bahwa strategi ini sangat baik yaitu untuk menghindari perpecahan dan perang agama. Dengan strategi ini menjadikan warga Nahdliyin dapat menghargai dan menghormati agama lain sehingga tidak akan ada niatan untuk membunuh atau membuat orang-orang non muslim menderita. Dari sini akan membuat sulit masuknya paham Islam radikal yang menghalalkan darah non muslim. 74 Dengan demikian toleransi merupakan kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan dan perilaku yang dimiliki oleh orang lain. Dalam literatur agama (Islam), toleransi disebut sebagai tasamuh yaitu sifat atau sikap menghargai, membiarkan, atau membolehkan pendirian (pandangan) orang lain yang bertentangan dengan pandangan kita. Toleransi sangat penting karena dengan toleransi kedamaian dan kerukunan hidup beragama bisa berjalan seiring dan seirama dalam mensejahterakan umat manusia. Dalam suatu hadis ditegaskan: ﺍﻭﺻﻴﻜﻢ ﺑﺘﻔﻮﻯ ﺍﷲ:ﻋﻦ ﺍﰊ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺹ ﻡ ﻢ ﺍﷲ ﰱ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﷲ ﻣﻦ ﻛﻔﺮ ﺑﺎﻭﲟﻦ ﻣﻌﻜﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﹾﻤﺴﻠﻤﲔ ﺧﲑﺍ ﺍﻏﺰﻭﺍﺑﺎﺳ ـﺎ ـﺒﲑﺍ ﻓﺎﻧﻴـ ﺮﺃﺓ ﻭﻻ ﻛــﺪﺍﻭﻻﺍﻣ ـﻮﺍﻭﻻ ﺗﻘﺘﻠﻮﺍﻭﻟﻴـ ـﺪﺭﻭﺍ ﻭﻻﺗﻐﻠـ ﺍﷲ ﻻﺗﻐـ ـﺪﻣﻮﺍﺑﻴﺘﺎ ﻭﻻﻣﻨﻌﺰﻻﺑﺼﻮﻣﻌﺘﻪ ﻭﻻ ﺗﻘﺮﺑﻮﺍﳔﻼ ﻭﻻﺗﻘﻄﻌﻮﺍ ﺷـﺠﺮﺍ ﻭﻻ ()ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “aku wasiatkan kepada kamu sekalian agar kamu selalu bertakwa kepada Allah dan berlaku baik terhadap setiap muslim. Perangilah dengan nama Allah di jalan Allah setiap orang yang ingkar kepada Allah. Jangan kamu berkhianat, jangan kanu berlaku kejam, dan jangan kamu bunuh anak kecil, kaum wanita maupun orang tua bangka. Jangan kamu bunuh orang yang mengasingkan dirinya dalam kuilnya dan jangan kamu rusak pohon kurma, pohon-pohon lainnya dan jangan kamu hancurkan rumah”. (H.R. al-Bukhari) (Bukhari, 1990: 235) Dalam sejarah Islam dijelaskan, pada waktu suatu delegasi orangorang Nasrani dan Najran datang mengunjungi Rasulullah saw, maka beliau membuka jubahnya dan membentangkannya di atas lantai untuk tempat duduk tamunya itu, sehingga utusan-utusan tersebut kagum terhadap penerimaan 75 beliau yang begitu hormat. Seperti diketahui, utusan-utusan itu akhirnya memeluk agama Islam bahkan menarik pula kaum mereka masuk agama Islam. Jika pada suatu ketika beliau mengalami kesempitan dan memerlukan uang, maka biasanya beliau meminjam kepada orang-orang yang beragama Nasrani atau Yahudi, walaupun Sahabat-sahabat beliau yang akrab senantiasa siap-sedia meringankan kesulitan itu. Sengaja beliau meminjam kepada orangorang yang berlainan agama untuk memberikan contoh yang bersifat pendidikan (edukatif) mempraktekkan sikap dan sifat toleransi itu. (M. Nasution, 1980: 122-123). Lawan dari kata toleransi adalah fanatik. Dalam Webster's New American Dictionary, Fanatic: one who is exaggeratedly zealous for a belief or cause (seorang fanatik: orang yang secara berlebih-lebihan akan suatu kepercayaan atau penyebab), Fanaticism: exaggerated, unreasoning zeal (fanatisme: yang dilebih-lebihkan, semangat omong kosong) (Teall, A.M. and Taylor, 1958: 347). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fanatisme berarti keyakinan (kepercayaan) yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama dan sebagainya) (KBBI, 2002: 313). Dengan singkat, Partanto dan al-Barry (1994: 169) mengartikan fanatisme sebagai kekolotan. Pengertian fanatik tidak selalu buruk, sebab ada pula fanatik yang baik yaitu sepanjang diartikan sebagai kekuatan pendirian dalam memegang akidah dan ketaatan dalam menjalankan agama. Fanatik memiliki arti negatif apabila pengertiannya berhubungan dengan sikap orang yang mengklaim paling benar 76 dan agama orang lain berada dalam posisi yang salah serta sikap bermusuhan dan keinginan menghapuskan keberadaan agama lain Islam sebagaimana agama besar lainnya memberikan kemungkinan untuk terjadinya perbedaan penafsiran. Akan tetapi dengan munculnya sikap yang lebih moderat terhadap nilai-nilai modernitas yang pada gilirannya akan memberikan wajah Islam yang seharusnya yaitu, toleran, moderat, dan liberal. Oleh karena itu, dengan makin tercerahkannya umat Islam maka makin sempit kemungkinan munculnya gerakan-gerakan ekstrimis Untuk itu dakwah Islam dalam aktifitas hidup terus dilaksanakan oleh PCNU kota Semarang dengan mengedepankan prinsip tawasuth (moderat) ’itidal (keadilan) tasamuh (toleran) dan tawazun (berimbang). Dakwah di arahkan untuk menegakkan dan mensyi`arkan ajaran Islam Ahlssunah Wal Jamaah (ASWAJA) di tengah-tengah kehidupan umat manusia, serta untuk membangun kehidupan masyarakat yang diridhai Allah SWT. Karena itu dakwah Islam yang telah diupayakan PCNU Kota Semarang merupakan usaha menguatkan paham ASWAJA dari ancaman Islam garis keras atau radikal. Atas dasar itu, PCNU kota Semarang selaku da`i (subyek dakwah) sangat memperhatikan azss-azas yang menentukan sebuah stertegi dakwah yang baik. Strategi dakwah artinya sebagai metode, siasat, taktik atau manuver yang dipergunakan dalam aktivitas (kegiatan) dakwah. Azas-azas tersebut meliputi azas filosofis, azas kemampuan dan keahlian da`i, azas sosiologis, azas psikologis, azas efektifitas dan efisiensi. (Syukir 1983 : 32) 77 Asas-asas tersebut mampu menentukan efisiensi dan efektifitas strategi yang diterapkan. PCNU kota Semarang tengah memperhatikan asas tersebut dalam menyelesaikan setiap persoalan umat. Dikatakan pada bab sebelumnya bahwa ada tiga gerakan yang oleh NU mendapat perhatian tersendiri. Yaitu paham liberal, paham wahabisme atau yang biasa dikenal dengan paham radikal dan penafsiran ajaran ahli sunnah wal jama'ah yang setengahsetengah. Maka oleh NU diterapkan strategi untuk menguatkan pondasi kader dan anggota dari tiga aspek. Ketiga aspek tersebut yakni akidah dengan pemahaman ahli sunnah wal jama'ah secara konsisten, kemudian secara syariat dengan penerapan madzhab syafi'i yang sebenar-benarnya dan tasawwuf dengan pola pergerakan tarekat yang berada di bawah naungan NU. Ketiga aspek di atas bisa dikatakan sebagai strategi karena sifatnya yang bertahan atas segala ancaman dari pihak luar. Hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah strategi karena mengandung respon atas ancaman dari pihak luar dengan menggunakan taktik agar tercapai tujuannya. Tiga gerakan yang tengah dihadapi NU merupakan ancaman bagi organisasi NU. Karena itu PCNU Kota Semarang merasa perlu untuk mengantisipasi ancaman tersebut melalui tiga aspek di atas. NU merasa mampu mengatasi persoalan-persoalan yang mengancam idealisme organisasi, termasuk di antaranya paham radikalisme. Maka dari itu, strategi yang diterapkan oleh NU bila ditarik dari segi efisiensi dan efektifitas, akan ditemukan satu rumusan mendekati sempurna. 78 Kesempurnaan ini dilihat dari aspek hasil yang ada saat ini, dimana pengaruh gerakan-gerakan itu tidak muncul dalam kubu NU. Sebaliknya, masa NU mampu menjadi penyeimbang ketika kelompok yang dianggap melenceng tengah melakukan aksinya. Setidaknya NU mampu menjadi parameter Islam yang baik. Metode atau strategi yang digunakan NU bila dirunut pada asas filosofis, maka dihasilkan satu ke-sinkron-an antara tujuan dari strategi dan visi misi NU yang sebenarnya. Kemudian bila dilihat dari asas sosiologis dan kemampuan, NU memiliki titik temu di mana kultur NU yang sebagian besar pesantren dan tokoh NU yang merupakan kiai memiliki potensi untuk berdakwah dalam Islam. Dengan begitu, kebijakan yang disusun guna mengantisipasi ancaman yang datang merupakan kompetensi yang dimiliki oleh NU selaku basis masa pesantren dan tokoh kiai. Asas yang lain yaitu psikologis dan efektifitas, semakin menambah kejelasan bahwa strategi NU dalam berdakwah makin mendekati kesempurnaan. Setidaknya ada pola pemikiran kejiwaan dalam pesantren yang sudah tertanam sehingga kejanggalan akan tereliminir. Sedangkan dari efektifitas, jelas sekali NU memiliki aspek tersebut. Dari ruang lingkup regenerasi meliputi kaum santri yang sudah terkondisi dengan doktrin kiai dan sistem pesantren, semakin memudahkan NU dalam berdakwah untuk mengantisipasi ancaman dan gangguan sekaligus meningkatkan kualitas masa. Berangkat dari situ, bisa digarisbawahi bahwa sistem dan strategi dakwah NU hampir mendekati sempurna. 79 BAB VI PENUTUP 6.1.Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dari bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. PCNU Kota Semarang memaknai Islam radikal sebagai aliran atau paham yang hendak mewujudkan konsep syariat dalam kehidupan sehari-hari dengan berorientasi pada penegakan dan pengamalan “Islam yang murni”, serta menghendaki perubahan drastis dengan menghalalkan segala cara yang dapat mengakibatkan pada aksi kekerasan. 2. Dalam rangka merespon ancaman dari aliran Islam radikal, PCNU Kota Semarang memiliki strategi dalam mengantisipasi ancaman tersebut melalui tiga aspek. Pertama, dari aspek akidah yang dilakukan dengan meyakinkan pemahaman ahli sunnah wal jama'ah yang sebenar-benarnya. Kedua, dari aspek syariat yakni membiasakan ibadah dengan menggunakan madzhab Syafi'i dan tidak melenceng dari madzhab tersebut. Ketiga, dari aspek tasawuf yakni dengan membentengi diri melalui ajaran tarekat yang ada di bawah naungan NU. Strategi ini dilakukan dengan menggunakan media dakwah, pengembangan ekonomi dan pendidikan baik dalam bentuk formal maupun nonformal. 6.2.Saran-Saran NU yang sejak awal berdiri diberi mandat untuk mengurusi umat, sudah sepantasnya kembali diorientasikan ke kerja-kerja sosial, seperti dakwah, pendidikan, dan ekonomi. Sedangkan persoalan politik diserahkan kepada 79 80 pelaku politik. Jika organisasi NU akan tetap eksis memberikan kontribusi ke umat, maka orientasinya ditata untuk mengurusi persoalan umat. Dalam banyak kasus, godaan politik di zaman sekarang sungguh besar akibat desentralisasi sistem pemerintahan, yang memberikan peluang kepada ormas- ormas keagamaan ikut bermain dalam arena pilkada. Karena lumbung suara ada pada ormas keagamaan, mau tidak mau NU harus berani menepis rayuan-rayuan politik. Bukankah kegelisahan-kegelisahan sudah mulai muncul di kalangan elite NU tentang beralihnya aset-aset NU ke kelompok lain, tidak terawatnya kader andal sehingga banyak kader NU lompat pagar. Biasanya kader NU lompat pagar ke tetangga (Muhammadiyah), kini melompat jauh, menjadi kader PKS, Hizbut Tahrir, FPI, dan organisasi Islam lainnya dan terlalu berlebihan dalam melakukan manuver politik. Maka, ini saatnya, jika NU hanya mengurusi persoalan umat saja, bukan mengurusi persoalan politik praktis. 6.3.Penutup Akhirnya, penulis mengucapkan syukur Alhamdullilah atas rahmat dan anugerah yang diberikan Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, sebagai hasil dari penelitian dan pengkajian yang penulis lakukan. Dari paparan secara keseluruhan penulis sadar masih banyak kekurangan dan masukan yang harus diterima agar tercipta hasil karya yang sempurna. Maka dari itu penulis masih memerlukan masukan yang berupa kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini. Hal ini kembali pada kapasitas penulis yang masih dalam tahapan belajar 81 Semoga apa yang penulis sampaikan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya,. Amin ya Robbal’alamin. DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad, 1983, Peneluitian Kependidikan Prosedur Dan Strategi, Bandung, Angkasa, Cet. Ketiga. Arifin, 1997, Psikologi Dakwah, Jakarta, Bumi Aksara. Arikunto Suharsimi, Dr, 1998, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rinika Cipta. Asfar, Muhammad Ed, 2003, Islam Lunak Islam Radikal Pesantren, Terorisme Dan Bom Bali, Surabaya, Jp Pres. Aziz Ali Muhammad, ,2000, Ilmu Dakwah ,Jakarta, Prenada Media. Azwar, Saifudin, 1997, Metodologi Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Bachtiar, Wardi, 1997, Metodologi Penelitian Dakwah, Jakarta, Logos. Bruinessen, Van, Martin, 1994, NU, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Bukhari, Imam. 1990. Sahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr. Depdiknas, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Farida, Siti Nur, 2000, Strategi Dakwah Lembaga NU (LDNU) Kota Semarang Dalam Mengembangkan Islam Dikota Semarang,(Tidak Dipullikasikan, Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang) Hadi, Sutrisno. 1991. Metodologi Research, Jilid 2.Yogyakarta: Andi Offset. Haidar, M, Ali, 1998, Nahdlatul Ulma dan Islam Di Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama Ismawati, 2000, Aplikasi Manajemen Organisasi Dan Pengaruhnya Terhadap Gerak Dakwah Dikalangan Remaja NU (Studi Kasus Dikecamatan Batu Jepara), (Tidak Dipublikasikan, Skripsi ,Fakultas Dakkwah IAIN Walisongo Semarang) Jamhari dan Jajang Jahroni,. Ed, 2004, Gerakan Salafi Radikal Di Indonesia, Jakarta , PT Raja Grafindo Persada. Marhumah, Siti, 1996, Aplikasi Manajemen Dalam Pelaksanaan Dakwah Oleh Fatayat NU Di Kabupaten Pati, (Tidak Dipuiblikasikan, Skripsai, Fakultas Dakwah, IAIN Walisongo Semarang) Marpaung, Rusdi Dan Al Araf, 2003, Terorisme Definisi Aksi dan Regulasi, Jakarta Imparsial. Moleong, Lexi. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosda Karya. Nasution, M. Yunan. tt. Pegangan Hidup bagian Jilid 3, Solo: Ramadhani. Nawawi, Hadari dan Martin Mimi, 1993, Penelitian Terapan, Yogyakarta, Gajahmada University Press. Partanto, Pius A. dan M. Dahlan al-Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola. Pimay, Awaludin, 2005, Paradigma Dakwah Humanis, Strategi Dan Mrtode Dakwah Prof KH. Saifudin Zuhri, Rasail, Semarang. Qardawi, Yusuf. 2004. Islam Radikal: Analisis Terhadap Radikalisme dalam Berislam dan Upaya Pemecahannya, Solo: Era Intermedia. Rahardjo, M. Dawam. 2002. Ensiklopedi Al-Qur'an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta: Paramadina. Sanwar, M. Aminudin, 1985, Pengantar Studi Ilmu Dakwah, Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo. Singarimun, Masri, 1989, Metodologi Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES. Sumtaki, Edy, et al. 2003. Syari’at Urgensi dan Konsekuensinya Islam: Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: Komunitas NISITA. Suryabrata, Sumardi, Metodologi penelitian, 1992, Jakarta, Rajawali Pers (Cet. VVII). Syamsul, Asep dan M. Romli, SIIP, 2003, Jurnalistik Dakwah Visi Dan Misi Dakwah Bil Qalam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya. Syukir, Asmuni, 1983, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, Al Ikhlas Tasmara, Toto, 1997, Komunikasi Dakwah, Jakarta, Gaya Media Pratama. Teall, A.M Edward N.., and C. Ralph Taylor A.M. (Editor), 1958. Webster's New American Dictionary, New York: Book. Tontowi, Jawahir, 2004, Islam Neo imperalialisme dan Terorisme, Yogyakarta, UII Press. Turmudzi, Endang dan Riza Sihabudi, Ed, 2005, Islam Dan Radikalisme Di Indonesia, Jakarta LIPPI Press. Umam, Ahmad Khoirul, 2003. Pesantren Mencetak Kader-Kader Teroris?, Majalah Justisia. Edisi 24 th. XI 2003. Umar, Toha Yahya,1985, Ilmu Dakwah, Jakarta, Widjaja. Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar, 2000, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta, Bumi Aksara. Zadda, Khamami, 2002, Islam Radikal: Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras di Indonesia, Jakarta, Teraju.