Menggapai ketenangan hati Penyusun Lulu Maknunah Tasawuf Psikoterapi Assalamu’alaikum Wr. Wb ُ اّلِلَ َم ْن َّ َّ س َياَئ َا َ أ َ ْم َما َلنَا َم ْن َه ْد َد َّ إن ْال َح ْمدَ َ َّّلِلَ نَحْ َمدُهُ َونَ ْست َ َع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغ َف ْرهُ َو َنعُ ْوذُ َب ض َِ ْل ْ ُض َّل لَهُ َو َم ْن ه َ َّللاُ فَالَ ُم َ ش ُر ْو َر أ َ ْنفُ َسنَا َو َم ْن َِار ْك َم َّ أ َ ْشدد ُ أ َ ْن الَ إَلَهَ َإال.ُفَ َال هَا َد َ لَه ُ َّللاُ َوحْ دَهُ الَ ش ََرهْكَ لَهُ َو أ َ ْش َدد ُ أَ َّن ُم َح َّمدًا َم ْبدُهُ َو َر َ ص َل َو َ ال َِّ ُد َّم.ُي َب ْعدَه َ س َِ ْم َو َب َّ س ْولُهُ الَ نَ َب َّ ص ْي َُ ْم َونَ ْف َس ْي بَتَ ْل َو َّ َ أ َ َّما بَ ْعد ُ فَيَا َمبَاد.ُص َحابَ َه َو َم ْن َو َه َّ س ْو َل َّللاَ لَعََِّ َُ ْم ُ ُ ْر َح ُم ْون ُ َر ْ َ َّللاَ َو َمَِ ا َ َل َه َوأ َ ُ َّللاَ أ Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah swt, di pagi yang cerah ini kita bersyukur masih diberi kesempatan untuk menghirup udara segar di pagi hari. Insya allah pada tausiyah hari kali ini saya akan membahas tema “menggapai ketenangan hati” Muqaddimah dalam kehidupan sehri-hari setiap insan mengalami peristiwa yang berbeda-beda. terkadang peristiwa itu menimbulkan rasa bahagia, sedih, resah, dan marah. rasa ini sering kali kita kaitkan dengan hati atau qolbu. Apa itu hati ? Dalam bahasa Arab, hati adalah qolbu. Qolbu memiliki dua makna. Pertama, inti dan kemulian sesuatu. Manusia dikatakan memiliki qolbu karena di dalam diri manusia ada sesuatu yang paling initi dan mulia. Kedua, sesuatu yang bolak-balik dari satu arah ke arah yang lain. Tidak dinamakan qolbu kecuali karena ia sering bolak-balik (taqallub). Kata qolbu banyak disebut didalam Al-Qur’an dan hadis. Namun apakah yang dimaksud qolbu itu adalah qolbu yang ada di dada (jantung) atau akal di otak ?. Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Dr. Muhammad Musa Al-Shareef berpendapat, yang disebut qolbu dalam Al-Qur’an dan hadis bukan jantung yang di dada, bukan pula akal yang di dalam otak. Qolbu ini adalah unsur yang tidak terindra, bersifat spiritual dan memiliki hubungan yang erat antara jantung,otak, sistem indra dan sistem syaraf manusia. Sekalipun hubungannya sangat erat, namun bentuknya belum diketahui pasti. Pendapat ini merupakan jalan tengah antara apa yang tertera di dalam ayat dan hadis. Untuk mengetahui hal ini mari kita lihat ayat dan hadis tersebut. 1. Ayat dan hadis yang menunjukan bahwa hati terletak di jantung : a. Diriwayatkan dari Anas ibn Malik bahwa saat masih kanak-kanak, Rasulullah pernah didatangi Jibril. Saat itu beliau tengah bermain dengan teman-temannya. Kemudian Jibril menarik Rasulullah, menelentangkannya, lalu membelah dadanya. Setelah itu Jibril mengambil hati beliau. Dari dalam hati tersebut, Jibril mengeluarkan ‘alqalah (sesuatu yang menempel atau berhubungan). Jibril lantas berkata ,“ ini adalah unsur setan yang ada di dalam dirimu,”. Kemudian Jibril mencuci hati dalam bejana emas dengan air zamzam. Ia kembali mengembalikan hati itu ke tempatnya semula.”Aku pernah melihat bekas jahitan di dada beliau. Ucapan anas ini menunjukan bahwa yang dimaksud dengan hati itu adalah jantung. b. Allah berfirman, Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang ada di dalam dada. Firman Allah, yang ada di dalam dada, menjadi penegas bahwa makna hati yang dimaksud ayat ini bukan majazi tetapi jantung. c. Rasulullah bersabda, “ Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Bila ia baik maka baiklah seluruh tubuh. Namun bila ia buruk maka buruklah seluruh tubuh. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati ! Sabda Nabi “segumpal daging” menegaskan bahwa hati yang dimaksud adalah qolbu yang terindra bukan qolbu dalam pengertian majazi Sementara Rasulullah tidak mungkin bicara atas dasar hawa nafsu. Apa yang disampaikannya adalah wahyu dari tuhan. Ibn Hajar berkata,” Hadis ini menjadi dalil bahwa akal ada di dalam jantung. Allah berfirman, Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami? Allah tidak mengatakan, mempunyai akal yang denganitu mereka dapat memahami. Padahal kata “akal” lebih tepat digunakan dalam konteks ayat tersebut. Isyarat Rasulullah yang menunjuk ke dada ketika beliau menjelaskan dimana letak takwa. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah bersabda”… dan janganlah kalian saling mendengki! Takwa itu ada di sini ( beliau menunjukan ke dadanya tiga kali. Itulah dalil-dalil yang menunjukan bahwa yang dimaksud dengan hati adalah jantung dan jantung itu memiliki hubungan yang tidak terlihat dengan kehendak dan perbuatan manusia. Sumber Ketenangan dan Penghilang Kesusahan yang Hakiki Setiap orang yang beriman kepada Allah Ta’ala wajib meyakini bahwa sumber ketenangan jiwa dan ketentraman hati yang hakiki adalah dengan berzikir kepada kepada Allah Ta’ala, membaca al-Qur’an, berdoa kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang maha Indah, dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman, ْ ُ َ َّللا ْ ُ}الَّذَهنَ آ َمنُوا َو َّ َّللاَ أَال بَ َذ ْك َر َّ َط َماَئَ ُّن قُُِوبُ ُد ْم بَ َذ ْك َر { َُط َماَئَ ُّن ْاللُُِوب “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS ar-Ra’du:28). Maksudnya adalah bahwa dengan berzikir kepada Allah Ta’ala segala kegalauan dan kegundahan dalam hati mereka akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan kesenangan. Bahkan tidak ada sesuatupun yang lebih besar mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan bagi hati manusia melebihi berzikir kepada Allah Ta’ala. Salah seorang ulama salaf berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini”. Maka ada yang bertanya, “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?” Ulama ini menjawab, “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya”. Inilah makna ucapan yang masyhur dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – , “Sesungguhnya di dunia ini ada jannnah (surga), barangsiapa yang belum masuk ke dalam surga di dunia ini maka dia tidak akan masuk ke dalam surga di akhirat nanti”. Makna “surga di dunia” dalam ucapan beliau ini adalah kecintaan (yang utuh) dan ma’rifah (pengetahuan yang sempurna) kepada Allah Ta’ala (dengan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya dengan cara baik dan benar) serta selalu berzikir kepada-Nya, yang dibarengi dengan perasaan tenang dan damai (ketika mendekatkan diri) kepada-Nya, serta selalu mentauhidkan (mengesakan)-Nya dalam kecintaan, rasa takut, berharap, bertawakkal (berserah diri) dan bermuamalah, dengan menjadikan (kecintaan dan keridhaan) Allah Ta’ala satu-satunya yang mengisi dan menguasai pikiran, tekad dan kehendak seorang hamba. Inilah kenikmatan di dunia yang tiada bandingannya yang sekaligus merupakan qurratul ‘ain (penyejuk dan penyenang hati) bagi orang-orang yang mencintai dan mengenal Allah I. Demikian pula jalan keluar dan penyelesaian terbaik dari semua masalah yang dihadapi seorang manusia adalah dengan bertakwa kepada Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firmanNya, ُ َوهَ ْر ُز ْقهُ َم ْن َحي.ًَّللاَ هَجْ عَ ْل لَه ُ َم ْخ َرجا َّ ق { ُْث ال هَ ْحتَسَب َ َّ }و َم ْن هَت َ ”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq:2-3). Ketakwaan yang sempurna kepada Allah tidak mungkin dicapai kecuali dengan menegakkan semua amal ibadah, serta menjauhi semua perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh Allah Ta’ala. Dalam ayat berikutnya Allah berfirman, َّ ق {ً َّللاَ هَ ْجعَ ْل لَه ُ َم ْن أ َ ْم َر َه هُسْرا َ َّ }و َم ْن هَت َ “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4). Artinya: Allah akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya)[9]. Adapun semua bentuk zikir, wirid maupun shalawat yang tidak bersumber dari petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun banyak tersebar di masyarakat muslim, maka semua itu adalah amalan buruk dan tidak mungkin akan mendatangkan ketenangan yang hakiki bagi hati dan jiwa manusia, apalagi menjadi sumber penghilang kesusahan mereka. Karena semua perbuatan tersebut termasuk bid’ah[10] yang jelas-jelas telah diperingatkan keburukannya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat, dan semua yang sesat (tempatnya) dalam neraka”. Hanya amalan ibadah yang bersumber dari petunjuk al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bisa membersihkan hati dan mensucikan jiwa manusia dari noda dosa dan maksiat yang mengotorinya, yang dengan itulah hati dan jiwa manusia akan merasakan ketenangan dan ketentraman. Allah Ta’ala berfirman, َ م َِ ْال ُمؤْ َمنَينَ َإذْ بَ َع َّ لَلَدْ َم َّن { َاب َو ْال َح َْ َمََ َوإَ ْن كَانُوا َم ْن ُ ث فَي َد ْم َر َ مَِ ْي َد ْم آ َهاَُ َه َوهُزَ َكي َد ْم َوهُعَ َِ ُم ُد ُم ْال ََت َ سوالً َم ْن أ َ ْنفُ َس َد ْم هَتُِْو َ ُ َّللا ين َ }قَ ْب ُل لَ َفي ٍ َضال ٍل ُمب “Sungguh Allah telah memberi karunia (yang besar) kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mensucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur-an) dan Al Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Rasul) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Ali ‘Imraan:164). Makna firman-Nya “mensucikan (jiwa) mereka” adalah membersihkan mereka dari keburukan akhlak, kotoran jiwa dan perbuatan-perbuatan jahiliyyah, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya (hidayah Allah ) Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman, َ اس قَدْ َجا َءُْ َُ ْم َم ْو َم { َُور َوهُد ًى َو َر ْح َمٌَ َل ِْ ُمؤْ َمنَين ُّ ظَ ٌ َم ْن َربَ َُ ْم َو َشفَا ٌء َل َما َفي ال ُ َّ}هَا أَهُّ َدا الن َ صد “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu (al-Qur’an) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS Yuunus:57). Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan perumpaan petunjuk dari Allah Ta’ala yang beliau bawa seperti hujan baik yang Allah Ta’ala turunkan dari langit, karena hujan yang turun akan menghidupkan dan menyegarkan tanah yang kering, sebagaimana petunjuk Allah Ta’ala akan menghidupkan dan menentramkan hati manusia. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perumpaan bagi petunjuk dan ilmu yang Allah wahyukan kepadaku adalah seperti air hujan (yang baik) yang Allah turunkan ke bumi…“ Ketenangan Batin yang Palsu Kalau ada yang berkata, Realitanya di lapangan banyak kita dapati orang-orang yang mengaku merasakan ketenangan dan ketentraman batin ? setelah mengamalkan zikir-zikir, wirid-wirid dan shalawat-shalawat bid’ah lainnya. Jawabannya: Kenyataan tersebut di atas tidak semua bisa diingkari, meskipun tidak semua juga bisa dibenarkan, karena tidak sedikit kebohongan yang dilakukan oleh para penggemar zikir-zikir/wirid-wirid tersebut untuk melariskan dagangan mereka. Kalaupun pada kenyataannya ada yang benar-benar merasakan hal tersebut di atas, maka dapat dipastikan bahwa itu adalah ketenangan batin yang palsu dan semu, karena berasal dari tipu daya setan dan tidak bersumber dari petunjuk Allah . Bahkan ini termasuk perangkap setan dengan menghiasi amalan buruk agar telihat indah di mata manusia. Allah Ta’ala berfirman, َّ سنًا فَإ َ َّن {ُض ُّل َم ْن هَشَا ُء َوهَ ْد َد َم ْن هَشَا ُء ُ ُ }أَفَ َم ْن ُزهَنَ لَه َ سو ُء َ َّللاَ ه َ م َم َِ َه فَ َرآه ُ َح “Apakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk (oleh setan) lalu ia menganggap perbuatannya itu baik, (sama dengan dengan orang yang tidak diperdaya setan?), maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (QS Faathir:8). Artinya: setan menghiasi perbuatan mereka yang buruk dan rusak, serta mengesankannya baik dalam pandangan mata mereka. Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman, ُ ف ْاللَ ْو َل {ورا َ مد ًُّوا ُ ُوحي بَ ْع َ شيَا َطينَ اإل ْن َس َو ْال َج َن ه ٍ ض ُد ْم إَلَ بَ ْع ً غ ُر َ ٍ } َو َكذَلَكَ َجعَ ِْنَا َل َُ َل نَبَي َ ض ُز ْخ ُر “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia)” (QS al-An’aam:112). Artinya: para setan menghiasi amalan-amalan buruk bagi manusia untuk menipu dan memperdaya mereka. Demikianlah gambaran ketenangan batin palsu yang dirasakan oleh orang-orang yang mengamalkan zikir-zikir/wirid-wirid , yang pada hakekatnya bukan ketenangan batin, tapi merupakan tipu daya setan untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah Ta’ala, dengan mengesankan pada mereka bahwa perbuatan-perbuatan tersebut baik dan mendatangkan ketentraman batin. Bahkan sebagian mereka mengaku merasakan kekhusyuan hati yang mendalam ketika membaca zikir-zikir/wirid-wirid tersebut melebihi apa yang mereka rasakan ketika membaca dan mengamalkan zikir-zikir/wirid-wirid yang bersumber dari wahyu Allah Ta’ala. Padahal semua ini justru merupakan bukti nyata kuatnya kedudukan dan tipu daya setan bersarang dalam diri mereka. Karena bagaimana mungkin setan akan membiarkan manusia merasakan ketenangan iman dan tidak membisikkan was-was dalam hatinya? Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah membuat perumpaan hal ini dengan seorang pencuri yang ingin mengambil harta orang. Manakah yang akan selalu diintai dan didatangi oleh pencuri tersebut: rumah yang berisi harta dan perhiasan yang melimpah atau rumah yang kosong melompong bahkan telah rusak? Jawabnya: jelas rumah pertama yang akan ditujunya, karena rumah itulah yang bisa dicuri harta bendanya. Adapun rumah yang pertama, maka akan “aman” dari gangguannya karena tidak ada hartanya, bahkan mungkin rumah tersebut merupakan lokasi yang strategis untuk dijadikan tempat tinggal dan sarangnya. Demikinlah keadaan hati manusia, hati yang dipenuhi tauhid dan keimanan yang kokoh kepada Allah Ta’ala, karena selalu mengamalkan petunjuk-Nya, akan selalu diintai dan digoda setan untuk dicuri keimanannya, sebagaimana rumah yang berisi harta akan selalu diintai dan didatangi pencuri. Oleh karena itu, dalam sebuah hadits shahih, ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membisikkan (dalam) diriku dengan sesuatu (yang buruk dari godaan setan), yang sungguh jika aku jatuh dari langit (ke bumi) lebih aku sukai dari pada mengucapkan/melakukan keburukan tersebut. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar, segala puji bagi Allah yang telah menolak tipu daya setan menjadi was-was (bisikan dalam jiwa)”. Dalam riwayat lain yang semakna, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah (tanda) kemurnian iman”. Dalam memahami hadits yang mulia ini ada dua pendapat dari para ulama: Penolakan dan kebencian orang tersebut terhadap keburukan yang dibisikkan oleh setan itulah tanda kemurnian iman dalam hatinya Adanya godaan dan bisikkan setan dalam jiwa manusia itulah tanda kemurnian iman, karena setan ingin merusak iman orang tersebut dengan godaannya. Adapun hati yang rusak dan kosong dari keimanan karena jauh dari petunjuk Allah Ta’ala, maka hati yang gelap ini terkesan “tenang” dan “aman” dari godaan setan, karena hati ini telah dikuasai oleh setan, dan tidak mungkin “pencuri akan mengganggu dan merampok di sarangnya sendiri”. Inilah makna ucapan sahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ketika ada yang mengatakan kepada beliau, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi menyangka bahwa mereka tidak diganggu bisikan-bisikan (setan) dalam shalat mereka”. Abdullah bin ‘Abbas menjawab, “Apa yang dapat dikerjakan oleh setan pada hati yang telah hancur berantakan?”. Kesimpulam semoga menjadi motivasi bagi kaum muslimin untuk meyakini indahnya memahami dan mengamalkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang hanya dengan itulah seorang hamba bisa meraih kebahagiaan dan ketenangan jiwa yang hakiki dalam kehidupannya. Allah Ta’ala berfirman, {ما ُك ْم َل َما هُ ْحيَي َُ ْم ُ ِر َّ }هَا أَهُّ َدا الَّذَهنَ آ َمنُوا ا ْست ََجيبُوا َ َّّلِل َ َو َل َ َسو َل إَذَا د “Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan) hidup bagimu” (QS al-Anfaal:24). Imam Ibnul Qayyim – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – berkata, “(Ayat ini menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat (indah) hanyalah didapatkan dengan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya maka dia tidak akan merasakan kehidupan (yang bahagia dan indah)…Maka kehidupan baik (bahagia) yang hakiki adalah kehidupan seorang yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin”. Sebagai penutup, akan saya akan kutip nasehat Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu yang berbunyi, “Wahai saudarakau sesama muslim, waspada dan hindarilah (semua) bentuk zikir dan wirid yang akan menjerumuskanmu ke dalam jurang syirik (menyekutukan Allah Ta’ala). Berkomitmenlah dengan zikir (wirid) yang bersumber dari (petunjuk) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berbicara bukan dengan landasan hawa nafsu, (melainkan dari wahyu Allah Ta’ala). Dengan mengikuti (petunjuk) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, (kita akan meraih) hidayah Allah Ta’ala dan keselamatan (di dunia dan akhirat). (Sebaliknya) dengan menyelisihi (petunjuk) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjadikan amal perbuatan kita tertolak (tidak diterima oleh Allah Ta’ala). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan (dalam agama Islam) yang tidak sesuai dengan petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak” (HSR Muslim) Sebelum tausiyah ini di akhiri mari kita berdoa untuk saudara-saudara kita yang tengah berjuang untuk kesehatannya di rumah sakit ini. َّ س َوا ْش َفهُ وأ َ ْنتَ ال سلَ ًما َ َّالَِّ ُد َّم َربَّ الن َ اس أَذْ َه َ شافَي الَ َشفَآ َء َإالَّ َشفَاؤُ كَ َشفَا ًء الَ هُغَاد َُر َ ْ ب ْالبَأ Sekian tausiyah kali ini terimakasih atas perhatiannya billahi taufik wal hidayah wassalamu’alaikum wr. Wb.