Pemanfaatan Media Massa Bagi Pengembangan Pendidikan Agama Islam (pendampingan di sekolah model yaitu Sekolah Menengah Kejuruan Islam Al-Amin Cikarang Kabupaten Bekasi). Daan Dini Khairunida dan Faisal Basri Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Haji Agus Salim Cikarang Pendahuluan Dunia pendidikan Islam di Indonesia, khususnya dunia Islam pada umumnya, masih dihadapkan pada berbagai persoalan, mulai dari rumusan tujuan pendidikan yang kurang sejalan dengan tuntutan masyarakat sampai pada persoalan guru, metode, kurikulum, sarana, dan lain sebagainya. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut masih terus diupayakan, namun masalah pendidikan terus bermunculan. Oleh karena itu, salah satu upayanya adalah dengan memanfaatkan media massa untuk pengembangan pendidikan agama Islam. Media massa sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari pada umumnya, sehingga sulit hidup tanpa media. Namun, banyak yang tidak menyadari bahwa media massa sesungguhnya dapat memengaruhi pandangan dan tindakannya. Sebagian kecil saja yang mengetahui bahwa media memengaruhi minat atau apa yang mereka sukai atau yang tidak mereka sukai. Misalnya saja banyak orangtua yang mencemaskan tayangan seks dan kekerasan di televisi dan film-film, namun sedikit sekali yang kemudian memrotesnya. Kalaupun ada yang diperhatikan, paling hanya dampak jangka pendek media terhadap kehidupan sehari-hari. Media visual, misalnya, dapat membentuk perilaku masyarakat akan kepribadian yang lebih baik, pintar, cantik/tampan, dan kuat. Bagi remaja, proses pengidolaan seringkali terjadi secara lebih halus, mungkin remaja saat ini akan meniru gaya bicara idola mereka, meniru cara mereka berpakaian, berjalan, dan lain-lain. Sementara untuk orang dewasa, mereka mengkomunikasikan gambar yang mereka lihat dengan gambaran yang mereka inginkan untuk mereka bincangkan secara lebih jelas. Contohnya, dengan duduk di kedai kopi membincangkan sesuatu yang mereka lihat di televisi maupun surat kabar, sampai-sampai mereka berdebat dengan informasi yang ada, dan itu sangat lumrah dan biasa terjadi di kalangan masyarakat. Khusus bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya selesai sebagai penonton atau pendengar dan pembaca, mereka juga menjadi penentu, di mana mereka menentukan arah media yang sedang populer saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya. Penawaran yang dilakukan oleh media massa juga bisa menjadi pendukung penggunanya agar menjadi lebih baik atau menghilangkan kepercayaan diri mereka. Media massa juga bisa membuat penggunanya merasa senang akan diri mereka, merasa cukup, atau merasa rendah dari yang lain. Media massa, seperti halnya pesan lisan dan isyarat, sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari komunikasi manusia. Pada hakikatnya, media massa adalah perpanjangan lidah dan tangan yang berjasa meningkatkan kapasitas manusia untuk mengembangkan struktur sosialnya. Namun, banyak orang tidak menyadari hubungan fundamental antara manusia dan media itu, dan keliru menilai peran media dalam kehidupan mereka. Hidup manusia pun akan sangat bergantung pada media massa. Bahkan masyarakat yang terkenal religius pun tidak perlu lagi belajar kepada para pemuka agama, mereka dapat belajar sendiri lewat media massa. Dapat dikatakan, hidup kita tidak akan lepas dari publikasi media massa; mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Pikiran kita dipenuhi dengan informasi dari media massa. Betapa media massa sedemikian hebat dan kuatnya dalam memengaruhi manusia. Berbagai kebutuhan sehari-hari juga dipilihkan oleh media massa. Media massa telah menjadi faktor penentu kehidupan manusia. Media massa merupakan perjalanan panjang “kreatif” seorang anak manusia untuk menyampaikan pesannya kepada orang lain. Ia adalah wujud dan alat bantu komunikasi (media) agar pesan-pesannya dapat dengan mudah dipahami oleh yang menerima pesannya. Inti proses kerja media massa sebagai produk dan proses komunikasi masyarakat modern, semakin memegang peranan penting dalam perbuatan informasi (pesan/message) manusia. Era satelit semakin memperkecil dan memperpendek jarak dunia, sebab dengan kemajuan teknologi informasi melalui media massa hampir setiap kejadian di belahan bumi dapat disaksikan dalam waktu yang bersamaan di belahan bumi yang lain. Di sisi lain, media massa—apapun bentuknya (surat kabar, televisi, film, radio, DVD, VCD, dan internet)—sifatnya yang serempak/massal mampu memiliki pengaruh cukup besar terhadap dunia pendidikan kita. Ia dapat mengubah persepsi, perilaku dan sikap audience-nya secara masif dan tiba-tiba. Bagaimana tidak, beragam persepsi dan respons reaktif dapat segera muncul ketika media massa, misalnya televisi, memunculkan tayangan pornografi dan kekerasan. Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan individu terhadap bagaimana seorang individu melihat pribadinya dan bagaimana seorang individu seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari. Kekhawatiran muncul tidak saja dari kalangan pendidik semata. Orangtua dan masyarakat juga turut angkat bicara mencermati persoalan ini. Mulai dari pro dan kontra hingga yang pesimis, semua saling membenarkan dan menyalahkan, hingga pada akhirnya menjadi persoalan yang biasa. Hal ini membuktikan bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar bagi seluruh aspek kehidupan kita, baik aspek sosial, ekonomi, politik, budaya hingga pendidikan. Menyangkut aspek terakhir, yaitu pendidikan, tampaknya pengaruh media massa sangat besar dan tidak dapat dipungkiri. Bila hal di atas dihubungkan pengaruhnya dengan dunia pendidikan, maka poin yang terakhir menjadi penting untuk diperhatikan pengaruh negatifnya. Kasus sinetron-sinetron yang “meninabobokan” kaum ibu-ibu, membuka peluang longgarnya pengawasan mereka terhadap anak-anaknya, belum lagi tayangan favorit yang ada akan menjadi nomor satu ketimbang kewajiban belajar atau bekerja. Hal ini semakin parah jika keluarga tidak melakukan kontrol. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah realitas yang sudah diseleksi. Televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditayangkan, surat kabar menepis berbagai berita dan memuat sesuai dengan sidang redaksi. Sesungguhnya, dari proses ini, baik radio, surat kabar, ataupun televisi sangat berperan dalam membangun efek kognisi dan citra (image) pengguna media massa ke arah yang lebih baik. Jika proses penyeleksian sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam, tentu saja pengetahuan masyarakat akan berkembang ke arah yang positif. Namun, sisi negatifnya adalah karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, sudah tentu media massa memengaruhi pembentukan ciri sosial yang timpang, maka muncullah stereotip atau anggapan negatif. Seperti umat Islam, identik dengan terorisme dan radikalisme, pada gilirannya menggoyahkan sistem pendidikan kita. Di sinilah bahaya dari media massa terasa. Oleh karena itu, media massa sedapat mungkin harus dimanfaatkan untuk menggolkan tujuan pendidikan Islam, sehingga media massa tidak menjadi bumerang bagi pendidikan Islam, tetapi akan tetap menjadi penerang. Dengan demikian, media massa juga memiliki implikasi terhadap pendidikan Islam. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa apapun bentuk media massa, memiliki pengaruh yang baik asal dirancang dan di-setting untuk kepentingan pendidikan Islam yang memiliki pengaruh yang positif bagi kemajuan pendidikan Islam itu sendiri. Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas, maka penulis mengangkat masalah ini menjadi sebuah tema penelitian dengan judul Pemanfaatan Media Massa Bagi Pengembangan Pendidikan Agama Islam (pendampingan di sekolah model yaitu Sekolah Menengah Kejuruan Islam Al-Amin Cikarang Kabupaten Bekasi). Penelitian ini dibatasi pada masalah bagaimana pemanfaatan media massa bagi pengembangan pendidikan agama Islam di SMK Islam Al-Amin Cikarang. Bagaimana pemanfaatan media massa dalam mengembangkan pengetahuan tentang pendidikan agama Islam bagi siswa-siswi SMK Islam Al-Amin Cikarang? Media apa saja yang sering diakses siswa-siswa SMK Islam Al-Amin untuk mengembangkan pengetahuan tentang pendidikan agama Islam? Secara Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan berpikir, mengenai permasalahan dalam bidang studi pendidikan agama Islam, terutama yang berhubungan dengan media massa, di tempat penulis mengadakan penelitian. Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi sekolah tersebut dalam meninjau kembali usaha dan kegiatannya dalam proses pemanfaatan media massa terhadap pengembangan pendidikan agama Islam. Data dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang didapat dari penelitian di lapangan dengan cara wawancara, baik itu wawancara secara individu mau pun wawancara bergrup dalam bentuk diskusi (focus group discussion) dengan narasumber dan observasi. Sedangkan data pendukung diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen resmi dan hasilhasil penelitian berwujud laporan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data dokumenter, yaitu tidak langsung ditunjukkan kepada subyek penelitian. Dokumentasi yang diteliti berupa berbagai macam sumber bacaan. Dokumen dapat berupa buku-buku, jurnal ilmiah, artikel, internet, makalah, catatan khusus dan dokumen lainnya yang dapat memberikan jawaban kepada pokok permasalahan penelititan tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran orang secara individu atau kelompok. Beberapa deskripsinya digunakan untuk menemukan prinsipprinsip dan penjelasan yang mengarah pada kesimpulan. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu memperoleh data sesuai dengan gambaran, keadaan, realita dan fenomena yang diselidiki, sehingga data yang diperoleh oleh penulis dideskripsikan secara rasional dan obyektif sesuai dengan kenyataan di lapangan, sedangkan lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian adalah di SMK Islam Al-Amin Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi. Yang dimaksud subyek adalah orang atau apa saja yang menjadi sumber data. Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian yang dijadikan sebagai sumber data adalah: a. Kepala Sekolah SMK Islam Al-Amin Cikarang b. Guru Pendidikan Agama Islam c. Siswa dan siswi SMK Islam Al-Amin Cikarang Media Massa dan realita nya di Kalangan siswa Media massa (mass media)—sering disingkat media—adalah channel, medium, saluran, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, yaitu komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak (channel of mass communication). Komunikasi massa sendiri merupakan kependekan dari komunikasi melalui media massa (communicate with media). Menurut Soehadi, media adalah bentuk jamak dari kata medium, yang berarti ‘tengah’ atau ‘perantara’. Kata massa berasal dari bahasa Inggris, yaitu mass, yang berarti ‘kelompok’ atau ‘kumpulan’. Dengan demikian, pengertian media massa adalah perantara atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam hubungannya satu sama lain. Menurut Leksikon Komunikasi, media massa adalah sarana penyampai pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas, misalnya televisi, radio, dan surat kabar. Menurut Jalaluddin Rakhmat, media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan atau proses imitasi (belajar sosial). Menurut Effendy, media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikasi berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media massa yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari umumnya adalah radio, televisi, surat kabar, dan film, yang beroperasi dalam bidang informasi, edukasi dan rekreasi; atau dalam istilah lain adalah pemberitahuan, pendidikan dan hiburan. Keuntungan komunikasi dengan menggunakan media massa adalah bahwa media massa menimbulkan keserempakan, artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan dengan jumlah yang relatif banyak. Jadi, untuk menyebarkan informasi, media massa sangat efektif untuk dapat mengubah sikap, pendapat dan perilaku komunikan. Pengaruh Media Massa terhadap Pendidikan Agama Islam Apa pun bentuknya yang lahir dari peradaban ini, pasti memiliki implikasi dari kutub yang berbeda-beda—positif-negatif—berpengaruh atau tidak. Demikian halnya dengan media massa juga memiliki implikasi terhadap pendidikan Agama Islam. Mengenai pengaruh media massa, Abdul Karim menyebutkan terdapat pengaruh buruk yang dihasilkan oleh media massa, di antaranya adalah: a. Membuat peserta didik lalai melakukan kewajibannya, disebabkan waktunya tersita oleh kenikmatan menikmati media massa. b. Membawa perilaku aneh dan menyimpang ke dalam masyarakat, seperti tayangan homoseksual dan lesbian. c. Memperlihatkan contoh-contoh akhlak yang buruk, yang menurunkan derajat manusia, seperti pemberitaan pemerkosaan dan perzinahan. d. Berpengaruh terhadap prestasi belajar, baik di sekolah dasar, sekolah menengah sampai universitas, sebab bagi anak didik yang telah kecanduan menyaksikan media massa akan lupa kewajiban utamanya, yaitu belajar. e. Pemberitaan dan penyajian yang tidak berimbang dan mendiskreditkan umat agama tertentu akan menimbulkan kekacauan masyarakat yang berimbas pada rusaknya sistem pendidikan Islam. Selain pengaruh buruk di atas, ada pula pengaruh positif yang dapat diambil dari media massa, hanya saja, menurut Abdul Karim, media massa harus dimanfaatkan untuk hal-hal sebagai berikut: a. Sebagai sarana publikasi ilmu pengetahuan tentang keislaman guna memberikan pelajaran agama kepada umat manusia. b. Sebagai sarana menentang kemurtadan (aportasy). Hal ini dilakukan sebagai sarana memberikan pelajaran yang dirancang secara sistematis untuk menentang kaum murtad, ateis atau komunis dengan mengutip dalil-dalil Al-Quran dan hadis dengan pendekatan ilmiah dan logis. c. Program mengenai krisis kehidupan yang melanda Barat. d. Program pendidikan guna menanamkan keutamaan akhlak dalam diri umat. Pengertian Pendidikan Agama Islam Pendidikan berasal dari kata didik, yang mengandung arti ‘perbuatan’, ‘hal’, dan ‘cara’. Pendidikan agama Islam dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah religion education, yang dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan orang beragama. Pendidikan agama tidak cukup hanya memberikan pengetahuan tentang agama saja, tetapi lebih ditekankan pada feeling, attituted, personal ideals dan aktivitas kepercayaan. Sedangkan secara terminologis, pendidikan agama Islam sering diartikan dengan pendidikan berdasarkan ajaran Islam (Tafsir, 2004: 12). Dalam pengertian yang lain, dikatakan oleh Ramayulis (2004: 3) bahwa pendidikan agama Islam adalah proses mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya—baik dengan lisan maupun tulisan. Menurut Muhammad Arifin, pendidikan agama Islam adalah usaha-usaha sadar untuk menanamkan cita-cita keagamaan yang mempunyai nilai-nilai lebih tinggi daripada pendidikan lainnya, karena hal tersebut menyangkut soal keimanan dan keyakinan. Di Barat, kajian Islam dikenal dengan istilah Islamic studies, yang secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Dengan perkataan lain adalah sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran, sejarah, maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya. Marimba, sebagaimana dikutip oleh Tafsir (2004), memberikan definisi pendidikan agama Islam sebagai bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukumhukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran agama Islam. Dari pengertian tersebut, sangat jelas bahwa pendidikan agama Islam adalah suatu proses edukasi yang mengarah kepada pembentukan akhlak atau kepribadian baik. Zakiyah Daradjat (1989: 87) mendefinisikan pendidikan agama Islam sebagai suatu usaha sadar untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh (kaffah). Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Menurut Muhaimin, pendidikan agama Islam yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamentalis yang terkandung dalam sumbernya, yaitu Al-Quran dan hadis. Pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang mendasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber tersebut. Definisi pendidikan agama Islam secara lebih rinci dan jelas, tertera dalam kurikulum pendidikan agama Islam, ialah sebagai upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani; bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya, yaitu kitab suci Al-Quran dan hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat, hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Majid dan Andayani, 2004: 130). Dari pengertian tersebut, dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu sebagai berikut: a. Pendidikan agama Islam, yakni kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan yang dilakukan secara terencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai. b. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan—dalam arti ada yang dibimbing, diajari atau dilatih—dalam meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan terhadap ajaran Islam. c. Pendidik atau guru pendidikan agama Islam yang melakukan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam. d. Kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama Islam dari peserta didik, di samping untuk membentuk kesalehan dan kualitas pribadi juga untuk membentuk kesalehan sosial (Muhaimin, 2002: 76). Dari penjabaran pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan agama Islam di sekolah diharapkan mampu membentuk kesalehan pribadi (individu) dan kesalehan sosial, sehingga pendidikan agama diharapkan jangan sampai menumbuhkan sikap fanatisme dan sikap intoleran di kalangan peserta didik dan masyarakat Indonesia; memperlemah kerukunan hidup antarumat beragama; dan memperlemah persatuan dan kesatuan nasional. Dengan kata lain, pendidikan agama Islam diharapkan mampu menciptakan ukhuwah Islamiah dalam arti luas, yaitu ukhuwah fi al-ubudiah, ukhuwah fi al-insaniah, ukhuwah fi al-wathaniah wa alnasab, dan ukhuwah fi din al-Islam. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang sangat heterogen dan pluralis, baik dalam agama, ras, etnis, tradisi, budaya dan sebagainya, yang sangat rentan terhadap munculnya perpecahan dan konflik-konflik sosial. Oleh karena itu, pendidikan agama Islam diharapkan mampu berperan dalam mewujudkan ukhuwah Islamiah dalam arti luas tersebut. Landasan religius maksudnya ialah landasan yang bersumber dari ajaran Islam. Menurut ajaran Islam, pendidikan agama adalah perintah Allah SWT, dan merupakan perwujudan beribadah kepada-Nya. Landasan ini bersumber pada Al-Quran dan hadis, di antaranya adalah firman Allah: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik, sesungguhnya Tuhan-mu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang mendapat petunjuk.” (Surah An-Nahl: 125). Dan dalam firman Allah SWT Surat Ali Imran ayat 104 menyebutkan: “Hendaklah di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Surah Ali Imran: 104). Selain itu, Islam juga mengajarkan agar peserta didik dibekali dengan berbagai keterampilan sebagai bekal dalam menjalani hidup di dunia. Keseimbangan dalam pembinaan peserta didik menjadi titik sentral yang diperbincangkan agama Islam. Islam menghendaki bahwa proses pendidikan harus menyeimbangkan antara pembinaan dan pengembangan aspek jasmani dan rohani peserta didik. Hal ini agar mereka memiliki kehidupan yang layak (bahagia) di dunia juga di akhirat. Eksistensi Media Massa di Kalangan Pelajar SMK Islam Al-Amin Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Al-Amin berdiri sejak tahun 1990, tepatnya pada tanggal 21 Juni 1990, dan dilegalkan berdasarkan Akta Notaris No. 143 yang dikeluarkan oleh notaris Chairunnisa Said Selenggang, SH. Berdirinya Yayasan Pendidikan Islam Al-Amin dilatarbelakangi oleh kondisi kehidupan masyarakat yang terbelakang, terutama dalam bidang pendidikan. Sementara, di sisi lain, pada saat itu sebuah kawasan industri besar, yaitu Kawasan Industri Jababeka, daerah di mana YPI Al-Amin didirikan, baru mulai dibangun. Terdorong oleh rasa kepedulian dan rasa tanggung jawab terhadap masyarakat, lahirlah gagasan untuk mendirikan sebuah yayasan pendidikan yang bertujuan untuk membantu program pemerintah dalam upaya mencerdaskan anak bangsa dan meningkatkan martabat masyarakat melalui pendidikan. Pada awal didirikan, YPI Al-Amin memiliki aset berupa sebidang tanah kosong seluas 300 m2. Berkat keinginan yang kuat dari para pendiri yayasan, dan tidak lama berselang setelah diresmikan oleh Bapak KH. Noer Alie (alm.), pendiri Pondok Pesantren Attaqwa Bekasi, aset YPI Al-Amin yang berupa tanah bertambah 800 m2 menjadi 1.100 m2, dan di atas tanah tersebut didirikan enam lokal bangunan kelas. Pada tahun 1994, dibuka pendidikan formal SMP Islam Al-Amin dengan jumlah siswa pertama yaitu 18 orang. Menyusul setahun kemudian pada tahun 1995 barulah berdiri Sekolah Menengah Kejuruan Islam (SMK) Al-Amin pada bidang keahlian Bisnis dan Manajemen dengan dua program keahlian, yaitu jurusan Sekretaris dan Perdagangan. Tujuan didirikannya SMK di bidang Bisnis dan Manajemen adalah untuk merespons gerak pembangunan, baik di tingkat lokal maupun nasional, yang membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. SMK Islam Al-Amin sejak tahun 1995 sampai sekarang telah mengalami beberapa kali akreditasi dengan predikat diakui (terakreditasi B). Hal ini menunjukkan, selain lembaga pendidikan itu legal, juga proses belajar-mengajar berjalan lancar. Proses pendidikan menghasilkan lulusan baik secara kuantitas maupun kualitas secara baik. SMK Islam Al-Amin diperbolehkan melaksanakan evaluasi mandiri, baik evaluasi akhir semester maupun Ujian Nasional (UN). Yayasan Pendidikan Islam Al-Amin bercita-cita memiliki SMK Islam yang ideal. Memiliki lembaga pendidikan yang mengacu pada proses belajar-mengajar yang sesuai dengan syariat Islam, sejalan dengan visi dan misi Yayasan Pendidikan Islam Al-Amin. Selain itu juga, SMK Islam Al-Amin memiliki cita-cita berstandar nasional bahkan sampai kepada standar internasional. Seiring dengan berdirinya beberapa kawasan industri, seperti Kawasan Jababeka, Ejip, Hyundai, MM 2100 dan Delta Silicon, kesadaran dan animo masyarakat terhadap pentingnya pendidikan mulai tumbuh sehingga pada tahun-tahun berikutnya siswa-siswi yang masuk ke SMK Islam Al-Amin semakin bertambah, yang tentunya memerlukan sarana dan prasarana yang lebih memadai. Sarana dan prasarana pendidikan yang saat ini dimiliki YPI Al-Amin adalah tanah seluas 4500 m2. Di atas tanah tersebut berdiri bangunan tiga unit yang terdiri dari: 1. 1 unit (1 lantai) dengan jumlah 3 lokal 2. 1 unit (2 lantai) dengan jumlah 6 lokal 3. 1 unit (3 lantai) dengan jumlah 9 lokal. Dari luas tanah 4500 m2 yang baru dimanfaatkan seluas 950 m2, mengingat jumlah siswa yang semakin bertambah sementara sarana dan prasarana masih sangat terbatas, terutama ruang kelas dan ruang penunjang lainya, seperti laboratorium, ruang guru, ruang kepala sekolah dan ruang tata usaha, maka Badan Pengurus YPI Al-Amin berencana akan membangun berupa 1 unit bangunan terdiri dari 4 lantai dengan jumlah lokal 16. SMK Islam Al-Amin merupakan salah satu lembaga pendidikan kejuruan yang bertujuan menghasilkan tamatan yang berkualitas di bidangnya dan berakhlak mulia yang mampu menjawab semua tantangan dunia usaha dan industri. Untuk mencapai tujuan mulia tersebut, SMK Islam Al-Amin berupaya untuk selalu meningkatkan kualitas pembelajaran dengan memenuhi segala peralatan dan bahan ajar/bahan praktik yang diperlukan. Dari hasil diskusi dan wawancara dengan pelajar SMK Islam Al-Amin, dapat diketahui bahwa mayoritas pelajar SMK Islam Al-Amin lebih sering mengakses media massa dari media televisi (elektronik). Dalam hubungannya dengan proses pengembangan pendidikan agama Islam, mayoritas pelajar tersebut banyak menonton program-program kajian keislaman yang ada di televisi, misalnya seperti program Khazanah di Trans 7, Berita Islam Masa Kini di Trans TV, Damai Indonesiaku di TV One, Mamah dan Aa Beraksi di Indosiar—yang menampilkan penceramah populer Mamah Dedeh—dan Islam Itu Indah di TransTV. Dari adanya program tersebut, menurut mereka, banyak kontenkonten yang bisa dijadikan media untuk menambah pengetahuan tentang nilai-nilai keislaman. Manfaat dari program-program tersebut juga bisa dijadikan materi pembelajaran alternatif, mengingat banyak sekali acara-acara televisi yang menampilkan hal-hal yang sangat tidak mendidik dan cenderung bisa berdampak negatif untuk pelajar. Seperti contoh, adegan-adegan di sinetron remaja yang memeragakan kekerasan, kejahatan dan bahkan berbau pornografi. Meskipun mayoritas pelajar lebih memilih untuk mengakses media televisi, namun sebagian dari mereka juga mengakses media online/media sosial. Dari hasil diskusi dan wawancara dengan pelajar SMK Islam Al-Amin, media sosial yang diakses oleh sebagian pelajar tersebut misalnya seperti Facebook, YouTube, portal-portal berita dan situs-situs atau blog-blog, yang mereka jadikan sebagai media penambah wawasan tentang nilainilai keislaman. Para pelajar yang merupakan pengguna media sosial secara langsung saling memberikan dan menerima beragam informasi. Mereka membagikan tips dan trik, proyek DIY (do it yourself) dan informasi yang berguna untuk bahan pelajaran. Kemampuan mereka untuk mengakses, menganalisa, menahan dan berbagi informasi kian meningkat seiring berjalannya waktu. Bahkan mereka tak sadar telah mengembangkan kemampuan mereka tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu pelajar mengatakan bahwa selain memberikan informasi kepada masyarakat, konten-konten yang ada di media massa juga bisa dijadikan sebagai media untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam proses belajar-mengajar di sekolah, khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Selain untuk menambah pengetahuan tentang nilai-nilai keislaman, ada juga yang mengakses media sosial untuk dijadikan sebagai obat penenang hati. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu siswa. Siswa tersebut mengatakan: “Saya sering membuka YouTube. Biasanya saya manfaatkan untuk mendengarkan lagulagu religi dan salawat, juga pengajian murotal. Manfaatnya bisa menjadi obat penenang buat saya.” Media sosial YouTube saat ini memang bisa dimanfaatkan untuk membantu pelajar dalam proses pengembangan pembelajaran, yaitu dengan menyediakan video bagi pelajar secara audio-visual yang dibutuhkan untuk memperjelas materi pembelajaran. Di luar media sosial dan media televisi, ada juga media film yang berlatar belakang keislaman. Dari hasil diskusi dan wawancara dengan pelajar SMK Islam Al-Amin, filmfilm seperti Langit Terbelah di Langit Amerika, Assalamualaikum, Beijing, Negeri 5 Menara, Haji Backpaker, Surga yang Tak Dirindukan dan Hafalan Shalat Delisa menjadi film populer remaja/dewasa yang menampilkan pesan moral dan unsur-unsur keislaman. Film-film tersebut, menurut mereka, bagus dan sekaligus bisa mengajarkan tentang norma-norma ajaran Islam. Ini juga menjadi film alternatif di tengah maraknya film-film remaja yang mengambil alur drama-percintaan yang cenderung tidak mendidik. Menurut mereka, film juga bisa dijadikan media dakwah, dan proses itu berkembang sesuai dengan perkembangan media massa itu sendiri. Berbicara tentang manfaat media massa bagi pelajar, memang tidak terlepas dari konten-konten yang dipublikasikan oleh media massa sebagai sumber informasi dan edukasi. Hal tersebut juga sesuai dengan fungsi edukasi media massa menurut Sean MacBridge, yaitu proses pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, dan pendidikan keterampilan serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan. Terkait hal tersebut, manfaat penggunaan media massa memang sangat dirasakan oleh pelajar SMK Islam Al-Amin. Hal ini dinyatakan oleh H. Abdul Kodir, guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Ia mengatakan, “Pelajar banyak menemukan hal-hal baru di luar buku pelajaran sekolah, dan hal-hal baru itu—juga pengembangannya— diperoleh dari media massa, karena di sekolah memang ada fasilitas wi-fi, pelajar diperbolehkan membawa gadget (handphone), namun fasilitas tersebut semestinya dimanfaatkan hanya untuk mencari sumber-sumber untuk bahan tugas sekolah. Tentunya hal ini juga mendapat pengawasan dari guru dan pihak sekolah agar pelajar tidak mengakses konten-konten yang negatif.” Selain itu, dari hasil diskusi dan wawancara dengan sebagian pelajar SMK Islam AlAmin tentang manfaat media massa bagi pengembangan pendidikan agama Islam, diperoleh jawaban sebagai berikut: 1. Media massa dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang ajaran Islam dari konten-konten yang ditampilkan oleh media massa. 2. Dapat mengetahui perintah dan larangan dalam ajaran Islam dari kajian yang ada di program-program televisi maupun dari situs media online. 3. Media massa dapat memberi solusi dari setiap permasalahan yang berhubungan dengan ajaran Islam. 4. Kemudahan mengakses media massa dapat menarik siswa untuk mempelajari ilmu keislaman. 5. Konten-konten yang ditampilkan media massa mampu membuat siswa menjadi lebih termotivasi untuk giat belajar, khususnya terhadap pendidikan agama Islam. 6. Konten-konten dari media massa dapat menambah pengetahuan siswa terhadap bagaimana cara melakukan ibadah yang baik dan benar sesuai dengan ajaran Islam. 7. Dapat mendukung materi pembelajaran pendidikan agama Islam. Artinya, media massa dapat membantu mengidentifikasikan konten tambahan untuk memperkuat atau memperluas pembelajaran pelajar. Dalam hal penyebaran informasi mengenai pendidikan agama Islam ini, tentu media memiliki perencanaan tersendiri dalam format berita/informasi maupun siarannya. Meski demikian, pada prinsipnya, media massa memiliki fungsi pendidikan kepada masyarakat, dalam hal ini pelajar, untuk membangun masyarakat yang maju. Selain itu, hal ini juga harus tetap memiliki tanggung jawab moral dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya pendidikan agama Islam. Sistem pembelajaran yang diterapkan di SMK Islam Al-Amin bisa dikatakan masih konvensional, karena masih terfokus pada buku di masing-masing mata pelajaran. Oleh karena itu, proses pengembangannya, khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, banyak memanfaatkan konten-konten yang terdapat di media massa. Keterbatasan isi yang terdapat di buku pelajaran juga bisa dikembangkan materinya dari media massa. Hal tersebut selaras dengan apa yang disampaikan oleh Bapak H. Djawidji, guru mata pelajaran Akidah Akhlak. Ia mengatakan, “Sistem pengajaran dan pembelajaran di SMK Islam Al-Amin itu hanya text book. Satu buku kalau saya ajarkan itu terbatas sekali, tapi saya mempunyai inisiatif, yaitu mengembangkan materi yang saya ajarkan dengan mengambil referensi dari media massa, seperti dari situs dan blog-blog yang memuat kajian tentang keislaman. Tapi kalau saya hanya terfokus dari buku saja, maka perkembangan anak (siswa) hanya sebatas dari buku itu saja.” Pendidikan agama Islam dengan dikemas sedemikian rupa melalui media diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan masyarakat, termasuk kalangan pelajar. Selain pengetahuan tentang agama Islam, maka target selanjutnya adalah bagaimana mereka ini bisa menjalankan pesan-pesan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan intensitas dan kontinuitas yang baik, model-model pendidikan agama Islam yang dilakukan melalui media massa diharapkan akan bisa terukur efektivitasnya. Efektivitas yang dimaksud yaitu bagaimana mereka, para penerima pesan dan misi keagamaan ini, khususnya pelajar, bisa mengubah sikap dan perilaku yang baik, beda dengan kondisi sebelum menerima pendidikan keagamaan tersebut. Namun, kita harus percaya, dari sekian banyak pengguna dipastikan sekian persen akan mampu menangkap dan memahami pesan-pesan yang disampaikan melalui pendidikan agama lewat media ini. Dengan demikian, melalui teori penetrasi media dan kontinuitas, penyampaian pesan-pesan agama akan mampu masuk dan dipahami dengan baik. Pemahaman yang terus ditingkatkan tentang pendidikan agama Islam tentu akan bisa membawa semangat pelajar dalam beribadah. Sebab, tak sedikit pelajar yang minim pengetahuan soal pendidikan agama Islam. Karenanya, dengan keterbatasan waktu dan jam belajar di sekolah, maka penyampaian pesan-pesan moral keagamaan melalui media massa ini diharapkan mampu menjadi strategi khusus dalam memajukan pendidikan agama Islam. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penggunaan media massa yang banyak diakses/dibaca oleh pelajar SMK Islam Al-Amin sudah dimanfaatkan dengan cukup baik untuk mencapai proses pengembangan pendidikan agama Islam. Dalam prosesnya, media massa juga dimanfaatkan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang ajaran Islam, juga untuk mengembangkan materi dalam proses pembelajaran di sekolah. 2. Dalam pengaksesan konten media massa, mayoritas pelajar banyak mengakses media sosial/online dan media televisi. Hal tersebut dinilai lebih efektif dan praktis untuk mencapai proses pengembangan pendidikan agama Islam. 3. Media massa dinilai memiliki banyak manfaat untuk pelajar SMK Islam AlAmin dalam proses pengembangan pendidikan agama Islam. Seperti contoh, media massa dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang ajaran Islam, dan media massa juga dapat memberi solusi dari setiap permasalahan yang berhubungan dengan ajaran Islam. Saran 1. Para pelajar diharapkan bisa menggunakan dan memanfaatkan media massa dengan sebaik mungkin. 2. Para pelajar harus bisa memperhatikan norma-norma yang ada sehingga bisa membedakan segi positif dan negatifnya dalam menggunakan dan mengakses media massa. 3. Peran semua pihak, khususnya para guru dan orang tua, sangat diperlukan sekali untuk bisa membimbing dan mengawasi para pelajar dalam menggunakan dan memanfaatkan media massa. DAFTAR PUSTAKA Fuad Hasan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 2. H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 4. Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Apollo, 1998), hlm. 9. Undang-Undang RI No.11 Tahun 1980 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Gajahyana Press. 1989), hlm. 4. UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 Ayat 2, hlm. 10. Muhammad, K.A., Special Education for Special Children, (Jakarta: Hikmah, 2007), hlm. 1. Baihaqi, Memahami dan Membantu Anak ADHD, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 35. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2001), hlm. 46. Totok Djuroto dan Bambang Suprijadi, Menulis Artikel dan Karya Ilmiah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. 3, hlm. 62 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2007), Cet. 3, hlm. 329 Prof. Sukardi, Ph.D., Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet. 11, hlm. 75 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), hlm. 255. Soekidjo Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 19. Arief Furchan, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), Cet.2, hlm. 39. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 118. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2006), hlm. 157. Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 201. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2001), hlm. 290. Ali Jumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, (Jakarta: Renika Cipta, 2002), cet. 2, hlm. 5. Mohd. Athiyah AL-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, penerjemah: H. Busthami, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 103 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 79 Balitbang Dikbud, Pedoman Pembelajaran Budi Pekerti, (Jakarta: Pusbang Kurrandik, 1997), hlm. 29. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. Ke-1, hlm. 40. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 2530. Cahyoto, Budi Pekerti dalam Perspektif Pendidikan, (Malang: Depdiknas, 2002), hlm. 120. A. Qodri A. Azizy, Pendidikan Agama untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003), hlm. 76. Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 123. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (PT. Refika Aditama: Bandung, 2007), hlm. 103 Wardani, Pengantar Pendidikan Luar Biasa, (Universitas Terbuka: Jakarta, 1996), hlm..21 Nunung Apriyanto, Seluk-Beluk Tunagrahita dan Strategi Pembelajarannya, (Jogjakarta: Javalitera, 2012), hlm. 44