BUKU AJAR TEKNIK TEGANGAN TINGGI Untuk Mahasiswa Teknik Elektro Supriono Tenaga Akademik Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Mataram [email protected] Kata Pengantar Bismillahirahmanirrahim Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam yang telah membimbing kami untuk memperbaiki buku ajar Teknik Tegangan Tinggi bagi mahasiswa jurusan Teknik Elektro di Fakultas Teknik Unram. Buku ini disusun untuk memberikan gambaran tentang bahan isolasi, teknik pengukuran dan pengujian peralatan tegangan tinggi. Agar tujuan dari buku ini dapat tercapai maka sangat disarankan kepada para mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah Teknik Tegangan Tinggi agar dapat mengikuti kunjungan ke Gardu Induk dan Gudang PT PLN Wilayah NTB. Diharapkan dari kunjungan tersebut dapat menutupi ketiadaan Laboratorium Tegangan Tinggi di Fakultas Teknik Unram. Kami berharap walaupun data data pengukuran dan pengujian yang ada dibuku ini berasal dari data data yang kami dapat ketika mengadakan pengukuran dan pengujian semasa kami masih kuliah semoga data data tersebut masih valid. Kami juga menyadari walaupun buku ini telah diterapkan semenjak tahun 2003 tetapi masih banyak kekurangan ataupun kesalahan karena rendahnya ilmu yang kami miliki. Menyadari semua kekurangan dan kelemahan yang ada pada diri kami maka sangat diharapkan kritik dan saran serta masukkan dari semua pihak untuk perbaikan buku ajar ini. Disisi lain buku ini boleh dicopy, diperbanyak, didistribusikan kepada orang lain dan mengambil keuntungan dari buku ini tampa ada pelanggaran hak cipta karena buku ini bersifat Open Source atau lebih dikenal dengan nama Copy Left. Semoga Allah yang Maha Kuasa memberikan kekuatan kepada kami untuk dapat berkarya dan bermamfaat bagi orang lain. Kiranya buku ini dapat menjadi salah satu bagian dari untaian mutiara ilmu yang sedang dirajut dan menjadi amalan zariah. Amin Ya Rabbalalamin. Mataram, Desember 2014 Supriono saran kritik dan masukkan dapat ditujukan ke : [email protected]. BAB I PENGENALAN TEKNIK TEGANGAN TINGGI 1.1 Permasalahan tegangan tinggi 1. Menimbulkan Korona 2. Menuntut Isolasi Peralatan ditransmisi dan Gardu induk agar mampu memikul tegangan tinggi tsb Transmissi Tegangan Tinggi 3. Menimbulkan Tegangan Lebih (Surja Hubung) pada saat switching 4. Menara transmisi harus semakin tinggi 1. Menimbulkan Rugi Rugi Daya (watt) Korona pada saluran Transmisi 2. Menimbulkan Gangguan Saluran Komunikasi 1 Isolasi pada Saluran Transmisi dan Gardu Induk Tegangan lebih (Surja Hubung) Pemakaian Bahan Isolasi semakin Banyak Penambahan Peralatan u/ mengkompensasi Biaya Investasi semakin Tinggi Biaya Investasi semakin Tinggi Konstruksi Menara harus Lebih Kokoh Menara Transmisi Semakin Tinggi Kemungkinan disambar petir makin tinggi Peralatan harus dilengkapi dengan pelindung 2 InvestasiInvestasi total Total Biaya Investasi Pengurangan Rugi­Rugi Gambar 1.1 Konstraint Pemilihan Tegangan dan Investasi 1.2 STUDI TEKNIK TEGANGAN TINGGI 1. Bagaimana mengurangi efek korona 2. Bagaimana agar dana untuk bahan isolasi menjadi rendah 3. Bagaimana mengurangi tegangan lebih surja hubung 4. Bagaimana metode perlindungan terhadap tegangan lebih yang handal dan murah 5. Bagaimana mendayagunakan dan mengamankan investasi yang besar untuk pemakaian tegangan tinggi. 3 1. Mengurangi Efek Korona Fenomena Korona Faktor2 yang mempengaruhinya Mengendalikan faktor2 yang mempengaruhi korona 2. Agar dana untuk bahan isolasi menjadi rendah 1. Proses Produksi disederhanakan Mengurangi Harga Isolator atau Memperoleh Harga Isolator yang Harganya Murah 2. Mencari Bahan Isolasi yang Ekonomis 3. Mengurangi Pemakaian Isolasi Bahan Isolasi yang Ekonomis Mencari Bahan Isolasi Baru Menuntut Penelitian sifat Mekanik & Elektrik Pengetahuan ttg sifat2 Elektrik & Mekanik bahan bahan Isolasi Lab. Tegangan Tinggi & Lab. Mekanik 4 Mengurangi Pemakaian Isolasi dilakukan dengan Mengurangi beban Elektrik (Kuat Medan = E) diperoleh dengan Menata distribusi medan Listrik pada Bahan Isolasi membutuhkan Basic yang kuat tentang Teori Medan 3. Mengurangi Tegangan Lebih Switching (Surja Hubung). a. Fenomena Terjadinya Tegangan Lebih. b. Faktor-Faktor yang menimbulkan terjadinya surja hubung. c. Design Sistem, agar tegangan surja hubung sekecil mungkin. 4. Metode Perlindungan yang Aman dan Ekonomis, Menuntut : a. Jenis jenis alat pelindung. b. Cara kerja dan Karakteristik alat Pelindung. c. Sifat dari peralatan/Sistem yang dilindungi. 5 5. Mendayagunakan dan Mengamankan investasi yang besar. Menjamin Penjualan Energi yang Kontinu agar Modal Cepat Kembali. Sistem Harus Handal Komponen Sistem Harus Handal Sistem dilengkapi dengan alat proteksi yang baik Perlu dilakukan : a. Pengujian mutu sebelum peralatan dipasang. b. Pengujian rutin terhadap setiap Peralatan 1.3 Korona Korona adalah gejala khusus tegangan tinggi yang ditandai dengan tampaknya cahaya unggu (violet) muda pada kawat bersamaan terdengarnya suara mendesis (hissing) dan berbau ozone (O 3) yang mudah dapat diketahui karena baunya yang khas. Korona makin nyata kelihatan pada bagian yang kasar, runcing dan kotor. Cahaya bertambah besar dan terang bila tegangan terus dinaikkan, akhirnya akan mengakibatkan terjadinya bunga api. Dalam keadaan udara lembab, korona menghasilkan asam nitrogen (nitrous acid) yang menyebabkan kawat berkarat. Semua ganguan akibat adanya gejala korona pada umumnya dapat diatasi dengan membuat perencanaan (design penghantar berkas) yang sesuai, yaitu meliputi penempatan yang sesuai dari jumlah, ukuran dan jarak dari suatu penghantar. Kawat barkas terdiri dari dua kawat atau lebih pada saluran satu fasa yang masing-masing dipisahkan pada jarak tertentu. Kawat berkas mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kawat tunggal padat karena dapat mengurangi gejala korona, mempunyai kapasitansi yang lebih besar dan reaktansi yang lebih kecil. Pada umumnya kawat berkas digunakan pada Extra High Voltage dan Ultra 6 High Voltage atau pada tegangan transmisi yang lebih rendah bila dibutuhkan kapasitas saluran yang lebihtinggi. Korona pada mulanya adalah karena adanya ionisasi dalam udara, yaitu adanya kehilangan elektron dari molekul udara oleh karena lepasnya elektron dan ion,maka apabila disekitarnya terdapat medan listrik maka elektron-elektron bebas ini mengalami gaya yang mempercepat geraknya, sehingga terjadilah tabrakan dengan molekul lain dan akibatnya timbul ion-ion dan elektron-elektron baru. Pelepasan korona yang bercahaya dan dapat terdengar pada penghantar tengangan tinggi dan terjadi dibawah tegangan gagal, gejala ini penting dalam bidang teknik tegangan tinggi, terutama di medan tak seragam yang tak dapat dihindari. Korona merugikan karena menimbulkan rugi daya dan merusak penghantar yang disebab oleh pemboman ion pada permukaan penghantar dan mengakibatkan aksi senyawa kimia yang terbentuk oleh pelepasannya. Besarnya kehilangan daya yang diakibatkan oleh korona : Dengan: f = frekuensi ( hz ) r = Jari­jari kawat ( cm ) D = Jarak antar kawat ( cm ) V = Tegangan kawat ke netral, kV rms Vd = Tegangan kritis ( critical voltage ) Tegangan kritis disruptif dengan mempertimbangkan pengaruh faktor konduktor, keseragaman permukaan konduktor dan lingkungan sebagaimana diteliti oleh peek’s adalah sebagai berikut: Dengan : Vd = tegangan kritis disruptif fasa ke netral (kV rms) gm= gradien tegangan permukaan maksimum (kV rms/cm) mo= faktor keseragaman konduktor = 1 untuk konduktor silinder solid dengan permukaan mulus 7 = 0.92 < mo < 0.94 untuk permukaan konduktor kasar = 0.82 konduktor pilin (stranded) δ = faktor kepadatan udara r = jari­jari konduktor D = jarak antar fasa Adapun faktor­faktor yang mempengaruhi terjadinya korona adalah 1. Kondisi Atmosfer 2. Diameter Konduktor 3. Kondisi Permukaan Konduktor 4. Jarak Konduktor antar fasa 5. Tegangan 1.4 SF6 (SULFUR HEKSA FLOURIDA) Gas SF6 adalah suatu bahan isolasi pada peralatan tegangan tinggi seperti switch atau circuit breaker, memiliki berat molekul 146 dan tersusun atas 22% berat belerang dan 78% berat Fluor. Molekul SF6 terbentuk sedemikian hingga atom belerang berada pada pusat Oktahedron yang beraturan dengan masing­ masing sebuah atom fluor pada setiap ujung Oktahedron. Gas ini tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, serta merupakan senyawa kimia yang sangat tidak aktif. Gambar 1.3 Struktur atom gas SF6 Keunggulan­keunggulan dari gas SF6 sebagai bahan isolasi dibandingkan dengan gas­gas lain adalah: 1. Pengurangan sejumlah pemutus dalam hubungan seri per phasa pada rating tegangan yang digunakan. 2. Karena waktu durasi yang pendek dari busur api, maka bunga api kontak yang terjadi dibatasi meskipun untuk arus hubung singkat yang sangat tinggi. 3. Hasil busur api yang kebanyakan terdiri dari serbuk dengan sifat isolasi yang baik dapat 8 dipindahkan saat perbaikan. 4. Gas blast tidak di­discharge (pelepasan muatan) ke atmosfir sehingga saat bekerja akan lebih tenang jika dibandingkan dengan Air Blast Breaker. 5. Memiliki sifat kimia yang lamban, stabil, tidak mudah terbakar dan tidak beracun. 6. Pemutus dari gas SF6 mempunyai dimensi yang lebih jika dibandingkan dengan Air Blast Breaker. CB 20 KV Gambar 1.3. Circuit Breaker 20 KV dengan bahan isolasi gas SF6 Kelemahan­kelemahan dari gas SF6 1. Relatif lebih mahal dari segi pembiayaan. 2. Walaupun dalam jumlah yang kecil, apabila terjadi kerusakan maka membutuhkan waktu yang lama untuk perbaikan 3. Gas SF6 harus dipompa ke dalam tabung penyimpan apabila ada penelitian dan maintenance. 4. Karena titik lelehnya sangat rendah yaitu 100 Celcius dan tekanan 1,520 kN/m2, maka perlu dipakai alat pengukur suhu untuk pengontrolan Selama pemadaman busur dalam gas SF6 terbentuk hasil sampingan yang negatif dan beracun, untuk ini maka diperlukan gas penyerap 9 yang sesuai (misal Al2O3). I.5 MINYAK TRAFO Sebagai cairan isolasi minyak trafo harus mempunyai tegangan tembus minimal 120 kV /cm, disamping itu karena minyak tersebut sebagai pendingin maka nilai viskositas untuk minyak trafo maksimal 18,50 milipoises. Minyak Transformator dapat digolongkan dalam 4 kelompok berdasarkan tingkat keasaman dan tegangan tembusnya, yaitu : 1. Minyak trafo kadar asam rendah ( <1 mgKOH/gr) dan tegangan tembus tinggi (>80 kV/cm). 2. Minyak trafo kadar asam rendah ( <1 mgKOH/gr) dan tegangan tembus rendah(<80 kV/cm). 3. Minyak trafo kadar asam tinggi ( >1 mgKOH/gr) dan tegangan tembus tinggi (>80 kV/cm). 4. Minyak trafo kadar asam tinggi ( >1 mgKOH/gr) dan tegangan tembus rendah(<80 kV/cm). Ketahanan isolasi minyak dapat dipengaruhi oleh kondisi iklim, yaitu berupa suhu dan kelembaban udara disekitarnya. Oksigen yang terdapat di udara dan suhu minyak yang tinggi dapat menyebabkan oksidasi pada permukaan minyak yang cenderung meningkatkan keasaman minyak. Bila dalam minyak terdapat kelembaban, maka akan terbentuk jalur­jalur yang membuka jalan terhadap terjadinya hubung singkat. Kelembaban tidak hanya menurunkan ketahanan isolasi minyak, tetapi kelembaban juga diserap oleh bahan isolasi lain seperti isolasi belitan, sehingga dapat merusak isolasi gulungan kawat tembaga transformator. Syarat­syarat minyak trafo : 1. Kekuatan isolasi tinggi 2. Penyalur panas yang baik 3. Berat jenis yang kecil sehingga partikel­partikel dalam minyak dapat mengendap dengan cepat 4. Viskositas yang rendah agar lebih mudah bersirkulasi. 5. Kemampuan pendinginan yang baik. 6. Titik nyala yang tinggi. 7. Tidak mudah menguap yang dapat membahayakan Beberapa alasan pengunaan Isolasi Liquid (Cair): 1. Isolasi cair memiliki kerapatan 1000 kali atau lebih dibandingkan dengan isolasi gas 2. Isolasi cair akan mengisi celah atau ruang yang akan diisolasi dan secara serentak melalui 10 proses konversi menghilangkan panas yang timbul akibat rugi energi. 3. Isolasi cair cenderung dapat memperbaiki diri sendiri (self healing) jika terjadi pelepasan muatan (discharge). Pengujian Kualitas Minyak Transformator 1. Pengujian kekuatan dielektrik minyak Transformator. Kekuatan dielektrik merupakan karakteristik penting dalam material isolasi. Jika kekuatan dielektrik rendah minyak transformator dikatakan memiliki mutu yang jelek. 2. Pengujian Viskositas Minyak Transformator. Viskositas minyak adalah suatu hal yang sangat penting karena minyak transformator yang baik akan memiliki viskositas yang rendah 3. .Titik Nyala (flash point). Temperatur ini adalah temperatur campuran antara uap dari minyak dan udara yang akan meledak (terbakar) bila didekati dengan bunga api kecil. 4. Pemurnian Minyak Transformator. Minyak transformator dapat terkontaminasi oleh berbagai macam pengotor seperti kelembaban, serat, resin dan sebagainya. Ketidakmurnian dapat tinggal di dalam minyak karena pemurnian yang tidak sempurna. Pengotoran dapat terjadi saat pengangkutan dan penyimpanan b a Gambar I.4 a. alat Penguji minyak trafo b. Tempat untuk minyak trafo yg akan diuji, sebagai ukuran pembanding dipergunakan pensil 11 Beberapa metode pemurnian minyak trafo : a). Mendidihkan (boiling) Minyak dipanaskan hingga titik didih air dalam alat yang disebut Boiler. Air yang ada dalam minyak akan menguap karena titik didih minyak lebih tinggi dari pada titik didih air. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana namun memiliki kekurangan. Pertama hanya air yang dipindahkan dari minyak, sedangkan serat, arang dan pengotor lainnya tetap tinggal. Kedua minyak dapat menua dengan cepat karena suhu tinggi dan adanya udara. Kekurangan yang kedua dapat diatasi dengan sebuah boiler minyak hampa udara (vacum oil boiler). Alat ini dipakai dengan minyak yang dipanaskan dalam bejana udara sempit (air tight vessel) dimana udara dipindahkan bersama dengan air yang menguap dari minyak. Air mendidih pada suhu rendah dalam ruang hampa oleh sebab itu menguap lebih cepat ketika minyak dididihkan dalam alat ini pada suhu yang relatif rendah. Alat ini tidak menghilangkan kotoran pada kendala pertama, sehingga pengotor tetap tinggal. b). Alat Sentrifugal (Centrifuge reclaiming) Air, serat, karbon dan lumpur yang lebih berat dari minyak dapat dipindahkan minyak setelah mengendap. Untuk masalah ini memerlukan waktu lama, sehingga untuk mempercepatnya minyak dipanaskan hingga (45 ­ 55) 0C dan diputar dengan cepat dalam alat sentrifugal. Pengotor akan tertekan ke sisi bejana oleh gaya sentrifugal, sedangkan minyak yang bersih akan tetap berada ditengah bejana. Alat ini mempunyai efesiensi yang tinggi. c). Penyaringan (Filtering) Metode ini minyak disaring melalui kertas penyaring sehingga pengotor tidak dapat melalui pori­pori penyaring yang kecil, sementara embun atau uap telah diserap oleh kertas yang mempunyai hygroscopicity yang tinggi. Jadi filter press ini sangat efesien memindahkan pengotor padat dan uap dari minyak yang merupakan kelebihan dari pada alat sentrifugal d). Regenerasi (Regeneration) Produk­produk penuaan tidak dapat dipindahkan dari minyak dengan cara sebelumnya. Penyaringan hanya baik untuk memindahkan bagian endapan yang masih tersisa dalam minyak. Semua sifat sifat minyak yang tercemar dapat dipindahkan dengan pemurnian menyeluruh yang khusus yang disebut regenerasi. 12 Gambar 1.5 Alat pemurni minyak trafo 13 BAB II. MEKANISME KEGAGALAN STREAMER DAN TOWNSEND PADA BAHAN ISOLASI 2.1 Pendahuluan Isolasi berfungsi untuk memisahkan bagian bagian yang mempunyai beda tegangan agar supaya diantara bagian bagian tersebut tidak terjadi lompatan listrik (flash-over) atau percikan (spark-over). Kegagalan isolasi pada peralatan tegangan tinggi yang terjadi pada saat peralatan sedang beroperasi bisa menyebabkan kerusakan alat sehingga kontinuitas sistem menjadi terganggu. Dari beberapa kasus yang terjadi menunjukkan bahwa kegagalan isolasi ini berkaitan dengan adanya partial discharge. Partial discharge ini dapat terjadi pada material isolasi padat, material isolasi cair dan juga material isolasi gas. Mekanisme kegagalan pada material isolasi padat meliputi kegagalan asasi (intrinsik), elektro mekanik, streamer, termal dan kegagalan erosi. Pada material isolasi gas kegagalan terutama disebabkan oleh mekanisme Townsend dan mekanisme streamer. Sedangkan kegagalan pada material isolasi cair disebabkan oleh adanya kavitasi, adanya butiran pada zat cair dan tercampurnya material isolasi cair. Kegagalan isolasi (insulation breakdown, insulation failure) disebabkan karena beberapa hal antara lain isolasi tersebut sudah lama dipakai, berkurangnya kekuatan dielektrik dan karena isolasi tersebut dikenakan tegangan lebih. Pada perinsipnya tegangan pada isolator merupakan suatu tarikan atau tekanan (stress) yang harus dilawan oleh gaya dalam isolator itu sendiri agar supaya isolator tidak gagal. Dalam struktur molekul material isolasi, elektron-elektron terikat erat pada molekulnya, dan ikatan ini mengadakan perlawanan terhadap tekanan yang disebabkan oleh adanya tegangan. Bila ikatan ini putus pada suatu tempat maka sifat isolasi pada tempat itu hilang. Bila pada bahan isolasi tersebut diberikan tegangan akan terjadi perpindahan elektron-elektron dari suatu molekul ke molekul lainnya sehingga timbul arus konduksi atau arus bocor. Karakteristik isolator akan berubah bila material tersebut kemasukan suatu ketidakmurnian (impurity) seperti adanya arang atau kelembaban dalam isolasi yang dapat menurunkan tegangan gagal. Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi mekanisme kegagalan yaitu : Partikel Ketidak murnian memegang peranan penting dalam kegagalan isolasi. Partikel debu atau serat selulosa 14 dari sekeliling dielektrik padat selalu tertinggal dalam cairan. Apabila diberikan suatu medan listrik maka partikal ini akan terpolarisasi. Jika partikel ini memiliki permitivitas ε 2 yang lebih besar dari permitivitas carian ε1, suatu gaya akan terjadi pada partikel yang mengarahkannya ke daerah yang memiliki tekanan elektris maksimum diantara elektroda-elektroda. Untuk partikel berbentuk bola (sphere) dengan jari jari r maka besar gaya F adalah jika partikel tersebut lembab atau basah maka gaya ini makin kuat karena permitivitas air tinggi. Partikel yang lain akan tertarik ke daerah yang bertekanan tinggi hingga partikel partikel tersebut bertautan satu dengan lainnya karena adanya medan. Hal ini menyebabkan terbentuknya jembatan hubung singkat antara elektroda. Arus yang mengalir sepanjang jembatan ini menghasilkan pemanasan lokal dan menyebabkan kegagalan. Air Air yang dimaksud adalah berbeda dengan partikel yang lembab. Air sendiri akan ada dalam minyak yang sedang beroperasi/dipakai. Namun demikian pada kondisi operasi normal, peralatan cenderung untuk mambatasi kelembaban hingga nilainya kurang dari 10 %. Medan listrik akan menyebabkan tetesan air yang tertahan didalam minyak yang memanjang searah medan dan pada medan yang kritis, tetesan itu menjadi tidak stabil. Kanal kegagalan akan menjalar dari ujung tetesan yang memanjang sehingga menghasilkan kegagalan total. Gelembung Pada gelembung dapat terbentuk kantung kantung gas yang terdapat dalam lubang atau retakan permukaan elektroda, yang dengan penguraian molekul molekul cairan menghasilkan gas atau dengan penguatan cairan lokal melalui emisi elektron dari ujung tajam katoda. Gaya elektrostatis sepanjang gelembung segera terbentuk dan ketika kekuatan kegagalan gas lebih rendah dari cairan, medan yang ada dalam gelembung melebihi kekuatan uap yang menghasilakn lebih banyak uap dan gelembung sehingga membentuk jembatan pada seluruh celah yang menyebabkan terjadinya pelepasan secara sempurna. 15 2. 2 Mekanisme Kegagalan Isolasi Gas Karakteristik Akibat Kegagalan Gas Tabel 1. Karakteristik Akibat Kegagalan Gas Proses dasar dalam kegagalan isolasi gas adalah ionisasi benturan oleh elektron. Ada dua jenis proses dasar yaitu : Proses primer, yang memungkinkan terjadinya banjiran elektron Proses sekunder, yang memungkinkan terjadinya peningkatan banjiran elektron Saat ini dikenal dua mekanisme kegagalan gas yaitu : Mekanisme Townsend Mekanisme Streamer Mekanism Townsend Pada proses primer, elektron yang dibebaskan bergerak cepat sehingga timbul energi yang cukup kuat untuk menimbulkan banjiran elektron. Jumlah elektron Ne pada lintasan sejauh dx akan bertambah dengan dNe, sehingga elektron bebas tambahan yang terjadi dalam lapisan dx adalah dNe = Ne.dx . Ternyata jumlah elektron bebas dNe yang bertambah akibat proses ionisasi sama besarnya dengan jumlah ion positif dN+ baru yang dihasilkan, sehingga dNe = dN+ = Ne.(t).dt; dimana : : koefisien ionisasi Townsend dN+: junlah ion positif baru yang dihasilkan Ne : jumlah total elektron Vd : kecepatan luncur elektron Pada medan uniform, konstan, Ne = N0, x = 0 sehingga Ne = N0 x 16 Jumlah elektron yang menumbuk anoda per detik sejauh d dari katoda sama dengan jumlah ion positif yaitu N+ = N0 x Jumlah elektron yang meninggalkan katoda dan mencapai anoda adalah : karena maka arus ini akan naik terus sampai terjadi peralihan menjadi pelepasan yang bertahan sendiri. Peralihan ini adalah percikan dan diikuti oleh perubahan arus dengan cepat dimana karena d >> 1 maka 0 d secara teoritis menjadi tak terhingga, tetapi dalam praktek hal ini dibatasi oleh impedansi rangkaian yang menunjukkan mulainya percikan. Mekanisme Streamer Ciri utama kegagalan streamer adalah postulasi sejumlah besar foto ionisasi molekul gas dalam ruang di depan streamer dan pembesaran medan listrik setempat oleh muatan ruang ion pada ujung streamer. Muatan ruang ini menimbulkan distorsi medan dalam sela. Ion positif dapat dianggap stasioner dibandingkan elektron-elektron yang begerak cepat dan banjiran elektron terjadi dalam sela dalam awan elektron yang membelakangi muatan ruang ion positif. Medan Er yang dihasilkan oleh muatan ruang ini pada jari jari R adalah : Pada jarak dx, jumlah pasangan elektron yang dihasilkan adalah x dx sehingga : 17 R adalah jari jari banjiran setelah menempuh jarak x, dengan rumus diffusi R=(2Dt). dengan t = x/V sehingga dimana : N e 0 R V D 2. 3 : kerapatan ion per cm2, : muatan elektron ( C ), : permitivitas ruang bebas, : jari jari (cm), : kecepatan banjiran, dan : koefisien diffusi. Mekanisme Kegagalan Bahan Isolasi Padat Mekanisme kegagalan bahan isolasi padat terdiri dari beberapa jenis sesuai fungsi waktu penerapan tegangannya. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut : Gambar 2. 1.Grafik Kegagalan Bahan Isolasi Padat Uraian masing masing jenis kegagalan pada bahan isolasi padat adalah : 18 Kegagalan asasi (intrinsik) adalah kegagalan yang disebabkan oleh jenis dan suhu bahan ( dengan menghilangkan pengaruh luar seperti tekanan, bahan elektroda, ketidakmurnian, kantong kantong udara. Kegagalan ini terjadi jika tegangan yang dikenakan pada bahan dinaikkan sehingga medan listriknya mencapai nilai tertentu yaitu 106 volt/cm dalam waktu yang sangat singkat yaitu 10-8 detik Kegagalan elektromekanik adalah kegagalan yang disebabkan oleh adanya perbedaan polaritas antara elektroda yang mengapit zat isolasi padat sehingga timbul Medan listrik pada bahan tersebut. Medan listrik yang terjadi menimbulkan tekanan mekanik yang menyebabkan timbulnya tarik menarik antara kedua elektroda tersebut. Pada tegangan 106 volt/cm menimbulkan tekanan mekanik 2 s.d 6 kg/cm2. Tekanan atau tarikan mekanis ini berupa gaya yang bekerja pada zat padat berhubungan dengan Modulus Young Dengan rumus Stark dan Garton Jika kekuatan asasi (intrinsik) tidak tercapai pada ,maka zat isolasi akan gagal bila tegangan V dinaikkan lagi. Jadi kekuatan listrik maksimumnya adalah. Dimana : F :gaya yang bekerja pada zat padat, L :pertambahan panjang zat padat L :panjang zat padat, A :pertambahan zat yang dikenai gaya, d0 :tebal zat padat sebelum dikenai tegangan V, 19 d :tebal setelah dikenai tegangan V dan 0 r :permitivitas Kegagalan termal, adalah kegagalan yang terjadi jika kecepatan pembangkitan panas di suatu titik dalam bahan melebihi laju kecepatan pembuangan panas keluar. Akibatnya terjadi keadaan tidak stabil sehingga pada suatu saat bahan mengalami kegagalan. Gambar kegagalan ini ditunjukkan seperti : Gambar 2. 2 Mekanisme Kegagalan thermal Dalam hukum konversi energi : U0 = U1+U2, dimana : U0 :panas yang dibangkitkan U1 :panas yang disalurkan keluar U2 :panas yang menaikkan suhu bahan Cv : panas spesifik ; k : konduktivitas termal; : konduktivitas listrik 20 E: tekanan listrik. Pada arus bolak balik terdapat hubungan langsung antara konduktivitas dengan dengan frekuensi dan permitivitas yaitu : = 1 0 r dan r = r' + j r" dimana 0 : konstanta dielektrik dan r :permitivitas relatif. Karena adanya faktor ini, maka rugi rugi pada medan arus bolak balik lebih besar dari arus searah. Akibatnya kuat gagal termal pada tegangfan AC lebih kecil daripda kuat gagal termal medan arus DC. Kuat gagal termal untuk medan bolak balik juga menurun dengan naiknya frekuensi tegangan. Kegagalan Erosi, adalah kegagalan yang disebabkan zat isolasi padat tidak sempurna, karena adanya lubang lubang atau rongga dalam bahan isolasi padat tersebut. Lubang/rongga akan terisi oleh gas atau cairan yang kekuatan gagalnya lebih kecil dari kekuatan zat padat. Mekanisme Kegagalan Erosi dapat juga dijelaskan dengan Partial Discharge. Gambar kegagalan isolasi dan rangkaian ekivalennya ditunjukkan oleh gambar dibawah ini: Gambar 2. 3 Mekanisme Kegagalan Erosi Untuk t <<< d yang mecerminkan keadaan sebenarnya, bila rongga terisi gas, maka tegangan pada C1 adalah V1= r. t/dt Va dimana : C1 : Kapasitansi rongga yang tebalnya t C2 :Kapasitansi rongga yang tebalnya d V1 :Tegangan pada rongga 21 Va :Tegangan terminal r :Permitivitas relatif zat isolasi padat Gambar 2.4 Bentuk Gelombang rongga isolasi Ekivalen padat Jika tegangan AC yang dikenakan tidak menghasilkan kegagalan, maka bentuk gelombang yang terjadi pada rongga adalah V1, tetapi jika V1 cukup besar, maka bisa terjadi kegagalan pada tegangan V1'. Pada saat terjadi lucutan dengan tegangan V1' maka pada rongga tersebut terjadi busur api. Busur api yang terjadi diiringi oleh jatuhnya tegangan sampai V1" dan mengalirnya arus. Busur api kemudian padam. Tegangan pada rongga naik lagi sampai terjadi kegagalan berikutnya pada tegangan V1'. Hal ini juga terjadi pada setengah gelombang (negatif) berikutnya. Rongga akan melucut pada waktu tegangan rongga mencapai -V1'. Pada waktu gas dala rongga gagal, permukaan zat isolasi padat merupakan katoda - anodadengan bentuk yang ditunjukkan seperti berikut: Gambar 2.5 Bentuk Gas dalam rongga 22 Benturan elektron pada anoda mengakibatkan terlepasnya ikatan kimiawi pada isolasi padat tersebut. Demikian pula pemboman katoda oleh ion ion positif akan mengakibatkan kenaikan suhu yang menyebabkan ketidakstabilan termal, sehingga dinding zat padat lama-kelamaan menjadi rusak, rongga menjadi semakin besar dan isolasi menjadi tipis. Hubungan antara tegangan lucutan dan umur dinyatakan dengan dimana : Vi : tegangan dimana mulai terjadi lucutan, Va : tegangan yang diterapkan n : nilai antara 3 dan 10 dan A adalah konstanta. Lokasi dan Pengukuran Partial Discharge Partial discharge yang merupakan peristiwa pelepasan/loncatan bunga api listrik pada suatu bagian dari bahan isolasi padat kemungkinan terjadinya meliputi pada : o Rongga terhubung langsung pada elektroda o Rongga dalam isolasi o Rongga yang dipisahkan oleh elektroda o Permukaan elektroda o Titik elektroda yang berbentuk kanal o Rongga isolasi yang berbentuk kanal 23 BAB III KONFIGURASI GEOMETRI ELEKTRODA TERHADAP KEKUATAN MEDAN Dua elektroda yang memiliki beda tegangan sebesar U dan dipisahkan oleh jarak sebesar s, maka kuat medan E diantara kedua elektroda tersebut: U . dx= = 1∫ E E s s Kuat medan diantara kedua elektroda tersebut disamping disamping dipengaruhi jarak juga bentuk permukaan elektroda mempengaruhi medan. Bentuk permukaan elektroda sering disebut dengan nama faktor bentuk (utilization factor η). Jika tegangan yang diterapkan pada elektroda U, kuat medan maksimum : E max = U s. dengan : U = tegangan yang ditrapkan s = jarak elektroda η = utilization factor (faktor bentuk). Faktor bentuk sangat dipengaruhi oleh “Geometrical Characteristic” yang dirumus dengan p= s+r R = r r q= R r = ln p p−1 dengan s = jarak elektroda r dan R = jari-jari elektroda 24 2.R 2r 2r s q=1 s 2.r (b) (a) q=p (c) (d) 2r q=~ 2r s 2r s q=1 Gambar 3.1 Macam macam susunan elektroda dengan geometrical characteristic 25 Gambar 3.2 Hubungan antara Geometrical Characteristic terhadap factor bentuk Informasi lengkap faktor bentuk (utilization factor) pada “High Voltage Insulation Technology, Herman K. Hal. 159” Tabel 3.1 memperlihatkan pengaruh faktor bentuk elektroda terhadap tegangan tembus (breakdown voltage). Pada semua pengujian jarak elektroda untuk semua jenis elektroda adalah 1,5cm. Pada tabel tersebut terlihat bahwa tegangan tembus yang terendah adalah pada elektroda jarum dengan bola dengan tegangan tembus 19KV. Sementara tegangan tembus elektroda bola-bola adalah yang paling tinggi yaitu mencapai 50,3KV. Pada elektroda jarum dengan bola, dengan mengmbil analogi gambar 3.1 (c), maka jarum merupakan elektroda bola dengan r yang sangat kecil sementara pelat merupakan elektroda bola dengan r yang sangat besar. Dari analogi tersebut menghasilkan harga p yang besar sehingga harga faktor bentuk yang sangat kecil. Hal ini berakibat tegangan tembus (U d) menjadi rendah. Pada elektroda bola-bola dapat diambil analogi gambar 3.1 (b), sehingga menghasilkan harga faktor bentuk η yang besar. Karena tegangan tembus berbanding lurus dengan faktor bentuk maka tegangan tembusnya 26 menjadi besar. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa pada peralatan tegangan tinggi agar dihindari bentuk runcing atau sudut dengan maksud agar tegangan tembus dapat lebih besar. Tabel 3.1. Pengujian Tegangan Tembus Beberapa Bentuk Elektoda dengan Jarak 1,5 cm. Elektroda UBD (KV) Bola ­ Bola 50,3 Plat ­ Plat 40,6 Jarum ­ Jarum 21,3 Jarum ­ Plat 21,3 Jarum ­ Bola 19 Tabel 3.2 memperlihatkan bahwa tegangan tembus selain ditentukan oleh bentuk elektroda juga ditentukan oleh jarak kedua elektroda tersebut. Dari semua bentuk elektroda, bahwa semakin jauh jarak kedua elektroda tersebut maka tegangan dadal U BD makin bertambah besar. Sehingga untuk menaikkan tegangan tembus bahan isolasi padat, cair dan gas maka jarak kedua elektroda harus diperbesar. Memperbesar jarak kedua elektroda berarti menambah ketebalan bahan isolasi jika isolator yang dipergunakan adalah bahan padat atau menambah volume bahan isolasi jika yang dipergunakan adalah isolator bahan cair (liquid). Tegang gagal selain bentuk elektroda dan jarak elektroda juga ditentukan oleh suhu bahan isolator. Pengaruh suhu terhadap tegangan gagal bahan isolasi tidak seperti hubungan dengan bentuk geometri dan jarak tetapi memiliki hubungan yang unik. Pengaruh suhu terhadap tegalan dadal untuk bahan isolasi gas ditentukan dengan faktor koreksi σ, Pengaruh suhu pada bahan isolasi gas akan dibahas pada bab yang akan datang. 27 Tabel 3.2. Pengujian Tegangan Tembus sebagai Fungsi Jarak Elektroda Elektroda UBD (KV) 0,5 cm 1,0 cm 1,5 cm 18,6 35 50,3 16 26,6 40,6 Jarum ­ Plat 12,8 16 21,3 Jarum ­ Jarum 12,8 16 21,3 10 15,5 19 Bola ­ Bola Plat ­ Plat Jarum ­ Bola 28 29 30 31 BAB IV TEKNIK PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK BALIK 4.1 Trafo penguji Untuk membangkitkan tegangan tinggi AC dipergunkan trafo penguji. Karakteristik dari trafo penguji v1 a= berbeda dengan trafo daya. Pada trafo daya berlaku hubungan : v2 dengan a = perbandingan belitan primer dan sekunder. v1 = tegangan primer v2 = tegangan sekunder Dengan perkataan lain, tegangan tinggi disisi sekunder dapat ditentukan dengan mengetahui tegangan disisi primer. Pada trafo penguji cara diatas tidak dapat dilakukan karena hubungan antara tegangan primer dan tegangan sekunder adalah : v1 v 2= a 1−k dengan k adalah suatu konstanta yang besarnya ditentukan oleh parameter C trafo penguji. Oleh karena itu untuk mengetahui tegangan disisi sekunder harus dilakukan pengukuran secara langsung. Beberapa metode pengukuran tegangan tinggi bolak balik : a. Pengukuran tegangan puncak dengan sela bola standart. b. Pengukuran tegangan puncak dengan metode Fortesque. c. Pengukuran tegangan dengan pembagi tegangan kapasitif. d. Pengukuran tegangan dengan trafo tegangan (VT). 32 4.2 Pengukuran dengan Sela Bola Standart. Tegangan tembus (breakdown) sela bola standart untuk berbagai jarak sela pada keadaan suhu udara 20 oC dan tekanan 760 mmHg sudah ada tabelya. Jika sela bola tembus pada suhu (t) dan tekanan udara (p), maka tegangan yang dikenakan pada sela bola dapat ditentukan dangan cara sebagai berikut : 1. Tentukan jarak sela bola, misalnya (s) 2. Cari tegangan tembus sela bola dari table standart untuk jarak sela (s), misalnya . V s 0, 386. P 3. Hitung factor koreksi : σ =273t Jika harga factor koreksi diluar dari (0,95 … 1,05) maka dipakai harga factor koreksi = 0,970 (menurut IEC) 4. Tegangan yang dikenakan pada sela bola adalah V = . V s Faktor faktor yang mempengaruhi pengukuran dengan sela bola : temperature, tekanan udara, kelembaban, keadaan fisik sela bola, jarak benda disekitar sela bola. Keuntungan pengukuran dengan mempergunakan sela bola adalah harganya murah. Kerugiannya adalah tidak dapat dipergunakan untuk mengukur tegangan yang jaraknya lebih besar dari diameter bola. Untuk menghindari efek kapasitansi maka sebaiknya susunan elektroda bola disusun secara vertical. R VR AC S TP s Gambar 4. 1 Rangkaian pengukuran tegangan tinggi dengan sela bola 33 Contoh 1. v 1 220 V a= = Trafo penguji memeliki perbandingan belitan v 2 100 kV . Trafo penguji dirangkai seperti gambar 1, Jika sela bola breakdown pada saat tegangan disisi primer v 1 = 105V. Tentukanlah konstanta k dari trafo penguji jika diketahui temparatur t = 27,5 C tekanan barometer p = 755 o mmHg dan diketahui dari table standart tegangan tembus sela bola 51,557kV. Jawab. Faktor koreksi : σ= 0, 386 . 755 =0,9698 273 27 , 5 Tegangan pada sisi sekunder trafo penguji : v 2 =σ . V s v2 = 0,9698.(51,557 kV) = 50 kV. Kontanta trafo penguji : 105 V v1 a v 2= 1−k 4.3 50 kV = 220V 100 kV 1−k k = 0,045 Pengukuran Tegangan Puncak dengan Metode Fortesque. Rangkaian untuk pengukuran tegangan tinggi dengan metode Fortesque ditunjukkan pada gambar 2. Metode ini sering digunakan untuk pengukuran tegangan terhadap tanah. Jika yang diukur adalah tegangan AC yang berbentuk sinusoidal, maka arus yang mengalir pada kapasitor akan terdahulu 90 0 dari tegangan. 34 (a) (b) Gambar 4.2 (a) Metode Pengukuran Fortesque. (b) Grafik tegangan dan arus Jika arus yang mengalir melalui alat ukur mA sebesar I, maka : V m= I 2 fC 1 , misalkan K = 2 fC maka : Vm = I.K Contoh 2. Pengukuran tegangan tinggi dilakukan menggunakan metode Fortesque (Gambar 4. 2) dengan kapasitor 100 pF. Jika alat ukur arus mA yang digunakan menunjukkan harga 0,816 mA, Tentukanlah tegangan yang dibangkitkan pada sisi sekunder trafo uji. Jawab. K= 1 =1 .108 −12 2 . 50 . 100. 10 Tegangan pada sisi sekunder : V2 =0,816.10­3.( 1.108) = 81,6 kV. Faktor­faktor yag mempengaruhi ketelitian pengukuran tegangan dengan metode Fortesque : Bentuk tegangan. Ketelitian alat ukur mA. Toleransi kapasitor dan dioda. Keuntungan mengunakan metode Fortesque adalah pengukuran lebih teliti dan pengukuran dapat dilakukan secara kontinu. 35 4.4 Pengukuran Tegangan dengan Pembagi Tegangan Kapasitif CH VR AC TP VH S CL VL V Osc Gambar 4.3 Pengukuran dengan pembagi tegangan kapasitif Pada prinsipnya pengukuran ini didasarkan pada drop tegangan pada kapasitor tegangan rendah (CL). Besarnya tegangan yang pada sisi sekunder trafo penguji : V H= C H C L .V L CH misalkan K = C H C L CH V H =K . V L 4.5 Pengukuran Tegangan Impuls Bentuk tegangan Impuls seperti pada gambar 4, dengan mengikuti JIS (Japan International Standard) ditetapakan bahwa permukaan gelombang (Tf) sebesar 1 s dan ekor gelombang (Tt) sebesar 40 s. Penulisan untuk gelombang impuls disingkat dengan (Tf x Tt) sehingga untuk standart JIS penulisan menjadi (1 x 40) s. Pengukuran tegangan impuls dengan menggunakan metode tegangan percikan 50 % (50 % spark over voltage, SOV) dari sebuah sela bola standart. Untuk menetapkan 50 % SOV ini tiap perbandingan pelepasan diukur dengan menerapkan dua tegangan masing masing lima kali atau lebih. Mula mula tegangan puncak yang besarnya hampir sama dengan tegangan percik minimum diterapkan pada sela bola tersebut. Apabila percikan terjadi maka tegangan diturunkan, tegangan ini diterapkan lagi pada sela bola jika masih ada percikan tegangan diturunkan lagi, bila tidak tegangannya dinaikkan. Prosedur ini diulangi sampai empat puluh kali. Misalnya hasilnya adalah : 36 Gambar 4.4 Bentuk gelombang Impuls 32 kV 1 0 31 kV 10 1 30 kV 6 10 29 kV 3 6 28 kV 0 3 20 20 Gambar 5. Hasil pengujian tegangan impuls pada sela bola i 3 2 1 0 ni = Jumlah “O” yang terjadi pada tingkat I; A = i.ni = 29; N = ni = 20 Besarnya 50 % SOV : A 1 V s =V min V i −V i −1 N 2 ni 1 10 6 3 i.ni 3 20 6 0 i = tingkat tegangan dimana “O” terjadi dengan Vmin = tegangan yang terjadi pada “X” yang terendah. 37 Vi = tegangan pada tingkat i tertinggi. Dari contoh gambar 5 didapat : V s =28 32−31 . 29 1 =29 , 95 kV 20 2 38 SUPPLEMEN Tabel. Tegangan Tembus sela bola 39 Kesalahan hasil pengukuran tegangan DC yang jarak selanya lebih kecil dari 0,4D diperkirakan ± 5 persen. Kesalahan hasil pengukuran tegangan AC dan impuls untuk jarak sela di atas 0,5D diperkirakan ± 3 persen. Tabel tidak valid untuk mengukur tegangan impuls dibawah 10 kV dan jarak sela lebih kecil dari 0,05D. Untuk jarak sela lebih besar dari 0,5D dipandang cukup akurat. 40 BAB V TEKNIK PENGUJIAN PERALATAN TEGANGAN TINGGI 5.1 Kabel Daya Kabel adalah materi penghantar yang dilapisi bahan isolasi dan bahan pelindung sedemikian rupa sehingga penghantar tersebut tahan terhadap pengaruh luar seperti air, udara, kelembaban serta pengaruh mekanis. Kabel daya biasanya dibedakan atas 2 bagian, yaitu : - Kabel tampa logam pelindung - Kabel dengan lapisan pelindung. Bahan isolasi yang sering dipergunakan untuk isolasi kabel daya adalah : 1. Pita isolasi, terbuat dari kertas atau kain yang dicelupkan pada vernis. 2. Karet sintetis. 3. PVC (Polyvinyl Chloride) Isolasi lapisan kertas mengandung lapisan lapisan pita kertas mengelilingi konduktor. Ruang antar lapisan kertas diisi cairan isolasi yang berfungsi untuk meningkatkan viskositas. Isolasi katun digunakan untuk membungkus konduktor. Isolasi jenis ini biasanya dipergunakan untuk trafo dan switch . Isolasi karet biasanya dibuat dari karet alam atau karet sintetis. Komposisi karet antara 20% ­ 90% dengan campuran bahan lain untuk memperoleh keuntungan yang tidak dimiliki oleh karet. Sistem pelindung isolasi terbuat dari bahan logam nonmagnetic, sementara lapisan bawahnya terbuat dari semikonduktor non­logam. Ada juga sistem pelindung terbuat dari bahan isolasi yang berfungsi untuk memperoleh distribusi tegangan yang merata diseluruh bahan dielektrik. Lapisan ini juga melindungi kabel dari benda benda lain yang dapat menginduksi tegangan kabel dan untuk 41 membatasi radio interferensi. Jika lapisan logam pelindung ditanahkan maka akan berfungsi mengurangi bahaya kejutan listrik pada keadaan tak sengaja. Kegagalan yang sering terjadi pada kabel daya yang sedang dipakai pada operasi sehari­hari disebabkan karena isolasinya membusuk atau karena terjadi breakdown pada bagian bagiannya. Melemahnya isolasi ini disebabkan karena panas, kelembaban, kerusakan mekanis, korosi kimiawi, korona, dan lain­lain. Apabila korelasi antara karakteristik listrik dan umur isolasi dapat diketahui maka proses pelemahan kabel dapat diketahui. Gambar 5.1 Kabel bawah tanah jenis XLPE dengan tiga inti Tujuan dari pengujian adalah untuk mengetahui proses pelemahan yang terjadi agar kegagalan dalam operasi dapat dihindari. Bahan isolasi yang baik adalah yang rugi­rugi dielektriknya kecil, mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi, bebas dari penyerapan gas dan cairan, tahan terhadap pelemahan akibat panas dan kimiawi. Peristiwa kimiawi yang dialami bahan dielektri anatara lain : - oksidasi - Hidrolisa - Reaksi kimia - Breakdown akibat internal discharge. Pengujian yang dilakukan terhadap kabel daya adalah : Pengukuran tahanan isolasi. Pengujian ketahanan tegangan tinggi AC frekuensi kerja. Pengujian ketahanan tegangan tinggi impuls. 42 5.1.1 Pengukuran tahanan isolasi. Faktor­faktor yang mempengaruhi pengukuran tahanan isolasi antara lain : arus absorbsi, suhu dan tegangan yang diterapkan. Berhubung dengan adanya arus absorbsi maka pengukuran tahanan perlu memperhatikan lamanya tegangan yang diterapkan dan sebelum pengukuran dimulai, bahan yang diuji sudah dibebaskan dari muatan yang melekat (waktu pelepasan biasanya 5 – 10 menit). Selanjutnya untuk menilai suatu kondisi suatu bahan isolasi kabel dipakai indek polarisasi ( p). α p= R10 menit I 1 menit = R1 menit I 10 menit Jika p = 1; maka dalam bahan isolasi terdapat kebocoran, ini berarti kabel tersebut tidak baik. Untuk isolasi murni dan kering di Jepang berlaku syarat syarat sbb : p > 1,5 untuk isoalsi kelas A p > 2,5 untuk isoalsi kelas B. Contoh. Pengujian tahanan isolasi Kabel dilakukan seperti pada gambar 6, yaitu tegangan DC 50kV dan suhu 30,3 0C isolasi kabel kelas B (kabel XLPE 20 kV dengan 3 core). Tentukanlah apakah kabel daya lulus uji atau tidak. Screen Isolasi VR AC TP S mA Gambar 5.2 Rangkaian pengujian tahanan isolasi kabel 43 Hasil pengujian sbb : Fase Arus (mA) 1 Menit 10 Menit R 0,051 0,042 S 0,053 0,027 T 0,051 0,025 Fase R α p = 0, 051 =1, 21 0,042 Fase S α p = 0, 053 =1,9 0,027 Fase T α p = 0,051 =2, 04 0,025 Fase R, S dan T ternyata memiliki indeks polarisasi kurang dari 2,5, sehingga kabel daya tersebut tidak lulus uji. konduktor Isolasi XLPE Screen Selubung Dalam ammour Selubung Luar Gambar 5.3 Penampang kabel XLPE 44 5.2 Pengujian Isolator. Pengujian yang dilakukan pada isolator : e. Pengujian Flashover AC Kering. f. Pengujian Flashover AC Basah. g. Pengujian Flashover tegangan Impuls. h. Pengujian Frekuensi tinggi. Flashover adalah peristiwa gagalnya udara disepanjang permukaan isolator melaksanakan fungsinya sebagai isolasi atau dengan kata lain mengalirnya arus pada permukaan bahan isolator. Tegangan Flashover pengujian sangat dipengaruhi oleh bentuk elektoda dan benda yang ada disekelilingnya. Oleh sebab itu pada waktu pengujian elektroda dan benda yang disekelilingnya harus diatur sedemikian rupa sehingga kedaan yang sebenarnya dapat ditirukan. Gambar 5.8 Jenis jenis isolator yang telah mengalami flashover 45 Tegangan pengujian dapat dinaikkan secara bebas sampai 75 % dari tegangan flashover yang diharapkan, sesudah itu tegangan dinaikkan sampai flashover terjadi dengan kecepatan 1 kV/detik. Tegangan flashover didefinisikan sebagai harga rata­rata dari lima harga lompatan kering (flashover) yang diukur dengan batas 15 detik sampai 5 menit. Faktor koreksi harus dipergunakan dalam perhitungan tegangan flashover kering. Pengujian Flashover AC basah dimaksudkan untuk menirukan keadaan udara pada waktu hujan. Cara pengujian flashover basah sama seperti flashover kering. Pengujian flashover impuls dilakukan sebanyak tiga kali dengan mempergunakan impuls positif dan impuls negatif. Polaritas yang dipakai ialah polaritas yang memberikan tegangan flashover yang lebih rendah. Selang waktu pengujian pertama dengan berikutnya 15 detik sampai 5 menit. Pada pengujian ini Faktor koreksi udara harus diperhitungan. Tabel 3. Tegangan standart Flashover untuk macam­macam isolator. Isolator Gantung Isoaltor “Pin­Type” 250 180 10 20 30 40 50 mm mm kV kV kV kV kV 60 85 110 135 160 185 210 32 55 75 95 115 135 155 Flashover 50% AC 50Hz kering. 80 60 kV (kV) Flashover 50% AC 50Hz Basah. 50 (kV) Flashover 50% Impuls (kV) 125 100 120 160 200 240 280 320 Tegangan Tembus (kV) 140 120 150 200 250 270 300 350 55 ** ** ** ** ** ** Tegangan Ketahanan 50 Hz (kV) * 75 NB. *) Tegangan diterapkan selama 2 menit. 46 **) Pengujian lapisan dilakukan sbb: Untuk setiap lapisan, tegangan sebesar 90% dari tegangan lompatan minimum. Untuk setiap lapisan diterapkan selama 2 menit. Untuk dua lapisan, tegangan sebesar 90% dari tegangan flashover kering diterapkan selama 2 menit. 180 mm = 7”; 250 mm = 10” Contoh. Pengujian flashover dilakukan pada isolator gantung 7”, 10” dan isolator Pin 10 KV. Rangkaian pengujian disusun seperti pada gambar 5.9, dengan faktor koreksi pada saat pengujian = 1,02. Tentukanlah apakah isolator­isolator tersebut lulus uji, dengan hasil pengujian sbb : Tegangan Flashover (kV) Isolator 1 2 3 4 5 Gantung 10” 90 88 90 92 90 Gantung 7” 46 44 44 46 45 Pin 10 kV 104 104 104 105 101 Jawab. VR AC TP S Gambar 5.9 Rangkaian pengujian Flashover isolator 47 Untuk isolator gantung 10 “ tegangan Flashover rata­rata = VFL­p = 90 kV. Untuk isolator gantung 7 “ tegangan Flashover rata­rata = VFL­p = 45 kV. Untuk isolator Pin 10 kV tegangan Flashover rata­rata = VFL­p = 103,6 kV. Dengan memperhitungkan faktor koreksi udara isolator gantung 10 “ = 88,24 kV isolator gantung 7 “ = 44,12 kV isolator Pin 10 kV = 101,57 kV Isolator Keterangan VFL­s (kV) VFL­p (kV) Gantung 10” 80 88,24 Lulus uji Gantung 7” 60 44,12 Tidak lulus Pin 10 kV 85 101,57 Lulus uji Dalam keadaan isolator dibebani dengan tegangan , maka akan timbul medan listrik diantara elektroda penghubung dengan tanah (menara), dan antara elektroda penghubung dengan kawat penghantar yang digantung pada isolator tersebut. Medan listrik yang terjadi dapat dianalogikan dengan kapasitansi. Isolator rantai yang mengunakan tegangan AC distribusi tegangan pada setiap isolator : a. Kapasitansi antara sambungan isolator disimbolkan C. b. Kapasitansi antara tanah (menara) dengan isolator disimbolkan Ce. c. Kapasitansi antara isolator dengan line disimbolkan Ch. Sebagai pengganti dari rangkaian isolator rantai dapat digambarkan : 48 C Ce Ch C Ch Ce Ce C C Ch Gambar 5.10 Rangkaian equivalent isolator rantai dengan tegangan AC Jika isolator rantai dipasang pada tegangan searah (DC) maka pengaruh kapasitansi Ce dan Ch diabaikan sehingga distribusi tegangan pada isolator tersebut merata. Dengan demikian distribusi tegangan pada setiap elemen akan sama. Sehingga : U1 = U2 = U3 …= Un atau Un = U/n Dengan U = tegangan total pada isolator rantai. Un = tegangan pada setiap elemen. Vn n = jumlah elemen isolator rantai. V2 Vn-1 V1 Gambar 5.11. Distribusi tegangan isolator rantai pada tegangan DC Untuk perencanaan distribusi tegangan AC pada isolator rantai cara yang paling praktis adalah sbb : kita ambil sela bola antara elektroda, jarak sela bola tersebut dijaga tetap dan tegangan tembusnya dijadikan referensi untuk mengukur distribusi tegangan pada isolator rantai tersebut. Distribusi tegangan pada isolator tersebut : Tap 1. Tap 3 V1 = V3 = V BD .100 V 1−a V BD .100 − V 1V 2 V 3−a V BD V = . 100 − V 1 2 Tap 2. V 2−a … 49 Vn = Tap n V BD .100 − V 1 V 2 .. .V n−1 V n−a Dengan VBD = tegangan tembus dari sela bola. Vn­a = tegangan yang diterapkan pada masing masing rantai. V1-a VBD V1 V2-a V4-a V3-a V2 V3 Vn-a V4 Vn Gambar 5.14. Distribusi tegangan pada isolator rantai Contoh. Pengujian distribusi tegangan pada isolator rantai sebanyak 10 rentengan ditunjukkan pada gambar 15. Tegangan tembus sela bola 7 kV. Posisi terminal A tetap pada tap 10 sedangkan terminal B bergerak dan akhirnya bertemu dengan terminal A ditap 10, pengujian dilakukan sebanyak 2 kali. R 1 B 2 VR AC S TP 3 4 5 6 7 8 9 B A Gambar 5.15, Pengujian Distribusi Tegangan Isolator rantai 50 Tegangan Flashover (kV) Tap 1 2 1 92 92 92 2 74 74 74 3 70 70 70 4 54 56 55 5 46 46 46 6 38 38 38 7 28 28 28 8 22 22 22 9 14 14 14 10 7,4 6,6 7 Rata-rata Jawab. Distribusi tegangan pada masingmasing isolator : V BD Tap 1 V 1 = V 1−a .100 ⇒ 7 . 100 =7,6 92 7 Tap 2 V 2= 74 . 100 − 7,6 = 1, 85 Tap 3 V 3= Tap 4 V4= 7 . 100 − 7,6 1, 85 = 0, 55 70 7 . 100 − 7,6 1, 85 0, 55 = 2,72 55 51 Tap 5 V5 = 7 .100 − 7,6 1,85 0, 552,72 = 2, 49 46 Tap 6 V 6= 7 .100 − 15 , 21 = 3,4 38 Tap 7 V 7= 7 . 100 − 18 , 42 = 6,58 28 Tap 8 V 8= Tap 9 V 9= Tap 10 V 10= 5.3 7 . 100 − 25 = 6, 81 22 7 .100 − 31 , 81 = 18 , 2 14 7 . 100 − 50 = 50 7 Lightning Arrester Alat Pelindung arrester berfungsi melindungi peralatan tenaga listrik dengan cara membatasi surja tegangan lebih dan mengalirkannya ketanah. Persyaratan yang dituntut oleh peralatan ini ialah harus memiliki protective ratio yang tinggi yaitu perbandingan antara tegangan surja maksimum yang diperbolehkan pada waktu pelepasan dan tegangan system 50 Hz maksimum yang dapat ditahan sesudah pelepasan (discharge) terjadi. Tabel 5.4 contoh dari tegangan surja pada saat arrester bekerja. Sebelum Lightning arrester dipasang maka ia harus terlebih dahulu diuji, apakah sudah memenuhi spesifikasinya. Pengujian yang dilakukan antara lain : 2 Pengujian tegangan frekuensi kerja. 3 Pengujian tegangan impuls tiruan standart (petir). 52 (a) (b) Gambar 5.16. (a) Ketika dipasang arrester hampir sama dengan CO (b) Arrester, agar dapat dibedakan dengan CO Penggunaan arrester dapat mengurangi bahan penggunaan bahan isolasi sampai 80 % BIL (Basic Insulation Impulse Level). Tegangan gagal sela disebut juga tegangan percik pada frekuensi system 50 Hz harus mempunyai harga yang tinggi untuk mengurangi seminimum mungkin pelepasan yang disebabkan oleh adanya hubung singkat ketanah dan surja hubung. Tegangan pelepasan disebut juga tegangan sisi (residual) atau jatuh tegangan I.R adalah tegangan antara terminal terminal arrester bila ia sedang melalukan arus surja. Contoh. 12 KV Pengujian Lightning Arrester jenis ZnO untuk distribusi 20 kV dilakukan seperti pada gambar 15. Tegangan dinaikkan secara bertahap dengan kecepatan 1 kV/det sampai terjadi percikan pada arrester. Faktor koreksi pada saat pengujian 1,05. hasil pengujian sbb : 53 Tegangan percik (kV) Jenis ZnO 12 kV 1 2 3 4 5 Rata­rata 58 60 58 59 58 58,6 Hasil pengujian menunjukkan 58,6 kV sedangkan table 4 menunjukkan 50 kV, jadi arrester ini masih dapat dikatakan dalam keadaan baik sehingga dinyatakan lulus uji. Tabel 5.4. Tegangan kerja arrester Tegangan dasar Arrester (kV) I.R pada 5000 A (kV) Tegangan Sela (kV) 3 9 14 6 18 24 9 26 35 12 36 50 15 44 60 20 58 80 25 71 100 30 88 120 37 105 145 5. 4 Bushing. Bushing merupakan konduktor yang diselimuti oleh isolator padat, biasanya konduktor yang diselimuti oleh porselin. Sehingga bentuk bushing sebahagian besar sama dengan isolator tetapi memiliki penghantar pada bagian tengahnya. Fungsi bushing sendiri adalah untuk menghantarkan arus tampa harus terjadi flashover pada bagian peralatan tersebut, misalnya pada transformator. Pengujian yang dilakukan pada bushing adalah penguian kekuatan dielektrik sesuai dengan ketentuan table 5.5 dan pengujian lompatan api 50 %. 54 Tabel 5.5 . Pengujian kekuatan dielektrik bushing. Tegangan Pengujian AC Pasangan Luar (kV) Kelas Isolasi (kV) Kering 1 mnt Basah 10 mnt Penguian Impuls (1x40) kV Pasangan dalam (kV) Kering 1mnt Pasangan luar Pasangan dalam 3 25 20 20 50 45 6 30 25 25 65 60 10 45 35 35 100 90 20 70 60 60 165 150 30 95 80 80 220 200 60 175 145 ­ 385 ­ 70 200 165 ­ 440 ­ 5.5 Circuit Breaker Circuit Breaker (CB) atau Pemutus Tenaga (PMT) merupakan peralatan yang mampu menutup, mengalirkan dan memutus arus beban dalam kondisi normal atau dalam kondisi abnormal/ gangguan seperti kondisi short circuit. Berdasarkan bahan isolasi (Pemadaman Busur api) yang dipergunakan, maka CB dibedakan menjad; Gas SF6, Minyak, udara Hembus (Air Blast), dan Hampa Udara (Vacuum). Gas SF6, media pemadam busur api yang timbul pada waktu memutus arus listrik, mempunyai kekuatan dielektrik yang lebih tinggi dibandingkan dengan udara dan kekuatan dielektrik ini bertambah seiring dengan pertambahan tekanan. CB dengan minyak, digunakan mulai dari tegangan menengah 6 kV sampai tegangan ekstra tinggi 425 kV dengan arus nominal 400 A sampai 1250 A dengan arus pemutusan simetris 12 kA sampai 50 kA, dibedakan menjadi : · CB menggunakan banyak minyak (bulk oil) · CB menggunakan sedikit minyak (small oil) 55 CB Pemadam busur api dengan udara hembus/air blast menggunakan udara sebagai media pemadam busur api dengan menghembuskan udara ke ruang pemutus. PMT ini disebut juga sebagai PMT Udara Hembus (Air Blast). CB Pemadam busur api dengan Hampa Udara (Vacuum). Ruang hampa udara mempunyai kekuatan dielektrik (dielektrik strength) yang tinggi dan sebagai media pemadam busur api yang baik. Saat ini, PMT jenis vacuum umumnya digunakan untuk tegangan menengah (24kV). Jarak (gap) antara kedua katoda adalah 1 cm untuk 15 kV dan bertambah 0,2 cm setiap kenaikan tegangan 3 kV. Ruang kontak utama (breaking chambers) dibuat dari bahan antara lain porcelain, kaca atau plat baja yang kedap udara. Ruang kontak utamanya tidak dapat dipelihara dan umur kontak utama sekitar 20 tahun. Karena kemampuan dielektrik yang tinggi maka bentuk pisik PMT jenis ini relatip kecil. Gambar 5.17. Bagin bagian Bushing dan bushing yang terpasang pada peralatan 56 Gambar 5.18. CB Vacum 20 KV, Jenis Pasangan Dalam 5.5. 1 Pengukuran / Pengujian Media Pemutus Gas SF6 Sebagaimana diketahui Gas SF6 pada CB berfungsi sebagai media pemadam busur api listrik saat terjadi pemutusan arus listrik (arus beban atau arus gangguan). Selain itu, gas ini berfungsi sebagai isolasi antara bagian – bagian yang bertegangan (kontak tetap dengan kontak bergerak pada ruang pemutus) pada CB, serta sebagai isolasi antara bagian yang bertegangan dengan bagian yang tidak bertegangan. Saat ini gas SF6 banyak digunakan pada CB atau GIS (Gas Insulating Switchyard) mulai dari tegangan 20 kV sampai dengan 500 kV karena gas SF6 mempunyai sifat / karakteristik yang lebih baik dari jenis bahan isolasi lainnya. Pengujian/pengukuran gas SF6 pada CB meliputi : 1. Pengukuran Tekanan Gas SF6. 2. Pengukuran karapatan (density) gas SF6. 3. Dekomposisi produk (impurity) gas SF6. Pemeriksaan tekanan/kerapatan gas SF6 pada CB atau GIS konvensional dilakukan untuk mengetahui apakah tekanan/kerapatan gas SF6 masih berada pada batas tekanan ratingnya (rated pressure), 57 1. HV terminal 2. Fixed arcing contact 3. Nozzle 4. Moving main contact 5. Upper porcelain insulator 6. Insulating rod 7. Opening valve group 8. Closing valve group 9. Auxiliary contacts 10. Compressor 11. Gas filling valve 12. Plug-in electric connector 13. Density switch 14. Spring toggle device 15. Double effect piston 16. Filter 17. Lower porcelain insulator 18. Moving arcing contact 19. Fixed main contact 20. Molecular sieves 21. Coils A. High pressure volume B. Low pressure volume Gambar 5.19. CB dengan Bahan Isoalsi Gas SF6 58 Gambar 5.21. Alat ukur yang tidak terpasang permanen pada CB Alat ukur yang digunakan untuk pemeriksaan tekanan gas tersebut baik yang terpasang permanen maupun yang tidak, ada dua macam yaitu: Pertama adalah alat ukur yang hanya dapat mengukur tekanan gas saja ( standard pressure ) dan alat ini digunakan pada PMT dan GIS < 150 kV. Kedua adalah alat yang dapat mengukur tekanan dan kerapatan gas ( densimeter ) alat ini terpasang pada PMT / GIS 500 kV. Hasil pembacaan kedua alat ini juga berbeda, yang pertama berupa angka dan yang kedua berupa indikasi warna dan yang kedua berupa indikasi warna. Gambar 5.22. Alat ukur yang terpasang permanen pada CB 59 S Gas SF6 selain berfungsi sebagai isolasi juga berfungsi sebagai pemadam busur api listrik saat terjadi pemutusan arus. Pada setiap pemadaman busur api listrik gas SF6 akan mengalami proses kimia yang dapat mengakibatkan perubahan sifat gas SF6 tersebut. Untuk mengetahui perubahan sifat gas ( terutama pada GIS) perlu dilakukan pengukuran/pengujian Kemurnian (Impurity test) dan Dekomposisi product (Decomposition product test). Pengujian kemurnian gas SF6 dilaksanakan untuk mengetahui perubahan kandungan gas SF6 setelah mengalami penguraian karena telah bekerja sekian kali/lama memadamkan busur api listrik. Alat yang digunakan untuk menguji kemurnian gas SF6 tersebut adalah Impurity test. Pengujian dekomposisi produk dilaksanakan apabila diperlukan setelah melihat terlebih dahulu hasil pengujian kemurnian gas SF6 dan juga dari hasil evaluasi jumlah gangguan dan besar arus gangguan yang terjadi dalam periode tertentu. Minyak (Oil) Untuk mengetahui apakah minyak CB masih layak operasi sesuai dengan standard pengusahaan maka perlu adanya acuan yang sesuai. Karakteristik dan fungsi bahan isolasi minyak pada CB adalah berbeda dengan karakteristik minyak isolasi pada transformator. Selain berfungsi sebagai isolasi terhadap tegangan tinggi (menengah) bahan isoalsi minyak pada CB juga berfungsi sebagai pemadam busur api listrik (arching) pada saat pemutusan arus beban atau bila terjadi arus gangguan. Ada beberapa CB yang menggunakan minyak volume banyak (bulk­oil) dan ada yang menggunakan relatip sedikit minyak (low oil contents). Kelayakan operasi CB dengan bahan isoalsi minyak tergantung pada banyak faktor, terutama yang menyangkut kualitas minyak itu sendiri. Faktor yang sering dijadikan acuan antara lain : a) Kandungan gas terlarut dalam minyak (terutama gas Hydrogen dan Acethylene) b) Jumlah kandungan partikel c) Tegangan tembus minyak Khusus PMT jenis sedikit minyak ( low oil contents ) perlu dilakukan analisa komersial tentang untung dan ruginya. Karena biaya penggantian minyak baru dibandingkan dengan biaya untuk uji kandungan gas terlarut dalam minyak perlu menjadi bahan pertimbangan. Sehingga untuk operasional PMT low oil contents jarang dilakukan pengujian karakteristik minyak dan cenderung diganti dengan minyak sejenis yang baru. 60 Vacuum Pengukuran/pengujian karakteristik media pemutus vacuum adalah untuk mengetahui apakah ke­ vacuum­an ruang kontak utama (breaking chamber) PMT tetap hampa sehingga masih berfungsi sebagai media pemadam busur api listrik. PMT jenis vacuum kebanyakan digunakan untuk tegangan menengah dan hingga saat ini masih dalam pengembangan sampai tegangan 36 kV. Jarak (gap) antara kedua katoda adalah 1 cm untuk 15 kV dan bertambah 0,2 cm setiap kenaikan tegangan 3 kV. Untuk pemutus vacuum tegangan tinggi, digunakan PMT jenis ini dengan dihubungkan secara serie. Ruang kontak utama (breaking chambers) dibuat dari bahan antara lain porcelain, kaca atau plat baja yang kedap udara. Ruang kontak utamanya tidak dapat dipelihara dan umur kontak utama sekitar 20 tahun. Karena kemampuan ketegangan dielektrikum yang tinggi maka bentuk pisik PMT jenis ini relatip kecil. 61 Materi Tambahan Lightning Arrester Fungsi utama dari Lightning Arrester adalah melakukan pembatasan nilai tegangan pada peralatan gardu induk yang dilindunginya. Panjang lead yang menghubungkan arrester pun perlu diperhitungkan, karena inductive voltage pada lead ini ketika terjadi surge akan mempengaruhi nilai tegangan total paralel terhadap peralatan yang dilindungi. Pada kurva gambar 23, ditunjukkan bagaimana arrester melakukan pemotongan tegangan lebih terhadap beragam jenis surja: Gambar 5.23. Kurva level tegangan yang mungkin timbul pada peralatan gardu induk, bila diinstall LA ataupun tanpa diinstall Lightning Arrester (1.p.u.=√2.Us/√3 ) Melalui kurva tersebut terlihat bahwa durasi overvoltage berbeda satu sama lain, yaitu: 1. Lightning Overvoltage – fast front overvoltage (Durasi Microseconds) 2. Switching Overvoltages – slow front overvoltage (Durasi Milliseconds) 3. Temporary Overvoltages – TOV (Durasi seconds), missal akibat gangguan sistem Sekalipun Arrester jenis ber-gap dengan resistor non linear SiC (Silicon Carbide) masih terpasang pada sebagian kecil Gardu Induk, namun mayoritas Arrester yang kini terpasang adalah jenis tanpa gap, dimana Varistor Metal Oksida (ZnO) digunakan sebagai komponen resistor non linear. Keunggulan dari Arrester Metal-Oksida adalah karakteristik tegangan-arus non-linear (V-I) yang ekstrim. 62 Gambar 5.24. Perbandingan Karakteristik V-I antara Arrester jenis Metal Oksida dan jenis Silicon Carbida Contoh kasus, arrester yang terpasang pada sebuah sistem 420 kV, dimana arrester memiliki residual voltage (10kA) sebesar 823 kV. Kurva V-I diperlihatkan pada gambar 25. 63 Gambar 5.25. Kurva Karakteristik V-I dari Arrester Jenis Metal Oksida Tegangan power frequency merupakan besaran tegangan fasa ke tanah yang dioperasikan secara kontinu terhadap arrester. Pada kurva di atas, nilainya adalah: Di saat yang bersamaan mengalir besaran arus bocor (leakage current) yang sebagian besar mengandung komponen kapasitif, dengan sebagian kecil komponen resistif. Pada kurva V-I di atas Gambar 25. (Gambar 5.25) Continuous Operating Voltage, disimbolkan Uc (bila merujuk pada standar IEC), sama artinya dengan MCOV (Maximum Continuous Operating Voltage) bila mengacu ANSI/ IEEE, merupakan nilai tegangan power-frequency dimana arrester dapat terus beroperasi tanpa batasan tertentu. Seluruh bagian arrester, yang telah diujikan pada type test, mampu bekerja dengan baik level tegangan kontinu ini. Parameter ini sering salah diartikan dengan Rated Voltage. Rated Voltage. Nilai rated mencerminkan kemampuan arrester dalam menghadapi Temporary Overvoltage. Rated voltage ini hanya boleh dialami oleh arrester selama durasi tertentu, yaitu 10 detik. (beberapa pabrikan memberikan durasi hingga 100 detik). Umumnya relasi antara Ur dan Uc, 64 ditunjukkan oleh nilai: Ur = 1,25 x Uc. Lightning Impulse protective Levels. Merupakan parameter yang paling penting pada Lightning Arrester. Nilai ini menunjukkan besar tegangan diantara kedua ujung arrester ketika nominal discharge current mengalir melalui arrester. Lightning current impulse bervariasi dari 1,5 kA hingga 20 kA (IEC 60099-4). Utk Arrester HV (Us>= 123 kV), umumnya hanya terdapat kelas 10kA dan 20 kA. Gambar 5.26 Pada contoh kurva V-I Gambar 8, dipilih arrester dengan kelas 10kA. Pernyataan “lightning impulse protective level = 823 kV” berarti tegangan pada saat arrester dialiri arus impulse 8/20 µs dengan peak 10 kA maka besar tegangan di antara kedua terminal arrester adalah sebesar 823 kV. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5.26. Gambar 5.26. Contoh Residual Voltage pada Arrester pada nominal discharge current Setiap peralatan di gardu induk memiliki Standard Lightning Impulse With-stand Voltage (juga dikenal sebagai nilai BIL) sesuai desain. Pada sistem 420 kV nilai ini sebesar 1425 kV, sementara pada banyak GITET miliki PLN, untuk sistem 500kV memiliki nilai BIL bervariasi antara 1550 – 1800 kV. Menurut IEC 60071-2, tegangan tertinggi yang diperbolehkan pada peralatan beroperasi dengan non-selfrestoring (contoh Transformator), merupakan nilai Standard Lightning Impulse withstand Voltage dibagi dengan safety factor 1,15. Sehingga untuk sistem 420 kV, tegangan tertinggi yang diperbolehkan pada peralatan ketika mengahadapi surja adalah sebesar 1239 kV. Tidak jarang nilai 65 batas aman ini terlampaui. Pemilihan nilai Nominal Discharge Current Nilai nominal discharge current pada Metal Oksida yang mengacu pada arrester MO, menurut IEC 60099-4 dipesifisikasikan ke dalam 5 nilai yang berbeda, masing-masing merujuk pada range nilai rated voltage yang berbeda: Pembagian kelas nilai arus discharge ini lebih ditujukan pada kebutuhan pengujian lebih lanjut dari arrester. Untuk arrester tegangan tinggi, HV, hanya terdapat 2 kelas yakni 10kA dan 20 kA. Walau dalam table di atas, kelas 5 kA juga dimungkinkan untuk arrester terpadang pada tegangan rated 170 kV, namun hal ini tidak umum. IEC 60099-5 menyatakan bahwa nilai 5kA hanya dipergunakan sampai dengan Us=72,5 kV. Pemilihan Line Discharge Class Line Discharge Class merepresentasikan kondisi karakteristik actual dari arrester. Parameter ini merepresentasikan kemampuan arrester dalam melakukan absorpsi energi(berdasarkan IEC 60099-4). Definisi line discharge class berawal dari asumsi bahwa ada sebuah saluran transmisi yang panjang, mengalami overvoltage selama proses operasi switching dan akan terjadi discharge pada arrester yang berada di Gardu Induk melalui proses gelombang berjalan. Dengan mengasumsikan bahwa diagram sirkuit ekivalen merupakan jaringan iterative terdiri dari element π yang banyak, terdiri dari induktansi dan kapasitansi, arus akan mengalir yang besarnya tergantung pada nilai tegangan dan surge impedance dari line. Durasi yang diperlukan gelombang berjalan sepanjang saluran transmisi merupakan pembagian dari panjang saluran dibagi dengan kecepatan rambat gelombang elektromagnetik. Proses ini disimulasikan dalam laboratorium berupa pengujian line discharge. Dalam hal ini, digunakan impuls generator distributed constant impulse generator. Standar IEC 60099-4 membagi line discharge class 66 menjadi 5 kelompok. Arrester di Saluran Transmisi Lightning Arrester di Gardu Induk 67 BAB VI TRANSFORMATOR Pengujian Transformator distribusi dan transformator Gardu Induk harus dibedakan. Pengujian transformator gardu induk tidak sesederhana pada transformator distribusi. Masing­masing transformator akan dibahas secara terpisah. Yang pertaa kali akan dibahas adalah pengujian pada transformator distribusi. 6.1 Pengujian Transformator Distribusi Adapun jenis­jenis pengujian yang perlu dilakukan pada transformator disbusi adalah : o Pengujian ketahanan tegangan tinggi AC frekuensi kerja. o Pengujian tegangan tinggi impuls. o Pengujian tan . o Pengujian tahanan isolasi. o Pengujian minyak trafo. Tegangan ketahanan diterapkan antara belitan yang hendak diuji dengan belitan lain atau dengan tanah untuk waktu tertentu. Penguian ini dilakukan setelah pengujian suhu. Untuk pengujian ditempat pemasangan (at­site) berlaku harga harga yang lebih rendah (pada table 6.1) Tabel 6.1. Pengujian dilokasi pemasangan. Tegangan kerja Tegangan Pengujian ketahanan AC Maksimum (volt) 10 menit (volt) V 7.000 1,5 V; minimum 500 V 7.000 > V 50.000 1,25 V; minimum 11 kV V 50.000 1,1 V; minimum 63 kV 68 Tabel 6.2. Tegangan pengujian di pabrik. Tegangan Nominal (kelas Isolasi ) kV Tegangan pengujian AC 1 menit kV Kurang dari 0,2 2 1 4 3 10 6 15 10 25 20 50 30 70 60 140 70 160 69 Pengujian tegangan impuls dapat dipergunakan impuls 1,5 x 40 s. Pengujian tan dilakukan dengan bantuan jembatan Schering serta memperhitungkan factor koreksi. Jika harga tan > 1% maka isolasi dikatakan tidak baik. Pengujian tahanan isolasi dilakukan dengan membandingkan tahanan isolasi pada t = 10 menit dengan t = 1 menit atau dengan kata lain dengan melihat indek polarisasi (p). Jika harga p = 1 maka isolasi tidak baik. Sebagai bahan perbandingan dapat dihitung tahanan isolasi trafo dengan rumus : R≥ V M S 1000 dengan V = tegangan nominal trafo dalam volt. S = Kapasitas trafo dalam kVA Teknik perhitungan resistansi biasanya dipergunakan sebagai referensi jika pengukuran menggunakan Megger. Contoh. Pengukuran tahanan isolasi trafo dilakukan pada T = 28,8 0C; P = 760 mmHg dengan mengunakan tegangan uji 5 kV. Rangkaian pengujian seperti pada gambar 6.2. hasil pengujian : Fase 1 menit (mA) 10 menit (mA) R 0,04 0,015 S 0,043 0,016 T 0,038 0,011 R S T VR AC TP S mA r s t Gambar 6.2 Rangkaian percobaan pengukuran indek polarisasi trafo 70 Jawab. Fase 1 menit (mA) 10 menit (mA) R 0,04 0,015 2,67 S 0,043 0,016 2,69 T 0,038 0,011 3,45 p Kesimpulan : Tahanan isolasi trafo masih baik. Pada umumnya trafo daya menggunakan minyak trafo yang berfungsi sebagai bahan isolasi dan juga sebagai pendingin. Minyak trafo harus selalu diuji untuk mengetahui apakah kekuatan dielektrik masih layak atau tidak. Rangkaian pengujian minyak trafo diperlihatkan pada gambar 6.3. Kekuatan dielektrik minyak trafo dipengaruhi oleh ketakmurnian (pencemar) yang terkandung pada minyak trafo tersebut. Ketakmurnian dapat berupa padat, cair dan gas. TP VR S AC Gambar 6.3 mA Rangkaian pengujian minyak isolasi trafo Contoh. Pengujian minyak isolasi trafo mengikuti standart JIS C2320 yaitu dengan elektroda pengujian berbentuk bola dengan diameter 12,5 mm dan jarak sela 2,5 mm. Menurut standart JIS C2320 minyak trafo lulus uji jika memiliki kekuatan dilektrik lebih besar dari 60 kV/cm. Rangkaian pengujian dirangkai seperti pada gambar 6.3 dan diperoleh : Percobaan 1 2 3 4 5 6 UBD (kV) 20 19 19 18 18 18 NB. Waktu pengujian 1 dan 2 (tiap pengujian) berselang 5 menit. 71 Jawab. Tegangan tembus rata­rata : 201919181818 =18 ,67 kV 6 18 , 67 kV kV Kekuatan Dielektrik (KD) = 0, 25 cm = 74 , 67 cm Kesimpulan : Minyak isolasi trafo tersebut masih layak. 20 mm 2,5 mm 12,5 mm JIS C2320 Gambar 6.4 2,5 mm VDE 0370 Elektroda pengujian tegangan tembus minyak trafo NB. Tegangan tembus minyak trafo: JIS C2320 = 60 kV/cm VDE 0370 = 100 kV/cm Pengukuran tangen delta Tan delta atau sering disebut Loss Angle atau pengujian faktor disipasi adalah metoda diagnostik secara elektikal untuk mengetahui kondisi isolasi. Jika isolasi bebas dari defect, maka isolasi tersebut akan bersifat kapasitif sempurna seperti halnya sebuah isolator yang berada diantara dua elektroda pada sebuah kapasitor. Pada kapasitor sempurna, tegangan dan arus fasa bergeser 90 o dan arus yang melewati isolasi merupakan kapasitif. Jika ada kontaminasi pada isolasi contohnya moisture, maka nilai tahanan dari isolasi berkurang dan berdampak kepada tingginya arus resistif yang melewati isolasi tersebut. Isolasi tersebut tidak lagi merupakan kapasitor sempurna. Tegangan dan arus tidak lagi bergeser 90 o tapi akan bergeser kurang dari 90o. Besarnya selisih pergeseran dari 90 o merepresentasikan tingkat kontaminasi pada isolasi. Gambar 6.5 merupakan gambar rangakaian ekivalen dari sebuah isolasi dan diagram phasor arus kapasitansi dan arus resistif dari sebuah isolasi. Dengan mengukur nilai IR / IC dapat diperkirakan 72 kualitas dari isolasi. Pada isolasi yang sempurna, sudut akan mendekati nol. Menigkatnya sudut mengindikasikan meningkatnya arus resistif yang melewati isolasi yang berarti kontaminasi. Semakin besar sudut semakin buruk kondisi isolasi Ir R Ic C Gambar 6.5. Rangkaian ekivalen isolasi dan diagram phasor arus pengujian tangen delta Sistem isolasi trafo secara garis besar terdiri dari isolasi antara belitan dengan ground dan isolasi antara dua belitan. Primer – Ground Sekunder – Ground Tertier – Ground Primer – Sekunder Sekunder – Tertier Primer – Tertier Gambar 6.6. Rangkaian Ekivalen Transformator 73 Tabel 6.3 Evaluasi dan rekomendasi pengujian tangen delta No Hasil Uji (%) Keterangan Rekomendasi 1 < 0,5 Baik - 2 0,5 – 0,7 Pemburukan - 3 0,5 – 1 Periksa ulang Periksa ulang, bandingkan dengan uji lainnya 4 >1 Buruk Periksa kadar air pada minyak isolasi dan kertas isolasi Kondisi isolasi trafo dapat perkirakan dengan melihat hasil pengujian tangen deltanya. Dimana untuk interpretasi hasil pengujian merujuk ke standar ANSI C57.12.90. 6.2 Pengujian Transformator Gardu Induk Sampai saat ini kita hanya mendiskusikan pengujian pada transformator distribusi, sedangkan pada transformator digardu induk diperlukan lagi beberapa pengujian tambahan, Selain itu beberapa metoda atau hasil dari pengujian pada trafo distribusi tidak mencukupi atau belum dapat diterima pada pada pengujian trafo gardu induk. Tidak saja minyak isolasi yang diuji tetapi juga peralatan pendukung pada trafo tersebut perlu diuji. Pengujian kualitas minyak isolasi (Karakteristik) pada Transformator Gardu Induk Oksidasi dan kontaminan adalah hal yang dapat menurunkan kualitas minyak yang berarti dapat menurunkan kemampuannya sebagai isolasi. Oksidasi pada minyak isolasi trafo juga akan ikut andil dalam penurunan kualitas kertas isolasi trafo. Pada saat minyak isolasi mengalami oksidasi, maka minyak akan menghasilkan asam. Asam ini apabila bercampur dengan air dan suhu yang tinggi akan mengakibatkan proses hydrolisis pada isolasi kertas. Proses hydrolisis tersebut akan menurunkan kualitas kertas isolasi. Untuk mengetahui ada tidaknya kontaminan atau terjadi tidaknya oksidasi didalam minyak dilakukanlah pengujian oil quality test (karakteristik). Pengujian oil quality test melingkupi beberapa pengujian yang metodanya mengacu pada standar IEC 60422. Adapun jenis pengujiannya berupa : Pengujian kadar air. Fungsi minyak trafo sebagai media isolasi di dalam trafo dapat menurun seiring banyaknya air yang mengotori minyak. Oleh karena itu dilakukan pengujian kadar air untuk mengetahui seberapa besar kadar air yang terlarut / terkandung di minyak. Metoda yang dipakai adalah metoda Karl Fischer. Metoda ini menggunakan satu buah elektroda dan satu buah generator. Generator 74 berfungsi menghasilkan senyawa Iodin yang berfungsi sebagai titer/penetral kadar air sedangkan Elektroda berfungsi sebagai media untuk mengetahui ada tidaknya kadar air di dalam minyak. Perhitungan berapa besar kadar air di dalam minyak dilihat dari berapa banyak Iodin yang di bentuk pada reaksi tersebut. f 2,24e 0,04 ts Adapun satuan dari hasil pengujian ini adalah ppm (part per million) yang didapat dari perbandingan antara banyaknya kadar air dalam mg terhadap 1 kg minyak. Pengujian ini mengacu pada standar IEC 60814. Banyaknya kadar air didalam minyak akan dipengaruhi oleh suhu operasi trafo. Karena sistem isolasi didalam trafo terdiri dari dua buah isolasi, yaitu minyak dan kertas dimana difusi air antara kedua isolasi tersebut dipengaruhi oleh suhu operasi trafo. Untuk mendapatkan nilai referensi sehingga nantinya hasil pengujian dapat dibandingkan terhadap batasan pada standar IEC 60422 perlu dilakukan koreksi hasil pengujian kadar air terhadap suhu 20 oC yaitu dengan mengalikan dengan faktor koreksi. Dengan f= faktor koreksi ts = Suhu minyak pada waktu diambil (sampling) Contoh : Kadar air hasil pengukuran= 10 mg/kg Suhu sampling (ts) = 40 oC Correction factor = 0,45 Kadar air terkoreksi = 10x0,45 = 4,5 mg/kg Kadar air yang diperbolehkan pada trafo diperlihatkan oleh tabel IEC 60422. Dissolved Gas Analysis (DGA). Pada dasarnya DGA adalah proses untuk menghitung kadar/nilai dari gas-gas hidrokarbon yang terbentuk akibat ketidaknormalan. Dari komposisi kadar/nilai gas-gas itulah dapat diprediksi dampak-dampak ketidaknormalan apa yang ada di dalam trafo, apakah overheat, arcing atau corona. Gas gas yang dideteksi dari hasil pengujian DGA adalah H2 (hidrogen), CH4 (Methane), N2 (Nitrogen), O2 (Oksigen), CO (Carbon monoksida), CO2 (Carbondioksida), C2H4 (Ethylene), C2H6 (Ethane), C2H2 (Acetylene). Hasil pengujian DGA dibandingkan dengan nilai batasan standar untuk mengetahui apakah trafo berada pada kondisi normal atau ada indikasi kondisi 2, 3 atau 4. Nilai batasan standar ditunjukkan pada tabel 5.2.1 Apabila nilai salah satu gas ada yang memasuki kondisi 2, maka lakukan pengujian ulang untuk 75 mengetahui peningkatan pembentukan gas. Tabel 5.2.1 Konsentrasi gas terlarut Gambar 5.7.1 Gas gas yang terkandung pada minyak trafo dari hasil uji DGA 76 Pengujian Furan. Isolasi kertas merupakan bagian dari sistem isolasi trafo. Isolasi kertas berfungsi sebagai media dielektrik, menyediakan kekuatan mekanik dan spacing. Proses penurunan isolasi kertas merupakan proses depolimerisasi. Pada proses depolimerisasi isolasi kertas yang merupakan rantai hidrokarbon yang panjang akan terputus/terpotong potong dan akhirnya akan menurunkan kekuatan tensile dari isolasi kertas itu sendiri. Proses depolimerisasi akan selalu diiringi oleh terbentuknya gugus furan. Nilai furan yang terbentuk akan sebanding dengan tingkat DP (degree of polimerization). Berdasarkan informasi besarnya kandungan gugus furan dapat diketahui estimasi atau perkiraan kondisi DP yang dialami isolasi kertas dan estimasi sisa umur daripada kertas isolasi tersebut (Estimated percentage of remaining life – %Eprl). perhitungan estimasi DP & %Eprl DP Log 2 Fal 10 ppb * 0,88 4,51 0,0035 Log10 DP 2,903 0,00602 % Eprl 100 Bila nilai 2-Fal yang diketahui dari hasil pengujian furan diolah berdasarkan perhitungan diatas, maka akan didapat estimasi DP & %Eprl. Berdasarkan kadar 2Furfural yang didapat dari hasil pengujian dapat diperkirakan seberapa besar tingkat penurunan kualitas yang dialami isolasi kertas didalam transformator dan berapa lama sisa umur isolasi kertas tersebut. Tabel 3.10. Hubungan antara nilai 2Furfural dengan perkiraan DP dan Estimasi perkiraan sisa umur isolasi kertas No Hasil Uji (ppm) Keterangan Rekomendasi 1 < 473 Ageing normal - 2 473 – 2196 Percepatan Ageing Periksa kondisi minyak, suhu operasi dan desain 3 2197 – 3563 Ageing berlebih – Zona bahaya Periksa kondisi minyak, suhu operasi dan desain 4 3564 – 4918 Beresiko tinggi mengalami kegagalan Investigasi sumber pemburukan 5 > 4919 Usia isolasi telah habis juga trafo Keluarkan dari sistem 77 Pengujian kadar asam. Minyak yang rusak akibat oksidasi akan menghasilkan senyawa asam yang akan menurunkan kualitas kertas isolasi pada trafo. Asam ini juga dapat menjadi penyebab proses korosi pada tembaga dan bagian trafo yang terbuat dari bahan metal. Untuk mengetahui seberapa besar asam yang terkandung di minyak, dilakukan pengujian kadar asam pada minyak isolasi. Besarnya kadar asam pada minyak juga dapat dijadikan sebagai dasar apakah minyak isolasi trafo tersebut harus segera dilakukan reklamasi atau diganti. Pada dasarnya minyak yang akan diuji dicampur dengan larutan alkohol dengan komposisi tertentu lalu campuran tersebut (bersifat asam) di titrasi (ditambahkan larutan) dengan larutan KOH (bersifat basa). Perhitungan berapa besar asam yang terkandung didalam minyak didasarkan dari berapa banyak KOH yang dilarutkan. Pengujian ini mengacu pada standar IEC 62021 – 1 Pengujian Corrosive Sulfur. Salah satu yang dapat menurunkan kualitas isolasi kertas pada trafo adalah corrosive sulfur yang terkandung di dalam minyak isolasi trafo. Corrosive sulfur adalah senyawa sulfur yang bersifat tidak stabil terhadap suhu yang berada di minyak isolasi yang dapat menyebabkan korosi pada komponen tertentu dari trafo seperti tembaga dan perak. Senyawa sulfur yang terkandung di dalam minyak isolasi saat bersentuhan dengan Tembaga (Cu) maka akan bereaksi dengan tembanga (Cu) dari belitan trafo tersebut. Tidak memerlukan panas dalam reaksi tersebut, namun dengan adanya peningkatan suhu maka reaksi akan lebih cepat. Reaksi ini akan menghasilkan Copper Sulfide yang akan terbentuk dipermukaan tembaga dan meresap kedalam lapisan isolasi kertas yang membungkus belitan trafo. Karena sifat dari copper sulfide adalah konduktor maka semakin banyak senyawa tersebut terbentuk maka akan semakin banyak juga penurunan kekuatan isolasi dari kertas tersebut. Metoda pengujian corrosive sulfur mengacu kepada standar ASTM D 1275 / 1275 b. Tingkatan korosif suatu minyak ditunjukan dengan perubahan warna pada media uji berupa tembaga (Cu). Pengujian Perlengkapan Trafo Pada trafo gardu induk selain pengujian minyak juga dilakukan pengujian perlengkapan yaitu: Rele Jansen dan Rele Bucholz dan pengujian belitan trafo. Kedua rele tersebut tidak mensensor arus atau tidak bekerja jika jaringan mengalami gangguan. Rele rele tersebut bekerja jika terjadi ketidak normalan pada internal trafo. Rele Bucholz. Rele bucholz menggunakan kombinasi limit switch dan pelampung dalam mendeteksi ketidaknormalan di transformator. Oleh karena itu perlu dipastikan limit switch dan pelampung tersebut masih berfungsi dengan baik. Indikasi alarm yang diinformasikan dari rele ke ruang kontrol 78 disampaikan melalui kabel kontrol. Pengujian rele bucholz juga ditujukan untuk memastikan kondisi kabel kontrol masih dalam kondisi baik sehingga malkerja rele yang berakibat pada kesalahan informasi dapat dihindari. Pengujian rele Jansen. Sama halnya dengan rele bucholz, indikasi alarm dari rele jansen yang diinformasikan ke ruang kontrol disampaikan melalui kabel kontrol. Pengujian rele jansen ditujukan untuk memastikan kondisi kabel kontrol masih dalam kondisi baik sehingga malkerja rele yang berakibat pada kesalahan informasi dapat dihindari. Pengujian belitan Trafo. Pengujian belitan trafo gardu induk sama seperti pengujian belitan pada pada trafo distribusi. 79 SUPPLEMEN 80 81 82 BAB VII APPLIKASI ISOLASI DAN PERMASALAHANNYA PADA SISTEM TENAGA LISTRIK 7. 1 Pendahuluan Fungsi utama dari bahan bahan isolasi adalah untuk mengisolasi/mengamankan bagian­bagian yang bertegangan dari konduktor sehingga tidak berbahaya/aman bagi manusia disekitarnya (operator) selain itu juga aman terhadap konduktor yang lainnya. Pada applikasinya bahan­bahan isolasi dituntut untuk memiliki kemampuan tambahan seperti memiliki gaya mekanikal yang tinggi, ketahanan terhadap panas dan ketahanan terhadap pengaruh kimiawi. Gaya­gaya mekanikal yang sering dituntut pada isolator adalah gaya tensile (overhead isolator), gaya lekuk sehingga karakteristik mekanikal seperti modulus elastisitas, kekerasan harus diperhatikan. Sifat sifat thermal (ketahanan terhadap panas) pada bahan bahan isolasi seperti ketahanan terhadap temperatur tinggi, konduktifitas thermal yang tinggi, koefisien muai yang rendah, tidak dapat terbakar, ketahanan terhadap busur api merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan. Karakteristik lain yang dituntut dari bahan isolasi adalah tidak sensitif terhadap pengaruh kimiawi seperti ozon dan pengaruh lingkungan sekitarnya. Keseluruhan prasyarat yang dituntut diatas adalah dengan tidak mengabaikan persyaratan kelistrikan dari bahan­bahan isolasi seperti tegangan breakdown, resistansi yang tinggi, konstanta dielektrik dan faktor disipasi. 7.2 Bahan bahan isolasi an­organik alamiah Gas­gas alam yang sangat penting untuk diketahui pada penerapan sistem tenaga listrik adalah udara, nitrogen, hidrogen. Udara dan nitrogen pada medan yang homogen memiliki tegangan breakdown sampai mencapai 30 kV/cm, Gambar 7.1 memperlihatkan tegangan breakdown dari bermacam macam gas pada keadaan medan homogen. 83 Gambar 7. 1 Tegangan breakdown pada medan homogen dari bermacam macam gas 1. SF6, 2. Udara (N2) 3. He 4. Neon Untuk menaikkan tegangan breakdown pada gas dapat diperoleh dengan menaikkan tekanan pada gas tersebut. Hal ini menimbulkan permasalahan pada isolasi udara karena tekanan yang tinggi dapat menimbulkan terjadinya oksidasi yang merugikan konduktor dan pelapis konduktor (metal clad) sehingga pada pemamfaatan isolasi gas dengan tekanan tinggi dipergunakan nitrogen (N2) kering. Hidrogen memiliki sifat konduktifitas thermal yang baik, sehingga hydrogen selalu dipergunakan sebagai bahan­bahan pendingin pada turbo generator (generator generator besar) dengan cara hydrogen dihembuskan kedalam konduktor generator.1 Tabel 1 meringkaskan sifat­sifat dari gas alam yang dipergunakan dalam sistem tenaga listrik. 7. 3 Bahan­bahan Isolasi an­organik sintesis. 1. SF6 (Sulphur Heksa Fluorida) Dari bermacam macam gas buatan (sintesis), SF 6 adalah yang paling unggul untuk saat ini yaitu memiliki high voltage strength 2,5 kali dari udara dan memiliki sifat pemadaman busur yang baik, tak dapat terbakar, tidak beracun, tidak berbau busuk dan merupakan gas yang sangat lamban bereaksi (inert gas). Sifat pemadaman busur yang baik dari SF6 sehingga gas ini dimamfatkan pada circuit 1 Pada turbo generator konduktor yang dipergunakan adalah konduktor berongga 84 breaker. Efek sampingan dari penggunaan SF6 adalah terbentuknya gas yang beracun dan belum dapat dinetralisir sebagai akibat dari temperatur tinggi karena busur (arc), dan juga dalam keadaan basah dapat membentuk gas asam hidroflurida. Asam hidrofluorida ini dapat mengakibatkan elektrolisis pada bahan­bahan isolasi seperti glass dan porselin yang sangat sensitif terhadap asam hidrofluorida. Gambar 2 memperlihatkan pengaruh tekanan dan suhu terhadap wujud SF6. SF6 banyak dimanfaatkan pada sistem isolasi indoor gardu induk dalam metal­clad dimana indoor gardu induk sangat cocok untuk daerah yang memiliki efek polusi yang tinggi dan daerah berpenduduk padat, karena lahan yang dibutuhkan untuk gardu ini (dengan isolasi SF6) tidak luas dibandingkan dengan outdoor gardu induk. Tabel 1. Sifat dari bermacam­macam gas pada 20 0C, 1013 mbar No. Gas Density Ionization Voltage 3 (g/dm ) Breakdown at s = 1 cm V KV/cm Specific Heat c Thermal Conductivity Titik didih J/kg K 0 C ­3 10 W/K m 1 Udara 1,21 ­ 32 1000 25,6 ­ 2 N2 1,17 15,8 33 1038 25,5 ­195,8 3 O2 1,33 12,8 29 915 26,0 ­183,0 4 CO2 1,84 13,7 29 820 16,0 ­78,5 5 H2 0,08 15,4 19 14212 19 ­252,8 6 He 0,17 24,6 10 5225 149 ­269,0 7 Ne 0,84 21,6 2,9 1030 48,3 ­246,0 9 Ar 1,66 15,8 6,5 523 17,5 ­185,9 10 Kr 3,48 14,0 8 ­ 9,4 ­152,9 11 Xe 5,50 12,1 ­ ­ 5,5 ­170,1 12 SF6 6,15 15,9 89 633 18,8 ­63,8 85 2. Glass Glass dibuat dari peleburan bermacam­macam senyawa oksida dengan proporsi campuran yang berbeda­beda tergantung dari penerapan glass tersebut: SiO2 : Silikon dioksida dalam bentuk pasir kwarsa, dan merupakan komponen utama. B2O3 : Boron trioksida memperbaiki sifat kelistrikan dan daya tahan terhadap perubahan temperatur dan mengurangi koefisien muai. Al2O3 : Alumina memperbaiki daya tahan terhadap cuaca, mengurangi koeffisien muai. PbO : Plumbum trioksida menambah electrical resistant Penyerapan air oleh glass adalah nol sekalipun demikian ion­ion sodium positif pada permukaan glass sangat mudah terlepas. Perhatian khusus dalam hal ini pada applikasi tegangan searah yang menyebabkan elektrolisis pada glass. Perpindahan ion ion positip pada glass dapat menghasilkan lapisan alkali sehingga mengubah sifat sifat fisik glass. Gambar 7. 2 Kurva tekanan dan suhu terhadap wujud SF6 . 1. Liquid 2. Cair Fibre glass memiliki gaya tensile yang sangat besar dan memenuhi persyaratan untuk gaya mekanikal sehingga fibre glass banyak digunakan pada pengikatan dan pembalutan mesin mesin listrik, dan inti transformator. 86 3. Bahan bahan isolasi keramik. Bahan bahan isolasi keramik merupakan produk dari bahan bahan an­organik kasar (mentah) terutama senyawa senyawa silicate dan oksida. Porcelim adalah alumunium silicate dengan bahan bahan kasar (mentah) : kaolin, felspar dan kwarsa. Tingginya kandungan kwarsa menghasilkan bahan porcelin kwarsa yang sifat sifatnya diperlihatkan pada tabel 2. Porcelin dan steatite memiliki sifat mengkilat dan tahan terhadap korosi, sangat lamban bereaksi terhadap seluruh senyawa dan unsur alkali dan senyawa yang mengandung asam kecuali asam hidroklorida dan tahan terhadap kontaminasi. Sangat cocok untuk diterapkan pada peralatan peralatan outdoor gardu induk walupun demikian porselin termasuk bahan isolasi yang rapuh dan mudah retak dengan tiba tiba karena pengaruh gaya mekanikal. Steatite memiliki sifat mekanikal yang tinggi dan faktor dissipasi yang rendah dan karena itu steatite sangat cocok untuk penerapan tegangan tinggi dengan frekuensi tinggi. Tabel 2. Sifat sifat dari bahan isolasi an­organik Property satuan Glass Glass fibre (E­glass) Breakdown Volume resistivity Dielectric constant Disipation factor tan (1 Mhz) Tracking index Density E­Modulus Bending strength Tensile Strength Compressive Strength Thermal Conductivity Linear Thermal Expansion Specific Heat c Arc withstand index KV/mm .cm ­ 10…50 1012…1014 4,5 …7 ­ 1013 6 ­ 10­2…10­3 ­ G/cm3 KN/mm2 N/mm2 N/mm2 N/mm2 KA 3c 2,2…2,6 60…90 30…120 50…100 800 10­3 KA 3c 2,5 70 ­ 2500 ­ Quartz Porcelin KER 110.1 20…40 1012 6 Clay Porcelin KER 110.2 20…40 1012 6 5.10­3 5.10­3 KA 3c 2,3…2,4 50…100 60…100 25…40 250…500 KA 3c 2,5…2,6 50…100 100…140 40…60 400…700 Steatite KER 220 25…40 1012 6 5.10­3 KA 3c 2,6…2,7 80…120 120…150 60…90 800…1000 W/k.m 0,7 …1,1 1,1 1,5 …2,5 1,5 … 2,5 2…4 10­6/K 3…9 5 4…6 4…6 6…9 J/kg.K ­ 700…800 1,6 800 ­ 800 1,6 800 1,6 800 1,6 87 7. 4 Bahan bahan isolasi organik alamiah. o Minyak mineral Minyak mineral diperoleh dari destilasi bertingkat dari minyak mentah (crude oil) terutama senyawa hidrokarbon jenuh yaitu jenis alkana, cyclohexana dan senyawa aromatik (benzena). Kandungan air dan gas pada isolasi minyak memperburuk sifat sifat kelistrikan karena itu pembebasan kandungan air dan gas diperlukan sebelum dipergunakan pada perlengkapan tegangan tinggi. Minyak isolasi berkurang kemampuannya karena peresapan dari uap air, pelarutan dari gas, ketakmurnian terutama oksida. Pada efek karena panas dan oksigen, terbentuk oksida yang terlarut dalam minyak dan yang tidak larut berbentuk sebagai endapan. Gambar 3 memperlihatkan perburukan terhadap isolasi minyak sampai sepuluh kali dibandingkan terhadap minyak isolasi baru. Selain dipergunakan sebagai bahan isolasi minyak juga memikul tugas sebagai bahan pendingin (pada trafo) . Minyak juga dipergunakan sebagai bahan impregnating pada kapasitor. Kertas yang diresapkam minyak (oil impregnated paper) merupakan dielektrik yang banyak digunakan pada trafo instrumen (CT dan VT) kapasitor dan kabel kabel. 88 Tabel 3. Sifat sifat bahan isolasi liquid property Breakdown Volume Resistivity Dielectric Constant Dissipation factor tan (1 MHz) Density Thermal Conductivity Specific Heat c Thermal Stability limit Flash point Neutralization number (acidity) Saponification number Unit Mineral oil KV/mm 25 1014 .cm ­ 2,2 ­ 10­3 3 g/cm 0,89 W/K.m 0,14 J/kg.K 1800 0 C 90 0 C > 130 mg.KOH/g < 0,3 mg.KOH/g < 0,6 Chlorinated diphenyl 20 1014 5,5 10­3 1,5 0,1 ­ ­ ­ ­ ­ Silicon oil 10 1015 2,8 2.10­4 0,97 0,16 2000 150 >300 ­ ­ 4.2 Kertas. Kertas untuk tujuan electro technical dibuat dari wood pulp umumnya dari kayu pohon cemara, dan kertas yang digunakan untuk kapsitor dapat memiliki ketebalan sampai 10 m. Kertas sellulosa yang dibuat untuk kertas trafo dengan ketebalan 0,05 mm sampai 0,08 mm dan kertas yang digunakan untuk isolasi pada kabel daya memiliki ketebalan 0,08 mm sampai 0,2 mm. Faktor disispasi dan kontanta dielektrik kertas dipengaruhi oleh temperatur sebagaimana diperlihatkan pada gambar 7.4. Gambar 7. 4 Pengaruh suhu pada kertas 1. Faktor disipasi (tan ) 2. Konstanta dielektrik 89 Kertas sangat hygrokospis dan selama penyimpanan pada kondisi atmosfir menyerap air 5 sampai 10 %. Perburukan dari kertas dipengaruhi oleh air dan panas maka pengeringan yang baik adalah sangat penting (moser 1979). Kertas banyak digunakan sebagai pendukung dan barrier isolation (hardboard yaitu dari pengkompressian epoxy resin), sebagai peresap minyak (oil impregnating) pada trafo, trafo instrument (CT dan VT), bushing kapasitor dan kabel dengan isolasi kertas (oil filled cables). Sistem pengisolasian dengan kertas minyak (oil paper insulation) harus dibuat dengan sangat hati hati guna menghindari gas­gas perusak, yang dapat menghasilkan partial discharge. Gas­gas perusak juga dapat mengakibatkan kekuatan breakdown pada minyak berkurang (gas­gas perusak terlarut dalam minyak) dan juga uap air (embun) harus diperhtikan karena dapat mengakibatkan perburukan pada kertas tidak hanya dielectric strength dari minyak tetapi juga perburukan kestabilan dari kertas (Y. Narayama Rao). Oilpaper dielectric memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem isolasi kabel daya. Kertas pengisolasian dengan ketebalan 0,1 – 0,15 mm dikeringkan dan diresapi oleh minyak. Minyak yang dipergunakan adalah minyak mineral dengan kekentalan rendah (low viscosities) digunakan sebagai oil filled cables dengan bahan aditif resin (VDEW cable handbook 1977). Faktor disipasi dari oil filed cables terletak pada (2 … 4)10­3, dari gambar 5 dapat dilihat bahwa daya yang disalurkan sebagai fungsi dari tegangan dengan tan sebagai parameter. Gambar 7. 5 Daya yang disalurkan pada oil filled cables terhadap diameter d sebagai fungsi tegangan saluran U. Dengan tan sebagai parameter. 90 7.5 Bahan­bahan isolasi organik sintetis Senyawa­senyawa organik buatan yang banyak dipakai dalam sistem tenaga listrik dari jenis poly ethylene yaitu LDPE dan XLPE dan dari jenis poly tetra floure ethylene, epoxy resin, minyak silicon, polyvinylchlorida (PVC). Senyawa­senyawa dari polyethylene (LDPE, XLPE, HDPE) memiliki ketahanan yang baik terhadap bahan kimiawi kecuali terhadap chlor, sulphur, asam nitrat. Selain itu juga oksigen dapat juga mengakibatkan permukaan menjadi rapuh (lapuk). Tabel 4 memberikan sifat sifat penting dari senyawa organik buatan lainnya, dimana bahan bahan isolasi tersebut tergolong jenis thermoplas. XLPE banyak digunakan sebagai isolasi kabel daya sampai tegangan 110 kV dan kabel daya ini mudah dipasang, berat yang ringan dan mudah dipasang pada posisi vertikal. Permasalahan utama dari kabel ini adalah sensitive terhadap partial discharge. Kejadian partial discharge ini mengakibatkan umur dari kabel menjadi berkurang. Epoxy resin (EP) memiliki gaya mekanikal yang baik tetapi memiliki sifat kelistrikan dan sifat dielektrik yang kurang baik sebagaiman dapat dilihat pada table 5. EP moulding tidak bereaksi terhadap alkohol, benzena, ether, asam lemah dan alkali tetapi terhadap asam asam kuat dan alkalis membuat menjadi tidak stabil. Pemakaian EP moulding banyak dipakai pada trafo instrumentasi dan sebagai support isolasi pada SF6. 91 Tabel 4. Sifat­sifat senyawa organik buatan Property Unit Resin komponen Hardener 2 Filler Hardening temperature Breakdown Volume resistivity Dielectric constant Dissipation factor tan Tracking index Density E­modulus Bending strength Tensile strength Thermal conductivity Linear Thermal expansion Thermal stability limit 2 % SiO2 FS 1000­0 EP­moulding FS 1000­6 FS 1021­0 FS 1021­6 PUR EP­solid resin PSA 0 EP­solid resin PSA 60 EP­Liquid resin HH PSA 0 EP­Liquid resin HH PSA 65 ­ C 120 120 60/90 60/90 ­ kV/mm 15 15 15 16 15 .cm 1014 1014 1014 1014 1013 3 4 4 4 4 10­2 10­2 10­2 10­2 2.10­2 g/cm kN/mm2 N/mm2 N/mm2 KA 3a 1,2 4 140 80 KA 1 1,8 12 135 90 KA 3c 1,2 2,5 120 60 KA 3c 1,9 12 110 75 KA 3c 1,2 0,5 ­ 3 W/K.m 0,2 0,8 0,2 0,8 0,24 10­6/K 65 35 65 35 200 C 125 130 130 130 80 0 3 0 PSA : phthalic acid anhydride; HH PSA Hexahydrophthalic acid anhydride According to DIN 16946. FS 1000­0 : unfilled moulding of solid EP FS 1000­6 : 60% filled moulding of solid EP FS 1021 : liquid EP 92 Tabel 5. Sifat­sifat dari senyawa organik buatan Unit High Pressure PE (LDPE) Low Pressure PE (HDPE) Cross Linked PE (XLPE) Hard PVC Soft PVC PTFE kV/mm 75 100 50 30 10 25 Volume resistivity .cm 5.1017 5.1017 1016 1015 1014 1017 Dielectric constant ­ ­ 2,3 2,4 2,3 5,5 2,1 Dissipation factor tan ­ 2.10­4 10­3 10­3 2.10­2 10­1 10­4 Tracking index ­ KA 3b KA 3c KA 3c KA3a KA 1 KA3c Density g/cm3 0,92 0,95 0,92 1,4 1,2 2,15 E­modulus KN/m m2 0,15 0,7 0,1 3 0,05 0,5 Bending strength N/mm2 15 30 ­ 100 ­ 15 Tensile strength N/mm2 12 15 20 50 20 20 Thermal conductivity W/K.m 0,3 0,4 0,3 0,17 0,17 0,25 Linear Thermal expansion 10­6/K 320 150 320 70 190 120 C 70 80 90 65 50 250 Property Breakdown Thermal stability limit 7.6 0 Permasalahan Bahan Isolasi. Untuk mengurangi losses (kehilangan I2.R) yang terjadi pada sistem transmisi maka biasanya tegangan transmisi dinaikkan. Kenaikan tegangan menimbulkan masalah pada sistem isolasi. Dimana isolasi berkaitan erat dengan biaya (cost) sehingga penghematan pemakaian bahan isolasi diperlukan untuk menekan biaya tanpa mengabaikan kehandalan dan faktor keamanan. Bentuk elektroda mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam penentuan breakdown strength dari bahan isolasi baik padat, cair (liquid) dan gas dari pada faktor lainnya. Ketidak homogenan medan karena elektroda yang dipergunakan terutama pada daerah tepi dari elektroda tersebut merupakan masalah yang timbul pada pemakaian bahan isolasi. Pemakaian bahan isolasi dilapangan sangat jarang 93 sekali dipasang pada peralatan yang memiliki medan yang homogen. Ketebalan bahan isolasi dapat menurunkan gaya dielectric. Pada umumnya gaya dielectric pada bahan isolasi termasuk minyak dapat dinyatakan sebagai : V = A.tn Dengan V = gaya dielectric. A = konstanta tergantung pada bahan. t = tebal isolasi n = 0,5 …. 1,0 Harga n untuk bahan padat dipengaruhi oleh faktor kekeringan struktur bahan, pengolahan bahan, dan bentuk medan (seragam atau tidak) yang tergantung pada bentuk elektroda yang dipergunakan. Kehadiran udara ataupun impuritas lainnya yang tidak diinginkan pada bahan isolasi dapat mengurangi tegangan breakdown dari bahan isolasi tersebut, misalnya kehadiran udara atau endapan pada minyak trafo. Hal ini dikarenakan kehadiran udara, air ataupun impuritas lainnya mempunyai breakdown strength lebih rendah dari bahan isolasi yang dipergunakan (minyak trafo). Pemakaian SF6 sebagai isolasi menimbulkan masalah terhadap lingkungan karena limbah dari SF6 (SF6 yang terurai akibat busur) bersifat racun dan belum dapat dinetralisir. Pengaruh­pengaruh pencemaran lingkungan terutama pada industri semen, kimia (kosmetik dan pupuk) dan peleburan baja yang berdekatan merupakan suatu daerah yang tergolong polusi berat. Pada daerah ini membutuhkan perhatian khusus pada perawatan gardu induk terutama jika gardu induk tersebut merupakan outdoor installation. 7.7 Kesimpulan 1. Gas SF6 untuk saat ini sangat cocok digunakan pada sistem isolasi peralatan tegangan tinggi karena memiliki tegangan breakdown paling tinggi, tidak dapat terbakar, tidak beracun, dan juga lamban dalam bereaksi. 2. Bahan isolasi yang cocok pada sistem tegangan tinggi dengan frekuensi tinggi misal pada peleburan baja adalah steatite yang memiliki disipasi faktor rendah dan juga memiliki sifat mekanikal yang baik. 3. Perburukan minyak trafo selain ditentukan oleh penuaan (ageing) juga ditentukan oleh adanya impuritas seperti uap air (embun), udara dll. Perburukan sifat minyak trafo dapat dikurangi dengan menjaga kemurnian minyak trafo dari partilkel impuritas. 94 Daftar Pustaka 1. Arismunandar Artono, “Teknik Tegangan Tinggi”, Pradya Paramita, Jakarta, 1990 2. Dieter K, Hermann Karner, “High Voltage Insulation Technology”, Friedr Vieweg & Sohn, Braunschweig, 1985. 3. MS Naidu & V Kama raju “High Voltage Engineering.”, Tata McGraw­Hill 4 Nawawi Zainuddin, Latifah Nyayu, Nagao Masayuki, “Pengaruh Tahanan Permukaan Terhadap Karakteristik Tembus Material Isolasi LDPE.”, Seminar Nasional dan Workshop Teknik Tegangan Tinngi II, Nopember 1999. 5 Silalahi M. Sabar, Haryono Harry, Simanjuntak M Yohannes, “ Pengujian Tegangan Tembus Isolasi Udara Bertekanan”, Seminar Nasional dan Workshop Teknik Tegangan Tinngi II, Nopember 1999. 95 Tabel 3.8 kategori peralatan berdasarkan tegangan operasinya