PRAKTEK KEPERAWATAN DASAR KLINIK TELAAH JURNAL The Effect of Foot Reflexology and Back Massage on Hemodialysis Patient’s Fatigue and Sleep Quality Oleh : Kelompok G’18 (2) Khairina , S.Kep Liasanil Ulfa Ila’ika, S.Kep Siti Hamidah, S.Kep Venti Agustin, S.Kep Lega Septi Rahmi, S.Kep PRAKTEK PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS 2018 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas telaah jurnal ini tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam tak lupa pula kita hadiahkan kepada Nabi besar kita yakninya Nabi besar Muhammad SAW. Yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah kepada zaman yang penuh ilmu pengetahuan yang kita rasakan pada saat sekarang ini. Telaah jurnal ini penulis buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar Klinik. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga menjadi ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Amin. Penulis menyadari bahwa telaah jurnal ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, demi kesempurnaan telaah jurnal ini. Akhir kata penulis berharap semoga telaah jurnal ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan supaya kita selalu berada di bawah lindungan Allah SWT. Padang, September 2018 Penyusun i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................... 4 C. Tujuan Penulis ......................................................................................... 4 D. Manfaat .................................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hemodialisa ............................................................................................. 6 B. Kualitas Tidur ........................................................................................... 9 C. Fatigue....................................................................................................... 11 D. Refloksology Kaki .................................................................................... 12 E. Back Massage ........................................................................................... 17 BAB III TELAAH JURNAL A. Telaah Penulisan ...................................................................................... 18 B. Telaah Konten .......................................................................................... 29 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................................. 34 B. Saran ........................................................................................................ 34 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35 ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data dari United States Renal Data System (USRDS), jumlah insiden (baru dilaporkan) di United States untuk kasus End Stage Renal Disease (ESRD) pada tahun 2012 adalah 114.813. Insiden ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 113.343 (USRDS, 2014). Insiden gagal ginjal di negara berkembang diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahunnya (Suwitra, 2009 dalam Idrus, dkk., 2009). Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (2013) menyebutkan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2 persen dan penyakit batu ginjal sebesar 0,6 persen. Prevalensi PGK di Sumatera Barat sebesar 0,2%. Prevalensi PGK tertinggi sebanyak 0,4% yaitu di Kabupaten Tanah Datar dan Kota Solok. Di Kota Padang didapatkan prevalensi CKD sebesar 0,3%. Kejadian tertinggi CKD di Sumatera Barat adalah pada kelompok umur 45-54 tahun sebanyak 0,6%. Perbandingan CKD berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita adalah tiga berbanding dua (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013). Berdasarkan artikel penelitian tentang gambaran klinis penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUP Dr.M.Jamil oleh Aisara, dkk tahun 2018, pasien yang menjalani HD terbanyak pada kelompok umur 40 – 60 tahun (62,5%). Pasien dengan jenis kelamin laki-laki memiliki presentasi lebih tinggi, yaitu sebanyak 56,7%. Berdasarkan lama hemodialisis lebih banyak ditemukan pasien yang menjalani HD selama kurang dari 3 bulan (81,7%). Penyakit ginjal kronis merupakan suatu proses patofisiologis dengan beragam etiologi, sehingga dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan kebanyakan penyakit ginjal kronis akan berakhir dengan gagal ginjal. Sedangkan, gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang irreversible, terjadi pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti yang tetap berupa dialisis ataupun transplantasi ginjal (Suwitra, 2009 dalam Idrus, dkk., 2009). 1 Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM, menegaskan bahwa perawatan yang dapat dilakukan oleh penderita penyakit ginjal kronis adalah hemodialisis yang dapat mencegah terjadinya kematian tetapi tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan fungsi ginjal secara sempurna (Depkes, 2016). Hemodialisis merupakan proses membersihkan darah dari produk sampah yang digunakan pada pasien dengan ESRD (End Stage Renal Disease) atau pasien dengan penyakit akut yang membutuhkan dialisis dalam jangka waktu pendek (Williams & Wilkins, 2010). Hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital lainnya dan akumulasi zat toksik dalam sirkulasi darah, tetapi hemodialisis tidak dapat mengembalikan fungsi ginjal secara permanen. Selain itu, klien penyakit ginjal kronis biasanya harus menjalani terapi hemodialisis sepanjang hidupnya (biasanya 3x dalam seminggu selama paling sedikit 3 hingga 4 jam per sekali terapi) atau sampai mendapatkan ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Muttaqin & Sari, 2011). Pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, produksi eritropoeitin menurun sehingga mengakibatkan terjadinya anemia, fatigue, angina, dan napas pendek (Smeltzer, et al., 2010). Efek samping dari melakukan hemodialisa diantaranya secara biologis (mengalami tekanan darah yang terlalu rendah atau tinggi, terkena penyakit hernia, anemia, peritonitis, kulit terasa gatal, dan kram otot), secara psikososial (emosi, kesulitan tidur, kelelahan, penurunan harga diri, perubahan gaya hidup, dan fungsi seksual), dan secara sosial (perubahan interaksi kemasyarakat). Salah satu efek samping yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu anemia dan fatigue (Williams & Wilkins, 2010). Fatigue adalah perasaan subyektif dengan gejala yang biasa berupa kelelahan yang ekstrim dan persisten, bekurangnya energi atau kelemahan (Friedman & Stephens, 2008). Pasien gagal ginjal kronik yang menjalankan therapy dialysis yang mengalami beberapa efek samping dari Psikososial dan spiritual memutuskan untuk menghentikan therapy dialysis yang dijalankan, hal ini menunjukkan mereka memiliki beban psikologis yang berarti, salah satunya adalah gangguan tidur dimana ini masalah umum pada pasien gagal ginja kronik dan 2 memiliki angka prevalensi 44% (20-83%), (Khalili, Hooshmand, Jahani & Shariati, 2012). Gangguan tidur pada pasien hemodialisis mempengaruhi kualitas tidur dari segi tercapainya jumlah atau lamanya tidur. Orang dengan gangguan tidur bisa dipopulasi beresiko tinggi rentan terhadap kecelakaan, oleh karena itu manajemen yang baik dari gangguan pasien gagal ginjal kronik adalah penting untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas, (Khalili, Hooshmand, Jahani & Shariati, 2012). Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang (Potter & Perry, 2006). Gangguan tidur dialami oleh setidaknya 5080% pasien yang menjalani hemodialisis (Merlino, et al, 2006; Kosmadakis & Medcalf,2008). Gangguan tidur dalam penanganan pasien hemodialisa terdapat dua cara yang dapat digunakan, yaitu secara farmakologis dengan menggunakan obat-obatan dan secara non farnakologis dengan cara penggunaan homeopathy, hipnotherapy, relaksasi, akupresur, yoga, dan massage atau pemijatan (Danuatmaja & Meliasari, 2008). Metode non farmakologi mempunyai efek noninvasif, sederhana, efektif, dan tanpa efek yang membahayakan dibandingkan metode farmakologi. Back Massage adalah salah satu tehnik memberikan tindakan massage pada punggung dengan usapan secara perlahan (Kenworthy et al, 2002). Nilai terapeutik dari masase punggung termasuk mengurangi ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi darah dan kelenjar getah bening, melepaskan respon saraf, melepaskan bahan kimia tubuh sehingga terjadi respon relaksasi fisik dan psikologis (Kusyati, 2006). Salah satu manfaat langsung dari pijat punggung adalah relaksasi menyeluruh dan ketenangan, yang dapat memberikan kenyamanan saat tidur. Metode non farmakologi lain adalah foot reflexology. Reflexology Therapy adalah sebuah metode alamiah untuk merawat tubuh dengan cara menelusuri dan sekaligus memberikan therapy di daerah titik-titik refleksi di tubuh manusia dengan teknik pemijitan, baik yang berada di daerah kaki dengan penerapan Foot reflexology. 3 Berdasarkan hasil pengamatan di ruangan penyakit dalam wanita RSUP Dr..Djamil Padang, September 2018, data dari 1 bulan terakhir (13 Agustus-19 September 2018) terdapat 47 orang pasien yang dirawat inap dengan diagnosis CKD (Cronic Kidney Disease) dengan menjalani hemodialisa. Di ruangan interne wanita penatalaksanaan yang dialukan pada pasien CKD dengan hemodialisa dengan penanganan secara fisik yaitu terapi obat dan terapi diit nutrisi. Pada hasil pengamatan yang dilakukan, terdapat masalah yang ditemukan penulis terhadap pasien, dimana pasien dengan diagnosis tersebut mengalami masalah dari segi psikososial dimana pasien sering merasa kelelahan dan sulit untuk tidur akibat beberapa komplikasi atau efek setelah melakukan hemodialisa. Sehingga berdasarkan latar belakang dan pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa masih banyak pasien dengan CKD yang melakukan terapi hemodialisa yang di rawat di rumah sakit, terkhusus ruang interne wanita mengalami gangguan pola tidur dan fatigue. Sehingga penulis tertarik melakukan telaah jurnal tentang “Pengaruh Foot Reflexology dan Back Massage Pada Kelelahan dan Kulitas Tidur Pasien Hemodialisa.” B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penulisan jurnal “Pengaruh Foot Reflexology dan Back Massage Pada Kelelahan dan Kulitas Tidur Pasien Hemodialisa“ ? 2. Bagaimana isi dari jurnal “Pengaruh Foot Reflexology dan Back Massage Pada Kelelahan dan Kulitas Tidur Pasien Hemodialisa “ ? C. Tujuan penulisan 1. Tujuan Umum Mengetahui pengembangan praktek dan pengetahuan baru terkait dengan pengaruh Foot Reflexology dan Back Massage pada kelelahan dan kulitas tidur dipertimbangkan pasien dalam hemodialisa praktik yang klinis meningkatnya profesionalitas keperawatan. 2. Tujuan khusus 4 harus dunia diketahui dan keperawatan agar a. Diketahui penulisan Jurnal “Pengaruh Foot Reflexology dan Back Massage Pada Kelelahan dan Kulitas Tidur Pasien Hemodialisa “ b. Diketahui isi dari jurnal “Pengaruh Foot Reflexology dan Back Massage Pada Kelelahan dan Kulitas Tidur Pasien Hemodialisa “ D. Manfaat penulisan Penulisan telaah jurnal “Pengaruh Foot Reflexology dan Back Massage Pada Kelelahan dan Kulitas Tidur Pasien Hemodialisa “diharapkan dapat bermanfaat: 1. Bagi Mahasiswa Sebagai bahan pembelajaran dalam merawat pasien dalam pemberian terapi foot reflexology dan back massage pada kelelahan dan kulitas tidur pasien hemodialisa. 2. Bagi Perawat Sebagai pengetahuan terbaru dalam praktik klinik yang dapat meningkatkan profesionalitas dari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terutama dalam perawatan pasien yang sedang hemodialisa. 3. Bagi Ruangan Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan pada pasien sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan dirumah sakit. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hemodialisa 1. Pengertian Hemodialisa Hemodialisa adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat toksis lainnya melalui membran semipermiabel sebagai pemisah antara darah dan cairan dialisat yang sengaja dibuat dalam dialiser. Membran semipermiabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, keratin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran(Wijaya, dkk., 2013). Hemodialisa adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada hemodialisa, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu dialirkan kembali dalam tubuh. Proses hemodialisa dilakukan 1-3 kali seminggu dirumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam (Mahdiana, 2011). Hemodialisa merupakan terapi jangka panjang yang biasa dilakukan pada penderita gagal ginjal kronis. Hemodialisis berperan sebagai penyaring untuk membuang toksin yang ada dalam darah. Namun demikian, terapi hemodialisa tidak dapat menyembuhkan gangguan ginjal pada pasien. Oleh karena itu, pada pasien dengan gagal ginjal kronik masih sering terjadi komplikasi yaitu hipotensi, nyeri dada, gangguan keseimbangan dialisis, kram otot, mual muntah, dan gangguan tidur (Terry & Weaver, 2011). 2. Tujuan Hemodialisa Menurut Lumenta (2001), Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan: 6 a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat b. Membuang kelebihan air c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh. d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh. e. Memperbaiki status kesehatan penderita. 3. Indikasi Menurut Wijaya dkk, (2013) indikasi hemodialisa adalah sebagai berikut: a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih (laju filtrasi glomerulus < 5ml). Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi: Hiperkalemia (K+ darah > 6 mEq/l), asidosis, kegagalan terapi konservatif, kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200 mg%, Kreatinin serum > 6 mEq/l), kelebihan cairan, mual dan muntah hebat b. Intoksikasi obat dan zat kimia c. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat d. Sindrom hepatorenal dengan kriteria : 1) K+ pH darah < 7,10 → asidosis 2) Oliguria/anuria > 5 hari 3) GFR < 5 ml/I pada GGK 4) Ureum darah > 200 mg/dl 4. Kontra Indikasi Menurut Wijaya, dkk (2013) menyebutkan kontra indikasi pasien yang hemodialisa adalah sebagai berikut: a. Hipertensi berat (TD > 200/100 mmHg) b. Hipotensi (TD < 100 mmHg) c. Adanya perdarahan hebat d. Demam tinggi 7 5. Prinsip Hemodialisa Menurut Muttaqin (2011), prinsip hemodialisa pada dasarnya sama seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisia, yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat b. Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan hidrostatik di dalam darah dan dialisat. Luas permukaan dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser, dan rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi misal: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan, hipotensi, kram, muntah, perembesan darah, kontaminasi dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula) 6. Penatalaksanaan Hemodialisa pada pasien Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal (Wijayakusuma, 2008). Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala (Smeltzer & Bare, 2001). Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan 8 cairan juga merupakan bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan (Smeltzer & Bare, 2001). Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia dan antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik (Smeltzer & Bare, 2001). 7. Komplikasi Menurut Smeltzer & Bare (2002), Komplikasi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut: a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi Komplikasi atau dampak Hemodialisa terhadap fisik menjadikan klien lemah dan lelah dalam menjalani kehidupan sehari- hari terumtama setelah menjalani hemodialisis (Farida, 2010). B. Kualitas Tidur Kualitas tidur meliputi beberapa aspek kebiasaan seseorang, termasuk kuantitas tidur, latensi tidur, efisiensi tidur, dan gangguan tidur. 9 Penurunan kualitas tidur berhubungan dengan perasaan cemas, depresi, marah, kelelahan, kebingungan dan mengantuk di siang hari. Sedangkan kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan yang tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Gangguan tidur juga berkaitan dengan peningkatan mortalitas dan peningkatan resiko untuk terkena berbagai penyakit kronis termasuk depresi, hipertensi, stroke, diabetes, penyakit jantung serta obesitas. (Chang, 2011; Firoz, 2015; Rakhmawati, 2016; Safruddin, 2016; Varisella, 2016). Berdasarkan penjelasan tersebut terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pola tidur/insomnia seperti faktor demografi (usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, status perkawinan, suku/ras, spiritual), faktor gaya hidup (kebiasaan merokok, konsumsi kopi), faktor psikologis (kecemasan), faktor biologis (penyakit penyebab gagal ginjal kronik, anemia), faktor lingkungan (kenyamanan, lingkungan fisik/nyeri),dan faktor terapi dialisis (shift hemodialisa, lamanya waktu hemodialisa) (Rosdiana, 2010; Tarwoto & Wartonah 2015). Menurut Sabry, et al (2010) gangguan tidur dialami oleh 50-80% pasien yang menjalani terapi hemodialisa. Gangguan tidur sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik (CKD) bahkan dapat berlangsung lama, hal ini dapat mempengaruhi kualitas tidur pasien gagal ginjal kronik baik dari segi tercapainya jumlah atau lamanya tidur yang berdampak pada aktivitas keseharian individu. Gangguan tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa selain menyebabkan kualitas tidur yang buruk masalah tidur juga memberikan dampak negatif pada fisik dan mental serta dapat mengarah pada penurunan penampilan pasien seperti disfungsi kognitif dan memori, mudah marah, penurunan kewaspadaan serta konsentrasi. Kualitas tidur merupakan kepuasan seseorang terhadap tidur yang dapat ditentukan oleh seseorang yang mempersiapkan pada malam hari seperti kemampuan untuk tetap tidur, kemudahan untuk tetap tidur tanpa bantuan medis (Safruddin, 2016). Gangguan tidur pada pasien hemodialisa dapat mengakibatkan insomnia jangka panjang, penurunan kualitas hidup dan kualitas tidur yang buruk. Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa 10 mengalami gangguan tidur dapat mempengaruhi tubuh baik fisiologis, psikologis, fisik, sosial, dan kematian. Gangguan tidur juga dapat menyebabkan efek pada sistem endokrin, kardiovaskular, imun, dan sistem saraf (Firoz, 2015; Sari, 2016). C. Fatigue Fatigue adalah perasaan subyektif yang tidak menyenangkan berupa kelelahan, kelemahan, dan penurunan energy dan merupakan keluhan utama pasien dengan dialisis (prevalensinya mencapai 60-97%). Kondisi fatigue pada pasien hemodialisis dapat menyebabkan konsentrasi menurun, malaise, gangguan tidur, gangguan emosional, dan penurunan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-harinya, sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup pasien hemodialisis (Jhamb, 2008). Terdapat beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi kondisi fatigue pada pasien hemodialisis menurut Jhamb (2008) dan Brunner & Suddarth (2001) yaitu uremia, anemia, malnutrisi, depresi, dan kurangnya aktivitas fisik. Uremia pada pasien hemodialisis dapat menyebabkan pasien kehilangan nafsu makan, mual, muntah, kehilangan energi dan protein, dan penurunan produksi karnitin yang menyebabkan penurunan produksi energi untuk skeletal dan mengakibatkan fatigue. Anemia adalah kondisi dimana tubuh tidak mempunyai cukup sel darah merah atau eritrosit. Kerusakan fungsi ginjal menyebabkan penurunan produksi hormon eritropoietin yang berperan dalam proses eritropoiesis atau pembentukan eritrosit. Penurunan jumlah eritrosit menyebabkan anemia yang menyebabkan penurunan jumlah sel darah yang mengangkut oksigen dan nutrisi ke seluruh tubuh. Penurunan suplay oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan tubuh menyebabkan pasien mengalami kelelahan yang ekstrem atau fatigue, anoreksia, gangguan tidur, dan penurunan toleransi terhadap aktivitas. Anemia pada pasien dialisis juga disebabkan karena kurangnya zat besi akibat dari pembatasan asupan karena diet, penurunan kemampuan tubuh untuk menyerap zat besi, dan kehilangan darah akibat terapi hemodialisa, perdarahan gastrointestinal, dan perdarahan pada saat akses vaskuler. 11 Penurunan kadar Hb pada pasien hemodialisis menyebabkan penurunan level oksigen dan sediaan energi dalam tubuh, yang mengakibatkan terjadinya fatigue dan kelemahan dalam melakukan aktivitas sehingga pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Hasil penelitian menyebutkan bahwa penurunan kualitas hidup pasien hemodialisis disebabkan oleh anemia dengan kadar Hb < 11 gr/dL. Kondisi depresi dapat mempengaruhi fisik pasien sehingga timbul fatigue, gangguan tidur, dan penurunan minat untuk melakukan aktivitas. Penurunan aktivitas fisik pada pasien hemodialisis mempengaruhi level fatigue. D. Refleksi Kaki Refleksologi adalah pengobatan holistik berdasarkan prinsip bahwa terdapat titik atau area pada kaki, tangan, dan telinga yang terhubung ke bagian tubuh atau organ lain melalui sistem saraf. Tekanan atau pijatan di titik atau area tersebut akan merangsang pergerakan energi di sepanjang saluran saraf yang akan membantu mengembalikan homeostasis (keseimbangan) energi tubuh. Stres, cedera, atau gangguan penyakit dapat menyebabkan keseimbangan energi tubuh terganggu. Ketidakseimbangan energi dapat dirasakan melalui kristal di titik refleksi yang sesuai dengan bagian tubuh yang bermasalah. Kristal tersebut terasa bervariasi dari yang seperti pasir hingga terasa berbentuk benjolan. Kristal tersebut terjadi karena terhalangnya saluran energi. Pijatan di daerah yang bermasalah akan merangsang aliran energi yang akan membongkar halangan dan melancarkan kembali aliran energi. Tujuan dan manfaat dari ilmu pijat pengobatan refleksi adalah untuk: a. Meningkatkan daya tahan dan kekuatan tubuh (promotif) b. Mencegah penyakit tertentu (preventif) c. Mengatasi keluhan dan pengobatan terhadap penyakit tertentu (kuratif) d. Memulihkan kondisi kesehatan (rehabilitatif) 12 1. Area untuk Reflexologi Kaki Area longitudinal Area Transversal 13 2. Area atau Titik Reflexology Kaki a. Area atau Titik Refleksi 1) Kepala (otak) 2) Dahi (sinus) 3) Otak kecil (cerbellum) 4) Kelenjar bawah otak/hyphophyse/pituitary 5) Saraf trigeminus (temporal area) 6) Hidung 7) Leher 8) Mata 9) Telinga 10) Bahu 11) Otot trapezius 12) Kelenjar tiroid 13) Kelenjar paratiroid 14) Paru-paru dan bronkus 15) Lambung 16) Duodenum (usus dua belas jari) 17) Pankreas 18) Hati 19) Kantong empedu 20) Serabut saraf lambung atau solar pleksus 21) Kelenjar adrenal atau supra renalis atau anak ginjal 22) Ginjal Lokasi titik: Area pijat terletak di telapak kaki, longitudinal 2, transversal 3 (lihat peta titik nomor 22). Keterangan: Berikut ini akan dijelaskan fungsi ginjal. a) Ginjal mengatur cairan dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekskresi berkurang dan 14 konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal. b) Ginjal mengatur keseimbangan elektrolit. Jika terjadi pemasukan atau pengeluaran ion-ion yang abnormal akibat pemasukan garam yang berlebihan atau penyakit pendarahan (diare, muntah), ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-ion yang peting, misalnya Na, K, Cl, Ca, dan fosfat. Ginjal mengatur keseimbangan asam-basa cairan tubuh yang bergantung pada asupan makanan. c) Ginjal mengeluarkan sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, sisa obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin, dan bahan kimia asing (pestisida). d) Ginjal meningkatkan fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting dalam mengatur tekanan darah dan proses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Di samping itu, ginjal juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorsi ion kalsium di usus. 23) Ureter (saluran kencing) 24) Kantong kemih 25) Usus kecil 26) Usus buntu 27) Katup ileo sekal 28) Usus besar menaik (ascendens) 29) Usus besar mendatar (transcendens) 30) Usus besar menurun (descendens) 31) Rektum 32) Anus 33) Jantung 34) Limpa 35) Lutut 36) Kelenjar reproduksi 15 37) Mengendurkan perut atau mengurangi sakit 38) Sendi pinggul 39) Kelenjar getah bening bagian atas tubuh 40) Kelenjar getah bening bagian perut 41) Kelenjar getah bening bagian dada 42) Organ keseimbangan 43) Dada 44) Sekat rongga dada atau diafragma 45) Amandel 46) Rahang bawah 47) Rahang atas 48) Tenggorokan dan saluran pernapasan 49) Kunci paha 50) Rahim atau testis 51) Penis atau vagina atau saluran kencing 52) Dubur atau wasir 53) Tulang leher 54) Tulang punggung 55) Tulang pinggang 56) Tulang kelangkang 57) Tulang tungging 58) Tulang belikat 59) Sendi siku 60) Tulang rusuk 61) Pinggul 62) Lengan 3. Teknik Refleksi a. Teknik Jempol berjalan Menggunakan teknik ujung jempol, tujuan dari teknik jempol berjalan adalah untuk menerapkan tekanan konstan, stabil ke permukaan kaki atau tangan, satu tangan memegang atau meregangkan telapak kaki. Ibu jari memijat atau menekan area telapak kaki, menekuk dan umbend thumb bersama, bergerak 16 maju sedikit pada satu waktu. Tujuannya adalah untuk bekerja dengan area kecil di setiap langkah untuk menciptakan perasaan tekanan konstan, stabil. Selalu berjalan dalah arah yang maju, tidak mundur. b. Hook dan Back Up Teknik ini digunakan untuk bekerja di sebuah titik tertentu yang tersembunyi atau banyak dagingnya. Ini adalah teknik yang relative stasioner, dengan hanya gerakan-gerakan kecil jempol yang terlibat. Untuk menghindari kuku terkena daging, satu tangan memegang kaki atau tangan. Tangan saatu lagi seperti menggenggam atau menekuk dan menahan. Tempatkan jempol di pusat daerah untuk bekerja. Hook dan back up menggunakan ujung jari yang telah ditekuk. E. Pijat Punggung (back massage) Ada berbagai bentuk gerakan masase yang dapat digunakan pada bagian tubuh yang berbeda, salah satunya adalah slow stroke back massage (Hasankhani, et al., 2013). Slow stroke back massage adalah tindakan masase punggung dengan usapan yang perlahan selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2005). Slow stroke back massage dapat meningkatkan aliran darah serta nutrisi ke area tertentu dan meningkatkan ekskresi produk limbah seperti asam laktat yang akan menghasilkan pelepasan energi dan penurunan fatigue pada pasien yang menjalani hemodialisis (Hasankhani, et al., 2013). 17 BAB III TELAAH JURNAL A. Telaah Penulisan 1. Judul Jurnal Jurnal Elsevier : Complementary Therapies in Clinical Practice, Volume 24. Agustus 2016. 139-144 “Pengaruh Foot Reflexology dan Back Massage Pada Kelelahan dan Kualitas Tidur Pasien Hemodialisa” The Effect of Foot Reflexology and Back Massage on Hemodialysis Patient’s Fatigue and Sleep Quality Kevser Sevgi Unal, Reva Balci Akpinar Faculty of Health Sciences, Ataturk University Turkey Telp. +90 442 23122114 Email [email protected] / [email protected] Setiap jurnal harus memiliki judul yang jelas. Dengan membaca judul akan memudahkan pembaca mengetahui inti jurnal tanpa harus membaca keseluruhan dari jurnal tersebut. Judul tidak boleh memiliki makna ganda. Kelebihan Jurnal 1. Judul jurnal sudah baik dan terdiri dari 14 kata, dimana syarat judul jurnal adalah tidak boleh lebih dari 20 kata, singkat dan jelas. Judul jurnal menjelaskan tentang pengaruh foot reflexology dan back massage pada kelelahan dan kulitas tidur pasien hemodialisa, dari judul jurnal kita sudah mengetahui bahwa dari terapi komplementer foot refloxology dan back massage dapat mempengaruhi kelelahan dan kualitas tidur dari pasien yang menjalani hemodialisa 2. Pada jurnal ini nama penulis sudah ditulis dengan benar, tanpa menggunakan gelar. 3. Pada judul jurnal juga di paparkan alamat jurnal dan tahun publis dari jurnal sehingga kita tahu apakah jurnal ini merupakan penelitian terbaru yang dapat diterapkan. 18 2. Abstrak ABSTRAK Tujuan: tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas foot reflexology dan back massage untuk mengoptimalkan kualitas tidur dan mengurangi kelelahan pada pasien hemodialisa. Metode: penelitian ini melibatkan 105 responden pasien sukarelawan yang terdaftar di klinik swasta dan menerima pengobatan hemodialisa. Refleksologi kaki dan pijat punggung diberikan kepada pasien selama dua kali seminggu selama empat minggu. Visual Analogue Scale for Fatigue dan Pittsburg Sleep Quality Index digunakan untuk mengumpulkan data. Hasil: perbedaan rata-rata skor pretes dan postes pasien dengan Visual Analogue Scale for Fatigue untuk kelelahan dan Pittsburg Sleep Quality Index untuk kualitas tidur adalah signifikan secara statistik (p < 0,001) Kesimpulan: foot reflexology dan back massage terbukti meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi kelelahan pada pasien hemodialisa. Dibandingkan back massage, foot reflexology ditentukan untuk menjadi lebih efektif Kata Kunci: Back Massage, Foot Reflexology, Kelelahan, Hemodialisis, Perawat, Kuliatas Tidur Abstrak sebuah jurnal berfungsi untuk menjelaskan secara singkat tentang keseluruhan isi jurnal. Penulisan sebuah abstrak terdiri dari sekitar 250 kata yang berisi tentang latar belakang, tujuan, metode,bahan, hasil, dan kesimpulan isi jurnal. Kelebihan Jurnal 1. Jurnal ini memiliki abstrak dengan jumlah kata sebanyak 127 kata, menjelaskan secara singkat isi dari jurnal. 2. Jurnal ini juga menjelaskan langkah-langkah melakukan penelitian. 3. Abstrak pada jurnal ini sudah baik dan berurutan yang terdiri dari tujuan, metode, hasil dan kesimpulan serta kata kunci. Kelemahan jurnal Abstrak di jurnal ini tidak menjelaskan latar belakang atau fenomena masalah yang sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. 19 3. Pendahuluan Pasien hemodialisis mengalami kelelahan karena berbagai alasan, termasuk akumulasi limbah metabolik dalam tubuh, ketidakseimbangan cairan-elektrolit, abnormal pengeluaran energi, ketidakpastian, anemia dan depresi. Seperti rasa kelelahan ini cenderung bertahan bahkan setelah beristirahat dan sulit untuk dicegah. Kelelahan dan sulit tidur secara negatif mempengaruhi kerja pasien, aktivitas rekreasi, kebiasaan nutrisi, kehidupan seksual dan hubungan bersama keluarga dan teman-teman. Telah dilaporkan bahwa antara 50% dan 83% dari pasien hemodialisis mengalami gangguan tidur, dan bahwa antara 7% dan 92,5% mengalami kelelahan. Mengontrol tidak tidur dan kelelahan yang dialami oleh pasien hemodialisis membutuhkan pendekatan multidisiplin, yang di dalamnya perawat berperan sangat penting peran dalam menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan ini. Termasuk di antara yang saling melengkapi praktek-praktek perawat digunakan untuk mengatasi masalah dengan sulit tidur dan kelelahan adalah pijat, terapi aromaterapi dan musik. Pijat termasuk dalam intervensi keperawatan klasifikasi dan merupakan metode sederhana dan non-invasif untuk memastikan relaksasi. Melibatkan palpasi jaringan lunak dan otot, pijat adalah sentuhan terapeutik yang mengarah untuk relaksasi fisik dan mental dan mampu menghasilkan transmisi energi antara praktisi dan subjek, dan karena itu dapat digunakan untuk membantu pasien mengatasi masalah tidur. Field dkk. (2007) melaporkan bahwa pijat punggung mengakibatkan mengurangi rasa sakit, kecemasan dan gangguan tidur dan meningkatkan suasana hati para peserta mereka rilekskan mereka. Refleksologi didefinisikan sebagai: “teknik untuk membantu menormalkan fungsi tubuh dengan menerapkan tangan ke titik refleks di tangan, kaki dan telinga yang terkait dengan keseluruhan kelenjar, organ, dan bagian tubuh”. 20 Dalam refleksologi, yang merupakan stimulasi saraf jalur, daerah refleks dirangsang menggunakan jari-jari untuk mengirimkan impuls saraf, memulihkan aliran aliran darah yang benar dan mempertahankan homeostasis tubuh. Lebih khususnya, refleksologi kaki adalah teknik tekanan yang diterapkan pada ujung saraf di kaki. Efek refleksologi pada subjek telah dibuktikan dalam berbagai uji. Penelitian telah menunjukkan bahwa refleksologi mengurangi kecemasan, mual dan muntah, nyeri, sulit tidur dan kelelahan. Di satu studi khusus dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis dan hemodialisis pasien, refleksologi terbukti memiliki efek positif pada kram, kelelahan, emosi dan sistem kekebalan tubuh. Dalam tinjauan pustaka, tidak ada penelitian yang menemukan hal itu bandingkan efek refleksologi kaki dan pijat punggung pada pasien hemodialisis. Penelitian ini, oleh karena itu, menganalisis efek refleksologi kaki dan pijat punggung kelelahan dan kualitas tidur pasien hemodialisis. Pendahuluan jurnal terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian, penelitian sejenis yang mendukung penelitian dan manfaat penelitian. Pendahuluan terdiri dari 4-5 paragraf, dimana dalam setiap paragraf terdiri dari 4-5 kalimat. Kelebihan Jurnal 1. Pendahuluan pada jurnal ini sudah baik memiliki 4 paragraf dengan jumlah kalimat berkisar dari tiga sampai sembilan kalimat. 2. Pada jurnal ini fenomena yang dibahas adalah tentang teknik untuk membantu menormalkan fungsi tubuh dengan menerapkan tangan ke titik refleks di tangan, kaki dan telinga yang terkait dengan keseluruhan kelenjar, organ, dan bagian tubuh. Pasien hemodialisis mengalami kelelahan karena berbagai alasan, termasuk akumulasi limbah metabolik dalam tubuh, ketidakseimbangan cairan-elektrolit, abnormal pengeluaran energi, ketidakpastian, anemia dan depresi.Jika ini terjadi terus-menerus maka dapat mengakibatkan kekurangan kebutuhan nutrisi. Pasien dirumah sakit bukan hanya membutuhkan obat untuk kesembuhan melainkan salah satunya adalah terapi komplementer yang dapat menunjang kesehatan pasien. 3. Pada jurnal ini, sudah terdapat penelitian lain yang sejenis yang mendukung penelitian jurnal. Kelemahan Jurnal Pendahuluan pada jurnal ini tidak menjelaskan terkait manfaat dan penjelasan terkait back massage dari penelitian yang dilakukan. 4. Pernyataan Masalah Penelitian Dalam jurnal ini terdapat pernyataan masalah yang jelas. 5. Tinjauan Pustaka Jurnal ini sudah mencantumkan tinjauan kepustakaan sebagai acuan konsep. 6. Kerangka Konsep dan Hipotesis Dalam penulisan ini, tidak tercantum kerangka konsep dan hipotesis. 21 7. Metodologi Data untuk penelitian eksperimental terkontrol dan acak ini dikumpulkan antara Januari 2014 dan Februari 2015. 2.1. Populasi Populasi penelitian terdiri dari 200 pasien yang terdaftar di pusat dialisis swasta di Turki. Dari 200 pasien ini, 90 dikeluarkan dari penelitian karena gagal memenuhi kriteria inklusi, meninggalkan 110 pasien untuk berpartisipasi dalam penelitian. Para pasien tidak secara acak ditugasi ke kelompok lain: kelompok fleksologi thefootre (n = 36), kelompok pijat punggung (n = 37) dan kelompok kontrol (n-37). Dari 110 pasien, total 105 pasien (35 pasien per kelompok) mencapai akhir penelitian, dengan satu pasien dalam kelompok refleks kaki dan dua pasien di kelompok pijat punggung setelah ditarik dari penelitian, dan dua pasien di kelompok kontrol setelah meninggalkan pusat dialisis. 2.2. Kriteria inklusi Kriteria inklusi untuk partisipasi dalam penelitian ini melibatkan pasien antara usia 18 dan 60 yang menerima terapi hemodialisis dua kali seminggu, yang tidak memiliki masalah komunikasi. 2.3. Kriteria pengecualian Pasien dengan lesi kulit, luka kaki terbuka, penyakit ganas, trombosis, atau gangguan perdarahan dikeluarkan dari penelitian. 2.4. Alat pengumpulan data Data demografi dikumpulkan dengan Formulir Informasi Pasien, yang termasuk masukan pada usia, jenis kelamin dan fitur lain yang terkait dengan pasien, Skala Analogi Visual untuk Kelelahan (VASF) dan Indeks Kualitas Tidur Pittsburg (PSQI). VASF: Skala ini, dikembangkan oleh Lee et al. (1991), fitur 18 item. Item ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, ke-11, ke-12, ke-13, ke-14, ke-15, ke-16, ke-17, ke-14, ke-15, ke-16, ke-17, dan ke-18 membentuk subskala kelelahan, sedangkan item ke-6, 7, 8, 9, dan 10 membentuk subskala energi. Skala ini menggunakan garis 10 cm, di mana pernyataan yang sangat positif merupakan salah satu ujung dan pernyataan yang sangat negatif di ujung lainnya. Pernyataan yang paling positif dan negatif pada subskala kelelahan diberi skor 0 dan 10, masing-masing, dengan sebaliknya berlaku untuk subskala energi. Dengan kata lain, item pada subskala kelelahan dan subskala energi diperintahkan dari yang paling positif ke yang paling negatif dan sebaliknya, masing-masing. Skor tinggi pada subskala kelelahan dan skor rendah pada subskala energi menunjukkan kelelahan yang parah. Skala VASF diterjemahkan ke dalam bahasa Turki oleh Yurtsever dan Bedük pada tahun 2003. Dalam versi Turki, Cronbach's konsistensi internal koefisien ditemukan menjadi 0,90 untuk subskala kelelahan dan 0,74 untuk subskala energi . PSQI: The PSQI, dikembangkan oleh Buysse et al. (1989), digunakan untuk mengevaluasi kualitas tidur. Jawaban untuk skala ini dibuat sesuai dengan pengalaman tidur pasien dalam sebulan terakhir. Skala ini terdiri dari 19 pertanyaan self-rated, dan 19 item ini dikelompokkan menjadi 7 komponen skor (Kualitas Tidur Subyektif, Sleep Latency, Durasi 22 Tidur, Efisien Tidur, Gangguan Tidur, HypnoticMedicationUse, DaytimeDysfunction) .Eachitemis memberikan skor antara 0 dan 3, dan skor total pada 7 subskala menghasilkan skor PSQI. Total skor PSQI berkisar antara 0 dan 21, di mana skor PSQI lebih tinggi dari 5 menunjukkan kualitas tidur yang buruk. Koefisien reliabilitas dari skala asli adalah 0,83, sedangkan skala diterjemahkan ke dalam bahasa Turki oleh A ?gargün et al. (1996) memiliki koefisien reliabilitas alpha Cronbach sebesar 0,80. 2.5. Intervensi VASF dan PSQI diberikan kepada pasien sebagai pretest segera sebelum mereka dibawa ke hemodialisis. Refleksi kaki, pijatan punggung dan tes dilakukan oleh peneliti dalam ruangan 22 ° C, ruangan yang benar-benar sepi, yang dilengkapi dengan sofa pemeriksaan untuk melakukan pijatan. Refleksologi kaki grup diberikan reflekologi kaki waktu seminggu selama empat minggu (total 8 sesi). Para pasien diminta terlebih dahulu untuk mendapatkan tanda bintang (ifany) dan kemudian digantikan dengan posisi berbaring atau berbaring, sebelum melanjutkan ke administrasi refleksi kaki selama 30 menit, 15 menit untuk setiap kaki. Tiga hingga lima tetes. Perhatian khusus harus diberikan untuk menghindari penerapan babyoilin dengan jumlah yang besar, karena diperlukan untuk menghitung jumlah tekanan. Refleksologi kaki dimulai dengan latihan relaksasi, yang melibatkan jempol, jari dan gerakan menekan dan menggosok dan menepuk-nepuk. Aplikasi ini mengeluarkan fleksologi yang membentuk atas ke bawah, di mana pijatan yang sebenarnya dimulai pada kelenjar pituitari, hipotalamus, otak dan titik tubuh pineal dari jempol kaki, diikuti oleh pijat di titik medulla spinalis tubuh, yang terletak di daerah yang membentang dari jempol kaki ke tengah sisi belakang tumit. Tekanan kemudian diaplikasikan pada solarplexus, setelah itu teknik refleksif diterapkan ke seluruh area yang sesuai dengan proyeksi saraf di kaki. Refleksi kaki berakhir dengan kinerja dari latihan relaksasi yang sama yang disebutkan di atas. Kelompok pijat punggung diberikan kembali pijat dua hari seminggu selama beberapa minggu (atotalof 8sessions). Para pasien bertanya untuk berbaring di sisi mana saja yang mereka rasa paling nyaman dan kemudian diberi pijatan punggung selama 30 menit. Tiga hingga lima tetes minyak bayi, diterapkan pada suhu kamar, digunakan untuk mengurangi gesekan selama pijatan. Pijat effase, petrissage andfriction stylesof dilakukan. Setelah selesai sesi pijat punggung dan refleks kaki, VASF dan PSQI diadministrasikan pada posttestothothgroupsasa. Kelompok kontrol tidak menerima refleksi kaki atau pijatan punggung tetapi dilakukan pasca akhir pekan keempat. Refleksitas kaki, pijatan punggung dan tes dilakukan sebelum pasien dibawa ke hemodialisis 23 Desain dalam penelitian ini adalah eksperimen secara terkontrol dan acak. Penelitian eksperimen bertujuan untuk mengetahui suatu gejala yang timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan pretes dan postes pada kelompok kontrol dan intervensi (Nursalam, 2013). Pada penelitian ini dijelaskan jenis penelitian kuantitatif. 8. Sampel dan Instrumen Populasi dalam penelitian ini adalah 200 pasien yang terdaftar di pusat dialisis swasta di Turki. Dari 200 pasien, 90 diantaranya dieksklusikan dari penelitian karena gagal memenuhi kriteria inklusi. Jurnal ini menjelaskan kapan waktu penelitian dilakukan yaitu pada Januari 2014 dan Februari 2015. Pada jurnal ini dijelaskan apa saja kriteria inkkusi dan eksklusi pada saat penelitian. Besar subyek penelitian ini yaitu 105 responden dengan menggunakan random sampling variabel penelitian ini foot reflexology dan back massage terhadap kelelahan dan kualitas tidur pasien hemodialisa. Pengambilan data menggunakan kuesioner PSQI (Indeks Kulitas Tidur Pittsburg) dan skala untuk kelelahan (VASF). Data dianalisis menggunakan koefesien reabilitas dan koefesien konsistensi 9. Hasil Penelitian 24 Hasil penelitian pada jurnal ini yaitu : Pada tabel 1. di antara semua pasien dalam penelitian ini, 47,6% adalah perempuan, 52,4% adalah laki-laki dan usia rata-rata mereka adalah 54,33 ± 12,96. Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik yang ditemukan antara karakteristik sosiodemografi pasien, yang hasilnya menunjukkan bahwa kelompok yang termasuk dalam penelitian ini adalah homogen. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa skor rata-rata skor kelelahan pretest dari refleksologi kaki, kembali kelompok pijat dan kontrol adalah 82,46 ± 22,27, 80,31 ± 15,74 dan 74,54 ± 22,52, masing-masing. Perbedaan antara ratarata skor kelelahan kelompok tidak signifikan secara statistik (p> 0,05). Ratarata skor kelelahan posttest kaki refleksologi, pijat punggung dan kelompok kontrol adalah 58,51 ± 18,81, 70,77 ± 16,05, dan masing-masing 80,74 ± 21,11. Perbedaan antara rata-rata skor rata-rata posttest dan antara rata-rata skor kelelahan pretest dan posttest dari kelompok secara statistik signifikan (p <0,001). Rata-rata skor energi pretest dari refleksologi kaki, pijat punggung dan kelompok kontrol adalah 21,37 ± 9,05, 22,63 ± 7,55 dan 24,97 ± 7,99, masing-masing. Perbedaan antara rata-rata ini tidak signifikan secara statistik (p> 0,05). 25 Skor energi posttest rata-rata refleksologi kaki, pijat punggung dan kelompok kontrol adalah 28,74 ± 6,67, 24,20 ± 7,35 dan 21,97 ± 7,98, masingmasing. Perbedaan antara rata-rata ini adalah signifikan secara statistik (p> 0,001). Perbandingan intragroup dari pretest dan posttest skor rata-rata menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik pada kelompok refleksologi kaki (p <0,001), kelompok pijat punggung (p <0,05) dan kelompok kontrol (p <0,05) (Tabel 2). Rata-rata skor pretest PSQI dari refleksologi kaki, pijat punggung dan kontrol kelompok adalah 11.09 ± 3.18, 10.59 ± 2.11, 9.20 ± 2.42, masing-masing, sedangkan posttest PSQI skor ratarata dari kelompok-kelompok ini adalah 5,54 ± 2,15, 8,34 ± 2,39 dan 11,8 ± 2,47, masing-masing. Perbedaan antara skor rata-rata pretest dan postes PSQI dalam kelompok dan perbedaan antara rata-rata skor posttest dari kelompok secara statistik signifikan (p <0,001). Pada hasil penelitian jurnal ini, menampilkan hasil penelitian karaktersitik responden yang diteliti, seperti usia dan jenis kelamin. Penelitian disampaikan secara lengkap dan terperinci dari hasil tabel yang ada. 10. Pembahasan Rata-rata skor kelelahan pretest dari refleksologi kaki, pijat punggung dan kelompok kontrol menunjukkan bahwa pasien memiliki tingkat kelelahan yang tinggi. Kelelahan berkembang di pasien hemodialisis yang mengalami gagal ginjal kronis karena berbagai alasan, termasuk akumulasi limbah metabolik dalam tubuh, pengeluaran energi abnormal, tidak sesuai atau anemia. Yurtsever menemukan bahwa 92,5% pasien hemodialisis mengalami kelelahan. Penelitian lain yang dilakukan pada subjek ini juga telah dikonfirmasi pengalaman kelelahan pada pasien ini (Tabel 1). Fakta bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara skor kelelahan pretest Rata-rata dari kelompok (p> 0,05) menunjukkan bahwa tingkat kelelahan kelompok adalah homogen. Rata-rata skor posttest yang lebih rendah dari kelompok refleksologi kaki pada kelelahan dan energi menunjukkan bahwa refleksologi kaki mengurangi kelelahan mereka dan meningkatkan energi mereka (p <0,001) (Meja 2). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Özdemir et al. (2013), ditemukan bahwa refleksologi mengurangi tingkat kelelahan pasien hemodialisis. Studi lain dalam literatur menunjukkan refleksologi juga mengurangi kelelahan pada kelompok pasien lain. Di dalam studi dilakukan oleh Won dengan pasien kemoterapi, oleh Polat dengan pasien COPD, oleh Özdelikara dengan pasien kanker payudara dan oleh Doğan dengan multiple sclerosis pasien, refleksologi ditemukan untuk mengurangi kelelahan. Temuan-temuan masa kini studi serupa dengan yang ditemukan dalam literatur. 26 Rata-rata skor posttest dari kelompok pijat punggung pada kelelahan dan energi menunjukkan bahwa pijatan punggung mengurangi kelelahan mereka dan meningkatkan energi mereka (p <0,001) (Meja 2). Pijat punggung menstimulasi reseptor pada kulit, meredakan otot dan melebarkan arteriol, sehingga otot-otot lelah lelah. Sudah diketahui bahwa pijat mampu mengurangi kadar kortisol dan meningkatkan kadar serotonin dan dopamin. Penurunan tingkat kelelahan dan peningkatan tingkat energi dari kelompok pijat punggung bisa dijelaskan oleh fakta bahwa dopamin meningkatkan tingkat energi dan meningkatkan serotonin relaksasi. Hasankhani dkk. (2013) juga menunjukkan bahwa pijat punggung mengurangi kelelahan pada pasien hemodialisis. Rata-rata skor posttest dari kelompok refleksologi adalah lebih rendah dalam hal kelelahan dan lebih tinggi dalam hal energi dibandingkan dengan pijat punggung kelompok. Selain mendukung teori-teori refleksologi, temuan ini menunjukkan hal itu refleksologi mengurangi tingkat kelelahan dan meningkatkan tingkat energi secara lebih efektif daripada kembali pijat. Perbandingan intragroup skor rata-rata kelelahan kelompok kontrol menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam rata-rata skor kelelahan mereka. Ini menunjukkan bahwa kelelahan mereka tingkat meningkat seiring waktu. Selain itu, penelitian sebelumnya telah menunjukkan hal itu kualitas hidup menurun dan tingkat kelelahan meningkat seiring lamanya dialisis meningkat. Saat ini Penelitian menemukan bahwa kelompok memiliki ratarata skor pretes PSQI homogen, yang lebih tinggi dari 9 untuk semua kelompok (Tabel 2). Skor total 5 atau lebih tinggi pada PSQI menunjukkan kualitas tidur yang buruk. Oleh karena itu, temuan pretest mengungkapkan bahwa hemodialisis pasien memiliki kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur pasien hemodialisis yang buruk disebabkan oleh faktor-faktor seperti keterbatasan dalam hidup, perubahan metabolisme akibat penyakit, nyeri, diet, kelelahan, kram, asidosis metabolik, neuropati perifer, masalah emosional dan paparan lebih lama terhadap racun uremik. Pada pasien dengan gagal ginjal kronis, tidak normal produksi sel interleukin dapat menyebabkan somnolen, dan penghilangan zat-zat ini dari tubuh melalui dialisis dapat menyebabkan insomnia atau gangguan tidur. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pasien yang menerima dialisis karena gagal ginjal kronis mengalami lebih banyak tidur masalah daripada orang sehat. Neda et al. (2005) melaporkan bahwa 67,7% dari pasien hemodialisis dalam penelitian mereka memiliki kualitas tidur yang buruk. Dalam penelitian ini, skor rata-rata lebih rendah dari kelompok refleksologi kaki pada PSQI menunjukkan bahwa refleksologi efektif dalam meningkatkan kualitas tidur. Penelitian serupa juga menemukan refleksologi untuk secara signifikan meningkatkan kualitas tidur. Sebagai contoh, Hughes dkk. (2009) melaporkan bahwa peningkatan durasi tidur pasien mengarah pada peningkatan tingkat tidur yang dirasakan. Penurunan rata-rata skor PSQI dari kelompok pijat punggung menunjukkan bahwa pijat punggung juga efektif dalam meningkatkan tidur kualitas. Pijat punggung dianggap menghasilkan efek terapeutik pada subjek dan mengurangi kadar kortisol, norepinefrin dan epinefrin dengan menstimulasi simpatetik sistem saraf, sehingga meningkatkan kualitas tidur pasien berdasarkan fisik dan relaksasi psikologis yang 27 diberikannya. Yaman dan Çınar juga menemukan itu kembali pijat yang diberikan kepada orang tua dengan kualitas tidur yang buruk sebelum mereka pergi tidur meningkat kualitas tidur mereka. Rata-rata skor post-rata PSQI dari kelompok pijat punggung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol, sebuah temuan yang juga berfungsi untuk menunjukkan bahwa pijat punggung adalah efektif untuk meningkatkan kualitas tidur. Ratarata rendah PSQI posttest skor kaki kelompok refleksologi daripada kelompok pijat punggung dan kelompok kontrol (P <0,001) menunjukkan bahwa refleksologi kaki meningkatkan kualitas tidur lebih efektif daripada kembali pijat. Menurut Setiadi dan Hidayat (2007) mengatakan pada pembahasan penulis diminta mengungkapkan makna dari penulisan yang diungkapkan dalam hasil kemudian dihubungkan dengan pertanyaan penulisan atau hipotesis. Pembahasan harus menampilkan hasil penelitian yang didapat, pendapat penulis mengenai hasil penulisannya, dan teori yang mendasari atau mendukung penulisan. Jurnal ini sudah menampilkan hasil penelitian yang didapat, pendapat penulis serta didukung oleh teori-teori yang mendasari atau mendukung penulisan. Kelebihan jurnal Pendapat penulis diikuti dengan data yang memperkuat pernyataan penulis. Selain itu jurnal ini juga mengungkapkan opini penulis, dan teoriteori yang mendukung dan mendasari penulisan ini yang bersumber dari beberapa buku. Kekurangan Jurnal Penulis belum menunjukkan hasilnya hanya dapat digeneralisasikan untuk pasien hemodialisis, karena penelitian ini adalah terbatas pada kelompok pasien ini saja. Keterbatasan penelitian yang paling signifikan, faktor lain yang mungkin mempengaruhi kelelahan pasien dan status tidur tidak terkontrol. 11. Kesimpulan Simpulan Studi ini menunjukkan bahwa refleksologi kaki dan pijatan punggung mengurangi kelelahan dan meningkatkan tingkat energi dan kualitas tidur. Refleksologi kaki, bagaimanapun ditemukan lebih efektif daripada pijat punggung. Disarankan agar refleksologi kaki digunakan untuk mengurangi kelelahan dan masalah tidur yang dialami oleh pasien hemodialisis. Pijat punggung, yang adalah intervensi sederhana dan mudah diterapkan, juga harus digunakan untuk mengurangi kelelahan dan masalah tidur pasien hemodialisis. 28 Kekurangan Jurnal Kesimpulan pada penelitian ini telah menerangkan refleksologi kaki dan pijatan punggung mampu mengurangi kelelahan dan meningkatkan tingkat energi dan kualitas tidur. Hal ini tidak dijelaskan apakah pasien tersebut melakukan foot refloxology dan back massage atau tidak, baik secara mandiri atau dengan dibantu perawat ataupun keluarga. 12. ` Implikasi Hasil Penelitian Kelebihan Jurnal Implikasi hasil penelitian ini menjelaskan bahwa sebagian besar responden dengan refleksologi kaki dan pijatan punggung mampu mengurangi kelelahan dan meningkatkan tingkat energi dan kualitas tidur. Pijat punggung, yang adalah intervensi sederhana dan mudah diterapkan, juga harus digunakan untuk mengurangi kelelahan dan masalah tidur pasien hemodialisis. 13. Daftar Pustaka Penulisan daftar pustaka dalam jurnal ini menggunakan metode APA Style. Kelebihan Jurnal Daftra pustaka yang dijadikan referensi pada penelitian ini telah menggunakan referensi yang bervariasi sebanyak 40 daftar pustaka Kekurangan Jurnal Ada beberapa referensi yang menggunakan referensi lebih dari lima tahu terakhir, yaitu pada tahun 1989. B. Telaah Konten 1. Pendahuluan Pengaruh Foot Reflexology dan Back Massage Pada Kelelahan dan Kulitas Tidur Pasien Hemodialisa Pasien hemodialisis mengalami kelelahan karena berbagai alasan, termasuk akumulasi limbah metabolik dalam tubuh, ketidakseimbangan cairan-elektrolit, abnormal pengeluaran energi, ketidakpastian, anemia dan depresi. Seperti rasa kelelahan ini cenderung bertahan bahkan setelah beristirahat dan sulit untuk dicegah. Kelelahan dan sulit tidur secara negatif mempengaruhi kerja pasien, aktivitas rekreasi, kebiasaan nutrisi, kehidupan seksual dan hubungan bersama keluarga dan teman- 29 teman. Telah dilaporkan bahwa antara 50% dan 83% dari pasien hemodialisis mengalami gangguan tidur, dan bahwa antara 7% dan 92,5% mengalami kelelahan. Mengontrol gangguan tidur dan kelelahan yang dialami oleh pasien hemodialisis membutuhkan pendekatan multidisiplin, yang di dalamnya perawat berperan sangat penting peran dalam menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan ini. Pijat termasuk dalam intervensi keperawatan klasifikasi dan merupakan metode sederhana dan noninvasif untuk memastikan relaksasi. Melibatkan palpasi jaringan lunak dan otot, pijat adalah sentuhan terapeutik yang mengarah untuk relaksasi fisik dan mental dan mampu menghasilkan transmisi energi antara praktisi dan subjek, dan digunakan untuk membantu pasien mengatasi masalah tidur. Field dkk. (2007) melaporkan bahwa pijat punggung mengakibatkan mengurangi rasa sakit, kecemasan, gangguan tidur, dan meningkatkan suasana hati pasien. Refleksologi kaki adalah teknik tekanan yang diterapkan pada ujung saraf di kaki. Efek refleksologi pada subjek telah dibuktikan dalam berbagai uji. Penelitian telah menunjukkan bahwa refleksologi mengurangi kecemasan, mual dan muntah, nyeri, sulit tidur, dan kelelahan. Di satu studi khusus dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis dan hemodialisis pasien, refleksologi terbukti memiliki efek positif pada kram, kelelahan, emosi, dan sistem kekebalan tubuh. Dalam tinjauan pustaka, tidak ada penelitian yang menemukan hal itu bandingkan efek refleksologi kaki dan pijat punggung pada pasien hemodialisis. 2. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah ada pengaruh foot reflexology dan back massage pada kelelahan dan kulitas tidur pasien hemodialisa relaksasi di Pusat Dialisis Swasta, Turki. 3. Metode penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen acak dan terkontrol yang dilakukan antara Januari 2014 sampai Februari 2015. Dilakukan di pusat dialisis swasta di Turki kepada 200 responden, kemudian 90 30 responden dikeluarkan dari penelitian dikarenakan gagal memenuhi kriteria inklusi. Sehingga sampel dari penelitian ada 110 responden terdiri dari 35 responden perkelompok. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah responden dengan rentang usia 18-60 tahun yang menerima terapi hemodialisis dua kali seminggu dan tidak memiliki masalah komunikasi. Kriteria ekslusi adalah responden dengan lesi kulit, luka kaki terbuka, penyakit ganas, trombosis atau gangguan perdarahan dikeluarkan dari penelitian. 4. Hasil Penelitian Dalam penelitian ini, 47,6% adalah perempuan, 52,4% adalah lakilaki dan usia rata-rata mereka adalah 54,33 ± 12,96. Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik yang ditemukan antara karakteristik sosiodemografi pasien, yang hasilnya menunjukkan bahwa kelompok yang termasuk dalam penelitian ini adalah homogen. Rata-rata skor kelelahan pretest dari refleksologi kaki, kembali kelompok pijat dan kontrol adalah 82,46 ± 22,27, 80,31 ± 15,74 dan 74,54 ± 22,52, masing-masing. Perbedaan antara rata-rata skor kelelahan kelompok tidak signifikan secara statistik (p> 0,05). Rata-rata skor kelelahan posttest kaki refleksologi, pijat punggung dan kelompok kontrol adalah 58,51 ± 18,81, 70,77 ± 16,05, dan masing-masing 80,74 ± 21,11. Perbedaan antara rata-rata skor rata-rata posttest dan antara rata-rata skor kelelahan pretest dan posttest dari kelompok secara statistik signifikan (p <0,001). Rata-rata skor energi pretest dari refleksologi kaki, pijat punggung dan kelompok kontrol adalah 21,37 ± 9,05, 22,63 ± 7,55 dan 24,97 ± 7,99, masing-masing. Perbedaan antara rata-rata ini tidak signifikan secara statistik (p> 0,05). Skor energi posttest rata-rata refleksologi kaki, pijat punggung dan kelompok kontrol adalah 28,74 ± 6,67, 24,20 ± 7,35 dan 21,97 ± 7,98, masing-masing. Perbedaan antara rata-rata ini adalah signifikan secara statistik (p> 0,001). Perbandingan intragroup dari pretest dan posttest skor rata-rata menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik pada kelompok refleksologi kaki (p <0,001), kelompok pijat punggung (p <0,05) dan kelompok kontrol (p <0,05) (Tabel 2). Rata-rata skor pretest 31 PSQI dari refleksologi kaki, pijat punggung dan kontrol kelompok adalah 11.09 ± 3.18, 10.59 ± 2.11, 9.20 ± 2.42, masing-masing, sedangkan posttest PSQI skor rata-rata dari kelompok-kelompok ini adalah 5,54 ± 2,15, 8,34 ± 2,39 dan 11,8 ± 2,47, masing-masing. Perbedaan antara skor rata-rata pretest dan postes PSQI dalam kelompok dan perbedaan antara rata-rata skor posttest dari kelompok secara statistik signifikan (p <0,001). Pada hasil penelitian jurnal ini, menampilkan hasil penelitian karaktersitik responden yang diteliti, seperti usia dan jenis kelamin. Penelitian disampaikan secara lengkap dan terperinci dari hasil tabel yang ada. 5. Pembahasan Temuan pretes mengungkapkan bahwa hemodialisis pasien memiliki kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur pasien hemodialisis yang buruk disebabkan oleh faktor-faktor seperti keterbatasan dalam hidup, perubahan metabolisme akibat penyakit, nyeri, diet, kelelahan, kram, asidosis metabolik, neuropati perifer, masalah emosional dan paparan lebih lama terhadap racun uremik. Pada pasien dengan gagal ginjal kronis, tidak normal produksi sel interleukin dapat menyebabkan somnolen, dan penghilangan zat-zat ini dari tubuh melalui dialisis dapat menyebabkan insomnia atau gangguan tidur. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pasien yang menerima dialisis karena gagal ginjal kronis mengalami lebih banyak tidur masalah daripada orang sehat. Dalam penelitian ini, skor rata-rata lebih rendah dari kelompok refleksologi kaki pada PSQI menunjukkan bahwa refleksologi efektif dalam meningkatkan kualitas tidur. Penelitian serupa juga menemukan refleksologi untuk secara signifikan meningkatkan kualitas tidur. Rata-rata skor post-rata PSQI dari kelompok pijat punggung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol, sebuah temuan yang juga berfungsi untuk menunjukkan bahwa pijat punggung adalah efektif untuk meningkatkan kualitas tidur. Rata-rata rendah PSQI posttest skor kaki kelompok refleksologi daripada kelompok pijat punggung dan kelompok kontrol (P <0,001) menunjukkan bahwa refleksologi kaki meningkatkan kualitas tidur lebih efektif daripada kembali pijat. 32 6. Kesimpulan Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa refleksologi kaki dan pijatan punggung mengurangi kelelahan dan meningkatkan tingkat energi dan kualitas tidur. Refleksologi kaki ditemukan lebih efektif dari pada pijat punggung. Disarankan agar refleksologi kaki digunakan untuk mengurangi kelelahan dan masalah tidur yang dialami oleh pasien hemodialisis. Pijat punggung adalah intervensi sederhana dan mudah diterapkan, digunakan untuk mengurangi kelelahan dan masalah tidur pasien hemodialisis. 33 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan tidur dan kelelahan merupakan masalah kesehatan yang sering ditemukan pada pasien yang menjalani hemodialisa yang menyebabkan penurunan kualitas tidur. Dari beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa antara 50% dan 83% dari pasien hemodialisis mengalami gangguan tidur, dan bahwa antara 7% dan 92,5% mengalami kelelahan. Maka dari itu, untuk mengontrol kesulitan tidur dan kelelahan yang dialami oleh pasien hemodialisis membutuhkan pendekatan multidisiplin, yang di dalamnya, salah satunya perawat berperan sangat penting dalam menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan ini. Salah satu intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kesulitan tidur dan kelelahan adalah melakukan teknik pijat kaki dan masase punggung. Hal ini sesuai dengan jurnal yang sudah ditelaah bahwa terdapat pengaruh pijat kaki dan masase punggung pada pasien yang menjalani hemodialisa terhadap kualitas tidur dan kelelahan. Pijat dan masase termasuk dalam intervensi keperawatan klasifikasi dan merupakan metode sederhana dan non-invasif untuk memastikan relaksasi. Melibatkan palpasi jaringan lunak dan otot, pijat adalah sentuhan terapeutik yang mengarah untuk relaksasi fisik dan mental dan mampu menghasilkan transmisi energi antara praktisi dan subjek, dan karena itu dapat digunakan untuk membantu pasien mengatasi masalah tidur dan kelelahan. B. Saran 1. Bagi perawat agar dapat meningkatkan pelayanan keperawatan dengan menerapkan terapi pijat kaki dan masase punggung pada pasien yang menjalani hemodialisa sehingga kualitas tidur pasien membaik di ruangan penyakit dalam wanita RSUP M jamil Padang. 2. Bagi Penanggung jawab ruangan Interne Wanita RSUP M jamil Padang dapat menjadikan terapi pijat kaki dan masase punggung pada pasien yang menjalani hemodialisa sebagai salah satu terapi yang dapat diaplikasikan di ruangan. 34 DAFTAR PUSTAKA Friedman, M. M and Stephens, S. A. (2008), Cardiac Nursing, A Companion to Braunwald’s Heart Disease, Saunders Elsevier, Canada. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Ilmu Pijat Refleksi Relaksasi. Di akses dari http://www.infokursus.net/download/2808162105Kurikulum_Pijat_R efleksi_Jenjang_II.pdf Potter, P. A and Anne, G. P. (2005), Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4 Volume 2, Alih Bahasa InggrisIndonesia, Renata Komalasari, dkk, EGC, Jakarta. Septiwi, C. 2012. Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Level Fatigue Pasien Hemodialisis Di Rspad Gatot Subroto Jakarta. Keperawatan STIKES Muhammadiyah Gombong Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., Cheever, K. H. (2010), Textbook of Medical-Surgical Nursing, Edisi 12 Volume 2, Lippincot Williams & Wilkins, China Suwitra, K. (2009). Penyakit Ginjal Kronik, dalam Idrus, A., K, M. S., Setiati, S., Setiyohadi, B., Sudoyo, A. W, Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 5 volume 2, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta, 1035-1040 USRDS. (2014), „United States Renal Data System’, https;//www.usrds.org/2014/view/default.aspx Williams, L and Wilkins. (2010), Manual of Nursing Practice, Edisi 9, Wolters Kluwer, China. 35