LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI A. Kasus 1. Pengertian Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Keliat (2009), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain: 1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional 2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi 3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri 4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api. Dengan demikian, yang dimaksud dengan percobaan bunuh diri adalah upaya untuk membunuh diri sendiri dengan intensi mati tetapi belum berakibat pada kematian. 2. Etiologi Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan masalah. Terbagi menjadi: a. Faktor Genetik - 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri. - Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot. b. Faktor Biologis lain Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya: - Stroke - Gangguuan kerusakan kognitif (demensia) - Diabetes - Penyakit arteri koronaria - Kanker - HIV / AIDS, dll c. Faktor Psikososial & Lingkungan - Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi. - Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang berkembang, memandang rendah diri sendiri - Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem pendukung social 3. Perilaku Destruktif Diri Dapat diklasifikasikan menjadi: a. Perlaku destruktif diri langsung, b. - Mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. - Niat: kematian - Individu menyadarinya - Lama perilaku: berjangka pendek Perilaku destruktif diri tidak langsung - Meliputi setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah pada kematian. - Individu tersebut tidak menyadari tentang potensial kematian akibat perilakunya. - Menyangkal apabila dikonfirmasi. - Durasi lebih lama dari perilaku bunuh diri yang secara langsung. 4. Perilaku bunuh diri dibagi menjadi 3 kategori: 1. Ancaman bunuh diri: ada peringatan verbal & non verbal, ancaman ini menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian, jika tidak mendapat respon maka akan ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri. 2. Upaya bunuh diri: semua tindakan yang dilakukan individu terhadap diri sendiri yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah. 3. Bunuh diri: terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan, orang yang melakukan upaya bunuh diri walaupun tidak benarbenar ingin mati mungkin akan mati. 4. Gejala - Keputusasaan - Menyalahkan diri sendiri - Perasaan gagal dan tidak berharga - Perasaan tertekan - Insomnia yang menetap - Penurunan berat badan - Berbicara lamban, keletihan - Menarik diri dari lingkungan sosial - Pikiran dan rencana bunuh diri Tiga macam perilaku yang memungkinkan pasien melakukan bunuh diri yaitu : 1. Isyarat bunuh diri : ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “tolong jaga anak – anak karena saya akan pergi jauh!” atau “segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”. Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah, sedih marah, atau tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal – hal negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah. 2. Ancaman bunuh diri: umumnya diucapkan oleh pasien. Berisi keinginan untuk mati serta disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut, secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, tapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. 3. Percobaan bunuh diri: tindakan pasien menciderai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. B. Proses terjadinya masalah Bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk mengakhiri kehidupan. Individu secara sadar berkeinginan untuk mati sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Perilaku bunuh diri disebabkan karena individu mempunyai koping tidak adaptif akibat dari gangguan konsep diri: harga diri rendah. Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri. C. Pohon masalah: Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Resiko Bunuh Diri Harga diri rendah (Keliat, 2009) D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji 1. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri - Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria - Usia: lebih tua, masalah semakin banyak - Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri merupakan masalah. - Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh diri / penyalahgunaan zat. - Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan sosial, dll. - Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri. - Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko mengalami perilaku bunuh diri. 2. Masalah keperawatan a. Resiko Perilaku bunuh diri DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup. DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri. b. Koping maladaptive DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan. DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls. 3. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul Resiko bunuh diri Harga diri rendah 4. Intervensi : Diagnosa I : resiko bunuh diri Tujuan Umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri Tujuan Khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan: 1.1. Perkenalkan diri dengan klien 1.2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal. 1.3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur. 1.4. Bersifat hangat dan bersahabat. 1.5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat. 2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri 2.1. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain). 2.2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat. 2.3. Awasi klien secara ketat setiap saat. 3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya Tindakan: 3.1. Dengarkan keluhan yang dirasakan. 3.2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan. 3.3 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya. 3.4. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain. 3.5. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup. 4. Klien dapat meningkatkan harga diri Tindakan: 4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya. 4.2. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu. 4.3. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan). 5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif Tindakan: 5.1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.). 5.2. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan. 5.3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan Tujuan Khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Tindakan: 1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi. 1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai. 1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang. 2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Tindakan: 2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki 2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien 2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas 3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga Tindakan: 3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki 3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah 4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki Tindakan : 4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan. 4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan. 4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien 5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan Tindakan : 5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan 5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien 5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah 6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Tindakan : 6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien 6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat 6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah 6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga STRATEGI PELAKSANAAN SP 1: Pasien Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri. Orientasi: ”Selamat pagi Pak, kenalkan saya reta novi ardianti, biasa di panggil reta, saya mahasiswa Stikes Karya Husada Semarang yang bertugas di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi – 2 siang .” ”Bagaimana perasaan A hari ini? ” ” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?” Kerja ”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A paling merasa menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan kepercayaan diri? Apakah A merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin bunuh diri atau berharap A mati? Apakah A pernah mencoba bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?” ”Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda – benda yang membahayakan A)” ”Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup A, saya tidak akan membiarkan A sendiri” ”Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?” ”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan kepada teman perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan.” ”Saya percaya A dapat mengatasi masalah.” Terminasi : ”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?” ” Coba A sebutkan lagi cara tersebut!” ”Saya akan menemani A terus sampai keinginan bunuh diri hilang.” (jangan meninggalkan pasien). Intervensi pada keluarga a. Tujuan keperawatan Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri. b. Tindakan keperawatan 1. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien sendirian\ 2. Menganjurkan keluarga menbantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya di sekitar pasien 3. Menganjurkan keluarga untuk tidak membiarkan pasien sering melamun sendiri 4. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur SP 1: Keluarga Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba bunuh diri. Orientasi: ”Selamat pagi Bapak/Ibu, kenalkan saya Narendra mahasiswa Keperawatan dari Stikes Karya Husada Semarang, saya yang merawat putra Bapak dan Ibu di Rumah Sakit pagi ini”. Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar A tetap selamat dan tidak melukai dirinya sendiri. bagaimana kalau disini saja kita berbincangbincangnya Pak/Bu?” (sambil kita awasi terus A). Kerja Pak/Ibu, A sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan sahabat karibnya akibat bencana yang lalu sehingga sekarang A selalau ingin mengakhiri hidupnya.” Karena kondisi A yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi A terus- menerus. Bapak/Ibu ikut mengawasinya. Dalam kondisi serius seperti ini, A tidak boleh tinggal sendirian sedikitpun.” Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet dan ikat pinggang. Semua barang tersebut tidak boleh ada disekitar A. Selain itu, jika berbicara dengan A fokus pada halhal positif, hindarkan pernyataan negatif. A sebaiknya punya kegiatan positif, seperti melakukan hobinya melakukan sepak bola, supaya tidak sempat melamun sendiri. Terminasi : ”Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?” ”Coba Bapak dan Ibu sebutkan lagi cara menjaga A tetap selamat dan tidak meleukai dirinya. Baiklah, mari kita temani A, sampai keinginan bunuh dirinya hilang. Daftar Pustaka Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC. Keliat. B.A. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC