Uploaded by idazaida5

339196578-Protap-Hipertensi-Dalam-Kehamilan

advertisement
BUKU PANDUAN PRAKTIS
‘
HIPERTENSI
DALAM KEHAMILAN
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
i
PRAKATA
Hipertensi dalam Kehamilan telah menjadi masalah utama di bidang ilmu kedokteran
fetomaternal. Hal ini ditunjukkan pada perannya dalam meningkatkan morbiditas dan mortalitas di seluruh
dunia. Di Indonesia, gangguan hipertensi ini menjadi salah satu penyumbang utama angka kematian Ibu,
demikian juga di provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya dan juga RSUD Dr. Soetomo sebagai pusat rujukan
Indonesia Timur serta rujukan fasilitas kesehatan tersier.
Sebagai pusat pendidikan, penelitian dan pelayanan, Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen
Obstetri Ginekologi, Fakultas kedokteran Universitas Airlangga yang memiliki dua rumah sakit
pendidikan, yaitu RSUD Dr. Soetomo dan RS Universitas Airlangga diharuskan melakukan pengembangan
dan updating ilmu,mengusulkan kebijakan, membuat suatu pedoman dan memberikan usaha yang nyata
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dalam kehamilan. Berbagai upaya, baik dari
penguatan preventif dan promotif menjadi penting untuk dilakukan selain pendekatan kuratif yang
dilakukan di rumah sakit. Beberapa usaha telah dilakukan, melalui pendekatan hulu, yaitu membuat suatu
proyek percontohan untuk deteksi dini, prevensi dan tatalaksana kuratif untuk menurunkan morbiditas dan
mortalitas akibat preeklampsia di tempat tertentu (contoh: Proyek Penurunan angka kematian Ibu / Penakib
di Bangkalan). RSUD Dr. Soetomo dan RS Unair sebagai fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut juga
melakukan kerjasama dengan beberapa fasilitas kesehatan tingkat primer seperti puskesmas disekitarnya
dalam evaluasi skrining preeklampsia secara aktif untuk membantu usaha prevensi dan deteksi dini.
Di hilir, RSUD Dr. Soetomodan RS Unair sebagai fasilitas kesehatan rujukan juga diharapkan
selalu meningkatkan kualitas untuk meningkatkan luaran rujukan pasien dengan hipertensi dalam
kehamilan. Sebagai salah satu usaha prevensi dan promosi di rumah sakit, RSUD Dr. Soetomo juga
membangun poli preeklampsia yang ditujukan sebagai wadah untuk melakukan skrining preeklampsia
secara aktif dan perawatan berbagai kasus hipertensi dalam kehamilan yang masih dapat dilakukan
perawatan konservatif secara poliklinis dengan evaluasi yang lebih terfokus dan ketat.
Ilmu kedokteran adalah suatu seni dan selalu berkembang terus dengan berbagai riset, evidence
based sehingga melakukan updating dan evaluasi terhadap tatalaksana harus dilakukan. Berbagai masalah
yang dapat diidentifikasi secara nyata adalah adanya berbagai perbedaan pandangan dan pendapat
mengenai protokol terbaru dan juga berbagai permasalahan sarana prasarana, serta pembiayaan asuransi
kesehatan yang terbatas. Sehingga dalam usaha kuratif dan optimalisasi penatalaksanaan kasus rujukan
dengan hipertensi dalam kehamilan, melakukan updatingsesuai buku panduan yang disesuaikan dengan
kebijakan dan penelitian lokal. Buku Panduan Praktis Hipertensi dalam Kehamilan ini disusun agar dapat
menjadi salah satu pedoman penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan. Buku ini tidak memberikan teori
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
ii
dan patogenesis secara dalam, namun difokuskan terhadap poin – poin penting sesuai dengan rekomendasi,
evidence based terbaru untuk memudahkan penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan. Semoga dengan
adanya buku ini, dapat meningkatkan pengetahuan semua tenaga kesehatan yang menangani kasus
hipertensi dalam kehamilan dan memudahkan praktek klinis sehari – hari.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih terhadap berbagai pihak yang telah membantu
dalam penyusunan buku ini. Secara khusus, kami juga mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya untuk
Profesor Gustaaf Albert Dekker, MD PhD FDCOG FRANZCOG yang juga merupakan vice president dari
organisasi hipertensi dalam kehamilan dunia, yaitu International Society for the Study of Hypertension in
Pregnancy (ISSHP) yang ikut serta dalam penyusunan berbagai protokol di dalam buku panduan praktis
hipertensi dalam kehamilan ini.
Saran dan kritik sangat diperlukan untuk perbaikan buku ini. Semoga niatan mulia penyusunan
buku ini dapat membantu menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dalam kehamilan
sehingga dapat menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi secara lokal, regional hingga nasional.
Tim Penyusun
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
iii
TIM PENYUSUN
1.
Prof. Dr. Erry Gumilar Dachlan, dr., SpOG (K)
2.
Nadir Abdullah, dr., SpOG (K)
3.
Dr. Hermanto TJ, dr., SpOG (K)
4.
Dr. Aditiawarman, dr., SpOG (K)
5.
Dr. Agus Sulistyono, dr., SpOG (K)
6.
Dr. Ernawati, dr., SpOG (K)
7.
Budi Wicaksono, dr., SpOG (K)
8.
Muhammad Ilham Aldika A., dr., SpOG
9.
Manggala Pasca Wardhana, dr., SpOG
10. Khanisyah Erza Gumilar, dr., SpOG
EDITOR
1.
Manggala Pasca Wardhana, dr., SpOG
2.
Adhyanti, dr.
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................................................. i
PRAKATA ................................................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................. v
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................................................... vi
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN................................................................................................... 1
A. PREEKLAMPSIA ............................................................................................................................. 3
B. HIPERTENSI GESTASIONAL ....................................................................................................... 11
C. HIPERTENSI KRONIS ................................................................................................................... 12
D. EKLAMPSIA .................................................................................................................................. 15
E. PREEKLAMPSIA-EKLAMPSIA DENGAN KOMPLIKASI HELLP SYNDROME ........................ 17
F. PREEKLAMPSIA-EKLAMPSIA DENGAN KOMPLIKASI EDEMA PARU................................. 19
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................................... 20
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
v
DAFTAR SINGKATAN
ALT
AST
BBLR
CRL
DIC
Alanine Transaminase
Aspartate Transaminase
Berat badan lahir rendah
Crown Rump Length
Disseminated Intravascular Coagulapathy
DJJ
DL
DV
HELLP
HT
IM
Detak Jantung Janin
Darah Lengkap
Doppler Velocimetry
Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet Count
Hipertensi
Intramuskular
ISSHP
IUFD
IUGR
iv
KPP
LDH
International Soxiety for the Study of Hypertension in Pregnancy
Intrauterine Fetal Death
Intrauterine Growth Restriction
intravena
Ketuban pecah prematur
Lactate dehydrogenase
MAP
MgSO4
NSAID
NST
PAPP-A
Mean Arterial Pressure
Magnesium sulfat
Non streroid anti inflammatory drug
Nonstress Test
Pregnancy associated plasma protein A
PE
PEB
PlGF
ROT
RR
RSUD
Preeklampsia
Preeklampsia Berat
Placental Growth Factor
Roll Over Test
Respiratory rate
Rumah Sakit Umum Daerah
sFlt
SLE
TD
UL
USG
Soluable Fms like tyrosine kinase
Systemic Lupus Erythematosus
Tekanan darah
Urin lengkap
Ultrasonografi
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
vi
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Definisi: Peningkatan tekanan darah yang terjadi pada kehamilan.

Gangguan hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi:
o
Preeklampsia (PE): Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru (new onset
hypertension)terjadi pada usia kehamilan ≥ 20 minggu disertai dengan gangguan fungsi
organ. Diagnosis preeklampsia sebelumnya ditegakkan dengan adanya hipertensi disertai
dengan proteinuria yang keduanya baru terjadi secara spesifik pada kehamilan. Meskipun
kriteria ini sudah menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa kasus lainnya mengalami
hipertensi tanpa disertai proteinuri namun disertai tanda dan gejala gangguan fungsi organ
lain yang menunjukkan kondisi berat preeklampsia. Sehingga didapatkan definisi baru
preeklampsia yang harus memenuhi kondisi dibawah ini:
1.
Hipertensi yang baru terjadi pada usia kehamilan ≥ 20 minggu: Peningkatan
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg

Tekanan darah sebisa mungkin diukur pada posisi duduk, dengan lengan atas sejajar
dengan jantung (Evidence and Recommendation 2A)

Pemeriksaan dilakukan minimal 2 kali dengan perbedaan waktu 15 menit,
menggunakan lengan yang sama (Evidence and Recommendation 2B)

Peralatan
pengukuran
tekanan
darah
dapat
menggunakan
alat
manual
(sphygmomanometer mercury) atau automatis danharus selalu dilakukan terkalibrasi
(Evidence and Recommendation 2A)
disertai dengan :
2.
Proteinuri: ekskresi ≥ 300 mg protein dalam urin selam 24 jam atau pemeriksaan
dipstik ≥ 1+ (jika pemeriksaan kuantitatif tidak dapat dilakukan) (Evidence and
Recommendation 2A)
Atau jika tidak didapatkan proteinuri, hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan
tersebut disertai dengan satu atau lebih kerusakan organ yang menunjukkan
komplikasi berat, yaitu:
1.
Trombositopenia: trombosit < 100.000 / µL
2.
Gangguan Ginjal: serum kreatinin > 1,1 mg/dL
3.
Gangguan Liver: peningkatan serum transaminase > 2 kali normal dan atau nyeri di
daerah epigastrik / regio kanan atas
4.
Edema Paru
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
1
5.
Tanda dan gejala neurologis: gangguan visus dan nyeri kepala (tanda impending
eklampsia)
6.
Gangguan pertumbuhan
janin: Intra Uterine Growth Restriction (IUGR),
oligohidramnion, absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
o
Hipertensi Gestasional: Hipertensi yang baru terjadi pada usia kehamilan ≥ 20 minggu
hingga ≤ 12 minggu pasca persalinan tanpa disertai tanda – tanda preeklampsia.
o
Hipertensi Kronis: Hipertensi tanpa tanda – tanda preeclampsia yang diketahui telah
terjadisebelum kehamilan atau didapatkan pada umur kehamilan < 20 minggu dan hipertensi
menetap hingga > 12 minggu setelah persalinan.
o Hipertensi Kronissuperimposed preeklampsia: Didapatkan gejala preeklampsia pada
pasien hipertensi kronis atau kondisi hipertensi kronis yang memberat setelah umur
kehamilan ≥ 20 minggu.


Patogenesis:
o
Implantasi plasenta dengan invasi trofoblast abnormal pada pembuluh darah uteri.
o
Gangguan toleransi adaptasi imunologi antara maternal, paternal dan janin.
o
Maladaptasi maternal terhadap perubahan inflamasi dan kardiovaskuler.
o
Faktor genetik melalui gen yang diturunkan dan pengaruh epigenetik.
Insiden: Hipertensi dalam kehamilan merupakan komplikasi sekitar 10% kehamilan di dunia dan
menjadi salah satu penyebab morbiditas dan mortalitasterbesar. Insiden di Indonesia tahun 2007
sebesar 12,7%, sedangkan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo didapatkan 1106
kasus (21%) selama 2 tahun (2012-2013) dengan proporsi kematian maternal sebesar 31% dari
total kematian maternal selama 2 tahun.

Didapatkan peningkatan efek jangka panjang (long term effect) terutama pada kasus PE terhadap
terulangnya kejadian hipertensi pada kehamilan, diabetes melitus, penyakit kardiovaskuler lainnya
(hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke dan tromboemboli).
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
2
Gambar Etiologi dan Akibat dari Preeklampsia
(diambil dari SOGC Clinical Practice Guideline No. 307, May 2014)
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
3
A. Preeklampsia

Klasifikasi PE terbaru tidak lagi membagi ‘ringan’ dan ‘berat’, namun dibagi menjadi
preeklampsia ‘disertai gejala berat’ (with severe features) dan ‘tanpa disertai gejala berat’ (without
severe features). Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan pada seluruh kasus PE
yang dapat memburuk secara tiba – tiba. Selanjutnya preeklampsia tanpa disertai gejala berat
disebut sebagai PE, sedangkan preeklampsia dengan gejala berat disebut sebagai preeklampsia
berat (PEB).


Disebut PEB jika:
o
TD sistolik ≥ 160 mmHg, TD diastolik ≥ 110mmHg
o
Serum kreatinin > 1,1 mg / dl
o
Edema paru
o
Trombosit < 100.000 / μL
o
Peningkatan fungsi liver (lebih dari dua kali normal)
o
Keluhan nyeri kepala, gangguan penglihatan dan nyeri ulu hati (impending eklampsia)
o
Gangguan pertumbuhan janin
Prediksi ideal untuk terjadinya PE belum didapatkan, namun didapatkan beberapa faktor risiko
yang meningkatkan insiden PE (riwayat PE dari pasien maupun keluarga, riwayat penyakit
hipertensi kronis, diabetes mellitus, penyakit ginjal, trombofilia, systemic lupus erythematosus
(SLE), obesitas, umur ≥ 35 tahun, kehamilan kembar). Beberapa prediksi PE dapat dilakukan
menggunakan pemeriksaan sederhana seperti roll over test(ROT) > 15 mmHg, mean arterial
pressure(MAP)> 90 hingga pemeriksaan Doppler velocimetry(DV) arteri uterina (peningkatan
resistensi lebih 0,7 dan atau adanya notching) dan juga penggunaan biomarker angiogenesis,
sepertiPregnancy associated plasma protein A (PAPP-A), soluable Fms like tyrosine kinase (sFlt)
dan Placental Growth Factor(PlGF).

Pemberian aspirin dosis rendah (80 - 150mg/hari) setelah umur kehamilan 12 minggu dan sebelum
28 minggu serta kalsium (1g/hari) dapat digunakan sebagai prevensi PE pada kasus dengan
peningkatan risiko terjadinya PE.Efektivitas meningkat jika diberikan sebelum usia kehamilan 16
minggu.

Penegakan diagnosis dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium seperti: darah lengkap
(terutama jumlah trombosit), fungsi ginjal (serum kreatinin), fungsi liver (Alanine Transaminase
(AST) / Alanine Transaminase (ALT), albumin, proteinurin dan lactate dehydrogenase (dapat
diganti bilirubin jika tidak tersedia).
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
4

Perawatan konservatif untuk PE dilakukan ketat secara poliklinis sedangkan untuk pasien PEB
harus dilakukan rawat inap.

Pemeriksaan kesejahteraan janin dilakukan setiap hari dengan evaluasi fetal kick count,
pemeriksaan kesejahteraan janin melalui ultrasonography (USG)dan non stress test (NST) 2 kali /
minggu serta pemeriksaan pertumbuhan janin (USG) setiap 2 minggu. Jika didapatkan tanda –
tanda pertumbuhan janin terhambat dapat ditambahkan pemeriksaan Doppler velocimetry.
Sedangkan pada pasien dengan gejala berat preeklampsia, (pasien rawat inap) evaluasi dilakukan
lebih ketat dengan memeriksa NST setiap hari, pemeriksaan kesejahteraan janin melalui USG 2
kali dalam seminggu sertapemeriksaan pertumbuhan janin (USG) setiap 2 minggu.

Pemeriksaan maternal dilakukan dengan melihat tanda dan gejala nyeri kepala, mata kabur, dan
nyeri epigastik, diikuti pemeriksaan tanda vital, tanda edema paru setiap kunjungan dan
pemeriksaan laboratorium (trombosit, fungsi ginjal (serum kreatinin), albumin dan fungsi liver
(AST/ALT) setiap minggu. Pada pasien dengan gejala berat preeklampsia (pasien rawat inap),
evaluasi dilakukan lebih ketat dengan evaluasi vital sign dan produksi kencing setiap 8 jam dan
pemeriksaan laboratorium (trombosit, fungsi ginjal (serum kreatinin), fungsi liver (AST/ALT),
albumin) setiap minggu.

Kriteria kegagalan perawatan konservatif pada kasus PE berat:
Parameter Ibu
o
Hipertensi berat yang tidak terkontrol
o
Didapatkan gejala nyeri kepala, pandangan kabur, nyeri epigastrium persisten
o
Gangguan ginjal (kreatinin diatas 1,1 mg/dL atau peningkatan dua kali tanpa ada kelainan
ginjal lainnya)
o
Trombositopenia persisten
o
Hemolysis, Elevated liver enzyme, Low Platelet Count (HELLP)syndrome
o
Edema paru, eklampsia, kecurigaan solusio plasenta
o
Inpartu atau ketuban pecah
Parameter Janin
o
Usia kehamilan  34 minggu
o
Pertumbuhan janin terhambat
o
Oligohidramnion persisten, biophysical profile 4/10 atau kurang
o
Reversed end diastolic flow pada pemeriksaan arteri umbilikalis
o
Didapatkan deselerasi lambat atau variabel saat NST
o
Kematian janin
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
5

Pemberian antihipertensi direkomendasikan pada TD  160/110 mmHg (nifedipin dan atau
metildopa). Pada kondisi hipertensi emergency dapat diberikan antihipertensi intravena seperti
nikardipin.

Magnesium Sulfat (MgSO4) profilaksis diberikan pada PEB.

Persalinan dilakukan pada usia kehamilan ≥ 37 minggu untuk PE dan ≥ 34 minggu untuk PEB.
Metode persalinan disesuaikan dengan kondisi maternal, janin dan skor pelvik. Jika didapatkan
komplikasi preeklampsia atau komplikasi kehamilan lainnya pada usia kehamilan < 34 minggu,
keputusan untuk melakukan penundaan terminasi demi kepentingan pemberian pematangan paru
perlu didiskusikan dengan ahli kedokteran fetomaternal (dapat diberikan namun tidak boleh
menunda terminasi persalinan jika didapatkan perburukan kondisi maternal dan fetal).

Pada kondisi preeklampsia dengan gejala berat dan didapatkan janin yang tidak viabel atau tidak
dapat mencapai viabilitas dalam 1 – 2 minggu dapat dipertimbangkan untuk melakukan terminasi
kehamilan. Batas viabilitas dan prosedur perawatan untuk bayi very early preterm masih
kontroversi, perlu dikonsultasikan dengan ahli kedokteran fetomaternal dan sangat tergantung
kondisi lokal serta kemampuan perawatan neonatus.

Cara persalinan dipilih berdasarkan kondisi maternal, janin dan skor pelvik. Dalam kondisi
maternal dan janin yang stabil dapat dilakukan ripening misoprostol sebelum dilakukan induksi.
Persalinan perabdominam dapat dipertimbangkan pada kondisi yang membutuhkan waktu
ripening lama (>24 jam) atau diperkirakan terjadi kegagalan induksi persalinan setelah dilakukan
konsultasi dengan ahli kedokteran fetomaternal.

Komplikasi PE
o
Maternal: HELLP syndrome, solusio plasenta, gagal ginjal akut, perdarahan otak, gagal
liver, edema paru, progresifitas menjadi eklampsia,
o

janin: pertumbuhan janin terhambat, kematian janin dan persalinan preterm.
PE memiliki efek jangka panjang baik terhadap Ibu maupun janin, seperti terjadinya hipertensi
kronis, PE pada kehamilan berikutnya, diabetes mellitus dan kelainan kardiovaskuler lainnya pada
Ibu serta gangguan autisme dan beberapa kelainan kongenital seperti hipospadia dan mikrosefali
yang berhubungan dengan Intrauterine Growh Restriction (IUGR) janin.

Pastikan kondisi klinis dan laboratoris baik sebelum pasien pulang pasca persalinan. Lakukan
konseping postpartum hingga 6 minggu pasca persalinan.
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
6
1.
Alur Skrining PE
Usia Kehamilan 12 – 28 minggu
Pemeriksaan anamnesis & Fisik
1. Riwayat keluarga preeklampsia
2. Primigravida
3. Kehamilan kembar
4. Primitua sekunder (jarak antar
kehamilan > 10 tahun)
5. Usia > 35 tahun
6. Body Mass Index ( Berat badan /
{Tinggi badan}2 > 30) / obesitas
7. Mean Arterial Pressure ( {Sistolik +
2 diastolik} / 3 ) > 90
8. Roll Over Test (perbandingan
diastolik miring kiri (left lateral
reccumbent) dan posisi telentang
(supine) > 15 mmHg
Riwayat Khusus:
1.Riwayat Hipertensi
dalam kehamilan
2.Hipertensi kronis
3.Kelainan ginjal
4.Diabetes
5.Penyakit autoimun
Doppler
Velocimetry A.
Uterina
(≥ 16 minggu)
1.Peningkatan
resistensi
2.Notching (+)
Salah satu
hasil (+)
Salah satu
hasil (+)
Combined
Screening
(11-14 minggu)
1. Umur
2. Berat / Tinggi
badan
3. Ras
4. Riwayat PE
5. MAP
6. CRL
7. PI A. Uterina
8. PAPP-A
9. PlGF
≥ 2 hasil (+)
Screening (+)
•
•
Low dose Aspirin 1 x 80mg – 150mg / hari sampai dengan 7 hari sebelum persalinan
Kalsium 1g / hari
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
7
2.
TatalaksanaPE
Preeklampsia
Usia
Kehamilan <
37 mgg
Usia
Kehamilan ≥
37 mgg
Perawatan poliklinik
• Kontrol 2 kali per minggu
• Evaluasi gejala pemberatan preeklampsia
(Tekanan darah, tanda impending, edema
paru)
• Cek laboratorium (trombosit, serum kreatinin,
albumin, AST/ALT) setiap minggu
• Evaluasi kondisi janin (hitung fetal kick
count/hari, kesejahteraan janin (NST dan
USG) 2 kali / minggu, evaluasi pertumbuhan
janin setiap 2 minggu)
Perburukan kondisi maternal
dan janin / Preeklampsia Berat
Protokol Preeklampsia Berat
Terminasi
Kehamilan
Usia
Kehamilan ≥
37 mgg
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
8
3.
Tatalaksana PEB
Preeklampsia dengan gejala berat
MRS, Evaluasi gejala, DJJ, dan cek
laboratorium
•
Stabilisasi , pemberian MgSO 4
profilaksis
• Anti HT jika TD ≥ 160/110
•
≥ 34
minggu
< 34 minggu
Jika didapatkan:
• Eklampsia
• Edema paru
• DIC
• HT berat, tidak
terkontrol
• Gawat janin
• Solusio plasenta
• IUFD
• Janin tidak viabel
(tergantung kasus)
Iya
Tidak
Jika didapatkan:
• Gejala persisten • Reversed end
• Sindrom HELLP diastolic flow
• Pertumbuhan
• KPP atau inpartu
janin terhambat • Gangguan renal
• Severe
berat
olygohydramnion
Iya
Jika usia
kehamilan > 24
minggu, janin
hidup:
Berikan
pematangan paru
(dosis tidak harus
selalu lengkap)
tanpa menunda
terminasi
Terminasi
kehamilan
setelah
stabilisasi
Jika usia kehamilan
> 24 minggu:
Pematangan paru
(inj. dexamethason
IM 2x6mg atau
betamethason IM
1x12mg) 2x24 jam
Tidak
Perawatan konservatif:
• Evaluasi di kamar bersalin
selama 24-48 jam
•Rawat inap hingga
terminasi
• Stop MgSO 4 profilaksis
(1x24jam)
• Pemberian anti HT jika
TD ≥ 160/110
• Pematangan paru 2x24
jam
• Evaluasi maternal-fetal
secara berkala
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
• Usia kehamilan
≥ 34 minggu
• KPP atau
inpartu
• Perburukan
maternal - fetal
9
4.
Pemberian MgSO4
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
10
5.
Manajemen konservatif terhadap pasien PEB
Pasien memenuhi persyaratan
perawatan konservatif
Preeklampsia dengan gejala berat
• Injeksi MgSO4 sesuai prosedur (Alternatif 1 / Alternatif 2)
dilanjutkan hingga 24 jam
• Berikan pematangan paru (Dexamethason 2 x 6mg i.m
selama 2 hari atau betamethason 1 x 12mg i.m selama 2 hari)
• Evaluasi keseimbangan cairan
Pindah ruangan, lakukan evaluasi ketat
Evaluasi Klinis
• Kontrol tekanan
darah
• Evaluasi tanda
impending
eklampsia (nyeri
epigastrium, nyeri
kepala, mata kabur)
Evaluasi
Laboratorium
• Trombosit, fungsi
liver, fungsi ginjal,
albumin setiap
minggu
Evaluasi Janin
• NST setiap hari
• USG untuk evaluasi
kesejahteraan janin 2
kali / minggu
• evaluasi pertumbuhan
janin / 2 minggu,
Semua parameter baik
Salah satu parameter memburuk
Umur kehamilan ≥ 34 minggu
Terminasi kehamilan
Terminasi kehamilan
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
11
B. HIPERTENSI GESTASIONAL

Pemeriksaan kesejahteraan janin dilakukan setiap hari dengan evaluasi fetal kick count,
pemeriksaan cairan ketuban dan NST 2 kali dalam seminggu dan pemeriksaan pertumbuhan janin
setiap 2 minggu. Jika didapatkan tanda – tanda pertumbuhan janin terhambat dapat dilakukan
pemeriksaan Doppler velocimetry

Pemeriksaan maternal dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan proteinurin setiap kunjungan (2
kali / minggu) dan pemeriksaan laboratorium (trombosit, fungsi ginjal (serum kreatinin), fungsi
liver (AST/ALT), albumin) setiap minggu.

Pemberian antihipertensi direkomendasikan jika didapatkan TD  160/110 mmHg

Persalinan dilakukan pada usia kehamilan  37/38 minggu

Cara persalinan dipilih berdasarkan kondisi maternal, janin dan skor pelvik. Dalam kondisi
maternal dan janin yang stabil dapat dilakukan ripening misoprostol sebelum dilakukan induksi.

Komplikasi hipertensi getasional: solusio plasenta, persalinan preterm, kecil masa kehamilan
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
12
Hipertensi Gestasional
Usia
Kehamilan <
37 mgg
Usia
Kehamilan ≥
37 mgg
Perawatan poliklinik
• Kontrol 2 kali per minggu
• Evaluasi gejala pemberatan
preeklampsia (Tekanan darah, tanda
impending, edema paru)
• Cek laboratorium (UL, trombosit, serum
kreatinin, albumin, AST/ALT) setiap
minggu
• Evaluasi kondisi janin (hitung fetal kick
count/hari, kesejahteraan janin (NST
dan USG) 2 kali / minggu, evaluasi
pertumbuhan janin setiap 2 minggu)
Preeklampsia
Protokol Preeklampsia
Terminasi
Kehamilan
Usia
Kehamilan ≥
37 mgg
C. HIPERTENSI KRONIS

Pemeriksaan kesejahteraan janin dilakukan setiap hari dengan evaluasi fetal kick count,
pemeriksaan cairan ketuban dan NST 2 kali dalam seminggu dan pemeriksaan pertumbuhan janin
setiap 2 minggu setelah usia kehamilan 20 minggu. Jika didapatkan tanda – tanda pertumbuhan
janin terhambat dapat dilakukan pemeriksaan Doppler velocimetry

Pemeriksaan maternal dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan proteinurin setiap kunjungan (2
kali / minggu) dan pemeriksaan laboratorium (trombosit, fungsi ginjal (serum kreatinin), fungsi
liver (AST/ALT), albumin) setiap minggu.

Pemberian antihipertensi pada pasien yang belum pernah mendapatkan terapi antihipertensi
sebelum hamil diindikasikan jika didapatkan TD  160/110 mmHg, sedangkan pada pasien yang
telah mendapat antihipertensi sebelum hamil, dapat meneruskan terapinya (jenis obat disesuaikan
dengan niedipin dan atau metildopa) dengan target tekanan darah antara 140/90 mmHg – 160/110
mmHg

Persalinan dilakukan pada usia kehamilan  38 minggu
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
13

Jika didapatkan tanda – tanda preeklampsia (superimposed preeklampsia) disesuaikan dengan
tatalaksana preeklampsia

Cara persalinan dipilih berdasarkan kondisi maternal, janin dan skor pelvik. Dalam kondisi
maternal dan janin yang stabil dapat dilakukan ripening misoprostol sebelum dilakukan induksi.

Komplikasi hipertensi kronis:superimposed preeklampsia, edema paru, stroke, solusio plasenta,
persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kematian
perinatal
Hipertensi Kronis
Usia
Kehamilan <
38 mgg
Perawatan poliklinik
• Evaluasi gejala preeklampsia dan
proteinurin setiap kontrol
• Cek laboratorium (DL, UL, fungsi
ginjal, fungsi liver) setiap 2
minggu
• Evaluasi kondisi janin (hitung
fetal kick count/hari, NST dan
USG evaluasi cairan ketuban
setiap minggu, evaluasi
pertumbuhan janin dan doppler
velocimetry setiap 2 minggu)
• Pemberian antihipertensi:
1.Riwayat antiHT sebelumnya (-),
diindikasikan jika TD≥160/110
2.Riwayat antiHT sebelumnya (+),
lanjutkan dengan jenis obat yang
sesuai (nifedipin dan atau
metildopa) dengan target antara
TD 120/80 – 160/110
Usia
Kehamilan ≥
38 mgg
• Perburukan
kondisi maternal
dan janin
• Usia kehamilan ≥
38 mgg
Didapatkan
tanda – tanda
preeklampsia
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
Terminasi
Kehamilan
Hipertensi kronis
superimposed
preeklampsia
Gunakan
tatalaksana
preeklampsia
14
D. EKLAMPSIA

Definisi: kejang tonik klonik, bersifat menyeluruh (general) yang baru muncul pada penderita PE.
Merupakan salah satu manifestasi klinis berat PE.

Patogenesis: Beberapa teori menunjukkan hipertensi menyebabkan gangguan autoregulasi sistem
sirkulasi serebral dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak sehingga menyebabkan
hipoperfusi, iskemia lokal, disfungsi endotel, kebocoran cairan hingga edema serebral.

Komplikasi: HELLP syndrome, solusio plasenta, gagal ginjal akut, perdarahan otak, defisit
neurologis, pneumonia aspirasi, edema paru, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC),
persalinan preterm, gawat janin, asfiksia, fetal death.

Insiden: Eklampsia dapat terjadi pada 0,6% PE dan 2-3% pada PE yang tidak mendapatkan
profilaksis anti kejang. Insiden di negara maju sekitar 1,6 – 10 / 10.000 persalinan. Didapatkan
113 kasus eklampsia di RSUD dr. Soetomo selama 2 tahun (2012-2013) dengan proporsi 10,2%
dari kasus hipertensi dalam kehamilan

Sebelum terjadinya eklampsia biasanya disertai dengan adanya hipertensi tidak teregulasi, tanda –
tanda impending eklampsia seperti nyeri kepala menetap, gangguan penglihatan dan nyeri kuadran
kanan ataus atau epigastrium.

Gejala klinis eklampsia:
Fase Tonik

Penurunan kesadaran, kadang disertai jeritan, bisa menjadi sianotik

Otot lengan, kaki, dada, dan punggung menjadi kaku, berlangsung 1 menit
Fase Klonik

1-2 menit setelah fase klonik, otot mulai menyentak dan berkedut, mulai terjadi kejang

Lidah dapat tergigit, hematoma lidah, perdarahan lidah
Fase pasca kejang

Setelah fase klonik selesai

Dalam keadaan tidur dalam, bernafas dalam, dan bertahap sadar kembali disertai nyeri
kepala. Biasanya pasien kembali sadar dalam 10-20 menit setelah kejang
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
15
Gejala Neurologis

Defisit memori, defisit persepsi visual, gangguan status mental

Defisit saraf kranial

Peningkatan refleks tendon dalam
Kondisi janin

Fetal bradikardia dapat terjadi saat dan setelah kejang

Saat penderita sadar kembali, dapat terjadi fetal takikardia, hilangnya variabilitas dan kadang
ditemukan deselerasi (pada pemeriksaan NST)

Jika didapatkan defisit neurologis pasca kejang, perlu dilakukan pemeriksaan CT scan kepala
untuk mengevaluasi patologi intrakranial yang terjadi.

Prinsip penatalaksanaan eklampsia: Hentikan kejang dan cegah kejang ulangan, cegah terjadinya
komplikasi eklampsia, stabilisasi maternal, lakukan terminasi disaat yang tepat.

Berikan oksigenasi maternal dan lindungi dari trauma fisik.

MgSO4 sebagai pilihan utama obat anti kejang, jika masih kejang, dapat diberikan pilihan kedua
(diazepam, lorazepam atau midazolam).

Berikan antihipertensi (nifedipin atau metildopa) jika tekanan darah  160/110 untuk mencegah
stroke. Jika didapatkan hipertensi emergency dapat dipertimbangkan penggunaan nikardipin.

Terminasi kehamilan dilakukan setelah kondisi maternal yang stabil (vital sign score  10).

Cara persalinan dipilih berdasarkan kondisi maternal, janin dan skor pelvik. Dalam kondisi
maternal dan janin yang stabil dengan skor pelvik baik dapat dilakukan induksi persalinan.
Persalinan perabdominam dapat dipertimbangkan pada kondisi pasien yang membutuhkan waktu
induksi lama, diperkirakan terjadi kegagalan induksi persalinan dan pada kasus eklampsia dengan
penurunan kesadaran setelah dilakukan konsultasi dengan ahli kedokteran fetomaternal.
1.
Vital Sign Score
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
16
Kriteria
TD Sistolik
TD Diastolik
Nadi
Temperatur
Laju nafas
GCS
1
2
3
110-150
> 200
90-110
140-200
50-90
100-140
> 120
100-119
80-99
> 40
38,5-40
< 38,4
<16 / > 30
Ireguler
16-29
3-4
5-7
>8
Jumlah Skor
≥ 10
Optimal untuk terminasi kehamilan
9
Pertimbangkan perlunya terminasi
≤8
2.
Interpretasi
Persalinan ditunda, stabilisasi
Alur Penatalaksanaan Eklampsia
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
17
Eklampsia
Stabilisasi kondisi Ibu
• Posisi miring kiri
• Suplementasi oksigen masker (8-10 lpm)
• Fiksasi longgar di tempat tidur untuk mencegah trauma dan fraktur
• Pasang sudap lidah
Atasi kejang dan cegah kejang ulangan
• Berikan MgSO4 sebagai lini pertama, jika menetap dapat diiulang
hingga pemberian lini kedua sampai dengan black out anestesi
Atasi adanya hipertensi
• Diberikan jika TD≥160/110
Vital Sign Score ≥ 10
• Kesadaran menurun
• Gawat janin
Kondisi maternal dan
janin baik
Skor pelvik < 5
Gagal Induksi
Terminasi
Perabdominam
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
Skor pelvik ≥ 5
Induksi Oksitosin
Terminasi Pervaginam
18
E. PREEKLAMPSIA – EKLAMPSIA DENGAN KOMPLIKASI HELLP SYNDROME

Definisi: kondisi berat dari preeklampsia-eklampsia yang ditandai dengan adanya Haemolysis (H),
Elevated Liver Enzymes (EL) dan Low Platelet Count (LP).


Diagnosis: (menggunakan kriteria Mississipi)
o
Hemolisis: Lactate dehydrogenase (LDH) > 600 IU/L
o
Trombositopenia  150.000 sel / mikroL
o
Peningkatan fungsi liver : AST atau ALT  40 IU/L
Komplikasi: disseminated intravascular coagulopathy(DIC), solusio plasenta, gagal ginjal akut,
edema paru, hematom subscapular dan parenkim liver.

Insiden: HELLP syndrome terjadi sekitar 10% pada wanita dengan preeklampsia-eklampsia. Di
RSUD Dr. Soetomo, didapatkan 36 kasus dari 458 kasus preeklampsia-eklampsia (7,9%) di 2013.

Stabilisasi maternal dan evaluasi kondisi janin untuk menentukan apakah terminasi harus segera
dilakukan. Terminasi dilakukan pada kehamilan  34 minggu, kondisi janin non reassuring,
kondisi Ibu yang memburuk, seperti DIC, perdarahan liver, gagal ginjal dan solusio plasenta.

Perawatan konservatif hanya ditujukan untuk memberikan kesempatan 48 jam pematangan paru
dan dilakukan terminasi setelahnya.

Transfusi trombosit diindikasikan jika trombosit  20.000 sel / mikroL.Jika akan dilakukan
teriminasi perabdominam, dilakukan transfusi dengan target trombosit 50.000 sel / mikroL

Pemberian steroid maternal sebagai terapi HELLP syndromebelum direkomendasikan karena tidak
terbukti memperbaiki luaran maternal dan neonatal. Namun pada riset lainnyasteroid dapat
meningkatkan jumlah trombosit, sehingga penggunaannyabersifat spesifik sesuai kondisi maternal
dan perlu didiskusikan dengan ahli kedokteran fetomaternal.

Pemberian steroid maternal dapat menggunakan dexametason ataupun metilprednisolon yang
pemberiannya secara tappering off.

Cara persalinan dipilih berdasarkan kondisi maternal, janin dan skor pelvik. Dalam kondisi
maternal dan janin yang stabil dapat dilakukan ripening misoprostol sebelum dilakukan induksi.
Persalinan perabdominam dapat dipertimbangkan pada kondisi yang membutuhkan waktu
ripening lama (>24 jam) atau diperkirakan terjadi kegagalan induksi persalinan setelah dilakukan
konsultasi dengan ahli kedokteran fetomaternal.
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
19
Komplikasi HELLP Syndrome
Usia kehamilan < 34 minggu
Pematangan
paru selama
48 jam
Usia kehamilan ≥ 34 minggu
Perburukan
kondisi
Terminasi Kehamilan
(Mode of Delivery disesuaikan indikasi obstetrik dan kematangan serviks)
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
20
F. PREEKLAMPSIA – EKLAMPSIA DENGAN KOMPLIKASI EDEMA PARU

Definisi: akumulasi cairan di intersisial paru dan alveoli yang menghalangi difusi oksigen dan
karbondioksida secara adekuat yang diakibatkan komplikasi dari preeklampsia-eklampsia.

Patogenesis: terjadinya disfungsi endotel yang meningkatkan permeabilitas kapiler paru,
hipoalbumin yang disebabkan proteinuria akibat vasospasme ginjal dan gangguan fungsi end
diastolic pada ventrikel kiri yang disebabkan gangguan relaksasi myokard akibat hipertrofi
ventrikel kiri.

Komplikasi: prolonged ventilator, ventilator acquired pneumonia, kematian maternal, persalinan
preterm, asfiksi janin, IUFD dan kematian perinatal.

Insiden: Penelitian Sibai selama 9 tahun mendapatkan 37 pasien preeklampsia-eklampsia dengan
komplikasi edema paru (Insiden: 2,9%). Wardhana dan Dachlan melaporkan kasus yang lebih
banyak yaitu hingga 62 kasus (insiden: 5,6%) hanya pada pengamatan 2 tahun (2013-2014) di
RSUD Dr. Soetomo sebagai rumah sakit tersier rujukan Indonesia Timur dan menyumbang 11,9%
kematian maternal akibat PE.

Beberapa faktor risiko seperti kondisi postpartum, eklampsia, hipoalbumin, hipertensi kronis,
hipertensi krisis, gagal ginjal akut dan oligouria semakin meningkatkan kemungkinan terjadinya
komplikasi edema paru.

Gejala klinis: sesak nafas, lebih nyaman dalam posisi setengah duduk atau duduk, ronkhi pada
auskultasi paru, takikardi. Evaluasi lanjutan dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium lengkap,
analisis gas darah dan foto thorax X-Ray.

Penatalaksanaan komplikasi ini dilakukan secara optimal dengan pendekatan multidisiplin (tim
obgyn, anestesi dan jantung.

Stabilisasi maternal lebih diutamakan (maternal life saving).

Jika pemberian oksigenasi awal menggunakan masker tidak adekuat dapat diberikan bantuan
ventilasi mekanik.

Pastikan terjadinya keseimbangan cairan negatif untuk mengurangi cairan ekstra dan intravaskuler.

Cara persalinan dipilih berdasarkan kondisi maternal, janin dan skor pelvik. Dalam kondisi
maternal dan janin yang stabil dengan skor pelvik baik dapat dilakukan induksi persalinan.
Persalinan perabdominam dapat dipertimbangkan pada kondisi pasien yang membutuhkan waktu
induksi lama dan diperkirakan terjadi kegagalan induksi persalinan setelah dilakukan konsultasi
dengan ahli kedokteran fetomaternal.

Monitoring ketat kondisi Ibu dan janin selama melakukan stabilisasi maternal.
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
21
Preeklampsia – Eklampsia
dengan edema paru
• Stabilisasi Maternal : Airway – Breathing – Circulation
• Observasi ketat (one to one nursing): monitoring tanda vital,
fungsi respirasi, jantung dan ginjal
• Elevasi dada dan kepala pasien untuk meningkatkan ventilasi
• Suplementasi oksigen dengan masker 8-10 lpm dengan
monitoring saturasi oksigen
• Berikan loop diuretik (furosemide), 20 – 40 mg dalam 2 menit
à evaluasi 30-50 menit, bila tidak adekuat dapat diberikan sesuai
cara diatas hingga dosis maksimal 120 mg dalam 1 jam
• Berikan substitusi elektrolit (kalium) jika diperlukan
• Restriksi natrium dan air, monitoring ketat keseimbangan
cairan
• Kontrol hipertensi sesuai prosedur
• Cegah kejang atau kejang ulangan dengan pemberian
MgSO4 (jika syarat terpenuhi)
• Jika oksigenasi dengan masker tidak adekuat, berikan
ventilasi mekanik
• Dalam kondisi edema paru berat dan refrakter terhadap
pengobatan awal perlu evaluasi ketat di ruang perawatan
intesif
• Monitoring kesejahteraan janin selama stabilisasi
• Perencanaan persalinan aman
• Persalinan perabdominam dilakukan atas indikasi obstetrik
dan bila didapatkan unfavourable cervix
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
22
TINJAUAN PUSTAKA
ACOG 2013, Hypertension in Pregnancy, Washington DC.
Cunningham, F, Leveno, K, Bloom, S, Spong, C, Dashe, J, Hoffman, B, Casey, B & Sheffield, J 2014,
Williams Obstetrics, 24th edn, McGraw-Hill Eucation, New York.
Dennis, A & Solnordal, C 2012, 'Acute Pulmonary Oedema in Pregnant Women', Anaesthesia, vol 67, pp.
646-669.
Fonseca, J, Mendez, F, Catano, C & Arias, F 2005, 'Dexamethasone Treatment Does Not Improve the
Outcome of Women with HELLP Syndrome: a double-blind, placebo-controled, randomized clinical
trial', American Journal of Obstetrics & Gynecology, vol 193, p. 1591.
Group, TMTC 2002, 'Do Women with Pre-eclampsia, and their babies, benefit from magnesium sulphate?
The Magpie Trial: a randomised placebo-controlled trial', Lancet, vol 359, pp. 1877-1890.
ISSHP 2014, 'The Classification, Diagnosis and Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy:
A Revised Statement from the ISSHP', Pregnancy Hypertension, pp. 97-104.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2013, Buku Saku Pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan, Jakarta.
Magee, L, Pels, A, Helewa, M, Rey, E & von Dadelszen, P 2014, 'Diagnosis, Evaluation and Management
of the Hypertensive Disorders of Pregnancy', Pregnancy Hypertension, vol 4, pp. 105-145.
NICE 2010, 'Hypertension in pregnancy: the management of hypertensive disorders during pregnancy', in
NICE Clinical Guideline 107, London.
Norwitz, E, Hsu, C & Repke, J 2002, 'Acute Complication of Preeclampsia', Clinical Obstetrics &
Gynecology, vol 45, no. 2, pp. 308-329.
POGI, 'Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Preeklampsia'.
Sibai, B 2004, 'Diagnosis, Controversies and Management of the Syndrome of Hemolysis, Elevated Liver
Enzymes and Low Platelet Count', Obstetrics & Gynecology, vol 103, no. 981.
Sibai, B, Mabie, B, Harvey, C & Gonzalez, A 1987, 'Pulmonary edema in severe preeclampsia-eclampsia:
Analysis of thirty-seven consecutive cases', AJOG, vol 156, no. 5, pp. 1174-9.
SOGC 2014, 'Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy:
Executive Summary', Journal of Obstetrics & Gynecology Canada, vol 36, no. 5, pp. 416-436.
Wardhana, MP, Dachlan, EG & Hardiono 2015, 'Edema Paru sebagai Komplikasi Preeklampsia di RSUD
Dr. Soetomo: Studi Deskriptif dan Analisis pada 62 Kasus Tahun 2012 - 2013', Thesis, Department
of Obstetric & Gynecology, Airlangga University, Surabaya.
WHO 2011, WHO recommendation for Prevention and Treatment of pre-eclampsia and eclampsia,
Geneva.
Woudstra, D, Chandra, S, Hofmeyr, G & Dowswell, T 2010, 'Cortcosteroids for HELLP syndrome in
Pregnancy', Cochrane Database Systematic Reviews.
Divisi Kedokteran Fetomaternal, Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Unair – RSUD Dr. Soetomo – RS Unair Surabaya
23
Download