LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK (UJI KUALITATIF PROTEIN DALAM URINE: TES REBUS, UJI KUANTITATIF PROTEIN URINE: TES ESBACH, PEMERIKSAAN PROTEIN LOSS) OLEH: GOLONGAN 2 KELOMPOK VB GUSTI AYU DINDA MAYAGITA (1608551074) NI PUTU SINTA MAHASUARI (1608551075) IDA AYU MAS SITA SANJIWANI (1608551076) PUTU WULAN PRAYASCITA (1608551077) VALLINA RAHMADINHA (1608551078) BENILDA MARIA CESARIO DE SENA (1608551079) KRISTINA MEGI LIMBA (1608551080) PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2019 (UJI KUALITATIF PROTEIN DALAM URINE: TES REBUS, UJI KUANTITATIF PROTEIN URINE: TES ESBACH, PEMERIKSAAN PROTEIN LOSS) I. TUJUAN 1.1 Untuk mengetahui pemeriksaan protein dalam urine secara kualitatif dengan tes rebus 1.2 Untuk mengetahui pemeriksaan protein dalam urine secara kuantitatif dengan tes esbach 1.3 Untuk mengetahui protein loss pada urine II. TINJAUAN PUSTAKA Urin sebagai produk metabolisme memiliki kandungan berbagai zat yang sudah tidak digunakan lagi oleh tubuh. Zat tersebut diantaranya adalah nitrogen, urea, dan amonia. Kandungan urin menjadi indikasi berbagai fungsi faal dalam tubuh yang berkaitan dengan metabolisme dan ekskresi, diantaranya adalah kondisi ginjal, liver, dan pankreas. Keberadaan zat yang masih berguna bagi tubuh dalam urin menandakan ada kesalahan fungsi ginjal dalam bekerja sebagai filter. Salah satu zat yang masih berguna bagi tubuh yang sering terdapat dalam urin adalah protein (Astuti, 2017). Keberadaan protein dalam urin menandakan ada kebocoran pada glomerulus. Glomerulus merupakan bagian nefron yang berfungsi memfilter berbagai zat sisa metabolisme. Dalam kondisi normal protein tidak akan melewati glomerulus melainkan akan langsung menuju arteri efferent dan kembali ke jantung. Kebocoran dan kerusakan glomerulus akan menyebabkan beberapa zat yang masih berguna bagi tubuh akan ikut terbuang salah satunya adalah protein (Astuti, 2017). 1. Uji Kualitatif Pada uji kualitatif protein dalam urine, digunakan metode tes rebus. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan adanya protein dalam urine. Metode tes rebus ini mempunyai prinsip bahwa protein dalam suasana asam lemah bila 1 dipanaskan akan mengalami denaturasi dan terjadi endapan. Tes ini dilakukan dengan mendidihkan urin dalam suasana asam (asam asetat 6%). Hasil positif didapatkan bila muncul endapan atau kekeruhan pada larutan uji saat dibiarkan dingin. Gumpalan-gumpalan yang terdapat pada sampel urine tersebut merupakan protein yang mengalami denaturasi (Wirawan et al, 1983). Tingkat kekeruhan inilah yang menjadi indikator kadar protein. Hasil dinyatakan negatif (-) jika tidak terdapat kekeruhan atau kekeruhan akan menghilang setelah ditetesi asam asetat. Positif 1 menandakan kadar protein dalam urin sebanyak 0,01-0,05%. Positif 2 menunjukkan kadar protein urin kirakira 0,05-0,2%. Positif 3 menunjukkan kadar protein urin kira-kira 0,2-0,5%, sedangkan positif 4 menunjukkan kadar protein urin kira-kira lebih dari 0.5% (Astuti, 2017). Tabel 1. Interpretasi Data Uji Protein dalam Urine secara Kualitatif (Wirawan et al., 1983). Reaksi positif palsu dapat terjadi apabila pasien mengosumsi obat-obatan yang mengandung protease, tolbutamid, sulfonamid dan lain-lain, sehingga hasil metabolismenya terkumpul di urin. Adanya protein pada urin dalam jumlah sedikit, tidak selalu menunjukkan keadaan patologis, misalnya fisiologis albuminuria, false albuminuria dan postural albuminuria (Dewi, 2010). 2. Uji Kuantitatif Pada uji kuantitatif protein dalam urine dilakukan dengan tes Esbach. Uji Esbach merupakan pemeriksaan untuk menilai kadar protein dalam urin 2 (proteinuria). Pemeriksaan kuantitatif albumin dalam urin dilakukan dengan cara mencampurkan larutan asam pikrat 1% dalam air dan larutan asam sitrat 2% dalam air dengan urine. Asam pikrat dapat mengendapkan protein dan endapan ini dapat diukur secara kuantitatif. Sedangkan asam sitrat digunakan untuk menjaga keasaman cairan. Hasil positif dapat dilihat dengan adanya kekeruhan dan tingkat kekeruhan sesuai dengan junlah protein (Kurniati, 2010). Tes Esbach yang disebut juga metode dipstick, merupakan pemeriksaan kuantitatif yang sensitif terhadap 60mg/L albumin, tetapi kurang sensitif terhadap protein Bence Jones dan protein lain yang memiliki berat molekul rendah seperti β2-mikroglobulin. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat ketinggian endapan yang dihasilkan. Nilai yang di peroleh akan menunjukkan jumlah bagian per seribu, atau gram albumin dalam satu liter. Hasil ini dibagi dengan sepuluh menghasilkan persentase. Hasil Jumlah Protein Samar 10-30 mg % (1+) 30 mg % (2+) 100 mg % (3+) 500 mg % (4+) > 2000 mg % Tabel 2. Hasil dari Tes Esbach memiliki nilai 0-4 (+) (Kurniati, 2010). Endapan protein urin dengan metode Esbach mungkinkan evaluasi keparahan proteinuria yaitu : • Ringan < 1 g/hari : fisiologis, saluran kemih infeksi, batu ginjal • Sedang 1-3 g/hari : nephropathies glomerulus dan tubulus-interstisial • Berat > 3,5 g/hari : sindrom nefrotik (Kurniati, 2010). Beberapa kelemahan tes Esbach seperti pada pengukuran kuantitatif sulit dilakukan pada anak-anak terutama dalam mengendalikan buang air kecil, karena hal tersebut dapat menimbulkan kesulitan dalam pengumpulan urin 24 jam atau urin semalam, sering terjadi kesalahan selama menghitung waktu dan saat 3 mengakomodasi urin, dan hasil yang didapat tidak akurat (Sukmawati dan Suarta, 2007). III. ALAT DAN BAHAN 3.1 Alat 3.2 IV. a. Tabung reaksi f. Kertas pH b. Penjepit kayu g. Gelas beker c. Spuite h. Pipet volume d. Api Bunsen i. Bulbfiller e. Tabung Esbach Bahan a. Asam asetat 6% b. Sampel urine pasien c. Sampel urine mahasiswa 24 jam d. Reagen esbach e. Bariun sulfat CARA KERJA 4.1. Pemeriksaan Protein Urine Kualitatif Diambil urine sebanyak 5 cc kemudian dimasukkan urine ke dalam tabung reaksi. Dipanaskan diatas api Bunsen dengan keadaan tabung reaksi miring (untuk mencegah letupan) hingga mendidih. Diamati perubahan warna yang terjadi Ditetesi asam asetat 6% sebanyak 3 tetes dan dipanaskan kembali tabung reaksi tersebut hingga mendidih. Dibiarkan dingin dan dibaca hasilnya berdasarkan tabel 4 4.2. Pemeriksaan Protein Urine Kuantitatif (Uji Esbach) Dilakukan pengukuran pH urine dengan menggunakan kertas pH Dilakukan penambahan asam asetat 6% kedalam urine untuk menurunkan pH urin dari normal menjadi asam Diisi tabung Esbach dengan urine sampai tanda U dan reagen esbach sampai tanda R dan serbuk barium sulfat secukupnya, kemudian tabung ditutup dan dibolak balik hingga homogen Diletakkan tabung kedalam wadah tabung esbach dan didiamkan selama 30 menit. Dibaca tingginya endapan yang terjadi setelah didiamkan dan ditulis dalam satuan g/L, misalnya a g/L. kemudian dilakukan perhitungan terhadap nilai protein loss. V. HASIL DAN PENGAMATAN 5.1 Uji Kualitatif (Metode Tes Rebus) No Sampel - Hasil 1. Urine Mahasiswa - Tetap jernih dibandingkan dengan urine kontrol 2. Urine RS 2 +3 Tampak gumpalan nyata dibandingkan dengan urine kontrol 5 Gambar 5.1 Pemeriksaan protein urin Gambar 5.2 Pemeriksaan protein urin kualitatif sampel urin mahasiswa kualitatif sampel urin pasien 5.2 Uji Kuantitatif (Metode Tes Esbach) Diketahui : volume urine = 1 liter/24 jam Tinggi endapan = 0,55 g/L Protein Loss = Tinggi endapan x Volume Urine = 0,55 g/L x 1 L/24 jam = 0,55 gram/24 jam Gambar 5.3 Pemeriksaan protein urin kuantitatif sampel urin pasien VI. PEMBAHASAN Urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pemeriksaaan sampel urin atau urinalisis bertujuan untuk melakukan skrining, diagnosis evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, batu ginjal dan memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus (DM) dan tekanan darah tinggi (hipertensi) serta skrining terhadap status kesehatan secara umum. Ekskresi urin 6 diperlukan untuk membuat molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui ekskresi urin (Dewi dkk., 2014). Secara fisiologis urin yang normal adalah bebas dari protein dimana urin dihasilkan oleh nefron ginjal. Selama 24 jam komposisi dan konsentrasi urin dapat berubah secara terus menerus dimana variasi konsentrasi urin dapat ditentukan oleh waktu pengambilan dan aktivitas sebelum pengambilan urin. Proteinuria yaitu urin manusia yang terdapat protein yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/mL. Sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urin rutin, baik tanpa gejala, ataupun dapat menjadi gejala awal dan mungkin suatu bukti adanya penyakit ginjal yang serius. Proteinuria terjadi akibat kerusakan pada epitel tubulus proksimal dalam mereabsorbsi protein dengan berat molekul yang rendah yang selanjutnya akan dapat keluar melalui urin. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pengukuran protein dalam urin secara kualitatif dan kuantitatif. Uji protein secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode tes Rebus sedangkan untuk uji urin secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode tes Esbach (Sukmawati, 2007). Metode tes Rebus memiliki prinsip bahwa protein dalam suasana asam lemah apabila dipanaskan akan mengalami denaturasi protein dan terjadi endapan akibat hidrolisis ikatan peptida. Saat uji tes Rebus, 3cc urin dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dipanaskan, apabila terjadi endapan berarti terdapat fosfat. Kemudian ditambahkan dengan asam asetat 6% untuk memberikan suasana asam dan menghilangkan endapan non protein pada sampel urin seperti asam fosfat yang terjadi akibat pemanasan dimana asam fosfat memiliki kelarutan yang baik dalam asam asetat dan dilanjutkan dengan pemanasan kembali (Dewi dkk., 2014). Pemanasan dilakukan untuk mempercepat terjadinya denaturasi protein di dalam sampel urin. Sumber hasil negatif palsu pada tes pemanasan dengan asam asetat adalah pemberian asam asetat yang berlebihan. Sedangkan sumber hasil 7 positif palsu yaitu kekeruhan yang tidak disebabkan oleh globulin atau albumin, kemungkinannya adalah: • Nukleoprotein, kekeruhan terjadi pada saat pemberian asam asetat sebelum pemanasan. • Mucin, kekeruhan juga terjadi pada saat pemebrian asam asetat sebelum pemanasan. • Proteose, presipitat terjadi setelah campuran reaksi mendingin, kalau dipanaskan akan menghilang. • Asam-asam renin, kekeruhan oleh zat ini larut dalam alkohol. • Protein Bence Jones, protein ini akan mengendap pada suhu dengan rentang 40-60oC, diluar rentang suhu tersebut maka protein akan kembali melarut. Hasil yang diperoleh dari sampel mahasiswa adalah hasilnya tetap jernih dibandingkan dengan urine kontrol sehingga diinterpretasikan bahwa sampel urine tersebut menunjukkan (-). Sedangkan sampel RS 2 hasil yang diperoleh yakni tampak gumpalan nyata dibandingkan dengan urine kontrol sehingga diinterpretasikan bahwa sampel urine tersebut menunjukkan (+3). Dari hasil kualitatif ini perlu diperkuat dengan uji secara kuantitatif untuk mengetahui kadar protein urin 24 jam. Apabila dalam uji kualitatif sampel urin mendapatkan hasil yang positif mengandung protein yang ditandai dengan adanya endapan protein dalam suasana asam akibat pemanasan, maka dilakukan uji kuantitatif pada sampel urin untuk mengetahui kadar protein yang ada dalam urin tersebut. Mekanisme keluarnya albumin atau protein dari dalam tubuh melalui urin adalah peningkatan permeabilitas di tingkat glomerulus yang menyebabkan protein lolos kedalam filtrat glomerulus. Konsentrasi protein ini melebihi kemampuan sel-sel tubulus ginjal mengreabsorpsi dan memprosesnya. Secara tradisional, kadar proteinuria diperkirakan bermakna untuk menilai keparahan penyakit ginjal (Sacher dan McPherson, 2004). Pada keadaan normal seharusnya urin yang diuji tidak mengandung protein sama sekali. Tapi apabila terjadi peradangan pada ginjal maka akan terjadi proteinuria. 8 Uji protein pada urin secara kuantitatif dilakukan dengan tes Esbach. Tes ini digunakan untuk mengetahui kadar protein dalam urin. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan uji kuantitatif sampel urin menggunakan metode Esbach adalah sampel urin yang digunakan merupakan urin 24 jam, sampel urin yang digunakan menunjukkan hasil yang positif pada uji kualitatif menggunakan Tes Rebus, dan sampel urin yang digunakan memiliki PH < 6 atau berada dalam suasana asam. Prinsip dari Tes Esbach adalah asam pikrat dapat mengendapkan protein dan endapan ini dapat diukur secara kuantitatif (Dewi dkk., 2014). Pemeriksaan kadar urin dengan metode Esbach terkenal karena kemudahannya. Sampel urin yang digunakan dalam tes ini adalah pengumpulan urin 24 jam yang ditampung (Djojodibroto, 2001). Pengujian kuantitatif protein urin dengan menggunakan metode Esbach dilakukan untuk menilai kadar albumin (protein) di dalam urin. Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah sampel 5. Sampel urin 24 jam yang telah terkumpul dilakukan pengecekan pH menggunakan kertas lakmus. Pada uji Esbach, hasil positif palsu dapat terjadi apabila sampel urin bersifat terlalu basa atau terlalu encer. Oleh karena itu, sebelum dilakukan uji Esbach, pH sampel urin dipastikan berada di bawah 6 dengan pengujian menggunakan kertas lakmus. Suatu keadaan asam telah tercapai apabila kertas lakmus yang dicelupkan ke dalam sampel urin berubah warna menjadi merah. Pengujian protein pada sampel urin ini harus dilakukan dalam keadaan asam untuk membuat protein berada dalam bentuk kationnya sehingga dapat bereaksi dengan anion dari asam pikrat (Rosenfeld, 1982). Volume sampel urin selanjutnya diukur, volume urin 24 jam yang digunakan sebanyak 1 liter. Tabung Esbach kemudian ditambahkan urin sampai tanda U dan reagen Esbach hingga tanda R. Pada pengujian ini akan dihasilkan endapan berwarna kuning yang merupakan endapan protein-pikrat, endapan dapat terbentuk setelah didiamkan selama 24 jam, namun untuk mempercepat reaksi pengendapan, maka ditambahkan barium sulfat (BaSO4) yang dapat mempercepat proses pengendapan dalam waktu 30 menit (Rosenfeld, 1982). Tabung Esbach dibolak-balik beberapa kali agar urin dan reagen tercampur baik dan didiamkan selama 30 menit dan terakhir diukur 9 ketinggian endapan yang terbentuk apabila sebelumnya ditambahkan dengan barium sulfat (BaSO4). Namun pada praktikum kali ini tidak tersedia BaSO4, maka diperlukan waktu pendiaman sampel urin dalam reagen Esbach selama beberapa hari. Pengamatan uji kuantitatif sampel urin setelah pendiaman selama 3 hari dengan metode Esbach dilakukan pada temperatur kamar dan dibaca sebagai gram protein per liter urin. Karena pengendapan urin dipengaruhi oleh gravitasi, maka urin yang terbaik digunakan adalah yang memiliki gravitasi spesifik sekitar 1,006 atau lebih. Jika urin terlalu pekat maka harus diencerkan hingga memperoleh gravitasi yang spesifik. Berdasarkan pengamatan diperoleh tinggi endapan 0,55 g/L. Dari data tersebut dilakukan perhitungan Protein Loss. Protein loss dapat diketahui dengan mengalikan tinggi endapan yang dihasilkan setelah proses pendiaman pada uji kuantitatif dengan volume urin 24 jam, sehingga dapat diketahui jumlah protein yang ada dalam sampel urin tersebut selama 24 jam. Pada perhitungan Protein Loss diperoleh hasil 0,55 g/24 jam. Nilai ini berada diatas nilai normal yaitu 0,15 g/24 jam. Sehingga diperkirakan pasien tersebut menderita proteinuria serta adanya kelainan ginjal terutama pada penurunan fungsi glomerulus. VII. 1. KESIMPULAN Berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan dengan uji kualitatif dengan metode tes rebus pada sampel urine 24 jam menunjukkan hasil yang positif. Hasil positif dilihat dengan adanya kekeruhan dan tingkat kekeruhan sesuai dengan jumlah protein. 2. Berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan dengan uji kuantitatif dengan metode Esbach pada sampel 5 yang menunjukkan hasil positif palsu dapat terjadi apabila sampel urine bersifat terlalu basa atau terlalu encer. 3. Protein Loss dapat diketahui dengan mengalikan tinggi endapan 0,55 yang dihasilkan setelah proses pendiaman pada uji kuantitatif dengan volume urine 24 jam. 10 DAFTAR PUSTAKA Astuti, D. S. Kadar Protein UrinMenggunakanUji Asam AsetatpadaMahasiswa Pendidikan Biologi SemesterVI FKIP UMS2017. Proceeding Biology Education Conference 14(1): 36-38. Dewi, D. A. P. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Klinik. Denpasar: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universita Udayana. Dewi, D. A. P Dharma Santhi., A. P. Santa. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Klinik. Denpasar: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Djojodibroto, D. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Gandasoebrata, R. 1984. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat. Kurniati, M. 2010. Analisa Pemeriksaan Urine. Palembang: Universitas Sriwijaya Rosenfeld, L. 1982. Origins of Clinical Chemistry: The Evaluation of Protein Analysis. New York: Academic Press, Inc. Sacher, R. A. dan R. A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Cetakan 1. Jakarta: EGC. Sukmawati, M., K. Suarta. 2007. Validity Of Protein-Creatinine And ProteinOsmolality Ratios In The Estimation Of Massive Proteinuria In Children With Nephrotic Syndrome. Paediatrica Indonesia 47(4):139-143. Wirawan, R., S. Immanuel, dan R. Dharma. 1983. Penilaian Hasil Pemeriksaan Urine. Jakarta: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 11