Uploaded by User32288

Referat neuro karina

advertisement
Referat
HIPERTENSI ENSEFALOPATI
Oleh:
Ezra Reinhard
04084821921046
Karina Rahma Meidiarti
04084821921019
Pembimbing:
dr. Masita, Sp.S
BAGIAN / DEPARTEMEN NEUROLOGI
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
HIPERTENSI ENSEFALOPATI
Oleh:
Ezra Reinhard
04084821921046
Karina Rahma Meidiarti
04084821921019
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya/RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 29 Juli – 02 September 2019.
Palembang,
Agustus 2019
dr. Masita, Sp.S
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME atas rahmat dan anugerah-Nya lah referat yang
berjudul “Hipertensi Ensefalopati” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Referat ini disusun sebagai syarat ujian di Bagian Neurologi. Tujuan disusunnya referat
ini agar dapat mengetahui mengenai Hipertensi Ensefalopati. Penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada dr. Masita, Sp.S yang telah membimbing dan meluangkan waktunya
untuk membimbing penulis dalam penyusunan presentasi kasus ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada sahabat dan teman-teman sejawat di bagian neurologi
yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis.
Akhir kata, referat ini hanyalah sebentuk kecil tulisan yang masih mengharapkan
banyak kritik dan saran sehingga dalam perkembangannya dapat menjadi lebih baik lagi.
Semoga bermanfaat.
Palembang,
Agustus 2019
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………... i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………................. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………................. iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...
iv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………..
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………...................
3
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………...
12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….................
13
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang ditandai oleh peningkatan
tekanan sistolik dan atau tekanan diastolik. Menurut JNC 7 (The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure) hipertensi
diklasifikan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi
Kategori
Normal
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
<120
<80
Pre-Hipertensi
120-139
80-89
Hipertensi stage 1
140-159
90-99
Hipertensi stage 2
≥160
≥100
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, halaman 1079
Ensefalopati merupakan istilah umum yang menggambarkan kerusakan atau disfungsi
otak. Ensefalopati dapat disebabkan oleh infeksi, trauma, gangguan metabolik, dan penyakit
sistem organ lainnya.1
Hipertensi terdiri dari hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi. Peningkatan
tekanan darah secara mendadak tanpa menyebabkan kerusakan organ sasaran disebut
hipertensi urgensi. Sedangkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik secara
mendadak yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran dikenal sebagai hipertensi
emergensi. Dalam hal ini organ sasaran antara lain otak, ginjal, jantung, mata, dan pembuluh
darah, oleh karena itu orang dengan tekanan darah tinggi memiliki resiko terhadap penyakit
cardiovaskular, cerebrovaskular, ginjal, dan gangguan pada penglihatan.1,2,3
Di Amerika Serikat, dari 60 juta orang yang menderita hipertensi, sekitar 1%
diantaranya berkembang menjadi hipertensi emergensi. Morbiditas dan mortalitas pada
ensefalopati hipertensi bervariasi sesuai dengan derajat dari kerusakan organ.Tanpa adanya
tindakan, angka mortalitas adalah sekitar 50 % dan meningkat menjadi 90 % pada 1 tahun
kemudian.
Otak merupakan organ vital yang memiliki kebutuhan akan oksigen yang tinggi.
Apabila terjadi gangguan sirkulasi yang mengangkut oksigen ke otak maka dapat terjadi
kerusakan pada otak yang dapat bersifat permanen jika tidak ditangani dengan segera.
Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada otak oleh karena kenaikan tekanan darah
1
secara mendadak yang melampaui kemampuan autoregulasi otak. Hal ini dikenal dengan
ensefalopati hipertensi.4,5,6
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Hipertensi Ensefalopati adalah sindrom klinik akut reversibel yang dicetuskan oleh
kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak. HE
dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi 160/100
mmHg. Sebaliknya mungkin belum terjadi pada penderita hipertensi kronik meskipun
tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau 225 mmHg.4
2.2.
Epidemiologi
Hipertensi Ensefalopati banyak ditemukan pada usia pertengahan dengan riwayat
hipertensi essensial sebelumnya. Menurut penelitian di USA, sebanyak 60 juta orang yang
menderita hipertensi, kurang dari 1 % mengidap hipertensi emergensi. Mortalitas dan
morbiditas dari penderita ensefalopati hipertensi bergantung pada tingkat keparahan yang
dialami. Selain itu, diteliti bahwa insiden hipertensi essensial pada orang kulit putih sebanyak
20-30%, sedangkan pada orang kulit hitam sebanyak 80%. Sehingga orang kulit hitam lebih
beresiko untuk menderita ensefalopati hipertensi.5
2.3.
Etiologi
Hipertensi Ensefalopati dapat merupakan komplikasi dari berbagai penyakit antara
lain penyakit ginjal kronis, stenosis arteri renalis, glomerulonefritis akut, toxemia akut,
pheokromositoma, sindrom cushing, serta penggunaan obat seperti aminophyline,
phenylephrine. Ensefalopati hipertensi lebih sering ditemukan pada orang dengan riwayat
hipertensi esensial lama Ensefalopati hipertensi dapat terjadi setelah cedera/trauma kepala
hebat, seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan rupture vena yang terjadi dalam
ruangan subdural.4,5
Perdarahan subdural dapat terjadi pada:
-
Trauma kapitis
-
Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau putaran
otak terhadap durameter, misalnya pada orang jatuh dan terduduk.
3
-
Trauma pada leher keguncangan pada badan, hal ini lebih mudah terjadi bila
ruangan subdural lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orang tua dan juga
anak-anak.
-
Pecahnya ancurysma atau malformasi pembuluh darah didalam ruangan subdural
-
Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan pendarah subdural
yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor intracranial.
-
Pascaoperasi(kraniotomi, CSF hunting)
-
Pada orang tua, alkoholik, dan gangguan hati
Faktor risiko untuk hematoma subdural kronis meliputi berikut ini:
-
Alkoholisme
-
Epilepsi
-
Koagulopati
-
Kista arachnoid
-
Terapi antikoagulan (termasuk aspirin)
-
Penyakit kardiosvaskular (misalnya, hipertensi, arterioclcrosis)
-
Trombositopenia
-
Diabetes mellitus
Trauma kapitis dapat menyebabkan pergeseran atau putaran otak terhadap duramater,
misalnya pada orang yang jatuh terduduk, pecahnya aneurisma atau malformasi pembuluh
darah di dalam ruang subdural, dan/atau gangguan pembekuan darah.4
2.4.
Patofisiologi
Otak dan mendula spinalis terbungkus dalam tiga sarung membranosa yang
konsentrik. Membrane yang paling luar tebal, kuat dan fibrosa disebut duramater, membrane
tengah tipis dan halus serta diketahui sebagai arachnoidea meter, dan membrane paling dalam
halus dan bersifat vaskuler serta berhubungan erat denga permukaan otak dan mendulla
spinallis serta dikenal sebagai piameter.1,3
Duramater mepunyai lapisan endosteal luar, yang bertindak sebagai periosteum tulang
–tulang kranium dan lapisan bagian dalam yaitu lapisan meningeal yang berfungsi untuk
melindungi jaringan saraf dibawahnya sera saraf –saraf cranial dengan membentuk sarung
yang menutupi setiap saraf cranial. Sinus venosus terletak dalam duramater yang mengalirkan
darah venosa dari otak dan meningen ke vena jugularis interna dileher. Pemisah duramater
yang berbentuk sabit disebut falx serebri, yang terletak vertical antara hemispherium serebri
dan jembaran horizontal, yaitu tentorium serebelli, yang berproyeksi kedepan diantara
4
serebrum dan serebellum, yan berfungsi untuk membatasi gerakan berlebihan otak di
kranium.4
Arachnoidea mater merupakan membrane yang lebih titpis dari durater dan
membentuk penutup yang longgar bagi otak. Arachnoidea mater menjebatani suklus – suklus
dan masuk kedalam yang dalam antara hemispherium serebri. Ruang aantara arachnoidea
dengan pia mater diketahui sebagai ruang subarachnoidea dan terisi dengan cairan
serebrospinal. Cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal merupakan bahan pengapung otak
serta melindungi jarinag saraf dari benturan mekanis yang mengenai kepala.
Piameter merupakan suatu membrane vaskuler yang menyokong otot dengan erat
suatu sarung piameter menyertai cabang – cabang arteri serebralis ada saat mereka memasuki
substansia otak. Secara klinis, durameter disebut pachymenix dan arachnoidea serta pia mater
disebut sebagai leptomeninges.
Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat
robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan
simus venosus didalam duramater atau karan robeknya araknoidea. Karena otak yang
bermandikan cairan cerbrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan
teriksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma dan dapat merobek beberapa vena
pada tempat diamana mereka menembus duramater. Perdarahan yang tidak terlalu besar akan
mebeku dan ada disekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan
darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan
gejala seperti tumor serebri karena tekana intracranial yang berangsur meningkat.3
Gambar 1.Lapisan Pelindung otak
Secara
fisiologis
peningkatan
tekanan
darah
akan
mengaktivasi
regulasi
mikrosirkulasi di otak (respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel). Aliran darah
otak tetap konstan selama perfusi aliran darah otak berkisar 60 – 120 mmHg. Ketika tekanan
darah meningkat secara tiba-tiba, maka akan terjadi vasokontriksi dan vasodilatasi dari
5
arteriol otak yang mengakibatkan kerusakan endotel, ekstravasasi protein plasma, edema
serebral. Jika peningkatan tekanan darah terjadi secara persisten sampai ke hipertensi
maligna maka dapat menyebabkan nekrosis fibrinoid pada arteriol dan gangguan pada
sirkulasi eritrosit dalam pembuluh darah yang mengakibatkan deposit fibrin dalam pembuluh
darah (anemia hemolitik mikroangiopati).1
2.5.
Manifestasi klinis
Hipertensi Ensefalopati merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang dikaitkan
dengan ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan penglihatan, confusion,
pingsan sampai koma. Onset gejala biasanya berlangsung perlahan, dengan progresi sekitar
24-48 jam. Gejala-gejala gangguan otak yang difus dapat berupa defisit neurologis fokal,
tanda-tanda lateralisasi yang bersifat reversibel maupun irreversibel yang mengarah ke
perdarahan cerebri atau stroke. Microinfark dan peteki pada salah satu bagian otak jarang
dapat menyebabkan hemiparesis ringan, afasia atau gangguan penglihatan. Manifestasi
neurologis berat muncul jika telah terjadi hipertensi maligna atau tekanan diastolik
>125mmHg disertai perdarahan retina, eksudat, papiledema, gangguan pada jantung dan
ginjal.7
2.6
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan dua cara yaitu: 3

Pemeriksaan yang segera seperti :
a. Darah : rutin, creatinine, elektrolit
b. Urine : Urinalisa dan kultur urin
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemik
d. Foto dada : apakah ada edema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana)
e. Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema
pada bagian otak dan ada tidaknya perdarahan

Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama) :
a. sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography (kasus tertentu), biopsi
renal (kasus tertentu).
b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi :
6
Spinal tab, CAT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urin 24 jam untuk katekholamine,
metamefrin, venumandelic Acid (VMA).
2.7
Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis ensefalopati hipertensi, maka pada pasien dengan
peningkatan tekanan darah perlu diidentifikasi jenis hipertensinya, apakah hipertensi urgensi
atau hipertensi emergensi. Hal ini dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
untuk mengetahui tanda dan gejala kerusakan target organ terutama di otak seperti adanya
nyeri kepala hebat, mual, muntah, penglihatan kabur, penurunan kesadaran, kejang, riwayat
hipertensi sebelumnya, penyakit ginjal, penggunaan obat-obatan, dan sebagainya. Selain itu
dapat dilakukan funduskopi untuk melihat ada tidaknya perdarahan retina dan papil edema
sebagai tanda peningkatan tekanan intrakranial. Penilaian kardiovaskular juga perlu
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular atau crackles pada paru.
Urinalisis dan pemeriksaan darah untuk mengetahui kerusakan fungsi ginjal (peningkatan
BUN dan kreatinin). Apabila disimpulkan maka dapat kita lakukan dengan:
1. Anamnesa : Sewaktu penderita datang, dilakukan anamnesa singkat3
Hal yang penting untuk ditanyakan
a) Riwayat hipertensi : lama dan beratnya
b) Riwayat obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya
c) Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun
d) Gejala sistem saraf : sakit kepala, rasa melayang, perubahan mental, ansietas
e) Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang)
f) Gejala sistem kardiovascular (adanya payah jantung, kongestif dan edema paru, nyeri
dada)
g) Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis
h) Riwayat kehamilan : tanda eklampsi
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD (baring dan berdiri) mencari kerusakan
organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif ). Perlu dibedakan
komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung,
kongestif dan edema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung
koroner.3
3. Pemeriksaan penunjang
7
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan dua cara yaitu:

Pemeriksaan yang segera seperti :
a. Darah : rutin, creatinine, elektrolit
b. Urine : Urinalisa dan kultur urin
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemik
d. Foto dada : apakah ada edema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana)
e. Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema pada
bagian otak dan ada tidaknya perdarahan

Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama) :
a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography (kasus tertentu), biopsi renal
(kasus tertentu).
b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi :
Spinal tab, CAT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urin 24 jam untuk katekholamine,
metamefrin, venumandelic Acid (VMA).3
Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala : Edema otak biasanya terdapat pada bagian posterior
otak namun dapat juga pada batang otak.
Gambar 2. Gambaran CT Scan (kanan) dan MRI (kiri) kepala pada wanita 55 tahun dengan
Ensefalopati Hipertensi dan kejang menunjukkan adanya lesi white matter yang
terkonsentrasi pada bagian posterior otak,
Sumber: Adam and Victor’s Principle of Neurology 8th Edition, halaman 730.
2.8
Diagnosis banding1
a. Encephalitis
8
b. Hipertensi intracranial
c. Stroke iskemik atau hemoragik
d. Stroke trombotik akut
e. Perdarahan intracranial
f. Lesi massa SSP
g. Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah atau yang
memiliki gejala serupa
2.9
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan hipertensi ensefalopati dapat menghasilkan
deficit neurologis karna perdarahan dan stroke yang mana dapat mengarah kepada kematian.
Komplikasi-komplikasi lainnya dapat berupa:8
2.10

Koma

Stroke

Kematian

Nefropati

Infark

Retinopati

PAD
Tatalaksana
Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
1. Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial kateter (bila
ada indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler.
2. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.
- tentukan penyebab krisis hipertensi
- singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT
- tentukan adanya kerusakan organ sasaran
3. Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya,
cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan
usia pasien.
9
-
Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak
kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48
jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu (misal : disecting aortic
aneurysm). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang
didapat.
-
Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan
dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan
hal ini harus dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan
tertentu, misal : dissecting anneurysma aorta.
-
TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua
minggu.11
Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan darah pasien
terutama yang berhubungan dengan kejadian neurologis, harus dilakukan dengan monitoring
secara tetap dan titrasi obat, tekanan darah arterial diukur dengan kateterisasi jika
memungkinkan. Terapi ini bertujuan untuk menurunkan tekanan darah arterial sebesar 25%
selama 1-2 jam dan tekanan darah diastolik ke 100-110 mmHg. Jika dengan penurunan
tekanan darah arterial memperburuk keadaan neurologis maka harus dipertimbangkan
kembali rencana pengobatannya. Untuk obat anti hipertensi intravena yang bekerja cepat
hanya labetalol, sodium nitroprusside dan phenoldopam (pada gagal ginjal) sudah terbukti
efektif pada hipertensi ensefalopati. 9,10
Labetalol adalah suatu beta adrenergic blockers, kelihatannya paling adekuat tidak
menurunkan aliran darah otak dan bekerja selama 5 menit untuk administrasi. Dosis inisial
alah 20 mg dosis bolus, kemudian 20-80 mg dosis intravena setiap 10 menit sampai tekanan
darah yang diinginkan atau total dosis sebesar 300 mg tercapai.
Sodium nitroprusside, sebuah vasodilator, memiliki onset yang cepat (hitungan detik)
dan durasi yang singkat dalam bekerja (1-2 menit). Bagaimanapun, ini dapat mempengaruhi
suatu venodilatasi serebral yang penting dengan kemungkinan menghasilkan peningkatan
aliran darah otak dan hipertensi intrakranial. Suatu tindakan sitotoksik dengan melepaskan
radikal bebas NO dan produk metaboliknya, sianida dapat menyebabkan kematian mendadak,
atau koma. Dosis inisial 0,3-0,5 mcg/kg/min IV, sesuaikan dengan kecepatan tetesan infus
sampai target efek yang diharapkan tercapi dengan dosis rata-rata 1-6 mcg/kg/min.
Fenildopam (Corlopam), sebuah short acting dopamine agonis (DA1) pada level
perifer, dengan durasi pendek dalam bekerja. Ini meningkatkan aliran darah ginjal dan
ekskresi sodium dan dapat digunakan pada pasien dengan gejala gagal ginjal. Dosis inisial
10
0,003 mcg/kg/min IV secara progresif ditingkatkan sampai maksimal 1,6 mcg/kg/min.
Nicardipine dalam dosis bolus 5-15 mg/h IV dan dosis pemeliharaan 3-5 mg/h dapat juga
digunakan. 9,10
Nifedipine sublingual, clonidine, diazoxide, atau hydralazine intravena tidak
direkomendasikan karena dapat mempengaruhi penurunan yang tidak terkontrol dari tekanan
darah arterial yang mengakibatkan iskemi cerebral dan renal.
Sumber: Hipertensi Krisis. Vol. 27, No.3. halaman 1712
2.11
Prognosis
Pada penderita ensefalopati hipertensi, jika tekanan darah tidak segera diturunkan,
maka penderita akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam beberapa jam. Sebaliknya
apabila tekanan darah diturunkan secepatnya secara dini prognosis umumnya baik dan tidak
menimbulkan gejala sisa.3
11
BAB III
PENUTUP
Hipertensi ensefalopati merupakan sindrom klinik akut reversibel yang dicetuskan
oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak.
Kejadian hipertensi ensefalopati merupakan keadaan gawat darurat yang memerlukan
penanganan segera untuk mencegah terjadi kerusakan otak yang luas dan permanen.
Kerusakan otak yang terjadi disebabkan oleh peningkatan tekanan darah secara
mendadak yang melampaui autoregulasi otak, dalam hal ini terjadi respon vasokontriksi
maupun vasodilatasi yang berakhir dengan edema serebri.
Manifestasi klinik hipertensi ensefalopati ditandai dengan adanya nyeri kepala hebat,
mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang, adanya papiledema pada pemeriksaan
funduskopi. Penanganan hipertensi ensefalopati dilakukan dengan menurunkan tekanan darah
secepat mungkin sehingga gejala klinis dan status mental dapat membaik. Jika penanganan
terlambat maka akan ada gejala sisa atau bahkan dapat menyebabkan kematian.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuciureanu, D. Hypertensive Encephalopathy: Between Diagnostic and Reality.
Roumanian
Journal
of
Neurology
6/3.
2007:114-177.
Available
from:
http://www.medica.ro/reviste_med/download/neurologie/2007.3/Neuro_Nr3_2007_Art-02.pdf (diakses 12 Agustus 2019)
2. Yogiantoro, M.. Hipertensi Essensial. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009: 1079.
3. Khatib O, El-Guindy M. Clinical Guidelines for the Management of Hypertension. Cairo:
WHO regional Office for the Eastern Mediterranean. 2005: 13-14.
4. Sugiyanto, E. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular. Cermin Dunia Kedokteran,
No. 157, 2007: 173-79.
5. Bonovich, David C. Chapter 9 Hypertension and Hypertensive.
6. Majid, A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU Digital Library. 2004: 18.
7. Anonim. Cerebrovascular Disease. In Ropper A and Brown R.ed. .Adam and Victor’s
Principle of Neurology 8th Edition. Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing
Division. 2005: 728-30.
8. Fitzsimmond, Brian-Freud. Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke in Lange Current
Diagnosis and Treatment. John C.M Brust. New York: Lange medical books
McGraw-Hill. 2007. 111.
9. Susanto, I. 2018. Hypertensive Encephalopathy: Clinical Presentation.
10. Soetomenggolo, S. Taslim, Kelainan Neurologis pada penyakit sistemik. Sari pediatri,
Vol 6. No.1. 2004. Hal. 29.
11. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. Medan: Bagian Fisiologi
Fakultas Kedokteran USU. 2004.
12. Deviecasaria, Asnelia. Hipertensi Krisis. Vol. 27, No.3. Departemen Neurologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2014: Medicinus. Hal. 9-17.
13
Download