Uploaded by norish84

Tugas Limbah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Styrofoam merupakan trademark dari Dow Chemical Co. untuk polystyrenea
foam. Styrofoam adalah suatu polystyrene yang sudah dipadatkan dan dibentuk
sesuai dengan kebutuhan. Masyarakat biasanya menggunakan styrofoam sebagai
pembungkus makanan, hiasan, pelindung elektronik, dan lainnya. Salah satu
kekurangan dari styrofoam adalah sulitnya bahan tersebut terurai di alam.
Gb. Salah satu bentuk styrofoam
Selain sulit terurai di alam, limbah styrofoam memiliki masalah apabila
penanggulangannya kurang tepat. Apabila pengolahan limbah styrofoam
dilakukan dengan cara dibakar maka akan berakibat buruk bagi kesehatan dan
apabila dibuang ke laut secara langsung akan merusak kehidupan ekosistem laut.
Penelitian sebelumnya telah memanfaatkan limbah styrofoam untuk hiasan daur
ulang, batako (Wancik, 2008), dan koagulan polinzer. Namun, upaya pemanfaatan
limbah tersebut masih memerlukan energi yang cukup tinggi. Hal ini karena
polystyrene sebagai penyusun styrofoam memiliki titik leleh 240 oC.
1
Gb. Limbah/Sampah styrofoam
Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih baik dan efisien dalam
penanggulangan.Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan limbah
styrofoam antara lain dengan pemanfaatan untuk kerajian tangan, dimanfaatkan
untuk pengganti pasir pada bangunan, dimanfaatkan untuk pembuatan batako
murah dll. Cara lain yang diajukan untuk mengurangi limbah/sampah styrofoam
adalah dengan memanfaatkan styrofoam sebagai membran penukar proton untuk
keperluan membran fuel cell. Fuel cell merupakan salah satu solusi energi massa
depan selain bahan bakar nabati. Sebagai sistem pembangkit listrik, fuel cell
menghasilkan energi yang diperoleh dari reaksi kimia antara gas hidrogen dari air
dengan oksigen di udara. Penggunaan fuel cell dalam skala luas akan memangkas
konsumsi bahan bakar minyak. Dengan adanya pemanfaatan limbah styrofoam
tersebut, diharapkan dapat menciptakan lingkungan lebih bersih dan dapat
menjadi bahan untuk energi alternatif baru. Karena pemanfaatan jenis ini adalah
hal baru, maka penulis berkeinginan untuk mencari informasi lebih mendalam
akan pemanfaatan styrofoam untuk keperluan membran fuel cell.
B. Tujuan
1. Mencari informasi terkini tentang penelitian dan pengembangan pemanfaatan
limbah styrofoam di Indonesia.
2. Mencari informasi terkini mengenai penelitian dan pengembangan sel bahan
bakar (fuel cell) di dunia.
3. Mengidentifikasi potensi pemanfaatan limbah styrofoam di Indonesia.
4. Mencari alternatif pengembangan dan pemanfaatan limbah styrofoam untuk
membran sel bahan bakar (Fuel Cell).
2
C. Metode Penggalian Informasi
1. Studi literatur melalui buku dan diktat kuliah.
2. Pencarian data informasi melalui media internet.
3. Observasi lapangan mengenai membran dan limbah stryrofoam.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tentang Styrofoam
Styrofoam berasal dari kata stiren (zat kimia bahan dasar), dan foam (busa/buih).
Styrofoam adalah polimer turunan plastik. Styrofoam dibuat dari monomer stirena
yang dipolimerisasi suspensi pada suhu dan tekanan tertentu. Bahan dasar yang
digunakan dalam pembuatan styrofoam ini terdiri dari 90-95% polystyrene dan 510% gas n-butana.
Polystyrene bersifat sangat amorphous dan tembus cahaya, mempunyai indeks
refraksi tinggi, sukar ditembus oleh gas kecuali uap air. Dapat larut dalam alkohol
rantai panjang, kitin, dan ester hidrokarbon yang mengikat khlorin. Polimer ini
mudah rapuh sehingga banyak dikopolimerisasikan dengan batu diena atau
akrilonitril.
Cara pembuatan styrofoam dimulai dengan pembentukan polystyrene dari styrene
(monomer) kemudian dihembuskan udara ke dalam polystyrene dengan
menggunakan CFC (Cloro Fluro Carbon) sebagai blowing agent. Sifat stiren dapat
larut dalam panas, lemak, alkohol/aseton, toluene, dan susu. Oleh karena itu,
styrofoam tidak baik untuk pengemas makanan karena zat stiren (bersifat
neurotoksik (menyerang syaraf)) dapat mengkontaminasi tubuh.
Gb . styrofoam dalam bentuk besar
4
B. Limbah Styrofoam
Penggunaan styrofoam ternyata memiliki dampak yang tidak baik terhadap
lingkungan. Pengunaan styrofoam yang berlebih akan menghasilkan limbah yang
bertumpuk. Styrofoam merupakan limbah yang sulit terurai secara alamiah karena
perlu waktu yang sangat lama, hampir seribu tahun lamanya. Selain itu, styrofoam
bukan hanya mencemari lingkungan darat saja. Apabila terbawa ke laut,
styrofoam pun dapat merusak ekosistem dan biota laut. Disamping itu, styrofoam
merupakan salah satu peyebab banjir, styrofoam yang tersangkut tersebut menjadi
pemicu sampah lain ikut tersangkut pula. Akibatnya, sampah akan menumpuk dan
menutup aliran air sehingga apabila musim hujan datang, dan debit air cukup
besar, maka kemungkinan besar untuk banjir di atas 50%. Data dari EPA
(Environmental Protection Agency) menyebutkan bahwa styrofoam ini adalah
limbah berbahaya terbesar ke-5 di dunia.
Beberapa perusahaan memang mendaur ulang styrofoam. Namun sebenarnya,
yang dilakukan hanya menghancurkan styrofoam lama, membentuknya menjadi
styrofoam baru dan menggunakannya kembali. Selain itu, pengolahan styrofoam
dapat dilakukan dengan menjadikannya sebagai salah satu bahan pembuatan
batako, yaitu dengan mencampurkan styrofoam dengan semen (Wancik, 2008).
Namun, pengolahan tersebut belum mendayagunakan limbah styrofoam secara
signifikan. Selain itu, proses-proses tersebut memerlukan energi yang cukup
tinggi pula. Oleh karena itu, diperlukan usaha pemanfaatan limbah yang memiliki
manfaat besar dan dapat mengefisiensikan energi
Gb. Batako dari limbah styrofoam
5
C. Pemanfaatan Limbah Styrofoam sebagai Membran Sel Bahan Bakar
i) Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)
Pada dekade mendatang sektor energi akan menghadapi kompleksitas masalah
yang saling terkait antara tantangan perekonomian, geopolitik, teknologi dan
lingkungan. Pertambahan penduduk yang terus meningkat di negara-negara
berkembang memerlukan pasokan energi yang cukup besar.
Gb. Permintaan Energi per Sektor
Pada saat ini, 85 persen dari produk komersial energi masih berbasis bahan bakar
fosil.
Panas Bumi
2%
Tenaga Air 4 %
Batu Bara
18%
Gas Bumi
22%
Minyak Bumi
54%
Gb . Komposisi Konsumsi Energi di Indonesia.
6
Meskipun peranannya cukup penting, namun pengaruhnya akan diambil alih oleh
sumber-sumber energi baru dan terbarukan. Oleh karena itu, diperlukan suatu
proses pemanfaatan energi baru lain, salah satunya sel bahan bakar (Fuel Cell).
Teknologi sel bahan bakar (Fuel Cell) telah berkembang secara cepat dalam
beberapa tahun belakangan ini. Teknologi sel bahan bakar bersifat dasar, yang
memanfaatkan suatu proses elektrokimia yang menggabungkan hidrogen dan
oksigen untuk menghasilkan energi listrik.
Gb . Skema Fuel Cell
Saat ini, ada tiga jenis sel bahan bakar (Fuel Cell) yang sedang giat-giatnya
dikembangkan, yaitu Phosporic Acid Fuel Cell (PAFC), Molten-Carbonate Fuel
Cell (MCFC), dan Solid Oxide Fuel Cell (SOFC). Pada umumnya beberapa
keuntungan potensial dapat diperoleh apabila sel bahan bakar (Fuel Cell)
dipergunakan sebagai sistem pembangkit, diantaranya mempunyai efisiensi yang
tinggi sekitar 40-60 %, sistem pembangkit ini berwawasan lingkungan, memiliki
potensi cogeneration (plant efficiency sebesar 80 %), dapat ditempatkan secara
fleksibel (penempatan langsung pada tempat yang diinginkan tanpa perantara
transmisi), penggunaannya luas (dari mulai skala kecil hingga skala yang sangat
7
besar), dan inovasi yang digagas adalah membuat membran fuel cell dari limbah
styrofoam.
ii)Membran Fuel Cell Penukar Proton
Membran fuel cell penukar proton, yang lebih dikenal dengan polimer elektrolit
membran, merupakan tipe fuel cell yang diciptakan untuk aplikasi transpor dan
fuel cell statis serta fuel cell portabel. Membran penukar proton dapat mengubah
energi kimia (dilepaskannya hidrogen dan oksigen selama reaksi elektrokimia)
menjadi energi listrik.
Gb . PEM Fuel Cell
Sebelum membran penukar ion (PEM) ditemukan, terdapat fuel cell yang hanya
dapat diaplikasikan pada kondisi ekstrim, yaitu solid oksida fuel cell. Namun fuel
cell tersebut membutuhkan material yang mahal dan ukurannya terlalu besar.
Beberapa tahun kemudian, PEM yang berbahan polystyrene tersulfonasi (PSS)
ditemukan. Namun PSS memiliki kelemahan tersendiri, yaitu dibutuhkannya
tingkat derajat sulfonasi yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan penggembungan
membran dan berkurangnya stabilitas dimensi. Disinilah penulis melihat adanya
peluang untuk menciptakan suatu PSS yang berasal dari limbah styrofoam dan
mengatasi kelemahannya.
8
iii) Upaya Untuk Mengatasi Kelemahan PSS
Untuk mengatasi kelemahan PSS, PSS dapat dipolyblend dengan polimer tertentu
atau crosslink dengan senyawa lain. Polyblend merupakan pencampuran dua
polimer untuk menghasilkan sifat yang diinginkan. Sementara crosslink (ikatan
silang) adalah penggabungan rantai polimer satu dengan yang lain atau sesama
jenis melalui ikatan silang. Crosslink merupakan cara umum dan efektif untuk
meningkatkan properti mekanik, mengurangi penggembungan dan meningkatkan
durabilitas membran.
Telah banyak penelitian mengenai crosslink PS (Polystyrene), salah satunya
penelitian mengenai PS dan DVB. Divinil benzen merupakan senyawa yang
memiliki dua gugus vinil (-HC=CH2). Sementara styrene, monomer polystyrene,
hanya memiliki satu gugus vinil. Aktivasi gugus vinil pada DVB dan styrene
menyebabkan adanya crosslink. PS yang telah tercrosslink inilah yang direaksikan
dengan gugus sulfonat kemudian menghasilkan membran penukar proton.
Crosslink ini dapat terjadi jika bahan baku yang digunakan adalah styrene,
crosslink tidak dapat terjadi jika DVB direaksikan dengan PSS. Selain DVB,
terdapat senyawa lain yang dapat membantu terjadinya ikatan silang. Senyawa
tersebut adalah SiO2 dan PPMA (phosporous pentaoxide methasulfonic acid) .
9
iv) PSS yang Berikatan Silang Dengan PPMA
PSS yang dicrosslink dengan PPMA merupakan hal yang baru dicoba oleh
peneliti Cina (Jing Xu, 2009). Dalam jurnal, “A New Crosslinked Sulfonated
Polystyrene For Proton Exchange Fuel Cell’, crosslink PPMA belum tentu
menaikkan tingkat konduktivitas pada membran. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian mengenai seberapa banyak PPMA yang di-crosslink dan berapa waktu
efektif crosslink tersebut. Berikut variasi waktu crosslink PPMA dan PSS yang
telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Gb. Variasi waktu crosslink PPMA dan PSS
Tabel 1. Hubungan waktu crosslink dengan kualitas PSS membran
Semakin banyak gugus sulfonic yang tertempel pada rantai polimer maka
hidrofolitas akan meningkat dan menyebabkan penggembungan. Dari tabel diatas
diketahui bahwa, semakin lama waktu crosslink, IEC (kapasitas penukaran ion)
dari PSS membran semakin menurun. Hal ini dikarenakan gugus sulfonic
termakan saat crosslink berlangsung. Walaupun crosslink PPMA menurunkan
10
konduktivitas ion, tetapi sifat fisik dari membran seperti penggembungan dan
penyerapan air dapat berkurang. Selain itu, crosslink ini juga meningkatkan
stabilitas termal dari membran.
Gb. Hubungan waktu crosslink dengan Stabilitas Termal
Gagasan yang diusulkan adalah polystyrene yang digunakan berasal dari limbah
styrofoam. Polystyrene tersebut disulfonasi menjadi PSS dan akhirnya membran
PSS di-crosslink dengan PPMA. Kemudian, membran yang diperoleh akan diuji
kualitasnya dan dibandingkan dengan membran yang berasal dari jurnal penelitian
sebelumnya.
Kualitas
dan
perbandingan
membran
dapat
dilihat
dari
karakterisasinya. Selain itu, dalam pula dilakukan beberapa modifikasi untuk
menaikkan nilai IEC dan konduktivitas.
D. Pembuatan Limbah Styrofoam sebagai Membran Sel Bahan Bakar
i) Isolasi Polystyrene
Sejumlah styrofoam dilarutkan dalam kloroform. Polystyrene yang terlarut dalam
kloroform disaring kemudian dipanaskan sampai setengah volume. Setengah
volume polystyrene tersebut dimasukkan ke dalam corong pisah dan diteteskan
metanol. Polystyrene yang larut dalam kloroform tersebut dipanaskan sehingga
metanol dapat menguap dan yang tersisa hanyalah polystyrene.
11
ii) Proses sulfonasi polystyrene
Polystyrene dilarutkan terlebih dahulu kedalam kloroform, dimana sebelumnya
asetil sulfat telah dibuat. Proses sulfonasi ini harus berjalan dalam keadaan inert
sehingga perlu dialirkan gas N2 dalam keadaan vakum. Reaksi ini berlangsung
pada suhu 50oC selama 24 jam. Endapan yang didapat disaring kemudian dicuci
dengan heksana sampai mencapai pH 6-7. Padatan yang telah disaring dibiarkan
pada ruang vakum selama 12 jam pada suhu 50oC.
ii) Persiapan membran dan Crosslink
Membran kering PSS dicelupkan kedalam PPMA 1:10 (w:w) dalam jangka waktu
tertentu. PSS crosslink dicuci dengan air bebas ion sampai mencapai pH 7.
Dibiarkan selama 24 jam pada keadaan vakum untuk menghilangkan air pada
membran.
iii) Karakterisasi Membran
Sejumlah gram sampel dari PSS dipersiapkan untuk karakterisasi dengan
menggunakan FTIR, sedangkan hasil membran PSS yang di-crosslink PPMA
dikarakterisasi sifat termal, sifat mekanik, dan hantarannya
E. Implementasi
Dalam penelitian ini, pemanfaatan limbah styrofoam dilakukan dengan cara yang
ramah lingkungan. Beda halnya dengan penanggulangan styrofoam saat ini yaitu
melalui pembakaran yang dapat menyebabkan meningkatnya emisi CO2 di udara.
Disamping itu, penelitian ini pun menghasilkan suatu tujuan yaitu dihasilkannya
energi alternatif. Penelitian ini sangat prospektif untuk terus dikembangkan.
Semua pihak dapat turut berperan dalam kemajuan penelitian ini, seperti
perusahaan-perusahaan,
lembaga-lembaga
sosial,
dosen,
peneliti,
bahkan
mahasiswa atau pelajar pun dapat turut mengembangkan penelitian ini. Berikut
skema prosedur pengolahan limbah hingga menghasilkan energi:
12
Limbah Styrofoam
Proses Sulfonasi
Produk
Membran dan crosslink
Sel Bahan Bakar
Gb. Skema Prosedur Pengolahan Limbah Styrofoam
13
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Limbah styrofoam merupakan salah satu masalah bagi lingkungan. Hal ini
dikarenakan susah terurainya limbah styrofoam tersebut di alam. Pengelolaan
limbah styrofoam dengan cara dibakar atau dibuang begitu saja memberikan
dampak yang buruk bagi lingkungan. Saat ini, pemanfaatan limbah styrofoam
masih memerlukan energi tinggi dan kurang bernilai ekonomi. Karya tulis ini
menyajikan gagasan lain, yakni pemanfaatan limbah styrofoam sebagai membran
yang digunakan untuk fuel cell. Limbah styrofoam dilakukan proses sulfonasi
kemudian dimodifikasi menjadi membran penukar proton yang nantinya dapat
digunakan sebagai sel bahan bakar (fuel cell). Mengingat krisis energi yang
sedang marak dewasa ini, penelitian ini dapat terus dikembangkan sehingga dapat
menjadi alternatif energi selain energi yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil.
B. Saran
Beberapa hal yang penulis sarankan adalah pengembangan yang lebih luas dari
penelitian ini, mengingat manfaatnya yang begitu luas dan berdampak besar.
Selain itu, dengan pemanfaatan energi alternatif baru diharapkan dapat mencukupi
kebutuhan energi nasional tanpa terfokus pada bahan bakar fosil saja. Selain itu,
perlu adanya sosialisasi dan pemberian wawasan bagi masyarakat luas sehingga
upaya-upaya untuk pemanfaatan energi alternatif yang ramah lingkungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih baik serta menumbuhkan kesadaran
masyarakat akan manfaatnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://pkm.mfkasim.com
M.H. Wancik .2008.· Berkreasi dengan Piring Styrofoam dan Bekas Rol Tisu
Gramedia Pustaka Utama
http://en.wikipedia.org/wiki/Fuell_cell
http://gabusstyrofoam.wordpress.com/
http://sienvisgirl.wordpress.com/2014/03/12/memanfaatkan-limbah-styrofoammemangnya-bisa/
15
Download