Uploaded by User31306

NURUDDIN AR-RANIRI

advertisement
SEJARAH SOSIAL INTELEKTUAL ISLAM INDONESIA
RICKO ANDHITIYARA
VII D
NURUDDIN AR-RANIRY
LATAR BELAKANG MASALAH
Banyak versi mengenai nama lengkap Nuruddin ar-Raniri, diantaranya ada yang menyebutkan Nuruddin
Muhammad ibn Ali ibn Hasanji ibn Muhammad Hamid al-Quraishi Asy-Syafi’i al-Asy’ary al-Aydarusi arRaniri. Sedangkan versi yang lainnya adalah Nur al-din bin Ali bin Hasandji bin Muhammad Humaid arRaniri.
Beliau lahir di tengah dua kebudayaan yang berbeda, dimana ayahnya merupakan keturunan imigran
Hadrami, sementara ibunya lahir di tanah Melayu. Hal ini yang menjadikan ar-Raniri mahir berbahasa Melayu
di samping karena ketertarikannya yang tinggi untuk mempelajari bahasa Melayu.
Prof. Dr. G.W.J. Drewes (1955), dalam penelitiannya, menduga bahwa Nuruddin ar-Raniri dilahirkan di
Ranir (sekarang Render) terletak dekat Surat, Gujarat, India. Daerah ini merupakan pelabuhan terkenal di
pantai India Selatan pada masanya. Tidak ada kepastian mengenai tahun kelahirannya, namun diperkirakan
beliau lahir menjelang akhir abad 16 M.
Sebagai seorang ulama, Nuruddin mempunyai sikap yang keras dan tegas dalam menghadapi
permasalahan yang bertentangan dengan kenyakinannya. Di India misalnya, ia menentang keras agama
sinkretis, yaitu suatu agama baru yang merupakan gabungan antara Islam dan agama Hindu. Sedangkan di
Nusantara Syeikh Nuruddin ar-Raniri menentang keras ajaran Wujudiyyah Hamzah Fansuri. Ia mengatakan
bahwa ajaran Wujudiyyah merupakan ajaran sesat bertentangan dengan agama Islam. Pendirian Nuruddin arRaniri, diantaranya ditulis dalam sebuah kitab Ma’al-Hayat li ahl al-Mamat. Dalam kitab ini, ia membantah
ajaran Wujudiyyah.
RUMUSAN MASALAH & TUJUAN PENELITIAN
 Bagaimanakah Riwayat Hidup Nuruddin ar-Raniri?
 Bagaimanakah Karya Nuruddin ar-Raniri?
 Bagaimanakah Pemikiran Nuruddin ar-Raniri?
 Untuk mengetahui Bagaimanakah Riwayat Hidup Nuruddin
ar-Raniri.
 Mendeskripsikan Bagaimanakah Karya Nuruddin ar-Raniri.
 Mengetahui dan menganalisi Pemikiran Nuruddin ar-Raniri.
KAJIAN PUSTAKA
 JURNAL
1. Abdul Majid, Karakteristik Pemikiran Islam Nuruddin Ar-Raniry. Volume 17 no 2, Oktober 2015. Banda Aceh:
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
2. Rozita Che Rodi, Bustan Al-Salatin karya Nurud’din Ar-Raniri: Pelopor Memartabatkan Bahasa Melayu Bahasa
Asia Tenggara. Seminar Antarbangsa Linguistik dan Pembudayaan Bahasa Melayu IX (SALPBM IX) 2015.
Malaysia: Universiti Putra Malaysia.
3. Hermansyah, MA.Hum, Suntingan Teks Tibyan Fi Ma’rifat Al-Adyan Karya Nuruddin Ar-Raniry.
 SKRIPSI, THESIS DAN DISERTASI
1. Rohmah, Nasichatur (2016) Ahl Al-Kitab Dalam Perspektif Nuruddin Ar-Raniri Dalam Kitab Tibyan Fi Ma'rifat AlAdyan. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
2. Alef Theria Wasim, (1996) Tibyan Fi Ma’rifat Al Adyan (Suntingan Teks, Karya Intelektual Muslim, dan Karya
Sejarah Agama-Agama Abad Ke-17. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
 BUKU
1. Djamaris Edwar dan Prijanto Saksono, Hamzah Fansuri dan Nuruddin ar-Raniri. Jakarta: Direktorat Jenderal
Kebudayaan, 1995/1996.
2. Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akarakar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia. Diterbitkan oleh: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, Bandung:
Cetakan IV, 1998.
3. Mastuki (ed) Intelektualisme Pesantren: Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren.
Diterbitkan oleh: Diva Pustaka Jakarta, 2003.
4. Ahmad Daudy, Syeikh Nuruddin Ar-Raniry; sejarah Hidup, karya, dan Pemikirannya. Banda Aceh: Ar-Raniry;
Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI), 2006.
METODE PENELITIAN
HEURISTIK
Pada tahap ini, kegiatan dilakukan pada penjajakan, pencarian, dan pengumpulan sumber-sumber yang akan diteliti. Maka penulis pun langsung
terjun ke lapangan, diantaranya dengan mendatangi perpustakaan UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan juga browsing internet. Adapun buku dan
jurnal yang didapat oleh penulis, diantaranya:
 JURNAL
1. Abdul Majid, Karakteristik Pemikiran Islam Nuruddin Ar-Raniry. Volume 17 no 2, Oktober 2015. Banda Aceh: Universitas Islam Negeri ArRaniry.
2. Rozita Che Rodi, Bustan Al-Salatin karya Nurud’din Ar-Raniri: Pelopor Memartabatkan Bahasa Melayu Bahasa Asia Tenggara. Seminar
Antarbangsa Linguistik dan Pembudayaan Bahasa Melayu IX (SALPBM IX) 2015. Malaysia: Universiti Putra Malaysia.
3. Hermansyah, MA.Hum, Suntingan Teks Tibyan Fi Ma’rifat Al-Adyan Karya Nuruddin Ar-Raniry.
 SKRIPSI, THESIS DAN DISERTASI
1. Rohmah, Nasichatur (2016) Ahl Al-Kitab Dalam Perspektif Nuruddin Ar-Raniri Dalam Kitab Tibyan Fi Ma'rifat Al-Adyan. Undergraduate
thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
2. Alef Theria Wasim, (1996) Tibyan Fi Ma’rifat Al Adyan (Suntingan Teks, Karya Intelektual Muslim, dan Karya Sejarah Agama-Agama Abad
Ke-17. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
 BUKU
1. Djamaris Edwar dan Prijanto Saksono, Hamzah Fansuri dan Nuruddin ar-Raniri. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1995/1996.
2. Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-akar Pembaruan Pemikiran
Islam di Indonesia. Diterbitkan oleh: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, Bandung: Cetakan IV, 1998.
3. Mastuki (ed) Intelektualisme Pesantren: Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren. Diterbitkan oleh: Diva Pustaka
Jakarta, 2003.
4. Ahmad Daudy, Syeikh Nuruddin Ar-Raniry; sejarah Hidup, karya, dan Pemikirannya. Banda Aceh: Ar-Raniry; Pusat Penelitian dan Pengkajian
Kebudayaan Islam (P3KI), 2006.
KRITIK
 KRITIK EKSTREN
 Abdul Majid, Karakteristik Pemikiran Islam Nuruddin Ar-Raniry. Volume 17 no 2, Oktober 2015. Banda Aceh: Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry.
Jurnal ini merupakan terbitan tahun 2015 Volume 17 no 2, Oktober 2015 yang ditulis oleh Abdul Majid yang berisi mengenai karakteristik
pemikiran Islam Nuruddin ar-Raniry, baik itu pemikiran dalam bidang tasawuf, fiqh ataupun tentang paham wujudiyyah, jurnal yang
berjudul karakteristik pemikiran Islam Nuruddin ar-Raniry ini berbentuk pdf.
 Jamalluddin bin Hashim, Abdul Karim, Kitab Al-Sirat Al-Mustaqim Oleh Shaykh Nur al-Din ar-Raniry: Satu Sorotan, Jurnal Fiqh: No. 5
(2008).
Jurnal ini merupakan terbitan tahun 2008 jurnal fiqh no 2, yang ditulis oleh Jamalluddin bin Hashim dan Abdul Karim yang dimana dalam
jurnal ini menjabarkan mengenai kitab al-Sirat al-Mustaqim yang ditulis oleh Nuruddin ar-Raniry, jurnal ini berbentuk pdf.
 Djamaris Edwar dan Prijanto Saksono, Hamzah Fansuri dan Nuruddin ar-Raniry. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1995/1996.
Buku ini merupakan terbitan tahun 1995/1996 oleh Djamaris Edwar dan Prijanto Saksono yang berisi mengenai perjalanan hidup Hamzah
Fansuri dan Nuruddin ar-Raniry baik itu mengenai biografi, karya dan pandangannya tentang aliran wahdatul wujud, buku yang berjudul
Hamzah Fansuri dan Nuruddin ar-Raniry ini berbentuk pdf.
 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-akar Pembaruan
Pemikiran Islam di Indonesia. Diterbitkan oleh: Penerbit Mizan Anggota IKAPI, Bandung: Cetakan IV, 1998.
Buku ini merupakan jaringan ulama timur tengah dan kepulauan nusantara abad XVII dan XVIII yang diterbitkan oleh Mizan anggota IKAPI
yang sudah mencetak kurang lebih empat cetakan.
KRITIK
 KRITIK INTREN
 Abdul Majid, Karakteristik Pemikiran Islam Nuruddin Ar-Raniry. Volume 17 no 2, Oktober 2015. Banda Aceh: Universitas Islam Negeri ArRaniry.
Jurnal ini ditulis untuk menggambarkan bagaimana karakteristik pemikiran Islam Nuruddin ar-Raniry tentang wahdatul wujud yang di tawarkan
oleh Hamzah Fansuri, yang mana paham yang ditawarkan oleh Hamzah Fansuri ini ditolak mentah-mentah oleh Nuruddin ar-Raniry.
 Jamalluddin bin Hashim, Abdul Karim, Kitab Al-Sirat Al-Mustaqim Oleh Shaykh Nur al-Din ar-Raniry: Satu Sorotan, Jurnal Fiqh: No. 5
(2008).
Merupakan jurnal yang fokus kepada salah satu karya Nuruddin ar-Raniry kitab al-Sirat al-Mustaqim, akan tetapi di dalamnya juga terdapat
pembahasan mengenai biografi dan karya-karya beliau selain kitab al-Sirat al-Mustaqim.
 Rohmah, Nasichatur (2016) Ahl Al-Kitab Dalam Perspektif Nuruddin Ar-Raniry Dalam Kitab Tibyan Fi Ma'rifat Al-Adyan. Undergraduate
thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Karya ilmiah ini dibuat dengan tujuan sebagai syarat kelulusan yang mana didalamnya menjelaskan bahwa yang disebut Ahl al-Kitab adalah
golongan yang didatangi seorang nabi dan di karuniai kitab suci yang diwahyukan oleh Allah, bukan hasil buatan manusia sendiri. Yang termasuk
dalam golongan ini menurut ar-Raniry adalah umat Nabi Ibrahim (Barahimah), umat Nabi Musa (Yahudi), dan umat Nabi Isa (Nasrani). Selain itu,
klasifikasi yang dibuat ar-Raniry dipengaruhi oleh al-Shahrastani dalam kitabnya al-Milal wa an-Nihal.
 Djamaris Edwar dan Prijanto Saksono, Hamzah Fansuri dan Nuruddin ar-Raniry. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, 1995/1996.
Buku ini merupakan terbitan tahun 1995/1996 oleh Djamaris Edwar dan Prijanto Saksono yang berisi mengenai perjalanan hidup Hamzah Fansuri
dan Nuruddin ar-Raniry baik itu mengenai biografi, karya dan pandangannya tentang aliran wahdatul wujud, buku yang berjudul Hamzah Fansuri
dan Nuruddin ar-Raniry ini berbentuk pdf.
INTERPRETASI
Pada kesempatan ini penulis mendapat tugas yaitu membahas tentang yang berkaitan dengan
Nuruddin Ar-Raniry, maka dapat digaris bawahi yaitu “Biografi Nuruddin Ar-Raniry”. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), biografi itu ialah riwayat hidup (seseorang) yang ditulis oleh orang lain.
Biografi juga adalah kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang. Sebuah biografi lebih
kompleks daripada sekadar daftar tanggal lahir atau mati dan data-data pekerjaan seseorang, biografi juga
bercerita tentang perasaan yang terlibat dalam mengalami kejadian-kejadian tersebut. Dalam biografi
tersebut dijelaskan secara lengkap kehidupan seorang tokoh sejak kecil sampai tua, bahkan sampai
meninggal dunia. Semua jasa, karya, dan segala hal yang dihasilkan atau dilakukan oleh seorang tokoh
dijelaskan juga. Teks biografi disusun oleh orang lain, bukan oleh diri sendiri.
Nuruddin Ar-Raniry adalah merupakan sosok ulama yang memiliki banyak keahlian. Dia seorang
sufi, teolog, faqih (ahli hukum), dan bahkan politisi. Nuruddin Ar-Raniry, merupakan salah satu orang
Gujarat yang sangat berperan terhadap perkembangan Aceh prioritasnya dalam bidang keagamaan yang
mengambil spesifikasi dalam bidang tasawuf pada sekitar abad ke 17 silam. Dalam hal ini, Ar-Raniry
sangat dikenal di Aceh terutama ketika ia menentang paham wujudiyyah Hamzah Fansuri yang menjadi
keyakinan masyarakat Aceh pada masa itu.
Beliau merupakan seorang sufi yang pernah menjabat Syeikh al-Islam atau mufti di kerajaan aceh
pada zaman Sultan Iskandar Tsani. Ia hidup di Aceh selama 7 tahun sebagai alim, mufti, dan penulis
produktif yang menentang doktrin Wujudiyyah yang dianut oleh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin AsSumatrani.
HISTORIOGRAFI
Sistematika penulisan ini diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu:
Bab I pendahuluan yang di dalamnya menguraikan beberapa bagian mengenai latarbelakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, dan langkah-langkah penelitian.
Bab II menjelaskan tentang biografi Nuruddin ar-Raniri mulai dari latar belakang keluarga, pendidikan
dan kepribadian, aktivitas Nuruddin ar-Raniri serta karya-karya Nuruddin ar-Raniri.
Bab III menjelaskan bagaimana pemikiran Nuruddin ar-Raniri yang terkandung dalam karya-karyanya
baik itu dari aspek Tasawuf ataupun yang lainnya.
Bab IV berisi kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebelumnya. Pada bagian akhir, dilengkapi dengan
daftar sumber dan lampiran-lampiran.
SEJARAH SOSIAL INTELEKTUAL ISLAM INDONESIA
BAB II
BIOGRAFI DAN KARYA-KARYA NURUDDIN AR-RANIRY
BIOGRAFI NURUDDIN AR-RANIRY
Kajian terhadap riwayat hidup dan ketokohan Shaykh Nur al-Din al-Raniri banyak dilakukan oleh para
sarjana khususnya ahli sejarah berbangsa Belanda dan Indonesia. Antara sarjana Belanda yang pernah melakukan
kajian terhadap sejarah hidup dan ketokohan Shaykh Nur al-Din al-Raniri ialah P. Voorhoeve.
Banyak versi mengenai nama lengkap Nuruddin ar-Raniry, diantaranya ada yang menyebutkan Nuruddin
Muhammad ibn Ali ibn Hasanji ibn Muhammad Hamid al-Quraishi Asy-Syafi’i al-Asy’ary al-Aydarusi ar-Raniry
(menurut Ahmad Daudi dalam Syeikh Nuruddin ar-Raniry: Sejarah, Karya, dan Senggahan Terhadap
Wujudiyyah di Aceh). Sedangkan versi yang lainnya adalah Nur al-din bin Ali bin Hasandji bin Muhammad
Humaid ar-Raniry (menurut Voorhoeve dalam Twee Maleische Geschrieften ar-Raniry).
Beliau lahir di tengah dua kebudayaan yang berbeda, dimana ayahnya merupakan keturunan imigran
Hadrami, sementara ibunya lahir di tanah Melayu. Hal ini yang menjadikan ar-Raniri mahir berbahasa Melayu di
samping karena ketertarikannya yang tinggi untuk mempelajari bahasa Melayu. Terdapat perbedaan pendapat
mengenai darimana sebenarnya asal usul keturunan ar-Raniri. Pendapat pertama mengatakan bahwa nenek
moyangnya adalah keluarga al-Hamid dari Zuhra, dimana salah satu keluarga yang terkenal adalah sahabat
Rasulullah Abdurrrahman ibn ‘Awf, termasuk dalam salah satu dari sepuluh nasab bani Quraisy. Pendapat lain
mengatakan bahwa ar-Raniri dinisbatkan pada al-Humayd, seseorang yang sering dikaitkan dengan Abu Bakr
‘Abdullah ibn Zubair al-As‘adi al-Humaydi, mufti Mekkah dan murid termasyhur al-Syafi‘i, yang juga
merupakan salah satu dari sepuluh nasab bangsa Quraisy.
Ar-Raniri menghabiskan masa kecilnya untuk mempelajari ilmu agama Islam di tempat
kelahirannya, di Ranir, khususnya madzhab Syafi‘i. Dalam mendalami Ilmu Fikih, Ilmu Tasawuf, dan
Ilmu Ushul, ar-Raniri berguru kepada pamannya sendiri, Syekh Muhammad Jailani ibn Hasan, dimana
beliau juga merupakan seorang ulama yang seringkali ke Aceh untuk berdakwah.
Pada abad 17, pada masa Sultan Iskandar Tsani, umat Islam saat itu mengenal dan bersinggungan
dengan pemikiran sufi wahdatul wujuh keyakinan tentang Tuhan, alam, manusia, wujudiyyah dan
pemahaman filsafat lainnya. Pemahaman ini menggiurkan para ulama, termasuk sarjana muslim, karena
menawarkan aliran baru yang dianut oleh Ar-Raniry. Ar-Raniry memiliki banyak keahlian selain sebagai
sufi, juga ahli teolog, ahli fikih, ahli hadis, sejarahwan, ahli perbandingan agama, dan politisi. Wacana
rasional Hamzah Fansuri keyakinan ini dianggap bertentangan dengan ajaran Islam (yang dipahami ArRaniry) yang akhirnya melahirkan kontroversi di kalangan masyarakat muslim. Meskipun kontroversi
terus bermunculan, namun paham aliran baru Ar-Raniry ini terus berkembang bagaikan jamur di musim
hujan. Dalam menentang paham wujudiyyah Hamzah Fansuri yang sudah menjadi keyakinan bagi
masyarakat pada waktu itu, ada empat poin mengenai spesifikasi dari pemikirannya, yaitu; Tuhan, alam,
manusia dan wujudiyyah. Empat landasan inilah yang dijadikan pijakan Ar-Raniry dalam menentang
Hamzah Fansuri dan pengikutnya.
KARYA-KARYA NURUDDIN AR-RANIRY
■
Bustān al-Salātīn (Taman Raja-raja) merupakan karyanya yang ditulis di Aceh dala tahun 1638-1641, atas perintah Sultan Iskandar Tsani. Kitab ini terdiri dari
tujuh bab dan dan tiap bab terdiri dari beberapa fasal.
■
Sirāt al-Mustaqīm (1634) merupakan karya Nuruddin yang mejelaskan tentang ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan lain-lain masalh yang dihadapi
oleh kaum Muslimin setiap hari.
■
Durrat al-Farāid (1635) kitab yanga ditulis dalam bahasa Melayu ini merupakan kitab yang menjelaskan tentang akidah.
■
Asrār al-Insān fī Ma‘rifāt al-Rȗh wa al-Rahmān merupakan karya yang disusun atas perintah Sultan Iskandar Tsani dan baru selesai pada masa Sultanah
Safiatuddin. Di dalam kitab ini, ia banyak memanfaatkan tulisan tokoh-tokoh tasawuf seperti Ibn Arabi, Imam Ghazali, Al-Hallaj, dan Abdul Razak alKashani.
■
Hidayat al-Habib fi al-Targhib wal-Tarhib. Kitab ini merupakan kitab hadith yang pertama kali dihasilkan di Asia Tenggara. Kitab ini juga dalam bahasa Arab
dan bahasa Melayu pada tahun 1045 H (1633 M). Kitab ini pernah dicetak bersama kitab Jom’ al-Fawa Jawahir al-Qala’id, karangan Syeikh Daud al- Fatani
dengan judul yang lain yaitu al-Fawa’id al-Bahiyyah fi al- ’Ahadith al-Nabawiyyah.
■
Nabdhah fi Da’wat al-Zill ma‘a Sahibih. Kitab ini ditulis dalam bahasa Arab. Dikatakan bahwa buku ini ditulis sekitar tahun 1637 M-1641 M. Isi
kandungannya berputar pada persoalan ajaran dan paham wujudiyyah. Buku ini masih tersedia dalam bentuk manuskrip yang tersimpan di perpustakaan
pribadi Tengku M. Junus Djamil di Banda Aceh.
■
Lata’if al-Asrar li Ahl Allah al-Atyar. Kitab ini merupakan sebuah kitab tasawuf yang pernah beliau sebutkan dalam kitab Tibyan fi Ma‘rifat al- Adyan. Kitab
ini masih dalam bentuk manuskrip dan tersimpan di Pustaka Tanoh Abe.
■
Tibyan fi Ma‘rifat al-Adyan. Kitab yang ditulis dalam bahasa Melayu ini juga untuk memenuhi permintaan Sultanah Safiyatuddin Syah. Kandungan kitab ini
lebih tertumpu pada perbandingan agama dan penjelasan tentang kesesatan faham wujudiyyah dan terdiri dari dua bab.
■
Akhbar al-Akhirah fi Ahwal al-Qiyamah. Kitab ini ditulis atas permintaan Sultanah Safiyatuddin Syah dan selesai ditulis pada tahun 1053 H (1641 M).
Karangan ini memuat tujuh bab dan membahas masalah nur Muhammad, kejadian Nabi Adam a.s. peristiwa kiamat, surga, neraka, dan lain-lain. kitab ini
pernah diterbitkan oleh Edwar Djamris dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Jakarta.
■
Hill al-Zhill. Kitab yang ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu ini, diselesaikan sekitar tahun 1638 M-1644 M. Kitab ini masih dalam bentuk
manuskrip dan berada di Pusat Manuskrip Melayu Perpustakaan Negara Malaysia dengan nomor rujukan MS 1530, terdapat juga di perpustakaan pribadi
Tengku A. Jakfar dan Tengku Junus.
■
Ma’ul-Hayat li Ahl al-Mamat. Kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu, cenderung membahas persoalan tauhid dan tasawuf. Kitab ini ditulis pada zaman Sultanah
Safiyatuddin Syah atas permintaan beliau. Kitab ini pernah diterjemahkan ke bahasa Latin dan diterbitkan oleh Ahmad Daudy pada tahun 1978 M dengan judul Syeikh
Nuruddin ar-Raniri. Manuskrip kitab ini juga terdapat di Pusat Manuskrip Perpustakaan Negara Malaysia dengan nomor rujukan MS 547.
■
Jawahir al-‘ulum fi Kasyfi al-Ma‘lum. Kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu pada tahun 1052 H (1642 M) dan merupakan kitab terakhir yang ditulis oleh ar-Raniri di
Aceh sebelum kembali ke India. Pada akhir kitab dicantumkan bahwa kitab ini selesai ditulis pada tahun 1076 H. Namun bagian penutup dari kitab ini ditulis oleh
muridnya.
■
Ainal-‘Alam Qabl an-Yukhalaq. Kitab ini membicarakan tentang dunia sebelum diciptakan. Kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu. Manuskrip kitab ini masih tersimpan
di Pustaka Tengku M. Junus Djamil.
■
Syifa’ul-Qulub. Kitab tasawuf ini ditulis dalam bahasa Melayu. Kitab ini membahas tentang pengertian kalimat syahadat dan cara-cara berdzikir kepada Allah. Kitab ini
masih belum diterbitkan dan masih tersimpan di Pustaka Tengku M. Junus Djamil. Tetapi menurut Syekh Muhammad Naquib Al-Attas.
■
Hujjat al-Shiddiq li daf‘i al-Zindiq. Kitab tauhid dan tasawuf ini ditulis dalam bahasa Melayu atas permintaan sahabatnya. Kitab ini pernah ditebitkan oleh P. Voorhoeve
(1955) dalam bukunya “Twee Maleische Geschriften van Ar- Raniri”, Leiden. Kemudian Syed Muhammad Naquib al-Attas (1996) telah menerjemahkan serta
menerbitkannya dalam bahasa Inggris sebagai lampiran dalam bukunya “Raniri and Wujudiyyah of 17th Century Acheh”. MBRAS, III, Kuala Lumpur. Manuskrip kitab
ini terdapat di Pusat Manuskrip Melayu Perpustakaan Negara Malaysia dengan nomor rujukan MS 1086.
■
Al-Fath al-Mubin ‘alal-Mulhidin. Kitab tauhid ini ditulis dalam bahasa Melayu dan bahasa Arab pada tahun 1068 H (1657 M). Naskah asli kitab ini disimpan oleh
Ahmad Daudy, di Banda Aceh. Manuskripnya terdapat di Pusat Manuskrip Melayu Perpustakaan Negara Malaysia dengan nomor rujukan MS 1137.
■
Al-Lama‘anfi Takfir man Qalabi Khalq al-Qur’an. Kitab ini ditulis dalam bahasa Arab dan diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Isinnya lebih kepada penyanggahan
ajaran Hamzah Fansuri yang menyatakan bahwa al-Qur’an itu makhluk. Kitab ini disebut oleh ar-Raniri dalam kitabnya al-Fath al-Mubin ‘ala al-Mulhidin. Naskah asli
kitab ini masih tersimpan di Pustaka Tengku M.J. Djamil
■
Shawarin al-Shiddiq li Qath‘i al-Zindiq. Kitab tasawuf ini merupakan petikan dari kitab Hujjat al-Siddiq li-Daf al-Zindiq yang ditulis dalam bahasa Arab setelah
kepulangannya ke negara asalnya sebagai bantahan atas paham wujudiyyah seperti yang digambarkan oleh ar-Raniri dalam kitabnya al-Fath al-Mubin. Hingga kini,
kitab ini masih belum ditemukan lagi.
■
Rahiq al-Muhammadiyyah fi Tariq al-Sufiyyah. Kitab mengenai tasawuf ini juga ditulis sewaktu beliau kembali ke Ranir, India dan merupakan kitab terakhir yang
beliau tulis. Tetapi menurut ‘Abd al-Hayy al-Hasani, naskah kitab ini terdapat dalam simpanan al-Sayyid Nur al-Hasas ibn Siddiq Hasan al-Qanuji.
■
Bad‘ Khalq al-Samaway wal-’Ard. Kitab sejarah ini merupakan petikan dari bab pertama kitab Bustan al-Salatin. Kitab ini dengan nama dan pengantar tersendiri dan
pernah dicetak beberapa kali di Mekkah, Mesir, dan juga di Asia Tenggara. Manuskrip kitab ini terdapat di Pusat Manuskrip Melayu Perpustakaan Negara Malaysia
dengan nomor rujukan MS 781 dan MS 1517.
■
Kifayat al-Shalat. Kitab ini merupakan kitab fikih yang diambil dari kitab al- Sirat al-Mustaqim. Melihat dari judul ini, maka ar-Raniri
menyaringnya secara khusus lalu dijadikan sebuah judul yang berbeda.
■
Hidayat al-Iman bi Fadhlil-Manan. Kitab ini merupakan sebuah kitab tauhid yang ditulis dalam bahasa Melayu dan bahasa Arab. Kitab yang
membahas tentang persoalan iman, islam, makrifat, dan tauhid. ini masih dalam bentuk manuskrip dan masih tersimpan di Perpustakaan
Tengku M. Junus Djamil
■
‘Alaqat Allah bil-’Alam. Kitab ini membahas hubungan Allah dengan alam menurut pandangan ahli tasawuf. Kitab ini sebenarnya tanpa
judul, lalu diberi judul oleh Ahmad Daudy sesuai dengan kandungannya yang merupakan terjemahan dari kitab berbahasa Parsi, karangan
Syeikh Muhammad Fadl Allah al-Burhanpuri ke bahasa Arab. Kemudian, diterjemahkan oleh ar-Raniri ke bahasa Melayu.
■
‘Aqaid al-Shuffiyat al-Muwahhidin. Kitab ini berisi tentang persoalan akidah dan pengalaman kerohanian orang-orang sufi dalam berdzikir
Kitab tauhid dan tasawuf ini ditulis dalam bahasa Arab beserta terjemahannya dalam bahasa Melayu. Kitab ini ditulis tanpa judul. Naskah
aslinya masih tersimpan di Pustaka Tengku M. Junus Djamil.
■
Al-Fath al-Wadud fi Bayan Wahdat al-Wujud. Kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu dan pernah disebut oleh ar-Raniri dalam kitabnya alFath al-Mubin, namun belum ditemukan.
■
‘Ain al-Jawad fi Bayan Wahdat al-Wujud. Kitab ini juga masih belum ditemukan, tetapi dinyatakan oleh ar-Raniri dalam kitabnya al-Fath alMubin.
■
Awdhah al-Sabil wal-Dalil laisa li Abatil al-Mulhiddin Ta’wil. Kitab ini juga masih belum ditemukan. Kitab ini disebutkan oleh ar-Raniri
dalam kitab al- Fath al-Mubin. Judulnya menggambarkan penjelasan mengenai hujatan dan dalil-dalil faham wujudiyyah.
■
Awdhah al-Sabil Laisa li Kalam al-Mulhidin Ta’wil. Kitab ini juga disebutkan dalam kitab al-Fath al-Mubin, kandungannya hampir sama
dengan nomor 27. Namun hingga kini kitab ini masih belum ditemukan.
■
Syadar al-Mazid. Kitab ini disebut di dalam kitab al-Fath al-Mubin, tetapi hingga kini masih belum ditemukan.
■
Umdah al-I’tiqad atau Muhimmat al-I’tiqad. Menurut P. Voorhoeve kedua kitab yang terakhir ini ialah satu dan merupakan karya ar-Raniri.
Namun, ada yang berpendapat bahwa kitab ini merupakan hasil karya Syeikh Abdul Rauf Singkel.
Kitab Tibyan fi Ma’rifat al-Adyan
Kitab ini ditulis atas titah dari Sultanah Safiatuddin Syah, sebagai jawaban atas persoalan yang berkecamuk pada waktu itu.
Perdebatan yang sengit antara ar-Raniri di pihak Ahlussunnah wal Jama’ah serta pengikut Fansury sebagai penganut paham
wujudiyyah yang tak kunjung menemukan titik temu, membuat ar-Raniri merasa harus menunaikan titah Sultanah untuk menulis
sebuah buku yang secara spesifik membahas tentang sekte-sekte dalam Islam. Kitab Tibyan fi Ma‘rifat al-Adyan merupakan buku
teologi yang pertama kali ditulis oleh ulama nusantara.
Kitab Tibyan terbagi menjadi dua bab. Bab pertama membahas tentang perkembangan aliran kepercayaan dan agama nonskriptural dan skriptural sebelum Islam hadir. Kisah pewarisan wahyu para nabi-nabi, di antaranya Adam, Idris, Nuh, selanjutnya
langsung kepada nabi Ismāil, dan Musa, Hārūn, Yūsa, Uzayr dan diakhiri kisah nabi ‘Isa. Sedangkan penyebutan nabi Ibrāhīm di
dalam kisah Ahl al-Kitab penyembah api, bukan dalam susunan urutan nabi (penerima Shuhuf) yang dimaksud, tapi bagian dari
kisah Yahudi.
Selanjutnya, dalam bab ini memuat tentang golongan-golongan agama pra-Islam. Pertama, Tabi‘iyah (Taba‘iyah) sebagai
golongan penyembah berhala (paganisme) yang terdiri dari 4 golongan, yaitu: Harārah, Burūdah, Yabūsah, dan Rutūbah.
Kemudian Majusi, terdiri dari 3 aliran: Zamzamīyah, Syamsanīyah, Samīyah. Yang ketiga adalah Dahriyah (Mulahdifūn) atau
mulhid, tidak bertuhan (atheist). Keempat Tanasukhīyah; reinkarnasi dan politheisme, terdiri dari 4 golongan utama, yaitu:
Barahimah, Wujudiyah, inkarnasi, dan yang terakhir tidak disebut sekte. Kelima, Ahl al-Kitab yang hanya 3 golongan utama yang
disebut dari 10 golongan keseluruhannya, yaitu: Barahimah, Yahudi, Nasrani.
Golongan kelima inilah yang akan penulis uraikan secara lebih mendalam dalam penelitian ini. Dimana tiga golongan utama
tersebut masing-masing memiliki bagian-bagiannya. Golongan Barahimah merupakan keturunan atau umat Nabi Ibrahim.
Golongan Yahudi atau di dalam pemaparannya, ar-Raniri menyebut sebagai umat Nabi Musa terdri dari dua golongan yakni
Uzayriyyah dan Samiriyyah. Sedangkan Nasrani atau dengan kata lain adalah umat Nabi ‘Isa terdiri dari tiga bagian, yakni:
Malkaniyyah, Nasturiyyah, dan Mar Ya‘qubiyyah.
Sementara di dalam bab kedua menjelaskan ikhtilaf madzhab-madzhab di kalangan umat nabi
Muhammad SAW. Di dalam hadith Rasulullah disebutkan bahwa aliran dalam Islam terbagi atas 72 sekte,
keseluruhannya sesat kecuali satu golongan. Hadith ini sendiri diriwayatkan dari beberapa sahabat Nabi dari
jalur sanad yang berbeda. Tujuh puluh dua kelompok sempalan muslim yang dianggap sesat berada di luar
ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah menurut ar-Raniri berasal dari 6 (enam) golongan utama, yaitu: Rafidhiyah,
Kharijiyah, Jabariyah, Qadariyah, Jahmiyah, dan Murji’ah.
Setiap golongan terdiri dari 12 sekte bagian, namun ada beberapa sekte selain jumlah tersebut
digolongkan ke dalamnya sehingga melebihi dari jumlah yang semestinya. Beberapa pemikiran sekte-sekte
tersebut diidentikkan dengan paham wahdat al-wujud (wujudiyah) yang dipelopori oleh Hamzah Fansuri dan
muridnya Syamsudin al-Sumatrani ke dalam kelompok sesat tersebut. Berbeda dengan ulama Sunni yang
lain, seperti halnya al-Shahrastani, yang mengklasifikasikan sekte Islam menjadi empat golongan utama,
yaitu: Qadariyah, Sifatiyah, Khawarij dan Syiah.
BAB III
PEMIKIRAN DAN PENGARUH NURUDDIN AR-RANIRY
Sebagian besar karya ar-Raniry berhubungan dengan masalah Tasawuf. Diantaranya berkaitan dengan
penolakannya terhadap paham panteisme yang di nilainya sesat dan uraian lengkap tentang perdebatan melawan
pengikut Fansuri yang menjadi penyebab dikeluarkannya fatwa “hukuman mati” kepada mereka. Nubzah fi Da’wah
az-Zil, misalnya memuat topik pemaparan tentang tasawuf dan merupakan penegasan aliran pemikirannya yang
menilai konsep panteisme sesat. At-Tibyan fi Ma’rifah al-Adyan fi at-Tashawwuf, berisi uraian lengkap tentang
perdebatan melawan pengikut Fansuri yang menjadi penyebab dikeluarkannya fatwa “hukuman mati” kepada
mereka.
Pemikiran-pemikiran Nuruddin ar-Raniry, baik yang ditunjukkan kepada tokoh dan penganut wujudiyyah,
maupun pemikiran secara umum, sesungguhnya dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bidang pembahasan.
Untuk itu kendati pemikiran tasawuf Nuruddin terkesan sangat luas. Tetapi sesungguhnya pemikiran beliau dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. KETUHANAN
2. ALAM
3. MANUSIA
4. AGAMA
5. WUJUDIYYAH
PEMIKIRAN NURUDDIN AR-RANIRY
Sanggahan Nuruddin Ar-Raniry terhadap Hamzah Fansuri dapat ditemui dalam beberapa kitabnya, seperti Asrar
al-Arifin, Syarab al-Asyiqin, dan al-Muntahi. Adapun materi sanggahannya terdapat dalam empat hal berikut:
• Hamzah mengajarkan ajaran wujudiyyah (panteisme), yaitu Tuhan dalam kandungan (immanen) alam. Tuhan
adalah hakekat fenomena alam ini.
• Nyawa bukan merupakan khalik dan bukan juga makhluk.
• Nyawa berasal dari Tuhan, dan kembali akan bersatu dengan-Nya, seperti ombak kembali ke laut.
Sanggahan di atas sangat efektif, karena adanya hubungan yang harmonis antara Ar-Raniry dengan Sultan
Iskandar Al-Tsani. Diakui atau tidak, keberadaan Ar-Raniry yang diangkat mufti kerajaan merupakan posisi yang
efektif untuk menyerang paham wujudiyyah. Dari posisi strategis ini pula Ar-Raniry sering membuka majelis
perdebatan dengan para lawan-lawannya, di samping banyak menerima permintaan Sultan untuk menulis kitab yang
menentang paham wujudiyyah.
Nuruddin mengemukakan fatwa pengkafirannya terhadap faham wujudiyah di Aceh tidak hanya di khutbahkhutbahnya tetapi juga di dalam kitab-kitabnya seperti Tibyān fī Ma’rifāt al-Adyān, Hill al-Zill, Jawāhir al Ulȗm fī
Kasyf al-Ma’lȗm, Hujjāt al-Shiddiq li Daf’il al-Zindīq, dan Ma’ al-Hayāh li Ahl al-Mamāt.
Bahkan di dalam Ma’al-Hayāh Nurudin mengatakan bahwa perkataan golongan wujudiyah lebih jahat
dibandingkan dengan perkataan Namrud dan Fir’aun. Maka para pengikut Hamzah Fansuri dan Syamsuddin dihukum
oleh pihak penguasa dengan hukuman bunuh. Bahkan literatur-literatur yang mereka miliki dibakar habis
SANGGAHAN TERHADAP PAHAM WUJUDIYYAH
Selain sanggahan, antara Ar-Raniry dengan Hamzah Fansuri sebenarnya memiliki persamaan dan perbedaan
dalam masalah ketuhanan dan alam. Keduanya sependapat bahwa alam ini tidak memiliki bayangan, dan yang
hakiki hanyalah Allah. Sedangkan perbedaannya ialah ketiadaannya alam ini, menurut Ar-Raniry, disebabkan
oleh wujud yang esa dari Allah, sementara wujud yang lain adalah majazi (tidak ada). Sedangkan dalam
pandangan Hamzah Fansuri, yang meniadakan alam ini wujud Allah yang hakiki yang ada dalam kandungan
alam tersebut, sehingga keduanya merupakan satu-kesatuan hakekat wujud yang tidak dapat dipisahkan. Kecuali
dalam perspektif aal (I’tibari). Dengan demikian, sanggahan Ar-Raniry terhadap Hamzah terletak pada masalah
Tuhan yang immanen dalam alam, dan pendapat ini selalu menghiasi dalam banyak kitabnya. Bahkan, Ar-Raniry
menuduh Hamzah dan pengikutnya sebagai penyebar paham wujudiyyah yang sesat lagi kufur.
Polemik ajaran tasawuf Hamzah dan Syamsuddin dengan ajaran tasawuf Nuruddin yang berkaitan dengan
konsep waḥdāt al-wujȗd tersebut sulit untuk dipersatukan karena mereka memandangnya dari berbagai aspek
yang berlainan dan memiliki alasan sendiri-sendiri. Apalagi konsep-konsep ajaran wujudiyah mengandung
makna filosofis yang sulit dijelaskan
Ar-Raniry merupakan sosok ulama yang memiliki banyak keahlian. Dia seorang sufi, teolog, faqih (ahli
hukum), dan bahkan politisi. Keberadaan Ar-Raniry seperti ini sering menimbulkan banyak kesalahpahaman,
terutama jika dilihat dari salah satu aspek pemikirannya saja. Maka sangat wajar, jika beliau dinilai sebagai
seorang sufi yang sibuk dengan praktek-praktek mistik, padahal di sisi lain, Ar-Raniry adalah seorang faqih yang
memiliki perhatian terhadap praktek-praktek syari’at.
Keragaman keahlian Ar-Raniry dapat dilihat kiprahnya selama di Aceh. Meski hanya bermukim dalam
waktu relatif singkat, peranan Ar-Raniry dalam perkembangan Islam Nusantara tidak dapat diabaikan. Dia
berperan membawa tradisi besar Islam sembari mengeliminasi masuknya tradisi local ke dalam tradisi yang
dibawanya tersebut. Tanpa mengabaikan peran ulama lain yang lebih dulu menyebarkan Islam di negeri ini, ArRanirylah yang menghubungkan satu mata rantai tradisi Islam di Timur Tengah dengan tradisi Islam Nusantara.
Bahkan, Ar-Raniry merupakan ulama pertama yang membedakan penafsiran doktrin dan praktek sufi yang
salah dan benar. Upaya seperti ini memang pernah dilakukan oleh para ulama terdahulu, seperti Fadhl Allah AlBurhanpuri. Namun, Al-Burhanpuri tidak berhasil merumuskannya dalam penjabaran yang sistematis dan
sederhana, malahan membingungkan para pengikutnya, sehingga Ibrahim Al-Kurani harus memperjelasnya.
Upaya-upaya lebih lanjut tampaknya pernah juga dilakukan oleh Hamzah Fansuri dan Samsuddin Al-Sumaterani,
tetapi keduanya gagal memperjelas garis perbedaan antara Tuhan dengan alam dan makhluk ciptaannya. Oleh
karena itu, dalam pandangan Ar-Raniry, masalah besar yang dihadapi umat Islam, terutama di wilayah
Nusantara, adalah aqidah.
PENGARUH NURUDDIN AR-RANIRY
Selain secara umum Ar-Raniry dikenal sebagai syeikh Rifaiyyah, juga memiliki mata rantai dengan tarekat
Aydarusiyyah dan Qadiriyyah. Dari tarekat Aydarusiyyah inilah Ar-Raniry dikenal sebagai ulama yang teguh memegang
akar-akar tradisi Arab, bahkan symbol-simbol fisik tertentu dari budayanya, dalam menghadapi tradisi lokal. Tidak hanya
itu, ketegasan Ar-Raniry dalam menekankan adanya keselarasan antara praktek mistik dan syari’at merupakan bagian dari
ajaran tarekat Aydarusiyyah.
Meski Ar-Raniry berpengaruh besar dalam perkembangan Islam Nusantara, tetapi hingga kini belum ditemukan para
muridnya secara langsung, kecuali Syeikh Yusuf Al-Maqassari. Al-Maqassari dalam kitabnya, Safinat al-Najah,
menjelaskan bahwa dari Ar-Raniry lah diperoleh silsilah tarekat Qadiriyyah, karena Ar-Raniry adalah guru sekaligus
syeikhnya. Hanya saja, bukti ini belum dianggap valid, karena belum diketahui kapan dan dimana mereka bertemu.
Kesulitan lainnya juga akan muncul ketika dicari hubungan dan jaringan Ar-Raniry dengan para ulama lain penyebar agama
Islam di wilayah Nusantara, ataupun para ulama asli Nusantara yang berkelana sampai ke Timur-Tengah. Yang ada
hanyalah kemungkinan bertemunya Ar-Raniry dengan para jamaah haji dan para pendatang dari Nusantara yang kebetulan
menuntut ilmu di tanah haram, tepatnya ketika Ar-Raniry bermukim di Makkah dan Madinah (1621 M). Pertemuan inilah
yang diduga kuat adanya komunikasi langsung dengan para muridnya dari Nusantara, termasuk dengan Al-Maqassari.
Selain di bidang keagamaan, Ar-Raniry juga seorang sastrawan yang berjasa menyebarluaskan bahasa Melayu di
kawasan Asia Tenggara. Karya-karyanya sebagaimana telah diuraikan diatas banyak ditulis dalam bahasa Melayu, sehingga
menjadikannya sebagai bahasa Islam kedua setelah bahasa Arab. Bahkan, ketika itu cara yang paling mudah untuk
memahami ajaran agama Islam adalah dengan menguasai bahasa Melayu. Bersamaan dengan populernya kitab-kitab ArRaniry yang berbahasa Melayu tersebut, bahasa Melayu telah diterima oleh masyarakat di kawasan Asia Tenggara sebagai
lingua franca.
BAB IV
PENUTUP
Banyak versi mengenai nama lengkap Nuruddin ar-Raniry, diantaranya ada yang menyebutkan Nuruddin Muhammad ibn Ali ibn Hasanji ibn
Muhammad Hamid al-Quraishi Asy-Syafi’i al-Asy’ary al-Aydarusi ar-Raniry (menurut Ahmad Daudi dalam Syeikh Nuruddin ar-Raniry: Sejarah, Karya,
dan Senggahan Terhadap Wujudiyyah di Aceh). Sedangkan versi yang lainnya adalah Nur al-din bin Ali bin Hasandji bin Muhammad Humaid ar-Raniry
(menurut Voorhoeve dalam Twee Maleische Geschrieften ar-Raniry). Beliau dilahirkan di Ranir (modern: Randir), sebuah kota pelabuhan tua di pantai
Gujarat. Beliau lahir di tengah dua kebudayaan yang berbeda, dimana ayahnya merupakan keturunan imigran Hadrami yang mempunyai tradisi panjang
berpindah ke Asia Selatan dan Asia Tenggara. Kebanyakan orang Arabia Selatan ini menetap di kota-kota pelabuhan di pantai Samudera Hindia dan di
wilayah kepulauan Melayu-Indonesia. Nenek moyangnya kemungkinan termasuk dalam keluarga Al-Hamid dari Zuhra, salah satu dari sepuluh keluarga
Quraysy. Di antara para anggota keluarga Zuhra yang terkemuka adalah ‘Abd Al-Rahman b. Awf, seorang sahabat dekat Nabi. Tetapi mungkin juga,
nenek-moyang Ar-Raniry adalah keluarga Humayd, yang sering dihubungkan dengan Abu Bakr ‘Abd Allah b. Zubayr Al-Asadi Al-Humaydi (w.
219/834), yang dikenal sebagai seorang ulama asli Makkah yang terkemuka. Al-Humaydi adalah seorang murid Al-Syafi’I paling terkenal. Dia adalah
juga Mufti Makkah dan seorang muhaddits terkemuka di Hijaz.
Ar-Raniry adalah penulis produktif dan terpelajar. Menurut berbagai sumber, dia menulis tidak kurang dari 29 karya. Tetapi tidak semuanya ditulis
semasa kariernya tujuh tahun di Aceh. Misalnya, salah satu karyanya yang paling banyak ditelaah, Al-Shirath Al-Mustaqim, dipersiapkan, setidaktidaknya sebagian, sebelum dia datang ke Aceh. Karya-karyanya kebanyakan membicarakan tentang tasawuf, kalam, fiqih, hadis, sejarah, dan
perbandingan agama. Bustān al-Salātīn (Taman Raja-raja) merupakan karyanya yang ditulis di Aceh dalam tahun 1638-1641, atas perintah Sultan
Iskandar Tsani. Kitab ini terdiri dari tujuh bab dan dan tiap bab terdiri dari beberapa fasal. Kitab ini merupakan karya terbesar dan tersohor yang pernah
dihasilkan dalam bahasa Melayu. Kitab ini ditulis setelah beliau singgah tujuh bulan di Aceh. Lata’if al-Asrar li Ahl Allah al-Atyar. Kitab ini merupakan
sebuah kitab tasawuf yang pernah beliau sebutkan dalam kitab Tibyan fi Ma‘rifat al- Adyan. Kitab ini masih dalam bentuk manuskrip dan tersimpan di
Pustaka Tanoh Abe.
Sebagian besar karya ar-Raniry berhubungan dengan masalah Tasawuf. Diantaranya berkaitan dengan penolakannya terhadap paham panteisme yang
di nilainya sesat dan uraian lengkap tentang perdebatan melawan pengikut Fansuri yang menjadi penyebab dikeluarkannya fatwa “hukuman mati” kepada
mereka. Nubzah fi Da’wah az-Zil, misalnya memuat topik pemaparan tentang tasawuf dan merupakan penegasan aliran pemikirannya yang menilai
konsep panteisme sesat. At-Tibyan fi Ma’rifah al-Adyan fi at-Tashawwuf, berisi uraian lengkap tentang perdebatan melawan pengikut Fansuri yang
menjadi penyebab dikeluarkannya fatwa “hukuman mati” kepada mereka. Pemikiran-pemikiran Nuruddin ar-Raniry, baik yang ditunjukkan kepada tokoh
dan penganut wujudiyyah, maupun pemikiran secara umum, sesungguhnya dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bidang pembahasan. Untuk itu
kendati pemikiran tasawuf Nuruddin terkesan sangat luas. Tetapi sesungguhnya pemikiran beliau dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) ketuhanan, 2)
alam, 3) manusia, 4) agama, dan 5) wujudiyyah.
Tidak banyak orang yang mengetahui sosok Nuruddin ar-Raniry, beliau seorang ulama besar
yang mana ketika hidupnya banyak menyumbangkan pemikirannnya, baik itu dalam bentuk
sikap maupun karyanya, peranannya dalam menumpas habis ajaran wujudiyyah yang
menyimpang harus kita apresiasi, karena beliau pantang menyerah dalam menumpas habis
aliran sesat (wujudiyyah) tersebut.
Download