Uploaded by resmawahyuni

2003 MAKALAH METODOLOGI PEMBELAJARAN BIOLOGI

advertisement
MAKALAH METODOLOGI PEMBELAJARAN BIOLOGI
LESSON STUDY, KETERAMPILAN SAINS, DAN LITERASI SAINS
OLEH:
KELOMPOK 7
RESMA WAHYUNI
(18177026)
YANTI ELFIKA DESTI
(18177038)
DOSEN PENGAMPU
Dr. ZULYUSRI, M.P.
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Lesson Study, Keterampilan Sains dan
Literasi Sains. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Metodologi Pembelajaran Biologi Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, karena
beliau kita dapat mempelajari ilmu pengetahuan seperti saat ini.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari
teman-teman dan pihak lainnya. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini, antara lain:
1. Ibu Dr. Zulyusri, M.P. selaku Dosen mata kuliah Metodologi Pembelajaran Biologi
2. Kedua Orang tua yang telah memberi ridho dan dukungannya kepada penulis.
3. Teman-teman yang telah turut membantu pembuatan makalah ini.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan bernilai ibadah di sisi
Allah SWT. Penulis telah berusaha menghasilkan makalah ini sebaik mungkin, maka jika masih
terdapat kekeliruan yang luput dari koreksi, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Padang, 18 Oktober 2018
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................
A. Latar Belakang ........................................................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................
C. Tujuan ......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................
BAB II PENUTUP ..................................................................................................................
A. Kesimpulan ..............................................................................................................
B. Saran.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................
ii
i
ii
1
1
2
2
3
15
15
15
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umumnya pembelajaran dilakukan dalam bentuk satu arah. Guru lebih banyak ceramah di
hadapan siswa sementara aktivitas siswa lebih banyak mendengarkan. Pelajaran yang disajikan
guru kurang menantang siswa untuk berpikir. Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran.
Paradigma pembelajaran di kelas dewasa ini telah mengalami pergeseran orientasi. Semula,
orientasi pembelajaran itu tidak lebih sekedar penyampaian informasi kepada peserta didik.
Namun sekarang, pembelajaran lebih diutamakan untuk menggali potensi peserta didik, sehingga
memancar daripadanya pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilannya
(psikomotor).
Adanya pergeseran paradigma itu menjadikan peran guru di kelas berubah, dari peran yang
hanya penyampai informasi (transformator) kepada peran sebagai perantara (fasilitator dan
mediator). Dengan kata lain, pergeseran dari teacher centered ke student centered. Adanya
pergeseran paradigma tersebut, menuntut guru untuk lebih meningkatkan kompetensinya, baik
sebagai seorang profesionalisme maupun sebagai seorang craftmant (tenaga ahli dan terampil).
Untuk mengatasi hal-hal tersebut guru perlu melakukan lesson study, sehingga guru dapat
melakukan review terhadap kinerjanya yang selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan untuk
memperbaiki kinerjanya.
Lesson Study (LS) atau Kajian Pembelajaran adalah suatu pendekatan peningkatan
pembelajaran yang awal mulanya berasal dari Jepang. LS menyediakan suatu proses untuk
berkolaborasi dan merancang lesson (pembelajaran) dan mengevaluasi kesuksesan strategistrategi mengajar yang telah diterapkan sebagai upaya meningkatkan proses dan perolehan
belajar siswa. Dalam proses-proses LS tersebut, fokus utama di dalam kelas adalah aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran.
Keaktifan siswa di dalam kelas, tentu harus di dukung oleh beberapa aspek. Baik itu segi
pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa. Hal yang paling rasional dapat dilakukan adalah
siswa harus memahami metodologi kerja sains dan memiliki keterampilan dalam kerja ilmiah
atau keterampilan sains. Dengan hal itu, siswa memiliki kompetensi untuk dapat
mengembangkan sendiri pengetahuannya. Agar pada suatu saat, siswa mungkin saja dapat
memberi kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Salah satu ilmu pengetahuan yang ada adalah ilmu pengetahuan alam (IPA). Pendidikan
IPA atau pendidikan sains pada hakekatnya merupakan upaya pemahaman, penyadaran, dan
pengembangan nilai positif tentang hakekat sains melalui pembelajaran. Sains pada hakekatnya
merupakan ilmu dan pengetahuan tentang fenomena alam yang meliputi produk dan proses.
Untuk menilai apakah IPA diimplementasikan di Indonesia, kita dapat melihat hasil literasi IPA
anak-anak Indonesia. Hal ini mengingat arti literasi sains/IPA (scientific literacy) itu sendiri yang
ditandai dengan kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yang ditetapkan oleh PISA,
yaitu konten IPA, proses IPA, dan konteks IPA.
1
Pentingnya literasi sains bagi setiap orang sebagai warga masyarakat, warga negara dan
warga dunia sudah disadari orang-orang di negara-negara maju. Setiap warga negara perlu
memiliki tingkat literasi sains agar dapat bertahan hidup di alam maupun di tempatnya bekerja
berbekal pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya.
Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang didapatkan di
sekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi
sains melibatkan sains sekolah untuk kehidupan sehari-hari peserta didik untuk pengambilan
keputusan dalam masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Lesson Study ?
2. Apa ciri-ciri Lesson Study ?
3. Apa manfaat Lesson Study ?
4. Apa tahap-tahap Lesson Study ?
5. Bagaimana Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran?
6. Apa pengertian Keterampilan Proses Sains?
7. Apa kelebihan Keterampilan Proses Sains?
8. Apa jenis-jenis Keterampilan Proses Sains dan Bagaimana Karakteristiknya?
9. Apa pengertian Literasi Sains?
10. Apa dimensi Literasi Sains?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Lesson Study
2. Mengetahui ciri-ciri Lesson Study
3. Mengetahui manfaat Lesson Study
4. Mengetahui tahap-tahap Lesson Study
5. Mengetahui Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran
6. Mengetahui pengertian Keterampilan Proses Sains
7. Mengetahui kelebihan Keterampilan Proses Sains
8. Mengetahui jenis-jenis Keterampilan Proses Sains dan Bagaimana Karakteristiknya
9. Mengetahui pengertian Literasi Sains
10. Mengetahui dimensi Literasi Sains
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lesson Study
1. Pengertian Lesson Study
Lesson study (LS) yaitu terjemahan dari bahasa jepang yaitu Jugyokenkyu, yang
berasal dari dua kata yaitu jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran dan kenkyu yang
berarti study atau pengkajian. Dengan demikian LS merupakan study atau pengkajian
terhadap pembelajaran (Rusman, 2011).
Hendayana, (2009: 5) mengungkapkan bahwa Lesson study adalah model
pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara
kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual
learning untuk membangun komunitas belajar. Sumber lain (Handout LS PPL Universitas
Negeri Malang) menyatakan Lesson Study merupakan suatu pendekatan peningkatan
kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru secara kolaboratif, dengan langkahlangkah pokok merancang pembelajaran untuk mencapai tujuan, melaksanakan
pembelajaran, mengamati pelaksanaan pembelajaran tersebut, serta melakukan refleksi
untuk mendiskusikan pembelajaran yang dikaji tersebut untuk bahan penyempurnaan
dalam rencana pembelajaran berikutnya.
Slamet Mulyana (2007) juga memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai
salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara
kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual
learning untuk membangun komunitas belajar. Terkait dengan penyelenggaraan Lesson
Study, Slamet Mulyana mengetengahkan tentang dua tipe penyelenggaraan Lesson Study,
yaitu Lesson Study berbasis sekolah dan Lesson Study berbasis MGMP (Musyawarah
Guru Mata Pelajaran). Lesson Study berbasis sekolah dilaksanakan oleh semua guru dari
berbagai bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan. dengan tujuan agar
kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di sekolah yang
bersangkutan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan Lesson Study berbasis MGMP
merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh kelompok
guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman kajian tentang proses pembelajaran pada
mata pelajaran tertentu, yang dapat dilaksanakan pada tingkat wilayah, kabupaten atau
mungkin bisa lebih diperluas lagi.
Lufri (2007) menyatakan bahwa LS adalah suatu model pembinaan profesi pendidik
melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan
prinsip-prinsip kolegalitas dan belajar bersama (mutual learning) untuk membangun
masyarakat belajar (learning community. Dengan demikian, LS bukan metoda atau strategi
pembelajaran tetapi kegiatan LS dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran
yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. LS dapat
dilakukan oleh sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup 3 (tiga) tahap
kegiatan, yaitu perencanaan (planning), implementasi (action) pembelajaran dan observasi
3
serta refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut,
dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Lesson Study merupakan suatu pendekatan
peningkatan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru secara kolaboratif, dengan
langkah-langkah pokok merancang pembelajaran untuk mencapai tujuan, melaksanakan
pembelajaran, mengamati pelaksanaan pembelajaran tersebut, serta melakukan refleksi
untuk mendiskusikan pembelajaran yang dikaji tersebut untuk bahan penyempurnaan
dalam rencana pembelajaran berikutnya. Fokus utama pelaksanaanlesson study adalah
aktivitas siswa di kelas, dengan asumsi bahwa aktivitas siswa tersebut terkait dengan
aktivitas guru selama mengajar di kelas. Lesson study sendiri bukan merupakan metode
atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan lesson study dapat menerapkan metode
atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang
dihadapi guru.
2. Ciri-ciri Lesson Study
Konteks sains banyak jenisnya, sehingga tidak mungkin semua konteks sains dapat
digunakan untuk melatih siswa meningkatkan kompetensinya. PISA Nasional 2006
membagi bidang aplikasi sains ke dalam lima kelompok, yakni kesehatan, sumber daya
alam, lingkungan, bahaya, dan penemuan baru (lihat Tabel 1.2). Bidang-bidang tersebut
dalam literasi sains mempunyai nilai penting bagi individu dan masyarakat dalam
peningkatan kualitas hidup secara berkelanjutan, serta dalam pengembangan kebijakan
publik (Firman, 2007)..
3. Manfaat Lesson Study
Adapun manfaat LS menurut Lewis (2002) dalam Santyasa 2009 adalah sebagai
berikut:
a. LS Memungkinkan Guru Memikirkan Dengan Cermat Mengenai Tujuan Pembelajaran,
Materi Pokok, dan Bidang Studi
LS tidak hanya memperhatikan pembelajaran untuk satu kali pertemuan atau satu
pokok bahasan saja, melainkan bagaimana membelajarkan satu unit materi pokok dan
bahkan bidang studi, dan juga memperhatikan perkembangan siswa dalam jangka panjang.
Karena itu, ketika memilih bidang kajian akademis dan topik LS, guru sering (a)
menargetkan dalam mengatasi kelemahan siswa dalam belajar, (b) memilih topik yang bagi
guru sulit mengajarkannya, (c) memilih subjek terkini, misalnya aspek kebaharuan segi isi,
teknologi, dan pendekatan pembelajaran, (d) memusatkan perhatian pada hal terpenting
yang mendasar yang berpengaruh terhadap pembelajaran lainnya (misalnya bahasa dan
matematika).
b. LS Memungkinkan Guru Mengkaji dan Mengembangkan Pembelajaran yang Terbaik
yang Dapat Dikembangkan
4
Melalui LS, guru dapat mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang terbaik,
misalnya guru mampu menghasilkan produk buku. Buku-buku tersebut memuat tujuan
jangka panjang yang ingin dicapai, filosofi pembelajaran yang dianut, rancangan
pembelajaran dan rancangan seluruh unit, contoh hasil kerja siswa, hasil refleksi mengenai
kekuatan dan kesulitan dalam pembelajaran, serta petunjuk praktis bagi guru lain yang
ingin mencoba pembelajaran tersebut. Dalam hal ini, guru yang lain tidak hanya
diharapkan mencoba membelajarkan, tetapi yang lebih penting mereka sedapat mungkin
menambah, menguji, dan melaporkan perbaikan yang mereka lakukan. Proses tersebut
akan bermuara pada peningkatan kualitas pembelajaran.
c. LS Memungkinkan Guru Memperdalam Pengetahuan Mengenai Materi Pokok Yang
Diajarkan
LS juga memperdalam pengetahuan guru mengenai materi pokok yang diajarkan.
Dengan melaksanakan LS, guru dapat mengidentifikasi dan mengorganisasi informa siapa
yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah pembelajaran yang menjadi fokus
kajian dalam LS. Melalui LS guru secara bersama-sama berkesempatan untuk memikirkan
pengetahuan yang dianggap penting, apa saja yang belum mereka ketahui mengenai hal itu,
dan berusaha mencari informasi yang mereka perlukan untuk membelajarkan siswa.
d. LS Memungkinkan Guru Memikirkan Secara Mendalam Tujuan Jangka Panjang Yang
Akan Dicapai Yang Berkaitan dengan Siswa
LS dapat memberi kesempatan kepada guru untuk mempertimbangkan kualitas ideal
yang ingin dikuasai oleh siswa pada saat mereka lulus, kualitas apa yang dimiliki siswa
saat sekarang, dan bagaimana mengatasi kesenjangan yang ada di antaranya. Guru sering
menerjemahkan kualitas ideal yang diharapkan dimiliki oleh para siswa itu adalah dalam
bentuk kecakapan hidup. Kecakapan-kecakapan hidup yang dimaksud, misalnya sikap
menghargai persahabatan, mengembangkan perspektif, dan cara berpikir dalam menikmati
sains.
e. LS Memungkinkan Guru Merancang Pembelajaran Secara Kolaboratif
LS memberi kesempatan kepada guru secara kolaboratif merancang pembelajaran.
Menurut Lewis (2002), rata-rata guru di Jepang mengamati sekitar 10 pembelajaran yang
diteliti setiap tahun. Guru di Jepang mempersepsi bahwa aktivitas kolaboratif sangat
menguntungkan. Aktivitas kolaboratif dapat memberikan kesempatan kepada guru untuk
memikirkan pembelajarannya sendiri setelah mempertimbangkannya dengan pengalaman
yang dilakukan oleh guru yang lain. Melalui LS guru dapat saling membelajarkan melalui
aktivitas-aktivitas shared knowledge.
f. LS Memungkinkan Guru Mengkaji Secara Cermat Cara dan Proses Belajar Serta Tingkah
Laku Siswa
LS memberi kesempatan kepada guru untuk mengkaji secara cermat cara dan proses
belajar serta aktivitas siswa. Fokus LS hendaknya diarahkan pada peningkatan
pembelajaran melalui pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa. Pengamatan tersebut
bertujuan untuk menemukan cara-cara untuk meningkatkan kegiatan belajar dan kegiatan
5
berpikir siswa, bukan pada kegiatan guru. Oleh sebab itu, aktivitas LS sesungguhnya buka
menyalahkan guru atau mengkritik kesalahan guru. Di dalam LS, guru perlu mencari bukti
bahwa siswa memang belajar, termotivasi, dan berkembang. Berdasarkan data yang
dikumpulkan, guru dapat melihat pembelajarannya melalui tanggapan siswa. Untuk
memperoleh respon siswa tersebut, pertanyaan yang dapat diajukan, adalah: bagaimana
pemahaman siswa mengenai materi pembelajarannya? Apakah siswa tertarik untuk
belajar? Apakah mereka memperhatikan ide siswa lainnya? Secara singkat, ada 5 hal
penting terkait dengan data siswa yang perlu dikumpulkan,yaitu hasil belajar akademis,
motivasi dan persepsi, tingkah laku sosial, sikap terhadap belajar, dan interaksi guru-siswa
dalam proses pembelajaran.
g. LS Memungkinkan Guru Mengembangkan Pengetahuan Pedagogis Yang Kuat Penuh
Daya
LS dapat memberi peluang kepada guru untuk mengembangkan pengetahuan
pedagogis secara optimal. Hal ini disebabkan karena melalui LS guru secara terus menerus
berupaya untuk mengembangkan dan meningkatkan strategi pembelajaran yang dapat
diterapkan untuk menerjemahkan kurikulum. Guru dapat secara terus menerus memikirkan
bagaimana kualitas pertanyaan yang mampu dipecahkan oleh siswa dalam pembelajaran.
Pertanyaan tersebut diharapkan dapat memotivasi siswa untuk mempertahankan minat
belajarnya secara konsisten. Guru juga memikirkan bagaimana menggunakan debat agar
mampu memaksimalkan partisipasi siswa dalam diskusi dan bagaimana mendorong siswa
untuk dapat membuat catatan yang baik dan melakukan refleksi diri.
h. LS Memungkinkan Guru Melihat Hasil Pembelajaran Sendiri Melalui Respon Siswa
dan Tanggapan Para Kolega
LS memberi kesempatan kepada guru melihat hasil pembelajarannya sendiri melalui
respon siswa dan tangapan para kolega. Data yang diberikan oleh kolega menjadi “cermin”
bagi guru yang melaksanakan LS. Kolega dapat membantu guru mencatat kegiatan diskusi
dalam kelompok kecil, menghitung jumlah siswa yang angkat tangan, atau mencatat
pertanyaan dan jawaban guru. Guru pelaksana LS dapat pula memita kepada kolega untuk
mencatat interaksi siswa, misalnya difokuskan pada interaksi 3 orang siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, dan menilai karya mereka. Dengan cara ini, guru
dapat melihat bagaimana siswa mengalami pembelajaran yang efektif.
4. Tahap-tahap Lesson Study
Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalamLesson Study, yaitu : (1)
Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do) dan (3) Refleksi (See)
a. Plan (perencanaan pembelajaran)
Setelah sebelumnya melakukan telaah kurikulum serta merumuskan tujuan
pembelajaran dan tujuan pengembangan siswa, langkah awal dalam rangkaian lesson
study adalah merancang pembelajaran untuk mencapai tujuan dalam wujud perangkat
pembelajaran, termasuk di antaranya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Kegiatan
6
ini dilakukan secara kolaboratif antara mahasiswa praktikan, dosen pembimbing lapangan,
dan guru pamong.
b. Do (pelaksanaan dan pengamatan pembelajaran)
Langkah ini dimaksudkan untuk melaksanakan pembelajaran di kelas berdasarkan
perangkat pembelajaran yang telah disiapkan sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan oleh
salah seorang dari mahasiswa praktikan yang terlibat dalam kegiatan perencanaan
pembelajaran tersebut.
Bersamaan dengan pelaksanaan pembelajaran, dilakukan pula pengamatan terhadap
pelaksanaan pembelajaran tersebut. Pengamatan ini dilakukan oleh mahasiswa praktikan
dalam satu bidang studi yang sama, guru pamong, dan dosen pembimbing lapangan.
Pengamatan dapat pula melibatkan mahasiswa/guru dalam bidang studi serumpun maupun
bidang studi lain. Pada saat melakukan pengamatan (see), perhatian difokuskan kepada
perilaku siswa di kelas (bukan pada aktivitas mengajar guru).
c. See (refleksi pembelajaran)
Setelah melaksanakan pembelajaran dan mengamatinya, seluruh pihak yang terlibat
dalam aktivitas pengamatan melakukan refleksi untuk mendiskusikan pembelajaran yang
dikaji tersebut dan menyempurkannya, serta merencanakan pembelajaran berikutnya.
Dalam tahap refleksi ini, pembahasan tidak dimaksudkan untuk mengomentari aktivitas
guru ketika melaksanakan pembelajaran, melainkan lebih diarahkan pada hasil pengamatan
terhadap perilaku siswa selama proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian tidak ada
komentar terhadap perilaku guru ketika mengajar, namun diharapkan berdasarkan refleksi
pengamat terhadap perilaku siswa tersebut, guru model akan dapat merefleksi dirinya
sendiri.
Hasil maksimal akan diperoleh apabila ketiga tahap di atas dilaksanakan secara utuh
dan berkesinambungan. Melalui kegiatan lesson study ini kelemahan guru model pada
setiap tahap pembelajaran yang dilaksanakan dapat diperbaiki dan disempurnakan.
Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University of Wisconsin-La
Crosse mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:
a. Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan
dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study.
b. Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan
dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study.
c. Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan
belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons.
d. Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan
pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, mengumpulkan buktibukti dari pembelajaran siswa.
e. Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam
pencapaian tujuan belajar siswa
7
f. Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai
dari tahapan ke-2 sampai dengan tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan
tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada.
5. Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran
LS dapat meningkatkan profesinalisme guru, maka pelaksanaan LS secara
berkesinambungan diyakini dapat meningkatkan praktik-praktik pembelajaran sehari-hari.
Peningkatan praktik-praktik pembelajaran akan bermuara pada peningkatan kualitas proses
dan hasil belajar siswa. Menurut Santyasa (2009) dalam praktik pembelajaran secara
operasional LS dapat dilaksanakan melalui enam tahapan yaitu:
a. Membentuk kelompok LS
Pada tahapan pertama ini, ada empat langkah kegiatan yang dapat dilakukan, sebagai
berikut.
1) Merekrut anggota kelompok dari guru, dosen, pejabat pendidikan, dan pemerhati
pendidikan.
2) Membuat komitmen untuk menyediakan waktu khusus guna mewujudkan atau
mengimplementasikan LS.
3) Menyusun jadwal pertemuan tertentu mengingat pertemuan sangat sering dan beragam.
4) Menyetujui aturan main kelompok, antara lain bagaimana cara mengambil keputusan
kelompok, bagaimana membagi tanggung jawab antaranggota kelompok, penggunaan
waktu, dan bagaimana menyampaikan saran, termasuk bagaimana menetapkan siapa
yang menjadi fasilitator diskusi.
b. Memfokuskan LS
1) Menyepakati tema penelitian untuk LS. Tema penelitian dipilih dengan memperhatikan
tiga hal. Pertama, bagaimana kualitas aktual para siswa saat sekarang. Kedua, apa
kualitas ideal para siswa yang diinginkan di masa mendatang. Ketiga, adakah
kesenjangan antara kualitas ideal dan kualitas aktual para siswa yang menjadi sasaran
LS.
2) Memilih mata pelajaran untuk LS. Sebagai panduan memilih mata pelajaran dapat
menggunakan pertanyaan berikut. Pertama, mata pelajaran apa yang paling sulit bagi
siswa. Kedua, mata pelajaran apa yang paling sulit diajarkan oleh guru. Ketiga, mata
pelajaran apa yang ada pada kurikulum baru yang ingin dikuasai dan dipahami oleh
guru.
3) Memilih topik (unit) dan pelajaran (lesson). Topik yang dipilih sebaiknya adalah topik
yang selalu sulit bagi siswa atau tidak disukai siswa, topik yang sulit diajarkan atau
tidak disukai guru, atau topik yang baru dalam kurikulum. Setelah topik dipilih
selanjutnya menetapkan tujuan topik tersebut. Berdasarkan tujuan topik ini ditetapkan
beberapa pelajaran yang akan menunjang tercapainya tujuan topik tersebut.
c. Merencanakan research lesson
Dalam merencanakan suatu RL, dilaksanakan tiga langkah kegiatan sebagai berikut.
8
1) Mengkaji pelajaran-pelajaran yang sedang berlangsung atau yang sudah ada.
2) Mengembangkan suatu rencana untuk memandu belajar. Rencana untuk memandu
siswa belajar akan memandu pelaksanaan pembelajaran, pengamatan, dan diskusi
tentang RL serta mengungkap temuan yang muncul selama LS berlangsung.
3) Mengundang pakar dari luar (bila memungkinkan). Pakar bisa dari guru, dosen, atau
peneliti yang memiliki pengetahuan tentang bidang studi dan atau bagaimana
membelajarkannya.
d. Membelajarkan dengan mengamati research lesson
RL yang telah direncanakan sudah dapat diimplementasikan dan diamati. Salah satu
guru yang telah disepakati ditunjuk untuk membelajarkan pelajaran (lesson) yang sudah
ditetapkan, sedangkan anggota kelompok lain sebagai pengamat. Pengamat berbagi tugas
dan tugas utamanya adalah hanya untuk mempelajari pembelajaran yang berlangsung,
bukan membantu siswa. Untuk mendokumentasikan research lesson dapat dilakukan
dengan menggunakn audiotape, vediotape, handycam, kamera, karya siswa, dan catatan
observasi naratif.
e. Mendiskusikan dan menganalisis research lesson
RL yang sudah diimplementasikan perlu didiskusikan dan dianalisis. Diskusi dan
analisis diharapkan memuat hal-hal sebagai berikut: refleksi instruktur, latar belakang
anggota kelompok LS, presentasi dan diskusi tentang data dari RL.
f. Merefleksikan LS dan merencanakan tahapan berikutnya
Dalam merefleksikan LS perlu dipikirkan tentang apa yang sudah berlangsung
dengan baik sesuai dengan rencana dan apa yang masih perlu diperbaiki. Selanjutnya perlu
juga dipikirkan apa yang harus dilakukan kelompok LS.
.
B. Keterampilan Sains
1. Pengertian Keterampilan Proses Sains
Keterampilan merupakan kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan
secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Proses
didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam
melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan
menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan
penelitian.
Menurut Rustaman (2003), keterampilan proses adalah keterampilan yang
melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial.
Keterampilan kognitif terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa
menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses
karena mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau
perakitan alat. Keterampilan sosial juga terlibat dalam keterampilan proses karena mereka
berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, misalnya
9
mendiskusikan hasil pengamatan. Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui
pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman belajar. Melalui pengalaman
langsung, seseorang dapat lebih menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan.
Keterampilan proses sains (KPS) adalah perangkat kemampuan kompleks yang biasa
digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke dalam rangkaian
proses pembelajaran. Menurut Dahar (1996), keterampilan proses sains (KPS) adalah
kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan
dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal
untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan
memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.
2. Kelebihan Keterampilan Proses Sains
Menurut Dimyati (2009), kelebihan KPS adalah:
a. KPS dapat memberikan rangsangan ilmu pengetahuan, sehingga siswa dapat memahami
fakta dan konsep ilmu pengetahuan dengan baik.
b. Memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar
menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Hal ini
menyebabkan siswa menjadi lebih aktif.
c. KPS membuat siswa menjadi belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus.
3. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains dan Karakteristiknya
Keterampilan proses terdiri dari sejumiah keterampilan yang satu sama lain
sebenarnya tak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing-masing
keterampilan tersebut (Nuryani,1995).
a. Melakukan pengamatan (observasi)
Mengamati adalah proses pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa dengan
menggunakan inderanya. Untuk dapat menguasai keterampilan proses mengamati, siswa
harus menggunakan sebanyak mungkin inderanya, yakni melihat, mendengar, merasakan,
mencium dan mencicipi di mana hal tersebut sangat dituntut dalam belajar IPA. Dengan
demikian dapat mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dan memadai.
Contohnya, pada titrasi 20 ml HCl dengan masing-masing 10 ml, 20 ml, dan 30 ml NaOH.
Diamati dengan melihat perubahan warna. Dimana titrasi 20 ml HCl dengan 10 ml NaOH
belum terjadi perubahan warna. 20 ml HCl dengan 20 ml NaOH sudah terjadi perubahan
warna sedangkan pada 20 ml HCl dengan 30 ml NaOH terjadi perubahan warna yang
sangat pekat.
b. Menafsirkan pengamatan (interpretasi)
Menafsirkan hasil pengamatan ialah menarik kesimpulan sementara dari data yang
dicatatnya. Hasil-hasil pengamatan tidak akan berguna bila tidak ditafsirkan. Karena itu,
dari mengamati langsung, lalu mencatat setiap pengamatan secara terpisah, kemudian
menghubung-hubungkan hasil-hasil pengamatan tentang bentuk alat-alat, perubahan
10
warna menunjukkan bahwa siswa melakukan interpretasi. Selanjutnya siswa mencoba
menemukan pola dalam suatu seri pegamatan, dan akhirnya membuat
kesimpulan.Contohnya, ketika terjadinya perubahan warna pada titrasi maka terjadi titik
akhir titrasi.
c. Mengelompokkan (klasifikasi)
Mengelompokkan adalah suatu sistematika yang digunakan untuk menggolongkan
sesuatu berdasarkan syarat-syarat tertentu. Sejumlah besar objek, peristiwa, dan segala
yang ada dalam kehidupan di sekitar, lebih mudah dipelajari apabila dilakukan dengan cara
menentukan berbagai jenis golongan. Penggolongan mahluk hidup dilakukan setelah siswa
mengenali ciri-cirinya. Dengan demikian dalam proses mengelompokkan tercakup
beberapa kegiatan seperti mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan,
membandingkan, dan mencari dasar penggolongan.
Contohnya, pada titrasi belum terjadi perubahan warna maka sebelum titik akhir titrasi,
sudah terjadi perubahan warna maka terjadi titik akhir titrasi dan perubahan warna yang
sangat jenuh maka setelah titik akhir titrasi.
d. Meramalkan (prediksi)
Meramalkan adalah memperkirakan berdasarkan pada data hasil pengamatan yang
reliabel (Firman, 2000).Keterampilan meramalkan atau prediksi mencakup, keterampilan
mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu
kecenderungan atau pola vang sudah ada. Memperkirakan bahwa pada titrasi 50 ml NaCl
dengan 50 ml NaOH maka terjadi titik akhir titrasi.
e. Berkomunikasi
Firman (2000), keterampilan berkomunikasi adalah keterampilan menyampaikan
gagasan atau hasil penemuannya kepada orang lain.Membaca grafik, tabel, atau diagram
dari hasil percobaan termasuk berkomunikasi dalam pembelajaran IPA. Menggambarkan
data empiris dengan grafik, tabel atau diagram juga termasuk berkomunikasi.Selain itu
termasuk ke dalam berkomunikasi juga adalah menjelaskan hasil percobaan secara
sistematis dan jelas.
f. Berhipotesis
Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variable, atau mengajukan perkiraan
penyebab sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis diungkapkan cara melakukan pemecahan
masalah, karena dalam rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya.
Contoh pada saat percobaan dapat dibuat hipotesis tentang faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan warna pada titrasi adalah penambahan indikator seperti PP,MO.
g. Merencanakan percobaan atau penyelidikan
Beberapa kegiatan menggunakan pikiran termasuk ke dalam keterampilan proses
merencanakan penyelidikan. Apabila dalam lembar kegiatan siswa tidak dituliskan alat dan
bahan secara khusus, tetapi tersirat dalam masalah yang dikemukakan, berarti siswa
diminta merencanakan dengan cara menentukan alat dan bahan untuk penyelidikan
tersebut.Selanjutnya, siswa harus dapat menentukan variabel-variabel, menentukan
11
variabel yang harus dibuat tetap, dan variabel mana yang berubah.Demikian pula siswa
perlu untuk menentukan apa yang akan diamati, diukur, atau ditulis, menentukan cara dan
langkah-langkah kerja. Selanjutnya siswa dapat pula menentukan bagaimana mengolah
hasil-hasil pengamatan untuk dapat disimpulkan, maka dalam merencanakan penyelidikan
pun terlibat kegiatan menentukan cara mengolah data sebagai bahan untuk menarik
kesimpulan.
h. Menerapkan konsep atau prinsip
Seseorang siswa yang mampu menjelaskan peristiwa baru dengan menggunakan
konsep yang telah dimiliki, berarti ia menerapkan prinsip yang telah dipelajarinya. Begitu
pula apabila siswa menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru.
Contohnya setelah melakukan percobaan tentang titrasi tentulah kita menetukan titik akhir
titrasi mengunakan prinsip :
M1V1 = M2V2
di sini barulah siswa dapat menghitung konsentrasi dari larutan pada buret selanjutnya
digunakan untuk menentukan pH.
i. Mengajukan pertanyaan
Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan tentang apa, mengapa,
bagaimana ataupun menanyakan latar belakang hipotesis. Pertanyaan yang meminta
penjelasan tentang pembahasan ekosistem menunjukkan bahwa siswa ingin mengetahui
dengan jelas tentang hal itu. Pertanyaan yang bisa diajukan misalnya ”Apa yang
menyebabkan terjadinya perubahan warna pada larutan pada saat proses titrasi?”
C. Literasi Sains
1. Pengertian Literasi Sains
Literasi sains adalah pengetahuan dan pemahaman konsep dan proses ilmiah yang
diperlukan untuk pengambilan keputusan personal, partisipasi dalam kegiatan publik dan
budaya, dan produktivitas ekonomi. Dengan literasi sains dimaksudkan bahwa seorang dapat
bertanya, menemukan, atau menentukan jawaban terhadap pertanyaan yang diturunkan dari
rasa ingin tahu tentang pengalaman sehari-hari. Hal itu berarti bahwa seseorang memiliki
kemampuan untuk memerikan (describe), menjelaskan, dan memprediksi fenomena alam.
Memiliki literasi sains berarti mampu membaca dengan paham artikel-artikel tentang IPA
(sains). Holbrook (2009) dalam jurnalnya The meaning of science, menyatakan literasi sains
berarti penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen
belajar dalam diri agar dapat memberi kontribusi pada lingkungan sosial.
Literasi sains atau scientific literacy didefinisikan PISA sebagai kapasitas untuk
menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan untuk
menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membantu membuat
keputusan berkenaan dengan alam dan perubahannya karena aktivitas manusia. Literasi sains
dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi semua siswa,
apakah meneruskan mempelajari sains atau tidak setelah itu. Berpikir ilmiah merupakan
12
tuntutan warga negara, bukan hanya ilmuwan. Keinklusifan literasi sains sebagai suatu
kompetensi umum bagi kehidupan merefleksikan kecenderungan yang berkembang pada
pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan teknologis. Definisi yang digunakan dalam PISA tidak
termasuk bahwa orang-orang dewasa di masa yang akan datang akan memerlukan cadangan
pengetahuan ilmiah yang banyak. Yang penting adalah siswa dapat berpikir secara ilmiah
tentang bukti yang akan mereka hadapi.
2. Dimensi Literasi Sains
PlSA (2000, 2003, 2006) mengembangkan tiga dimensi literasi sains, yaitu konsep
ilmiah (scientific concepts), proses ilmiah (scientific processes), serta situasi ilmiah dan area
aplikasi (scientific cantert and areas of application).
a. "Content" literasi sains
Pada dimensi konsep ilmiah atau scientific concepts siswa perlu menangkap sejumlah
konsep kunci atau esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu dan perubahanperubahan yang terjadi akibat kegiatan manusia. Hal tersebut merupakan gagasan besar
pemersatu yang membantu menjelaskan aspek-aspek lingkungan fisik.PISA mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mempersatukan konsep-konsep fisika, kimia, biologi, ilmu bumi
dan antariksa.
b. “Process” literasi sains
PISA mengases kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman ilmiah,
seperti kemampuan siswa untuk mencari, menafsirkan dan memperlakukan bukti-bukti. PISA
menguji lima proses semacam itu, yakni: mengenali pertanyaan ilmiah (i), mengidentifikasi
bukti (ii), menarik kesimpulan (iii), mengomunikasikan kesimpulan (iv), dan menunjukkan
pemahaman konsep ilmiah (v).
Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu
pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti
serta menerangkan kesimpulan. Termasuk dalam proses sains adalah mengenal jenis
pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains, mengenal bukti apa yang
diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan yang sesuai dengan
bukti yang ada.
c. “Context” literasi sains
Konteks literasi sains dalam PISA lebih ditekankan pada kehidupan sehari-hari daripada
kelas atau laboratorium. Sebagaimana dengan bentuk-bentuk literasi lainnya, konteks
melibatkan isu-isu yang penting dalam kehidupan secara umum seperti juga terhadap
kepedulian pribadi. Definisi modern tentang literasi sains (Rustaman, et al, 2004)
menekankan pentingnya mengenal dan memahami konteks aplikasi sains, serta mampu
mengaplikasikan sains dalam memecahkan masalah nyata yang dihadapinya, baik yang terkait
diri pribadi anak (contohnya nutrisi), komunitas lokal tempat anak berada (contohnya pasokan
air), maupun kehidupan di muka bumi secara lebih global (contohnya perubahan iklim).
PISA membagi bidang aplikasi sains ke dalam tiga kelompok, yakni kehidupan dan
kesehatan, bumi dan lingkungan, serta teknologi. Masalah dan isu sains dalam bidang tersebut
13
dapat terkait pada anak sebagai individu (seperti makanan dan penggunaan energi), bagian
dari masyarakat (seperti pembangkit listrik), dan warga dunia (seperti pemanasan global).
Konteks sains banyak jenisnya, sehingga tidak mungkin semua konteks sains dapat
digunakan untuk melatih siswa meningkatkan kompetensinya. PISA Nasional 2006 membagi
bidang aplikasi sains ke dalam lima kelompok, yakni kesehatan, sumber daya alam,
lingkungan, bahaya, dan penemuan baru. Bidang-bidang tersebut dalam literasi sains
mempunyai nilai penting bagi individu dan masyarakat dalam peningkatan kualitas hidup
secara berkelanjutan, serta dalam pengembangan kebijakan publik (Firman, 2007).
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lesson Study, Keterampilan Sains dan Literasi Sains adalah hal yang saling berkaitan.
Tiga komponen tersebut harus diterapkan dan diasah dalam pembelajaran. Lesson study dapat
digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan lebih
baik lagi dan semakin meningkatkan kompetensi siswa.
Lesson Study merupakan suatu pendekatan peningkatan kualitas pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru secara kolaboratif, dengan langkah-langkah pokok merancang
pembelajaran untuk mencapai tujuan, melaksanakan pembelajaran, mengamati pelaksanaan
pembelajaran tersebut, serta melakukan refleksi untuk mendiskusikan pembelajaran yang dikaji
tersebut untuk bahan penyempurnaan dalam rencana pembelajaran berikutnya. keterampilan
proses sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam
memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. literasi sains berarti
penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen belajar
dalam diri agar dapat memberi kontribusi pada lingkungan sosial.
B. Saran
Diharapkan kritikan serta saran yang membangun dari pembaca untuk hasil makalah yang
lebih baik lagi.
15
DAFTAR PUSTAKA
Catherine Lewis (2004) Does Lesson Study Have a Future in the United States?. Online: sowionline.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm
Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Firman, H. (2000). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung: Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
Lesson Study Research Group online: tc.edu/lessonstudy/whatislessonstudy.html
Lufri. 2007. Strategi Pembelajaran Biologi. Padang: Universitas Negeri Padang.
Rusman. 2010. Model-Model Pemebelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Bandung: Raja Grafindo Persada
Santyasa, I Wayan. 2009. “Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran”. Makalah disajikan
dalam Seminar Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran bagi Guru-guru TK,
Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Nusa Penida, Nusa Penida,
24 Januari 2009.
Slamet Mulyana. 2007. Lesson Study. Kuningan: LPMP-Jawa Barat
16
Download