MAKALAH METODOLOGI PEMBELAJARAN BIOLOGI LESSON STUDY, KETERAMPILAN SAINS, DAN LITERASI SAINS OLEH: KELOMPOK 7 RESMA WAHYUNI (18177026) YANTI ELFIKA DESTI (18177038) DOSEN PENGAMPU Dr. ZULYUSRI, M.P. PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI UNIVERSITAS NEGERI PADANG KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Lesson Study, Keterampilan Sains dan Literasi Sains. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metodologi Pembelajaran Biologi Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, karena beliau kita dapat mempelajari ilmu pengetahuan seperti saat ini. Dalam menyelesaikan makalah ini penulis tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari teman-teman dan pihak lainnya. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini, antara lain: 1. Ibu Dr. Zulyusri, M.P. selaku Dosen mata kuliah Metodologi Pembelajaran Biologi 2. Kedua Orang tua yang telah memberi ridho dan dukungannya kepada penulis. 3. Teman-teman yang telah turut membantu pembuatan makalah ini. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Penulis telah berusaha menghasilkan makalah ini sebaik mungkin, maka jika masih terdapat kekeliruan yang luput dari koreksi, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Padang, 18 Oktober 2018 i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................................. DAFTAR ISI............................................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... A. Latar Belakang ........................................................................................................ B. Rumusan Masalah ................................................................................................... C. Tujuan ...................................................................................................................... BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... BAB II PENUTUP .................................................................................................................. A. Kesimpulan .............................................................................................................. B. Saran......................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. ii i ii 1 1 2 2 3 15 15 15 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Umumnya pembelajaran dilakukan dalam bentuk satu arah. Guru lebih banyak ceramah di hadapan siswa sementara aktivitas siswa lebih banyak mendengarkan. Pelajaran yang disajikan guru kurang menantang siswa untuk berpikir. Akibatnya siswa tidak menyenangi pelajaran. Paradigma pembelajaran di kelas dewasa ini telah mengalami pergeseran orientasi. Semula, orientasi pembelajaran itu tidak lebih sekedar penyampaian informasi kepada peserta didik. Namun sekarang, pembelajaran lebih diutamakan untuk menggali potensi peserta didik, sehingga memancar daripadanya pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilannya (psikomotor). Adanya pergeseran paradigma itu menjadikan peran guru di kelas berubah, dari peran yang hanya penyampai informasi (transformator) kepada peran sebagai perantara (fasilitator dan mediator). Dengan kata lain, pergeseran dari teacher centered ke student centered. Adanya pergeseran paradigma tersebut, menuntut guru untuk lebih meningkatkan kompetensinya, baik sebagai seorang profesionalisme maupun sebagai seorang craftmant (tenaga ahli dan terampil). Untuk mengatasi hal-hal tersebut guru perlu melakukan lesson study, sehingga guru dapat melakukan review terhadap kinerjanya yang selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki kinerjanya. Lesson Study (LS) atau Kajian Pembelajaran adalah suatu pendekatan peningkatan pembelajaran yang awal mulanya berasal dari Jepang. LS menyediakan suatu proses untuk berkolaborasi dan merancang lesson (pembelajaran) dan mengevaluasi kesuksesan strategistrategi mengajar yang telah diterapkan sebagai upaya meningkatkan proses dan perolehan belajar siswa. Dalam proses-proses LS tersebut, fokus utama di dalam kelas adalah aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa di dalam kelas, tentu harus di dukung oleh beberapa aspek. Baik itu segi pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa. Hal yang paling rasional dapat dilakukan adalah siswa harus memahami metodologi kerja sains dan memiliki keterampilan dalam kerja ilmiah atau keterampilan sains. Dengan hal itu, siswa memiliki kompetensi untuk dapat mengembangkan sendiri pengetahuannya. Agar pada suatu saat, siswa mungkin saja dapat memberi kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Salah satu ilmu pengetahuan yang ada adalah ilmu pengetahuan alam (IPA). Pendidikan IPA atau pendidikan sains pada hakekatnya merupakan upaya pemahaman, penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang hakekat sains melalui pembelajaran. Sains pada hakekatnya merupakan ilmu dan pengetahuan tentang fenomena alam yang meliputi produk dan proses. Untuk menilai apakah IPA diimplementasikan di Indonesia, kita dapat melihat hasil literasi IPA anak-anak Indonesia. Hal ini mengingat arti literasi sains/IPA (scientific literacy) itu sendiri yang ditandai dengan kerja ilmiah, dan tiga dimensi besar literasi sains yang ditetapkan oleh PISA, yaitu konten IPA, proses IPA, dan konteks IPA. 1 Pentingnya literasi sains bagi setiap orang sebagai warga masyarakat, warga negara dan warga dunia sudah disadari orang-orang di negara-negara maju. Setiap warga negara perlu memiliki tingkat literasi sains agar dapat bertahan hidup di alam maupun di tempatnya bekerja berbekal pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya. Literasi sains berarti mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi sains melibatkan sains sekolah untuk kehidupan sehari-hari peserta didik untuk pengambilan keputusan dalam masyarakat. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Lesson Study ? 2. Apa ciri-ciri Lesson Study ? 3. Apa manfaat Lesson Study ? 4. Apa tahap-tahap Lesson Study ? 5. Bagaimana Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran? 6. Apa pengertian Keterampilan Proses Sains? 7. Apa kelebihan Keterampilan Proses Sains? 8. Apa jenis-jenis Keterampilan Proses Sains dan Bagaimana Karakteristiknya? 9. Apa pengertian Literasi Sains? 10. Apa dimensi Literasi Sains? C. Tujuan 1. Mengetahui pengertian Lesson Study 2. Mengetahui ciri-ciri Lesson Study 3. Mengetahui manfaat Lesson Study 4. Mengetahui tahap-tahap Lesson Study 5. Mengetahui Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran 6. Mengetahui pengertian Keterampilan Proses Sains 7. Mengetahui kelebihan Keterampilan Proses Sains 8. Mengetahui jenis-jenis Keterampilan Proses Sains dan Bagaimana Karakteristiknya 9. Mengetahui pengertian Literasi Sains 10. Mengetahui dimensi Literasi Sains 2 BAB II PEMBAHASAN A. Lesson Study 1. Pengertian Lesson Study Lesson study (LS) yaitu terjemahan dari bahasa jepang yaitu Jugyokenkyu, yang berasal dari dua kata yaitu jugyo yang berarti lesson atau pembelajaran dan kenkyu yang berarti study atau pengkajian. Dengan demikian LS merupakan study atau pengkajian terhadap pembelajaran (Rusman, 2011). Hendayana, (2009: 5) mengungkapkan bahwa Lesson study adalah model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sumber lain (Handout LS PPL Universitas Negeri Malang) menyatakan Lesson Study merupakan suatu pendekatan peningkatan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru secara kolaboratif, dengan langkahlangkah pokok merancang pembelajaran untuk mencapai tujuan, melaksanakan pembelajaran, mengamati pelaksanaan pembelajaran tersebut, serta melakukan refleksi untuk mendiskusikan pembelajaran yang dikaji tersebut untuk bahan penyempurnaan dalam rencana pembelajaran berikutnya. Slamet Mulyana (2007) juga memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Terkait dengan penyelenggaraan Lesson Study, Slamet Mulyana mengetengahkan tentang dua tipe penyelenggaraan Lesson Study, yaitu Lesson Study berbasis sekolah dan Lesson Study berbasis MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran). Lesson Study berbasis sekolah dilaksanakan oleh semua guru dari berbagai bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan. dengan tujuan agar kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan Lesson Study berbasis MGMP merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh kelompok guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman kajian tentang proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, yang dapat dilaksanakan pada tingkat wilayah, kabupaten atau mungkin bisa lebih diperluas lagi. Lufri (2007) menyatakan bahwa LS adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan belajar bersama (mutual learning) untuk membangun masyarakat belajar (learning community. Dengan demikian, LS bukan metoda atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan LS dapat menerapkan berbagai metoda/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. LS dapat dilakukan oleh sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu perencanaan (planning), implementasi (action) pembelajaran dan observasi 3 serta refleksi (reflection) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran Sehingga dapat disimpulkan bahwa Lesson Study merupakan suatu pendekatan peningkatan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru secara kolaboratif, dengan langkah-langkah pokok merancang pembelajaran untuk mencapai tujuan, melaksanakan pembelajaran, mengamati pelaksanaan pembelajaran tersebut, serta melakukan refleksi untuk mendiskusikan pembelajaran yang dikaji tersebut untuk bahan penyempurnaan dalam rencana pembelajaran berikutnya. Fokus utama pelaksanaanlesson study adalah aktivitas siswa di kelas, dengan asumsi bahwa aktivitas siswa tersebut terkait dengan aktivitas guru selama mengajar di kelas. Lesson study sendiri bukan merupakan metode atau strategi pembelajaran tetapi kegiatan lesson study dapat menerapkan metode atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang dihadapi guru. 2. Ciri-ciri Lesson Study Konteks sains banyak jenisnya, sehingga tidak mungkin semua konteks sains dapat digunakan untuk melatih siswa meningkatkan kompetensinya. PISA Nasional 2006 membagi bidang aplikasi sains ke dalam lima kelompok, yakni kesehatan, sumber daya alam, lingkungan, bahaya, dan penemuan baru (lihat Tabel 1.2). Bidang-bidang tersebut dalam literasi sains mempunyai nilai penting bagi individu dan masyarakat dalam peningkatan kualitas hidup secara berkelanjutan, serta dalam pengembangan kebijakan publik (Firman, 2007).. 3. Manfaat Lesson Study Adapun manfaat LS menurut Lewis (2002) dalam Santyasa 2009 adalah sebagai berikut: a. LS Memungkinkan Guru Memikirkan Dengan Cermat Mengenai Tujuan Pembelajaran, Materi Pokok, dan Bidang Studi LS tidak hanya memperhatikan pembelajaran untuk satu kali pertemuan atau satu pokok bahasan saja, melainkan bagaimana membelajarkan satu unit materi pokok dan bahkan bidang studi, dan juga memperhatikan perkembangan siswa dalam jangka panjang. Karena itu, ketika memilih bidang kajian akademis dan topik LS, guru sering (a) menargetkan dalam mengatasi kelemahan siswa dalam belajar, (b) memilih topik yang bagi guru sulit mengajarkannya, (c) memilih subjek terkini, misalnya aspek kebaharuan segi isi, teknologi, dan pendekatan pembelajaran, (d) memusatkan perhatian pada hal terpenting yang mendasar yang berpengaruh terhadap pembelajaran lainnya (misalnya bahasa dan matematika). b. LS Memungkinkan Guru Mengkaji dan Mengembangkan Pembelajaran yang Terbaik yang Dapat Dikembangkan 4 Melalui LS, guru dapat mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang terbaik, misalnya guru mampu menghasilkan produk buku. Buku-buku tersebut memuat tujuan jangka panjang yang ingin dicapai, filosofi pembelajaran yang dianut, rancangan pembelajaran dan rancangan seluruh unit, contoh hasil kerja siswa, hasil refleksi mengenai kekuatan dan kesulitan dalam pembelajaran, serta petunjuk praktis bagi guru lain yang ingin mencoba pembelajaran tersebut. Dalam hal ini, guru yang lain tidak hanya diharapkan mencoba membelajarkan, tetapi yang lebih penting mereka sedapat mungkin menambah, menguji, dan melaporkan perbaikan yang mereka lakukan. Proses tersebut akan bermuara pada peningkatan kualitas pembelajaran. c. LS Memungkinkan Guru Memperdalam Pengetahuan Mengenai Materi Pokok Yang Diajarkan LS juga memperdalam pengetahuan guru mengenai materi pokok yang diajarkan. Dengan melaksanakan LS, guru dapat mengidentifikasi dan mengorganisasi informa siapa yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah pembelajaran yang menjadi fokus kajian dalam LS. Melalui LS guru secara bersama-sama berkesempatan untuk memikirkan pengetahuan yang dianggap penting, apa saja yang belum mereka ketahui mengenai hal itu, dan berusaha mencari informasi yang mereka perlukan untuk membelajarkan siswa. d. LS Memungkinkan Guru Memikirkan Secara Mendalam Tujuan Jangka Panjang Yang Akan Dicapai Yang Berkaitan dengan Siswa LS dapat memberi kesempatan kepada guru untuk mempertimbangkan kualitas ideal yang ingin dikuasai oleh siswa pada saat mereka lulus, kualitas apa yang dimiliki siswa saat sekarang, dan bagaimana mengatasi kesenjangan yang ada di antaranya. Guru sering menerjemahkan kualitas ideal yang diharapkan dimiliki oleh para siswa itu adalah dalam bentuk kecakapan hidup. Kecakapan-kecakapan hidup yang dimaksud, misalnya sikap menghargai persahabatan, mengembangkan perspektif, dan cara berpikir dalam menikmati sains. e. LS Memungkinkan Guru Merancang Pembelajaran Secara Kolaboratif LS memberi kesempatan kepada guru secara kolaboratif merancang pembelajaran. Menurut Lewis (2002), rata-rata guru di Jepang mengamati sekitar 10 pembelajaran yang diteliti setiap tahun. Guru di Jepang mempersepsi bahwa aktivitas kolaboratif sangat menguntungkan. Aktivitas kolaboratif dapat memberikan kesempatan kepada guru untuk memikirkan pembelajarannya sendiri setelah mempertimbangkannya dengan pengalaman yang dilakukan oleh guru yang lain. Melalui LS guru dapat saling membelajarkan melalui aktivitas-aktivitas shared knowledge. f. LS Memungkinkan Guru Mengkaji Secara Cermat Cara dan Proses Belajar Serta Tingkah Laku Siswa LS memberi kesempatan kepada guru untuk mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta aktivitas siswa. Fokus LS hendaknya diarahkan pada peningkatan pembelajaran melalui pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa. Pengamatan tersebut bertujuan untuk menemukan cara-cara untuk meningkatkan kegiatan belajar dan kegiatan 5 berpikir siswa, bukan pada kegiatan guru. Oleh sebab itu, aktivitas LS sesungguhnya buka menyalahkan guru atau mengkritik kesalahan guru. Di dalam LS, guru perlu mencari bukti bahwa siswa memang belajar, termotivasi, dan berkembang. Berdasarkan data yang dikumpulkan, guru dapat melihat pembelajarannya melalui tanggapan siswa. Untuk memperoleh respon siswa tersebut, pertanyaan yang dapat diajukan, adalah: bagaimana pemahaman siswa mengenai materi pembelajarannya? Apakah siswa tertarik untuk belajar? Apakah mereka memperhatikan ide siswa lainnya? Secara singkat, ada 5 hal penting terkait dengan data siswa yang perlu dikumpulkan,yaitu hasil belajar akademis, motivasi dan persepsi, tingkah laku sosial, sikap terhadap belajar, dan interaksi guru-siswa dalam proses pembelajaran. g. LS Memungkinkan Guru Mengembangkan Pengetahuan Pedagogis Yang Kuat Penuh Daya LS dapat memberi peluang kepada guru untuk mengembangkan pengetahuan pedagogis secara optimal. Hal ini disebabkan karena melalui LS guru secara terus menerus berupaya untuk mengembangkan dan meningkatkan strategi pembelajaran yang dapat diterapkan untuk menerjemahkan kurikulum. Guru dapat secara terus menerus memikirkan bagaimana kualitas pertanyaan yang mampu dipecahkan oleh siswa dalam pembelajaran. Pertanyaan tersebut diharapkan dapat memotivasi siswa untuk mempertahankan minat belajarnya secara konsisten. Guru juga memikirkan bagaimana menggunakan debat agar mampu memaksimalkan partisipasi siswa dalam diskusi dan bagaimana mendorong siswa untuk dapat membuat catatan yang baik dan melakukan refleksi diri. h. LS Memungkinkan Guru Melihat Hasil Pembelajaran Sendiri Melalui Respon Siswa dan Tanggapan Para Kolega LS memberi kesempatan kepada guru melihat hasil pembelajarannya sendiri melalui respon siswa dan tangapan para kolega. Data yang diberikan oleh kolega menjadi “cermin” bagi guru yang melaksanakan LS. Kolega dapat membantu guru mencatat kegiatan diskusi dalam kelompok kecil, menghitung jumlah siswa yang angkat tangan, atau mencatat pertanyaan dan jawaban guru. Guru pelaksana LS dapat pula memita kepada kolega untuk mencatat interaksi siswa, misalnya difokuskan pada interaksi 3 orang siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, dan menilai karya mereka. Dengan cara ini, guru dapat melihat bagaimana siswa mengalami pembelajaran yang efektif. 4. Tahap-tahap Lesson Study Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalamLesson Study, yaitu : (1) Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do) dan (3) Refleksi (See) a. Plan (perencanaan pembelajaran) Setelah sebelumnya melakukan telaah kurikulum serta merumuskan tujuan pembelajaran dan tujuan pengembangan siswa, langkah awal dalam rangkaian lesson study adalah merancang pembelajaran untuk mencapai tujuan dalam wujud perangkat pembelajaran, termasuk di antaranya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Kegiatan 6 ini dilakukan secara kolaboratif antara mahasiswa praktikan, dosen pembimbing lapangan, dan guru pamong. b. Do (pelaksanaan dan pengamatan pembelajaran) Langkah ini dimaksudkan untuk melaksanakan pembelajaran di kelas berdasarkan perangkat pembelajaran yang telah disiapkan sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan oleh salah seorang dari mahasiswa praktikan yang terlibat dalam kegiatan perencanaan pembelajaran tersebut. Bersamaan dengan pelaksanaan pembelajaran, dilakukan pula pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran tersebut. Pengamatan ini dilakukan oleh mahasiswa praktikan dalam satu bidang studi yang sama, guru pamong, dan dosen pembimbing lapangan. Pengamatan dapat pula melibatkan mahasiswa/guru dalam bidang studi serumpun maupun bidang studi lain. Pada saat melakukan pengamatan (see), perhatian difokuskan kepada perilaku siswa di kelas (bukan pada aktivitas mengajar guru). c. See (refleksi pembelajaran) Setelah melaksanakan pembelajaran dan mengamatinya, seluruh pihak yang terlibat dalam aktivitas pengamatan melakukan refleksi untuk mendiskusikan pembelajaran yang dikaji tersebut dan menyempurkannya, serta merencanakan pembelajaran berikutnya. Dalam tahap refleksi ini, pembahasan tidak dimaksudkan untuk mengomentari aktivitas guru ketika melaksanakan pembelajaran, melainkan lebih diarahkan pada hasil pengamatan terhadap perilaku siswa selama proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian tidak ada komentar terhadap perilaku guru ketika mengajar, namun diharapkan berdasarkan refleksi pengamat terhadap perilaku siswa tersebut, guru model akan dapat merefleksi dirinya sendiri. Hasil maksimal akan diperoleh apabila ketiga tahap di atas dilaksanakan secara utuh dan berkesinambungan. Melalui kegiatan lesson study ini kelemahan guru model pada setiap tahap pembelajaran yang dilaksanakan dapat diperbaiki dan disempurnakan. Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University of Wisconsin-La Crosse mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu: a. Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study. b. Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study. c. Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons. d. Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, mengumpulkan buktibukti dari pembelajaran siswa. e. Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam pencapaian tujuan belajar siswa 7 f. Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan ke-2 sampai dengan tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada. 5. Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran LS dapat meningkatkan profesinalisme guru, maka pelaksanaan LS secara berkesinambungan diyakini dapat meningkatkan praktik-praktik pembelajaran sehari-hari. Peningkatan praktik-praktik pembelajaran akan bermuara pada peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Menurut Santyasa (2009) dalam praktik pembelajaran secara operasional LS dapat dilaksanakan melalui enam tahapan yaitu: a. Membentuk kelompok LS Pada tahapan pertama ini, ada empat langkah kegiatan yang dapat dilakukan, sebagai berikut. 1) Merekrut anggota kelompok dari guru, dosen, pejabat pendidikan, dan pemerhati pendidikan. 2) Membuat komitmen untuk menyediakan waktu khusus guna mewujudkan atau mengimplementasikan LS. 3) Menyusun jadwal pertemuan tertentu mengingat pertemuan sangat sering dan beragam. 4) Menyetujui aturan main kelompok, antara lain bagaimana cara mengambil keputusan kelompok, bagaimana membagi tanggung jawab antaranggota kelompok, penggunaan waktu, dan bagaimana menyampaikan saran, termasuk bagaimana menetapkan siapa yang menjadi fasilitator diskusi. b. Memfokuskan LS 1) Menyepakati tema penelitian untuk LS. Tema penelitian dipilih dengan memperhatikan tiga hal. Pertama, bagaimana kualitas aktual para siswa saat sekarang. Kedua, apa kualitas ideal para siswa yang diinginkan di masa mendatang. Ketiga, adakah kesenjangan antara kualitas ideal dan kualitas aktual para siswa yang menjadi sasaran LS. 2) Memilih mata pelajaran untuk LS. Sebagai panduan memilih mata pelajaran dapat menggunakan pertanyaan berikut. Pertama, mata pelajaran apa yang paling sulit bagi siswa. Kedua, mata pelajaran apa yang paling sulit diajarkan oleh guru. Ketiga, mata pelajaran apa yang ada pada kurikulum baru yang ingin dikuasai dan dipahami oleh guru. 3) Memilih topik (unit) dan pelajaran (lesson). Topik yang dipilih sebaiknya adalah topik yang selalu sulit bagi siswa atau tidak disukai siswa, topik yang sulit diajarkan atau tidak disukai guru, atau topik yang baru dalam kurikulum. Setelah topik dipilih selanjutnya menetapkan tujuan topik tersebut. Berdasarkan tujuan topik ini ditetapkan beberapa pelajaran yang akan menunjang tercapainya tujuan topik tersebut. c. Merencanakan research lesson Dalam merencanakan suatu RL, dilaksanakan tiga langkah kegiatan sebagai berikut. 8 1) Mengkaji pelajaran-pelajaran yang sedang berlangsung atau yang sudah ada. 2) Mengembangkan suatu rencana untuk memandu belajar. Rencana untuk memandu siswa belajar akan memandu pelaksanaan pembelajaran, pengamatan, dan diskusi tentang RL serta mengungkap temuan yang muncul selama LS berlangsung. 3) Mengundang pakar dari luar (bila memungkinkan). Pakar bisa dari guru, dosen, atau peneliti yang memiliki pengetahuan tentang bidang studi dan atau bagaimana membelajarkannya. d. Membelajarkan dengan mengamati research lesson RL yang telah direncanakan sudah dapat diimplementasikan dan diamati. Salah satu guru yang telah disepakati ditunjuk untuk membelajarkan pelajaran (lesson) yang sudah ditetapkan, sedangkan anggota kelompok lain sebagai pengamat. Pengamat berbagi tugas dan tugas utamanya adalah hanya untuk mempelajari pembelajaran yang berlangsung, bukan membantu siswa. Untuk mendokumentasikan research lesson dapat dilakukan dengan menggunakn audiotape, vediotape, handycam, kamera, karya siswa, dan catatan observasi naratif. e. Mendiskusikan dan menganalisis research lesson RL yang sudah diimplementasikan perlu didiskusikan dan dianalisis. Diskusi dan analisis diharapkan memuat hal-hal sebagai berikut: refleksi instruktur, latar belakang anggota kelompok LS, presentasi dan diskusi tentang data dari RL. f. Merefleksikan LS dan merencanakan tahapan berikutnya Dalam merefleksikan LS perlu dipikirkan tentang apa yang sudah berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana dan apa yang masih perlu diperbaiki. Selanjutnya perlu juga dipikirkan apa yang harus dilakukan kelompok LS. . B. Keterampilan Sains 1. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan merupakan kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Proses didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan penelitian. Menurut Rustaman (2003), keterampilan proses adalah keterampilan yang melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Keterampilan sosial juga terlibat dalam keterampilan proses karena mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, misalnya 9 mendiskusikan hasil pengamatan. Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman belajar. Melalui pengalaman langsung, seseorang dapat lebih menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan. Keterampilan proses sains (KPS) adalah perangkat kemampuan kompleks yang biasa digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke dalam rangkaian proses pembelajaran. Menurut Dahar (1996), keterampilan proses sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. 2. Kelebihan Keterampilan Proses Sains Menurut Dimyati (2009), kelebihan KPS adalah: a. KPS dapat memberikan rangsangan ilmu pengetahuan, sehingga siswa dapat memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan dengan baik. b. Memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan siswa menjadi lebih aktif. c. KPS membuat siswa menjadi belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus. 3. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains dan Karakteristiknya Keterampilan proses terdiri dari sejumiah keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing-masing keterampilan tersebut (Nuryani,1995). a. Melakukan pengamatan (observasi) Mengamati adalah proses pengumpulan data tentang fenomena atau peristiwa dengan menggunakan inderanya. Untuk dapat menguasai keterampilan proses mengamati, siswa harus menggunakan sebanyak mungkin inderanya, yakni melihat, mendengar, merasakan, mencium dan mencicipi di mana hal tersebut sangat dituntut dalam belajar IPA. Dengan demikian dapat mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dan memadai. Contohnya, pada titrasi 20 ml HCl dengan masing-masing 10 ml, 20 ml, dan 30 ml NaOH. Diamati dengan melihat perubahan warna. Dimana titrasi 20 ml HCl dengan 10 ml NaOH belum terjadi perubahan warna. 20 ml HCl dengan 20 ml NaOH sudah terjadi perubahan warna sedangkan pada 20 ml HCl dengan 30 ml NaOH terjadi perubahan warna yang sangat pekat. b. Menafsirkan pengamatan (interpretasi) Menafsirkan hasil pengamatan ialah menarik kesimpulan sementara dari data yang dicatatnya. Hasil-hasil pengamatan tidak akan berguna bila tidak ditafsirkan. Karena itu, dari mengamati langsung, lalu mencatat setiap pengamatan secara terpisah, kemudian menghubung-hubungkan hasil-hasil pengamatan tentang bentuk alat-alat, perubahan 10 warna menunjukkan bahwa siswa melakukan interpretasi. Selanjutnya siswa mencoba menemukan pola dalam suatu seri pegamatan, dan akhirnya membuat kesimpulan.Contohnya, ketika terjadinya perubahan warna pada titrasi maka terjadi titik akhir titrasi. c. Mengelompokkan (klasifikasi) Mengelompokkan adalah suatu sistematika yang digunakan untuk menggolongkan sesuatu berdasarkan syarat-syarat tertentu. Sejumlah besar objek, peristiwa, dan segala yang ada dalam kehidupan di sekitar, lebih mudah dipelajari apabila dilakukan dengan cara menentukan berbagai jenis golongan. Penggolongan mahluk hidup dilakukan setelah siswa mengenali ciri-cirinya. Dengan demikian dalam proses mengelompokkan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan, dan mencari dasar penggolongan. Contohnya, pada titrasi belum terjadi perubahan warna maka sebelum titik akhir titrasi, sudah terjadi perubahan warna maka terjadi titik akhir titrasi dan perubahan warna yang sangat jenuh maka setelah titik akhir titrasi. d. Meramalkan (prediksi) Meramalkan adalah memperkirakan berdasarkan pada data hasil pengamatan yang reliabel (Firman, 2000).Keterampilan meramalkan atau prediksi mencakup, keterampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola vang sudah ada. Memperkirakan bahwa pada titrasi 50 ml NaCl dengan 50 ml NaOH maka terjadi titik akhir titrasi. e. Berkomunikasi Firman (2000), keterampilan berkomunikasi adalah keterampilan menyampaikan gagasan atau hasil penemuannya kepada orang lain.Membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil percobaan termasuk berkomunikasi dalam pembelajaran IPA. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel atau diagram juga termasuk berkomunikasi.Selain itu termasuk ke dalam berkomunikasi juga adalah menjelaskan hasil percobaan secara sistematis dan jelas. f. Berhipotesis Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variable, atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis diungkapkan cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya. Contoh pada saat percobaan dapat dibuat hipotesis tentang faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan warna pada titrasi adalah penambahan indikator seperti PP,MO. g. Merencanakan percobaan atau penyelidikan Beberapa kegiatan menggunakan pikiran termasuk ke dalam keterampilan proses merencanakan penyelidikan. Apabila dalam lembar kegiatan siswa tidak dituliskan alat dan bahan secara khusus, tetapi tersirat dalam masalah yang dikemukakan, berarti siswa diminta merencanakan dengan cara menentukan alat dan bahan untuk penyelidikan tersebut.Selanjutnya, siswa harus dapat menentukan variabel-variabel, menentukan 11 variabel yang harus dibuat tetap, dan variabel mana yang berubah.Demikian pula siswa perlu untuk menentukan apa yang akan diamati, diukur, atau ditulis, menentukan cara dan langkah-langkah kerja. Selanjutnya siswa dapat pula menentukan bagaimana mengolah hasil-hasil pengamatan untuk dapat disimpulkan, maka dalam merencanakan penyelidikan pun terlibat kegiatan menentukan cara mengolah data sebagai bahan untuk menarik kesimpulan. h. Menerapkan konsep atau prinsip Seseorang siswa yang mampu menjelaskan peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki, berarti ia menerapkan prinsip yang telah dipelajarinya. Begitu pula apabila siswa menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru. Contohnya setelah melakukan percobaan tentang titrasi tentulah kita menetukan titik akhir titrasi mengunakan prinsip : M1V1 = M2V2 di sini barulah siswa dapat menghitung konsentrasi dari larutan pada buret selanjutnya digunakan untuk menentukan pH. i. Mengajukan pertanyaan Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan tentang apa, mengapa, bagaimana ataupun menanyakan latar belakang hipotesis. Pertanyaan yang meminta penjelasan tentang pembahasan ekosistem menunjukkan bahwa siswa ingin mengetahui dengan jelas tentang hal itu. Pertanyaan yang bisa diajukan misalnya ”Apa yang menyebabkan terjadinya perubahan warna pada larutan pada saat proses titrasi?” C. Literasi Sains 1. Pengertian Literasi Sains Literasi sains adalah pengetahuan dan pemahaman konsep dan proses ilmiah yang diperlukan untuk pengambilan keputusan personal, partisipasi dalam kegiatan publik dan budaya, dan produktivitas ekonomi. Dengan literasi sains dimaksudkan bahwa seorang dapat bertanya, menemukan, atau menentukan jawaban terhadap pertanyaan yang diturunkan dari rasa ingin tahu tentang pengalaman sehari-hari. Hal itu berarti bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk memerikan (describe), menjelaskan, dan memprediksi fenomena alam. Memiliki literasi sains berarti mampu membaca dengan paham artikel-artikel tentang IPA (sains). Holbrook (2009) dalam jurnalnya The meaning of science, menyatakan literasi sains berarti penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen belajar dalam diri agar dapat memberi kontribusi pada lingkungan sosial. Literasi sains atau scientific literacy didefinisikan PISA sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membantu membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahannya karena aktivitas manusia. Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi semua siswa, apakah meneruskan mempelajari sains atau tidak setelah itu. Berpikir ilmiah merupakan 12 tuntutan warga negara, bukan hanya ilmuwan. Keinklusifan literasi sains sebagai suatu kompetensi umum bagi kehidupan merefleksikan kecenderungan yang berkembang pada pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan teknologis. Definisi yang digunakan dalam PISA tidak termasuk bahwa orang-orang dewasa di masa yang akan datang akan memerlukan cadangan pengetahuan ilmiah yang banyak. Yang penting adalah siswa dapat berpikir secara ilmiah tentang bukti yang akan mereka hadapi. 2. Dimensi Literasi Sains PlSA (2000, 2003, 2006) mengembangkan tiga dimensi literasi sains, yaitu konsep ilmiah (scientific concepts), proses ilmiah (scientific processes), serta situasi ilmiah dan area aplikasi (scientific cantert and areas of application). a. "Content" literasi sains Pada dimensi konsep ilmiah atau scientific concepts siswa perlu menangkap sejumlah konsep kunci atau esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu dan perubahanperubahan yang terjadi akibat kegiatan manusia. Hal tersebut merupakan gagasan besar pemersatu yang membantu menjelaskan aspek-aspek lingkungan fisik.PISA mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mempersatukan konsep-konsep fisika, kimia, biologi, ilmu bumi dan antariksa. b. “Process” literasi sains PISA mengases kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman ilmiah, seperti kemampuan siswa untuk mencari, menafsirkan dan memperlakukan bukti-bukti. PISA menguji lima proses semacam itu, yakni: mengenali pertanyaan ilmiah (i), mengidentifikasi bukti (ii), menarik kesimpulan (iii), mengomunikasikan kesimpulan (iv), dan menunjukkan pemahaman konsep ilmiah (v). Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. Termasuk dalam proses sains adalah mengenal jenis pertanyaan yang dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains, mengenal bukti apa yang diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan yang sesuai dengan bukti yang ada. c. “Context” literasi sains Konteks literasi sains dalam PISA lebih ditekankan pada kehidupan sehari-hari daripada kelas atau laboratorium. Sebagaimana dengan bentuk-bentuk literasi lainnya, konteks melibatkan isu-isu yang penting dalam kehidupan secara umum seperti juga terhadap kepedulian pribadi. Definisi modern tentang literasi sains (Rustaman, et al, 2004) menekankan pentingnya mengenal dan memahami konteks aplikasi sains, serta mampu mengaplikasikan sains dalam memecahkan masalah nyata yang dihadapinya, baik yang terkait diri pribadi anak (contohnya nutrisi), komunitas lokal tempat anak berada (contohnya pasokan air), maupun kehidupan di muka bumi secara lebih global (contohnya perubahan iklim). PISA membagi bidang aplikasi sains ke dalam tiga kelompok, yakni kehidupan dan kesehatan, bumi dan lingkungan, serta teknologi. Masalah dan isu sains dalam bidang tersebut 13 dapat terkait pada anak sebagai individu (seperti makanan dan penggunaan energi), bagian dari masyarakat (seperti pembangkit listrik), dan warga dunia (seperti pemanasan global). Konteks sains banyak jenisnya, sehingga tidak mungkin semua konteks sains dapat digunakan untuk melatih siswa meningkatkan kompetensinya. PISA Nasional 2006 membagi bidang aplikasi sains ke dalam lima kelompok, yakni kesehatan, sumber daya alam, lingkungan, bahaya, dan penemuan baru. Bidang-bidang tersebut dalam literasi sains mempunyai nilai penting bagi individu dan masyarakat dalam peningkatan kualitas hidup secara berkelanjutan, serta dalam pengembangan kebijakan publik (Firman, 2007). 14 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Lesson Study, Keterampilan Sains dan Literasi Sains adalah hal yang saling berkaitan. Tiga komponen tersebut harus diterapkan dan diasah dalam pembelajaran. Lesson study dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan lebih baik lagi dan semakin meningkatkan kompetensi siswa. Lesson Study merupakan suatu pendekatan peningkatan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru secara kolaboratif, dengan langkah-langkah pokok merancang pembelajaran untuk mencapai tujuan, melaksanakan pembelajaran, mengamati pelaksanaan pembelajaran tersebut, serta melakukan refleksi untuk mendiskusikan pembelajaran yang dikaji tersebut untuk bahan penyempurnaan dalam rencana pembelajaran berikutnya. keterampilan proses sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. literasi sains berarti penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen belajar dalam diri agar dapat memberi kontribusi pada lingkungan sosial. B. Saran Diharapkan kritikan serta saran yang membangun dari pembaca untuk hasil makalah yang lebih baik lagi. 15 DAFTAR PUSTAKA Catherine Lewis (2004) Does Lesson Study Have a Future in the United States?. Online: sowionline.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Firman, H. (2000). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI Lesson Study Research Group online: tc.edu/lessonstudy/whatislessonstudy.html Lufri. 2007. Strategi Pembelajaran Biologi. Padang: Universitas Negeri Padang. Rusman. 2010. Model-Model Pemebelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Bandung: Raja Grafindo Persada Santyasa, I Wayan. 2009. “Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran”. Makalah disajikan dalam Seminar Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran bagi Guru-guru TK, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Nusa Penida, Nusa Penida, 24 Januari 2009. Slamet Mulyana. 2007. Lesson Study. Kuningan: LPMP-Jawa Barat 16