LAPORAN KEGIATAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM) PENANGGULANGAN BALITA GIZI KURANG DAN GIZI BURUK KELURAHAN PANJER Disusun Oleh: dr. Padrepio Ragil Rahadi Pembimbing: dr. Rahmi Asfiyatul Jannah UPTD UNIT PUSKESMAS KEBUMEN I KABUPATEN KEBUMEN 2017 BAB I LATAR BELAKANG Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Tidak ada satu jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu mengkonsumsi anekaragam makanan; kecuali bayi umur 0-4 bulan yang cukup mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-4 bulan, ASI adalah satu-satunya makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan sehat. Program Perbaikan Gizi merupakan bagian integral dari Program Kesehatan yang mempunyai peranan penting dalam menciptakan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tinginya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Program perbaikan gizi harus dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan. Hal ini dilakukan melalui suatu rangkaian upaya terus menerus mulai dari perumusan masalah, penetapan tujuan yang jelas, penentuan strategi intervensi yang tepat sasaran, identifikasi kegiatan yang tepat serta adanya kejelasan tugas pokok dan fungsi institusi yang berperan diberbagai tingkat administrasi. Beberapa dekade hingga saat ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi melalui intervensi yang mencakup penyuluhan gizi posyandu, pemantauan pertumbuhan, pemberian suplemen gizi (melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi dan tablet besi), Fortifikasi garam beryodium, pemberian makanan tambahan termasuk Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), pemantauan dan penanganan gizi buruk. Namun demikian hasil intervensinya belum maksimal. Badan kesehatan dunia (WHO, 2011) memperkirakan bahwa 54% kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Di Indonesia, saat ini tercatat 4,5% dari 22 juta balita atau 900 ribu balita di Indonesia mengalami gizi kurang atau gizi buruk dan mengakibatkan lebih dari 80% kematian anak (Kemenkes,2012). Hasil Riskesdas (2010), menunjukkan pravelensi gizi kurang menjadi 17,9% dan gizi buruk menjadi 4,9%, artinya kemungkinan besar sasaran pada tahun 2014 sebesar 15,0% untuk gizi kurang dan 3,5% untuk gizi buruk dapat tercapai (Depkes RI, 2010). Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat badan yang paling pesat dibanding dengan kelompok umur lain, masa ini tidak terulang sehingga disebut window of opportunity, untuk mengetahui apakah balita tumbuh dan berkembang secara normal atau tidak, penilaian tumbuh kembang balita yang mudah diamati adalah pola tumbuh kembang fisik, salah satunya dalam mengukur berat badan balita (Soetjiningsih, 2002). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa ada penurunan prevalensi status gizi anak balita (bawah lima tahun) berstatus kurang gizi (BB/U) dari 17,9% tahun 2010 menjadi 13,9% tahun 2013 dan penurunan terjadi pada prevalensi gizi buruk (BB/TB) yaitu dari 6,0% pada tahun 2010 menjadi 5,3% tahun 2013. Diantara 33 provinsi di Indonesia, 19 provinsi memiliki prevalensi nasional yang berkisar antara 21,2% sampai dengan 33,1% dan terdapat tiga provinsi termasuk prevalensi sangat tinggi yaitu Sulawesi Barat, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 prevalensi balita dengan berstatus kurang gizi 4,88% dan prevalensi balita gizi buruk berjumlah 1.131 (0,06%) menurun apabila dibandingkan tahun 2011 sejumlah 3.187 (0,10%). Di Kabupaten Kebumen berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 terdapat 21 balita dengan gizi buruk. KMS merupakan program perbaikkan gizi, juga memuat informasi rinci tentang pemberian makanan bayi, inisiasi menyusui dini, ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI, dan memuat mengenai informasi deteksi dini adanya masalah kekurangan gizi. Menkes juga mengungkapkan, bahwa untuk mewujudkan masyarakat sehat, mandiri dan berkeadilan sesuai visi Depkes 20102014, salah satu strateginya adalah dengan meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan pihak swasta dalam pembangunan kesehatan dalam tingkat nasional maupun global. Pendokumentasian KMS sangat penting baik bagi ibu balita maupun petugas kesehatan karena sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak balitanya dan sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas kesehatan untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan gizi serta dapat membantu diteksi dini adanya penyimpangan tumbuh kembang balita, selain dicatat dalam KMS, pencatan juga dilakukan pada buku rekapitulasi pemantau status gizi balita (Depkes RI, 2000). BAB II PERMASALAHAN Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen tahun 2015, jumlah angka gizi buruk dari tahun 2010 hingga 2015 relatif mengalami penurunan. Kabupaten Kebumen tahun 2015 terdapat 9 kasus gizi buruk (7 lakilaki dan 2 perempuan) yang tersebar di wilayah kerja Puskesmas Ambal I, Prembun, Alian, Kebumen III, Pejagoan, Kuwarasan, dan Karanganyar, dengan semua mendapatkan perawatan. Penyebab balita gizi buruk di Kabupaten Kebumen adalah faktor penyakit penyerta, gangguan pertumbuhan, dan faktor ekonomi (keluarga miskin). Grafik 1. Jumlah Balita Gizi Buruk di Kabupaten Kebumen Tahun 2010-2015 45 42 38 40 35 30 25 20 20 15 10 10 9 2013 2014 2015 10 5 0 2010 2011 2012 Pada wilayah kerja Puskesmas Kebumen I, baik di tahun 2015 dan tahun 2016 tidak didapatkan kasus gizi buruk. Kelurahan Panjer sebagai salah satu wilayah kerja Puskesmas Kebumen I, memiliki dua Posyandu dengan strata posyandu mandiri. Dapat dikatakan bawha cakupan kegiatan Posyandu yang ada di Kelurahan Panjer terbilang cukup baik. Meskipun demikian, screening atau pemantauan terhadap gizi balita melalui kegiatan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggin badan di posyandu-posyandu tetap menjadi perhatian penting untuk menghindari adanya balita dengan gizi buruk atau gizi kurang BAB III PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada kemudian ditentukan perencanaan dan pemilihan intervensi yaitu kunjungan rumah dan konseling. Intervensi tersebut dipilih dengan alasan melalui kunjungan rumah pengamat dapat lebih mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi pasien apakah terdapat hubungan atau pengaruh kondisi pasien dengan tempat tinggal. Sedangkan konseling dipilih dengan tujuan melalui konseling dirasa lebih efektif karena bisa terjadi hubungan dua arah antara orang tua pasien dengan konselor, sehingga konselor lebih mengetahui permasalahan apa saja yang muncul. Harapan dari kedua intervensi tersebut kualitas gizi pasien dapat membaik dan orang tua lebih paham mengenai gizi pada balita. Dari ketiga pasien dengan gizi buruk konselor memilih salah satu pasien yang dilakukan intervensi. Pemilihan pasien tersebut dengan alasan pasien merupakan balita gizi kurang yang murni tanpa adanya penyakit penyerta, sehingga konselor dapat lebih mengetahui permasalahan yang terjadi pada pasien. Intervensi tersebut akan dilaksanakan pada : Hari/tanggal : Rabu, - Juli-Agustus 2017 Lokasi : Tempat tinggal pasien. Keluarahan Panjer Sasaran : Orang tua pasien Pelaksana : Dokter Internsip didampingi penanggung jawab program gizi. BAB IV PELAKSANAAN A. Pelaksanaan Intervensi Intervensi yang dilaksanakan adalah melakukan kegiatan konseling dan kunjungan rumah. Intervensi dilaksanakan pada hari Juli 2017 bertempatan di rumah tinggal pasien yang mengalami gizi kurang dengan melibatkan orang tua pasien, Dokter Internsip serta penanggung jawab program gizi Puskesmas Kebumen 1 sebagai pelaksana kegiatan. 1. Kunjungan rumah 2. Konseling B. Materi Intervensi dan Pembahasan Masalah 1. Materi Intervensi 2. Pembahasan Masalah Hasil intervensi dan kunjungan rumah didapatkan anamnesis dan tanya jawab pada ibu pasien sehingga dapat ditarik kesimpulan bawa permasalahan yang terjadi pada kondisi pasien dilatar belakangi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Faktor Pendidikan 2. Faktor Ekonomi 3. Faktor Keluarga 4. Faktor Lingkungan BAB V MONITORING DAN EVALUASI A. Monitoring Monitoring intervensi dilakukan melalui kunjungan mingguan pasien ke puskesmas yang sudah lumayan rutin dilakukan oleh ibu pasien atau juga kunjungan bidan desa/kasder ke rumah untuk mendapatkan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) serta pengukuran berat badan dan panjang badan pasien yang dicatat rutin pada KMS. Selain itu dilakukan juga monitoring pada perkembangan pasien sudah dapat melakukan apa saja. Monitoring dilakukan berkerjasama dengan penanggung jawab program gizi dari puskesmas dan bidan desa/kader. B. Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk melihat peningkatan pengetahuan ibu pasien dengan menanyakan kembali kebiasaan memberikan makanan pada pasien. Evaluasi pada kondisi pasien dengan melihat kenaikan berat badan serta panjang badan dan perkembangan motorik pasien ketika kunjungan ke puskesmas. Pencatatan detail dan rutin pada KMS menjadi data yang begitu penting untuk melihat hasil intervensi - intervensi yang telah dilakukan oleh jajaran tenaga kesehatan khususnya para petugas Puskesmas Kebumen 1. BAB VI LAMPIRAN 1. Data Pasien Data diperoleh dari observasi langsung (Homevisit), wawancara dengan pasien dan catatan buku KMS pasien. 2. Identitas Pasien Nama : Jenis Kelamin : Umur : Berat Badan : Tinggi Badan : Agama : Alamat : 3. Anamnesis 1. Riwayat Penyakit Sekarang 2. Riwayat Kehamilan dan Persalinan 3. Riwayat Imunisasi 4. Riwayat keluarga 5. Riwayat Sosial Ekonomi 6. Riwayat Pemberian Makanan 4. Status Gizi BB : kg, TB : cm BB / U : PB / U : BB / PB :