MAKALAH HAK ASASI MANUSIA Dosen Pengampu: Susana Indriyati Caturiani, S.IP, M.Si Disusun oleh: Cindy Cenora Kadek Maryadi Krisdiyanto Maliki Milian Devialesti Rosiana Desmayanti Tini Maharani 1816041003 1816041065 1816041029 1816041057 1816041037 1816041007 1816041039 JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2018 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan. Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara dengan ini penulis mengangkat judul “Hak Asasi Manusia”. Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Wassalam Bandar Lampung, Februari 2019 Penulis, DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................ i DAFTAR ISI.............................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2 C. Tujuan penulisan................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hak asasi manusia............................................................ 2 B. Sejarah perkembangan HAM di Indonesia........................................ 3 C. Macam-macam HAM........................................................................ 7 D. Pelaksanaan Ham dalam Islam.......................................................... 9 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................ DAFTAR PUSTAKA 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap Tenaga Kerja Diluar Negri Yang Berasal Dari Daerah”. 1.2 Rumusan Masalah a. Menjelaskan pengertian hak asasi manusia b. Menjelaskan sejarah perkembangan HAM di Indonesia c. Menjelaskan macam-macam HAM d. Menjelaskan pelaksanaan HAM 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa pada umumnya mampu memahami Hak asasi manusia. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia Menurut Teaching Human Rights yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup, misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup. Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang. Senada dengan pengertian HAM di atas adalah pernyataan awal hak asasi manusia yang dikemukakan oleh John Locke. Menurut John Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia ini yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. Hak asasi merupakan hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran ata kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Hak asai manusia adalah kebebasan seseorang untuk bertindak sesuai dengan hati nurani berkenaan dengan hal-hal yang asai (hal yang memungkinkan untuk hidup layak).1 Hak asasi manusia ini tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut UU ini, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hokum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Berikut ini pengertian HAM menurut beberapa ahli: 1 Rizki Ariestandi Irmansyah, S.H. 2013. Hukum, Hak Asasi Manusia dan Demokrasi. Graha Ilmu : Jogjakarta. Hal.62 1. Prof. Dr Dardji darmodiharjo, S.H, HAM adalah hak-hak dasar / pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagaianugrahtuhan yang maha esa. 2. Laboratorium pancasila IKIP Malang. HAM adalah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan TuhanYang Maha Esa. 3. A.J.M.Milne, HAM adalah hak yang dimiliki oleh umat manusia di segala masa dan segala tempat karena keutamaan keberadaannnya sebagai manusia. (Irmansyah, 63) 4. Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimanadikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanyamanusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. 5. John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagaihak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994). 1.2 Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia 1. Periode sebelum kemerdekaan Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah kemunculan organisasi pergerakan nasional, seperti Boedi Oetomo (1908), Serikat Islam (1911), Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1920), Perhimpunan Indonesia (1925), dan Partai Nasional Indonesia (1927). Lahirnya organisasi pergerakan nasional itu tidak bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa colonial, penjajahan, dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah. Puncak perdebatan HAM dilontarkan oleh para tokoh pergerakan nasional seperti, Soekarno, Agus Salim, Mohammad Natsir, Mohammad Yamin, K.H. Mas Mansyur, K.H. Wachid Hasyim, Mr. Maramis, terjadi dalam siding-sidang BPUPKI. Dalam sidang BPUPKI tersebut para tokoh nasional berdebat dan berunding merumuskan dasar-dasar ketatanegaraan dan kelengkapan Negara yang menjamin hak dan kewajiban Negara dan warga Negara dalam Negara yang hendak diproklamirkan. Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia, Boedi Oetomo mewakili organisasi pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan pada pemerintah colonial maupun lewat tulisan di surat kabar. Inti dari perjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat. Diskursus HAM terjadi pula dikalangan tokoh pergerakan Serikat Islam seperti Tjokro Aminoto, H. Samanhudi, Agus Salim.Mereka menyuarakan pentingnya usaha-usaha untuk memperoleh kehidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi rasial yang dilakukan pemerintah colonial.Berbeda dengan pemikiran HAM di kalangan tokoh nasionalis sekuler, para tokoh SI mendasari perjuangan pergerakannya pada prinsip-prinsip HAM dalam ajaran Islam. 2. Periode setelah kemerdekaan Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku tiga undang-undang dalam 4 periode, yaitu : a. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945, b. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat. c. Periode 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959, berlaku UUDS 1950. d. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku kembali UUD 1945. Menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indicator HAM: a. Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideology b. Adanya kebebasan pers c. Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas, dan demokratis d. Control parlemen atas eksekutif e. Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis 1.4 HAM Pasca Orde Baru Kesungguhan pemerintahan B.J. Habibie dalam perbaikan pelaksanaan HAM ditunjukkan dengan pencanangan program HAM yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM, pada Agustus 1998. Agenda HAM ini bersandarkan pada empat pilar, yaitu: 1. Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM 2. Dimensi informasi dan pendidikan bidang HAM 3. Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM 4. Pelaksanaan isi perangkat Internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui perundang-undangan nasional. Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahan UU tentang HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundangundanganmenjadi Departemen Kehakiman dan HAM, penambahan pasal-pasal khusus tentang HAM dalam Amandemen UUD 1945, penerbitan inpres tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, pengesahan UU tentang pengadilan HAM. Pada tahun 2001, Indonesia juga menandatangani dua protocol hak anak, yakni protocol yang terkait dengan larangan perdagangan, prostitusi,dan pornografi anak. Menyusul kemudian, pada tahun yang sama pemerintah membuat beberapa pengesahan UU di antaranya tentang perlindungan anak, pengesahan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dan penerbitan keppres tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia tahun 2004-2009. 1.5 Perkembangan Pemikiran HAM Dunia a. Magna ChartaPada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai denganlahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaanabsolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadidibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta hukum(MansyurEffendi,1994). pertanggung jawabannya dimuka b. The American declarationPerkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yanglahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak didalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu. c. The French declarationSelanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentanghak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh adapenangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusanpengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. d. The four freedomAda empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama danberibadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertiansetiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hakkebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsaberada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994). 1.6 Macam-macam HAM 1.6.1 Hak Sipil dan Hak Politik Hak-Hak Sipil dan Politik ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) Tertanggal 16 Desember 1966, yang diratifikasi oleh negara indonesia dengan undang-undang No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (ICCPR). Latar belakang lahirnya Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik merupakan tindak lanjut dari deklarasi Hak Asasi Manusia perserikan Bangsa- Bangsa (PBB) atau Universal Declaration of Human Right tahun 1948, yang kemudian dikenal dengan DUHAM. Kovenan internasional hak-hak sipil dan politik dimaksudkan untuk lebih merinci lagi apa yang telah dideklarasikan tentang HAM. Karena pada dasarnya deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948 hanya memuat pokok-pokok atau dasar-dasar dari hak asasi manusia. Posisi Indonesia yang merupakan Negara anggota Perserikatan BangsaBangsa (PBB), yang juga mempunyai komitmen untuk menegakkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan hak asasi manusia (HAM) menjadi pihak dalam Konvensi Internasional tersebut dan meratifikasinya menjadi UndangUndang No 12 tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights. (ICCPR). Dasar dari hak jenis ini adalah sebuah kovenan, konvonen ini mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik yang tercantum dalam DUHAM sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum dan penjabarannya mencakup pokok-pokok lain yang terkait. Kovenan tersebut terdiri dari pembukaan dan Pasal-Pasal yang mencakup 6 bab dan 53 Pasal. Ada 4 ketentuan pokok yang diatur dalam kovenan intrnasional hak-hak sipil dan politik, yaitu: 1. Tentang hak suatu bangsa untuk menetukan nasibnya sendiri, sebagaimana yang termuat dalam pasal 1 ayat bagian 1 bahwa: “Semua bangsa berhak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka bebas untuk menentukan status politik mereka dan bebas untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budayanya”. Dengan begitu tidak boleh lagi ada bangsa yang menjajah dan mengintervensi negara lain dalam menetukan nasibnya. 2. Hak suatu bangsa atau Negara untuk mengurangi kewajiban-kewajiban rakyatnya dalam keadaan darurat, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 4 ayat 1 bagian ke 2 bahwa: “Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan keberadaannya, yang telah diumumkan secara resmi, Negara-negara Pihak Kovenan ini dapat mengambil langkah-langkah yang mengurangi kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan Kovenan ini, sejauh memang sangat diperlukan dalam situasi darurat tersebut, sepanjang langkah-langkah tersebut tidak bertentangan dengan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional dan tidak mengandung diskriminasi semata-mata berdasarkan atas ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal- usul sosial.” 3. Hal pokok yang selanjutnya adalah hak-hak individu, sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 sampai pasal 27, seperti yang termaktub dalam pasal 6 ayat 6 bagian ke 3 bahwa, : “Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang.” 4. Hal pokok selanjutnya adalah Kewajiban-kewajiban Negara, sebagaimana yang diatur dalam pasal 28 sampai pasal 45 bagian ke-4. Seperti yang tercantum dalam pasal 28 ayat 1 bagian ke-4 bahwa, : “Harus dibentuk Komite Hak Asasi Manusia (dalam Kovenan ini selanjutnya akan disebut sebagai Komite). Komite harus terdiri dari delapan belas anggota dan bertugas melaksanakan fungsifungsi yang diatur di bawah ini.” 1.6.2 Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari hak asasi manusia. Hak ekonomi, sosial dan budaya mempunyai nilai intrinsik. Hak-hak ini memungkinkan kebebasan untuk menentukan cara hidup yang kita hargai. Potensi manusia bisa diekspresikan melalui hak-hak sipil dan politik namun pengembangan potensi tersebut membutuhkan keadaan-keadaan sosial dan ekonomi yang memadai. Jenis hak ini di dasari juga atas Kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang menghendaki Negara Pihak agar mencapai secara bertahap realisasi sepenuhnya atas hak-hak yang diakui di kovenan dan mengambil langkah-langkah sejauh yang dimungkinkan oleh sumber daya yang tersedia. Beberapa kalangan cendekiawan dan Negara menaruh anggapan bahwa, hak-hak sipil dan politik merupakan hak asasi manusia sedang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya hanyalah sekedar aspirasi. Di Indonesia sendiri ratifikasi Undang-Undang tentang Hak – Hak Ekonomi Sosial dan Budaya disahkan dan telah berwujud dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya). Pada 30 September 2005 pemerintah Indonesia meratifikasi dua perjanjian internasional tentang hak-hak manusia, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights – ICESCR). Dan pada 28 Oktober 2005, pemerintah Indonesia mengesahkan ICESCR menjadi UU No. 11/2005 dan ICCPR menjadi UU No. 12/2005. Dan juga ada undang-undang lain menegenai masalah ekonomi seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penananaman Modal Kovenan ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok HAM di bidang ekonomi, social dan budaya dari DUHAM dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 31 pasal. Ada beberapa pokok dari Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya ini, yaitu: 1. Hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri dan menyerukan kepada semua negara, termasuk negara-negara yang bertanggung jawab atas pemerintahan Wilayah yang Tidak Berpemerintahan Sendiri dan Wilayah Perwalian, untuk memajukan perwujudan hak tersebut. Pasal ini mempunyai arti yang sangat penting pada waktu disahkannya Kovenan ini pada tahun 1966 karena ketika itu masih banyak wilayah jajahan. 2. Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, seperti yang tercantum pada pasal 3 bagian 2, bahwa: “Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang tercantum dalam Kovenan ini.” 3. Hak asasi setiap orang di bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang diatur dari pasal 6 sampai dengan pasal 15. Negara mengakui yakni hak atas pekerjaan (Pasal 6), hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menyenangkan (Pasal 7), hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh (Pasal 8), hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (Pasal 9), hak atas perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan orang muda (Pasal 10), hak atas standar kehidupan yang memadai (Pasal 11), hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai (Pasal 12), hak atas pendidikan (Pasal 13 dan 14), dan hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya (PasaI1). 1.6.3 Berdasarkan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan YME, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun Macam-macam HAM yang tercantum dalam TAP MPR di atas : a. Hak untuk hidup b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan c. Hak keadilan d. Hak kemerdekaan e. Hak atas kebebasan informasi f. Hak kemananan g. Hak kesejahteraan h. Kewajiban i. Perlindungan dan pemajuan BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan YME, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah kemunculan organisasi pergerakan nasional, seperti Boedi Oetomo (1908), Serikat Islam (1911), Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1920), Perhimpunan Indonesia (1925), dan Partai Nasional Indonesia (1927). Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahan UU tentang HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundangundanganmenjadi Departemen Kehakiman dan HAM, penambahan pasal-pasal khusus tentang HAM dalam Amandemen UUD 1945, penerbitan inpres tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, pengesahan UU tentang pengadilan HAM. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari hak asasi manusia. DAFTAR PUSTAKA https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/lslr/article/download/19483/9290/. Diakses pada 13 Februari 2019 pukul 9.45 WIB Jurnal Lentera Hukum. Volume 5 Issue 2 (2018), Hukum dan Bahasa: Refleksi dan Transformasi Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Irmansyah Rizky Ariestandi. 2013. Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi. Yogyakarta. Graha Ilmu https://www.academia.edu/22534332/Kovenan_Hak_Sipil_Politik_Ekonomi_Sosi al_dan_Budaya. Diakses pada 13 Februari 2019 pukul 10.15 WIB