Uploaded by mayalukita20

KESEJAHTERAAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

advertisement
KESEJAHTERAAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Disusun Guna Memenuhi :
Tugas Mata Kuliah Ekonomi Mikro Syari’ah
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Anita Rahmawati, M.Ag
Disusun oleh :
Nama
: Maya Eka Lukita Sari
NIM
: ES-19004
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2019
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesejahteraan merupakan impian dan harapan bagi setiap manusia.
Setiap orang tua pasti mengharapkan kesejahteraan bagi anak-anak dan
keluarganya, baik itu berupa kesejahteraan materi maupun kesejahteraan
spiritual. Setiap orang tua selalu berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidup
keluarganya, mereka akan bekerja keras, membanting tulang, mengerjakan
apa saja, memberikan perlindungan dan kenyamanan bagi keluarganya dari
berbagai macam gangguan dan bahaya.
Setiap manusia bertujuan mencapai kesejahteraan dalam hidupnya,
namun
manusia
memiliki
pengertian
yang
berbeda-beda
tentang
kesejahteraan. Dalam berbagai literatur ilmu ekonomi konvensional, dapat
disimpulkan bahwa tujuan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya atas
barang dan jasa adalah untuk mencapai kesejahteraan (well being). Manusia
menginginkan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidupnya dan untuk
inilah ia berjuang dengan segala cara untuk mencapainya.1
Kesejahteraan dapat diartikan sebagai kata atau ungkapan yang
menunjuk kepada keadaan yang baik, atau suatu kondisi dimana orang-orang
yang terlibat di dalamnya berada dalam keadaan sehat, damai dan makmur.
Dalam arti yang lebih luas kesejahteraan adalah terbebasnya seseorang dari
jeratan kemiskinan, kebodohan dan rasa takut sehingga dia memperoleh
kehidupan yang aman dan tenteram secara lahiriah maupun batiniah.2
Pembahasan terkait ekonomi tidak akan pernah lepas dari konsep
kesejahteraan (welfare). Bahkan menurut asumsi kaum developmentaris
menganggap bahwa tujuan akhir dari pembangunan ekonomi adalah
menciptakan kesejahteraan. Salah satu kelebihan dari konsep kesejahteraan
1
Anita Rahmawati, Ekonomi Mikro Islam, (Kudus : Nora Media Enterprise, 2011), 8-9.
Amirus Shodiq, “Konsep Kesejahteraan dalam Islam”, Jurnal Ekonomi Syari’ah 3, No.
2 (2015) : 381.
2
1
adalah karena memiliki prinsip, serta mengalami evolusi konsep untuk terus
memperbaiki pemahaman, karena pada hakikatnya akan selalu ada konsepkonsep yang lebih baik.
Kemajuan Islam tidak terlepas dari peran serta ilmuan Islam, termasuk
para ekonom muslim. Peran para ilmuwan muslim tersebut terinspirasi oleh
pesan wahyu Al Quran untuk pendayagunaan akal. Inilah hal yang hilang
dewasa ini dan sebagai akibatnya dunia Islam tertinggal dan kehilangan daya
saing. Motivasi keilmuwan lebih banyak diisi oleh keinginan memiliki materi
sebanyak mungkin (materialisme).
Materialistme
mengajarkan
bahwa
kesejahteraan
diukur
dari
pemilikan barang barang mewah. Semakin banyak barang mewah yang
dimiliki maka tingkat kesejahteraannya semakin tinggi pula, begitu pun
sebaliknya. Logika masyarakat sekarang tentang kesejahteraan terkontruksi
dengan pemikiran materialisme. Dimana sangat tidak masuk akal dalam arti
lain sangat susah untuk diterima oleh akal jika mengatakan bahwa orang yang
tinggal di gubug sederhana jauh lebih sejahtera dibanding dengan orang yang
tinggal di apartemen mewah, atau menganggap gila jika ada yang mengatakan
bahwa orang yang hanya memiliki sepeda butut jauh lebih sejahtera
dibanding dengan orang yang memiliki BMW limitt ededition.3
Selain itu, konsep kesejahteraan dalam Islam telah diterapkan dengan
baik, mulai dari zaman Rasulullah Saw, sampai para Khalifah penggantinya.
Kesejahteraan dalam pandangan Islam bukan hanya dinilai dengan ukuran
material saja; tetapi juga dinilai dengan ukuran non-material; seperti,
terpenuhinya kebutuhan spiritual, terpeliharanya nilai-nilai moral, dan
terwujudnya keharmonisan sosial. Dalam pandangan Islam, masyarakat
dikatakan sejahtera bila terpenuhi dua kriteria: Pertama, terpenuhinya
kebutuhan pokok setiap individu rakyat; baik pangan, sandang, papan,
P. Pardomuan Siregar, “Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan dalam Perspektif
Islam”, Jurnal Bisnis Net 1, No. 1 (2018) : ISSN : 2021 – 3982.
3
2
pendidikan, maupun kesehatannya. Kedua, terjaga dan terlidunginya agama,
harta, jiwa, akal, dan kehormatan manusia.4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep kesejahteraan secara konvensional?
2. Bagaimana konsep kesejahreraan dalam perspektif Islam?
3. Bagaimana konsep kesejahteraan dalam ekonomi Islam?
4
Aldy,
Tribun
kesejahteraan-dalam-islam
Timur,
https://makassar.tribunnews.com/2012/12/14/konsep-
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Kesejahteraan Secara Konvensional
Definisi Kesejahteraan dalam konsep dunia modern adalah sebuah
kondisi dimana seorang dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik itu
kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih
serta kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan memiliki pekerjaan yang
memadai yang dapat menunjang kualitas hidupnya sehingga memiliki status
sosial yang mengantarkan pada status sosial yang sama terhadap sesama
warga lainnya. Sedangkan menurut HAM, definisi kesejahteraan kurang lebih
berbunyi bahwa setiap laki laki ataupun perempuan, pemuda dan anak kecil
memiliki hak untuk hidup layak baik dari segi kesehatan, makanan, minuman,
perumahan, dan jasa sosial, jika tidak maka hal tersebut telah melanggar
HAM.5
Dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dijelaskan
bahwa kesejahteraan social adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Sedangkan penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah,
terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan
dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial, dan perlindungan social.6
5
Ikhwan Abidin Basri, Islam dan Pembngunan Ekonomi, (Jakarta : Gema Insani Press
2005), 24.
6
Undang-undang No. 11 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 dan 2.
4
Di antara tujuan diselenggarakannya kesejahteraan social adalah :7
1. Pertama, meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan
hidup.
2. Kedua, memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian.
3. Ketiga, meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan
menangani masalah kesejahteraan social.
4. Keempat, meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab
sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara
melembaga dan berkelanjutan.
5. Kelima, meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial
secara
melembaga
dan
berkelanjutan.
6. Keenam,
meningkatkan
kualitas
manajemen
penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
B. Konsep Kesejahteraan dalam Perspektif Islam
Islam mengakui pandangan universal bahwa kebebasan individu
merupakan bagian dari kesejahteraan yang sangat tinggi. Menyangkut
masalah kesejahteraan individu dalam kaitannya dengan masyarakat. Upaya
mewujudkan kesejahteraan sosial merupakan misi kekhalifahan yang
dilakukan sejak Nabi Adam As. Sebagian pakar, sebegaimana dikemukakan
H.M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran, menyatakan
bahwa kesejahteraan sosial yang didambakan al-Quran tercermin di Surga
yang dihuni oleh Adam dan isterinya sesaat sebelum mereka turun
melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi.
Dilihat dari pengertiannya, sejahtera sebagaimana dikemukakan dalam
Kamus Besar Indonesia adalah aman, sentosa, damai, makmur, dan selamat
(terlepas) dari segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya.
Amirus Shodiq, “Konsep Kesejahteraan dalam Islam”, Jurnal Ekonomi Syari’ah 3, No.
2 (2015) : 384.
7
5
Pengertian ini sejalan dengan pengertian “Islam” yang berarti selamat,
sentosa, aman, dan damai. Dari pengertiannya ini dapat dipahami bahwa
masalah kesejahteraan sosial sejalan dengan misi Islam itu sendiri. Misi inilah
yang sekaligus menjadi misi kerasulan Nabi Muhammad Saw, sebagaimana
dinyatakan dalam ayat yang berbunyi :
ٓ١٠٧َٓٓ‫ّلٓ َرحٓ َمةٓٓ ِللٓ َٓعلَ ِمين‬
ٓ َ ‫كٓ ِإ‬
َٓ َٓ‫سلٓن‬
َ ٓ‫َو َمآٓأَر‬
Artinya : “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi)rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. Al-Anbiya ayat 107).
Dilihat dari segi kandungannya, terlihat bahwa seluruh aspek ajaran
Islam ternyata selalu terkait dengan masalah kesejahteraan sosial. Hubungan
dengan Allah misalnya, harus dibarengi dengan hubungan dengan sesama
manusia (habl min Allâh wa habl min an-nâs). Demikian pula anjuran
beriman selalu diiringi dengan anjuran melakukan amal saleh, yang di
dalamnya termasuk mewujudkan kesejahteraan sosial.8
Islam mendefinisikan kesejahteraan didasarkan pada pandangan yang
komprehensif tentang kehidupan ini. Kesejahteraan menurut ajaran Islam
sebagaimana diekmukakan oleh Misanam mencakup dua pengertian yaitu :9
1. Kesejahteraan holistik dan seimbang, yaitu kecukupan materi yang
didukung oleh tercukupinya kebutuhan spiritual serta mencakup individu
dan sosial. Sosok manusia terdiri atas unsur fisik dan jiwa, karenanya
kebahagiaan haruslah menyeluruh dan seimbang antara keduanya.
2. Kesejahteraan di dunia dan di akhirat, sebab manusia tidak hanya hidup
dalam dunia saja, tetapi juga di alam setelah kematian dunia (akhirat).
Kecukupan matrri di dunia ditujukan dalam rangka untuk memperoleh
kecukupan di akhirat.
Kesejahteraan dalam pandangan islam ini disebut falah. Falah berasal
dari bahasa Arab yang artinya tambah subur, kemakmuran, keselamatan,
kesejahteraan dan kesuksesan. Dalam Al-Qur’an, kata falah sering dimaknai
8
9
Ikhwan Abidin, Islam dan Pembngunan, 85-87.
Anita Rahmawati, Ekonomi Mikro, 10-11.
6
sebagai keberuntungan jangka panjang, baik di dunia dan diakhirat sehingga
tidak hanya memandang aspek material namun justru lebih ditekankan pada
aspek spiritual. Dengan demikian falah mencakup konsep yang bersifat dunia
dan akhirat. Untuk kehidupan dunia, falah mencakup tiga pengertian, yaitu
kelangsungan hidup, kebebasan berkeinginan serta kekuatan dan kehormatan.
Sedangkan
untuk
kehidupan
akhirat,
falah
mencakup
pengertian
kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi, dan
pengetahuan abadi/bebas dari segala kebodohan.10
C. Konsep Kesejahteraan dalam Ekonomi Islam
Adapun sistem kesejahteraan dalam Konsep ekonomi Islam adalah
sebuah sistem yang menganut dan melibatkan faktor atau variable keimanan
(nilai-nilai Islam) sebagai salah satu unsur fundamental yang sangat asasi
dalam mencapai kesejahteraan individu dan kolektif sebagai suatu masyarakat
atau negara. Variable atau faktor keimanan tersebut menjadi salah satu tolak
ukur dalam menentukan menu Produksi, menu Konsumsi dan menu
Distribusi barang dan jasa sebelum kemudian memasukkannya kedalam
sirkulasi hukum pasar sehingga terjalin suatu keselarasan dan kompas
keseimbangan antara tekanan kepentingan dan hasrat kepuasan Individu
disuatu sisi dengan tekanan kepentingan keuntungan pasar disisi lain yang
diformulasikan melalui berbagai hasil kebijakan lembaga sosial ekonomi
masyarakat dan negara dalam bentuk kebijakan yang juga berasaskan dasar
nilai nilai keimanan.
Kesejahteraan menurut al-Ghazali adalah tercapainya kemaslahatan.
Kemaslahatan sendiri merupakan terpeliharanya tujuan syara’. Manusia tidak
dapat merasakan kebahagiaan dan kedamaian batin melainkan setelah
tercapainya kesejahteraan yang sebenarnya dari seluruh umat manusia di
dunia melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rohani dan materi. Untuk
mencapai tujuan syara’ agar dapat terealisasinya kemaslahatan, beliau
10
Anita Rahmawati, Ekonomi Mikro, 11.
7
menjabarkan tentang sumber-sumber kesejahteraan, yakni : terpeliharanya
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.11
Harta
merupakan
sarana
yang
penting
dalam
menciptakan
kesejahteraan umat. Dalam hal tertentu harta juga dapat membuat bencana
dan malapetaka bagi manusia. Al Ghazali menempatkan urutan prioritasnya
dalam urutan yang kelima dalam maqasid al-shari’ah. Keimanan dan harta
benda sangat diperlukan dalam kebahagiaan manusia. Namun imanlah yang
membantu menyuntikkan suatu disiplin dan makna, sehingga dapat
menghantarkan harta sesuai tujuan syariah. Sistem ekonomi konvensional
beranggapan bahwa tingkat kesejahteraan optimal akan dapat tercapai apabila
setiap faktor produksi sudah teralokasikan sedemikian rupa sehingga tercapai
keseimbangan yang ideal di seluruh sektor produksi. Dalam pandangan
konsumen, kesejahteraan optimal dapat tercapai apabila distribusi barang
telah teralokasi sedemikian rupa kepada setiap konsumen, sehingga tercapai
keseimbangan ideal. Konsep kesejahteraan tersebut dalam pandangan
ekonomi Islam masih mencakup hanya dimensi materi. Ekonomi Islam
menghendaki kesejahteraan itu juga mencakup keseluruhan unsur materi dan
non materi (psikis). Hal ini disebabkan kepuasan manusia itu terletak pada
unsur-unsur non materi.12
Sistem ekonomi yang diterapkan, seharusnya mampu mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh masyarakat berdasarkan asas demokrasi,
kebersamaan, dan kekeluargaan yang melekat, serta pada akhirnya
mewujudkan ketentraman bagi manusia. Akan tetapi Rentetan peristiwa
akibat sistem ekonomi yang diterapkan terus memberikan dampaknya.
Peristiwa demi peristiwa terjadi memberikan gambaran tentang kekuatan
suatu sistem dalam membangun kesejahteraan, di sistem kapitalis sering
terdengar para buruh mengadakan demonstrasi agar sistem kontrak kerja yang
Abdur Rohman, Menelusuri Konsep Ekonomi Islam dalam Ihya’ Ulum al-Din,
(Surabaya : Bina Ilmu, 2010), 84-86.
12
P. Pardomuan Siregar, “Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan dalam Perspektif
Islam”, Jurnal Bisnis Net 1, No. 1 (2018) : ISSN : 2021 – 3982.
11
8
diberlakukan di perusahaan dihapuskan, karyawan meminta kenaikan gaji,
mendorong para manajemen perusahaan untuk membayarkan uang THR,
lembur atau jenis-jenis pembayaran yang lain. itulah selintas peristiwa yang
sering ditemukan pada suatu negara yang menerapkan sistem ini.
Konsep ekonomi Islam untuk mewujudkan kesejahteraan berdasarkan
khazanah literatur Islam adalah kepemilikan harta yang meliputi kepemilikan
individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Pengelolaan harta
harus mencakup pemanfaatan dan pengembangan harta. Politik ekonomi
islam yang dilaksanakan oleh negara untuk menjamin tercapainya semua
kebutuhan pokok (primer) setiap individu masyarakat secara keseluruhan,
disertai jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan
kemampuan mereka.13
BAB III
Agung Eko Purwana, “Kesejahteraan dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal
Justicia Islamica 11, No. 1 (2014) : 40.
13
9
PENUTUP
Kesimpulan :
1. Kesejahteraan dalam konsep dunia modern adalah sebuah kondisi dimana
seorang dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik itu kebutuhan akan makanan,
pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih serta kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan dan memiliki pekerjaan yang memadai yang dapat
menunjang kualitas hidupnya.
2. Dalam perspektif Islam, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan dapat
dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang, baik di dunia dan diakhirat
sehingga tidak hanya memandang aspek material namun justru lebih
ditekankan pada aspek spiritual. Dengan demikian kesejahteraan mencakup
konsep yang bersifat dunia dan akhirat.
3. Kesejahteraan dalam perspektif ekonomi
Islam adalah terpenuhinya
kebutuhan materi dan non materi, kebutuhan dunia dan akhirat berdasarkan
kesadaran pribadi dan masyarakat untuk patuh dan taat terhadap hukum yang
dikehandaki Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
10
Basri, Ikhwan Abidin. Islam dan Pembngunan Ekonomi. Jakarta : Gema Insani
Press 2005.
Rahmawati, Anita. Ekonomi Mikro Islam. Kudus : Nora Media Enterprise. 2011.
Rohman, Abdur. Menelusuri Konsep Ekonomi Islam dalam Ihya’ Ulum al-Din.
Surabaya : Bina Ilmu, 2010.
Purwana, Agung Eko. “Kesejahteraan dalam Perspektif Ekonomi Islam”. Jurnal
Justicia Islamica 11. No. 1 (2014).
Shodiq, Amirus. “Konsep Kesejahteraan dalam Islam”. Jurnal Ekonomi Syari’ah
3. No. 2 (2015).
Siregar, P. Pardomuan. “Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan dalam
Perspektif Islam”. Jurnal Bisnis Net 1. No. 1 (2018) : ISSN : 2021 – 3982.
Undang-undang No. 11 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 dan 2.
Aldy,
Tribun Timur, https://makassar.tribunnews.com/2012/12/14/konsepkesejahteraan-dalam-islam
11
Download