Uploaded by User27539

laporan praktikum dihibrid

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA
Persilangan Dihibrid Pada Drosophila
NAMA
NIM
PRODI
SEMESTER
:
:
:
:
WERDI NUR SOLIHAH
1401070029
PENDIDIKAN BIOLOGI
3
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2015
A. TUJUAN
Tujuan dalam praktikum kali ini adalah:
1. Membuktikan teori dari Hukum Mendel II
2. Mengetahui jenis mutan lalat buah (Drosophila Melanogasker) yang di amati
3. Mengetahui parental dari lalat buah (Drosophila Melanogasker) yang diamati
4. Dapat membuat diagram persilangan dari parental F1 dan F2
B. DAFTAR PUSTAKA
Persilangan dihibrid yang merupakan pewarisan dua pasang sifat itu diawasi
oleh dua pasang gen yang yang terletak pada dua kromosom yang berlainan.
Contohnyapada percobaan yang dilakukan oleh Mendel pada tanaman ercis yang
menggunakan dua pasang sifat beda yaitu tanaman ercis yang berbiji berkerut dan
berbunga putih (bbmm) disilangkan dengan tanaman berbiji bulat dan memiliki
bunga berwarna merah homozigotik (BBMM). Maka semua keturunan F1 (dihibrid)
adalah sama, yakni berbiji bulat dan memiliki bunga berwarna merah ( BbMm).
Kemudian persilangan antara F1 x F1 menghasilkan keturunan F2 yang
memperlihatkan 16 kombinasi yang terdiri dari 4 macam fenotip yaitu berbiji bulat
dan bunga warna merah, berbiji bulat bunga warna putih, berkerut dan bunga warna
merah serta biji berkerut dan bunga warna putih
Dengan demikian Mendel mengambil kesimpulan bahwa anggota dari
sepasang gen itu memisah secara bebas (artinya tidak saling mempengaruhi) ketika
berlangsung meiosis selama pembentukan gamet-gamet. Dan hal ini di rumuskan
dalam Hukum Mendel II yakni “the law of independent assortment of genes” atau
hukum pengelompokan gen secara bebas. (Suryo,1990:95)
Apa yang dimaksud oleh Mendel itu dalam hukumnya yang kedua ini, dapat
difahami apabila kita memperhatikan susunan kromosom pada saat metafase 1
meiosis . susunan yang sembarang dan bebas itu yang telah memungkinkan
terbentuknya empat macam gamet dengan perbandingan yang sama dan memiliki
rasio fenotip 9:3:3:1 yang merupakan hasil yang khas diperoleh dari penyilanganpenyilangan antara individu-individu yang heterozigitik untuk dua pasang gen,
apabila pasangan-pasangan gen tersebut terletak pada dua kromosom yang berlainan.
( Tjan Kiauw Nio,1991:44)
Umpamakan ada 2 pasang gen A-a dan B-b. masing-masing gen itu kita
bubuhkan pada kromosom yang berbeda, maka digambarkan ada 2 pasang kromosom
ketika awal meiosis. Pada Anafase meiosis I terjadi pemisahan dan berpindahan
kromosom homolog ke masing-masing kromosom 2 pasang itu berbeda, yang satu
berlengan panjang , satu lagi berlengan pendek. Yang panjang mengandung gen A-a,
yang pendek mengandung gen B-b. Maka pada anafase I itu apakah kromosom A
pindah ke kutub atas dan kromosom a ke kutub bawah, sama saja kesempatannya.
Kenapa sama kesempatan ke atas atau ke bawah, karena kedua kromosom tu terletak
pada bidang ekuator, sama jaraknya ke masing-masing kutub.
Begitu pula halnya bagi kromosom B dan b (singkatan dari kromosom yang
mengadung alel B dan b), akan sama kesempatannya apakah akan pindah ke kutub
atas atau bawah. Karena itu ada 4 macam pengelompokan kedua pasang gen itu,
sebagai berikut :
1. Kromosom A dan kromosom B ke kutub atas
2. Kromosom a dan kromosom b ke kutub bawah
3. Kromosom A dan kromosom b ke kutub atas
4. Kromosom a dan kromosom B ke kutub bawah
Karena itu pula ada 4 macam gamet yang terbentuk akhir meiosis. Bukan
hany gamet AB dan ab, seperti kita kira semula, tetapi ada 2 macam gamet lagi, yakni
Ab dan aB.
Gamet AB (singkatan dari gamet yang mengandung gen A danB) bersama
gamet ab disebut memiliki kombinasi (pengelompokan) asli, atau dengan istilah
terkenal : kombinasi parental. Gamet Ab dan gamet aB disebut memiliki kombinasi
baru, atau dengan istilah terkenal : rekombinan.
Disinilah berlaku Hukum Mendel II yaitu ketika adanya meiosis pada gametogonium
individu yang memiliki genotipe double-heterozigot, triple-heterozigot, dan seterunya
sesuai dengan jenis hibridnya, apakah Di-, Tri- atau Poli-hibrid. Waktu Anafase I itu
pemisahan adan pengelompokan gen-gen itu secara bebas, apakah ke kutub atas atau
ke kutub bawah.
Pada Trihibrid, kalau P ialah AABBCC x aabbcc, tentulah F1 : AaBbCc
(triple-heterozigot). Maka macam gamet F1 ini ialah 4 : AB, Ab, aB, da nab. Kalau
F1 disilangkan inter se, maka F2 tentulah terdiri atas 4 x 4 kolom = 16 kolom. Jadi
kotak-kotak perkawinan itu terdiri atas 16 kotak.
C. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1.
Gabus
2.
Kuas kecil
3.
Botol berpipet yang berisi eter
4.
Botol Kultur
5.
Cawan Petri
6.
Kapas
7.
Botol bius
8.
Botol pembunuh
Bahan :
1.
Lalat Buah (Drosophila Melanogasker)
2.
Eter
3.
Medium
D. CARA KERJA
1. Mengambil semua Drosophila yang telah dewasa dari botol kultur dengan cara
menyentakan secara pelan – pelan pada bantalan sterofom (kabus) sehingga lalat
buah yang berada di botol kultur akan berada di bawah.
2. Membuka sumbat botol kultur lalu di tautkan atau di sambungkan dengan botol
bius, pegang kedua botol dengan tangan kiri dan jangan sampai ada celah antara
botol kultur dengan botol bius.
3. Menunggu hingga lalat yang ada di botol kultur berpindah ke botol bius, untuk
mempermudah dalam pemindahan lalat maka arahkan botol bius kearah sumber
cahaya.
4. Setelah banyak lalat yang masuk ke botol bius, lepaskan botol bius dari botol
kultur dan langsung di sumbat kembali dengan penutupnya. Begitu juga botol
kultur tutup dengan sumbat gabus. Hal ini perlu karena menjaga agar lalat yang
ada di dalam botol tidak keluar dari botol.
5. Meneteskan 3-4 kali eter ke dalam botol bius melalui bagian sumbat yang ada
kapasnya. Kemudian tunggu beberapa menit hingga lalat yang ada di botol bius
tidak bergerak (terbius).
6. Setelah semua lalat sudah terbius (tidak bergerak atau berjalan) maka letakan
pada cawan petri dan letakan di atas kertas putih agar mempermudah dalam
pengamatan atau perhitungan jenis mutan.
7. Menghitung dan mengamati jenis mutan dari lalat buah.
8. Jika dalam pengamatan ada lalat yang terbangun itu maka alangkah baiknya di
bius lagi dengan cara meneteskan eter ke dalam kapas secukupnya kemudian
kapas tersebut di letakkan dalam cawan petri kemudian tutup kembali.
9. Lalat yang sudah di hitung dan tidak di pergunakan lagi harus di buang dalam
botol pembunuh yang berisi sabun detergen atau alkohol. Hal ini perlu dilakukan
agar lalat yang tidak digunakan tiba-tiba terbangun kembali dan lepas maka akan
mengganggu populasi lalat buah di sekitar lingkuannya.
E. HASIL
1. Nomor Botol
: D1
Parental
: Curled x Sepia
2. Perbandingan menggunakan analisis Chi Kuadrat (X2)
Ho : Data yang diperoleh mempunyai rasio :
Normal
9
: Curled
: Sepia
: Curled Sepia
:
:
:
3
3
1
Ha : Data yang diperoleh tidak mempunyai ratio :
Normal
:
9
:
Curled
3
: Sepia
: Curled Sepia
:
:
Normal
3
Curled
1
Sepia
Curled
Jumlah
Sepia
Jumlah Individu yang
101
31
29
1
162
diamati (ft)
Jumlah Individu yang
9:16x162 3:16x162 3:16x162 1:16x162
diharapkan (Ft)
= 91.125
Derajat Kebebasan (dk) = K – 1
=4–1
=3
X2 t (dk, t)
= X2 t (4-1, 0,05)
= X2 t (3, 0,05)
= 7,815
=30.375
=30.375
=10.125
162
X2 = ∑ ((ft-Ft)2 :Ft)
= ((101-91.125)2 :91.125) + ((31-30.375)2 :30.375) + ((29-30.375)2 :30.375) + ((110.125)2 :10.125)
= 1.07+0.012 + 0.062 + 8.22
= 9.472
Dari hasil yang didapat, jika dibandingkan dengan nilai tabel Chi Kuadrat, ternyata
hasil tersebut lebih besar dari nilai tabel yaitu 9.472 > 7,815 artinya persilangan ini
menolak Hukum Mendel II.
3. Diagram Persilangan
Parental
=
Curled
X
Sepia
X
F1
=
F2
=
x
3
3
=9
=3
3
=3
=3
Jadi, parental yang didapat adalah Curled: Sepia dengan perbandingan
Normal
:
9
:
Curled
3
: Sepia
: Curled Sepia
:
:
3
1
F. PEMBAHASAN
Dari percobaan yang telah dilakukan pada botol nomor D5 dapat
diketahui bahwa :
Didapatkan Parental yaitu curled yang memiliki tubuh dengan ciri-ciri tubuh
coklat, dan sayap melengkung dan Sepia yang memiliki ciri-ciri tubuh coklat,
mata cokat
Setelah dilakukan perhitungan perbandingan chi kuadratnya di peroleh 9.472
yang mana hasilnya lebih besar dari pada tabel chi kuadrat dengan derajat
kebebasan 3 yaitu 7,815 atau dengan kata lain X hitung > X t sehingga
persilangan ini tidak sesuai dengan Hukum Mendel II.
Penyimpangan Hukum Mendel ini kemungkinan disebabkan karena
kurangnya pengamatan terhadap penentuan jenis mutan dan kemungkinan lain
juga ada lalat dari mutan curled atau Sepia yang belum lahir atau masih larva
sehingga belum bisa di hitung.
Didalam percobaan sebelum hasil dikoreksi didapat parental Sepia x
Vestigial. Namun setelah di koreksi ternyata menghasilkan parental Curled x
Sepia. Hal ini kemungkinan dikarenakan karena kesalahan dari pengamatan
yang kurang tepat atau teliti. Oleh karena itu dengan adanya pengoreksian
maka akan bermanfaat dan membetulkan jenis parental yang salah.
Pada persilangan antara curled dan Sepia diperoleh F1 normal Yang mana
F1 disilangkan dengan F1 , sehingga muncul 4 gamet yang dibentuk yaitu
Keempat gamet tersebut muncul karena persilangan dua sifat beda yang
terletak pada kromosom yang berlainan yaitu kromosom nomor 2 dan nomor
3 akan bersegrasi secara bebas pasa tahap metaphase 1 dari pembelahan
meiosis, terjadi pemisahan kromosom secara bebas dengan susunan
sembarang dengan menghasilkan empat macam fenotipe dengan perbandingan
9 : 3: 3 :1. (sisunandar:2011)
9 Normal : 3 Curled: 3 Sepia : 1 Curled Sepia
Sehingga diperoleh perbandingan ratio generasi F2 yaitu: 9 Normal : 3 Curled
: 3 Sepia : 1 Curled Sepia.
G. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat di simpulkan bahwa :
1.
Parental pada botol nomor D1 yaitu lalat buah Curled dengan lalat buah Sepia.
2.
Nilai Chi kuadrat (X2) > Nilai X2 pada tabel.
9.472 >7,815 sehingga Ho ditolak. Artinya tidak sesuai dengan Hukum Mendel
II.
3.
4.
Dari diagram persilangan dapat diketahui perbandingan genotifnya adalah
Normal
:
9
:
Curled
3
: Sepia
: Curled Sepia
:
:
3
1
Dihibrid adalah persilangan dari individu yang memiliki 2 sifat berbeda.
Daftar Pustka
Kiauw Nio, Tjan. 1991. Genetika Dasar. Bandung : Insitut Teknologi Bandung
Sisunandar. 2012. Penuntun Praktikum Genetika. Purwokerto. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto
Suryo, 1994 . Genetika Stratal. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Yatim, Wildan. 1986. Genetika. Bandung. Tarsito
Download