LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI DI SUSUN OLEH : KARTIKA INDRIYANI P1337420116065 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG 2019 I. KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara terus–menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014). Hal ini terjadi bila arteriol–arteriol konstriksi. Konstriksi arterioli membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2010). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortilitas).Tekanan darah dikatakan hipertensi apabila tekanan darah 140/90 mmHg (Triyanto, 2014). Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg. Hipertensi juga merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortilitas). B. ETIOLOGI Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut Irianto (2014), Padila (2013), Syamsudin (2011), Udjianti (2011) : 1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer. Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut ini: a. Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah tinggi. b. Jenis kelamin dan usia: laki – laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan. c. Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya karena dengan mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya dengan pendeita hipertensi, diabetes, serta orang dengan usia yang tua karena jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh. d. Berat badan: Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi. e. Gaya hidup: Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi itu terjadi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi. 2. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan hipertensi dari penyakit tersebut karena hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi karena adanya penyempitan pada arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan darah menurun maka ginjal akan memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah serta ganguuan yang terjadi pada tiroid juga merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah yang mengakibtkan meningkatnya resistensi pembuluh darah sehingga mengakibtkan hipertensi. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, luka bakar, dan stress karena stres bisa memicu sistem saraf simapatis sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pada pembuluh darah. C. Klasifikasi Menurut WHO (2015), batas normal tekanan darah adalah tekanan darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Berdasarkan The Joint National Commite VIII (JNC-8) (2014) tekanan darah dapat diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit tertentu. Diantaranya adalah: Tabel 1. Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite VIII Tahun 2014 Batasan tekanan darah Kategori (mmHg) ≥150/90 mmHg Usia ≥60 tahun tanpa penyakit diabetes dan cronic kidney disease ≥140/90 mmHg Usia 19-59 tahun tanpa penyakit penyerta ≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal ≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit diabetes Sumber: The Joint National Commite VIII (2014). American Heart Association (2014) menggolongkan hasil pengukuran tekanan darah menjadi: Tabel 2. Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart Association Kategori tekanan Sistolik darah Normal <120 mmHg Prehipertensi 120-139 mmHg Hipertensi stage 1 140-159 mmHg Hipertensi stage 2 ≥ 160 mmHg Hipertensi stage 3 ≥ 180mmHg (keadaan gawat) Sumber: American Heart Assosiation (2014). Diastolik < 80 mmHg 80-89 mmHg 90-99 mmHg ≥ 100 mmHg ≥ 110 mmHg Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Udjianti, 2011). Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer adalah genetik,jenis kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan stres (Udjianti, 2011). D. PATOFISIOLOGI Menurut Triyatno (2014), meningkatnya tekanan darah dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat dari biasanya sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya, arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Hal inilah yang terjadi pada usia lanjut dan obesitas, dimana dinding arteri lebih menebal dan kaku karena arterosklerosis. Penyelidikan ini dapat membuktikan obesitas dapat meningkatkan lemak di pembuluh darah sehingga menimbulkan plak dan terjadilah arterosklerosis sehingga daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah meningkat dan terjadilah hipertensi. Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantug). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi vaskular (Udjianti, 2011). Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di vasomotor, pada medulla diotak. Pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Padila, 2013). Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga memegang peranan dalam genesis hiepertensi seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis, sistem saraf, ginjal, jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin, angiotensin, sodium, dan air (Syamsudin, 2011). Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah (Padila, 2013). Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2013). E. PATHWAYAS F. TANDA DAN GEJALA Tanda dan Gejala hipertensi menurut Dewi dan Familia (2010), yaitu : 1. Sakit Kepala 2. Mimisan 3. Jantung Berdebar 4. Sering buang air kecil di malam hari 5. Pusing yang terasa berat bagian tenguk yang biasa terjadi di siang hari 6. Sesak nafas 7. Sulit tidur 8. Mata berkunang-kunang 9. Mudah marah G. KOMPLIKASI Hipertensi merupakan penyakit yang bisa di kontrol dan tidak bisa diobati.Jika hipertensi tidak di control dengan benar atau tidak menjalani prosedur perawatan dan pengobatan sesuai program. Maka, akan berdampak pada komplikasi seperti penyakit jantung, stroke dan gangguan keseimbangan dan gerak, kerusakan ginjal, kematian (Maryam, 2010) Penyakit hipertensi akan meningkat dengan adanya penyakit kronis. Penyakit lain yang dapat meninngkatkan derajat hipertensi atau komplikasi hipertensi akan menyebabkan hipertensi lebih sulit dikendalikan. Berikut beberapa komplikasi penyebab hipertensi antara lain : 1. Stroke Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteriarteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklorosis dapat menjadi lemah, sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma. 2. Infark miokard Infark miorkard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut 3. Gagal ginjal Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan akan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik. 4. Apnea pada saat tidur Apnea adalah gangguang tidur berupa kesulitan bernafas yang terjadi berulang kali pada saat tidur. Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan antara pernafasan yang terhenti dan berkurang nya pasokan oksigen untuk sementara waktu yang menyertai apnea saat terjadinya hipertensi. Apnea pada saat tidur tidak selalau terlihat jelas. Namun, jika seseorang sering tidak tadap tidur nyenyak sepanjang malam dan selalu mengantuk pada siang hari sebaiknya memeriksakan diri ke dokter. Pengobatan dilakukan dengan cara memberikan oksigen pada saat tidur. Cari ini dapat menurunkan tekanan darah sedikit demi sedikit (Riyanto, 2014). H. PENATALAKSANAAN 1. Pengaturan diet Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Mengurangi asupan lemak jenuh dan mengantinya dangan lemak polyunsaturated atau monounsaturated dapat menurunkan resiko tersebut. Meningkatkan konsumsi ikan, terutama ikan yang masih segar yang belum diawetkan dan tidak diberi kandungan garam yang berlebih (Syamsudin, 2011). 2. Perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat Gaya hidup dapat merugikan kesehatan dan meningkatkan resiko komplikasi hipertensi seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, minum kopi, mengkonsumsi makanan cepat saji (junk food), malas berolahraga (Junaidi, 2012), makanan yang diawetkan didalam kaleng memiliki kadar natrium yang tinggi didalamnya. Gaya hidup itulah yang meningkatkan resiko terjadinya komplikasi hipertensi karena jika pasien memiliki tekanan darah tinggi tetapi tidak mengontrol dan merubah gaya hidup menjadi lebih baik maka akan banyak komplikasi yang akan terjadi (Vitahealth, 2015). Penurunan berat badan merupakan modifikasi gaya hidup yang baik bagi penderita penyakit hipertensi. Menurunkan berat badan hingga berat badan ideal dengan munggurangi asupan lemak berlebih atau kalori total. Kurangi konsumsi garam dalam konsumsi harian juga dapat mengontrol tekanan darah dalam batas normal. Perbanyak buah dan sayuran yang masih segar dalam konsumsi harian (Syamsudin, 2011). 3. Menejemen Stres Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, rasa marah, murung, dendam, rasa takut, rasa bersalah) merupakan faktor terjadinya komplikasi hipertensi. Peran keluarga terhadap penderita hipertensi diharapkan mampu mengendalikan stres, menyediakan waktu untuk relaksasi, dan istrirahat (Lumbantobing, 2013). Olahraga teratur dapat mengurangi stres dimana dengan olahraga teratur membuat badan lebih rileks dan sering melakukan relaksasi (Muawanah, 2012). Ada 8 tehnik yang dapat digunakan dalam penanganan stres untuk mencegah terjadinya kekambuhan yang bisa terjadi pada pasien hipertensi yaitu dengan cara : scan tubuh, meditasi pernafasan, meditasi kesadaran, hipnotis atau visualisasi kreatif, senam yoga, relaksasi otot progresif, olahraga dan terapi musik (Sutaryo, 2011). 4. Mengontrol kesehatan Penting bagi penderita hipertensi untuk selalu memonitor tekanan darah. Kebanyakan penderita hipertensi tidak sadar dan mereka baru menyadari saat pemeriksaan tekanan darah. Penderita hipertensi dianjurkan untuk rutin memeriksakan diri sebelum timbul komplikasi lebih lanjut. Obat antihipertensi juga diperlukan untuk menunjang keberhasilan pengendalian tekanan darah (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati, 2010). Keteraturan berobat sangat penting untuk menjaga tekanan darah pasien dalam batas normal dan untuk menghindari komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit hipertensi yang tidak terkontrol (Annisa, Wahiduddin, dan Jumriani, 2013). 5. Olahraga teratur Latihan fisik regular dirancang untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan pasien dimana latihan ini dirancang sedinamis mungkin bukan bersifat isometris (latihan berat) latihan yang dimaksud yaitu latihan ringan seperti berjalan dengan cepat (Syamsudin, 2011). 6. Manajemen pengobatan hipertensi (Farmakologi hipertensi) menurut Syamsudin (2011), Tjay dan Rahardja (2010) : a. Prinsip pengobatan dengan antihipertensi adalah sebagai berikut: 1) Tujuan pengobatan hipertensi yaitu untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi. 2) Manfaat terapi hipertensi menurunkan tekanan darah dengan antihipertensi yang telah terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal jantung kongestif, dan memberatnya hipertensi. 3) Memutuskan untuk memulai pengobatan hipertensi tidak hanya ditentukan dengan tingginya tekanan darah tetapi adanya faktor rsiko penyakit kardiovaskuler lainnya. 4) Mulai pengobatan dengan suatu obat dosis rendah (jika tekanan darah tidak dikendalikan). Penderita hipertensi pada tahap awal atau tahap 1 memulai dengan jenis obat antihipertensi diuretik, βbloker, penghambat ACE, antagonis Kalsium dan α - bloker dengan memodifikasi pola hidup serta menjonsumsi obat monoterapi antihipertensi. II. ASUHAN KEPERAWATAN Menurut Wijayaningsih (2013) asuhan keperawatan pada klien Hipertensi dilaksanakan melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari : A. PENGKAJIAN Pengkajian keperawatan pada klien hipertensi dilakukan dengan cara berikut, dan mendapatkan data-data sebagai berikut : 1. Aktivitas atau Istirahat kelemahan, letih, nafas pendek, frekuensi jantung tinggi, takipne, perubahan irama jantung,. 2. Sirkulasi. Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit serebrovaskular, kenaikan tekanan darah, takikardia, distritmia, kulit pucat, cianosis, diaforesis. 3. Integritas ego Perubahan kepribadian, ansietas, depresi, atau marak kronik, gelisah, tangisan yang meledak, gerak tangan empati, otot muka tegang, pernafasan maligna, peningkatan pola bicara. 4. Eliminasi Gangguan ginjal saat ini atau masa lalu seperti infeksi, obstruksi atau riwayat penyakit ginjal. 5. Makanan/cairan Makanan yang disukai tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol, mual dan muntah, perubahan berat badan obesitas, adanya edema. 6. Neurosensori Pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan keterjagaan, orientasi pola atau isi bicara efek proses pikir, atau memori (ingatan), Respon motorik (penurunan kekuatan genggaman tangan), perubahan retina optic. 7. Nyeri atau kenyamanan Angina, nyeri hilang atau timbul pada tungkai klaudikasi, sakit kepala, nyeri abdomen 8. Pernapasan Dispnea, takipnea, ortopnea, dispnea noctural paroksisimal, riwayat merokok batuk dengan atau tanpa sputum, distress respirasi atau penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis. 9. Prioritas Keperawatan a. Mempertahankan atau meningkatkan fungsi kardiovaskuler. b. Mencegah komplikasi c. Memberikan infomasi tentang proses proses atau prognosis dan program pengobatan. d. Mendukung kontrol aktif pasien terhadap kondisi. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang timbul pada diagnosa keperawatan pasien dengan hipertensi dalam LP Askep ini yang seharusnya di dapatkan menurut NANDA Internasional (2018) yaitu : 1. Nyeri atau sakit kepala b.d peningkatan tekanan vascular serebral. 2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik. 3. Risiko penurunan perfusi jaringan b.d spasme arteri koroner C. INTERVENSI KEPERAWATAN Intervensi Askep yang direncanaka pada pasien dengan hipertensi berdasarkan diagnosa keperawatan menurut Bulechek (2016) adalah sebagai berikut: Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Nyeri atau sakit NOC kepala b.d - Pain level peningkatan - Pain tekanan vascular control serebral - Comfort level Kriteria hasil: - Mampu mengontrol nyeri - Melaporka n bahwa nyeri berkrang dengan menggunak an manajemen t nyeri - Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Intervensi Rasional NIC - Mempertahanka n tirah baring selama fase akut. - Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala (kompres dingin dan tehnik relaksasi - Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala (mengejan saat BAB, batuk dan membungkuk). - Kolaborasi dengan tim dokter pemberian analgesik. - - - - Meminimalkan stimulasi/meni ngkatkan relaksasi. Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang memperlambat . Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala. Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intoleransi NOC aktivitas b.d - Energi kelemahan fisik conservatio n - Activity tolerance - Selft care: ADLs Kriteria hasil: - Berpartisip asi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkata n tekanan darah - Tandatanda vital normal Intervensi Rasional - - - - kaji respon pasien terhadap aktivitas. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi (duduk saat gosok gigi, atau menyisir rambu) dan melakukan aktivitas dengan perlahan. Dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap, berikan bantuan sesuai kebutuhan. - - Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap stress aktivitas dan bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas. Tehnik menghemat energy mengurangi penggunaan energy, juga membatu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah penningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya kebutuhan akan mendorong Diagnosa Tujuan dan Intervensi kriteria hasil Risiko NOC penurunan - Cardiac perfusi jaringan pump b.d spasme effectivene arteri koroner ss - Circulation status - Vital sign status Kriteria hasil: - Tekanan systole dan diastole dalam tekanan normal - Nyeri dada tidak ada - Denyut jantung dalam batas normal - - - - - Rasional Pantau tekanan darah untuk evaluasi awal. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer. Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurang aktivitas/keribut an lingkungan. Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi aktivitas atau keributan dan batasi jumlha pengunjung dan lamanya tinggal. - kemandirian dalam melakukan aktivitas Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bi dang masalah vascular. Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati/terpal pasi. S4 terdengar pada pasien hipertensi berat krena ada hipertropi atrium (penigkatan volume atau tekanan atrium), perkembangan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel atau kerusakan fungsi Membantu untuk Diagnosa Tujuan dan Intervensi kriteria hasil Rasional - menurunkan rangsang simpatis. Membantu menurunkan rangsang simpatis dan meningkatkan relaksasi. D. EVALUASI Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Wijayanigsih, 2013) DAFTAR PUSTAKA American Heart Association. (2014). High blood pressure. from American Heart Association: http://www.heart.org/HEARTORG. Annisa, F.N. (2013). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas Pattingalloang Kota Makassar. Naskah Publikasi: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hassanudin Makassar. Dewi, S. & Familia. (2010). Hidup Bahagia Bersama Hipertensi. A Plus Books. Jakarta Irianto, K. (2014). Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: Alfabeta Junaidi & Iskandar. (2010). Hipertensi Pengenalan, Pencegahan, dan Pengobatan. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer. Kartika Sari Wijayaningsih. (2013). Standar Asuhan Keperawatan : Jakarta. TIM. Lumbantobing S.M. (2013). Neurogeriatri. Jakarta: FKUI Maryam, R & Siti, K. (2010). Hidup Bersama Hipertensi. In Books : Yogjakarta Muawanah. (2012). Hubungan tingkat pengetahuan tentang manajemen stres terhadap tingkat kekambuhan pada penderita hipertensi di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. NANDA International Nursing Diagnoses. (2018). Definitions and Classification 2018-2020. Buku Kedokteran: ECG Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Sutaryo. (2011). Bagaimana menjaga kesehatan jantung. Yogyakarta: Cinta Buku. Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal. Jakarta: The Joint National Commite VIII (JNC-8). (2014). Hypertension. The Eight Report of the Joint National Committee. Guidelines: An In-Depth Guide. Am J Manag Care Triyanto & Endang. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu. Udjianti & Wajan. (2011). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika. Vitahealth. (2015). Hipertensi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama World Health Organization (WHO). (2015). A global brief on hypertension: silent killer.