Nama :Renaldi Fadliansyah Nim :19407144023 Prodi :Ilmu Sejarah B 2019 Pengetahuan dan Kesan Dalam Kunjungan ke Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Setelah KRT Dipowinata meninggal pada tahun 1911, bangunan ini dihuni oleh Raden Tumenggung Dipowinata II hingga tahun 1914. Mulai tahun tersebut, hak anggaduh (Hak adat yang diberikan untuk mengelola dan memungut atau mengambil hasil dari tanah Kasultanan atau Kadipaten (bukan keprabon) kepada desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa untuk jangka waktu selama dipergunakan) atas tanah tersebut, oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII dihadiahkan kepada menantunya yang bernama KRT Jayadipura. Sejak itulah bangunan Dalem tersebut kemudian popular dengan sebutan Dalem Jayadipuran. Sanggar beliau sering mengadakan pertunjukan Wayang Wong, dengan kostum yang disesuaikan dengan filosofi cerita yang dipentaskan. Panggung dibuat mirip sesuai tema cerita. Beliau juga menjadi pembuat gamelan gaya Yogyakarta. Gamelan Jayadipuran dirancang untuk kepatihan Yogyakarta, G.P.H. Hadikusuma dengan laras Slendro. Gamelan ini digunakan di Indisch Institut hingga tahun 1940 dan sering dijual belikan ke Belanda. Beliau juga dekat dengan beberapa orang Eropa dan Amerika, beliau mengenal Elizabeth T., Antropolog asing yang ingin mempelajari budaya setempat dan diarahkan untuk bertemu beliau, selain itu ada pula seniman Walter Spies yang tinggal di Dalem selama 3 tahun. Ada pula Jaap Kunst seorang musisi yang belajar dari Jayadipuro. Dalem ini pernah menjadi tempat berkumpul Jong Islamitien Bond pada 1925 dan 1930, seperti dimuat dalam De Indische Courant, sedangkan Jayadipuran juga pernah menjadi juri pameran batik, dan memberi subsidi sekolah Boedi Oetomo. Beliau pernah berkunjung ke Bandung dalam rangka Jong Java Instituut. Beliau di kenal sebagai orang yang pasif,dalam artian beliau selalu menjaga perasaan orang orang di sekitarnya terutama orang belanda. Dalem ini juga pernah digunakan kepanduan Hindia pada 1927 dan perkumpulan Kawoeloe, serta pertemuan perhimpunan Indonesia memprotes eksploitasi pekerja batik oleh pengusaha etnis Cina, dan Kongres Wanita Muda 22-25 Desember 1928. Menjadi tempat rapat PNI-PSI, dimana Bung Karno pernah berkunjung dua kali. Kemudian ada pertemuan PPPKI yang memuat 5000 orang. Jayadipuro juga pernah ke Amerika untuk menyebar kesenian Jawa, terlibat dalam gejolak sosial di Jogja, terutama dalam protes toko Fuji yang disebabkan oleh penganiayaan pekerja pribumi oleh pemilik toko yang merupakan orang Jepang.Kesan saya saat mengunjungi BPNB adalah menarik, Karena tersedia arsip arsip katalog,buku yang masih tersimpan dengan rapi dan terawat dengan baik bahkan tersedia komputer untuk mencari dimana arsip tersebut disimpan,dan saya cukup kagum dengan adanya arsip perfilm an dan bioskop keliling,jadi pelestarian budaya tetap terjamin dengan sosialisasi melalui media gerak. dan BPNB sendiri mempunyai budaya yang diciptakan dan masih di lestarikan sampai saat ini yaitu di bidang seni tari yaitu Tari Topeng , dan mereka mempuyai ciri tertentu yaitu mempersingkat pertunjukkan tanpa mengubah inti,karena jika ditampilkan secara terperinci Tarian mempunyai durasi yang lama dan membosankan. Menurut saya semua terlihat menarik karena semua akses dan fasilitas yang tersedia sudah cukup untuk memfasilitasi para pengunjung untuk mencari sumber, bahkan berdialog tentang bagaimana perkembangan maupun sejarah BPNB sendiri, Dan yang saya paling pertanyakan yaitu bagaimana cara Jayadipuro mendapatkan pengetahuan di berbagai ilmu,karena pada saat itu karena sistem pemerintahan masih berbentuk Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan dimana kekuasaan berada di tangan kelompok kecil yang mendapatkan keistimewaan.Dimana Jayadipuro sendiri bukan anak bangsawan.Ternyata Jayadipuro sendiri sering ikut belajar dengan anak para bangsawan,karena sistem pembelajaran di kelas dilakukan secara terbuka sehingga Jayadipuro biasa mengikuti berbagai pembelajaran seperti Seni Tari dan Seni Pahat. Dan beberapa karya beliau seperti seni bangunan yang berada di BPNB yang sebagian mempunyai nilai filosofis yang menarik untuk dipelajari,Dan mungkin saya berharap agar nilai nilai budaya agar selalu dilestarikan dengan cara yang menarik seperti melalui film ataupun seni pertunjukan lainya, karena saya merasa penyampaian seperti itu memiliki nilai ketertarikan yang lebih pada Era saat ini, Ditambah lagi ada proses dialegtika setelah penyampaian karena proses diskusi adalah cara terbaik untuk melengkapi pemahaman teori.