PENDAHULUAN Latar Belakang Perencanaan kota dapat diartikan sebagai perencanaan yang berkaitan dengan pengalokasian lahan dalam berbagai macam fungsi dan kegiatan (Hariyono 2010). Salah satu bentuknya adalah perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Dalam tata ruang dan perencanaan daerah biasanya memiliki jangka waktu dan diperbaharui setiap 20 tahun sekali, dimana dalam jangka waktu tersebut perlu dilakukan review-review dan penyesuaian kembali terutama daerah yang mengalami perkembangan pesat. Review ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana penyimpangannya dimana dalam hal ini adalah penyimpangan penggunaan lahan yang telah ditetapkan pada rencana tata ruang, apakah penggunaan lahan saat ini sudah selaras dengan penggunaan lahan yang ada pada rencana tata ruang kota. Proses perubahan penggunaan lahan akan berlangsung terus menerus sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin meningkatnya aktivitas masyarakat setempat. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan ruang, baik itu sebagai tempat tinggal maupun untuk fungsi lain, sehingga penggunaan lahan yang tidak terencana akan menimbulkan dampak kerusakan dimasa mendatang. Perencanaan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan yang menghasilkan keputusan-keputusan, atau pilihan-pilihan, tentang alternatif cara penggunaan sumberdaya yang memungkinkan, dengan tujuan untuk mencapai suatu bagian dari tujuan dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang (Conyers dan Hill 1984:3) dalam (Hariyono 2010). Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu kegiatan perencanaan dan pengawasan yang baik dan efisien agar pertumbuhan dan pembanguan suatu wilayah dapat terarah sesuai dengan yang direncanakan sehingga mencapai hasil yang optimal dan kelestarian lingkungan tetap terjaga. Di Banda Aceh terjadinya Gempa bumi pada tanggal 26 Desember 2004 jam 08.58 dengan kekuatan 9,0 pada Skala Ricter (SR), ebisenternya pada 3 0 LU DAN 95 0 BT berada di lepas pantai Sumatera di Utara pulau Gempa bumi dan tsunami ini telah menghancurkan beberapa kota besar seperti Banda Aceh, Meulaboh, Sigli, Singkil, Lhokseumawe dan kota-kota kecil di sepanjang pantai Aceh. Musibah ini telah menghancurkan bangunanbangunan, rumah-rumah penduduk, dan pusat-pusat pasar raya. Pendeknya, bencana ini telah merusak kehidupan masyarakat Aceh seperti kehilangan sanak saudara, kehilangan pekerjaan dan ketertinggalan pendidikan dan usaha. Peristiwa gempa bumi dan tsunami dengan beberapa deretan konflik yang berpanjangan ini telah merusak kehidupan masyarakat Islam Aceh. Ia telah mengembalikan masa lalunya yang penuh derita, kesengsaraan dan ketinggalan.Dan khususnya di pusat Kota Banda Aceh tepatnya di simpang lima ada sebuah tuguh yang dibangun pada tahun 1994 dan direnovasi pada tahun 2016 Adapun sektor pembangunan yang direncanakan meliputi: 1. Tata ruang pertanahan, mencakup penataan kepemilikan tanah (land owner shif), kesesuaian tanah untuk permukiman dan penyangga serta pembuatan site plan (pertanian, pemukiman, tempat usaha, fasilitas pendukung). Selanjutnya penataan kawasan meliputi pembuatan rencana terperinci zona, tata bangunan dan lingkungan, kawasan khusus, membuat rencana konstruksi dan kode bangunan. Demikian juga tentang penataan perumahan terdiri dari pengkajian konstruksi bangunan tahan gempa dan tsunami, bentuk rumah, sistem pelan, struktur jalan, rumah untuk pemukiman, penataan kawasan khusus. 2. Lingkungan dan sumber daya alam dimulai dari menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga alam lingkungan dan kesanggupan mengenal pasti kejadian bencana alam. Kedua hal itu sangat berkaitan dengan nilai-nilai agama. Juga direncanakan tentang kesiapan‘Early Warning System’, dan persiapan pembangunan kawasan penyangga berjarak 1.5 km dari garis pantai. Selain itu usulan-usulan yang ditawarkan sangatlah positif bagi pembangunan alam lingkungan. Rencana pembangunan alam sekitar memperhatikan prinsip-prinsip seperti berikut: (a) Rekonstruksi sumber alam berasas keadilan antara generasi, (b) Keadilan dalam satu generasi, (c) Prinsip pencegahan awal, (d) Perlindungan keanekaragaman hayati, (e) Keseimbangan tiga aspek pembangunan meliputi unsur ekonomi, sosial dan lingkungan.1 3. Prasarana dan sarana umum berupa perbaikan jalan yang rusak ringan 207. 48 km, dan jalan yang rusak parah 57.17 km agar baik kembali. Selain pembangunan jalan, dilakukan pula pembangunan seperti berikut (a) Merehabilitasi prasarana perhubungan, (b) Melakukan pengalihan lokasi, (c) Membangun jalan-jalan alternatif, (d) Membuka bahagian pelosok dan pulau NAD. Selain itu, dilakukan pembangunan sarana pengangkutan darat, laut dan udara,2 rehabilitasi sumber air dan telekomunikasi. Keempat. Ekonomi dan tenaga kerja telah direncanakan tiga tahap pembangunan yaitu program keutamaan rekonstruksi (Priority Reconstruction Program) seperti berikut: (a) Rekonstruksi aset fisik (pusat-pusat perlayanan umum), (b) Menghidupkan kembali aktivitas-aktivitas ekonomi lokal seperti perikanan, pertanian, perkebunan dan pariwisata, (c) Membangun lembaga-lembaga ekonomi dan menyampaikan informasi tentang rancangan pembangunan, (d) Menjaga suasana perdamaian abadi yang telah dimulai dan berlangsung secara berkelanjutan, (e) Dukungan penyediaan pelayanan masyarakat bagi penduduk yang akan kembali ke rumah-rumah (antara lain perumahan, air bersih, fasilitas pendidikan, kesehatan dan pengangkutan).” 4. Sistem kelembagaan yang dilakukan ialah dengan melaksanakan pendidikan dan pelatihan khusus. Pendidikan dan latihan ini diawali dari proses pelayanan pejabat, bahan pengajaran dalam pendidikan yang bernilai keIslaman. Selain itu, diperlukan usaha pemerintah untuk meningkatkan kemampuan melaksanakan tugas-tugas pembangunan. Salah satu usaha antara lain penyusunan organisasi yang profesional 5. sesuai dengan fungsi dan tugasnya secara tepat (right-sizing). Selain itu, diperlukan langkah-langkah konkrit dari program ini, dengan memperbaiki prosedur, data dan informasi yang tepat serta pengawasan. Dengan cara seperti itu, masyarakat Aceh dapat mengerti tentang pembangunan Aceh di masa depan. 6. Pendidikan sosial budaya, sumber daya manusia dan kesehatan meliputi: (a) Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan untuk semua jenis, (b) Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka pelayanan pendidikan, (c) Pemberian beasiswa. (d) Penyempurnaan sistem pendidikan dan kurikulum, (e) Pengadaan guru-guru bantu, (f) Peningkatan kualitas dan kemampuan guru, (g) Perbaikan lembaga pendidikan dan tenaga pendidikan, (h) Pemberdayaan dan peningkatan program pendidikan luar sekolah, (i) Mengupayakan santunan kepada keluarga guru/karyawan di lembaga pendidikan. RTRW merupakan perencanaan dalam bentuk rencana pola dan struktur ruang yang perwujudannya dilakukan melalui pelaksanaan indikasi program. Didukung dengan kenyataan bahwa ruang adalah wadah interaksi sosial, ekonomi, dan budaya antarmanusia, ekosistem, dan sumberdaya buatan, maka RTRW juga merupakan perencanaan kota sebagai kerangka kerja untuk mendorong perwujudan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan perubahan pemanfaatan ruang yang dapat berdampak pada kesejahteraan rakyat. RTRW juga bermanfaat menjaga keserasian pembangunan wilayah dan sektor dalam pelaksanaan programprogram pembangunan. RTRW menjadi acuan instansi pemerintah dan masyarakat untuk mengarahkan lokasi dan memanfaatkan ruang dalam menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang. Sebagai arahan pelakasanaan pembangunan wilayah kota dan solusi penanganan permasalahan kota dalam wilayah pada waktu yang akan datang, penyusunan RTRW harus memperhatikan : a. Isu-isu permasalahan tata ruang, sosial budaya, ekonomi, dan sarana prasarana lingkungan b. Potensi dan karakteristik wilayah c. Tuntutan kebutuhan yang akan datang d. Kelestarian lingkungan sebagai aspek penting dalam pembangunan berkelanjutan Sehubungan dengan fungsi dan peran RTRW dalam pembangunan dan pengembangan wilayah kota, maka penyusunan RTRW harus pula memperhatikan aturan-aturan atau pedoman-pedoman yang terkait dengan penyusunan RTRW. Aturan tersebut antara lain adalah : a. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang b. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Penataan Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Tengah d. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten di wilayah perbatasan (RTRW Kabupaten Magelang) e. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005-2025 Penyusunan RTRW memerlukan persamaan persepsi sebagai pemahaman kepentingan dalam kebutuhan pemanfaatan ruang serta implementasinya, sehingga partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan dengan tujuan: a. Mengembangkan rasa memiliki terhadap tujuan pembangunan yang ingin dicapai b. Menumbuhkan arti penting perencanaan c. Menjaring isu-isu permasalahan serta memancing aspirasi tentang kondisi wilayah yang akan datang melalui alternatif pengembangan pola pikir yang obyektif Jaring aspirasi masyarakat yang dilaksanakan secara obyektif dalam bentuk dengar pendapat umum (public hearing) sangat mendorong kualitas substansi rencana tata ruang sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan berubahnya UU No. 24 Tahun 1992 menjadi Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka produk penataan ruang di daerah juga harus mengikuti pedoman baru tersebut. Dari sisi spasial kewilayahan, secara internal Kota Magelang juga mengalami pengembangan terutama di kawasan strategis yang diharapkan dapat menjadi pusat pertumbuhan baru di masa mendatang. Pengembangan kawasan strategis tersebut tercantum dalam RPJP Kota Magelang Tahun 2005-2025. Selain dari sisi kebijakan, Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang juga tidak terlepas dari berbagai macam latar belakang masalah internal Kota Magelamg itu sendiri. Adapun masalah tersebut seperti masalah tata ruang, masalah sosial budaya, masalah ekonomi dan berbagai masalah penyediaan sarana prasarana lingkungan yang harus segera dicari solusi pemecahannya (problem solving). PEMBAHASAN 1. Pengertian kota KOTA ( Grunfeld ) : Suatu Permukiman dengan Kepadatan penduduk yang lebih besar daripada kepadatan wilayah nasional dengan struktur mata pencaharian non agraris dan tata guna tanah yang beraneka ragam serta dengan bangunan gedung yang berdiri berdekatan KOTA ( M.C. Branch) : Area terbangun dengan struktur jalan dan suatu permukiman yang terpusat pada suatu area terbangun dengan kepadatan tertentu yang membutuhkan sarana dan pelayanan pendukung yang lebih lengkap dibandingkan dengan kebutuhan di pedesaan KLASIFIKASI DEFINISI KOTA Ukuran Penduduk : Kota Metropolitan, Kota Besar (City), Kota Kecil (Town) Tingkat Perkembangan : Kota Berkembang Cepat, Statis, Tertinggal Fungsi Kota : Kota Wisata, Kota Pendidikan, Kota Industri Kedudukan dan Status : Ibukota Provinsi, Kota Kabupaten, Kota Kecamatan Geografis : Kota Pantai, Kota Sungai Sejarah : Kota Kerajaan, Kota Kolonial KRITERIA KOTA ( HARDOV ) Size : berukuran dan berpenduduk besar untuk masa / jaman dan daerahnya Bersifat permanent Memiliki kepadatan minimum Memiliki suatu tempat dimana orang tinggal dan bekerja Mempunyai struktur dan pola dasar yang padat jalan-jalan dan ruang kota Memiliki sejumlah minimal fungsi-fungsi kota (pasar, pusat pemerintahan / politik, pusat militer, pusat keagamaan, pusat kegiatan ntelektual, dll ) Masyarakat yang heterogen dan bertingkat-tingkat, serta adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat tersebut Suatu Pusat ekonomi perkotaan untuk jaman dan daerahnya yang menghubungkan suatu hinterland pertanian dan mengolah bahan mentah untuk pasaran yang lebih luas Merupakan suatu Pusat Pelayanan bagi wilayah sekitarnya KOTA - Punya Keunggulan Komparatif - : Berpengaruh pada pertumbuhan kota Comparative Advantages Alam o Keuntungan dari alam : tambang, pertanian, pariwisata alam o Dapat dilihat dari topografinya, landscape (bentang alam), historis, sumber daya (jaminan kelangsungan hidup) Comparative Advantages Buatan Hasil karya Manusia : aksesbilitas tinggi Karena kelengkapan jaringan sarana dan prasarananya ( jaringan KA, pelabuhan, bandara) TAHAP PERKEMBANGAN KOTA TAHAP : PRA INDUSTRI ( < 1870 ) Ciri : kegiatan agriculture, industri pengolahan hasil pertanian (sektor primer) TAHAP : PERALIHAN KE INDUSTRI ( .... – 1870 ) Ciri : Industri baru, tenaga kerja meningkat, perkembangan sektor transport, muncul individual kapitalis TAHAP : INDUSTRI ( 1870 – 1920 ) Ciri : Peralihan ekonomi, pengembangan sistem transport, kota makin luas, penduduk meningkat pesat TAHAP : PASCA INDUSTRI ( 1920 – 1940 ) Ciri : Teknologi berkembang pesat, aktivitas ekonomi dan jasa menonjol Perencanaan Dan Perancangan Kota Tata = Penataan= Ruang PLANNING ... is ... ???? Proses yang berkelanjutan – sebagai antisipasi dan persiapan untuk adanya perubahan-perubahan di masa depan Perencanaan Kota dan Wilayah adalah Suatu prosedur untuk menangani perubahan tersebut dalam kerangka spasial – dengan cara pengaturan tata guna lahan bagi pemilik swasta dan publik PLANNING ... MUST ... Fleksibel terhadap perubahan yang terjadi di masa depan Berguna untuk penanganan masalah / kebutuhan jangka pendek Perencanaan wilayah Perencanaan Transportasi Perencanaan lansekap Perencaan Tapak Perencanaan Kota Ilmu rancang seni bangunan Menghasilkan suatu perancangan lingkungan binaan berupa gedung dengan tata atur ruang dalam (interior) dan ruang luar eksterior) Lebih bersifat individu dalam kesesuaian dengan konteks lingkungan. 2. PERANCANAAN ARSITEKTUR & PERANCANGAN KOTA PERANCANGAN ARSITEKTUR Pembangunan PERANCANGAN KOTA Dirancangan untuk dibangun segera Dibangun dalam kurun waktu yang panjang Perbandingan Perancangan Arsitektur dan Perancangan Kota ( Spreiregen, 1964 ) Klien Perancangan Arsitektur Perancangan Kota Rata-rata 1 Klien : Klien Kolektif : Masyarakat, Swasta, individu atau kelompok kecil Pemerintah 3. PERANCANGAN KOTA menurut Andy Siswanto .... sebenarnya adalah Sebuah disiplin perancangan yang merupakan pertemuan dari arsitektur, perencanaan dan pembangunan kota. Lebih jauh lagi, Perancangan Kota adalah Menterjemahkan kedua bidang riset perkotaan dan arsitektural sedemikian rupa sehingga ruang dan bangunan perkotaan dapat dimanfaatkan, sosial, artistik, berbudaya dan optimal secara teknis maupun ekonomis. Manfaat Perancangan Kota(Spreiregen, 19964) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Menjadikan kota manusiawi Menghubungankan bentuk kota dengan seting alam Memberikan pusat-pusat baru pada urban fabrik Menggabungkan (dengan serasi) yang monumental dengan yang biasa Menggabungankan (dengan serasi) fisik perkotaan dengan fisik alam Menciptakan situs fokal Menjadikan kota sebagai kesatuan dari keanekaragaman Menjadikan perluasan kota komprehensip. Teknik Dasar Perancangan Kota (Spreiregen, 1964 ) 1. Teknik ruang terbuka : didasari oleh jaringan ruang terbuka dari pusat kota hingga pinggiran kota “bukan dimana harus membangun, tapi tidak membangun”. 2. Teknik transportasi : didasari oleh hirarti struktur jalur transportasi kereta api, mobil, kapal atau pesawat terbang. 3. Teknik jaringan modal: didasari oleh jadwal terkoordinasi dari rencana anggaran belanja kota dan masyarakat untuk pembuatan jalan, utilitas kota, bangunan publik, dll 3. URBAN DESIGN Suatu hasil perpaduan kegiatan antara profesi perencana kota, arsitektur, lansekap, rekayasa sipil, dan transportasi dalam wujud fisik. ARSITEKTUR PERANCANGAN KOTA PERENCANAAN KOTA MIKRO SINGLE BUILDING MEZO MAKRO RUANG UMUM & BANGUNGANBANGUNAN DARI ASPEK PUBLIK KEBIJAKKAN PUBLIK PERANCANGAN KOTA BERKAITAN DENGAN PENATAAN LINGKUNGAN FISIK YANG LEBIH LUAS DARIPADA HANYA SATU PERSIL SEPERTI YANG DIALAMI OLEH BIDANG ARSITEKTUR. KARENA DAPAT DILIHAT SEBAGAI EKSTENSI DARI BIDANG ARSITEKTUR, MAKA “URBAN DESIGN” SERING PULA DISEBUT SEBAGAI “ARSITEKTUR KOTA” 1. KLIEN DAN PARTISIPASI 2. MASALAH LINGKUNGAN 3. MASALAH SOSIAL PERENCANAAN KOTA (URBAN PLANNING) MENANGANI LINGKUNGAN BINAAN (BUILT ENVIRONMENT) DALAM LINGKUP MAKRO (KOTA). UNTUK MELAKSANAKAN HASIL PERENCANAAN KOTA DIPERLUKAN PROGRAM PROGRAM PENANGANAN KAWASAN ( MEZO), MAKA DAPAT DIARTIKAN BAHWA PERANCANGAN KOTA SEBAGAI PENANGANAN. LINGKUNGAN BINAAN BERSKALA MEZO, Urban Design bukanlah sekedar arsitektur yang seluas kota ataupun lansekap kota dan bukan sekedar skala di antara arsitektur dan perencanaan. Urban Design adalah aktivitas problemsolving yang aktivitasnya berbasis pada spatial decision-making di semua level perencanaan yang berkaitan dengan kota. Urban Design berkaitan dengan bentuk kota yang dapat dilihat secara 2 dimensional maupun 3 dimensional yang tergantung pada resolusi yang diperlukan dalam proses perancangan kota. Dalam Urban Design sangat penting untuk dapat merepresentasikan kota dengan baik untuk memahami dan merepresentasikan kota dengan baik untuk memahami dan menggambarkan kota yang kompleks itu. Urban Tissues: jalinan yang terbentuk Urban Fabric: bentuk bangun-bangunan oleh elemen-elemen kota. dan ruang serta elemen kota yang tampak dalam kesatuan tipologi yang homogen. URBAN DESIGN PROCCES (Hamid Shirvani 1985 Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold) Elemen Urban Design Domain Urban Design adalah ruang antar bangunan, dari eksterior dari sebuah bangunan sampai dengan bangunan yang lainnya. "Designing cities without designing buildings" (Barnett,1974 dalam Shirvani 1985: 6) Berdasarkan Urban Design Plan of San Francisco (1970) Shirvani mulai dari memetakan adanya empat kelompok keterkaitan ruang kota: 1. Internal pattern and image 2. External form and image 3. Circulation and parking 4. Quality of environment (Wilson dkk, 1979 dalam Shirvani, 1985:6) Elemen Urban Design Metoda/Proses Urban Design Kriteria rancangan Urban Design Metoda/Proses Urban Design Secara konseptual dapat dikategorikan ke dalam 6 kelompok pendekatan / metoda / proses dalam UD Ÿ Internalized Method Sypnotic Method Incremetal Method Ÿ Fragmental Method Pluralistik Method Radical Method Internal Pattern and Image Gambaran ruang dalam struktur ruang kota dalam skala mikro (micro level), gambaran ruangkeseluruhan organisasi ruang kota. Titik-titik penting (focal points) landmarks pola pergerakan. External form and image Gambaran keseluruhan dari kota, skyline,identitas kota. i Circulation and Parking Gambaran kualitas sirkulasi manusia dan kendaraan, keadaan ruang (atau ketiadaan ruang) parkir, keteraturan, kemonotonan, Quality of Environment Keadaan dan kualitas dari: > jarak dengan ruang terbuka > kemenarikan facade jalan-jalan > kualitas pemandangan > kualitas pemeliharaan, kebisingan dan iklim mikro. Shirvani mengelompokkan domain elemen Urban Design sebagai berikut: 1. Land use 2. Building form and massing 3. Circulation and parking 4. Open space 5. Pedestrian ways 6. Activity Support 7. Signage 8. Preservation (Shirvani, 1985:8)Land Use Tujuannya adalah untuk menentukan: tipe penggunaan yang diperbolehkan dalam area tertentu Menciptakan adanya hubungan fungsional antar berbagai area Floor Area yang memungkinkan untuk setiap penggunaan yang diijinkan Skala pembangunan baru Tipe insentif pembangunan yang sesuai untuk area tertentu Building Form and Massing Tujuannya adalah untuk menentukan: mengatur penampilan bangun-bangunan di antaranya adalah ketinggian (height), sempadan (setback) dan ketutupan (coverage), bulk, dan konstigurasinya. skala (terkait dengan human vision, sirkulasi, ketetanggaan antar bangunan dan ukuran ketetanggaan/distrik/bangunbangunan "ruang kota" (bentuk dan tipenya, keterkaitan dengan bangunan pembentuknya, elemen yang ada di dalamnya dll.) "massa kota" (urban mass: bangunbangunan, permukaan lansekap dan besar atau kecilnya objek dalam kota Circulation and Parking Parkir mempunyai 2 dampak penting: keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu fasilitas (terutama komersial) Sirkulasi mempunyai dampak penting: alat yang paling kuat dalam menstrukturkan ruang kota Open Space Ruang terbuka mempunyai banyak makna: Softspace (semua elemen lansekap dalam kota) Hardscape (jalan, jalur jalan kaki dan sejenisnya, tempat parkir terbuka dan sejenisnya) dapat membentuk (shape), mengarahkan Ruang rekreasional lainnya (direct) dan mengatur pola aktivitas (activity pattern control)Ruang yang "terabaikan" bukan ruang dampak visual dan lingkungan (terutama terbuka! dahulu ruang terbuka bukan bagian dengan perkembangan jalan ekspress penting dalam urban design, tetapi sekarang tol) harus dipikirkan sebagai bagian integral Pedestrian Ways Jalur pedestrian merupakan bagian penting sejalan dengan sirkulasi dan parkir kendaraan mereduksi ketergantungan pada mobil memperbaiki kualitas lingkungan terutama udara! mempromosikan skala kota yang lebih manusia memungkinkan adanya integrasi yang lebih baik antara fungsi bangunan satu dengan yang lain (fasilitas rest room publik, amenities, atau bahkan para penjual di antara kantor-kantor besar misalnya) perlu adanya street furniture yang Activity Support Semua penggunaan dan aktivitas yang membantu memperkuat ruang-ruang publik kota, termasuk di dalamnya adalah semua fungsi dan penggunaan yang menimbulkan aktivitas seperti pasar, tempat rekreasi, perpustakaan umum dll. activity support harus diintegrasikan dan dikoordinasikan melalui pemrograman yang adekuat diarahkan untuk mixed use, keragaman dan intensitas penggunaan ng ada menjadi "pengisi" antar bangun-bangunan Signage Preservation (conservation) Iklan menjadi elemen visual yang semakin Bukan hanya untuk bangunan lama tetapi lama semakin penting! memperhatikan seluruh struktur (bangun- mengatur kompatibilitas antara media bangunan) dan tempat (place) yang ada dalam (ukuran, jenis, bentuk dll.) dengan ruang mereduksi dampak visual negatif secara kultural mereduksi kebingungan karena banjir proteksi terhadap bangunan bersejarah / informasi yang tidak jelas penting terkait dengan bangun-bangunan/tempat publik) Ÿ mempertimbangkan kriteria-kriteria: dapat dibedakan: private info, identitas lokasi, design, setting, material, bangunan, iklan bilboard besar, public info, workmanship (estetika), "feeling" dan traftic signs dll. asosiasi dengan kualitas kesejarahan -tanda umum (lalu lintas, petunjuk STUDI PRESENDENT Architects : James Corner Field Operations Location : Philadelphia Navy Yard, Philadelphia, PA, United States Design Director : James Corner, RLA, Founding Partner Project Year : 2015 Photographs : Halkin Mason Photography, Courtesy of Philadelphia Industrial Development Corporation Manufacturers : Hammell Nurseries, Joola City Table, Kurt Blumel, Inc., Landscape Forms, Nova Crete, Inc., Plexitrac Athletic Track Surfaces, Selux, mmCite, Modern Design & Site Furnishings Project Manager : Sarah Weidner Astheimer, Senior Associate Project Designers : Matt Grunbaum, Associate, Kimberly Cooper, Associate, Sanjukta Sen Client : Liberty Property Trust Budget : $7.4 million Size : 5 acres From the architect. Field Operations has designed the 5-acre Central Green at the heart of the Philadelphia Navy Yard Corporate Center. The site was historically marked by wetlands, meadows, and bird habitat and is growing into Philadelphia’s most innovative and progressive corporate neighborhood. From the architect. Field Operations has designed the 5-acre Central Green at the heart of the Philadelphia Navy Yard Corporate Center. The site was historically marked by wetlands, meadows, and bird habitat and is growing into Philadelphia’s most innovative and progressive corporate neighborhood. The design unites the cutting edge urban potential of the site with its native habitat, resulting in a new type of environment that is sustainable, green, and natural as well as social, active, and urban. A 20-ft wide Social Track organizes the site’s circulation and frames a unique, immersive interior park featuring dowering meadows, a hammock grove, an outdoor amphitheater, bocce courts, and fitness stations. Studi Kasus : PUSAT KOTA (TUGU BUKOPIN, SIMPANG LIMA BANDA ACEH) Lokasi : Pusat Kota Banda Aceh, Indonesia Pembangunan : 1994 Di Renovasi : 2016 Arsitek : Izziah, Zulhadi Syahputra TUGU baru Simpang Lima Kota Banda baru saja diresmikan. Kehadirannya banyak memunculkan interpretasi tentang konsep dan bentuk desain tugu yang dibangun. Ada yang mengagumi, mempertanyakan dan ada juga yang menyatakan ketidakpahaman akan desain tersebut secara terang-terangan. Respons yang variatif seperti itu adalah wajar, mengingat memang belum semua masyarakat sepenuhnya paham mengenai konsep desain Tugu Simpang Lima yang sebenarnya. Bukan sedikit yang berpikir bahwa tugu tersebut “sekadar” asal jadi dan malah dituding meniru bentuk-bentuk tertentu. Namun berapa banyak yang tahu bahwa sebenarnya proses desain tugu tersebut menghabiskan waktu yang tidak singkat dan atas dasar riset, dengar pendapat dan diskursus yang disandarkan pada disiplin keilmuan yang berkompeten di bidangnya. Intinya, desain yang “sederhana” ini tercipta melalui proses panjang, yang justru tidak sederhana. Gambar atas, tugu simpang lima yg direnovasi dan gambar bawah tugu belom direnovasi Ada empat konsep dasar yang dielaborasi dalam pengembangan desain Tugu Simpang Lima Banda Aceh, antara lain: Konteks lokasi, isu desain, karakter desain dan budaya perusahaan Bank Bukopin. Mengapa Bank Bukopin? Karena tugu ini direvitalisasi oleh Bank Bukopin bekerja sama dengan Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh. Proses perencanaan Yang pertama adalah konteks lokasi. Dalam proses perencanaan, kondisi eksisting kawasan perencanaan dan konteks lokasi menjadi hal penting yang dipertimbangkan dalam proses desain ini. Tugu Simpang Lima Banda Aceh merupakan satu landmark yang terletak pusat kota yang memiliki sejarah dan memori sebagai tempat yang sering dijadikan lokasi penyampaian aspirasi dan demonstrasi. Pada konteks lokasi, ada empat eksplorasi konsep yang diterapkan pada desain, antara lain: axis-oriented (sumbu), urban oase, multipurposes building, dan landmark Kota Banda Aceh. Sesuai namanya, lokasi tugu ini memiliki lima persimpangan jalan protokol yang selalu padat, yaitu: Jalan Tgk HM Daud Beureuh, Jalan T Panglima Polem, Jalan Sri Ratu Safiatuddin, Jalan Diponegoro, dan Jalan T Angkasa Bendahara. Aksis ini direspons dengan menciptakan bentuk tugu yang berorientasi menghadap kelima aksis (sumbu) jalan yang ada pada sekitar kawasan. Konsep urban oase diterjemahkan dengan menghadirkan lansekap taman kecil dan Kolam Air Mancur sebagai elemen pendukung untuk memberi nilai lebih terhadap tugu. Keberadaan taman dan Kolam Air Mancur tersebut diharapkan mampu berkontribusi untuk mengendalikan iklim mikro dalam menurunkan suhu di sekitar tugu. Kemudian, konsep multi-purposes sculpture diterjemahkan melalui penciptaan bentuk tugu yang bukan hanya mengedepan estetika saja, namun juga aspek yang fungsional. Sesuai dengan latar belakang konteks lokasi tugu sebagai tempat yang sering dijadikan lokasi penyampaian aspirasi dan demonstrasi, maka desain tugu yang baru ini justru memberi “ruang” yang lebih nyaman untuk itu. Semakin hari kota akan semakin berkembang menyesuaikan diri. Identitas kota dapat dipertahankan, namun tidak tertutup kemungkinan bahwa perkembangan kota bisa melahirkan identitas baru. Kehadiran tugu baru ini diharapkan tetap bisa menjadi penanda kota (landmark) menggantikan tugu yang lama. Isu desain Konsep dasar desain yang kedua adalah isu desain. Isu desain yang diangkat dalam desain ini adalah isu-isu kekinian yang berhubungan dengan lokalitas, identitas, dan karakter Kota Banda Aceh saat ini. Ide awal perencanaan tugu ini diambil dari bentuk Pintoe Aceh, sesuai dengan permintaan Ibu Wali Kota Banda Aceh. Bentuk yang ditransformasikan adalah setengah Pintoe Aceh yang kemudian dieksplorasi melalui beberapa proses dengan memasukkan nilai-nilai dari konsep kota madani. 5. ELEMEN PERANCANGAN KOTA 1. Tata Guna Lahan (Lands Use) 2. Sirkulasi 3. Open Space 4. Tata Bangunan 5. Reservasi/ Pelestarian 1. Tata Guna Lahan Perencanaan Tata Guna Lahan adalah suatu bentuk aktivitas yang telah berlangsung lama sepanjang sejarah peradaban manusia. Bentuk perencanaan sangat beragam, mulai dari yang paling sederhana hingga yang sangat kompleks dan menerapkan berbagai pendekatan yang multi-konsep. Perencanaan tata guna lahan sering dipertukarkan dengan istilah perencanaan penggunaan lahan; karena pada dasarnya memiliki pengertian yang sama. Dalam berbagai literatur, kedua istilah ini disebut land use planning. Sedikit perbedaan keduanya hanya terletak pada penekanan pada ruang (space). Tata guna lahan secara implisit mengandung pengertian ruang di dalamnya, karena terkait dengan tata guna : penataan atau pengaturan penggunaan, baik dalam konteks ruang maupun waktu. Sementara, penggunaan lahan tidak ditekankan seperti itu. Dengan demikian, perencanaan tata guna lahan juga memiliki relevansi dan bahkan sama dengan pengertian perencanaan tata ruang (spatial planning). Definisi perencanaan tata guna lahan perlu dilihat secara koprehensif, dari sisi perencanaan, tata guna dan lahan. Secara umum, perencanaan dapat didefinisikan sebagai proses menyiapkan dan membuat sekumpulan keputusan untuk tindakan-tindakan di masa depan yang diarahkan untuk mencapai tujuan melalui usaha optimal. Keputusan dan tindakan dilakukan terhadap upaya tata guna (menata penggunaan) yang diinginkan (berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan) mengenai lahan, baik pada rentang waktu pendek (saat ini) maupun pada masa yang akan datang. Pengertian Tata Guna Lahan adalah wujud dalam ruang di alam mengenai bagaimana penggunaan lahan tertata, baik secara alami maupun direncanakan. Dari sisi pengertian perencanaan sebagai suatu intervensi manusia, maka lahan secara alami dapat terus berkembang tanpa harus ada penataan melalui suatu intervensi. Sedangkan pada keadaan yang direncanakan, tata guna lahan akan terus berkembang sesuai dengan upaya perwujudan pola dan struktur ruang pada jangka waktu yang ditetapkan. FAO (tahun 1993) memandang perencanaan tata guna lahan (land use planning) dari sisi intervensi dalam memberikan dorongan dan bantuan pada pengguna lahan (land users) dalam menata lahan. Penekanan terhadap kata “perencanaan” adalah adanya intervensi, baik dari sisi kebijakan yang diperkuat oleh pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun aktivitas sosial ekonomi yang terorganisasi secara baik. Di sinilah prinsip dan teknik penataan dan zonasi itu diperlukan, melalui pertimbangan efisiensi, ekuitas (equity), dan keberkelanjutan (sustainability). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan bahwa sekitar pusat kota lahan digunakan rata-rata untuk perkenomian yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Dan penataan penggunaan lahan untuk tata bangunan sudah mulai terkendali walaupun di belakang banguan masih kurang dan terlihat kumuh. 2. Sirkulasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugono, 2008:1361), sirkulasi adalah suatu peredaran.Menurut Cryill M. Haris (1975) menyebutkan bahwa sirkulasi merupakan suatu pola lalu lintas atau pergerakan yang terdapat dalam suatu area atau bangunan. Di dalam bangunan, suatu pola pergerakan memberukan keluwesan, pertimbangan ekonomis, dan fungsional.Tali yang terlihat dan menghubungkan ruang-ruang dalam suatu bangunan atau tali yang menghubungkan deretan ruang dalam dan ruang luar secara bersama-sama (D.K. Chink, 1973). Sistem sirkulasi adalah prasaran penghubung vital yang menghubungkan berbagai kegiatan dan penggunaan suatu lahan di atas suatu area dan di dalam bangunan yang mempertimbangkan aspek fungsional, ekonomis, keluwesan dan kenyamanan (Tofani, 2011). a. Jenis-jenis Sirkulasi Logi Tofani (2011) dalam laporan tugas akhirnya, menyebutkan pada dasarnya sirkulasi dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan fungsinya, yaitu:Sirkulasi Manusia: Pergerakan manusia akan mempengaruhi sistem sirkulasi dalam tapak. Sirkulasi manusia dapat berupa pedestrian atau plaza yang membentuk hubungan erat dengan aktivitas kegiatan di dalam tapak. Hal yang perlu diperhatikan, antara lain lebar jalan, pola lantai, kejelasan orientasi, lampu jalan, dan fasilitas penyeberangan (Hari, 2009). Selain itu ada beberapa ciri dari sirkulasi manusia, yakni: kelonggaran dan flaxsibel dalam bergerak, berkecepatan rendah, dan sesuai dengan skala manusia (Tofani, 2011). Sirkulasi Kendaraan: Aditya Hari (2008) mengungkapkan bahwa secara hierarki sirkulasi kendaraan dapat dibagi menjadi 2 jalur, yakni antara lain: jalur distribusi, jalur untuk gerak perpindahan lokasi (jalur cepat), dan jalur akses, jalur yang melayani hubungan jalan dengan pintu masuk bangunan. Sirkulasi Barang: Sirkulsi barang umumnya disatukan atau menumpang pada sistem sirkulasi lainnya. Namun, pada perancangan tapak dengan fungsi tertentu sistem sirkulasi barang menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Contoh sitem sirkulasi barang secara hovizontal dan vertikal adalah lift barang, conveyor belt, jalur troli, dan lain-lain (Rahmah, 2010).Sistem sirkulasi memiliki dua tujuan, diantaranya yakni (Tofani, 2011 ; Yadnya, 2012): Mempunyai maksud tertentu dan berorientasi ke tempat tujuan, lebih bersifat langsung. Pemakai mengharapkan bahwa perjalanan dalam system ini akan lebih singkat dan cepat dengan jarak seminimal mungkin.Bersifat rekreasi dengan waktu tidak menjadi batasan. Kenyamanan dan kenikmatan lebih diutamakan. Ada beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam merancang suatu sistem sirkulasi pada bangunan yaitu (Tofani, 2011): Aspek-aspek estetis yang dapat menimbulkan aspek emosional.Perencanaan yang lebih baik pada tingkat keamanannya.Kesan estetis pertama yang diperoleh pada daerah sirkulasi banyak berpengaruh terhadap banguna secara keseluruhan.Pencapaian ke dalam meyebabkan penerimaan bangunan secara keseluruhan akan menarik, menyenangkan dan mengejutkan.Pola sirkulasi yang tidak efisien tidak hanya mempertimbangkan ukuran, ruang, skala monumental, terbuka dan indah secara visual. tetapi pola sirkulasi harus jelas tanpa penambahan tanda-tanda pengarah orang berjalan.Pencapaian ke dalam hall yang luas dan menarik dengan melalui sebuah pintu yang tinggi kemudian ke dalam koridor selasar yang bagus akan mengakibatkan nilai bangunan secara keseluruhan menjadi menarik,menyenangkan dan mengejutkan. c. Pola Sirkulasi Pola sirkulasi dapat dibagi menjadi tiga, yakni sebagai berkut (Sofyan, 2010 ; Tofani, 2011): Linier: Jalan yang lurus dapat menjadi unsur pengor… Radial: Konfigurasi radial memiliki jalan-jalan lurus yang berkembang dari sebuah pusat bersama. Ciri-ciri dari pola sirkulasi radial adalah sebagai beriku (Sofyan, 2010 ; Tofani, 2011 ; Yadnya, 2012): Orientasi jelas. Masalah yang ditimbulkan merupakan masalah yang sulit di tanggulangi Kurang mengindahkan kondisi alam. Sulit dikombinasikan dengan pola yang lain. Menghasilkan bentuk yang ganjil. Menunjang keberadaan monumen penting. Pergerakan resmi. Mengarahkan sirkulasi pada titik pusat. Pola Grid: Konfigurasi grid terdiri dari dua pasang jalan sejajar yang saling berpotongan pada jarak yang sama dan menciptakan bujur sangkar atau kawasan ruang segi empat. Ciri-ciri pola sirkulasi grid adalah sebagai berikut (Sofyan, 2010 ; Tofani, 2011 ; Yadnya, 2012): Memungkinkan gerakan bebas dalam banyak arah sehingga hubungan aktifitas kompak dan efisien. Menata grid berdasarkan sistem heararki jalan. Penataan bangunan di sisi jalan dengan karakter yang berbeda. Kesan monoton ditanggulangi. Masalah kurang menginahkan kondisi alam sulit ditanggulangi. Masalah kemacetan pada titik simpul ditanggulangi dengan mengatur sirkulasi searah. Akibat dimensi yang sama pada grid secara visual akan menciptakan kesan monoton. Kurang mengindahkan kondisi alam seperti topografi keistimewaan tapak. Semakin jauh dari simpul jalan pergerakan semakin baik namun pada titik simpulnya dapat menimbulkan kemacetan akibat banyak arah sirkulasi yang ditampung pada titik simpul tersebut. Kepadatan gerakan atau sirkulasi lebih mungkin dihindari. Pola Organik: Konfigurasi yang terdiri dari jalan-jalan yang menghubungkan titik-titik tertentu dalam ruang. Ciri-ciri pola sirkulasi organik adalah sebagai berikut (Sofyan, 2010 ; Tofani, 2011 ; Yadnya, 2012):Peka terhadap kondisi alam.Ditandai dengan garis-garis lengkungberliku-liku.Pada tapak yang luas sering membingungkan karena sulit berorientasi. 3. Open Space (RTH) Pengertian Ruang Terbuka Ruang terbuka (Open Space) merupakan ruang terbuka yang selalu terletak di luar massa bangunan yang dapat dimanfaatkan dan dipergunakan oleh setiap orang serta memberikan kesempatan untuk melakukan bermacam-macam kegiatan. Yang dimaksud dengan ruang terbuka antara lain jalan, pedestrian, taman lingkungan, plaza, lapangan olahraga, taman kota dan taman rekreasi (Hakim, 2003 : 50). Menurut Lao Tze adalah bukan hanya sesuatu yang dibatasi secara fisik oleh lantai, dinding dan langit-langit, tetapi “kekosongan” yang terkandung di dalam bentuk pembatas ruang tadi (ITS, 1976 : 9). Ruang terbuka ini terbentuk karena adanya kebutuhan akan perlunya tempat untuk bertemu atau berkomonikasi satu sama lain. Dalam satu kawasan permukiman baik yang tradisional maupun permukiman kota sering kita jumpai sebuah alahan kosong yang dijadikan sebagai ruang bersama bagi penghuni yang ada disekitarnya dengan jarak radius tertentu (Bappeda Tk. I Bali , 1992 : 28). Berdasarkan bentuk, macam dan fungsi, ruang terbuka dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu (Jayadinata, 1999 : 33) : • Kebudayaan misalnya : lapang olah raga, kolam renang terbuka, taman, kampus universitas, dan sebagainya. • Kehidupan ekonomi (mata pencaharian), misalnya : sawah, kebun, kolam, hutan, pasar, pelabuhan, dan sebgainya. • Kehidupan sosial, misalnya : kawasan rumah sakit, kawasan perumnas, tanah lapang untuk latihan militer, danau untuk rekreasi berperahu, dan sebagain Macam-macam Bentuk Ruang Terbuka Ruang terbuka sebagai wadah kegiatan bersama, dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu 1. Ruang Terbuka Umum, dapat diuraikan menjadi berikut : • Bentuk dasar dari ruang terbuka selalu terletak diluar massa bangunan • Dapat dimanfaatkan dan dipergunakan oleh setiap orang (warga) • Memberi kesempatan untuk bermacam-macam kegiatan (multi fungsi).Contoh ruang terbuka umum adalah jalan, pedestrian, taman lingkungan, plaza lapangan olahraga, taman kota dan taman rekreasi. 2. Ruang Terbuka Khusus, pengertiannya adalah sebagai berikt: • Bentuk dasar ruang terbuka selalu terletak di luar massa bangunan. • Dimanfaatkan untuk kegiatan terbatas dan dipergunakan untuk keperluan khusus/ spesifik.Contoh ruang terbuka khusus adalah taman rumah tinggal, taman lapangan upacara, daerah lapangan terbang, dan daerah untuk latihan kemiliteran. Ruang terbuka ditinjau dari kegiatanya, menurut kegiatannya ruang terbuka terbagi atas dua jenis ruang terbuka, yaitu ruang terbuka pasif dan ruang terbuka pasif (Hakim, 2003 : 51) : • Ruang terbuka aktif, adalah rang terbuka yang mempunyai unsur-unsur kegiatan didalamnya misalkan, bermain, olahraga, jalajalan. Ruang terbuka ini dapat berupa plaza, lapangan olahraga, tempat bermain anak dan remaja, penghijauan tepi sungai sebagai tempat rekreasi. • Ruang terbuka pasif, adalah ruang terbuka yang didalamnya tidak mengandung unsur-unsur kegiatan manusia misalkan, penghijauan tepian jalur jalan, penghijauan tepian rel kereta api, penghijauan tepian bantaran sungai, ataupun penghijauan daerah yang bersifat alamiah. Ruang terbuka ini lebih berfungsi sebagai keindahan visual dan fungsi ekologis belaka. Ruang terbuka ditinjau dari segi bentuk, menurut Rob Rimer (Urban Space) bentuk ruang terbuka secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu ruang terbuka berbentuk memanjang (koridor) dan ruang terbuka berbentuk membulat (Hakim, 2003 : 51-52) : • Ruang terbuka bentuk memanjang (koridor) pada umumnya hanya mempunyai batas-batas pada sisi-sisinya, misalkan bentuk ruang terbuka jalan, bentuk ruang terbuka sungai. • Ruang terbuka bentuk membulat pada umumnya mempunyai batas disekelilingnya, misalkan bentuk ruang terbuka lapangan upacara, bentuk ruang terbuka rekreasi, dan bentuk ruang terbuka area lapangan olahraga. Ruang terbuka ditinjau dari sifatnya, berdasarkan sifatnya ada 2 (dua) jenis ruang terbuka, yakni ruang terbuka lingkungan dan ruang terbuka antar bangunan (Hakim, 2003 : 51) : • Ruang terbuka lingkungan adalah ruang terbuka yang terdapat pada suatu lingkungan dan sifatnya umum. • Ruang terbuka antar bangunan adalah ruang terbuka yang terbentuk oleh massa bangunan. Ruang terbuka ini dapat bersifat umum atau pribadi sesuai dengan fungsi bangunannya. Fungsi Ruang Terbuka Pada dasarnya fungsi ruang terbuka dapat dibedakan menjadi dua fungsi utama yaitu (Hakim, 2003 : 52) : • Fungsi Sosial Fungsi sosial dari ruang terbuka anatar lain: a. tempat bermain dan berolahraga; b. tempat bermain dan sarana olahraga; c. tempat komunikasi sosial d. tempat peralihan dan menunggu; e. tempat untuk mendapatkan udara segar f. sarana penghubung satu tempat dengan tempat lainnya; g. pembatas diantara massa bangunan; h. sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan; i. sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian, dan keindahan lingkungan. Fungsi Ekologis Fungsi ekologis dari ruang terbuka antara lain (ITS, 1976 : 8) : a. penyegaran udara, mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; b. menyerap air hujan; c. pengendali banjir dan pengatur tata air; d. memelihara ekosistem tertentu dan perlindungan plasma nuftah; e. pelembut arsitektur bangunan. Fungsi alam dapat dibedakan menjadi 2, yaitu (ITS, 1976 : 8) : 1. Fungsi Psikologis Bersifat kesenangan yang bersivat visual misalnya dengan digunakannya tumbuhan yang merambat dapat memperlunak garisgaris arsitekturnya. 2. Fungsi Fisik Dapat mengurangi silau, mengurangi kegaduhan (alam buatan yang bersifat masif) 4. Tata Bangunan a. Tata bangunan dan lingkungan, adalah suatu kondisi fisik/spasial lingkungan-binaan (“built-environment”) yang pada area tersebut didapati berbagai fakta bentuk-fisik/spasial buatan manusia berupa bangunan-bangunan (sarana dan prasarana lingkungan), berdampingan langsung dengan fakta bentuk fisik/spasial yang alami (natural). Kedua fakta bentuk buatan dan alami tersebut saling jalinmenjalin, yang seringkali jalinan bentuk buatan lebih mendominasi keberadaanya daripada jalinan bentuk-bentuk alami. Eksistensi fakta bentuk buatan di latar belakangi kebutuhan hidup manusia, baik secara individual maupun secara kolektif, dengan dilandasi norma-norma kehidupan individual maupun kolektif pula. Prinsip makna penataan atau arti kata tata(-nan) adalah ketika kebutuhan dan norma kolektif lebih dominan daripada kebutuhan dan norma individual. b.Pada pembangunan lingkungan, terutama terhadap sarananya, proses perancangan tiap elemen fisiknya di- lakukan oleh berbagai pihak khususnya oleh pihak pemilik (perorangan maupun lembaga) sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masing-masing. Keragaman pihak yang terlibat sebagai pelaku pembangunan menghasilkan keragaman wujud fisik yang terjadi. Untuk memperolah kualitas lingkungan sesuai dengan yang dikehendaki, umumnya dilakukan melalui pendekatan rancang kawasan yang dalam konteks perkotaan dikenal sebagai rancang kota (urban design). c.Bangunan adalah semua elemen dan struktur buatan manusia, yang diadakan sesuai dengan kebutuhan hidup manusi baik secara individual maupun secara kolektif, baik memanfaatkan kaidah desain yang baik maupun semata-mata fungsional belaka. d.Lingkungan adalah area fisik/spasial dengan ragam fakor alami maupun buatan, merupakan tempat keberadaan bangunanbangunan (sarana dan prasarana), yang pemanfaatannya diatur dan dilakukan oleh manusia baik secara individual maupun kolektif, perseorangan maupun kelembagaan. e.Dalam PENATAAN dibutuhan INTEGRASI atas berbagai konflik kepentingan, yaitu antar: bangunan dengan bangunan bangunan dengan lingkungannya bangunan dengan prasarana kota lingkungan dengan konteks regional/kota bangunan dan lingkungan dengan aktivitas publik lingkungan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) PEMAHAMAN SUBSTANSI PER-MEN PU No.06/PRT/M/2007 tgl 16 MARET 2007 TENTANG PEDOMAN UMUM RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan.Dokumen RTBL adalah dokumen yang memuat materi pokok RTBL sebagai hasil proses identifikasi, perencanaan dan perancangan suatu lingkungan/kawasan, termasuk di dalamnya adalah identifikasi dan apresiasi konteks lingkungan, program peran masyarakat dan pengelolaan serta pemanfaatan aset properti kawasan. Penataan bangunan dan lingkungan adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan atau melestarikan bangunan dan lingkungan/ kawasan tertentu sesuai dengan prinsip pemanfaatan ruang dan pengendalian bangunan gedung dan lingkungan secara optimal, yang terdiri atas proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung dan lingkungan. Pembinaan pelaksanaan adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang ditujukan untuk mewujudkan efektivitas peran para pelaku penyelenggara penataan bangunan dan lingkungan (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) pada tahap penyusunan RTBL, penetapannya menjadi peraturan gubernur/ bupati/walikota, pelaksanaan pembangunan, dan peninjauan kembali/evaluasi terhadap penerapan RTBL. C. Substansi Inti RTBL 1. Substansi/materi pokok penataan. Pada dokumen ini harus memuat 5 (lima) materi pokok penataan, yaitu : a. Program Bangunan dan Lingkungan; b. Rencana Umum & Panduan Rancangan; c. Rencana Investasi; d. Ketentuan Pengendalian Rencana; e. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan. 2. Cakupan Kawasan Penataan Dokumen RTBL dilaksanakan pada suatu kawasan/ lingkungan bagian wilayah kabupaten/kota, baik kawasan perkotaan maupun perdesaan meliputi: a. kawasan baru berkembang cepat; b. kawasan terbangun; c. kawasan historis yang dilestarikan; d. kawasan rawan bencana; e. kawasan gabungan atau campuran dari keempat jenis kawasan pada butir (a), (b), (c) dan/atau (d) di atas. 3. Jenis Penataan Jenis penataannya meliputi : a. Perbaikan kawasan, b. Pengembangan kembali kawasan, 6. Konsep Dasar Penataan Konsep dasar Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah : a. Mengarahkan penyusunan visi dan karakter perancangan. b. Mengendalikan suatu intervensi desain lingkungan sehingga berdampak baik, terarah dan terukur terhadap suatu kawasan yang direncanakan. c. Mengintegrasikan desain elemen-elemen kota yang berpengaruh pada suatu perencanaan kawasan. d. Mengarahkan indikasi program dan desain penataan yang tepat pada tiap subbagian kawasan yang direncanakan. 7. Prinsip Penataan Struktur Ruang & Peruntukannya Prinsip-prinsip Penataan Struktur Ruang & Peruntukannya di pilah menjadi : a. Dari sisi Fungsional meliputi penataan: a) Keragaman tata guna yang seimbang, saling menunjang (compatible) dan terintegrasi b) Pola distribusi jenis peruntukan yang mendorong terciptanya interaksi aktivitas c) Pengaturan pengelolaan area peruntukan penetapan distribusi persentase jenis peruntukan lahan mikro yang akan dikelola dan dikendalikan oleh pemerintah daerah, di antaranya Ruang Terbuka Hijau, Daerah Milik Jalan (Damija), dan fasilitas umum. d) Pengaturan kepadatan pengembangan kawasan b. Dari sisi Fisik, meliputi: a) Estetika, karakter, dan citra kawasan b) Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki serta aktivitas yang diwadahi c. Dari sisi Lingkungan, meliputi: a) Keseimbangan kawasan perencanaan dengan Penciptaan karakter lingkungan yang tanggap dan integral dengan karakter peruntukan eksisting lingkungan sekitar; b) Keseimbangan peruntukan lahan dengan daya dukung lingkungan Kelestarian ekologis kawasan dengan Penetapan peruntukan lahan yang tanggap terhadap topografi dan kepentingan kelestarian lingkungan dengan meminimalkan penyebaran area terbangun dan perkerasan serta beradaptasi dengan tatanan kontur yang ada. 8. Pemrograman Bangunan & Lingkungan a. Prinsip pemrograman dari setiap materi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan harus mempertimbangkan aspek: Deskriptif, Substantif, Normatif, dan kuantitatif. b. Penyusunan program bangunan dan lingkungan dilakukan melalui analisis kawasan dan wilayah perencanaan termasuk mengenai pengendalian dampak lingkungan, dan analisis pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat, yang menghasilkan konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan. c. Penjabaran lebih lanjut dari perencanaan dan peruntukan lahan, yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada maupun baru. 9. Komponen Rancangan/Desain Kawasan, meliputi : a. Peruntukan Lahan; b. Intensitas Pemanfaatan Lahan; c. Tata Bangunan; d. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung; e. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau; f. Tata Kualitas Lingkungan, meliputi: TataIdentitas Lingkungan dan Tata Orientasi Lingkungan; g. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan; h. Pelestarian Bangunan dan Lingkungan. 10. Komponen Penataan Bangunan & Lingkungan adalah : a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) c. Koefisien Daerah Hijau (KDH) d. Koefisien Tapak Besmen (KTB) e. Sistem Insentif-Disinsentif Pengembangan f. Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan (TDR=Transfer of Development Right) Pengalihan ini terdiri atas: 1) Hak Pembangunan Bawah Tanah 2) Hak Pembangunan Layang (Air Right Development) 11. Panduan Rancangan Kawasan (Desain Detail Kawasan) Bersifat melengkapi dan menjelaskan secara lebih rinci rencana umum yang telah ditetapkan sebelumnya, meliputi ketentuan dasar implementasi rancangan dan prinsip-prinsip pengembangan rancangan kawasan. Metoda yang dipakai adalah melakukan segmentasi kawasan menjadi lebih detail, bahkan dianjurkan sampai kepada penataan tiap blok perencanaan. 12. Panduan Rencana Investasi Kawasan a. Rencana investasi disusun berdasarkan dokumen RTBL yang memperhitungkan kebutuhan nyata para pemangku kepentingan dalam proses pengendalian investasi dan pembiayaan dalam penataan lingkungan/kawasan. b. Rencana ini merupakan rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk menghitung kelayakan investasi dan pembiayaan suatu penataan atau pun menghitung tolok ukur keberhasilan investasi, sehingga tercapai kesinambungan pentahapan pelaksanaan pembangunan. c. Rencana Investasi merupakan arahan program bangunan dan lingkungan yang memuat program investasi jangka pendek (15 tahun), jangka menengah (5-20 tahun) dan jangka panjang (minimal 20 tahun sampai waktu tertentu), yang disertai estimasi biaya investasi, baik penataan bangunan lama maupun rencana pembangunan baru dan pengembangannya serta pola pendanaannya. d. Rencana ini menjadi alat mobilisasi dana investasi masing-masing pemangku kepentingan dalam pengendalian pelaksanaan sesuai dengan kapasitas dan perannya dalam suatu sistem wilayah yang disepakati bersama, sehingga dapat tercapai kerja sama untuk mengurangi berbagai konflik kepentingan dalam investasi/ pembiayaan. e. Rencana investasi juga mengatur upaya percepatan penyediaan dan peningkatan kualitas pelayanan prasarana/sarana dari suatu lingkungan /kawasan. 13. Program dan Rencana Pengendalian Program dan Rencana Pengendalian merupakan langkah-langkah strategis agar desain kawasan sesuai dengan yang diinginkan, yaitu terdiri dari a. Rencana Pengendalian administratif b. Rencana pola insentif/disintensif atau bonus c. Rencana pengalihan intensitas pembangunan d. Kebijakan-kebijakan lain terkait dengan situasi aktualnya. 14. Arahan Pengendalian Pelaksanaan Pembangunan Arahan Pengendalian Pelaksanaan ini memuat antara lain : a. Arahan materi teknis untuk penyusunan Peraturan Daerah b. Arahan yang bersifat “performance-based” c. Arahan manajemen pelaksanaan pembangunan. D. Substansi Pendukung Dokumen RTBL berfungsi sebagai dokumen pengendali pembangunan dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan untuk suatu lingkungan/kawasan tertentu supaya memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan meliputi: a. Pemenuhan persyaratan tata bangunan dan lingkungan; b. Peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan kualitas lingkungan dan ruang publik; c. Perwujudan pelindungan lingkungan, serta; d. Peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan. Produk Rencana Penataan Bangunan dan Lingkungan berupa : a. Rencana aksi/kegiatan komunitas (community-action plan/CAP), b. Rencana penataan lingkungan (neighbourhood-development plan/NDP), c. Panduan rancang kota (urban-design guidelines/UDGL). Seluruh rencana, rancangan, aturan, dan mekanisme dalam penyusunan Dokumen RTBL harus merujuk pada pranata pembangunan yang lebih tinggi, baik pada lingkup kawasan, kota, maupun wilayah. II.3. PEMAHAMAN KETERKAITAN RTBL DENGAN PP No.36 / 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSSANAAN UU No.28 / 2002 TENTANG BANGUNAN DAN GEDUng KETENTUAN SUBSTANTIF DAN ADMINISTRATIF/PROSEDURAL Ketentuan substantif adalah semua ketentuan yang tersurat (dan tersirat), sedangkan ketentuan administratif adalah pola proses adminstrasi penataan atau pola prosedur birokrasi sesuai yang berlaku di wilayah Kabupaten/Kota terkait.Pada prinsipnya, proses penataan bangunan dan lingkungan HARUS berazaskan kebenaran substansial terlebih dahulu, agar dapat menjamin persyaratan Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan dan Kemudahan. Apabila kebenaran substansial sudah ditetapkan sesuai kondisi fisik/spasial, kondisi normatif dan kondisi fungsionalnya, baru dapat di susun atau ditetapkan proses administratif/proseduralnya. Dengan demikian, perkara penataan substansi penataan bangunan dan lingkungan akan di dukung atau dipercepat dengan proses administrasi/prosedur birokrasi, dan bukan sebaliknya yaitu proses administrasi menghambat penataan fisik/spasial yang pada umumnya bergerak lebih cepat perkembangannya. LINGKUP SUBSTANSI DAN WILAYAH Lingkup substansi penataan ini secara prinsip harus sesuai dengan arahan pada PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU no 28/2002 tentang Bangunan Gedung, sebagai berikut : (Paragraf 5 : Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) / Pasal 27 – 28) • Pengaturan persyaratan tata-bangunan sbg tindak lanjut RTRW Kab/Kota dan-atau RDTRKP, digunakan dalam pengendalian pemanfaatan ruang suatu kawasan, untuk mewujudkan kesatuan karakter serta kualitas BG dan lingkungan yang berkelanjutan. • RTBL disusun oleh Pemda, atau Kemitraan Pemda-Swasta-Masyarakat sesuai tingkat permasalahan pada lingkungan/kawasan ybs. • Pola penataan BG dan L meliputi : Perbaikan, Pengembangan kembali, Pembangunan baru, dan/atau Pelestarian; untuk Kaw.Terbangun, Kaw.yang dilindung/dilestarikan, Kaw.baru yang potensial berkembang dan/atau Kaw.Campuran. Secara sistematis, konsep harus mencakup gagasan yang komprehensif dan terintegrasi terhadap komponen-komponen perancangan kawasan, yang meliputi kriteria: I. Struktur peruntukan lahan; II. Intensitas pemanfaatan lahan; III. Tata bangunan; IV. Sistem sirkulasi dan jalur penghubung; V. Sistem ruang terbuka dan tata hijau; VI. Tata kualitas lingkungan; VII. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan; VIII. Pelestarian bangunan dan lingkungan. Secara fungsional: 1) Kesamaan fungsi, karakter eksisting atau pun karakter yang ingin diciptakan; 2) Kesamaan dan potensi pengembangan; 3) Kebutuhan pemilahan dan organisasi pekerjaan serta strategi pengembangannya. ii. Secara fisik: 1) Morfologi blok; 2) Pola/patternblok; 3) Kemudahan implementasi dan prioritas strategi. iii. Dari sisi lingkungan (daya dukung dan kelestarian ekologi lingkungan): 1) Keseimbangan dengan daya dukung lingkungan, dan perwujudan sistem ekologis yang berkelanjutan; 2) Peningkatan kualitas kehidupan ruang publik melalui penyediaan lingkungan yang aman, nyaman, sehat dan menarik serta berwawasan ekologis. Demikian, pokok-pokok penting yang dapat dijadikan pedoman untuk memulai merencanakan penataan bangunan dan lingkungan di kawasan perkotaan. 5. Reservasi (pelestarian) Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, (Inggris)Conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan. Sedangkan menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya. Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kiamia atau transformasi fisik. Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya. Di Indonesia, berdasarkan peraturan perundang-undangan, Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Cagar alam dan suaka margasatwa merupakan Kawasan Suaka Alam (KSA), sementara taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam merupakan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Cagar alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Suaka margasatwa mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwanya. Taman nasional mempunyai ekosistem asli yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman hutan raya untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Taman wisata alam dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Konservasi Arsitektur Konservasi arsitektur adalah penyelamatan suatu obyek/bangunan sebagai bentuk apreasiasi pada perjalanan sejarah suatu bangsa, pendidikan dan pembangunan wawasan intelektual bangsa antar generasi. Dalam Burra Charter konsep konservasi adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah dirumuskan dalam piagam tersebut. Konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik. Pengertian ini sebenarnya perlu diperluas lebih spesifik yaitu pemeliharaan morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya. Kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Bila dikaitkan dengan kawasan maka konservasi kawasan atau sub bagian kota mencakup suatu upaya pencegahan adanya aktivitas perubahan sosial atau pemanfaatan yang tidak sesuai dan bukan secara fisik saja. Sasaran Konservasi Mengembalikan wajah dari obyek pelestarian. Memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini. Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu, tercermin dalam obyek pelestarian. Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota, dalam wujud fisik tiga dimensi Lingkup Kegiatan. Ruang Lingkup Konservasi : Kategori obyek konservasi : Lingkungan Alami (Natural Area) Kota dan Desa (Town and Village) Kawasan (Districts) Wajah Jalan (Street-scapes) Bangunan (Buildings) Benda dan Penggalan (Object and Fragments) Manfaat Konservasi : Memperkaya pengalaman visual Memberi suasana permanen yang menyegarkan Memberi kemanan psikologis Mewariskan arsitektur Asset komersial dalam kegiatan wisata internasional Peran Arsitek Dalam Konservasi : Internal : Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi. Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan. Eksternal : Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur. Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines) Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya. Memberikan contoh-contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.