See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/323119854 RELOKASI HIPOSENTER GEMPA PADANG 30 SEPTEMBER 2009 MENGGUNAKAN METODE DOUBLE DIFFERENCE Article · January 2011 CITATIONS READS 0 417 3 authors: Iktri Madrinovella Sri Widiyantoro Universitas Pertamina Bandung Institute of Technology 4 PUBLICATIONS 0 CITATIONS 162 PUBLICATIONS 4,273 CITATIONS SEE PROFILE SEE PROFILE Irwan Meilano Bandung Institute of Technology 140 PUBLICATIONS 819 CITATIONS SEE PROFILE Some of the authors of this publication are also working on these related projects: Geodesy and Geodynamics in Indonesia View project Research & Development on Micro-earthquake (MEQ) Method for Geothermal Monitoring View project All content following this page was uploaded by Iktri Madrinovella on 12 February 2018. The user has requested enhancement of the downloaded file. JTM Vol. XVIII No. 1/2011 RELOKASI HIPOSENTER GEMPA PADANG 30 SEPTEMBER 2009 MENGGUNAKAN METODE DOUBLE DIFFERENCE Iktri Madrinovella1, Sri Widiyantoro2, Irwan Meilano3 Sari Zona subduksi Sumatera telah mengalami ruptur akibat gempa besar sejak abad ke-18. Seismic gap di wilayah Sumatera Barat yang ada sekarang ini menunjukkan potensi gempa besar yang dapat merobek wilayah di depan busur Sumatera bagian Barat. Pada tanggal 30 September 2009 telah terjadi gempa dengan magnitudo 7,6 di Padang, namun gempa ini tidak berada pada batas lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Untuk mengetahui lokasi yang lebih akurat, perlu dilakukan proses relokasi hiposenter. Dalam studi ini, relokasi hiposenter telah dilakukan dengan menggunakan metode double difference (DD). Data yang digunakan adalah waktu tempuh dari pasangan gempa ke setiap stasiun.Metode ini diimplementasikan dengan menggunakan software HypoDD versi 1.0. Model kecepatan 1-D (ak135) telah digunakan sebagai model referensi dalam proses HypoDD. Data yang dipilih untuk digunakan dalam studi ini adalah waktu tempuh dari seluruh gempa yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 yang direkam oleh stasiun penerima di Indonesia dan beberapa negara tetangga.Hasil relokasi yang diperoleh dibandingkan dengan hasil relokasi dengan menggunakan data yang hanya diterima oleh stasiun di Sumatera dan stasiun di Sumatera Barat saja.Seluruh data diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia. Hasil relokasi hiposenter yang paling optimal menunjukkan bahwa posisi gempa berada lebih dangkal dan posisinya di sebelah barat lokasi hiposenter awal/BMKG. Kemudian dengan menggunakan data hiposenter hasil relokasi ini dan data mekanisme fokus yang diperoleh dari katalog tensor momen Harvard, dilakukan perhitungan deformasi permukaan untuk mengetahui besar perpindahan akibat gempa yang direkam oleh beberapa stasiun GPS.Hasil perhitungan menunjukkan terjadinya pergeseran ke arah laut. Kata kunci: relokasi hiposenter, gempa Padang 30 September 2009, double difference Abstract The Sumatran subduction zone has been ruptured by great earthquakes since the 18th century. The existing seismic gap in Western Sumatra shows that there is a potency of great earthquake that will rupture the fore-arc region of Western Sumatra. An earthquake occurred in Padang on September 30th 2009 with magnitude 7.6, but this earthquake did not take place in the plate boundary between the Indo-Australian and Eurasian plates. In order to obtain a more accurate location, it is necessary to conduct hypocenter relocation. In this study, a hypocenter relocation process has been conducted by employing the double-difference (DD) method, which used the travel time data from pairs of events to each station. This method was implemented using the HypoDD version 1.0 software. The ak135 1-D velocity model has been used as the reference model in the HypoDD process. The selected data used in this study are travel times from all events that occurred on September 30th 2009 recorded by stations in Indonesia and some neighboring countries. The relocation result is compared with the results obtained by using data from stations in Sumatra, and stations in Western Sumatra only. We collect all data from the Meteorological, Climatological and Geophysical Agency (BMKG) Indonesia. The optimal relocated hypocenter is shallower and somewhat to the west of the original (BMKG’s) location. Using the relocated hypocenter and focal mechanism data from the Harvard centroid moment tensor catalog, we have also conducted calculation of surface deformation to obtain the displacement afterthe earthquake, which was recorded by some GPS stations. The calculation result shows an oceanward deformation. Keywords: hypocenter relocation, September 30th 2009 Padang earthquake, double difference 1) Program Studi Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10, Bandung 40132, Telp: +62 22 2534137, Fax: +62 22 2534137, Email: [email protected], 2) KK Geofisika Global, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10, Bandung 40132, Telp : +62 22 2534137, Fax: +62 22 2534137 3) KK Geodesi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10, Bandung 4013, Telp : +62 22 2514990, Fax : +62 22 2514990 I. PENDAHULUAN Sumatera memiliki catatan sejarah gempa sepanjang jalur subduksi semenjak 1797. Selain menimbulkan tsunami, gempa-gempa yang telah terjadi juga menyebabkan kerusakan yang sangat fatal pada wilayah di sekitar pantai. Gempa-gempa besar sejak abad 18 ini menyebabkan rupture (sobekan) hampir di sepanjang jalur subduksi Sumatera. Namun terdapat seismic gap pada Sumatera bagian Barat yang mengindikasikan bahwa belum terjadi pelepasan energi yang terakumulasi pada jalur subduksi di wilayah ini sepenuhnya. Pada tanggal 30 September 2009 terjadi gempa besar di Sumatera Barat dengan Mw 7,6 pada kedalaman 80 km. Namun berdasarkan laporan McCloskey, et al. (2010), gempa tersebut bukanlah termasuk salah satu gempa yang merobek jalur subduksi Sumatera yang dikawatirkan selama ini, karena tidak berada pada batas lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia. Gempa dengan ukuran yang 3 Iktri Madrinovella, Sri Widiyantoro, Irwan Meilano cukup besar tersebut tidaklah cukup meringankan akumulasi energy (relaksasi) pada megathrust segmen Mentawai/Sumatera bagian Barat. Hal ini mengindikasikan bahwa gempa besar berpotensi tsunami akibat pelepasan energi pada megathrust belum terjadi. Untuk mengetahui lokasi hiposenter gempa tersebut dengan lebih akurat, maka dalam studi ini dilakukan relokasi hiposenter dengan metode DD, yaitu metode yang memanfaatkan data waktu tempuh dari suatu pasangan gempa ke suatu stasiun. Implementsi metode DD ini menggunakan software HypoDD versi 1.0 yang dibuat oleh Waldhauser (USGS, 2001); Waldhauser dan Ellsworth (2000). Data yang digunakan adalah data waktu tempuh gempa 30 September 2009 yang mengguncang Sumatera Barat yang direkam oleh berbagai stasiun beserta gempa-gempa susulannya di hari yang sama. Data tersebut diperoleh dari BMKG. Selain itu, data lain yang digunakan adalah model kecepatan referensi 1-D, yaitu ak135 sebagai model kecepatan global (Kennett, 1995). II. DASAR TEORI Metode double difference merupakan suatu metode penentuan posisi relatif hiposenter gempa. Metode ini menggunakan data waktu tempuh antara pasangan gempa ke suatu stasiun pengamat. Prinsip metode ini adalah jika jarak antara dua gempa yang dipasangkan relatif kecil dibanding dengan jarak antara stasiun ke masing-masing gempa yang dipasangkan, maka raypath dan waveform kedua gempa tersebut dapat dianggap hampir sama. Dengan asumsi ini, maka selisih waktu tempuh antara kedua gempa yang terekam pada satu stasiun yang sama dapat dianggap sebagai fungsi jarak antara kedua hiposenter. Sehingga kesalahan model kecepatan bisa diminimalkan. Waktu tempuh residual relatif antara kedua hiposenter yang saling berdekatan dalam satu cluster dapat di formulasikan dengan : drkij (tki tkj )obs (tki tkj )cal (1) dimana : i dan j = dua hiposenter yang saling berdekatan k dan l = dua stasiun yang merekam kedua kejadian gempa tersebut tki = waktu tempuh dari gempa i yang direkam oleh stasiun k drkij = waktu tempuh residual antara pasangan gempa i dan j pada stasiun k tobs = waktu tempuh observasi (yang terekam oleh stasiun penerima) tcal = waktu tempuh kalkulasi (diperoleh dari perhitungan berdasarkan raytracing pada model kecepatan ak135) Dalam perhitungan relokasi hiposenter pada studi ini, seluruh gempa dianggap berada pada satu cluster. Ray tracing untuk perhitungan waktu tempuh pada HypoDD menggunakan prinsip pseudo-bending (setiap raypath dugaan selalu mencapai stasiun, walaupun belum tentu sesuai dengan Hukum Snell). Hasil perhitungan HypoDD yang ditunjukkan hanya untuk gempa utama. Lokasi gempa dan stasiun Kalkulasi waktu tempuh berdasarkani model kecepatan referensi 1-D) Waktu tempuh observasi Kalkulasi waktu tempuh residual DD untuk setiap pasangan gempa ij k i k j obs k dr (t t ) i k j cal k (t t ) Update lokasi hiposenter DD residual < ε? Yes No Penentuan parameter perturbasi hiposenter (xo, yo, zo, to) Lokasi akhir Gambar 1. Ilustrasi dari algoritma metode DD (Waldhauser and Ellsworth, 2000). Gempa i dan j direlokasi bersama terhadap stasiun k dan l 4 Gambar 2. Diagram alir algoritma HypoDD (dimodifikasi dari Sahara, 2009) Relokasi Hiposenter Gempa Padang 30 September 2009 Menggunakan Metode Double Difference Keterangan pada Gambar 2 : xo, yo, zo= lokasi awal hiposenter (longitude, latitude, kedalaman) to = waktu terjadinya gempa Persamaan yang digunakan dalam perhitungan double difference menurut Waldhauser dan Ellsworth (2000) : WGm Wd (2) dimana : W = matriks diagonal untuk pembobotan setiap persamaan G = matriks turunan parsial parameter hiposenter m = data vektor perturbasi parameter setiap hiposenter pada satu cluster, yaitu [dx dy dz dt]T d = data waktu tempuh residual untuk setiap pasangan gempa yang diterima pada suatu stasiun, yaitu [drk12 drk13 drk23 …. drkij]T Dengan menggunakan data hiposenter hasil relokasi, dilakukan analisis deformasi permukaan untuk mengetahui besar perpindahan yang terjadi akibat gempa tersebut. Deformasi yang terjadi direpresentasikan sebagai besar slip yang dapat dihitung dari momen seismik. Momen seismik merupakan besaran yang diukur secara langsung yang menunjukkan besar energi yang dilepaskan pada saat terjadinya gempa. (3) Mo * A* S dimana : Mo = momen seismik µ = modulus rigiditas kerak bumi A = total area sobekan pada sesar S = slip atau displacement Karena data yang tercatat biasanya adalah magnitudo momen, maka momen seismik dapat dihitung dengan persamaaan : 2 M W log M o 6,07 (4) 3 dimana : Mo = momen seismik (N m) Mw = magnitudo momen (Wells dan Coppersmith, 1994) Hubungan magnitudo momen dengan luas area ruptur juga dapat ditunjukkan dengan persamaan : M W 4,07 0,98 log A (5) dimana : MW = magnitudo momen A = total area ruptur pada sesar (km2) Berdasarkan persamaan Papazachos, et al. (2004) untuk menghitung panjang (length) dari luas (A) slip yang diketahui adalah : Log L 0,58 M W 2,3 (6) Log L 0,5 M W 1,86 (7) dimana : L = panjang dari total area ruptur (km) Mw = magnitudo momen Catatan: persamaan (6) untuk kasus strike slip dan persamaan (7) untuk thrust fault. Dengan mengetahui luas area ruptur, maka dapat dihitung besar slip atau deformasi yang terjadi akibat gempa tersebut. Untuk melihat distribusi slip tersebut, digunakan persamaan Okada (1992). III. TEKTONIK DAN KEGEMPAAN SUMATERA Sumatera berada pada batas lempeng konvergen antara dua lempeng yang rigid yaitu lempeng Eurasia dan Indo-Australia. Pergerakan dip-slip terjadi pada sepanjang zona subduksi Sumatera (megathrust), yaitu akibat penunjaman samudera Hindia (bagian dari lempeng Indo-Australia) di bawah Sumatera (bagian dari lempeng Eurasia). Lempeng Indo-Australia bergerak ke arah Utara-Timur laut dan mendorong lempeng Eurasia dengan kecepatan 5 cm/tahun. Selama ratusan tahun, interface dari megathrust tetap terkunci. Dengan demikian pergerakan relatif dari kedua lempeng tersebut menyebabkan peningkatan akumulasi energi di sekitar interface. Apabila akumulasi energi sudah melebihi batas maka akan terjadi ruptur dan gerakan tiba-tiba (lurch) sehingga dapat menimbulkan terjadinya gempa besar dan tsunami. Sejarah kegempaan mencatat telah terjadi gempa besar yang diikuti tsunami di Sumatera pada tahun 1797, 1833 dan 1861. Kemudian perulangan gempa ini kembali terjadi sejak tahun 2000 (Lampung), 2004 (Aceh), 2005 (Nias), 2007 (Bengkulu). Alarcon (2010) melaporkan adanya seismic gap pada segmen Mentawai (Sumatera Barat) di sepanjang jalur subduksi. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah megathrust di depan busur Sumatera bagian Barat memiliki potensi terjadinya gempa besar dan tsunami perlu diwaspadai. Meskipun pada tanggal 30 September 2009 telah terjadi gempa di Padang dengan Mw 7,6, namun gempa ini tidak mengurangi akumulasi stress pada megathrust segmen Mentawai secara signifikan dan tidak merobek zona subduksi (McCloskey, 2010). 5 Iktri Madrinovella, Sri Widiyantoro, Irwan Meilano Hal ini menunjukkan bahwa akumulasi energi pada segmen Mentawai tetap tinggi dan gempa besar yang diperkirakan akan menyebabkan ruptur akibat pelepasan energi tersebut belum terjadi. 2009 menunjukkan arah strike yang tegak lurus terhadap jalur subduksi. Tabel 1. Strike dan dip mekanisme fokus gempa 30 September 2009 berdasarkan katalog CMT Harvard Strike Dip o 52o Surface 1 74 Surface 2 193o 58o IV. DATA DAN PENGOLAHAN DATA Dalam melakukan relokasi hiposenter, data yang digunakan antara lain : Gambar 3. Cross section hiposenter gempa (Lange, 2010). Dapat dilihat bahwa gempa 30 September 2009 tidak berada pada zona pertemuan dua lempeng, namun berada pada lempeng Indo-Australia Hal ini juga dapat ditunjukkan oleh mekanisme fokus dari gempa tersebut (beachball warna hitam putih pada Gambar 4). Pada Gambar 4 ditunjukkan beberapa mekanisme fokus dari gempa-gempa di Sumatera sejak 1977 – 2009 yang menyebabkan terjadinya sesar naik. Sedangkan strike dan dip mekanisme focus gempa 30 September 2009 dapat dilihat pada Tabel 1. 1) Data hiposenter yang meliputi data koordinat (longitude, latitude), kedalaman, magnitudo dan waktu terjadinya gempa. 2) Data stasiun yang meliputi nama stasiun, koordinat stasiun (longitude, latitude) serta ketinggian stasiun (altitude). 3) Data waktu tiba gempa di setiap stasiun. 4) Model kecepatan bumi 1-D. Data hiposenter diperoleh dari BMKG, yaitu delapan gempa yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 di Sumatera Barat (Gambar 5, yang dibuat dengan menggunakan Generic Mapping Tools). Sedangkan lokasi serta waktu terjadinya gempa-gempa tersebut ditunjukkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Lokasi dan waktu terjadinya gempa yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 Ev Gambar 4. Mekanisme fokus dari gempa 30 September 2009 disandingkan bersama mekanisme fokus dari gempa-gempa yang lain (1977 – 2009). Data mekanisme fokus ini diperoleh dari katalog Harvard Centroid Moment Tensor (CMT) Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa mayoritas gempa yang terjadi pada jalur subduksi memiliki arah strike sejajar dengan jalur subduksi. Sementara gempa 30 September 6 Lon Lat (deg) (deg) Dep Mag (km) (Mw) Time (GMT) 1 99,87 -0,81 81 7,9 10:16:11,0 2 99,84 -0,81 69 6,3 10:38:52,3 3 99,77 -0,89 58 4 99,74 -1,03 59 4,4 12:40:12,1 5 99,86 -0,81 59 3,4 13:06:55,2 6 99,86 -0,85 61 4,6 15:19:02,1 7 99,7 -0,94 85 4,6 16:53:02,4 8 99,66 -0,83 57 4 5 11:10:53,0 21:28:01,4 Relokasi hiposenter yang dilakukan sebanyak tiga kali yaitu dengan menggunakan data waktu tempuh gempa-gempa di atas yang direkam pada stasiun di Indonesia dan sekitarnya (Gambar 6), di Sumatera saja (Gambar 7) dan di Sumatera Barat saja (Gambar 8). Relokasi Hiposenter Gempa Padang 30 September 2009 Menggunakan Metode Double Difference Tabel 3. Lokasi stasiun penerima di Sumatera Barat Lon Lat ID (deg) (deg) Sta. Lokasi BKNI MNSI PDSI PPI RGRI SDSI Alt (m) Bangkinang, Riau Mandailing Natal, Sumut 101,04 0,33 65 99,58 0,80 295 Padang, Sumbar Padangpanjang, Sumbar 100,46 -0,91 270 100,40 -0,46 650 102,33 -0,35 37 101,43 -0,93 200 Rengat, Riau Sungai Dareh, Sumbar Gambar 5. Lokasi gempa-gempa yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 Gambar 8. Lokasi stasiun penerima di Sumatera Barat (sumber: BMKG) Gambar 6. Lokasi stasiun penerima di Indonesia dan beberapa negara tetangga (sumber: BMKG) Model kecepatan yang digunakan adalah model kecepatan referensi 1-D ak135 (Kennett, 1995) yang ditunjukkan dalam Gambar 9 berikut. Model kecepatan ini sangat diperlukan untuk kalkulasi waktu tempuh pada proses HypoDD. Gambar 7. Lokasi stasiun penerima di Sumatera (sumber: BMKG) Gambar 9. Model kecepatan referensi ak135 (Kennett, 1995) 7 Iktri Madrinovella, Sri Widiyantoro, Irwan Meilano Berdasarkan analisis kemiringan zona subduksi oleh Hayes (2009), maka dapat diinterpretasikan lokasi gempa adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 10. Lempeng Eurasia Lempeng Indo-Australia Tabel 5. Data hiposenter gempa 30 September 2009 dari BMKG, USGS (United States Geological Survey), Harvard, dan ERI (Earthquake Research Institute, Tokyo) Data Sumber BMKG USGS Harvard ERI Lon (deg) 99,87 99,917 99,67 99,61 Lat (deg) -0,81 -0,714 -0,79 -0,789 Depth (km) 81 79 78 80 Gempa Utama Gambar 10. Modifikasi hasil analisis geometri subduksi oleh Hayes (2009) V. HASIL DAN ANALISIS Hasil relokasi hiposenter gempa Padang 30 September 2009 menggunakan HypoDD, dengan menggunakan data waktu tempuh gempa tersebut dan gempa-gempa yang menyusul pada hari yang sama dan yang diterima oleh stasiun penerima yang berada di Indonesia dan sekitarnya, di Sumatera saja, dan di Sumatera Barat saja adalah seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4. Tabel 4. Perbandingan hasil relokasi gempa utama 30 September 2009 Stasiun Indonesia Sumatera Sumatera Barat Hiposenter Hasil Relokasi Lon Lat Dep (deg) (deg) (km) 99,760 -0,839 77,26 Residual Error(s) Min -2,784 s.d. 1,979 99,745 -0,853 73,02 -2,447 s.d. 2,111 99,824 -0,792 74,74 -1,300 s.d. 0,354 Lokasi stasiun yang paling dekat dengan hiposenter adalah yang berada di Sumatera Barat. Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa tingkat residual error yang terkecil diperoleh dari relokasi hiposenter dengan menggunakan data waktu tempuh gempa yang terekam di stasiun di Sumatera Barat saja. Sedangkan Tabel 5 berikut disajikan sebagai perbandingan dengan hasil studi dari berbagai sumber yang lain. 8 Lempeng Eurasia Lempeng Indo-Australia Gambar 11. Lokasi hiposenter hasil relokasi terhadap data asli (BMKG) dan data sumber lainnya (USGS, Harvard, dan ERI). Close up dilihat dari atas (panel tengah) dan dari samping (panel bawah) Relokasi Hiposenter Gempa Padang 30 September 2009 Menggunakan Metode Double Difference Gambar 11 menunjukkan bahwa lokasi hiposenter hasil relokasi dengan HypoDD dan stasiun Sumatera Barat saja (bintang biru) berada paling dekat dengan lokasi hiposenter menurut BMKG (bulatan biru). Namun berada lebih barat dan lebih dangkal dibandingkan lokasi hiposenter BMKG tersebut. Pada gambar ini, titik-titik hitam menunjukkan delapan gempa yang menjadi acuan dalam proses relokasi. Sedangkan garis hitam menunjukkan pertemuan dua lempeng atau zona subduksi. Di sini terlihat dengan jelas bahwa setelah direlokasi, hiposenter tetap berada di bawah zona Benioff atau berada di dalam lempeng Indo-Australia. Berdasarkan data residual error hasil relokasi hiposenter, maka dapat disimpulkan hasil terbaik adalah yang menggunakan data waktu tempuh gempa yang direkam di stasiun di Sumatera Barat saja. Dengan menggunakan data hiposenter hasil relokasi ini, kemudian dihitung deformasi permukaan dengan menggunakan persamaan Okada (1992) dan mekanisme fokus ditunjukkan pada Gambar 4 dan Tabel 1. Hasil yang diperoleh ditunjukkan Gambar 12. ditunjukkan sumbu x dan y pada gambar di atas adalah dalam satuan derajat (10 = 111 km), dengan vektor berwarna merah menunjukkan besar pergeseran (displacement) di permukaan bumi (dalam satuan cm). Hasil perhitungan dislokasi menunjukkan besar perpindahan maksimum 3,25 cm (panel atas dalam Gambar 12), sementara panel bawah menunjukkan perpindahan maksimum sebesar 3,02 cm. Dari gambar ini dengan jelas ditunjukkan adanya perpindahan yang dominan ke arah laut. VI. KESIMPULAN Dengan melakukan relokasi hiposenter maka dapat diketahui lokasi hiposenter yang lebih akurat, karena penentuan lokasi hiposenter dihitung dari waktu tempuh gempa dan gempagempa di sekitarnya terhadap stasiun penerima (prinsip double difference). HypoDD dapat menghitung waktu tempuh kalkulasi dengan algoritma tersendiri berdasarkan model kecepatan yang dimasukkan. Namun model kecepatan yang digunakan pada studi kali ini merupakan model referensi kecepatan global. Hasil perhitungan diperkirakan akan lebih akurat apabila model kecepatan yang digunakan merupakan model kecepatan lokal untuk wilayah Sumatera. Penggunaan HypoDD sangat memudahkan dalam perhitungan double difference, karena input yang dimasukkan hanya waktu tempuh gempa dan model kecepatan. Untuk perhitungan jarak, waktu tempuh kalkulasi dan residual, sudah ada algoritma tersendiri di dalamnya. Output yang dihasilkan adalah hiposenter hasil relokasi. 3 cm Gambar 12. Sebaran slip yang terjadi akibat gempa 30 September 2009. Panel atas: strike 193o, bawah: strike 74o Gambar 12 diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan acuan data stasiun GPS Sikuai (Sumatera Barat). Titik (0,0) merupakan titik hiposenter (99,824o; 0,792o). Besaran yang Relokasi hiposenter kali ini adalah relokasi gempa utama dengan menggunakan data gempa-gempa lain di sekitarnya yang juga terjadi pada tanggal 30 September 2009. Relokasi dilakukan tiga kali, yaitu menggunakan data waktu tempuh dari gempagempa tersebut yang direkam oleh stasiun di seluruh Indonesia dan beberapa negara tetangga, stasiun di Sumatera saja dan stasiun di Sumatera Barat saja. Dari ketiga parameter tersebut, residual error yang paling kecil dihasilkan oleh relokasi hiposenter dengan menggunakan stasiun di Sumatera Barat saja. Hasil relokasi tersebut menunjukkan lokasi yang lebih dangkal dan berada di sebelah barat dari posisi awalnya (lokasi hiposenter BMKG). Gempa Padang 30 September 2009 berada pada lempeng Indo-Australia atau di bawah zona Benioff, sehingga gempa ini bukanlah gempa yang merobek jalur subduksi. 9 Iktri Madrinovella, Sri Widiyantoro, Irwan Meilano Mekanisme fokus gempa tersebut juga menunjukkan arah sesar yang berbeda dengan arah sesar yang terjadi akibat gempa yang terjadi pada jalur subduksi. Hal ini mengindikasikan bahwa masih ada potensi untuk gempa besar di wilayah subduksi Sumatera bagian Barat, karena gempa 30 September 2009 diperkirakan tidak memberikan relaksasi energi yang besar pada segmen megathrust. Hasil analisis deformasi permukaan menunjukkan bahwa terjadi pergeseran ke arah laut akibat gempa 30 September 2009 tersebut. Selanjutnya untuk mengetahui orientasi sesar terkait, perlu dilakukan perhitungan besar deformasi vertikal akibat gempa tersebut. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih ditujukan kepada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atas data yang telah diberikan untuk digunakan dalam studi ini. Juga kepada Waldhauser untuk software HypoDD versi 1.0 yang telah sangat bermanfaat untuk memperlancar penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Alarcon, J.E., 2010. Post-Disaster Survey Findings from the Padang Earthquake.AIR World Wide (www.air-worldwide.com). 2. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (www.bmkg.go.id). 3. Earthquake Research Institute (ERI), Tokyo (www.eri.u-tokyo.ac.jp). 4. Global Centroid Moment Tensor Catalog (www.globalcmt.org). 5. Hayes, G., 2009. Subduction Zone Geometry Analysis: Preliminary Result of the 2009/09/30 Southern Sumatra, Indonesia Earthquake. NEIC, United States Geological Survey (USGS). 6. Kennett, B.L.N., Engdahl, E.R., and Buland, R., 1995. Constraint on Seismic Velocities in the Earth from Traveltimes. Geophys. J. Int., Vol. 122, 108 -124. 10 View publication stats 7. Lange, D., Tilmann, F.J., Rietbrock, A., Natawidjaja, D.H., Suwargadi, B., Barton, P.J., and Henstock, T.J., 2010. The Fine Structure of the Subducted Investigator Fracture Zone in Western Sumatra as Seen by Local Seismicity. Earth Planet. Sci. Lett., 298 (1-2). 47-56. ISSN 0012-821X. 8. McCloskey, J., Lange, D., Tilmann, F., Nalbant, S.S., Bell, A.F., Natawidjaja, D.H. and Rietbrock, A., 2010. The September 2009 Padang Earthquake. Nature Geoscience, 3 (2), 70-71. 9. Okada, Y., 1992. Internal Deformation Due to Shear and Tensile Faults in a HalfSpace. Bull.Seismo. Soc. Am., Vol.82, No. 2, 1018-1040. 10. Papazachos, B.C., Scordilis, E.M., Panagiotopoulos, D.G., Papazachos, C.B., and Karakaisis, G.F., 2004. Global Relations between Seismic Fault Parameters and Moment Magnitude of Earthquakes. Bull. Geol. Soc. Greece, Vol. XXXVI. Proceedings of the 10th International Congress, Thessaloniki, April 2004. 11. Sahara, D.P., 2009. Pengembangan dan Aplikasi Metode Double Difference dengan Analisis Multiplet Clustering untuk Penentuan Lokasi Hiposenter yang Akurat: Studi Kasus Gunung Kelud. Tugas Akhir Sarjana, ITB, Bandung. 12. United States Geological Survey (USGS), National Earthquake Information Center (www.earthquake.usgs.gov and www.neic.usgs.gov). 13. Waldhauser, F. and Ellsworth, W.L., 2000. A Double-difference Earthquake Location Algorithm: Method and Application to the Northern Hayward Fault, California. Bull. Seismo. Soc. Am. Vol. 90, 1353-1368. 14. Wells, D.L. and Coppersmith, K.J., 1994. New Empirical Relationships among Magnitude, Rupture Length, Rupture Width, Rupture Area and Surface Displacement. Bull.Seismo.Soc. Am. Vol.84, No.4, 974-1002.