Uploaded by aulya214

KUP Tim 9

advertisement
KETENTUAN UMUM DAN TATA
CARA PERPAJAKAN
Disusun oleh :
Tim 9
1. Aziamtul Ulya
(15312416)
2. Putri Nur D
(15312423)
3. Resi Iskandar
(15312431)
4. Junita Leviana Rosa (15312439)
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi robbil ‘alamin, Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang
Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Perpajakan dengan judul ”Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan”
Paper ini kami susun berdasarkan pengetahuan yang kami peroleh dari beberapa buku
dan media elektronik sebagai salah satu syarat mata kuliah Perpajakan.
Akhirnya, kami menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu melalui kata pengantar ini kami sangat terbuka menerima kritik serta saran yang
membangun sehingga secara bertahap kami dapat memperbaikinya. Semoga paper ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 22 September 2016
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
BAB I LATAR BELAKANG ................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 2
a. Pengertian-Pengertian dalam Ketetapan Umum dan Tata Cara Perpajakan .............. 2
b. Kewajiban Dalam Hak Wajib Pajak ..................................................................................... 6
Kewajiban Wajib Pajak .................................................................................. 6
Hak-Hak Wajib Pajak .................................................................................... 7
c. Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ....................... 8
Pengertian dan Fungsi NPWP dan PKP........................................................ 8
Tempat Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP ...................................... 9
Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP .................................. 11
Pendaftaran NPWP dan PKP Melalui Elektronik ......................................... 12
Wajib Pajak Pindah ....................................................................................... 12
Penghapusan NPWP ...................................................................................... 13
Pencabutan Pengukuhan NPWP .................................................................... 14
Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan
dan Pencabutan NPPKP dengan Sistem e-Registration ......................... 14
d. Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan ........................................... 15
Kewajiban Pembayaran Pajak ....................................................................... 15
Pemotongan/Pelaporan .................................................................................. 25
Pelaporan ....................................................................................................... 26
e. Surat Ketetapan Pajak ................................................................................................ 28
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)............................................ 29
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) ............................................................. 29
Surat Ketetapan Pajak Kurang BayarTambahan (SKPKBT) ........................ 29
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) ............................................... 30
f. Kelebihan Pembayaran Pajak .................................................................................... 30
Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak .............................. 31
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak kepada Wajib Pajak yang
iii
Memenuhi Persyaratan Tertentu............................................................. 33
g. Surat Tagihan Pajak (STP)......................................................................................... 34
h. Surat Paksa ................................................................................................................. 35
i. Pembukuan, Pemeriksaan, dan Penyidikan ............................................................... 35
Pembukuan ..................................................................................................... 35
Pemeriksaan ................................................................................................... 37
Penyidikan ...................................................................................................... 38
j. Ketentuan bagi Petugas Pajak ................................................................................... 39
k. Sanksi Pajak ............................................................................................................... 40
Sanksi Administrasi ........................................................................................ 40
Sanksi Pidana ................................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 54
PEMBAGIAN TUGAS ......................................................................................................... 55
iv
BAB I
LATAR BELAKANG
Peraturan perundang-undangan perpajakan terus disempurnakan seiring dengan
perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, dan politik. Perubahan Perundangundangan perpajakan, khususnya Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan dimaksudkan untuk lebih memberikan keadilan, meningkatan pelayanan
kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum, serta mengantisipasi
kemajuan dibidang teknologi informasi dan perubahan ketentuan material dibidang
perpajakan. Perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan kepastian
profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan,
dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang
sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan undang-undang ini dengan tetap
menganut sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan
peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban perpajakan dengan lebih baik.
Bab ini membahas tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku
di Indonesia, yang didalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hubungan
warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajibankenegaraan dan
merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan
nasional.
Dalam pelaksanaan UU no. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No.
16 Tahun 2000 disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung sehingga
menuntut perlunya penyempurnaan sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan
kebijaksanaan pemerintah. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan perpajakan
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut terakhir dapat diatur dalam
UU No. 27 Tahun 2008.
1
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN-PENGERTIAN DALAM KETENTUAN UMUM DAN TATA
CARA PERPAJAKAN
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari
luar daerah pabean.
5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
2
7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka
waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa
Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan
objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun
Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas
negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih
harus dibayar.
17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.
19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada
pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
3
20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak
karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah
dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan
yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau
setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari
pajak yang terutang.
24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang
mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak
terikat oleh suatu hubungan kerja.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan,
tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa
sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan
oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di
bidang perpajakan.
28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
4
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba
rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan
pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang
kebenaran penulisan dan penghitungannya.
31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.
32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan
tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak,
Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan
Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat
ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang
diajukan oleh Wajib Pajak.
35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap halhal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat
diajukan gugatan.
37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak
terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.
5
38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
untuk Wajib Pajak tertentu.
39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang
menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau
dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan,
atau putusan disampaikan secara langsung.
41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau
dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau
putusan diterima secara langsung.
KEWAJIBAN DAN HAK WAJIB PAJAK
Kewajban Pajak
Berikut ini kewajiban Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
1. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif.
2. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha
dilakukan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha Kena Pajak.
3. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah,
serta menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat
Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempa lain yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan
satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
6
6. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan
pajak.
7. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak baan, dan melakukan pencatatan
bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
8. a. Memperlihatkan dan/ atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang
perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c. Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa
Hak-hak Wajib Pajak
Berikut ini hak-hak Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
1. Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1(satu) Surat Pemberihatuan Masa.
2. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
3. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak.
4. Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan
pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak yang belum melakukan
tindakan pemeriksaan.
5. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
6. Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
7. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan
Keberatan.
7
8. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
9. Memperoleh pengurangan atau pengahapusan sanksi administrasi berupa bunga atas
keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak
menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum
Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi
lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
berlakunya UU No. 28 Tahun 2007.
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA
PAJAK
Pengertian dan Fungsi NPWP dan PKP
Nomor Pokok Wajb Pajak (NPWP) merupakan satuan sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
Setiap Wajib Pajak hanya satu NPWP. Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan
untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pembayaran administrasi
perpajakan. Dengan memiliki NPWP, wajib pajak memperoleh beberapa manfaat
langsung lainnya, seperti sebagai pembayaran pajak di muka (angsuran/kredit pajak) atas
Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu Wajip Pajak bertolak ke Luar Negeri, sebagai
persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Dan
sebagai salah satu ssyarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank. Terhadap Wajib
Pajak dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui
iddentitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak
dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.1 Terhadap pengusaha yang telah
memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak melaporkan usahanya
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
8
Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi
kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan
Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh
Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah
memenuhi syarat untuk memperoleh Nomon Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Tempat Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
denga ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Tempat pendaftaran NPWP adalah:
1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi, adalah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.
2. Bagi Wajib Pajak badan, adalah tempat kedudukan/kegiatan usaha Wajib Pajak.
Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Tempat pelaporan
usaha dan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah:
1. Bagi Pengusaha orang pribadi, adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha
dilakukan.
2. Bagi Pengusaha badan, adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.
3. Bagi Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha di
beberapa wilayah kantor Direktorat Jenderal Pajak, adalah baik di kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
4. Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu (yaitu Wajib Pajak orang pribadi
yang mempunyai tempat usaha tersebar dibeberapa tempat, misalnya pedagang
elektronik yang mempunyai toko dibeberapa pusat perbelanjaan), kewajiban
melaporkan usahanya disamping pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
9
kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak juga pada kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan.
5. Bagi Pengusaha Kena Pajak tertentu, Direktorat Jenderal Pajak dapat menentukan
kantor Direktorat Jenderal Pajak sebagai tempat pendaftaran pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak sebagai berikut.
Wajib Pajak Tertentu dan Pengusaha Kena Pajak
Tempat Pendaftaran dan
Tertentu
Pelaporan Usaha
 BUMD yang berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta
 Wajib Pajak BUMN termasuk anak perusahaan
yang penyertaan modal induknya lebih dari 50%
 Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak
masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha
dibidang industri nonlogam
 Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak
masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha
dibidang industri logam dan mesin
 Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak
masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha
dibidang nonindustri
 Wajib Pajak bentuk Usaha Tetap
 Orang asing yang berkedudukan/bertempat
tinggal di wilayah DKI
 Wajib Pajak yang pernyataan pendaftaran emisi
sahamnya telah dinyatakan efektif oleh Bapepam
 Wajib Pajak BUMD dan bentuk usaha tetap
 Wajib Pajak orang asing yang berkedudukan atau
bertempat tinggal diluar DKI Jakarta
 Wajib Pajak BUMN, BUMD, penanaman modal
asing, badan dan orang asing, dan perusahaan
masuk bursa, terbatas pada Pajak Penghasilan
Pemotongan, Pajak Penghasilan Pemungutan,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak penjualan atas
Barang Mewah.
Keterangan: KPP = Kantor Pelayanan Pajak
10
 KPP Perusahaan
dan Daerah
Negara
 KPP Penanaman
Asing I
Modal
 KPP Penanaman
Asing II
Modal
 KPP Penanaman
Asing I
Modal
 KPP Badan
Asing
Orang
dan
 KPP Perusahan Masuk
Bursa
 KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kedudukan
Wajib Pajak BUMD dan
bentuk usaha tetap
 KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal
Wajib Pajak orang asing
 KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat cabang,
perwakilan, atau kegiatan
usaha dilakukan
Direktorat Jenderal Pajak yang dimaksud adalah Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4).
Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP
Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung
atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan
Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan ketentuan sebagai
berikut.
1. Untuk WP Orang Pribadi Nonusahawan
a. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau
Kepala Desa bagi orang asing.
2. Untuk WP Orang Pribadi Usahawan
a. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau
Kepala Desa bagi orang asing.
b. Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang
berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.
3. Untuk WP Badan
a. Fotokopi akta pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan
penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT.
b. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau
Kepala Desa bagi orang asing, dari salah satu pengurus aktif.
c. Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal
Lurah atau Kepala Desa.
4. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/Pemotong
a. Fotokopi KTP bendaharawan
b. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan.
5. Untuk joint operation sebagai Wajib Pajak Pemotong/Pemungut.
a. Fotokopi perjanjian kerja sama sebagai joint operation.
b. Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation.
11
c. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau
Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus joint operation.
6. Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita
kawin tidak pisah harta harus melampirkan fotokopi surat keterangan terdaftar.
7. Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa
khusus.
Pendaftaran NPWP dan PKP Melalui Elektronik
Pendaftaran NPWP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik, yaitu
melalui Internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id
dengan mengeklik e-registration (pendaftaran Wajib Pajak melalui Internet); Wajib
Pajak cukup memasukkan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk dapat memperoleh
NPWP. Selanjutnya dapat mengirimkan melalui pos fotokopi data pribadi tersebut ke
KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak.
Berikut langkah-langkah untuk mendapatkan NPWP melalui Internet (electronik
registration).
1. Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di Internet dengan alamat www.pajak.go.id.
2. Selanjutnya memilih menu e-reg (electronik registration).
3. Pilih menu ”buat accoun barut” dan istilah kolom sesuai yang diminta.
4. Kemudian, masuk ke menu ”Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”.
Istilah sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
5. Selanjutnya akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sementara yang
berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT
sementara tersebut beserta Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai
bukti Anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
6. Tanda tangani formulir registrasi, kemudian kirimkan/sampaikan langsung bersama
SKT sementara serta persyaratan lainnya ke kantor Pelayanan Pajak seperti yang
tertera pada SKT sementara. Setelah itu, akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.
Wajib Pajak Pindah
Dalam hal WP pindah domisili atau pindah tempat kegiatan usaha, WP wajib
melaporkan diri ke KPP lama maupun KPP baru dengan ketentuan sebagai berikut.
12
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan
Pindah tempat tinggal atau kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, adalah surat
keterangan tempat tinggal baru atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
baru dari instansi yang berwenang (lurah atau Kepala Desa).
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Nonusaha
Surat keterangan tempat tinggal baru dari Lurah atau Kepala Desa, atau surat
keterangan dari pimpinan instansi perusahaannya.
3. Wajib Pajak Badan
Pindah tempat kedudukan atau kegiatan usaha adalah surat keterangan tempat
kedudukan atau tempat kegiatan yang baru dari Lurah atau Kepala Desa.
Penghapusan NPWP
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
apabila:
1. Diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak
dan/ atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan
subjektif dan/ atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan;
2. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penghapusan usaha;
3. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia;
4. Wajib Pajak orang pribadi wanita menikah dan tidak melaksanakan kewajiban pajak
sendiri;
5. Wajib Pajak yang piutangnya dihapuskan akibat tidak memiliki kekayaan atau
meninggal tanpa warisan;
6. dianggap perlu oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok
Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/
atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Direktorat Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan
keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan,
sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
13
Pencabutan Pengukuhan PKP
Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
apabila:
1. pengusaha kena pajak pindah alamat ke nanungan KPP lain;
2. pengusaha kena pajak menyalahgunakan pengukuhan;
3. Peredaran bruto pengusaha kena pajak dipusatkan ditempat lain;
4. kewajiban PPN pengusaha kena pajak dipusatkan ditempat lain.
Pencabutan pengukuhan PKP harus diselesaikan dalam jangka waktu 6 bulan sejak
tanggal diterimanya permohonan secara lengkap.
Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan
Pencabutan NPWP dengan Sistem e-Registration
Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan tata cara Pendaftaran dan
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta Pengukuhan dan Pencabutan
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) (sesuai Keputusan Dirjen Pajak
Nomor Kep-173/PJ./2004) diatur sebagai berikut.
1. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan untuk mendaftarkan diri dan atau
melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak melalui
sistem e-Registration akan mendapatkan Formulir Registrasi Wajib Pajak dan Surat
Keterangan Terdaftar Sementara dengan cara Wajib Pajak mencetak sendiri melalui
sistem e-Registration.
2. Surat Keterangan Terdaftar Sementara hanya berlaku selama 30 (tiga puluh) hari
sejak pendaftaran dilakukan, dan hanya berlaku untuk pembayaran, pemotongan dan
pemungutan pajak oleh pihak lain, serta tidak dapat dipergunakan untuk melakukan
kegiatan di luar bidang perpajakan.
3. Formulir Registrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta persyaratannya
disampaikan Ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 30
(tiga puluh) hari sejak permohonan.
4. Apabila Formulir Registrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta
persyaratannya belum diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan dilakukan, maka
proses permohonan akan dibatalkan secara sistem.
14
5. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat
Keterangan Terdaftar paling lama 1 (satu) hari sejak Formulir Registrasi Wajib Pajak
yang sudah ditandatangani beserta persyaratannya diterima secara lengkap.
6. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pendaftaran sekaligus melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar menerbitkan secara bersamaan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak,
Surat Keterangan Terdaftar dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lama
3 (tiga) hari kerja berikutnya setelah Formulir Registrasi Wajib Pajak beserta
persyaratannya diterima secara lengkap.
7. Berdasarkan proses approval melalui sistem e-Registration, Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar akan mengirimkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak
(KP.PDIP.4.4-00) dan Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00), dan atau Surat
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.3-00) melalui pos ke alamat Wajib
Pajak, atau berdasarkan Notifikasi yang dikirimkan melalui sistem e-Registration,
Wajib Pajak atau Kuasanya dapat mengambil sendiri dokumen tersebut ke Kantor
Pelayanan Pajak.
8. Wajib Pajak yang telah terdaftar dan belum mempunyai akses ke sistem eRegistration, dapat mengajukan permohonan untuk dapat mengakses sistem eRegistration atas Nomor Pokok Wajib Pajak yang bersangkutan kepada Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan membawa bukti pendaftaran
yang berlaku.
PEMBAYARAN, PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, DAN
PELAPORAN
Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri
penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK
Mekanisme Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Membayar sendiri pajak yang terutang
a.
Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25)
15
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran.
Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi
pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk
mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri
angsuran pajak tersebut setiap bulan.
Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha
dan pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu:

Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu (OPPT).
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir
maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih
tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda dengan
tempat tinggal.
Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT : 0,75% x jumlah peredaran usaha
(omset) setiap bulan dari masing-masing tempat usaha.

Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha
Tertentu (OPSPT).

Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT) adalah
Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha tanpa melalui tempat usaha
misalnya sebagai pekerja bebas atau sebagai karyawan.
Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena
Pajak x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan.
Tarif Pasal 17 ayat (1) a UU PPh adalah :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,-
5%
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-
15%
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-
25%
di atas Rp 500.000.000,-
30%
Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang
terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh
yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang Undang Pajak Penghasilan.
16
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%.
Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran bruto setahun sampai dengan
Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%
dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang dikenakan atas
penghasilan
kena
pajak
dari
peredaran
bruto
sampai
dengan
Rp
4.800.000.000,b. Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal
4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini adalah:

Pemberi penghasilan;

Pemberi kerja; atau

Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
c.
Pembayaran Pajak di luar negri (PPh Pasal 24).
d.
Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak
yang
ditunjuk pemerintah.
Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau
nilai lainnya.
e.
Pembayaran Pajak-pajak lainnya:
 Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT).
Untuk daerah Jakarta dan daerah tertentu lainnya, pembayaran PBB sudah
dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu.
Tarif PBB terdiri dari 2 tarif yaitu:
a. 1/1000 dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya
kurang dari Rp1.000.000.000,b. 2/1000, dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya
kurang dari Rp1.000.000.000, Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat
dilakukan dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel
atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin
teraan.
Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah
17
(kuitansi) di atas Rp 250.000,- sampai dengan Rp1.00.000,- adalah Rp3.000,-.
Untuk dokumen yang menyebut jumlah di atas Rp1.000.000,- dan surat-surat
perjanjian terutang materai tempel sebesar Rp6.000,-.
Pelaksanaan pembayaran dapat dilakukan melaui Kantor Penerimaan Pembayaran
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) atau KP4 terdekat , atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara
elektronik (e-payment). Surat Setoran Pajak
adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakanuntuk melaksanakan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas
negara melalui Kantor Penerimaan Pembayaran. Kantor Penerimaan Pembayaraan adalah
Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Daerah
atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Mentri Keuangan sebagai penemrima
pembayaran atau setoran pajak.
1. SSP Standar
Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disebut dengan SSP adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan
formulir atau telah menggunakan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Mentri Keuangan.
Form SSP dibuat empat rangkap, dengan peruntukan sebagai berikut:

Lembar ke-1: Untuk Arsip Wajib Pajak

Lembar ke-2: Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara (KPPN)

Lembar ke-3: Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP

Lembar ke-4: Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran
Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap lima dengan
peruntukan lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai ketentuan
perpajakan yang berlaku.
2. SSP Khusus
SSP Khusus merupakan bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke
Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerimaan Pembayaran
dengan menggunakan mesin transaksi dan/atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan
yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jendral Pajak ini, dan mempunyai fungsi
yang sama dengan SSP standar dalam administrasi perpajakan. SSP khusus dicetak
18
oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerjasama Monitoring
Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jendral Pajak . SSP khusus
dicetak:
a. Pada transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak dua lembar, yang
berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP Standar.
b. Terpisah sebanyak satu lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP
Standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif
Penerimaan (DNP).
SSP Khusus dapat diperbanyak dan berfungsi sama dengan lembar ke-5 SSP
Standar sebagai pengganti bukti potong/bukti pungut, dengan diberi cap dan tanda
tangan oleh pejabat yang berwenang oleh Kantor Penerimaan Pembayaran. SSP
Khusus paling sedikit memuat keterangan-keterangan berikut:
a.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
b.
Nama Wajib Pajak
c.
Identitas Kantor Penerima Pembayaran
d.
Mata Anggaran Penerimaan (MAP)/Kode Jenis Pajak dan Kode Jenis Setoran
e.
Masa Pajak atau Tahun Pajak
f.
Nomor Ketetapan (untuk pembayaran: STP,SKPKB, atau SKPKBT)
g.
Jumlah dan Tanggal Pembayaran;dan
h.
Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank
(NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP)
SSP Khusus dapat digunakan meskipun tidak memenuhi ketentuan di atas, dalam
hal digunakan untuk pembayaran sebagai berikut:
a.
Pajak Penghasilan (PPh) atas pembayaran Fiskal Luar Negeri (MAP/Kode
Jenis Pajak 411128, Kode Jenis Setoran 100) yang dibayar pada countercounter di bandar udara dan pelabuhan laut;
b.
Pajak Penghasilan Pasal 26 Subjek Pajak Luar Negeri (MAP/Kode Jenis
Pajak 411127, semua Kode Jenis Setoran) baik untuk perorangan maupun
badan;
c.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas pengalihan aktiva dalam
rangka restrukturisasi perusahaan (MAP/Kode Jenis Pajak 411221, Kode
Jenis Setoran 104);
d.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
19
(MAP/Kode Jenis Pajak 411221, Kode Jenis Setoran 101 atau 102);Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor dan PPN Impor atas barang bawaan
penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas dan kiriman pos
sebagaimana ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (MAP/Kode
Jenis Pajak 411123);
e.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut (MAP/Kode
Jenis Pajak 411122, Kode Jenis Setoran 900);
f.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri yang dipungut oleh Pemungut
Pajak
g.
Pertambahan Nilai (MAP/Kode Jenis Pajak 411221, Kode Jenis Setoran
900);
h.
Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2) atas pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi yang tidak mempunyai
NPWP (MAP/Kode Jenis Pajak 411128, Kode Jenis Setoran 402) sepanjang
telah mendapat Surat Keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak
setempat yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak wajib memiliki
NPWP;
i.
Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2) atas persewaan tanah dan/atau
bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi yang tidak mempunyai NPWP
(MAP/Kode Jenis Pajak 411128, Kode Jenis Setoran 403) sepanjang telah
mendapat Surat Keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat
yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak wajib memiliki NPWP;
j.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kegiatan Membangun Sendiri yang
dilakukan oleh orang pribadi yang tidak mempunyai NPWP (MAP/Kode
Jenis Pajak 411211, Kode Jenis Setoran103).
3. SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor)
SSPCP digunakan untuk melakukan penyetoran penerimaan negara dalam
rangka impor.
SSPCP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat dalam rangkap 8
(delapan) yang peruntukannya sebagai berikut :

Lembar ke-1a
: untuk KPBC melalui Penyetor/ Wajib Pajak;

Lembar ke-1b
: untuk Penyetor/Wajib Pajak;

Lembar ke-2a
: untuk KPBC melalui KPPN;
20

Lembar ke-2b dan ke-2c : untuk KPP melalui KPPN;

Lembar ke-3a dan ke-3b : untuk KPP melalui Penyetor/WP atau KPBC;

Lembar ke-4
: untuk Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi atau PT
Pos Indonesia.
Hal-hal khusus tentang SSPCP adalah sebagai berikut
a. SSPCP yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN adalah SSPCP
lembar ke-3a.
b. Apabila dalam SSPCP tersebut terdapat pembayaran Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (PPnBM) impor, maka SSPCP yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah foto kopi
SSPCP lembar ke-3a.
c. SSPCP yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPh adalah SSPCP
lembar ke-3b.
d. SSPCP yang diterima KPP dari KPPN, digunakan untuk administrasi
penerimaan Pajak Penghasilan adalah SSPCP lembar ke-2b.
e. SSPCP yang diterima KPP dari KPPN, digunakan untuk administrasi
penerimaan Pajak Pertambahan Nilai adalah SSPCP lembar ke-2c.
f. Apabila dalam SSPCP tersebut terdapat pembayaran Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (PPnBM) impor, maka untuk administrasi penerimaan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah digunakan foto kopi SSPCP lembar ke-2c.
4. SSCP (Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau
Buatan Dalam Negri)
SSCP digunakan untuk melakukan penyetoran penerimaan negara dari cukai
atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri.
SSCP dibuat dalam rangkap 6 (enam) yang peruntukannya sebagai berikut :

Lembar ke-1a
:
untuk KPBC melalui Penyetor/ Wajib Pajak;

Lembar ke-1b
:
untuk Penyetor/Wajib Pajak;

Lembar ke-2a
:
untuk KPBC melalui KPPN;

Lembar ke-2b
:
untuk KPP melalui KPPN;

Lembar ke-3
:
untuk KPP melalui Penyetor/ Wajib Pajak;

Lembar ke-4
:
untuk Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia.
21
Apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak atas impor selain yang ditagih
dengan Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat ketetapan pajak maka pelunasan
kekurangan pembayaran tersebut dilakukan dengan menggunakan SSPCP. Apabila
terdapat kekurangan pembayaran pajak untuk cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN
hasil tembakau buatan dalam negeri selain yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak
(STP) atau surat ketetapan pajak maka pelunasan kekurangan pembayaran tersebut
dilakukan dengan menggunakan SSCP.
Petunjuk Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP)
a. NPWP, Nama WP, dan Alamat
Diisi sesuai dengan:
1. NPWP diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP yang dimiliki Wajib
Pajak.
2. Nama WP diisi dengan Nama Wajib Pajak.
3. Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan
Terdaftar (SKT).
Catatan : Bagi WP yang belum memiliki NPWP
1. NPWP diisi:

Untuk WP berbentuk Badan Usaha diisi dengan 01.000.000.0-XXX.000

Untuk WP Orang Pribadi diisi dengan 04.000.000.0-XXX.000
2. XXX diisi dengan Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak.
3. Nama dan Alamat diisi dengan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) atau identitas lainnya yang sah.
b. Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran
1. Kode Akun Pajak diisi dengan angka Kode Akun Pajak yang tertera di
atas tabel-tabel berikut untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor.
22
2. Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom “Kode Jenis
Setoran” untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor pada tabel
berikut sesuai dengan penjelasan dalam kolom “Keterangan”.
Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban
perpajakan yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat.
c. Uraian Pembayaran (untuk SSP Standar)
Diisi sesuai dengan uraian dalam kolom “Jenis Setoran” yang berkenaan dengan
Kode
MAP
dan
Kode
Jenis
Setoran
pada tabel
berikut.
Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan
Bangunan, dilengkapi dengan nama pembeli dan lokasi objek pajak.
Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan Bangunan yang
disetor oleh yang menyewakan, dilengkapi dengan nama penyewa dan lokasi
objek sewa.
d. Masa Pajak
Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak
yang dibayar atau disetor.
Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan dengan
menggunakan satu SSP untuk setiap masa pajak.
e. Tahun Pajak
Diisi tahun terutangnya pajak
f. Nomor Ketetapan
23
Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada surat ketetapan pajak (SKPKB,
SKPKBT) atau Surat Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk
membayar atau menyetor pajak yang kurang dibayar/disetor berdasarkan surat
ketetapan pajak atau STP.
g. Jumlah Pembayaran
Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh.
Pembayaran pajak dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi
WP yang diwajibkan melakukan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar
Amerika Serikat), diisi secara lengkap sampai dengan sen.
h. Terbilang (untuk SSP Standar)
Diisi jumlah pajak yang dibayar atau disetor dengan huruf latin dan menggunakan
bahasa Indonesia.
i. Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)
Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau setoran oleh Kantor Penerima
Pembayaran (Bank Persepsi/Devisa Persepsi atau PT. Pos Indonesia), tanda
tangan, dan nama jelas petugas penerima pembayaran atau setoran, serta
cap/stempel Kantor Penerima Pembayaran.
j. Wajib Pajak/Penyetor (untuk SSP Standar)
Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama
jelas Wajib Pajak/Penyetor serta stempel usaha.
24
k. Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar)
Diisi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi
Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) hanya oleh Kantor Penerima
Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Modul Penerimaan Negara
(MPN) dengan Direktorat Jenderal Pajak.
PEMOTONGAN/PELAPORAN
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang
dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23,
PPh Pasal 26, dan PPN dan PPn BM.
Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah sebagai
berikut.
-
PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan
dengan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri
sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang
diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan dimana dia bekerja).
-
PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan
dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di
bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan
pemerintah).
-
PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan
dengan penghasilan tertentu seperti : deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa yang
diterima oleh WP badan dalam negeri, dan BUT.
-
PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan
denan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.
-
PPh Final (Pasal 4 ayat (2)
Ada beberapa penghasilan yang dikenakan PPh Final. Yang dimaksud final disini
bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak
25
dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun
dalam penghitungan pajak penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh
penghasilan yang dikenakan PPh final : bunga deposito, penjualan tanah dan
bangunan, persewaan tanah dan bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dsb.
-
PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus, antara lain perusahaan
pelayaran atau penerbangan international, perushaan asuransi luar negeri, perusahaan
pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang
melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.
Seperti halnya PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan
angsuran pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan
pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme Pajak Keluaran (PK) dan
Pajak Masukan (PM).
Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan
pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.
PELAPORAN
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan
(SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak yang sebenarnya terutang. Selain
itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan Pajak
baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan
pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan
kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan
pemungutan Pajak yang telah dilakukan.
Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi
Wajib Pajak maupun aparatur Pajak. Pelaporan Pajak disampaikan ke KPP atau KP2KP
dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT dapat dibedakan sebagai berikut:
1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukanPelaporan atas pembayaran
Pajak bulanan.
Ada beberapa SPT Masa yaitu: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal
25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPN dan PPnBM, serta Pemungut
PPN
26
2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untukPelaporan tahunan.
Ada beberapa jenis SPT Tahunan: Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi
Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik
melalui aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT Tahunan PPh juga dapat dilakukan secara
online melalui aplikasi e-SPT.
KeterlambatanPelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp
500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar
Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh
Orang Pribadi khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp 100.000,(seratus ribu rupiah), dan SPT Tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah).
Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan bulanan:
Batas Waktu
Batas
Pembayaran
WaktuPelaporan
1 PPh Pasal 4 ayat (2)
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
2 PPh Pasal 15
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
3 PPh Pasal 21/26
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
4 PPh Pasal 23/26
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
Tgl. 15 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
No Jenis SPT
Masa
PPh Pasal 25 (angsuran Pajak)
5 untuk Wajib Pajak orang pribadi
dan badan
PPh Pasal 25 (angsuran Pajak)
untuk Wajib Pajak kriteria tertentu
6 yang diperbolehkan melaporkan
Tgl.20 setelah
Akhir masa Pajak terakhir berakhirnya Masa
beberapa Masa Pajak dalam satu
Pajak terakhir
SPT Masa
Hari kerja terakhir
7
PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh
Bea Cukai
1 hari setelah dipungut
minggu berikutnya
(melapor secara
mingguan)
27
No Jenis SPT
Batas Waktu
Batas
Pembayaran
WaktuPelaporan
Masa
8
PPh Pasal 22 - Bendahara
Pada hari yang sama saat
Pemerintah
penyerahan barang
9 PPh Pasal 22 – Pertamina
10 PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu
Sebelum Delivery Order
dibayar
Tgl. 10 bulan berikut
Akhir bulan berikutnya
11 PPN dan PPn BM – PKP
setelah berakhirnya Masa
Pajak dan sebelum SPT
Masa PPN disampaikan
12 PPN dan PPn BM - Bendaharawan Tgl. 7 bulan berikut
13
PPN & PPn BM - Pemungut Non
Bendahara
PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal
14 15,21,23, PPN dan PPnBM Untuk
Wajib Pajak Kriteria Tertentu
Tgl. 14 bulan berikut
Tgl. 15 bulan berikut
Sesuai batas waktu per
SPT Masa
Tgl. 20 bulan berikut
Akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya
Masa Pajak
Tgl. 14 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
Tgl.20 setelah
berakhirnya Masa
Pajak terakhir
Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan tahunan:
No Jenis SPT
Batas Waktu Pembayaran
Batas WaktuPelaporan
Tahunan
1
PPh - Orang Sebelum SPT Tahunan PPh
akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun
Pribadi
disampaikan
atau bagian tahun Pajak
Sebelum SPT Tahunan PPh
akhir bulan keempat setelah berakhirnya
disampaikan
tahun atau bagian tahun Pajak
2 PPh – Badan
3 PBB
6 (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT
----
SURAT KETETAPAN PAJAK
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
28
Menurut UU No.28 Tahun 2007 Pasal 1(16), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak,
jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. SKPKBMenurut No.28
Tahun 2007 Pasal 13(1), SKPKB diterbitkan apabila:
a.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar.
b.
Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
c.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol
persen).
d.
Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatn tidak dipenuhi sehingga
tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau,
e.
kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
2. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Menurut UU No.28 Tahun 2007 Pasal 1(18), SKPN adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak terutang dan tidak ada kredit pajak. SKPN diterbitkan apabila setelah
dilakukan pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama
dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPBT)
Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan
Penerbitan SKPKBT ini didasarkan pada:
-
Hasil pemeriksaan atau pemeriksaan ulang terhadap data baru
yang
mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang termasuk data yang
semula belum terungkap atau penerbitan SKPKBT ini dalam jangka waktu 5
29
tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak,bagian tahun
pajak atau tahun pajak.Sebagai konsekuensinya jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar dalam SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
-
Hasil penelitian atau putusan pengadilan yang telah memperoleh keuatan hukum
tetap terhadap wajib pajak yang dipidanakarena melakukan tindak tindak pidana
di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.SKPKBT ini diterbitkan dalam jangka waktu 5
tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak,bagian tahun
pajak,tahun pajak sebagai konsekuensinya bahwa jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar dalam SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat ketetapan pajak lebih bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
seharusnya tidak terutang.Dirjen pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak lebih
bayar (SKPLB) berdasarkan:
-
Hasil penelitian terhadap kebenaran pembayaran pajak atas permohonan wajib
pajak (pasal 17 UU KUP) terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang.
-
Hasil pemeriksaan terhadap surat pemberitahuan terhadap jumlah kredit pajak
atau jumlah pajak yang diabayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang
(Pasal 17 ayat 1 UU KUP).
-
Hasil pemeriksaan terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak (pasal 17B UU KUP) terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit
pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau
30
telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib
Pajak tidak punya hutang pajak lain.
A. Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
1.
Dalam hal jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari
pada jumlah pajak yang terutang:
a.
Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur
Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar
atau berdomisili.
b.
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:

Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang;

Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut
oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang
dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak
yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau;

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar
lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
c.
SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 12 (dua belas)
bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.

Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi,
Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan
dianggap dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling
lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir.

Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, kepada Wajib Pajak diberikan
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak
berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut sampai dengan saat
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
2.
Dalam
hal
pembayaran
pajak
yang
seharusnya
tidak
terhutang:
Pajak yang yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh
31
WP yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan
pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau
dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut
berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan
objek pajak.
a.
Wajib Pajak (WP orang pribadi dan badan termasuk orang pribadi yang
belum memiliki NPWP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor
Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau berdomisili,
apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak atas pajak yang seharusnya tidak
terutang.
Surat permohonan harus melampirkan:

Asli bukti pembayaran pajak;

Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan

Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang.
b.
WP yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN dan PPnBM) dapat mengajukan
permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat
WP yang dipotong atau yang dipungut terdaftar atau melalui KPP tempat
Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dikukuhkan dengan catatan PPh dan
PPN serta PPnBM yang dipotong atau dipungut belum dikreditkan atau
dibiayakan.
Surat permohonan harus melampirkan:

Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak;

Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan

Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang.
c.
WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan dapat mengajukan
permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat
WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan, apabila terjadi
kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukannya dan pihak
yang dipotong atau dipungut adalah:

orang pribadi yang belum memiliki NPWP;

subjek pajak luar negeri; atau
32

terdapat kesalahan penerapan ketentuan oleh pemotong atau pemungutan
kecuali WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan tidak dapat
ditemukan yang disebabkan antara lain karena pembubaran usaha.

Surat permohonan harus melampirkan :
o
Asli bukti pembayaran pajak;
o
Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;
o
Alasan
permohonan
pengembalian
pembayaran
pajak
yang
seharusnya tidak terutang; dan d. Surat kuasa dari pihak yang
dipotong atau dipungut kepada WP yang melakukan pemotongan
atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
pemungutan.
d.
Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan
pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan WP diterima
secara lengkap dan menerbitkan SKPLB bila hasil penelitian tersebut
terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila hasil
penelitian tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, maka Direktur
Jenderal
Pajak
harus
memberitahu
secara
tertulis
kepada
WP.
B. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Kepada Wajib Pajak yang
Memenuhi Persyaratan Tertentu
Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan
jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh kurang dari
Rp1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah) dan jumlah lebih
bayarnya kurang dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau paling banyak 0,5%
(setengah persen) dari jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan
PPh tersebut;
3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT
Tahunan PPh paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan jumlah
lebih bayarnya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); atau
33
4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan untuk suatu Masa Pajak paling
banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan jumlah lebih bayarnya
paling
banyak
Rp
28.000.000,00
(dua
puluh
delapan
juta
rupiah).
Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak
yang memenuhi persyaratan tertentu, Kepala KPP melakukan penelitian atas :
1. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
2. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
3. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh WP; dan
4. Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT tersebut atau dalam SPT
perubahan
alamat.
dan
menerbitkan
Surat
Keputusan
Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan
diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan dan paling lama 1 (satu) bulan
sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
Dalam hal hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran SPT tidak
lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang
tercantum dalam SPT atau dengan pemberitahuan perubahan alamat sehingga
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan,
maka Kepala KPP harus memberitahu secara tertulis kepada WP.
SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi
administrasi berupa bungan atau denda.
Surat Tagihan Pajak diterbitkan apabila:
1. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
2. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis
atau salah hitung.
3. Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda atau bunga
4. Pengusaha ygang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu.
5. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi
faktur pajak secara lengkap, selain:
a. Identitas pembeli; atau
34
b. Identitas pembeli serta nama dan tanda tangan, dalam hal penyerahan dilakukan
oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran.
6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan
faktur pajak; atau
7. Pengusaha Kena Pajak gagal berproduksi dan telah diberi pengembalian Pajak
Masukan.
SURAT PAKSA
Surat Paksa merupakan sarana penagihan pajak yang diterbitkan karena jumlah
pajak yang masih harus dibayar ternyata belum dibayar oleh Wajip Pajak sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditentukan. Surat Paksa diatur sendiri dalam UU. No. 19 Tahun
2000 sebagai perubahan atas UU No. 19 Tahun 1997.
Proses penagihan dimulai dengan Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat
Paksa. Dalam hal WP tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan
penyitaan dan pelelangan atas harta WP yang disita tersebut untuk melunasi pajak yang
tidak/belum dibayar.
Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut:
1. Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo
pembayaran Wajib Pajak tidak membayar hutang pajaknya.
2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran
apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi hutang pajaknya.
3. Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan.
4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang.
Sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah
penyitaan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan
terhadap Wajib Pajak/penanggung pajak yang tidak kooperatifdalam membayar hutang
pajaknya.
PEMBUKUAN, PEMERIKSAAN, DAN PENYIDIKAN
PEMBUKUAN
35
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada
setiap Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan
adalah:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di
Indonesia;
2. Wajib Pajak badan di Indonesia.
Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tapi wajib melakukan
pencatatan adalah:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
menurut
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan
diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan
Neto;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pembukuan atau pencatatan:
1. Pembukuan atau pencatatan harus dilakukan dengan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan
huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam Bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Pembukuan diselenggarakan dengan tata asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel
kas. Perubahan terhadap metode dan atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari
Direktur Jenderal Pajak.
4. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.
5. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat
diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan.
36
PEMERIKSAAN
Direktor Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan tujuan lain, antara lain:
1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
2. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
3. Pengkuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
4. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
5. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
6. Pencocokan data dn/atau alat keterangan;
7. Penentuan Wajib Paja berlokasi di daerah terpencil;
8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
10. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan; dan/atau
11. Pemenuham permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda.
Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka pemeriksaan:
1. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib
Pajak (Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi
suatu jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun
untuk tahun berjalan.
2. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk terhadap instansi
pemerintahan dn badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak.
3. Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan,
pembukuan
atau
pencatatan,
dan
pemenuhan
kewajiban
perpajan
lainnya
dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak.
4. Petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan
Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang
diperiksa.
5. Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang
pajak;
37
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang
perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c. Memberikan keterangan lain yang diperlukan baik secara tertulis dan/atau lisan,
misalnya surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, keterangan
bahwa fotokopi yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya, surat pernyataan tentang
kepemilikan harta, dan lain-lain.
6. Buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan keterangan lain yang diminta oleh
Pemeriksa dalam rangka pemeriksaan wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama
satu bulan sejak permintaan disampaikan.
PENYIDIKAN
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
tersebut membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta
menemukan tersangkanya. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat
dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.
Wewenang penyidik tersebut adalah:
1. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lebih lengkap dan jelas;
2. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di
bidang perpajakan;
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
4. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perpajakan;
5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
6. Meminta bantuan tenaga ahi dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan;
38
7. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlagsung dan memeriksa identitas orang, benda,
dan/atau dokumen yang dibawa;
8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
10. Menghentikan penyidikan; dan/atau
11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tindak pidana di bidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak. Kealpaan adalah Wajib Pajak alpa tidak menyampaikan SPT
atau mnyampaikan SPT tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar, sehingga tidak dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara. Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau
kurang mengindahkan kewajibannya. Berikut kriteria kesengajaan:
1. Tidak mendaftarkan diri, atau penyalahgunaan NPWP atau NPPKP;
2. Tidak menyampaikan SPT;
3. Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
4. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
5. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu;
6. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau
tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
7. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.
KETENTUAN BAGI PETUGAS PAJAK
Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan pegawai pajak diatur sebagai berikut:
1. Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau
menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertindak di luar
kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan yang berwenang
39
melakukan pemeriksaan dan investigasi, dan apabila terbukti melakukannya dikenai
sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan
pengancaman kepada Wajib Pajak agar menguntungkan diri sendiri secara melawan
hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana;
4. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan
hukum
dengan
menyalahgunakan
kekuasaannya
memaksa
seseorang untuk
memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri diancam dengan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan perubahannya;
5. Pegawai pajak yang tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, apabila
dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
SANKSI PAJAK
Sanksi Administrasi
Sanksi Administrasi sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat tagihan
pajak berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan diuraikan pada tabel berikut:
Berkaitan dengan Denda
No
Pasal
Masalah
Sanksi
1
7 ayat (1)
SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu
yang ditetapkan:
a. SPT Masa PPN
a. Rp. 500.000
b. SPT Masa Lainnya
b. Rp. 100.000
c. SPT Tahunan PPh WP Badan
c. Rp. 1.000.000
d. SPT Tahunan PPh WP
Orang
d. Rp. 100.000
Pribadi
2
8 ayat (3)
Pembetulan sendiri dan belum disidik
150% dari jumlah pajak
yang kurang dibayar
3
14 ayat (4)
a. Pengusaha dikukuh sebagai PKP, 2% dari Dasar Pengenaan
40
tidak membuat faktur pajak
Pajak
b. Pengusaha dikukuh sebagai PKP,
tidak mengisi faktur pajak secara
lengkap
c. PKP melaporkan faktur pajak tidak
sesuai masa penerbitan faktur pajak
4
5
14 ayat (5)
25 ayat (9)
PKP gagal berproduksi telah diberikan 2% dari Dasar Pengenaan
pengembalian Pajak Masukan
Pajak
Keberatan ditolak atau dikabulkan sebagian
50% dari jumlah pajak
berdasarkan
keputusan
keberatan
dikurangi
dengan pajak yang telah
dibayar
sebelum
mengajukan keberatan
6
27 ayat
(5d)
Permohonan
banding
ditolak
dikabulkan sebagian
atau 100% dari jumlah pajak
berdasarkan
Putusan
Banding dikurangi pajak
yang
telah
sebelum
dibayar
mengajukan
keberatan
Berkaitan dengan Bunga
No
Pasal
1
8 ayat (2)
Masalah
Pembetulan SPT tahunan dalam 2 tahun
Sanksi
2% per bulan dari jumlah pajak
yang kurang dibayar, dihitung
sejak jatuh tempo pembayaran
s/d tanggal pembayaran
2
8 ayat (2a)
Pembetulan SPT Masa dalam 2 tahun
2% per bulan dari jumlah pajak
yang kurang dibayar, dihitung
sejak jatuh tempo pembayaran
s/d tanggal pembayaran
3
9 ayat (2a)
Keterlambatan pembayaran pajak masa
2% per bulan dari jumlah pajak
yang kurang dibayar, dihitung
41
sejak jatuh tempo pembayaran
s/d tanggal pembayaran
4
9 ayat (2b)
Keterlambatan pembayaran pajak tahunan
2% per bulan dari jumlah pajak
terutang, dihitung mulai dari
berakhirnya
batas
waktu
penyampaian SPT Tahunan s/d
tanggal pembayaran
5
13 ayat (2)
SKPKB karena pajak yang terutang kurang 2% per bulan dari jumlah kurang
atau tidak dibayar, dan penerbitan NPWP dibayar, maksimal 24 bulan
dan pengukuhan PKP secara jabatan
6
13 ayat (5)
SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 48% dari jumlah pajak yang
tahun karena adanya tindak pidana
7
14 ayat (3)
tidak atau kurang dibayar
a. PPh tahun berjalan/kurang bayar
2% per bulan dari jumlah pajak
b. SPT kurang bayar
tidak/kurang dibayar, maksimal
24 bulan
8
15 ayat (4)
SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 48% dari jumlah pajak yang
tahun karena adanya tindak pidana
9
19 ayat (1)
tidak atau kurang dibayar
SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, 2% per bulan dari jumlah pajak
Putusan
Banding
yang
menyebabkan yang tidak atau kurang dibayar,
kurang bayar terlambat dibayar
dihitung dari tanggal jatuh tempo
s/d
tanggal
diterbitkannya
pelunasan
Surat
atau
Tagihan
Paksa
10
19 ayat (2)
Mengangsur atau menunda pembayaran
2% per bulan dari jumlah pajak
yang
masih
harus
dibayar,
dihitung dari tanggal jatuh tempo
s/d tanggal diterbitkannya SPT
11
19 ayat (3)
Kekurangan pajak akibat penundaan SPT
2% per bulan dari kekurangan
pembayaran pajak, dihitung dari
batas akhir penyampaian SPT s/d
tanggal dibayarnya kekurangan
tersebut
42
Berkaitan dengan Kenaikan
No
Pasal
1
8 ayat (5)
Masalah
Sanksi
Pengungkapan ketidakbenaran pegisian SPT 50%
dari
pajak
yang
setelah lewat 2 tahun sebelum terbitnya SKP kurang dibayar
2
13 ayat (3)
a. SKPKB
karena
SPT
tidak 50%
dari
PPh
disampaikan sebagaimana tersebut tidak/kurang
dalam surat teguran
b. PPN/PPnBM
tidak
yang
dibayar
dalam setahun
seharusnya
dikompensasi atau tidak seharusnya 100% dari PPh yang tidak
dikenai tarif 0%
c. Kewajiban
atau
pembukuan
kurang
dipotong,
atau
kurang
dan tidak
pemeriksaan tidak dipenuhi sehingga dipungut,
tidak
atau
tidak dapat diketahui besarnya pajak kurang disetor; atau 100%
yang terutang
dari PPN dan PPnBM
yang tidak atau kurang
dibayar
3
13A
Tidak
menyampaikan
SPT
atau 200% dari jumlah pajak
menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar yang kurang dibayar yang
atau tidak lengkap, atau melampirkan ditetapkan
melalui
keterangan yang isinya tidak benar, yang penerbitan SKPKB
dilakukan karena kealpaan dan pertama kali
4
15 ayat (2)
Kekurangan pajak pada SKPKBT
100%
dari
jumlah
kekurangan pajak
5
17C ayat
(5)
SKPKB yang terbit dilakukan pengembalian 100%
pendahuluan kelebihan pajak bagi Wajib kekurangan
Pajak dengan kriteria tertentu
6
17D ayat
(5)
dari
SKPKB yang terbit
Wajib
Pajak
setelah dilakukan 100%
dengan
tertentu
43
pembayaran
pajak
dari
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak kekurangan
bagi
jumlah
persyaratan pajak
jumlah
pembayaran
Sanksi Pidana
Sanksi pidana sehubungan dengan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan
perpajakan khususnya dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diuraikan dalam
tabel berikut:
No
Pasal
1
38 ayat (1)
Masalah
Sanksi
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. Tidak
menyampaikan
Pidana kurungan paling
Surat sedikit 3 bulan atau paling
Pemberitahuan; atau
lama 1 tahun atau denda
b. Menyampaikan
Surat paling
Pemberitahuan tetapi isinya tidak jumlah
sedikit
1
pajak
kali
yang
benar atau tidak lengkap, atau terutang yang tidak atau
melampirkan
keterangan
yang kurang dibayar dan paling
isinya tidak benar sehingga dapat banyak 2 kali dari jumlah
menimbulkan
kerugian
pada pajak terutang yang tidak
pendapatan negara dan perbuatan atau kurang dibayar
tersebut
merupakan
perbuatan
setelah perbuatan yang pertama kali
(yang
telah
administrasi
dikenai
berupa
sanksi
kenaikan
sebesar 200% dari jumlah pajak
yang kurang atau tidak dibayar yang
ditetapkan melalui penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar)
2
39 ayat (1)
Setiap orang yang dengan sengaja:
a. Tidak
mendaftarkan
diberikan
Pajak
Nomor
atau
Pidana
penjara
diri
untuk singkat 6 bulan dan paling
Pokok
Wajib lama 6 tahun dan denda
melaporkan paling
sedikit
usahanya untuk dikukuhkan sebagai jumlah
pajak
tidak
Pengusaha Kena Pajak;
b. Menyalahgunakan
Wajib
kali
terutang
atau dibayar dan paling banyak
Pajak
kali
jumlah
pajak
atau terutang yang tidak atau
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
44
2
yang tidak atau kurang
menggunakan tanpa hak Nomor 4
Pokok
paling
kurang dibayar
c. Tidak
menyampaikan
Surat
Pemberitahuan;
d. Menyampaikan
Surat
Pemberitahuan dan/atau keterangan
yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap;
e. Menolak
untuk
dilakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29;
f. Memperlihatkan
pembukuan,
pencatatan, atau dokumen lain yang
palsu atau dipalsukan seolah-olah
benar, atau tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya;
g. Tidak
menyelenggarakan
pembukuan
Indonesia,
atau
atau
tidak
tidak
pencatatan
di
memperlihatkan
meminjamkan
buku,
catatan, atau dokumen lain;
h. Tidak menyimpan buku, catatan,
atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan
dokumen
lain
termasuk
hasil
pengolahan data dari pembukuan
yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan
aplikasi
secara
program
di
Indonesia
on-line
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (11); atau
i. Tidak menyetorkan pajak yang telah
dipotong atau dipungut sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara
45
3
39 ayat (2)
Seseorang melakukan lagi tindak pidana di Pidana pada nomor 1
bidang perpajakan sebelum lewat 1 ahun, tersebut
akan
terhitung sejak selesainya menjalani pidana ditambahkan
penjara yang dijatuhkan
1
kali
menjadi 2 kali sanksi
pidana
4
39 ayat (3)
Setiap orang yang melakukan percobaan Pidana
untuk
melakukan
tindak
penjara
paling
pidana singkat 6 bulan dan paling
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa lama 2 tahun dan denda
hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau paling
sedikit
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau jumlah
menyampaikan
restitusi
kali
yang
Pemberitahuan dimohonkan
dan/atau
dan/atau keterangan yang isinya tidak benar kompensasi
atau
atau
yang
tidak
Surat
2
lengkap,
dalam
rangka pengkreditan
mengajukan permohonan restitusi atau dilakukan
melakukan
kompensasi
pajak
pengkreditan pajak
dan
paling
atau banyak 4 kali
jumlah
restitusi yang dimohonkan
dan/atau kompensasi atau
pengkreditan
yang
dilakukan
5
39A
Setiap orang yang dengan sengaja:
Pidana
penjara
paling
a. Menerbitkan dan/atau menggunakan singkat 2 tahun dan paling
faktur pajak, bukti pemungutan lama 6 tahun serta denda
pajak, bukti pemotongan pajak, paling
sedikit
2
kali
dan/atau bukti setoran pajak yang jumlah pajak dalam faktur
tidak berdasarkan transaksi yang pajak, bukti pemungutan
sebenarnya; atau
pajak,
dan/atau
bukti
b. Menerbitkan faktur pajak tetapi setoran pajak dan paling
belum
dikukuhkan
Pengusaha Kena Pajak
sebagai banyak 6 kali
jumlah
pajak dalam faktur pajak,
bukti pemungutan pajak,
dan/atau
bukti
setoran
pajak
6
41 ayat (1)
Pejabat yang karena kealpaannya tidak Pidana kurungan paling
46
memenuhi kewajiban merahasiakan segala lama 1 tahun dan denda
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan paling
banyak
Rp.
kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka 25.000.000
jabatan
atau
menjalankan
pekerjaannya
ketentuan
perundang-undangan
pengaduan
orang
untuk
peraturan
perpajakan,
yang
atas
kerahasiannya
dilanggar
7
41 ayat (2)
Pejabat
yang
dengan
sengaja
tidak Pidana
penjara
paling
memenuhi kewajiban merahasiakan segala lama 2 tahun dan denda
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan paling
banyak
Rp.
kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka 50.000.000
jabatan
atau
menjalankan
pekerjaannya
ketentuan
perundang-undangan
untuk
peraturan
perpajakan
atas
pengaduan orang yang kerahasiaannya
dilanggar
8
41A
Setiap orang yang wajib memberikan Pidana kurungan paling
keterangan atau bukti yang diminta oleh lama 1 tahun dan denda
Direktur
Jenderal
Pajak
pada
saat paling
banyak
Rp.
melakukan pemeriksaan pajak, penagihan 25.000.000
pajak, atau penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan, tetapi dengan sengaja
tidak memberi keterangan atau bukti, atau
memberi
keterangan
atau
bukti,
atau
memberi keterangan atau bukti yang tidak
benar
9
41B
Setiap
orang
yang
dengan
sengaja Pidana
penjara
paling
menghalangi atau mempersulit penyidikan lama 3 tahun dan denda
tindak pidana di bidang perpajakan
paling
banyak
Rp.
75.000.000
10
41C ayat
Setiap orang yang dengan sengaja tidak Pidana kurungan paling
(1)
memenuhi kewajiban merahasiakan segala lama 1 tahun atau denda
47
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan paling
banyak
Rp.
kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka 1.000.000.000
jabatan
atau
pekerjaannya
menjalankan
ketentuan
untuk
peraturan
perundang-undangan perpajakan
11
41C ayat
(2)
Setiap
orang
yang
dengan
sengaja Pidana kurungan paling
menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban lama 10 bulan atau denda
pejabat dan pihak lain dalam merahasiakan paling
segala
sesuatu
yang
diketahui
banyak
Rp.
atau 800.000.000
diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak
dalam rangka jabatan atau pekerjaannya
untuk menjalankan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
12
41C ayat
Setiap orang yang dengan sengaja tidak Pidana kurungan paling
(3)
memberikan data dan informasi yang lama 10 bulan atau denda
diminta oleh Direktur Jenderal Pajak dalam paling
banyak
Rp.
menghimpun data dan informasi untuk 800.000.000
kepentingan penerimaan negara
13
41C ayat
(4)
Setiap
orang
yang
menyalahgunakan
perpajakan
dengan
data
dan
sehingga
sengaja Pidana kurungan paling
informasi lama 1 tahun atau denda
menimbulkan paling
kerugian bagi negara
banyak
Rp.
500.000.000
Sanksi Pidana
Sanksi pidana sehubungan dengan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan
perpajakan khususnya dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diuraikan dalam
tabel berikut:
No
Pasal
1
38 ayat (1)
Masalah
Sanksi
Setiap orang yang karena kealpaannya:
c. Tidak
menyampaikan
48
Pidana
kurungan
paling
Surat sedikit 3 bulan atau paling
Pemberitahuan; atau
lama 1 tahun atau denda
d. Menyampaikan
Surat paling sedikit 1 kali jumlah
Pemberitahuan tetapi isinya tidak pajak yang terutang yang
benar atau tidak lengkap, atau tidak atau kurang dibayar
melampirkan keterangan
yang dan paling banyak 2 kali
isinya tidak benar sehingga dapat dari jumlah pajak terutang
menimbulkan
kerugian
pada yang tidak atau kurang
pendapatan negara dan perbuatan dibayar
tersebut
merupakan
perbuatan
setelah perbuatan yang pertama kali
(yang
telah
administrasi
dikenai
berupa
sanksi
kenaikan
sebesar 200% dari jumlah pajak
yang kurang atau tidak dibayar
yang ditetapkan melalui penerbitan
Surat
Ketetapan
Pajak
Kurang
Bayar)
2
39 ayat (1)
Setiap orang yang dengan sengaja:
j. Tidak mendaftarkan
diri
Pidana
penjara
paling
untuk singkat 6 bulan dan paling
diberikan Nomor Pokok Wajib lama 6 tahun dan denda
Pajak
atau
tidak
melaporkan paling sedikit 2 kali jumlah
usahanya untuk dikukuhkan sebagai pajak terutang yang tidak
Pengusaha Kena Pajak;
k. Menyalahgunakan
atau kurang dibayar dan
atau paling banyak 4 kali jumlah
menggunakan tanpa hak Nomor pajak terutang yang tidak
Pokok
Wajib
Pengukuhan
Pajak
Pengusaha
atau atau kurang dibayar
Kena
Pajak;
l. Tidak
menyampaikan
Surat
Pemberitahuan;
m. Menyampaikan
Surat
Pemberitahuan dan/atau keterangan
yang isinya tidak benar atau tidak
49
lengkap;
n. Menolak
untuk
dilakukan
pemeriksaan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29;
o. Memperlihatkan
pembukuan,
pencatatan, atau dokumen lain yang
palsu atau dipalsukan seolah-olah
benar, atau tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya;
p. Tidak
menyelenggarakan
pembukuan
atau
pencatatan
di
Indonesia, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku,
catatan, atau dokumen lain;
q. Tidak menyimpan buku, catatan,
atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan
dokumen
lain
termasuk
hasil
pengolahan data dari pembukuan
yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan
aplikasi
secara
program
di
Indonesia
on-line
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (11); atau
r. Tidak menyetorkan pajak yang
telah
dipotong
sehingga
atau
dapat
dipungut
menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara
3
39 ayat (2)
Seseorang melakukan lagi tindak pidana di Pidana
pada
nomor
1
bidang perpajakan sebelum lewat 1 ahun, tersebut akan ditambahkan
terhitung sejak selesainya menjalani pidana 1 kali menjadi 2 kali sanksi
penjara yang dijatuhkan
4
39 ayat (3)
pidana
Setiap orang yang melakukan percobaan Pidana
50
penjara
paling
untuk
melakukan
tindak
pidana singkat 6 bulan dan paling
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa lama 2 tahun dan denda
hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau paling sedikit 2 kali jumlah
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau restitusi yang dimohonkan
menyampaikan
Surat
Pemberitahuan dan/atau kompensasi atau
dan/atau keterangan yang isinya tidak pengkreditan
benar atau tidak lengkap, dalam rangka dilakukan
mengajukan permohonan restitusi atau banyak
melakukan
kompensasi
pajak
4
yang
dan
paling
kali
jumlah
atau restitusi yang dimohonkan
pengkreditan pajak
dan/atau kompensasi atau
pengkreditan
yang
dilakukan
5
39A
Setiap orang yang dengan sengaja:
c. Menerbitkan
Pidana
penjara
paling
dan/atau singkat 2 tahun dan paling
menggunakan faktur pajak, bukti lama 6 tahun serta denda
pemungutan
pajak,
bukti paling sedikit 2 kali jumlah
pemotongan pajak, dan/atau bukti pajak dalam faktur pajak,
setoran
pajak
berdasarkan
yang
tidak bukti pemungutan pajak,
transaksi
yang dan/atau
sebenarnya; atau
bukti
setoran
pajak dan paling banyak 6
d. Menerbitkan faktur pajak tetapi kali jumlah pajak dalam
belum
dikukuhkan
sebagai faktur
Pengusaha Kena Pajak
pajak,
pemungutan
dan/atau
bukti
pajak,
bukti
setoran
kurungan
paling
pajak
6
41 ayat (1)
Pejabat yang karena kealpaannya tidak Pidana
memenuhi kewajiban merahasiakan segala lama 1 tahun dan denda
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan paling
kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka 25.000.000
jabatan
atau
menjalankan
pekerjaannya
ketentuan
perundang-undangan
pengaduan
orang
untuk
peraturan
perpajakan,
yang
51
atas
kerahasiannya
banyak
Rp.
dilanggar
7
41 ayat (2)
Pejabat
yang
dengan
sengaja
tidak Pidana penjara paling lama
memenuhi kewajiban merahasiakan segala 2 tahun dan denda paling
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan banyak Rp. 50.000.000
kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka
jabatan
atau
menjalankan
pekerjaannya
ketentuan
perundang-undangan
untuk
peraturan
perpajakan
atas
pengaduan orang yang kerahasiaannya
dilanggar
8
41A
Setiap orang yang wajib memberikan Pidana
kurungan
paling
keterangan atau bukti yang diminta oleh lama 1 tahun dan denda
Direktur
Jenderal
Pajak
pada
saat paling
banyak
Rp.
melakukan pemeriksaan pajak, penagihan 25.000.000
pajak, atau penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan, tetapi dengan sengaja
tidak memberi keterangan atau bukti, atau
memberi keterangan atau bukti, atau
memberi keterangan atau bukti yang tidak
benar
9
41B
Setiap
orang
yang
dengan
sengaja Pidana penjara paling lama
menghalangi atau mempersulit penyidikan 3 tahun dan denda paling
tindak pidana di bidang perpajakan
10
41C ayat
(1)
banyak Rp. 75.000.000
Setiap orang yang dengan sengaja tidak Pidana
kurungan
paling
memenuhi kewajiban merahasiakan segala lama 1 tahun atau denda
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan paling
banyak
Rp.
kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka 1.000.000.000
jabatan
atau
menjalankan
pekerjaannya
ketentuan
untuk
peraturan
perundang-undangan perpajakan
11
41C ayat
(2)
Setiap
orang
menyebabkan
yang
dengan
tidak
sengaja Pidana
kurungan
paling
terpenuhinya lama 10 bulan atau denda
kewajiban pejabat dan pihak lain dalam paling
52
banyak
Rp.
merahasiakan
segala
sesuatu
yang 800.000.000
diketahui atau diberitahukan kepadanya
oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan
atau
pekerjaannya
untuk
menjalankan
ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan
12
41C ayat
(3)
Setiap orang yang dengan sengaja tidak Pidana
kurungan
paling
memberikan data dan informasi yang lama 10 bulan atau denda
diminta oleh Direktur Jenderal Pajak dalam paling
banyak
Rp.
menghimpun data dan informasi untuk 800.000.000
kepentingan penerimaan negara
13
41C ayat
(4)
Setiap
orang
yang
menyalahgunakan
perpajakan
data
dengan
dan
sehingga
sengaja Pidana
banyak
500.000.000
53
paling
informasi lama 1 tahun atau denda
menimbulkan paling
kerugian bagi negara
kurungan
Rp.
DAFTAR PUSTAKA
Resmi Siti.2016.Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 9.Jakarta Selatan: Salemba Empat
http://www.pajak.go.id/content/pembayaran-pajak
http://www.pajak.go.id/content/petunjuk-pengisian-surat-setoran-pajak-ssp
http://pajak.go.id/content/pelaporan-pajak
http://pajak.go.id/content/seri-kup-pengembalian-kelebihan-pembayaran-pajak
http://sandijundira.blogspot.co.id/2014/06/makalah-ketentuan-umum-dan-tata-cara.html
http://makalahkuliahstai.blogspot.co.id/2016/04/ketentuan-umum-dan-tata-caraperpajakan.html
54
PEMBAGIAN TUGAS
1. Azimatul Ulya (15312416) :
Cover, Kata Pengantar, Daftar Isi, Latar belakang, Editor
Pengertian-Pengertian dalam Ketetapan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Kewajiban Dalam Hak Wajib Pajak
-
Kewajiban Wajib Pajak
-
Hak-Hak Wajib Pajak
Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
-
Pengertian dan Fungsi NPWP dan PKP
-
Tempat Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP
-
Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP
-
Pendaftaran NPWP dan PKP Melalui Elektronik
-
Wajib Pajak Pindah
-
Penghapusan NPWP
-
Pencabutan Pengukuhan NPWP
-
Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan
-
Pencabutan NPPKP dengan Sistem e-Registration
2. Putri Nur Diwanti (15312423) :
3. Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan ............................................ 15
Kewajiban Pembayaran Pajak ....................................................................... 15
Pemotongan/Pelaporan .................................................................................. 22
Pelaporan ....................................................................................................... 26
4. Surat Ketetapan Pajak ................................................................................................ 28
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)............................................ 29
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) ............................................................. 29
Surat Ketetapan Pajak Kurang BayarTambahan (SKPKBT) ........................ 29
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) ............................................... 30
5. Kelebihan Pembayaran Pajak .................................................................................... 30
Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak .............................. 31
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak kepada Wajib Pajak yang
Memenuhi Persyaratan Tertentu............................................................. 33
55
6. Resi Iskandar (15312431)
Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Paksa
7. Junita Leviana Rosa (15312439)
Pembukuan, Pemeriksaan, dan Penyelidik
-
Pembukuan
-
Pemeriksaan
-
Penyelidikan
Ketentuan bagi Petugas Pajak
Sanksi Pajak
-
Sanksi Administrasi
-
Sanksi Pidana
56
Download