KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Disusun oleh : Tim 9 1. Aziamtul Ulya (15312416) 2. Putri Nur D (15312423) 3. Resi Iskandar (15312431) 4. Junita Leviana Rosa (15312439) FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2016 i KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahi robbil ‘alamin, Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Perpajakan dengan judul ”Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan” Paper ini kami susun berdasarkan pengetahuan yang kami peroleh dari beberapa buku dan media elektronik sebagai salah satu syarat mata kuliah Perpajakan. Akhirnya, kami menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu melalui kata pengantar ini kami sangat terbuka menerima kritik serta saran yang membangun sehingga secara bertahap kami dapat memperbaikinya. Semoga paper ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Yogyakarta, 22 September 2016 Penulis ii DAFTAR ISI COVER .................................................................................................................................. i KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii BAB I LATAR BELAKANG ................................................................................................ 1 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 2 a. Pengertian-Pengertian dalam Ketetapan Umum dan Tata Cara Perpajakan .............. 2 b. Kewajiban Dalam Hak Wajib Pajak ..................................................................................... 6 Kewajiban Wajib Pajak .................................................................................. 6 Hak-Hak Wajib Pajak .................................................................................... 7 c. Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ....................... 8 Pengertian dan Fungsi NPWP dan PKP........................................................ 8 Tempat Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP ...................................... 9 Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP .................................. 11 Pendaftaran NPWP dan PKP Melalui Elektronik ......................................... 12 Wajib Pajak Pindah ....................................................................................... 12 Penghapusan NPWP ...................................................................................... 13 Pencabutan Pengukuhan NPWP .................................................................... 14 Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan NPPKP dengan Sistem e-Registration ......................... 14 d. Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan ........................................... 15 Kewajiban Pembayaran Pajak ....................................................................... 15 Pemotongan/Pelaporan .................................................................................. 25 Pelaporan ....................................................................................................... 26 e. Surat Ketetapan Pajak ................................................................................................ 28 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)............................................ 29 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) ............................................................. 29 Surat Ketetapan Pajak Kurang BayarTambahan (SKPKBT) ........................ 29 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) ............................................... 30 f. Kelebihan Pembayaran Pajak .................................................................................... 30 Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak .............................. 31 Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak kepada Wajib Pajak yang iii Memenuhi Persyaratan Tertentu............................................................. 33 g. Surat Tagihan Pajak (STP)......................................................................................... 34 h. Surat Paksa ................................................................................................................. 35 i. Pembukuan, Pemeriksaan, dan Penyidikan ............................................................... 35 Pembukuan ..................................................................................................... 35 Pemeriksaan ................................................................................................... 37 Penyidikan ...................................................................................................... 38 j. Ketentuan bagi Petugas Pajak ................................................................................... 39 k. Sanksi Pajak ............................................................................................................... 40 Sanksi Administrasi ........................................................................................ 40 Sanksi Pidana ................................................................................................. 44 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 54 PEMBAGIAN TUGAS ......................................................................................................... 55 iv BAB I LATAR BELAKANG Peraturan perundang-undangan perpajakan terus disempurnakan seiring dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, dan politik. Perubahan Perundangundangan perpajakan, khususnya Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dimaksudkan untuk lebih memberikan keadilan, meningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum, serta mengantisipasi kemajuan dibidang teknologi informasi dan perubahan ketentuan material dibidang perpajakan. Perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan kepastian profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan, dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan undang-undang ini dengan tetap menganut sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban perpajakan dengan lebih baik. Bab ini membahas tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku di Indonesia, yang didalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hubungan warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajibankenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Dalam pelaksanaan UU no. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No. 16 Tahun 2000 disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung sehingga menuntut perlunya penyempurnaan sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebijaksanaan pemerintah. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan perpajakan tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut terakhir dapat diatur dalam UU No. 27 Tahun 2008. 1 BAB II PEMBAHASAN PENGERTIAN-PENGERTIAN DALAM KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN 1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. 5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. 6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. 2 7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini. 8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. 9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. 10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. 13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. 14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. 16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 3 20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. 21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. 22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang. 23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang. 24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. 25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. 27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. 28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, 4 yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. 30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya. 31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga. 34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. 35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap halhal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan. 37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak. 5 38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu. 39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak. 40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung. 41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung. KEWAJIBAN DAN HAK WAJIB PAJAK Kewajban Pajak Berikut ini kewajiban Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. 1. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. 2. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha Kena Pajak. 3. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, serta menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempa lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 4. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 6 6. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. 7. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak baan, dan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 8. a. Memperlihatkan dan/ atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau c. Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa Hak-hak Wajib Pajak Berikut ini hak-hak Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. 1. Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1(satu) Surat Pemberihatuan Masa. 2. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu 3. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak. 4. Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak yang belum melakukan tindakan pemeriksaan. 5. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 6. Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu: a. Surat Ketetapan Kurang Bayar; b. Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan c. Surat Ketetapan Pajak Nihil; d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 7. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. 7 8. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 9. Memperoleh pengurangan atau pengahapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya UU No. 28 Tahun 2007. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK Pengertian dan Fungsi NPWP dan PKP Nomor Pokok Wajb Pajak (NPWP) merupakan satuan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak hanya satu NPWP. Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pembayaran administrasi perpajakan. Dengan memiliki NPWP, wajib pajak memperoleh beberapa manfaat langsung lainnya, seperti sebagai pembayaran pajak di muka (angsuran/kredit pajak) atas Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu Wajip Pajak bertolak ke Luar Negeri, sebagai persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Dan sebagai salah satu ssyarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank. Terhadap Wajib Pajak dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui iddentitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.1 Terhadap pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak melaporkan usahanya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 8 Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomon Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Tempat Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai denga ketentuan peraturan perundang-undanganperpajakan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Tempat pendaftaran NPWP adalah: 1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi, adalah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak. 2. Bagi Wajib Pajak badan, adalah tempat kedudukan/kegiatan usaha Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Tempat pelaporan usaha dan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah: 1. Bagi Pengusaha orang pribadi, adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. 2. Bagi Pengusaha badan, adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. 3. Bagi Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha di beberapa wilayah kantor Direktorat Jenderal Pajak, adalah baik di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan. 4. Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu (yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar dibeberapa tempat, misalnya pedagang elektronik yang mempunyai toko dibeberapa pusat perbelanjaan), kewajiban melaporkan usahanya disamping pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah 9 kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak juga pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan. 5. Bagi Pengusaha Kena Pajak tertentu, Direktorat Jenderal Pajak dapat menentukan kantor Direktorat Jenderal Pajak sebagai tempat pendaftaran pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagai berikut. Wajib Pajak Tertentu dan Pengusaha Kena Pajak Tempat Pendaftaran dan Tertentu Pelaporan Usaha BUMD yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Wajib Pajak BUMN termasuk anak perusahaan yang penyertaan modal induknya lebih dari 50% Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha dibidang industri nonlogam Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha dibidang industri logam dan mesin Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha dibidang nonindustri Wajib Pajak bentuk Usaha Tetap Orang asing yang berkedudukan/bertempat tinggal di wilayah DKI Wajib Pajak yang pernyataan pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh Bapepam Wajib Pajak BUMD dan bentuk usaha tetap Wajib Pajak orang asing yang berkedudukan atau bertempat tinggal diluar DKI Jakarta Wajib Pajak BUMN, BUMD, penanaman modal asing, badan dan orang asing, dan perusahaan masuk bursa, terbatas pada Pajak Penghasilan Pemotongan, Pajak Penghasilan Pemungutan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak penjualan atas Barang Mewah. Keterangan: KPP = Kantor Pelayanan Pajak 10 KPP Perusahaan dan Daerah Negara KPP Penanaman Asing I Modal KPP Penanaman Asing II Modal KPP Penanaman Asing I Modal KPP Badan Asing Orang dan KPP Perusahan Masuk Bursa KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Wajib Pajak BUMD dan bentuk usaha tetap KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak orang asing KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat cabang, perwakilan, atau kegiatan usaha dilakukan Direktorat Jenderal Pajak yang dimaksud adalah Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4). Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan ketentuan sebagai berikut. 1. Untuk WP Orang Pribadi Nonusahawan a. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing. 2. Untuk WP Orang Pribadi Usahawan a. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing. b. Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa. 3. Untuk WP Badan a. Fotokopi akta pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT. b. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah satu pengurus aktif. c. Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa. 4. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/Pemotong a. Fotokopi KTP bendaharawan b. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan. 5. Untuk joint operation sebagai Wajib Pajak Pemotong/Pemungut. a. Fotokopi perjanjian kerja sama sebagai joint operation. b. Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation. 11 c. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus joint operation. 6. Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta harus melampirkan fotokopi surat keterangan terdaftar. 7. Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus. Pendaftaran NPWP dan PKP Melalui Elektronik Pendaftaran NPWP oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan secara elektronik, yaitu melalui Internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id dengan mengeklik e-registration (pendaftaran Wajib Pajak melalui Internet); Wajib Pajak cukup memasukkan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) untuk dapat memperoleh NPWP. Selanjutnya dapat mengirimkan melalui pos fotokopi data pribadi tersebut ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak. Berikut langkah-langkah untuk mendapatkan NPWP melalui Internet (electronik registration). 1. Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di Internet dengan alamat www.pajak.go.id. 2. Selanjutnya memilih menu e-reg (electronik registration). 3. Pilih menu ”buat accoun barut” dan istilah kolom sesuai yang diminta. 4. Kemudian, masuk ke menu ”Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”. Istilah sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). 5. Selanjutnya akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sementara yang berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT sementara tersebut beserta Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai bukti Anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak. 6. Tanda tangani formulir registrasi, kemudian kirimkan/sampaikan langsung bersama SKT sementara serta persyaratan lainnya ke kantor Pelayanan Pajak seperti yang tertera pada SKT sementara. Setelah itu, akan menerima kartu NPWP dan SKT asli. Wajib Pajak Pindah Dalam hal WP pindah domisili atau pindah tempat kegiatan usaha, WP wajib melaporkan diri ke KPP lama maupun KPP baru dengan ketentuan sebagai berikut. 12 1. Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan Pindah tempat tinggal atau kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, adalah surat keterangan tempat tinggal baru atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang baru dari instansi yang berwenang (lurah atau Kepala Desa). 2. Wajib Pajak Orang Pribadi Nonusaha Surat keterangan tempat tinggal baru dari Lurah atau Kepala Desa, atau surat keterangan dari pimpinan instansi perusahaannya. 3. Wajib Pajak Badan Pindah tempat kedudukan atau kegiatan usaha adalah surat keterangan tempat kedudukan atau tempat kegiatan yang baru dari Lurah atau Kepala Desa. Penghapusan NPWP Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak apabila: 1. Diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/ atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/ atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; 2. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penghapusan usaha; 3. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; 4. Wajib Pajak orang pribadi wanita menikah dan tidak melaksanakan kewajiban pajak sendiri; 5. Wajib Pajak yang piutangnya dihapuskan akibat tidak memiliki kekayaan atau meninggal tanpa warisan; 6. dianggap perlu oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/ atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. 13 Pencabutan Pengukuhan PKP Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak apabila: 1. pengusaha kena pajak pindah alamat ke nanungan KPP lain; 2. pengusaha kena pajak menyalahgunakan pengukuhan; 3. Peredaran bruto pengusaha kena pajak dipusatkan ditempat lain; 4. kewajiban PPN pengusaha kena pajak dipusatkan ditempat lain. Pencabutan pengukuhan PKP harus diselesaikan dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap. Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan NPWP dengan Sistem e-Registration Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan tata cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta Pengukuhan dan Pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) (sesuai Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-173/PJ./2004) diatur sebagai berikut. 1. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan untuk mendaftarkan diri dan atau melaporkan kegiatan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak melalui sistem e-Registration akan mendapatkan Formulir Registrasi Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar Sementara dengan cara Wajib Pajak mencetak sendiri melalui sistem e-Registration. 2. Surat Keterangan Terdaftar Sementara hanya berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan, dan hanya berlaku untuk pembayaran, pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta tidak dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan di luar bidang perpajakan. 3. Formulir Registrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta persyaratannya disampaikan Ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan. 4. Apabila Formulir Registrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta persyaratannya belum diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan dilakukan, maka proses permohonan akan dibatalkan secara sistem. 14 5. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar paling lama 1 (satu) hari sejak Formulir Registrasi Wajib Pajak yang sudah ditandatangani beserta persyaratannya diterima secara lengkap. 6. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pendaftaran sekaligus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar menerbitkan secara bersamaan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak, Surat Keterangan Terdaftar dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lama 3 (tiga) hari kerja berikutnya setelah Formulir Registrasi Wajib Pajak beserta persyaratannya diterima secara lengkap. 7. Berdasarkan proses approval melalui sistem e-Registration, Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar akan mengirimkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (KP.PDIP.4.4-00) dan Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00), dan atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.3-00) melalui pos ke alamat Wajib Pajak, atau berdasarkan Notifikasi yang dikirimkan melalui sistem e-Registration, Wajib Pajak atau Kuasanya dapat mengambil sendiri dokumen tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak. 8. Wajib Pajak yang telah terdaftar dan belum mempunyai akses ke sistem eRegistration, dapat mengajukan permohonan untuk dapat mengakses sistem eRegistration atas Nomor Pokok Wajib Pajak yang bersangkutan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan membawa bukti pendaftaran yang berlaku. PEMBAYARAN, PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, DAN PELAPORAN Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang. KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK Mekanisme Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Membayar sendiri pajak yang terutang a. Pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25) 15 Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak tersebut setiap bulan. Khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha dan pekerjaan bebas, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu: Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT). Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan usaha penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha termasuk yang memiliki tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal. Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT : 0,75% x jumlah peredaran usaha (omset) setiap bulan dari masing-masing tempat usaha. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT). Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPSPT) adalah Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha tanpa melalui tempat usaha misalnya sebagai pekerja bebas atau sebagai karyawan. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak OPSPT : Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan. Tarif Pasal 17 ayat (1) a UU PPh adalah : Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5% di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15% di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25% di atas Rp 500.000.000,- 30% Untuk Wajib Pajak Badan, besarnya pembayaran Angsuran PPh 25 yang terutang diperoleh dari penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif PPh yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang Undang Pajak Penghasilan. 16 Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh adalah 25%. Khusus untuk Wajib Pajak badan yang peredaran bruto setahun sampai dengan Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU PPh, yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,b. Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26). Pihak lain disini adalah: Pemberi penghasilan; Pemberi kerja; atau Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah. c. Pembayaran Pajak di luar negri (PPh Pasal 24). d. Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk pemerintah. Tarif PPN adalah 10% dari harga jual atau penggantian atau nilai ekspor atau nilai lainnya. e. Pembayaran Pajak-pajak lainnya: Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta dan daerah tertentu lainnya, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu. Tarif PBB terdiri dari 2 tarif yaitu: a. 1/1000 dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari Rp1.000.000.000,b. 2/1000, dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus untuk yang NJOP-nya kurang dari Rp1.000.000.000, Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan. Meterai tempel yang terutang untuk dokumen yang menyebut jumlah 17 (kuitansi) di atas Rp 250.000,- sampai dengan Rp1.00.000,- adalah Rp3.000,-. Untuk dokumen yang menyebut jumlah di atas Rp1.000.000,- dan surat-surat perjanjian terutang materai tempel sebesar Rp6.000,-. Pelaksanaan pembayaran dapat dilakukan melaui Kantor Penerimaan Pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau KP4 terdekat , atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik (e-payment). Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakanuntuk melaksanakan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerimaan Pembayaran. Kantor Penerimaan Pembayaraan adalah Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Mentri Keuangan sebagai penemrima pembayaran atau setoran pajak. 1. SSP Standar Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disebut dengan SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah menggunakan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Mentri Keuangan. Form SSP dibuat empat rangkap, dengan peruntukan sebagai berikut: Lembar ke-1: Untuk Arsip Wajib Pajak Lembar ke-2: Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Lembar ke-3: Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP Lembar ke-4: Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap lima dengan peruntukan lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. 2. SSP Khusus SSP Khusus merupakan bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerimaan Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan/atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jendral Pajak ini, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP standar dalam administrasi perpajakan. SSP khusus dicetak 18 oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerjasama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) dengan Direktorat Jendral Pajak . SSP khusus dicetak: a. Pada transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak dua lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP Standar. b. Terpisah sebanyak satu lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-2 SSP Standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP). SSP Khusus dapat diperbanyak dan berfungsi sama dengan lembar ke-5 SSP Standar sebagai pengganti bukti potong/bukti pungut, dengan diberi cap dan tanda tangan oleh pejabat yang berwenang oleh Kantor Penerimaan Pembayaran. SSP Khusus paling sedikit memuat keterangan-keterangan berikut: a. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) b. Nama Wajib Pajak c. Identitas Kantor Penerima Pembayaran d. Mata Anggaran Penerimaan (MAP)/Kode Jenis Pajak dan Kode Jenis Setoran e. Masa Pajak atau Tahun Pajak f. Nomor Ketetapan (untuk pembayaran: STP,SKPKB, atau SKPKBT) g. Jumlah dan Tanggal Pembayaran;dan h. Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) SSP Khusus dapat digunakan meskipun tidak memenuhi ketentuan di atas, dalam hal digunakan untuk pembayaran sebagai berikut: a. Pajak Penghasilan (PPh) atas pembayaran Fiskal Luar Negeri (MAP/Kode Jenis Pajak 411128, Kode Jenis Setoran 100) yang dibayar pada countercounter di bandar udara dan pelabuhan laut; b. Pajak Penghasilan Pasal 26 Subjek Pajak Luar Negeri (MAP/Kode Jenis Pajak 411127, semua Kode Jenis Setoran) baik untuk perorangan maupun badan; c. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas pengalihan aktiva dalam rangka restrukturisasi perusahaan (MAP/Kode Jenis Pajak 411221, Kode Jenis Setoran 104); d. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean 19 (MAP/Kode Jenis Pajak 411221, Kode Jenis Setoran 101 atau 102);Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor dan PPN Impor atas barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas dan kiriman pos sebagaimana ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (MAP/Kode Jenis Pajak 411123); e. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 yang dipungut oleh Pemungut (MAP/Kode Jenis Pajak 411122, Kode Jenis Setoran 900); f. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri yang dipungut oleh Pemungut Pajak g. Pertambahan Nilai (MAP/Kode Jenis Pajak 411221, Kode Jenis Setoran 900); h. Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi yang tidak mempunyai NPWP (MAP/Kode Jenis Pajak 411128, Kode Jenis Setoran 402) sepanjang telah mendapat Surat Keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak wajib memiliki NPWP; i. Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2) atas persewaan tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi yang tidak mempunyai NPWP (MAP/Kode Jenis Pajak 411128, Kode Jenis Setoran 403) sepanjang telah mendapat Surat Keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak wajib memiliki NPWP; j. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan oleh orang pribadi yang tidak mempunyai NPWP (MAP/Kode Jenis Pajak 411211, Kode Jenis Setoran103). 3. SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor) SSPCP digunakan untuk melakukan penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor. SSPCP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat dalam rangkap 8 (delapan) yang peruntukannya sebagai berikut : Lembar ke-1a : untuk KPBC melalui Penyetor/ Wajib Pajak; Lembar ke-1b : untuk Penyetor/Wajib Pajak; Lembar ke-2a : untuk KPBC melalui KPPN; 20 Lembar ke-2b dan ke-2c : untuk KPP melalui KPPN; Lembar ke-3a dan ke-3b : untuk KPP melalui Penyetor/WP atau KPBC; Lembar ke-4 : untuk Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia. Hal-hal khusus tentang SSPCP adalah sebagai berikut a. SSPCP yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN adalah SSPCP lembar ke-3a. b. Apabila dalam SSPCP tersebut terdapat pembayaran Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) impor, maka SSPCP yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah foto kopi SSPCP lembar ke-3a. c. SSPCP yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPh adalah SSPCP lembar ke-3b. d. SSPCP yang diterima KPP dari KPPN, digunakan untuk administrasi penerimaan Pajak Penghasilan adalah SSPCP lembar ke-2b. e. SSPCP yang diterima KPP dari KPPN, digunakan untuk administrasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai adalah SSPCP lembar ke-2c. f. Apabila dalam SSPCP tersebut terdapat pembayaran Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) impor, maka untuk administrasi penerimaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah digunakan foto kopi SSPCP lembar ke-2c. 4. SSCP (Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negri) SSCP digunakan untuk melakukan penyetoran penerimaan negara dari cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri. SSCP dibuat dalam rangkap 6 (enam) yang peruntukannya sebagai berikut : Lembar ke-1a : untuk KPBC melalui Penyetor/ Wajib Pajak; Lembar ke-1b : untuk Penyetor/Wajib Pajak; Lembar ke-2a : untuk KPBC melalui KPPN; Lembar ke-2b : untuk KPP melalui KPPN; Lembar ke-3 : untuk KPP melalui Penyetor/ Wajib Pajak; Lembar ke-4 : untuk Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia. 21 Apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak atas impor selain yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat ketetapan pajak maka pelunasan kekurangan pembayaran tersebut dilakukan dengan menggunakan SSPCP. Apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak untuk cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri selain yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak (STP) atau surat ketetapan pajak maka pelunasan kekurangan pembayaran tersebut dilakukan dengan menggunakan SSCP. Petunjuk Pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) a. NPWP, Nama WP, dan Alamat Diisi sesuai dengan: 1. NPWP diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP yang dimiliki Wajib Pajak. 2. Nama WP diisi dengan Nama Wajib Pajak. 3. Alamat diisi sesuai dengan alamat yang tercantum dalam Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Catatan : Bagi WP yang belum memiliki NPWP 1. NPWP diisi: Untuk WP berbentuk Badan Usaha diisi dengan 01.000.000.0-XXX.000 Untuk WP Orang Pribadi diisi dengan 04.000.000.0-XXX.000 2. XXX diisi dengan Nomor Kode KPP Domisili pembayar pajak. 3. Nama dan Alamat diisi dengan lengkap sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lainnya yang sah. b. Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran 1. Kode Akun Pajak diisi dengan angka Kode Akun Pajak yang tertera di atas tabel-tabel berikut untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor. 22 2. Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom “Kode Jenis Setoran” untuk setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor pada tabel berikut sesuai dengan penjelasan dalam kolom “Keterangan”. Catatan : Kedua kode tersebut harus diisi dengan benar dan lengkap agar kewajiban perpajakan yang telah dibayar dapat diadministrasikan dengan tepat. c. Uraian Pembayaran (untuk SSP Standar) Diisi sesuai dengan uraian dalam kolom “Jenis Setoran” yang berkenaan dengan Kode MAP dan Kode Jenis Setoran pada tabel berikut. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan, dilengkapi dengan nama pembeli dan lokasi objek pajak. Khusus PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Persewaan Tanah dan Bangunan yang disetor oleh yang menyewakan, dilengkapi dengan nama penyewa dan lokasi objek sewa. d. Masa Pajak Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak yang dibayar atau disetor. Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan dengan menggunakan satu SSP untuk setiap masa pajak. e. Tahun Pajak Diisi tahun terutangnya pajak f. Nomor Ketetapan 23 Diisi nomor ketetapan yang tercantum pada surat ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT) atau Surat Tagihan Pajak (STP) hanya apabila SSP digunakan untuk membayar atau menyetor pajak yang kurang dibayar/disetor berdasarkan surat ketetapan pajak atau STP. g. Jumlah Pembayaran Diisi dengan angka jumlah pajak yang dibayar atau disetor dalam rupiah penuh. Pembayaran pajak dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat (bagi WP yang diwajibkan melakukan pembayaran pajak dalam mata uang Dollar Amerika Serikat), diisi secara lengkap sampai dengan sen. h. Terbilang (untuk SSP Standar) Diisi jumlah pajak yang dibayar atau disetor dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. i. Diterima oleh Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar) Diisi tanggal penerimaan pembayaran atau setoran oleh Kantor Penerima Pembayaran (Bank Persepsi/Devisa Persepsi atau PT. Pos Indonesia), tanda tangan, dan nama jelas petugas penerima pembayaran atau setoran, serta cap/stempel Kantor Penerima Pembayaran. j. Wajib Pajak/Penyetor (untuk SSP Standar) Diisi tempat dan tanggal pembayaran atau penyetoran, tanda tangan, dan nama jelas Wajib Pajak/Penyetor serta stempel usaha. 24 k. Ruang Validasi Kantor Penerima Pembayaran (untuk SSP Standar) Diisi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP) hanya oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah mengadakan kerja sama Modul Penerimaan Negara (MPN) dengan Direktorat Jenderal Pajak. PEMOTONGAN/PELAPORAN Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN dan PPn BM. Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah sebagai berikut. - PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan dimana dia bekerja). - PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah). - PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan tertentu seperti : deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa yang diterima oleh WP badan dalam negeri, dan BUT. - PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan denan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri. - PPh Final (Pasal 4 ayat (2) Ada beberapa penghasilan yang dikenakan PPh Final. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak 25 dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam penghitungan pajak penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh penghasilan yang dikenakan PPh final : bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah dan bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dsb. - PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perushaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah. Seperti halnya PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan angsuran pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM). Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%. PELAPORAN Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan Pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan Pajak yang telah dilakukan. Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur Pajak. Pelaporan Pajak disampaikan ke KPP atau KP2KP dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT dapat dibedakan sebagai berikut: 1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukanPelaporan atas pembayaran Pajak bulanan. Ada beberapa SPT Masa yaitu: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPN dan PPnBM, serta Pemungut PPN 26 2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untukPelaporan tahunan. Ada beberapa jenis SPT Tahunan: Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik melalui aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT Tahunan PPh juga dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT. KeterlambatanPelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp 100.000,(seratus ribu rupiah), dan SPT Tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan bulanan: Batas Waktu Batas Pembayaran WaktuPelaporan 1 PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut 2 PPh Pasal 15 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut 3 PPh Pasal 21/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut 4 PPh Pasal 23/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut No Jenis SPT Masa PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) 5 untuk Wajib Pajak orang pribadi dan badan PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk Wajib Pajak kriteria tertentu 6 yang diperbolehkan melaporkan Tgl.20 setelah Akhir masa Pajak terakhir berakhirnya Masa beberapa Masa Pajak dalam satu Pajak terakhir SPT Masa Hari kerja terakhir 7 PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai 1 hari setelah dipungut minggu berikutnya (melapor secara mingguan) 27 No Jenis SPT Batas Waktu Batas Pembayaran WaktuPelaporan Masa 8 PPh Pasal 22 - Bendahara Pada hari yang sama saat Pemerintah penyerahan barang 9 PPh Pasal 22 – Pertamina 10 PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu Sebelum Delivery Order dibayar Tgl. 10 bulan berikut Akhir bulan berikutnya 11 PPN dan PPn BM – PKP setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan 12 PPN dan PPn BM - Bendaharawan Tgl. 7 bulan berikut 13 PPN & PPn BM - Pemungut Non Bendahara PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 14 15,21,23, PPN dan PPnBM Untuk Wajib Pajak Kriteria Tertentu Tgl. 14 bulan berikut Tgl. 15 bulan berikut Sesuai batas waktu per SPT Masa Tgl. 20 bulan berikut Akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak Tgl. 14 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut Tgl.20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan tahunan: No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan Tahunan 1 PPh - Orang Sebelum SPT Tahunan PPh akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun Pribadi disampaikan atau bagian tahun Pajak Sebelum SPT Tahunan PPh akhir bulan keempat setelah berakhirnya disampaikan tahun atau bagian tahun Pajak 2 PPh – Badan 3 PBB 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT ---- SURAT KETETAPAN PAJAK 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) 28 Menurut UU No.28 Tahun 2007 Pasal 1(16), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. SKPKBMenurut No.28 Tahun 2007 Pasal 13(1), SKPKB diterbitkan apabila: a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. b. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran. c. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen). d. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatn tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau, e. kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. 2. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Menurut UU No.28 Tahun 2007 Pasal 1(18), SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak terutang dan tidak ada kredit pajak. SKPN diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak. 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPBT) Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan Penerbitan SKPKBT ini didasarkan pada: - Hasil pemeriksaan atau pemeriksaan ulang terhadap data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang termasuk data yang semula belum terungkap atau penerbitan SKPKBT ini dalam jangka waktu 5 29 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak,bagian tahun pajak atau tahun pajak.Sebagai konsekuensinya jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. - Hasil penelitian atau putusan pengadilan yang telah memperoleh keuatan hukum tetap terhadap wajib pajak yang dipidanakarena melakukan tindak tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.SKPKBT ini diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak,bagian tahun pajak,tahun pajak sebagai konsekuensinya bahwa jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. 4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Surat ketetapan pajak lebih bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.Dirjen pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) berdasarkan: - Hasil penelitian terhadap kebenaran pembayaran pajak atas permohonan wajib pajak (pasal 17 UU KUP) terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. - Hasil pemeriksaan terhadap surat pemberitahuan terhadap jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang diabayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang (Pasal 17 ayat 1 UU KUP). - Hasil pemeriksaan terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (pasal 17B UU KUP) terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau 30 telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain. A. Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak 1. Dalam hal jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang: a. Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau berdomisili. b. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal: Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang; Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau; Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. c. SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir. Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. 2. Dalam hal pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang: Pajak yang yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh 31 WP yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan objek pajak. a. Wajib Pajak (WP orang pribadi dan badan termasuk orang pribadi yang belum memiliki NPWP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau berdomisili, apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak atas pajak yang seharusnya tidak terutang. Surat permohonan harus melampirkan: Asli bukti pembayaran pajak; Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. b. WP yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN dan PPnBM) dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP yang dipotong atau yang dipungut terdaftar atau melalui KPP tempat Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dikukuhkan dengan catatan PPh dan PPN serta PPnBM yang dipotong atau dipungut belum dikreditkan atau dibiayakan. Surat permohonan harus melampirkan: Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak; Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. c. WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan dapat mengajukan permohonan restitusi ke kantor Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempat WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan, apabila terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukannya dan pihak yang dipotong atau dipungut adalah: orang pribadi yang belum memiliki NPWP; subjek pajak luar negeri; atau 32 terdapat kesalahan penerapan ketentuan oleh pemotong atau pemungutan kecuali WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan tidak dapat ditemukan yang disebabkan antara lain karena pembubaran usaha. Surat permohonan harus melampirkan : o Asli bukti pembayaran pajak; o Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; o Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; dan d. Surat kuasa dari pihak yang dipotong atau dipungut kepada WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan. d. Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan WP diterima secara lengkap dan menerbitkan SKPLB bila hasil penelitian tersebut terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila hasil penelitian tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, maka Direktur Jenderal Pajak harus memberitahu secara tertulis kepada WP. B. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Kepada Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah : 1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh kurang dari Rp1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah) dan jumlah lebih bayarnya kurang dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau paling banyak 0,5% (setengah persen) dari jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh tersebut; 3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan jumlah lebih bayarnya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); atau 33 4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan untuk suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan jumlah lebih bayarnya paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah). Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, Kepala KPP melakukan penelitian atas : 1. Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya; 2. Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; 3. Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh WP; dan 4. Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT tersebut atau dalam SPT perubahan alamat. dan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai. Dalam hal hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran SPT tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam SPT atau dengan pemberitahuan perubahan alamat sehingga Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan, maka Kepala KPP harus memberitahu secara tertulis kepada WP. SURAT TAGIHAN PAJAK (STP) Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bungan atau denda. Surat Tagihan Pajak diterbitkan apabila: 1. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. 2. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung. 3. Wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda atau bunga 4. Pengusaha ygang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu. 5. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap, selain: a. Identitas pembeli; atau 34 b. Identitas pembeli serta nama dan tanda tangan, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran. 6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau 7. Pengusaha Kena Pajak gagal berproduksi dan telah diberi pengembalian Pajak Masukan. SURAT PAKSA Surat Paksa merupakan sarana penagihan pajak yang diterbitkan karena jumlah pajak yang masih harus dibayar ternyata belum dibayar oleh Wajip Pajak sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Surat Paksa diatur sendiri dalam UU. No. 19 Tahun 2000 sebagai perubahan atas UU No. 19 Tahun 1997. Proses penagihan dimulai dengan Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat Paksa. Dalam hal WP tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta WP yang disita tersebut untuk melunasi pajak yang tidak/belum dibayar. Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut: 1. Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar hutang pajaknya. 2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi hutang pajaknya. 3. Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan. 4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap Wajib Pajak/penanggung pajak yang tidak kooperatifdalam membayar hutang pajaknya. PEMBUKUAN, PEMERIKSAAN, DAN PENYIDIKAN PEMBUKUAN 35 Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah: 1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia; 2. Wajib Pajak badan di Indonesia. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tapi wajib melakukan pencatatan adalah: 1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto; 2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pembukuan atau pencatatan: 1. Pembukuan atau pencatatan harus dilakukan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. 2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 3. Pembukuan diselenggarakan dengan tata asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Perubahan terhadap metode dan atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. 4. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. 5. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan. 36 PEMERIKSAAN Direktor Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan tujuan lain, antara lain: 1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; 2. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; 3. Pengkuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; 4. Wajib Pajak mengajukan keberatan; 5. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; 6. Pencocokan data dn/atau alat keterangan; 7. Penentuan Wajib Paja berlokasi di daerah terpencil; 8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; 9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak; 10. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan; dan/atau 11. Pemenuham permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka pemeriksaan: 1. Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi suatu jenis pajak, atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun-tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan. 2. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk terhadap instansi pemerintahan dn badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak. 3. Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak. 4. Petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa. 5. Wajib Pajak yang diperiksa wajib: a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak; 37 b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau c. Memberikan keterangan lain yang diperlukan baik secara tertulis dan/atau lisan, misalnya surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, keterangan bahwa fotokopi yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya, surat pernyataan tentang kepemilikan harta, dan lain-lain. 6. Buku, catatan, dokumen, data, informasi, dan keterangan lain yang diminta oleh Pemeriksa dalam rangka pemeriksaan wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama satu bulan sejak permintaan disampaikan. PENYIDIKAN Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Wewenang penyidik tersebut adalah: 1. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; 2. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; 3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; 4. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; 5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; 6. Meminta bantuan tenaga ahi dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; 38 7. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlagsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; 8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan; 9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 10. Menghentikan penyidikan; dan/atau 11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Tindak pidana di bidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Kealpaan adalah Wajib Pajak alpa tidak menyampaikan SPT atau mnyampaikan SPT tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga tidak dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Kealpaan dapat diartikan tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya. Berikut kriteria kesengajaan: 1. Tidak mendaftarkan diri, atau penyalahgunaan NPWP atau NPPKP; 2. Tidak menyampaikan SPT; 3. Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; 4. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan; 5. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu; 6. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau 7. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. KETENTUAN BAGI PETUGAS PAJAK Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan pegawai pajak diatur sebagai berikut: 1. Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertindak di luar kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan yang berwenang 39 melakukan pemeriksaan dan investigasi, dan apabila terbukti melakukannya dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; 3. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak agar menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; 4. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya; 5. Pegawai pajak yang tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SANKSI PAJAK Sanksi Administrasi Sanksi Administrasi sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diuraikan pada tabel berikut: Berkaitan dengan Denda No Pasal Masalah Sanksi 1 7 ayat (1) SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan: a. SPT Masa PPN a. Rp. 500.000 b. SPT Masa Lainnya b. Rp. 100.000 c. SPT Tahunan PPh WP Badan c. Rp. 1.000.000 d. SPT Tahunan PPh WP Orang d. Rp. 100.000 Pribadi 2 8 ayat (3) Pembetulan sendiri dan belum disidik 150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar 3 14 ayat (4) a. Pengusaha dikukuh sebagai PKP, 2% dari Dasar Pengenaan 40 tidak membuat faktur pajak Pajak b. Pengusaha dikukuh sebagai PKP, tidak mengisi faktur pajak secara lengkap c. PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai masa penerbitan faktur pajak 4 5 14 ayat (5) 25 ayat (9) PKP gagal berproduksi telah diberikan 2% dari Dasar Pengenaan pengembalian Pajak Masukan Pajak Keberatan ditolak atau dikabulkan sebagian 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan 6 27 ayat (5d) Permohonan banding ditolak dikabulkan sebagian atau 100% dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi pajak yang telah sebelum dibayar mengajukan keberatan Berkaitan dengan Bunga No Pasal 1 8 ayat (2) Masalah Pembetulan SPT tahunan dalam 2 tahun Sanksi 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran s/d tanggal pembayaran 2 8 ayat (2a) Pembetulan SPT Masa dalam 2 tahun 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran s/d tanggal pembayaran 3 9 ayat (2a) Keterlambatan pembayaran pajak masa 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung 41 sejak jatuh tempo pembayaran s/d tanggal pembayaran 4 9 ayat (2b) Keterlambatan pembayaran pajak tahunan 2% per bulan dari jumlah pajak terutang, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan s/d tanggal pembayaran 5 13 ayat (2) SKPKB karena pajak yang terutang kurang 2% per bulan dari jumlah kurang atau tidak dibayar, dan penerbitan NPWP dibayar, maksimal 24 bulan dan pengukuhan PKP secara jabatan 6 13 ayat (5) SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 48% dari jumlah pajak yang tahun karena adanya tindak pidana 7 14 ayat (3) tidak atau kurang dibayar a. PPh tahun berjalan/kurang bayar 2% per bulan dari jumlah pajak b. SPT kurang bayar tidak/kurang dibayar, maksimal 24 bulan 8 15 ayat (4) SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 48% dari jumlah pajak yang tahun karena adanya tindak pidana 9 19 ayat (1) tidak atau kurang dibayar SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, 2% per bulan dari jumlah pajak Putusan Banding yang menyebabkan yang tidak atau kurang dibayar, kurang bayar terlambat dibayar dihitung dari tanggal jatuh tempo s/d tanggal diterbitkannya pelunasan Surat atau Tagihan Paksa 10 19 ayat (2) Mengangsur atau menunda pembayaran 2% per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar, dihitung dari tanggal jatuh tempo s/d tanggal diterbitkannya SPT 11 19 ayat (3) Kekurangan pajak akibat penundaan SPT 2% per bulan dari kekurangan pembayaran pajak, dihitung dari batas akhir penyampaian SPT s/d tanggal dibayarnya kekurangan tersebut 42 Berkaitan dengan Kenaikan No Pasal 1 8 ayat (5) Masalah Sanksi Pengungkapan ketidakbenaran pegisian SPT 50% dari pajak yang setelah lewat 2 tahun sebelum terbitnya SKP kurang dibayar 2 13 ayat (3) a. SKPKB karena SPT tidak 50% dari PPh disampaikan sebagaimana tersebut tidak/kurang dalam surat teguran b. PPN/PPnBM tidak yang dibayar dalam setahun seharusnya dikompensasi atau tidak seharusnya 100% dari PPh yang tidak dikenai tarif 0% c. Kewajiban atau pembukuan kurang dipotong, atau kurang dan tidak pemeriksaan tidak dipenuhi sehingga dipungut, tidak atau tidak dapat diketahui besarnya pajak kurang disetor; atau 100% yang terutang dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar 3 13A Tidak menyampaikan SPT atau 200% dari jumlah pajak menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar yang kurang dibayar yang atau tidak lengkap, atau melampirkan ditetapkan melalui keterangan yang isinya tidak benar, yang penerbitan SKPKB dilakukan karena kealpaan dan pertama kali 4 15 ayat (2) Kekurangan pajak pada SKPKBT 100% dari jumlah kekurangan pajak 5 17C ayat (5) SKPKB yang terbit dilakukan pengembalian 100% pendahuluan kelebihan pajak bagi Wajib kekurangan Pajak dengan kriteria tertentu 6 17D ayat (5) dari SKPKB yang terbit Wajib Pajak setelah dilakukan 100% dengan tertentu 43 pembayaran pajak dari pengembalian pendahuluan kelebihan pajak kekurangan bagi jumlah persyaratan pajak jumlah pembayaran Sanksi Pidana Sanksi pidana sehubungan dengan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan khususnya dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diuraikan dalam tabel berikut: No Pasal 1 38 ayat (1) Masalah Sanksi Setiap orang yang karena kealpaannya: a. Tidak menyampaikan Pidana kurungan paling Surat sedikit 3 bulan atau paling Pemberitahuan; atau lama 1 tahun atau denda b. Menyampaikan Surat paling Pemberitahuan tetapi isinya tidak jumlah sedikit 1 pajak kali yang benar atau tidak lengkap, atau terutang yang tidak atau melampirkan keterangan yang kurang dibayar dan paling isinya tidak benar sehingga dapat banyak 2 kali dari jumlah menimbulkan kerugian pada pajak terutang yang tidak pendapatan negara dan perbuatan atau kurang dibayar tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali (yang telah administrasi dikenai berupa sanksi kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) 2 39 ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja: a. Tidak mendaftarkan diberikan Pajak Nomor atau Pidana penjara diri untuk singkat 6 bulan dan paling Pokok Wajib lama 6 tahun dan denda melaporkan paling sedikit usahanya untuk dikukuhkan sebagai jumlah pajak tidak Pengusaha Kena Pajak; b. Menyalahgunakan Wajib kali terutang atau dibayar dan paling banyak Pajak kali jumlah pajak atau terutang yang tidak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; 44 2 yang tidak atau kurang menggunakan tanpa hak Nomor 4 Pokok paling kurang dibayar c. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; e. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya; g. Tidak menyelenggarakan pembukuan Indonesia, atau atau tidak tidak pencatatan di memperlihatkan meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain; h. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan aplikasi secara program di Indonesia on-line sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara 45 3 39 ayat (2) Seseorang melakukan lagi tindak pidana di Pidana pada nomor 1 bidang perpajakan sebelum lewat 1 ahun, tersebut akan terhitung sejak selesainya menjalani pidana ditambahkan penjara yang dijatuhkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana 4 39 ayat (3) Setiap orang yang melakukan percobaan Pidana untuk melakukan tindak penjara paling pidana singkat 6 bulan dan paling menyalahgunakan atau menggunakan tanpa lama 2 tahun dan denda hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau paling sedikit Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau jumlah menyampaikan restitusi kali yang Pemberitahuan dimohonkan dan/atau dan/atau keterangan yang isinya tidak benar kompensasi atau atau yang tidak Surat 2 lengkap, dalam rangka pengkreditan mengajukan permohonan restitusi atau dilakukan melakukan kompensasi pajak pengkreditan pajak dan paling atau banyak 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan 5 39A Setiap orang yang dengan sengaja: Pidana penjara paling a. Menerbitkan dan/atau menggunakan singkat 2 tahun dan paling faktur pajak, bukti pemungutan lama 6 tahun serta denda pajak, bukti pemotongan pajak, paling sedikit 2 kali dan/atau bukti setoran pajak yang jumlah pajak dalam faktur tidak berdasarkan transaksi yang pajak, bukti pemungutan sebenarnya; atau pajak, dan/atau bukti b. Menerbitkan faktur pajak tetapi setoran pajak dan paling belum dikukuhkan Pengusaha Kena Pajak sebagai banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, dan/atau bukti setoran pajak 6 41 ayat (1) Pejabat yang karena kealpaannya tidak Pidana kurungan paling 46 memenuhi kewajiban merahasiakan segala lama 1 tahun dan denda sesuatu yang diketahui atau diberitahukan paling banyak Rp. kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka 25.000.000 jabatan atau menjalankan pekerjaannya ketentuan perundang-undangan pengaduan orang untuk peraturan perpajakan, yang atas kerahasiannya dilanggar 7 41 ayat (2) Pejabat yang dengan sengaja tidak Pidana penjara paling memenuhi kewajiban merahasiakan segala lama 2 tahun dan denda sesuatu yang diketahui atau diberitahukan paling banyak Rp. kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka 50.000.000 jabatan atau menjalankan pekerjaannya ketentuan perundang-undangan untuk peraturan perpajakan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar 8 41A Setiap orang yang wajib memberikan Pidana kurungan paling keterangan atau bukti yang diminta oleh lama 1 tahun dan denda Direktur Jenderal Pajak pada saat paling banyak Rp. melakukan pemeriksaan pajak, penagihan 25.000.000 pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar 9 41B Setiap orang yang dengan sengaja Pidana penjara paling menghalangi atau mempersulit penyidikan lama 3 tahun dan denda tindak pidana di bidang perpajakan paling banyak Rp. 75.000.000 10 41C ayat Setiap orang yang dengan sengaja tidak Pidana kurungan paling (1) memenuhi kewajiban merahasiakan segala lama 1 tahun atau denda 47 sesuatu yang diketahui atau diberitahukan paling banyak Rp. kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka 1.000.000.000 jabatan atau pekerjaannya menjalankan ketentuan untuk peraturan perundang-undangan perpajakan 11 41C ayat (2) Setiap orang yang dengan sengaja Pidana kurungan paling menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban lama 10 bulan atau denda pejabat dan pihak lain dalam merahasiakan paling segala sesuatu yang diketahui banyak Rp. atau 800.000.000 diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan 12 41C ayat Setiap orang yang dengan sengaja tidak Pidana kurungan paling (3) memberikan data dan informasi yang lama 10 bulan atau denda diminta oleh Direktur Jenderal Pajak dalam paling banyak Rp. menghimpun data dan informasi untuk 800.000.000 kepentingan penerimaan negara 13 41C ayat (4) Setiap orang yang menyalahgunakan perpajakan dengan data dan sehingga sengaja Pidana kurungan paling informasi lama 1 tahun atau denda menimbulkan paling kerugian bagi negara banyak Rp. 500.000.000 Sanksi Pidana Sanksi pidana sehubungan dengan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan khususnya dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diuraikan dalam tabel berikut: No Pasal 1 38 ayat (1) Masalah Sanksi Setiap orang yang karena kealpaannya: c. Tidak menyampaikan 48 Pidana kurungan paling Surat sedikit 3 bulan atau paling Pemberitahuan; atau lama 1 tahun atau denda d. Menyampaikan Surat paling sedikit 1 kali jumlah Pemberitahuan tetapi isinya tidak pajak yang terutang yang benar atau tidak lengkap, atau tidak atau kurang dibayar melampirkan keterangan yang dan paling banyak 2 kali isinya tidak benar sehingga dapat dari jumlah pajak terutang menimbulkan kerugian pada yang tidak atau kurang pendapatan negara dan perbuatan dibayar tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali (yang telah administrasi dikenai berupa sanksi kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) 2 39 ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja: j. Tidak mendaftarkan diri Pidana penjara paling untuk singkat 6 bulan dan paling diberikan Nomor Pokok Wajib lama 6 tahun dan denda Pajak atau tidak melaporkan paling sedikit 2 kali jumlah usahanya untuk dikukuhkan sebagai pajak terutang yang tidak Pengusaha Kena Pajak; k. Menyalahgunakan atau kurang dibayar dan atau paling banyak 4 kali jumlah menggunakan tanpa hak Nomor pajak terutang yang tidak Pokok Wajib Pengukuhan Pajak Pengusaha atau atau kurang dibayar Kena Pajak; l. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; m. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak 49 lengkap; n. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; o. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya; p. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain; q. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan aplikasi secara program di Indonesia on-line sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau r. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong sehingga atau dapat dipungut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara 3 39 ayat (2) Seseorang melakukan lagi tindak pidana di Pidana pada nomor 1 bidang perpajakan sebelum lewat 1 ahun, tersebut akan ditambahkan terhitung sejak selesainya menjalani pidana 1 kali menjadi 2 kali sanksi penjara yang dijatuhkan 4 39 ayat (3) pidana Setiap orang yang melakukan percobaan Pidana 50 penjara paling untuk melakukan tindak pidana singkat 6 bulan dan paling menyalahgunakan atau menggunakan tanpa lama 2 tahun dan denda hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau paling sedikit 2 kali jumlah Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau restitusi yang dimohonkan menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau kompensasi atau dan/atau keterangan yang isinya tidak pengkreditan benar atau tidak lengkap, dalam rangka dilakukan mengajukan permohonan restitusi atau banyak melakukan kompensasi pajak 4 yang dan paling kali jumlah atau restitusi yang dimohonkan pengkreditan pajak dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan 5 39A Setiap orang yang dengan sengaja: c. Menerbitkan Pidana penjara paling dan/atau singkat 2 tahun dan paling menggunakan faktur pajak, bukti lama 6 tahun serta denda pemungutan pajak, bukti paling sedikit 2 kali jumlah pemotongan pajak, dan/atau bukti pajak dalam faktur pajak, setoran pajak berdasarkan yang tidak bukti pemungutan pajak, transaksi yang dan/atau sebenarnya; atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 d. Menerbitkan faktur pajak tetapi kali jumlah pajak dalam belum dikukuhkan sebagai faktur Pengusaha Kena Pajak pajak, pemungutan dan/atau bukti pajak, bukti setoran kurungan paling pajak 6 41 ayat (1) Pejabat yang karena kealpaannya tidak Pidana memenuhi kewajiban merahasiakan segala lama 1 tahun dan denda sesuatu yang diketahui atau diberitahukan paling kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka 25.000.000 jabatan atau menjalankan pekerjaannya ketentuan perundang-undangan pengaduan orang untuk peraturan perpajakan, yang 51 atas kerahasiannya banyak Rp. dilanggar 7 41 ayat (2) Pejabat yang dengan sengaja tidak Pidana penjara paling lama memenuhi kewajiban merahasiakan segala 2 tahun dan denda paling sesuatu yang diketahui atau diberitahukan banyak Rp. 50.000.000 kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau menjalankan pekerjaannya ketentuan perundang-undangan untuk peraturan perpajakan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar 8 41A Setiap orang yang wajib memberikan Pidana kurungan paling keterangan atau bukti yang diminta oleh lama 1 tahun dan denda Direktur Jenderal Pajak pada saat paling banyak Rp. melakukan pemeriksaan pajak, penagihan 25.000.000 pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar 9 41B Setiap orang yang dengan sengaja Pidana penjara paling lama menghalangi atau mempersulit penyidikan 3 tahun dan denda paling tindak pidana di bidang perpajakan 10 41C ayat (1) banyak Rp. 75.000.000 Setiap orang yang dengan sengaja tidak Pidana kurungan paling memenuhi kewajiban merahasiakan segala lama 1 tahun atau denda sesuatu yang diketahui atau diberitahukan paling banyak Rp. kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka 1.000.000.000 jabatan atau menjalankan pekerjaannya ketentuan untuk peraturan perundang-undangan perpajakan 11 41C ayat (2) Setiap orang menyebabkan yang dengan tidak sengaja Pidana kurungan paling terpenuhinya lama 10 bulan atau denda kewajiban pejabat dan pihak lain dalam paling 52 banyak Rp. merahasiakan segala sesuatu yang 800.000.000 diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan 12 41C ayat (3) Setiap orang yang dengan sengaja tidak Pidana kurungan paling memberikan data dan informasi yang lama 10 bulan atau denda diminta oleh Direktur Jenderal Pajak dalam paling banyak Rp. menghimpun data dan informasi untuk 800.000.000 kepentingan penerimaan negara 13 41C ayat (4) Setiap orang yang menyalahgunakan perpajakan data dengan dan sehingga sengaja Pidana banyak 500.000.000 53 paling informasi lama 1 tahun atau denda menimbulkan paling kerugian bagi negara kurungan Rp. DAFTAR PUSTAKA Resmi Siti.2016.Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 9.Jakarta Selatan: Salemba Empat http://www.pajak.go.id/content/pembayaran-pajak http://www.pajak.go.id/content/petunjuk-pengisian-surat-setoran-pajak-ssp http://pajak.go.id/content/pelaporan-pajak http://pajak.go.id/content/seri-kup-pengembalian-kelebihan-pembayaran-pajak http://sandijundira.blogspot.co.id/2014/06/makalah-ketentuan-umum-dan-tata-cara.html http://makalahkuliahstai.blogspot.co.id/2016/04/ketentuan-umum-dan-tata-caraperpajakan.html 54 PEMBAGIAN TUGAS 1. Azimatul Ulya (15312416) : Cover, Kata Pengantar, Daftar Isi, Latar belakang, Editor Pengertian-Pengertian dalam Ketetapan Umum dan Tata Cara Perpajakan Kewajiban Dalam Hak Wajib Pajak - Kewajiban Wajib Pajak - Hak-Hak Wajib Pajak Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak - Pengertian dan Fungsi NPWP dan PKP - Tempat Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP - Tata Cara Pendaftaran NPWP dan Pengukuhan PKP - Pendaftaran NPWP dan PKP Melalui Elektronik - Wajib Pajak Pindah - Penghapusan NPWP - Pencabutan Pengukuhan NPWP - Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan - Pencabutan NPPKP dengan Sistem e-Registration 2. Putri Nur Diwanti (15312423) : 3. Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan ............................................ 15 Kewajiban Pembayaran Pajak ....................................................................... 15 Pemotongan/Pelaporan .................................................................................. 22 Pelaporan ....................................................................................................... 26 4. Surat Ketetapan Pajak ................................................................................................ 28 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)............................................ 29 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) ............................................................. 29 Surat Ketetapan Pajak Kurang BayarTambahan (SKPKBT) ........................ 29 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) ............................................... 30 5. Kelebihan Pembayaran Pajak .................................................................................... 30 Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak .............................. 31 Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak kepada Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu............................................................. 33 55 6. Resi Iskandar (15312431) Surat Tagihan Pajak (STP) Surat Paksa 7. Junita Leviana Rosa (15312439) Pembukuan, Pemeriksaan, dan Penyelidik - Pembukuan - Pemeriksaan - Penyelidikan Ketentuan bagi Petugas Pajak Sanksi Pajak - Sanksi Administrasi - Sanksi Pidana 56