Uploaded by User24757

Titrasi Asam Basa

advertisement
KIMIA ANALITIK
TITRASI ASAM-BASA
KIMIA ANALITIK 02 – REGULER
KELOMPOK 6
Disusun oleh:
1. Jang Jin Joo
1306399071
2. Robby Samuel 1306402204
(11)
(12)
TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
2014
Pengertian Titrasi
Reaksi penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam basa. Reaksi
ini menghasilkan larutan yang pH-nya lebih netral. (Khopkar, 1990) Secara umum metode
titrimetri didasarkan pada reaksi kimia sebagai berikut:
aA + tT = produk
Dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T. untuk menghasilkan produk
yang sifat pH-nya netral. Dalam reaksi tersebut salah satu larutan (larutan standar) konsentrasi
dan pH-nya telah diketahui. Saat equivalen mol titran sama dengan mol analitnya begitu pula
mol equivalennya juga berlaku sama (Khopkar, 1990).
N titran = N analit
N eq titran = N eq analit
dengan demikian secara stoikiometri dapat ditentukan konsentrasi larutan ke dua. (Day, dkk,
1986).
Dalam analisis titrimetri, sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum
reaksi tersebut dapat dipergunakan, diantaranya:
 Reaksi itu sebaiknya diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu dan tidak adanya reaksi
sampingan
 Reaksi itu sebaiknya diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekivalensi. Dengan
kata lain konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut haruslah amat besar besar. Maka
dari itu dapat terjadi perubahan yang besar dalam konsentrasi analit (atau titran) pada titik
ekivalensi.
 Diharapkan tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen tercapai. Dan
diharapkan pula beberapa indikator atau metode instrumental agar analis dapat
menghentikan penambahan titran.
 Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan hanya beberapa
menit. (Day, dkk, 1986)
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar
suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui
konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis
reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila
melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam
basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi
oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan
pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya (Day, dkk,
1986).
Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran ditambahkan
sedikit demi sedikit (dari dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi) sampai terjadi
perubahan warna indikator baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Saat terjadi
perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan
titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik
ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan
titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator
berubah saat titik ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral).
Syarat zat yang bisa dijadikan standar primer:
 Zat harus 100% murni
 Zat tersebut harus stabil baik pada suhu kamar ataupun pada waktu dilakukan pemanasan,
standar primer biasanya dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditimbang
 Mudah diperoleh
 Biasanya zat standar primer memiliki massa molar (Mr) yang besar hal ini untuk
memperkecil kesalahan pada waktu proses penimbangan. Menimbang zat dalam jumlah
besar memiliki kesalahan relatif yang lebih kecil dibanding dengan menimbang zat dalam
jumlah yang kecil
 Zat tersebut juga harus memenuhi persyaratan teknik titrasi (Anonim, 2009)
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik
dimana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Pada saat
titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang
diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume
dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran. Lengkapnya titrasi, harus terdeteksi
oleh suatu perubahan, yang tak dapat disalah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan
standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh
penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator (Anonim, 2009)
Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W.
Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam
bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan
dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H+ tertentu atau
pada pH tertentu (Harjadi, 1986).
Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan selama
titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di sekitar titik ekuivalen 8 karena hal
ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya (Harjadi,
1986).
Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air.
Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang
memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki
sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut
dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen
dengan jumlah basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik ekivalen adalah
keadaan dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah mol basa. Untuk
menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-basa.
Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen.
Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat
titik ekivalen (Harjadi, 1986).
Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam atau
basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa. Titrasi
adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan
larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka
disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri (Harjadi, 1986).
Asidi-Alkalimetri
Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam
yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi
asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan
suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk
membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut (Ham, 2006).
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam
basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan
basa dan sebaliknya. reaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen” (Pierce, 1967).
Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data
volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran (Pierce,
1967).
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa, yaitu:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian
membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik
tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi
dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen teradi, pada saat inilah
titrasi kita hentikan (Pierce, 1967).
Pengertian Indikator
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin
dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai
dengan titrasi yang akan dilakukan. (Ham, 2006).
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator
disebut sebagai titik akhir titrasi (Anonim, 2009). Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana
reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui
perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah
atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut.
Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin,
sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang
diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga
tetes larutan indikator 0,1% ( b/v ) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes ( 0,1 ml )
indikator ( 0,1% dengan berat formula 100 ) adalah sama dengan 0,01 ml larutan titran dengan
konsentrasi 0,1 M (Pierce, 1967).
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi
dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein ( pp ) seperti di atas
dalam keadaan tidak terionisasi ( dalam larutan asam ) tidak akan berwarna ( colorless ) dan akan
berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi ( dalam larutan basa ) (Pierce, 1967).
Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator dalam
keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein karena indikator ini bertransisi dari tidak
berwarna menjadi merah keungguan maka yang teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna
merah muda. Contoh lain adalah metil merah. Oleh karena metil merah bertransisi dari merah ke
kuning, maka bila indikator metil merah dipakai dalam titrasi maka pada titik akhir titrasi warna
yang teramati adalah campuran merah dengan kuning yaitu menghasilkan warna orange
(Anonim, 2009).
RENTANG PH
KUANTITAS
PENGGUNAAN PER 10
ML
ASAM
BASA
Timol biru
1,2-2,8
1-2 tetes 0,1% larutan
merah
kuning
Pentametoksi
merah
1,2-2,3
1 tetes 0,1% dlm
larutan 0% alkohol
merah-ungu
tak berwarna
Tropeolin OO
1,3-3,2
1 tetes 1% larutan
merah
kuning
2,4-Dinitrofenol
2,4-4,0
1-2 tetes 0,1% larutan
dlm 50% alkohol
tak berwarna
kuning
Metil kuning
2,9-4,0
1 tetes 0,1% larutan
dlm 90% alkohol
merah
kuning
Metil oranye
3,1-4,4
1 tetes 0,1% larutan
merah
oranye
Bromfenol biru
3,0-4,6
1 tetes 0,1% larutan
kuning
biru-ungu
3,0-4,6
1 tetes 0,1% larutan
kuning
biru
3,7-5,2
1 tetes 0,1% larutan
kuning
ungu
3,7-5,0
1 tetes 0,1% larutan
dlm 70% alkohol
merah
kuning
3,5-5,5
1 tetes 0,1% larutan
merah
kuning
4,0-5,6
1 tetes 0,1% larutan
kuning
biru
4,4-6,2
1 tetes 0,1% larutan
merah
kuning
5,2-6,8
1 tetes 0,1% larutan
kuning
ungu
Klorfenol merah
5,4-6,8
1 tetes 0,1% larutan
kuning
merah
Bromfenol biru
6,2-7,6
1 tetes 0,1% larutan
kuning
biru
p-Nitrofenol
5,0-7,0
1-5 tetes 0,1% larutan
tak berwarna
kuning
Azolitmin
5,0-8,0
5 tetes 0,5% larutan
merah
biru
INDIKATOR
Tetrabromfenol
biru
Alizarin natrium
sulfonat
α-Naftil merah
pEtoksikrisoidin
Bromkresol
hijau
Metil merah
Bromkresol
ungu
Fenol merah
6,4-8,0
1 tetes 0,1% larutan
kuning
merah
Neutral merah
6,8-8,0
1 tetes 0,1% larutan
dlm 70% alkohol
merah
kuning
Rosolik acid
6,8-8,0
1 tetes 0,1% larutan
dlm 90% alkohol
kuning
merah
Kresol merah
7,2-8,8
α-Naftolftalein
7,3-8,7
Tropeolin OOO
kuning
merah
merah mawar
hijau
7,6-8,9
1 tetes 0,1% larutan
1-5 tetes 0,1% larutan
dlm 70% alkohol
1 tetes 0,1% larutan
kuning
merah mawar
Timol biru
8,0-9,6
1-5 tetes 0,1% larutan
kuning
biru
Fenolftalein (pp)
8,0-10,0
1-5 tetes 0,1% larutan
dlm 70% alkohol
tak berwarna
merah
α-Naftolbenzein
9,0-11,0
1-5 tetes 0,1% larutan
dlm 90%
kuning
biru
(Sumber : Analisis Kimia kuantitatif, Edisi Kelima)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim .2009. Analisis Volumetri atau Titrimetri. http://belajarkimia.com (Diakses pada 26
Februari 2013) Day, RA dan Underwood. 1986. Analisis Kimia kuantitatif. Edisi Kelima:
Erlangga. Jakarta HAM, Mulyono. 2006. Kamus Kimia . Edisi Pertama. Bumi Aksara. Jakarta
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Khopkar SM. 1990. Konsep dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta
Pierce WC, Sawyer DT, Haenisch EL. 1967. Quantitative Analysis. John Wiley and Sons, Inc.
New York,U.S
Valcarcel M. 2000. Principles of Analytical Chemistry. Springer. New York, U.S
Watson D G.2009. Analisis Farmasi. EGC. Jakarta
Download