MUDIK Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mudik diartikan sebagai berlayar, pergi ke udik (hulu sungai, pedalaman), atau pulang ke kampung halaman. Istilah mudik sama dengan mobilitas yaitu fenomena pergerakan manusia dari suatu daerah tujuan ke daerah asal dalam batas wilayah dan waktu tertentu. Fenomena mudik bisa terjadi di mana saja selama manusia melakukannya. Namun, peristiwa ini tergantung dari beberapa faktor yang menyebabkan fenomena mobilitas terjadi. Akan tetapi, fenomena mobilitas ini lebih sering ditemukan dalam masyarakat perkotaan yang setiap hari melakukan berbagai aktivitas. Mudik tidak hanya terjadi setiap tahun. Seseorang bisa saja melakukan mudik secara harian, mingguan, bahkan bulanan. Mudik secara harian biasanya dilakukan oleh seseorang yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Sebagai contoh, seseorang yang bekerja di kota, tetapi memiliki tempat tinggal di daerah pinggiran kota. Pada pagi hari ia berangkat bekerja ke tempat tujuan dan sore hari pulang ke daerah asalnya (tempat tinggalnya). Sebagian orang terkadang melakukan mudik setiap minggu. Kebiasaan ini dilakukan seseorang yang bekerja di daerah kota, tetapi bertempat tinggal di daerah pinggiran. Pada umumnya alasan seseorang melakukan mobilitas sirkuler ini untuk menekan biaya transportasi. Ada pula seseorang melakukan mudik dalam jangka bulanan. Mudik ini dilakukan oleh para karyawan pabrik yang berada di kawasan dekat dengan tempat bekerja. Alasannya tentu sama dengan para pekerja yang melakukan mudik mingguan yaitu menekan biaya dan memudahkan sampai di tempat kerja lebih tepat waktu. Kebiasaan ini terjadi di kotakota besar, seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, atau Surabaya. Selain itu, ada mudik yang bersifat tahunan. Bentuk mobilitas ini biasanya dilakukan sekali dalam satu tahun. Peristiwa ini merupakan kebiasaan, bahkan menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia. Kegiatan rutinitas tahunan ini biasanya dilakukan pada saat bulan Ramadan menjelang Lebaran. Seseorang yang melakukan mobilitas ini sebagian besar masyarakat desa yang tinggal di kota-kota besar. Mudik terjadi bukan sebagai bentuk mobilitas semata. Namun, mudik sudah menjadi budaya bangsa Indonesia. Mudik merupakan salah satu kebiasaan yang dilakukan masyarakat Indonesia sejak dahulu. Fenomena mudik terjadi karena fenomena migrasi. Oleh karena itu, setiap tahun fenomena mudik semakin bertambah seiring dengan jumlah migrasi ke kota-kota besar. Fenomena mudik memiliki hubungan dengan masyarakat transisi. Sejauh ini fenomena mudik terjadi di kota-kota besar. Masyarakat yang melakukan mudik bukan masyarakat kota asli, melainkan masyarakat desa yang hidup di kota. Masyarakat tersebut disebut masyarakat transisi. Masyarakat transisi ini masih bersifat tradisional, artinya secara jasmani tinggal di kota, tetapi secara mental masih memiliki sifat daerah asal. Oleh karena itu, budaya-budaya lokal masih dipegang erat. Berbeda dengan masyarakat kota yang cenderung hidup modern yang selalu menganggap segala sesuatu diukur dengan materialistik sehingga gaya hidupnya cenderung lebih bersifat duniawi. Oleh sebab itu, masyarakat transisi lebih sering melakukan mudik dalam konteks tradisi. Masyarakat transisi ini cenderung melakukan mudik sebagai wujud kepatuhan terhadap adat keluarga dalam daerah tertentu. Budaya mudik ini tidak akan terlepas dari perkembangan bangsa. Bangsa yang sedang berkembang memiliki banyak masyarakat transisi, yaitu peralihan masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Sebagian orang menganggap mudik menjadi masalah bagi Pemerintah. Namun, fenomena mudik merupakan peristiwa wajar sebagai tradisi suatu bangsa. Pemerintah perlu mengkaji alasan masyarakat memilih bermigrasi ke kota. Alasan inilah yang harus ditangani oleh Pemerintah agar penduduk desa tetap tinggal di daerahnya, tetapi masyarakat sejahtera. Pemerintah perlu memberi pelayanan dan pemerataan pembangunan di berbagai bidang pada daerah secara merata agar tekanan migrasi ke kota semakin kecil.