Uploaded by Moh Hafid

Hubungan-HBOT-Dengan-ROS

advertisement
REFERAT
ILMU KESEHATAN PENYELAMAN & HIPERBARIK
HUBUNGAN ANTARA TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK DENGAN
REACTIVE OXYGEN SPECIES (ROS)
Pembimbing :
dr. Titut Harnanik, M.Kes
Disusun oleh :
Purwita Yustianti (2015.04.2.0117)
Rusda Syawie (2015.04.2.0130)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. RAMELAN SURABAYA
2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik
2
2.1.1 Definisi
2
2.1.2 Dasar Fisiologis Terapi Oksigen Hiperbarik
5
2.1.3 Efek Tekanan terhadap Kadar O2
6
2.1.4 Manfaat Terapi Oksigen Hiperbarik
7
2.1.5 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
8
2.1.6 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
10
2.1.7 Komplikasi / Efek Toksik
12
2.2 Reactive Oxygen Species (ROS)
13
2.2.1 Definisi
13
2.2.2 Macam-macam ROS
13
2.2.3 Sumber ROS
15
2.2.4 Regulasi produksi ROS
17
2.2.5 Dampak ROS
24
2.3 Hubungan antara Terapi Oksigen Hiperbarik
dengan ROS
25
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL
30
BAB 4 KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
35
BAB 1
PENDAHULUAN
Kesehatan hiperbarik, khususnya terapi oksigen hiperbarik, di
negara-negara maju telah berkembang dengan pesat. Terapi ini telah
dipakai untuk menanggulangi bermacam penyakit, baik akibat penyakit
akibat penyelaman maupun penyakit bukan penyelaman (LAKESLA,
2013).
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) merupakan terapi bernapas
oksigen 100% di bawah tekanan atmosfer. HBOT akhir-akhir merupakan
terapi yang sedang berkembang, sejak pertama kali ditemukan sekitar
tahun 1600an. Namun, terapi ini dapat menghasilkan efek samping yang
signifikan termasuk toksisitas oksigen berupa kejang dan cedera jaringan
radiasi parah akibat tekanan tinggi (Latham, 2014 ; Gogna et al, 2012).
Maka dari itu, terapi oksigen hiperbarik harus dilaksanakan secara hatihati sesuai dengan prosedur yang berlaku, sehingga mencapai hasil yang
maksimal dengan resiko minimal (LAKESLA, 2013).
Oksigen merupakan kebutuhan esensial untuk hidup, dengan kata
lain, manusia tidak dapat hidup tanpa oksigen. Selain itu, adanya produk
radikal bebas yang merupakan bagian dari Reactive Oxygen Species
(ROS) tak dapat dihindarkan dari kehidupan aerob. Karena adanya
struktur atom tersebut, oksigen secara alami memiliki biradikal dan juga
mampu memicu produksi ROS dalam jumlah banyak. Adanya paparan
level oksigen diatas normal merupakan suatu hal yang harus bisa diatasi
dengan keadaan normobarik. Dimulai dengan adanya laporan dari Lorrain
Smith tahun 1899, dimana banyak artikel menyatakan bahwa adanya
toksisitas oksigen mempunyai hubungan dengan ROS. Dikarenakan
adanya hubungan tersebut dan diketahui fakta bahwa stress oksidatif
merupakan hasil dari adanya peningkatan produksi ROS, maka HBO telah
diketahui merupakan contoh yang bagus untuk menginduksi adanya
stress oksidatif (Simsek et al, 2015).
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik
2.1.1 Definisi
Terapi oksigen hiperbarik ditetapkan oleh Undersea and Hyperbaric
Medical society (UHMS) sebagai sebuah terapi dimana pasien bernapas
menggunakan oksigen 100% di dalam suatu chamber dengan tekanan
lebih besar daripada tekanan laut (1 atmosfer absolut, ATA). Peningkatan
tekanan ini bersifat sistemik dan dapat diaplikasikan di dalam suatu
monoplace chamber (untuk 1 orang) atau multiplace chamber. Di dalam
multiplace chamber, tekanan udara yang diberikan berupa udara biasa,
dengan oksigen diberikan melalui masker oksigen, hood tent, atau
endotracheal tube. Sedangkan untuk monoplace chamber, tekanan udara
yang diberikan berasal dari oksigen murni. (Bell, 2004).
Singkatnya, terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen
tekanan tinggi untuk pengobatan yang dilaksanakan dalam ruang udara
bertekanan tinggi (LAKESLA, 2013).
Terapi ini dijalankan di dalam chamber yang berisi satu orang
(monoplace chamber), atau beberapa sekaligus hingga 2-14 pasien
(Multiplace chamber). Tekanan yang diaplikasikan selama di dalam
chamber adalah 2-3 atmosfer absolut (ATA).Terapi berlangsung selama
1,5 jam hingga 2 jam dan tergantung indikasi dapat dilaksanakan 1-3 kali
sehari.
Chamber
monoplace
terkompresi
dengan
oksigen
murni,
sedangkan chamber multiplace diberikan udara bertekanan dan pasien
bernafas menggunakan masker oksigen atau endotracheal tube. Selama
terapi, tekanan oksigen di arterial dapat melebihi 2000mmHg dan
mencapai 200 hingga 400mmHg di jaringan (Stephen, 2011).
2
Gambar 1. Chamber Multiplace (www.openi.nlm.nih.gov)
Gambar 2. Chamber Monoplace (www.etchyperbaricchambers.com)
3
Gambar 3.Chamber monoplace (sechrist)
Gambar 4.Chamber multiplace (hyox)
4
2.1.2 Dasar Fisiologis Terapi Oksigen Hiperbarik
Efek dari terapi oksigen hiperbarik adalah berdasarkan hukumhukum gas dan efek-efek fisiologis dan biokimia dari hiperoksia. Hukumhukum fisika tentang gas tersebut antara lain:
1. Hukum Boyle, menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik
dengan tekanan bila temperatur dipertahankan konstan. Volume
gas menurun dengan naiknya tekanan dan volume naik dengan
turunnya tekanan. Hukum ini merupakan dasar untuk banyak aspek
dari terapi oksigen hiperbarik, seperti suatu fenomena yang dikenal
sebagai ‘squeeze' yang terjadi selama proses terapi karena
peningkatan temperatur ruangan (chamber). Ketika tuba eustachii
tersumbat
menyebabkan terganggunya proses keseimbangan
tekanan gas yang mengakibatkan rasa nyeri yang menekan di
middle ear (telinga bagian tengah).
2. Hukum Dalton, menyatakan bahwa tekanan campuran (total
pressure) dua gas atau lebih yang berada dalam suatu ruangan
sama dengan jumlah tekanan gas (partial pressure) masing-masing
yang ada dalam ruangan tersebut.
3. Hukum Henry, menyatakan bahwa banyaknya gas yang larut dalam
cairan atau jaringan berbanding lurus dengan tekanan gas dan
koefisien kelarutan gas tersebut. Hukum ini merupakan basis dari
peningkatan tekanan oksigen di jaringan dengan penggunaan
terapi oksigen hiperbarik (Bell et al, 2004).
Teori Tericelli yang mendasari terapi ini, digunakan untuk
menentukan tekanan udara 1 atm adalah 760 mmHg. Dalam tekanan
udara tersebut, unsur-unsur udara yang terkandung di dalamnya nitrogen
(N₂) 79%, dan oksigen (O₂) 21%. Pada terapi hiperbarik, oksigen yang
disediakan mengandung oksigen 100% dengan tekanan terapi 2 atau 3
ATA , menghasilkan 6 ml oksigen terlarut dalam 100 ml plasma darah dan
durasi terapi sekitar 60-90 menit. Jumlah terapi tergantung dari penyakit,
5
untuk penyakit akut sekitar 3-5 kali dan untuk kasus kronik bisa mencapai
50-60 kali. Dosis yang digunakan pada perawatan tidak boleh lebih dari 3
ATA karena tekanan diatas 2,5 ATA mempunyai efek imunosupresif
(Wibowo, 2015).
Dua efek penting yang mendasar pada terapi oksigen hiperbarik
adalah (Kindwall, 1999):
Efek mekanik : meningkatnya tekanan lingkungan atau ambient yang
memberikan
manfaat
penurunan
volume
gelembung
gas
atau
udaraseperti pada terapi penderita dekompresi akibat kecelakaan kerja
penyelaman dan gas emboli yang terjadi pada beberapa tindakan medis
rumah sakit.
Efek biologi : efek peningkatan tekanan parsial oksigen dalam darah dan
jaringan yang memberikan manfaat terapeutik : bakteriostatik pada infeksi
kuman anaerob, detoksikasi pada keracunan karbonmonoksida, sianida
dan hydrogen sulfida, reoksigenasi pada kasus iskemia akut, crush injury,
compartment syndrome maupun kasus iskemia kronis, luka yang tidak
sembuh, nekrosis radiasi, skin graft preparation dan luka bakar.
2.1.3 Efek Tekanan terhadap Kadar O2
Tabel 1. Efek Tekanan terhadap Kadar O2
6
Hanya sebagian jumlah oksigen terlarut dalam darah pada tekanan
atmosfir normal. Akan tetapi, pada kondisi hiperbarik seperti table di atas,
terdapat kemungkinan kelarutan oksigen yang lebih tinggi (Jain K.K,
2009).
2.1.4. Manfaat Terapi Oksigen Hiperbarik (Sahni, 2003)
1. Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh,
bahkan pada aliran darah yang berkurang.
2. Merangsang
pertumbuhan
pembuluh
darah
baru
untuk
meningkatkan aliran darah pada sirkulasi yang berkurang.
3. Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti
Closteridium perfingens (penyebab penyakit gas gangren).
4. Mampu menghentikan aktivitas bakteri (bakteriostatik) antara
lain bakteri E. coli dan Pseudomonas sp. yang umumnya
ditemukan pada luka-luka mengganas.
5. Mampu menghambat produksi racun alfa toksin.
6. Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan
hidup.
7. Menurunkan waktu paruh karboksihemoglobin dari 5 jam
menjadi 20 menit pada penyakit keracunan gas CO.
8. Dapat
mempercepat
proses
penyembuhan
luka
dengan
pembentukan fibroblast.
9. Meningkatkan produksi antioksidan tubuh tertentu.
10. Mereduksi ukuran bubble nitrogen.
11. Mereduksi edema.
12. Menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen
yang menjaga elastisitas kulit.
13. Badan menjadi lebih segar, badan tidak mudah lelah, gairah
hidup meningkat, tidur lebih enak dan pulas.
7
2.1.5 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
Kelainan atau penyakit yang merupakan indikasi terapi HBO
diklasifikasikan menurut kategorisasi yang dibuat oleh The Committee of
Hyperbaric Oxygenation of the Undersea and Hyperbaric Medical Society
yang telah mengalami revisi pada tahun1986 dan 1988.
Dalam revisi ini, UHMS tidak lagi memasukkan golongan penyakit
untuk penelitian, namun hanya memakai Accepted Categorization saja.
Adapun penyakit-penyakit yang termasuk kategori yang diterima adalah
sebagai berikut (LAKESLA, 2013) :
1. Aktinomikosis
2. Emboli udara
3. Anemia karena kehilangan banyak darah
4. Insufisiensi arteri perifer akut
5. Infeksi bakteri
6. Keracunan Monoksida
7. Crush injuryand reimplanted appendeges
8. Keracunan sianida
9. Penyakit dekompresi
10. Gas gangren
11. Cangkokan (graft) kulit
12. Infeksi jaringan lunak oleh kuman aerob dan anaerob
13. Osteoradinekrosis
14. Radionekrosis jaringan lunak
15. Sistitis akibat radiasi
16. Ekstraksi gigi pada rahang yang diobati dengan radiasi
17. Kanidiobolus koronotus
18. Mukomikosis
19. Osteomielitis
20. Ujung amputasi yang tidak sembuh
21. Ulkus diabetik
22. Ulkus stasis refraktori
23. Tromboangitis obliterans
8
24. Luka tidak sembuh akibat hipoperfusi dan trauma lama
25. Inhalasi asap
26. Luka bakar
27. Ulkus yang terkait dengan vaskulitis
Tabel 2. Indikasi Terapi HBO (Sahni, 2003)
9
2.1.6 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik (Jain K. K, 2009)
Tabel 3. Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
1.
Kontraindikasi absolut:
Untreated tension penumothorax
Kontraindikasi absolut adalah pneumothorax yang belum dirawat,
kecuali
bila
dilakukan
tindakan
bedah
untuk
mengatasi
pneumothorax tersebut sebelum pemberian HBOT.
2.
Kontraindikasi relatif

Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Atas
Menyulitkan
Dapat
ditolong
penderita
dengan
untuk melaksanakan
penggunaan
ekualisasi.
dekongestan
atau
melakukan miringotomi bilateral.

Sinusitis kronis
Sama dengan ISPA

Emfisema dengan retensi CO2
HBOT dapat dikerjakan bila penderita diintubasi atau
memakai ventilator.

Kista udara atau bleb yang asimtomatis pada paru dan terlihat
pada foto X-ray dada.
10

Riwayat operasi telinga
Operasi pada telinga dengan penempatan kawat atau
topangan plastik di dalam telinga setelah stapedoktomi.

Riwayat operasi dada

Panas tinggi yang tidak terkontrol
Merupakan
predisposisi
terjadinya
konvulsi
oksigen
(seizure). Apabila HBOT diindikasikan untuk infeksi dengan
demam, maka suhu harus diturunkan sebelum HBOT dengan
pemberian obat antipiretik dengan disertai anti konvulsan.

Penyakit kejang
Pasien dengan kelainan CNS seperti stoke dapat mengalami
kejang sebagai manifestasi penyakit tersebut. Sesi HBOT
dengan tekanan tidak melebihi 2.5ATA menampilkan kejadian
kejang yang jarang. Jika kelainan disebabkan oleh sirlukasi
serebri
yang
hipoksia,
maka
HBOT
dapaat
mengurangi
kemungkinan terjadinya kejang. Bilamana perlu penderita dapat
diberikan anti-konvulsan sebelumnya.

Kehamilan
Menurut
penelitian,
HBOT
pada
awal
kehamilan
meningkatkan insiden terjadinya malformasi congenital. Tetapi
bila terdapat indikasi absolute HBOT yang diperlukan untuk
menyelamatkan ibu, maka HBOT tetap merupakan priortias.
Paparan HBOT pada khamilan trimester akhir tidak memiliki efek
samping. Kehamilan juga dianggap kontraindikasi karena
tekanan parsial oksigen yang tinggi berhubungan dengan
penutupan patent ductus arteriosus sehingga pada bayi prematur
secara teori dapat terjadi fibroplasia retrolental. Namun penelitian
yang kemudian dikerjakan menunjukan bahwa komplikasi ini
tidak terjadi.
11

Keganasan
Terdapat berbagai pertimbangan HBOT terhadap pertumbuhan
tumor karena HBOT dipakai sebagai terapi adjuvant dengan
radioterapi.
2.1.7 Komplikasi / Efek Toksik (Jain K. K, 2009)
Tabel 4. Komplikasi / Efek Toksik
Oksigen hiperbarik relatif aman walaupun ada beberapa resiko
yang disebabkan oleh peningkatan tekanan dan hiperoksia. Efek yang
paling sering adalah myopia yang progresif dan reversible yang
disebabkan karena deformasi fisik lensa. Toksisitas pada CNS berupa
kejang mungkin terjadi dan telah dibuktikan oleh Paul Bert pada tahun
1878. Barotrauma sinus dan middle ear dapat dicegah dengan ekualisasi
tekanan atau menggunakan tympanostomy tubes dan otitis media dapat
dicegah dengan pseudoephedrine. Barotrauma telinga dalam jarang
terjadi tetapi ruptur pada timpani dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran yang permanen, tinnitus dan vertigo. Barotrauma paru dan
penumothorax jarang terjadi, terutama disebabkan sebelumnya ada
riwayat penyakit paru.
Selain itu efek samping psikologis seperti
claustrophobia sering terjadi (Bell et al, 2004).
12
13
DAFTAR PUSTAKA
Belikov, Aleksey V, et al. 2015. T-cell and reactive oxygen species.
Germany : Journal of Biomedical Science. Diakses 8 September
2016
Bell, C.N.A, Gill. 2004. Hyperbaric Oxygen: its uses, mechanisms of action
and outcomes. Oxford Journals, no 397, pp.385-395
Bhattacharya, Susinjan. 2015. Reactive Oxygen Species and Cellular
Defense System. India : Department of Biotechnology Jaypee
Institute of Information Technology.
Bryan, Nicholas, et al. 2012. Reactive Oxygen Species (ROS)-A Family of
Fate Deciding Molecules Pivotal in Constructive Inflammation and
Wound Healing. UK : The Institute of Ageing and Chronic Diseases
University of Liverpool.
Conconi, MT, et al. 2003. Effects of hyperbaric oxygen on proliferative and
apoptotic activities and reactive oxygen species generation in
mouse fibroblast 3T3/J2 cell line. Italy : Departement of
Pharmaceutical
Sciences
University
of
Padua.
Diakses
8
September 2016
Dennog, et al. 1996. Detection of DNA damage after hyperbaric oxygen
(HBO) therapy. Germany : Abteilung Medizinische Genetik
Universitat Ulm. Diakses 8 September 2016
Free Radical and Reactive Oxygen Species: benefit, free radical side
effect (disease and aging). 2012. <www.dietaryfiberfood.com> .
Diakses 10 September 2016
14
Gogna,
et al. 2012. Re-oxygenation causes hypoxic tumor regression
through restoration of p53 wild-type conformation and posttranslational modifications. India : Jawaharlal Nehru University
<http://www.nature.com/cddis/journal/v3/n3/full/cddis201215a.html>
Gurdol F, et al. 2008. Early and late effects of hyperbaric oxygen
treatment on oxidative stress parameters in diabetic patients.
Turkey : Departement of Biochemistry Istanbul University. Diakses
8 September 2016
Held, Paul. 2015. An Introduction to Reactive Oxygen Species. USA :
Biotek Instruments Inc. Diakses 8 September 2016
Hole, Paul S,
et al. 2011. Do reactive oxygen species play a role in
myeloid leukimias ? UK : Departement of Medical Genetics Cardiff
University. Diakses 8 September 2016
Jain K.K. 2009. Textbook of Hyperbaric Medicine, 5th Revisied and
Updated Version, Chapter 8: Indications, Contraindications, and
Complications of HBO Therapy, Hogrefe: Germany, pp 75-80
Kindwall, EP & Whelan HT. 1999. The Physiologic Effect Of The
Hyperbaric Oxygen. Florida: Best Publishing Company
LAKESLA. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik
Mattila, Heta et al. 2015. Reactive Oxygen Species : Reactions and
Detection from Photosynthetic Tissues. Finland : Department of
Biochemistry/Molecular Plant Biology University of Turku.
Murphy, Michael P. 2009. How mitochondria produce reactive oxygen
species. UK : MRC Dunn Nutrition Unit. Diakses 8 September 2016
R.
Bowen.
2003.
Free
Radicals
and
Reactive
Oxygen
<www.vivo.colostate.edu> . Diakses 10 September 2016
15
Sahni T, et al. 2003. Hyperbaric Oxygen Therapy : Current Trends and
Applications. India : J Assoc Physicians.
Salin, Karine, et al. 2015. Individuals with Higher Metabolic Rates Have
Lower Levels of Reactive Oxygen Species In Vivo. UK : University
of Glasgow.
Simsek, et al. 2015. The Relation of Hyperbaric Oxygen with Oxidative
Stress – Reactive Mmolecules in Action. Turkey : Departement of
Undersea & Hyperbaric Medicine, Gulhane Military Medical
Academy. Diakses 8 September 2016
Thom, Stephen R M.D, Ph.D. 2011. Hyperbaric oxygen-its mechanism and
efficacy < http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3058327/>
Wibowo,
Adityo.
2015.
Oksigen
Hiperbarik:
Terapi
Percepatan
Penyembuhan Luka. Lampung : Bagian Fisiologi, Fakultas
Kedokteran
Universitas
Lampung.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/juke/article/viewFile/645
/649
16
LAMPIRAN
Belikov, Aleksey V, et al. 2015. T-cell and reactive oxygen species.
Germany : Journal of Biomedical Science. Diakses 8 September
2016
17
Bell, C.N.A, Gill. 2004. Hyperbaric Oxygen: its uses, mechanisms of action
and outcomes. Oxford Journals, no 397, pp.385-395
18
Bhattacharya, Susinjan. 2015. Reactive Oxygen Species and Cellular
Defense System. India : Department of Biotechnology Jaypee
Institute of Information Technology.
19
Bryan, Nicholas, et al. 2012. Reactive Oxygen Species (ROS)-A Family of
Fate Deciding Molecules Pivotal in Constructive Inflammation and
Wound Healing. UK : The Institute of Ageing and Chronic Diseases
University of Liverpool.
20
Conconi, MT, et al. 2003. Effects of hyperbaric oxygen on proliferative and
apoptotic activities and reactive oxygen species generation in
mouse fibroblast 3T3/J2 cell line. Italy : Departement of
Pharmaceutical
Sciences
University
of
Padua.
Diakses
8
September 2016
21
Dennog, et al. 1996. Detection of DNA damage after hyperbaric oxygen
(HBO) therapy. Germany : Abteilung Medizinische Genetik
Universitat Ulm. Diakses 8 September 2016
22
Free Radical and Reactive Oxygen Species: benefit, free radical side
effect (disease and aging). 2012. <www.dietaryfiberfood.com> .
Diakses 10 September 2016
23
Gogna,
et al. 2012. Re-oxygenation causes hypoxic tumor regression
through restoration of p53 wild-type conformation and posttranslational modifications. India : Jawaharlal Nehru University
<http://www.nature.com/cddis/journal/v3/n3/full/cddis201215a.html>
24
Gurdol F, et al. 2008. Early and late effects of hyperbaric oxygen
treatment on oxidative stress parameters in diabetic patients.
Turkey : Departement of Biochemistry Istanbul University. Diakses
8 September 2016
25
Held, Paul. 2015. An Introduction to Reactive Oxygen Species. USA :
Biotek Instruments Inc. Diakses 8 September 2016
26
Hole, Paul S,
et al. 2011. Do reactive oxygen species play a role in
myeloid leukimias ? UK : Departement of Medical Genetics Cardiff
University. Diakses 8 September 2016
27
Jain K.K. 2009. Textbook of Hyperbaric Medicine, 5th Revisied and
Updated Version, Chapter 8: Indications, Contraindications, and
Complications of HBO Therapy, Hogrefe: Germany, pp 75-80
Kindwall, EP & Whelan HT. 1999. The Physiologic Effect Of The
Hyperbaric Oxygen. Florida: Best Publishing Company
28
LAKESLA. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik
29
Mattila, Heta et al. 2015. Reactive Oxygen Species : Reactions and
Detection from Photosynthetic Tissues. Finland : Department of
Biochemistry/Molecular Plant Biology University of Turku.
30
Murphy, Michael P. 2009. How mitochondria produce reactive oxygen
species. UK : MRC Dunn Nutrition Unit. Diakses 8 September 2016
31
R.
Bowen.
2003.
Free
Radicals
and
Reactive
Oxygen
<www.vivo.colostate.edu> . Diakses 10 September 2016
32
Sahni T, et al. 2003. Hyperbaric Oxygen Therapy : Current Trends and
Applications. India : J Assoc Physicians.
33
Salin, Karine, et al. 2015. Individuals with Higher Metabolic Rates Have
Lower Levels of Reactive Oxygen Species In Vivo. UK : University
of Glasgow.
34
Simsek, et al. 2015. The Relation of Hyperbaric Oxygen with Oxidative
Stress – Reactive Mmolecules in Action. Turkey : Departement of
Undersea & Hyperbaric Medicine, Gulhane Military Medical
Academy. Diakses 8 September 2016
35
Thom, Stephen R M.D, Ph.D. 2011. Hyperbaric oxygen-its mechanism and
efficacy < http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3058327/>
36
Wibowo,
Adityo.
2015.
Oksigen
Hiperbarik:
Terapi
Percepatan
Penyembuhan Luka. Lampung : Bagian Fisiologi, Fakultas
Kedokteran
Universitas
Lampung.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/juke/article/viewFile/645
/649
37
Download