BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Remaja 2.1.1 Pengertian remaja Sebagaimana dikemukakan oleh Huda (2013, hlm.3) dalam jurnal yang berjudul Pertumbuhan Fisik dan Perkembangan Intelek Usia Remaja, “istilah remaja dikenal dengan “adolescere” (kata bendanya adolescentia = remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Dalam hal ini dapat diajukan batasan remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak dengan dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Menurut Sartilo (1991) dalam Huda, tidak ada profil remaja di Indonesia yang seragam dan berlaku secara nasional. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai suku, adat dan tingkat sosial-ekonomi, maupun pendidikan. Sebagai pedoman umum remaja di Indonesia dapat digunakan batasan usia 1124 tahun”. Pada saat remaja, berlangsung perkembangan fisik. Perkembangan ini ditandai dengan bertambahnya tinggi dan berat badan, munculnya ciriciri kelamin primer dan sekunder. Ciri-ciri kelamin primer berkenaan dengan perkembangan alat-alat produksi, baik pada pria maupun wanita. Pada awal masa remaja anak wanita mulai mengalami 10 11 menstruasi dan laki-laki mimpi basah, dan pengalaman ini merupakan pertanda bahwa mereka telah memasuki masa kematangan seksual. Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan kematangan fisik, mental, sosial, dan emosi. Remaja memiliki energi yang besar, emosi yang berkobar – kobar sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Sedangkan mengutip pendapat (Sarwono, 1995) dalam Huda (2013), bahwa perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang berdampak pada perubahanperubahan psikologis. Pertumbuhan fisik ini merupakan awal dimana remaja mempunyai peran dan tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, memanfaatkan apa yang dimiliki sesuai perannya masingmasing, remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai dengan usianya. Saat inilah masa remaja membutuhkan bimbingan dari orang-orang terdekat supaya tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak diharapkan. Hurlock (1978, hlm.272) mengemukakan “…anak-anak mengetahui apa yang diharapkan masyarakat terhadap mereka dan pada masa kanak-kanak akhir mereka telah menyesuaikan diri dengan harapan ini. Pada masa puber anak-anak dengan sengaja melakukan kebalikan dari apa yang diharapkan terhadap mereka”. 2.1.2 Ciri-ciri fase remaja 12 Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut remaja memperluas jaringan sosialnya di luar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain. Huda (2013. Hlm. 4) mengungkapkan Secara umum masa remaja dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu masa remaja awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir. Berikut penjelasannya : 2.1.2.1 Masa Remaja Awal (12-15 tahun) Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya. Pada masa ini terjadi preokupasi seksul yang meninggi, yang tidak jarang menurunkan daya kreatif atau ketekunan. Mulai renggang dengan orang tuanya dan membentuk kelompok kawan atau sahabat karib, tingkah laku kurang dapat dipertanggung jawabkan seperti perilaku di luar kebiasaan, delikuen dan maniacal atau depresi. a. Sikap Protes terhadap Orang Tua. Remaja pada masa ini cenderung tidak menyetujui nilai-nilai hidup orang tuanya, sehingga menunjukkan 13 sikap protes terhadap orang tuanya. Dalam upaya pencarian identitas diri remaja cenderung melihat kepada tokoh-tokoh di luar lingkungan keluarganya yaitu: guru, figur ideal yang terdapat dalam film atau tokoh idola. b. Pre-okupasi dengan Badan Sendiri. Tubuh seorang remaja pada masa ini mengalami perubahan yang cepat sekali, perubahan ini menjadi perhatian khusus bagi diri remaja. c. Kesetiakawanan dengan Kelompok Seusia. Remaja pada kelompok umur ini merasakan keterikatan dan kebersamaan dengan kelompok seusia dalam upaya mencari kelompok senasib, hal ini tercermin dalam cara berprilaku sosial. d. Kemampuan untuk berfikir secara Abstrak. Daya kemampuan berfikir seorang remaja mulai berkembang dan dimanifestasikan dalam bentuk diskusi untuk mempertajam kepercayaan diri. e. Perilaku yang Labil dan Berubah-ubah. Remaja sering memperlihatkan perilaku yang berubahubah, pada suatu waktu tampak bertanggung jawab, tetapi dalam waktu lain tampak masa bodoh dan tidak bertanggung jawab. Remaja merasa cemas akan perubahan dalam dirinya, perilaku demikian 14 menunjukkan bahwa dalam diri remaja terdapat konflik yang memerlukan perhatian dan penanganan yang bijaksana. 2.1.2.2 Masa remaja pertengahan (15-18 tahun). Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan mengarahkan diri sendiri (self-directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain ini penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.Hubungan dengan kawan dari lawan jenis mulai meningkat pentingnya, fantasi dan fanatisme terhadap berbagai aliran misalnya mistik, musik dan lainnya menduduki tempat yang paling kuat dalam prioritasnya, politik dan kebudayaan mulai menyita perhatiannya sehingga kritik tidak jarang dilontarkan kepada keluarga dan masyarakat yang dianggap salah dan tidak benar, seksualitas mulai tampak dalam ruang atau skala identitas diri dan desploritas lebih terarah untuk meminta bantuan. 2.1.2.3 Masa Remaja Akhir (19-22 tahun). 15 Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peranperan orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokalisional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri tahap ini. Masa ini remaja mulai lebih luas, mantap dan dewasa dalam ruang lingkup penghayatannya. Ia lebih bersifat menerima dan mengerti, malahan sudah mulai menghargai sikap orang atau pihak lain yang mungkin sebalumnya ditolak. Memiliki karier tertentu dan sikap kedudukan, kultural, politik maupun etikanya lebih mendekati orang tuanya. Bila kondisinya kurang menguntungkan, maka masa turut diperpanjang dengan konsekwensi imitasi, bosan dan merosot tahap kesulitan jiwanya. Memerlukan bimbingan dengan baik dan bijaksana dari orang-orang di sekitarnya seperti : a. Kebebasan dari Orang tua. Dorongan untuk menjauhkan diri dari orang tua menjadi realitas. Remaja mulai merasakan kebebasan, tetapi juga merasa kurang menyenangkan, pada diri remaja timbul kebutuhan untuk terikat dengan orang lain melalui ikatan cinta yang stabil. b. Ikatan terhadap Pekerjaan dan Tugas. 16 Seringkali remaja menunjukkan minat pada suatu tugas tertentu yang ditekuni secara mendalam. Terjadi pengembangan akan cita-cita masa depan yaitu mulai memikirkan melanjutkan sekolah atau langsung bekerja untuk mencari nafkah. c. Pengembangan nilai moral dan etis yang mantap. Pada masa ini remaja mulai menyusun nilai-nilai moral dan etis sesuai dengan cita-cita. d. Pengembangan hubungan pribadi yang labil. Adanya tokoh panutan atau hubungan cinta yang stabil menyebabkan terbentuknya kestabilan diri remaja. e. Penghargaan kembali pada orang tua dalam berbagai aspek kedudukan yang sejajar. Masa remaja memiliki ciri khusus dalam perkembangan antara lain: a. Perkembangan fisik dan psikoseksual Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan yang pesat dan munculnya dari perubahan fisik. Perubahan ini meliputi ukuran perubahan tubuh, perubahan proporsi dan munculnya ciri kelamin utama (primer) dan sekunder karena mulai berfungsinya hormonhormon sekunder khususnya hormon reproduksi. 17 Perubahan ini berbeda bagi remaja laki-laki dan perempuan (Endang Poerwanti, 2002: 107). Perubahan fisik pada masa remaja perempuan nampak lebih menonjol pada pertumbuhan tulang (badan menjadi tinggi dan anggota badan menjadi panjang), mulai tumbuh payudara, mulai memperoleh haid atau menstruasi, serta tumbuh bulu-bulu halus sekunder. Pertumbuhan lain yang nampak menonjol pada remaja perempuan adalah kulit yang berubah menjadi halus dan pinggul yang membesar. Sedang pada remaja laki-laki ditandai dengan perubahan suara, pertumbuhan tinggi badan yang pesat, pembesaran pada alat kelamin, dada bertambah bidang, kulit menjadi kasar dan berbulu, serta pertumbuhan otot (Endang Poerwanti, 2002: 108). Bersamaan dengan perkembangan fisik juga organ-organ seksual berkembang menjadi masak. Adapun tanda-tanda kematangan seksual primer pada laki-laki adalah pada penis, testes, dan skrotum. Pada laki laki juga mengalami ejakulasi atau sering digambarkan sebagai ‘mimpi basah’. Sedangkan pada perempuan adalah pada rahim dan saluran telur, vagina, bibir kemaluan, dan klitoris (Rita Eka Izzaty dkk, 2008: 128). 18 Perkembangan fisik yang pesat pada diri remaja selalu diiringi dengan perkembangan psikoseksual. Seringkali penyimpangan dari bentuk badan khas perempuan atau laki-laki menimbulkan kegusaran batin yang cukup mendalam karena pada masa ini perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya (Monks dkk, 2006: 268). b. Perkembangan kognitif Sebagaimana kecerdasan aspek (kognisi) lain, dalam juga perkembangan mengalami remaja, perkembangan. Berdasarkan teori Kognitif Piaget, remaja memasuki tahap pemikiran operasi formal yang merupakan tahap keempat dan terakhir dari perkembangan kognitif menurut Piaget (Santrock, 2007: 126). Dilihat dari implikasi tahapan operasional formal dari Piaget pada remaja, maka individu remaja telah memiliki kemampuan introspeksi (berpikir kritis tentang dirinya), berfikir logis (pertimbangan terhadap hal-hal yang penting dan mengambil kesimpulan), berfikir berdasar hipotesis (adanya pengujian hipotesis), menggunakan symbol-simbol, berfikir yang tidak kaku/ fleksibel berdasarkan kepentingan (Rita Izzaty dkk, 2008: 133). c. Perkembangan Emosi pada Remaja 19 Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi terhadap cara mengungkapkan emosi mereka. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang lain yang menyebabkan amarah (Hurlock, 1980: 213). Kematangan emosi pada remaja diawali dengan pengendalian emosi. Remaja yang sudah memiliki kematangan emosi biasanya mampu menahan diri untuk tidak melampiskan emosinya di depan umum, remaja mulai memikirkan baik buruknya akibat yang ditimbulkan. Remaja sudah mampu menganalisis situasi dengan kritis, dengan melakukan intropeksi dan koreksi diri sebelum mereaksi sesuatu hal. Remaja juga mampu menunjukkan suasana hati yang lebih stabil dan mulai tenang (Endang Poerwanti, 2002: 114). d. Perkembangan Sosial Dalam masa remaja cakrawala interaksi sosial telah meluas dan kompleks. Selain berkomunikasi dengan keluarga juga dengan sekolah dan masyarakat umum yang terdiri atas anak-anak maupun orang dewasa dan teman sebaya pada khususnya. Bersamaan dengan itu mulai memperhatikan dan mengenai 20 norma-norma yang berlaku serta melakukan penyesuaian diri kedalam sosial (Sri Rumini & Siti Sundari, 2004: 77). 2.1.3 Perubahan Biologis, Sosial, dan Psikis pada Remaja 2.1.3.1 Perubahan biologis Remaja sudah matang secara fisik. Menurut Freud remaja telah melewati tahapan perkembangan fisik sebelumnya (Baharuddin, 2009) Masa remaja merupakan tahap yang sangat menantang dalam kehidupan anak. Kebanyakan remaja merasa bahwa mereka independen (mandiri) dan ingin mengambil semua keputusan sendiri, padahal mereka tidak yakin tentang diri mereka sendiri. Hal ini menyebabkan banyak kebingungan bagi mereka. Untuk mengatasi semua itu, perubahan fisik yang mereka alami kadang-kadang menyebabkan mereka stres dan kecemasan. Kebanyakan masalah remaja tumbuh dari kebingungan dan stress (Haditono, 2004) Pada masa remaja terjadi pertumbuhan fisik (organobiologik) secara cepat, yang tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emosional). Perubahan yang cukup besar ini dapat membingungkan remaja yang mengalaminya. Karena itu penting bagi remaja untuk mempelajari perubahan yang terjadi pada setiap tahap 21 kehidupan remaja agar mampu menerima perubahanperubahan yang terjadi pada tahap kehidupannya (Djaali, 2008) Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2014), antara lain : a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya. b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya. c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan. d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat. 22 e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut. f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita. g. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan. 2.1.3.2 Perubahan sosial. Perkembangan Sosial remaja menurut Santrock (2003) yaitu remaja telah mengalami masa perkembangan sensorimotor (dimulai pada usia 2 tahun), praoperasional (dimulai pada usia 2 sampai 7 tahun) dan tahap operasional konkret (usia 7 sampai dengan 12 tahun). Tahapan perkembangan sosial 23 pada remaja yaitu : tahapan perubahan praoperasional formal (usia 12 tahun ke atas). Pada tahapan ini seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak, sudah mampu memahami situasi yang belum pernah dialami, sudah mampu berpikir tentang ide, memprediksi sesuatu dan juga berpikir kritis. Tahapan ini merupakan potensi bagi remaja. Remaja dengan kemampuan kognitif yang masih segar mampu memberikan ide yang terbaik. Ada diantara mereka yang mampu menjadi penemu atau peneliti muda. Kalau kemampuan mereka dioptimalkan maka mereka bisa menjadi penerus bangsa yang ideal (Bakhtiar, 2012; Narwoko dan Suyanto, 2013). 2.1.3..3 Perubahan mental atau psikis Menurut Kohlberg (1995), perubahan mental atau psikis pada remaja adalah : a. Preconvensional Learning (Penalaran Prakonvensional). Pada tahapan ini remaja akan mentaati suatu perintah bukan karena faktor internal tetapi dikontral faktor eksternal berupa ganjaran dan hukuman b. Convensional Reasoning (Penalaran Konvensional). Pada tahapan ini internalisasi masih setengah-setengah. Seorang remaja patuh secara internal pada skala 24 tertentu tetapi standar itu ditetapkan oleh orang lain misalkan oleh orang tua atau aturan sosial. c. Postconvensional Reasoning (Penalaran Postkonvensional). Pada tahap ini moralitas secara penuh sudah diinternalisasikan dan tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal Menurut Setiawati, 2008; King, 2010 mengatakan bahwa remaja umumnya sudah berada pada penalaran Postkonvensional. Remaja mentaati peraturan bukan karena faktor dari luar. Remaja memahami aturan moral dan mampu memberikan aturan alternatif. Nilai-nilai kehidupan universal telah mampu dipahami oleh para remaja. 2.1.4 Tugas perkembangan Masa Remaja Setiap tahap perkembangan manusia terdapat tugas-tugas tertentu dan merupakan harapan dari masyarakat yang harus dipenuhi oleh individu. Tugas-tugas ini disebut dengan tugas perkembangan dimana keberhasilan dalam mencapai tugas perkembangan ini berkaitan dengan keberhasilan seseorang dalam mencapai tugas perkembangan pada tahap selanjutnya. Pada masa remaja, tugas-tugas perkembangan tersebut disebutkan Havighurst (Hendrianti Agustiani, 2006: 62) sebagai berikut: 25 a. Mencapai relasi baru dan lebih matang bergaul dengan teman seusia dari kedua jenis kelamin. b. Mencapai maskulinitas dan feminitas dari peran sosial. c. Menerima perubahan fisik dan menggunakannya secara efektif. d. Mencapai ketidaktergantungan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainya. e. Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga. f. Menyiapkan diri untuk karir ekonomi. g. Menemukan set dari nilai-nilai dan sistem etika sebagai petunjuk dalam berperilaku mengembangkan ideologi. h. Mencapai dan diharapkan untuk memiliki tingkah laku sosial secara bertanggung jawab. 2.1.5 Faktor – faktor yang mempengaruhi lancarnya pelaksanaan tugastugas perkembangan Sukses atau gagalnya pelaksanaan tugas perkembangan remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu a. Pertumbuhan fisik remaja. Tugas perkembangan remaja akan sukses bila pertumbuhan fisik remaja berjalan dengan sewajarnya. b. Perkembangan psikis remaja. Tugas perkembangan akan sukses bila perkembangan psikisnya, seperti mental, sikap, perasaannya berkembang dengan wajar. c. Posisi remaja dalam keluarga. Kelancaran tugas perkembangan juga banyak dipengaruhi oleh posisinya ditengah keluarga; 26 sebagai anak tunggal atau bukan, anak kandung atau anak angkat, anak pertama atau anak terakhir. d. Kesempatan remaja untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan. Banyak sedikitnya kesempatan yang dimiliki remaja sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas perkembangan remaja. e. Motivasi diri. Ada tidak adanya motivasi, kuat atau lemahnya, atau faktor pendorong yang ada dalam diri seorang remaja akan memperlancar atau menghambat pelaksanaan tugas-tugas perkembangan remaja. 2.1.6 Masalah – masalah yang terkait dengan pencapaian tugas – tugas perkembangan remaja Menurut Hurlock (2014) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu: a. Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai. b. Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua. 27 2.1.7 Upaya menumbuhkan tugas perkembangan remaja Untuk memperlancar dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan remaja, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan (Kohlberg, 1995) a. Memberi banyak kesemempatan kepada remaja untuk aktif dalam berbagai aktivitas sosial, seperti olahraga dan seni. b. Membantu mengarahkan peran remaja sesuai dengan tugasnya. c. Membantu remaja yang lambat perkembangannya melalui penjelasan bahwa hal itu biasa terjadi dalam perubahan jasmani yang bersifat variatif 4. Membantu remaja untuk memilih lapangan kerja yang tepat dan sesuai dengan bakat dan keinginannya. 2.2 Citra Tubuh 2.2.1 Pengertian Citra Tubuh Menurut Morrison, dikonseptualisasikan Kalin sebagai dan Morrison konstruk multi (2004) citra dimensional tubuh yang mencerminkan individu berfikir, merasakan, dan bertingkah laku berkaitan dengan atribut-atribut fisik individu tersebut. Penilaian positif atau negatif terhadap dirinya dipengaruhi oleh evaluasi terhadap fisiknya, yang berkaitan dengan konsep ideal yang berlaku pada saat itu. Honigam dan Castle (Rombe, 2014) menambahkan citra tubuh merupakan gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan 28 penilaian atas apa yang dipikirkan dan dirasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya melalui penilain orang lain terhadap dirinya. Menurut Cash (1994) citra tubuh adalah penilaian dari pengalaman perasaan seseorang mengenai karakteristik dirinya. Sedangkan menurut Davison dan McCabe (2005) istilah citra tubuh mempunyai pengertian yaitu persepsi dan sikap seseorang terhadap tubuhnya sendiri. Rudd dan Lennon (2000) menyatakan bahwa citra tubuh adalah gambaran mental yang seseorang miliki tentang tubuhnya yang meliputi dua komponen yaitu komponen perseptual (ukuran, berat, bentu, karakteristik, gerakan, dan performasi tubuh) dan komponen sikap (apa yang individu rasakan tentang tubuh dan bagaimana perasaan tersebut mengarahkan pada tingkah laku). Papalia, Olds, dan Feldman (2009) menambahkan bahwa citra tubuh merupakan keyakinan yang evaluatif dan deskriptif mengenai penampilan diri sendiri. Menurut Truby dan Paxton (2002) citra tubuh dapat ditinjau dari bagaimana individu mempersepsi ukuran tubuhnya (body size perception) dan seberapa puas individu akan tubuh yang dimilikinya (body size satisfaction). Untuk mengetahui persepsi tubuh dan kepuasan individu akan tubuh adalah dengan meninjau bagaimana individu melihat tubuhnya dan bagaimana tubuh ideal yang diinginkan kemudian dibandingkan dengan ukuran tubuh yang sebenarnya. 29 Berdasarkan pengertian citra tubuh di atas, dapat ditarik kesimpulan bawa citra tubuh adalah suatu sikap atau perasaan puas dan tidak puas yang dimiliki oleh individu terhadap tubuhnya sehingga melahirkan penilaian positif atau negatif pada diri individu tersebut. 2.2.2 Aspek-Aspek Citra Tubuh Truby dan Paxton (2002) membedakan aspek citra tubuh menjadi dua bagian antara lain: 2.2.2.1 Body Size Perception Aspek ini mencakup bagaimana individu mempersepsi ukuran tubuhnya masuk kedalam katagori kurus, sedang atau gemuk terlepas dari ukuran tubuh sebenarnya yang dimiliki. Perbedaan antara ukuran tubuh yang sebenarnya dimiliki dengan anggapan individu akan tubuhnya dapat mengungkap persepsi individu akan tubuhnya. 2.2.2.2 Body Size Satisfaction Aspek ini mencakup seberapa puas individu akan tubuh yang dimilikinya. Kepuasan individu akan tubuhnya terlihat dari seberapa ingin individu mengubah tubuhnya menjadi lebih kurus atau lebih gemuk. Individu dikatakan puas dengan tubuhnya jika tidak memiliki keinginan untuk merubah tubuhnya dan merasa cukup dengan tubuh yang dimiliki saat ini. 30 Berdasarkan aspek dari citra tubuh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa individu yang memiliki citra tubuh positif adalah individu yang memiliki persepsi tubuh (body size perception) sesuai dengan ukuran tubuh sebenarnya, tanpa merasa memiliki tubuh lebih kecil atau besar. Selain itu, adalah individu yang merasa puas (body size satisfaction) dengan tubuhnya tanpa adanya keinginan untuk mengubah bagian dari tubuhnya. 2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi citra tubuh Berdasarkan hasil temuan Davinson dan McCabe (2005), mengungkapkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi citra tubuh. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa wanita lebih negatif dalam memandang citra tubuh (Davinson & McCabe, 2005). Hal serupa dinyatakan oleh Chase, Nicholas dan Robert (2001) yang menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor penting dalam perkembangan citra tubuh seseorang. Hasil penelitian Pope, Philips dan Olivardia (2000) juga menunjukkan bahwa perempuan lebih memperhatikan penampilan fisik dibandingkan pria. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh yaitu: a. Usia Pada usia remaja, citra tubuh menjadi hal yang penting dan hal ini berdampak pada usaha berlebih individu dalam mengontrol berat badan. Ketidakpuasan remaja putri pada tubuhnya meningkat pada 31 awal hingga pertengahan usia remaja sedangkan pada remaja putra yang semakin berotot menjadi semakin tidak puas pada tubuhnya (Papalia & Olds, 2009). Usia dewasa juga merupakan usia riskan mengalami ketidakpuasa akan tubuh. Rozim dan Fallon (Hubley & Quinlan, 2005) menyatakan bahwa generasi yang lebih tua cenderung tidak puas terhadap tubuh daripada generasi yang lebih muda. b. Media masa Media masa sangat berperan aktif dalam mempengaruhi gambaran tubuh ideal seseorang, baik laki-laki maupun perempuan. Model tubuh ideal mengalami perkembangan dari zaman ke zaman dan didukung dengan perkembangan teknologi yang sangat maju sehingga informasi mengenai perkembangan standar tubuh ideal dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat yang membuat para wanita di seluruh dunia mengikuti perubahan tersebut, khususnya remaja puteri yang menilai tubuh ideal berdasarkan informasi dari media massa sehingga mereka akan terus mengidentifikasikan tubuh ideal yang ditunjukkan oleh media massa. Sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa semakin sering individu melihat sosok tubuh sempurna, maka semakin besar obsesi untuk bisa menjadi seperti model dalam majalah (Mills & D’Alfonso, 2007). 32 c. Orang tua Hasil penelitian dari berbagai peneliti telah menemukan bahwa kurangnya dukungan orang tua menunjukkan hubungan yang signifikan dengan peningkatan ketidakpuasan tubuh di masa depan. (Bearman, Presnell, Martinez, & Stice, 2006). Serta remaja muda yang tidak puas dengan tubuh mereka terbukti terdapat pengaruh orang tua yang kurang mengasuh dan hangat (Bearman, Presnell, Martinez, & Stice, 2006). Temuan ini konsisten untuk anak lakilaki dan perempuan. d. Dukungan teman sebaya Remaja yang merasa bahwa dirinya mendapatkan dukungan dari teman sebaya akan memiliki citra tubuh yang positif (Irdianty dan Hadi, 2012) dan secara langsung memiliki tingkat ketidakpuasan tubuh yang rendah (Bearman, Presnell, Martinez, & Stice, 2006; Stice, Presnell, & Spangler, 2002). Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi citra tubuh individu yang telah dijelaskan di atas bahwa dukungan teman sebaya adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh pada remaja. Seorang remaja yang mendapatkan dukungan dari teman sebayanya memiliki citra tubuh yang positif serta tingkat ketidakpuasan pada tubuhnya rendah dibandingkan remaja yang tidak mendapatkan dukungan dari teman sebayanya. 33 2.2.4 Penggolongan Citra Tubuh 2.2.4.1 Citra Tubuh Positif Ketika kita memiliki gambaran mental yang akurat dan benar tentang tubuh kita, beserta perasaan, pengukuran, dan hubungan kita dengan tubuh kita sendiri secara positif, percaya diri, dan peduli pada tubuh, hal tersebut dimungkinkan sebagai individu yang memiliki citra tubuh yang sehat dan konsep diri yang positif (Meliana, 2006). Citra tubuh yang sehat lebih dari sekedar ketiadaan perlawanan dengan makanan, berat tubuh atau penampilan fisik. Citra tubuh dikatakan positif apabila seseorang menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberikan rasa aman, terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Persepsi dan pengalaman individu terhadap tubuhnya dapat merubah citra tubuh secara dinamis. Persepsi orang lain di lingkungan seseorang terhadap tubuhnya turut mempengaruhi penerimaan klien terhadap dirinya (Keliat, 2006). Adapun hal-hal lain yang menjadi komponen terbentuknya citra tubuh positif adalah kepedulian pada pengembangan tubuh sendiri, kepercayaan diri pengekspresian dalam kapasitas diri, dan kemampuan fisik seseorang, serta pengembangan konsep diri yang positif. 34 2.2.4.2 Citra Tubuh Negatif Berbagai permasalahan body image, yang paling umum adalah masa ketidakpuasan terhadap sosok tubuh (body dissatisfaction) dan distorsi citra tubuh. Ketidakpuasan berarti ketidaksukaan individu terhadap tubuhnya atau bagian-bagian tubuh tertentu. Besarnya kesenjangan antara citra tubuh ideal dengan citra tubuh nyata merupakan indikator adanya ketidakpuasan terhadap sosok tubuh. Seseorang bisa saja mengatakan tubuhnya “jelek”, saat orang lain menganggapnya cukup menarik. Body dissatisfation dan distorsi image umum dialami oleh para gadis dan perempuan dewasa, yang akhirnya menyebabkan mereka mengalami penghargaan diri yang rendah. Suatu penelitian menunjukan bahwa perempuan yang melihat gambar model yang bertubuh kurus menjadi merasa bersalah, depresi, stress, malu, tidak aman dan tidak puas terhadap sosok tubuhnya (Stice&Shaw dalam Meliana, 2006). Hal-hal yang mempengaruhi citra tubuh negatif seseorang adalah penerimaan terhadap bentuk tubuh pembandingan dengan orang lain yang membuat seseorang gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya, komentar atau penilaian ngatif orang lain, ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh (body dissatisfaction) sehingga seseorang akan melakukan segala hal 35 agar terjadi perubahan pada penampilannya (Meliana, 2006 dalam Yundarini dkk, 2015).