Uploaded by Despy Despy

BAB 2

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Remaja
2.1.1 Pengertian remaja
Sebagaimana dikemukakan oleh Huda (2013, hlm.3) dalam jurnal
yang berjudul Pertumbuhan Fisik dan Perkembangan Intelek Usia
Remaja, “istilah remaja dikenal dengan “adolescere” (kata bendanya
adolescentia = remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau
dalam perkembangan menjadi dewasa. Dalam hal ini dapat diajukan
batasan remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak dengan
dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk
memasuki masa dewasa. Menurut Sartilo (1991) dalam Huda, tidak
ada profil remaja di Indonesia yang seragam dan berlaku secara
nasional. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai
suku, adat dan tingkat sosial-ekonomi, maupun pendidikan. Sebagai
pedoman umum remaja di Indonesia dapat digunakan batasan usia 1124 tahun”.
Pada saat remaja, berlangsung perkembangan fisik. Perkembangan ini
ditandai dengan bertambahnya tinggi dan berat badan, munculnya ciriciri kelamin primer dan sekunder. Ciri-ciri kelamin primer berkenaan
dengan perkembangan alat-alat produksi, baik pada pria maupun
wanita. Pada awal masa remaja anak wanita mulai mengalami
10
11
menstruasi dan laki-laki mimpi basah, dan pengalaman ini merupakan
pertanda bahwa mereka telah memasuki masa kematangan seksual.
Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan kematangan fisik,
mental, sosial, dan emosi. Remaja memiliki energi yang besar, emosi
yang berkobar – kobar sedangkan pengendalian diri belum sempurna.
Sedangkan mengutip pendapat (Sarwono, 1995) dalam Huda (2013),
bahwa perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam
pertumbuhan masa remaja, yang berdampak pada perubahanperubahan psikologis. Pertumbuhan fisik ini merupakan awal dimana
remaja mempunyai peran dan tanggung jawab terhadap dirinya
sendiri, memanfaatkan apa yang dimiliki sesuai perannya masingmasing, remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku
yang dianggap pantas atau sesuai dengan usianya. Saat inilah masa
remaja membutuhkan bimbingan dari orang-orang terdekat supaya
tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak diharapkan. Hurlock
(1978, hlm.272) mengemukakan “…anak-anak mengetahui apa yang
diharapkan masyarakat terhadap mereka dan pada masa kanak-kanak
akhir mereka telah menyesuaikan diri dengan harapan ini. Pada masa
puber anak-anak dengan sengaja melakukan kebalikan dari apa yang
diharapkan terhadap mereka”.
2.1.2 Ciri-ciri fase remaja
12
Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya membuat
kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan
kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut remaja
memperluas jaringan sosialnya di luar lingkungan keluarga, seperti
lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain. Huda
(2013. Hlm. 4) mengungkapkan Secara umum masa remaja dibagi
menjadi 3 (tiga) bagian yaitu masa remaja awal, masa remaja
pertengahan, dan masa remaja akhir. Berikut penjelasannya :
2.1.2.1
Masa Remaja Awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai
anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai
individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua.
Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan
kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan
teman sebaya. Pada masa ini terjadi preokupasi seksul yang
meninggi, yang tidak jarang menurunkan daya kreatif atau
ketekunan. Mulai renggang dengan orang tuanya dan
membentuk kelompok kawan atau sahabat karib, tingkah
laku kurang dapat dipertanggung jawabkan seperti perilaku
di luar kebiasaan, delikuen dan maniacal atau depresi.
a.
Sikap Protes terhadap Orang Tua.
Remaja pada masa ini cenderung tidak menyetujui
nilai-nilai hidup orang tuanya, sehingga menunjukkan
13
sikap protes terhadap orang tuanya. Dalam upaya
pencarian identitas diri remaja cenderung melihat
kepada tokoh-tokoh di luar lingkungan keluarganya
yaitu: guru, figur ideal yang terdapat dalam film atau
tokoh idola.
b.
Pre-okupasi dengan Badan Sendiri.
Tubuh seorang remaja pada masa ini mengalami
perubahan yang cepat sekali, perubahan ini menjadi
perhatian khusus bagi diri remaja.
c.
Kesetiakawanan dengan Kelompok Seusia.
Remaja pada kelompok umur ini merasakan keterikatan
dan kebersamaan dengan kelompok seusia dalam upaya
mencari kelompok senasib, hal ini tercermin dalam cara
berprilaku sosial.
d.
Kemampuan untuk berfikir secara Abstrak.
Daya kemampuan berfikir seorang remaja mulai
berkembang dan dimanifestasikan dalam bentuk diskusi
untuk mempertajam kepercayaan diri.
e.
Perilaku yang Labil dan Berubah-ubah.
Remaja
sering
memperlihatkan
perilaku
yang
berubahubah, pada suatu waktu tampak bertanggung
jawab, tetapi dalam waktu lain tampak masa bodoh dan
tidak bertanggung jawab. Remaja merasa cemas akan
perubahan
dalam
dirinya,
perilaku
demikian
14
menunjukkan bahwa dalam diri remaja terdapat konflik
yang memerlukan perhatian dan penanganan yang
bijaksana.
2.1.2.2
Masa remaja pertengahan (15-18 tahun).
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan
berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran
yang penting, namun individu sudah lebih mampu
mengarahkan mengarahkan diri sendiri (self-directed). Pada
masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan
tingkah laku, membuat keputusan-keputusan awal yang
berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai.
Selain ini penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi
individu.Hubungan dengan kawan dari lawan jenis mulai
meningkat pentingnya, fantasi dan fanatisme terhadap
berbagai aliran misalnya mistik, musik dan lainnya
menduduki tempat yang paling kuat dalam prioritasnya,
politik dan kebudayaan mulai menyita perhatiannya
sehingga kritik tidak jarang dilontarkan kepada keluarga
dan masyarakat yang dianggap salah dan tidak benar,
seksualitas mulai tampak dalam ruang atau skala identitas
diri dan desploritas lebih terarah untuk meminta bantuan.
2.1.2.3
Masa Remaja Akhir (19-22 tahun).
15
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki
peranperan orang dewasa. Selama periode ini remaja
berusaha
memantapkan
tujuan
vokalisional
dan
mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang
kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok
teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri tahap ini.
Masa ini remaja mulai lebih luas, mantap dan dewasa dalam
ruang lingkup penghayatannya. Ia lebih bersifat menerima
dan mengerti, malahan sudah mulai menghargai sikap orang
atau pihak lain yang mungkin sebalumnya ditolak. Memiliki
karier tertentu dan sikap kedudukan, kultural, politik
maupun etikanya lebih mendekati orang tuanya. Bila
kondisinya kurang menguntungkan, maka masa turut
diperpanjang dengan konsekwensi imitasi, bosan dan
merosot tahap kesulitan jiwanya. Memerlukan bimbingan
dengan baik dan bijaksana dari orang-orang di sekitarnya
seperti :
a.
Kebebasan dari Orang tua.
Dorongan untuk menjauhkan diri dari orang tua
menjadi realitas. Remaja mulai merasakan kebebasan,
tetapi juga merasa kurang menyenangkan, pada diri
remaja timbul kebutuhan untuk terikat dengan orang
lain melalui ikatan cinta yang stabil.
b.
Ikatan terhadap Pekerjaan dan Tugas.
16
Seringkali remaja menunjukkan minat pada suatu
tugas tertentu yang ditekuni secara mendalam. Terjadi
pengembangan akan cita-cita masa depan yaitu mulai
memikirkan melanjutkan sekolah atau langsung
bekerja untuk mencari nafkah.
c.
Pengembangan nilai moral dan etis yang mantap.
Pada masa ini remaja mulai menyusun nilai-nilai
moral dan etis sesuai dengan cita-cita.
d.
Pengembangan hubungan pribadi yang labil.
Adanya tokoh panutan atau hubungan cinta yang
stabil menyebabkan terbentuknya kestabilan diri
remaja.
e.
Penghargaan
kembali
pada
orang
tua
dalam
berbagai
aspek
kedudukan yang sejajar.
Masa
remaja
memiliki
ciri
khusus
dalam
perkembangan antara lain:
a.
Perkembangan fisik dan psikoseksual
Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan yang pesat dan
munculnya dari perubahan fisik. Perubahan ini meliputi ukuran
perubahan tubuh, perubahan proporsi dan munculnya ciri kelamin
utama (primer) dan sekunder karena mulai berfungsinya
hormonhormon
sekunder
khususnya
hormon
reproduksi.
17
Perubahan ini berbeda bagi remaja laki-laki dan perempuan
(Endang Poerwanti, 2002: 107).
Perubahan fisik pada masa remaja perempuan nampak lebih
menonjol pada pertumbuhan tulang (badan menjadi tinggi dan
anggota badan menjadi panjang), mulai tumbuh payudara, mulai
memperoleh haid atau menstruasi, serta tumbuh bulu-bulu halus
sekunder. Pertumbuhan lain yang nampak menonjol pada remaja
perempuan adalah kulit yang berubah menjadi halus dan pinggul
yang membesar. Sedang pada remaja laki-laki ditandai dengan
perubahan suara, pertumbuhan tinggi badan yang pesat,
pembesaran pada alat kelamin, dada bertambah bidang, kulit
menjadi kasar dan berbulu, serta pertumbuhan otot (Endang
Poerwanti, 2002: 108).
Bersamaan dengan perkembangan fisik juga organ-organ seksual
berkembang menjadi masak. Adapun tanda-tanda kematangan
seksual primer pada laki-laki adalah pada penis, testes, dan
skrotum. Pada laki laki juga mengalami ejakulasi atau sering
digambarkan sebagai ‘mimpi basah’. Sedangkan pada perempuan
adalah pada rahim dan saluran telur, vagina, bibir kemaluan, dan
klitoris (Rita Eka Izzaty dkk, 2008: 128).
18
Perkembangan fisik yang pesat pada diri remaja selalu diiringi
dengan perkembangan psikoseksual. Seringkali penyimpangan
dari bentuk badan khas perempuan atau laki-laki menimbulkan
kegusaran batin yang cukup mendalam karena pada masa ini
perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya
(Monks dkk, 2006: 268).
b.
Perkembangan kognitif
Sebagaimana
kecerdasan
aspek
(kognisi)
lain,
dalam
juga
perkembangan
mengalami
remaja,
perkembangan.
Berdasarkan teori Kognitif Piaget, remaja memasuki tahap
pemikiran operasi formal yang merupakan tahap keempat dan
terakhir dari perkembangan kognitif menurut Piaget (Santrock,
2007: 126).
Dilihat dari implikasi tahapan operasional formal dari Piaget pada
remaja, maka individu remaja telah memiliki kemampuan
introspeksi (berpikir kritis tentang dirinya), berfikir logis
(pertimbangan terhadap hal-hal yang penting dan mengambil
kesimpulan), berfikir berdasar hipotesis (adanya pengujian
hipotesis), menggunakan symbol-simbol, berfikir yang tidak
kaku/ fleksibel berdasarkan kepentingan (Rita Izzaty dkk, 2008:
133).
c.
Perkembangan Emosi pada Remaja
19
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa
kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada rangsangan yang
membangkitkan emosi terhadap cara mengungkapkan emosi
mereka. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan
meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau
berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang lain yang
menyebabkan amarah (Hurlock, 1980: 213).
Kematangan emosi pada remaja diawali dengan pengendalian
emosi. Remaja yang sudah memiliki kematangan emosi biasanya
mampu menahan diri untuk tidak melampiskan emosinya di
depan umum, remaja mulai memikirkan baik buruknya akibat
yang ditimbulkan. Remaja sudah mampu menganalisis situasi
dengan kritis, dengan melakukan intropeksi dan koreksi diri
sebelum mereaksi sesuatu hal. Remaja juga mampu menunjukkan
suasana hati yang lebih stabil dan mulai tenang (Endang
Poerwanti, 2002: 114).
d.
Perkembangan Sosial
Dalam masa remaja cakrawala interaksi sosial telah meluas dan
kompleks. Selain berkomunikasi dengan keluarga juga dengan
sekolah dan masyarakat umum yang terdiri atas anak-anak
maupun orang dewasa dan teman sebaya pada khususnya.
Bersamaan dengan itu mulai memperhatikan dan mengenai
20
norma-norma yang berlaku serta melakukan penyesuaian diri
kedalam sosial (Sri Rumini & Siti Sundari, 2004: 77).
2.1.3 Perubahan Biologis, Sosial, dan Psikis pada Remaja
2.1.3.1
Perubahan biologis
Remaja sudah matang secara fisik. Menurut Freud remaja
telah melewati tahapan perkembangan fisik sebelumnya
(Baharuddin, 2009) Masa remaja merupakan tahap yang
sangat menantang dalam kehidupan anak. Kebanyakan
remaja merasa bahwa mereka independen (mandiri) dan
ingin mengambil semua keputusan sendiri, padahal mereka
tidak
yakin
tentang
diri
mereka
sendiri.
Hal
ini
menyebabkan banyak kebingungan bagi mereka. Untuk
mengatasi semua itu, perubahan fisik yang mereka alami
kadang-kadang menyebabkan mereka stres dan kecemasan.
Kebanyakan masalah remaja tumbuh dari kebingungan dan
stress (Haditono, 2004)
Pada
masa
remaja
terjadi
pertumbuhan
fisik
(organobiologik) secara cepat, yang tidak seimbang dengan
perubahan kejiwaan (mental emosional). Perubahan yang
cukup besar ini dapat membingungkan remaja yang
mengalaminya. Karena itu penting bagi remaja untuk
mempelajari perubahan yang terjadi pada setiap tahap
21
kehidupan remaja agar mampu menerima perubahanperubahan yang terjadi pada tahap kehidupannya (Djaali,
2008)
Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2014), antara lain :
a.
Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu
perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan
memberikan dampak langsung pada individu yang
bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan
selanjutnya.
b.
Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti
perkembangan masa kanak-kanak lagi dan belum dapat
dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak
jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk
mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan
pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan
dirinya.
c.
Masa
remaja
sebagai
periode
perubahan,
yaitu
perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan
peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada
nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
d.
Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang
dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa
dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.
22
e.
Masa
remaja
sebagai
masa
yang menimbulkan
ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur,
cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang
membuat banyak orang tua menjadi takut.
f.
Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja
cenderung memandang kehidupan dari kacamata
berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan
orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan
sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
g.
Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami
kebingungan
atau
kesulitan
didalam
usaha
meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan
didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau
sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman
keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam
perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini
akan memberikan citra yang mereka inginkan.
2.1.3.2
Perubahan sosial.
Perkembangan Sosial remaja menurut Santrock (2003) yaitu
remaja telah mengalami masa perkembangan sensorimotor
(dimulai pada usia 2 tahun), praoperasional (dimulai pada
usia 2 sampai 7 tahun) dan tahap operasional konkret (usia
7 sampai dengan 12 tahun). Tahapan perkembangan sosial
23
pada remaja yaitu : tahapan perubahan praoperasional
formal (usia 12 tahun ke atas). Pada tahapan ini seseorang
sudah mampu berpikir secara abstrak, sudah mampu
memahami situasi yang belum pernah dialami, sudah
mampu berpikir tentang ide, memprediksi sesuatu dan juga
berpikir kritis. Tahapan ini merupakan potensi bagi remaja.
Remaja dengan kemampuan kognitif yang masih segar
mampu memberikan ide yang terbaik. Ada diantara mereka
yang mampu menjadi penemu atau peneliti muda. Kalau
kemampuan mereka dioptimalkan maka mereka bisa
menjadi penerus bangsa yang ideal (Bakhtiar, 2012;
Narwoko dan Suyanto, 2013).
2.1.3..3
Perubahan mental atau psikis
Menurut Kohlberg (1995), perubahan mental atau psikis
pada remaja adalah :
a.
Preconvensional
Learning
(Penalaran
Prakonvensional). Pada tahapan ini remaja akan
mentaati suatu perintah bukan karena faktor internal
tetapi dikontral faktor eksternal berupa ganjaran dan
hukuman
b.
Convensional Reasoning
(Penalaran Konvensional).
Pada tahapan ini internalisasi masih setengah-setengah.
Seorang remaja patuh secara internal pada skala
24
tertentu tetapi standar itu ditetapkan oleh orang lain
misalkan oleh orang tua atau aturan sosial.
c.
Postconvensional
Reasoning
(Penalaran
Postkonvensional). Pada tahap ini moralitas secara
penuh sudah diinternalisasikan dan tidak dipengaruhi
oleh faktor eksternal
Menurut Setiawati, 2008; King, 2010 mengatakan bahwa
remaja
umumnya
sudah
berada
pada
penalaran
Postkonvensional. Remaja mentaati peraturan bukan karena
faktor dari luar. Remaja memahami aturan moral dan
mampu memberikan aturan alternatif. Nilai-nilai kehidupan
universal telah mampu dipahami oleh para remaja.
2.1.4 Tugas perkembangan Masa Remaja
Setiap tahap perkembangan manusia terdapat tugas-tugas tertentu dan
merupakan harapan dari masyarakat yang harus dipenuhi oleh
individu. Tugas-tugas ini disebut dengan tugas perkembangan dimana
keberhasilan dalam mencapai tugas perkembangan ini berkaitan
dengan keberhasilan seseorang dalam mencapai tugas perkembangan
pada tahap selanjutnya. Pada masa remaja, tugas-tugas perkembangan
tersebut disebutkan Havighurst (Hendrianti Agustiani, 2006: 62)
sebagai berikut:
25
a.
Mencapai relasi baru dan lebih matang bergaul dengan teman
seusia dari kedua jenis kelamin.
b.
Mencapai maskulinitas dan feminitas dari peran sosial.
c.
Menerima perubahan fisik dan menggunakannya secara efektif.
d.
Mencapai ketidaktergantungan emosional dari orangtua dan orang
dewasa lainya.
e.
Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
f.
Menyiapkan diri untuk karir ekonomi.
g.
Menemukan set dari nilai-nilai dan sistem etika sebagai petunjuk
dalam berperilaku mengembangkan ideologi.
h.
Mencapai dan diharapkan untuk memiliki tingkah laku sosial
secara bertanggung jawab.
2.1.5 Faktor – faktor yang mempengaruhi lancarnya pelaksanaan tugastugas perkembangan
Sukses atau gagalnya pelaksanaan tugas perkembangan remaja
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
a.
Pertumbuhan fisik remaja. Tugas perkembangan remaja akan
sukses bila pertumbuhan fisik remaja berjalan dengan sewajarnya.
b.
Perkembangan psikis remaja. Tugas perkembangan akan sukses
bila perkembangan psikisnya, seperti mental, sikap, perasaannya
berkembang dengan wajar.
c.
Posisi remaja dalam keluarga. Kelancaran tugas perkembangan
juga banyak dipengaruhi oleh posisinya ditengah keluarga;
26
sebagai anak tunggal atau bukan, anak kandung atau anak angkat,
anak pertama atau anak terakhir.
d.
Kesempatan
remaja
untuk
mempelajari
tugas-tugas
perkembangan. Banyak sedikitnya kesempatan yang dimiliki
remaja sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas perkembangan
remaja.
e.
Motivasi diri. Ada tidak adanya motivasi, kuat atau lemahnya,
atau faktor pendorong yang ada dalam diri seorang remaja akan
memperlancar
atau
menghambat
pelaksanaan
tugas-tugas
perkembangan remaja.
2.1.6 Masalah – masalah yang terkait dengan pencapaian tugas – tugas
perkembangan remaja
Menurut Hurlock (2014) ada beberapa masalah yang dialami remaja
dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
a.
Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan
dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik,
penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
b.
Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status
yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian
kemandirian,
kesalahpahaman
atau
penilaian
berdasarkan
stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih
sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
27
2.1.7 Upaya menumbuhkan tugas perkembangan remaja
Untuk memperlancar dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan
remaja, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan (Kohlberg, 1995)
a.
Memberi banyak kesemempatan kepada remaja untuk aktif dalam
berbagai aktivitas sosial, seperti olahraga dan seni.
b.
Membantu mengarahkan peran remaja sesuai dengan tugasnya.
c.
Membantu remaja yang lambat perkembangannya melalui
penjelasan bahwa hal itu biasa terjadi dalam perubahan jasmani
yang bersifat variatif 4. Membantu remaja untuk memilih
lapangan kerja yang tepat dan sesuai dengan bakat dan
keinginannya.
2.2 Citra Tubuh
2.2.1 Pengertian Citra Tubuh
Menurut
Morrison,
dikonseptualisasikan
Kalin
sebagai
dan
Morrison
konstruk
multi
(2004)
citra
dimensional
tubuh
yang
mencerminkan individu berfikir, merasakan, dan bertingkah laku
berkaitan dengan atribut-atribut fisik individu tersebut. Penilaian positif
atau negatif terhadap dirinya dipengaruhi oleh evaluasi terhadap
fisiknya, yang berkaitan dengan konsep ideal yang berlaku pada saat
itu. Honigam dan Castle (Rombe, 2014) menambahkan citra tubuh
merupakan gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran
tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan
28
penilaian atas apa yang dipikirkan dan dirasakan terhadap ukuran dan
bentuk tubuhnya melalui penilain orang lain terhadap dirinya.
Menurut Cash (1994) citra tubuh adalah penilaian dari pengalaman
perasaan seseorang mengenai karakteristik dirinya. Sedangkan menurut
Davison dan McCabe (2005) istilah citra tubuh mempunyai pengertian
yaitu persepsi dan sikap seseorang terhadap tubuhnya sendiri. Rudd dan
Lennon (2000) menyatakan bahwa citra tubuh adalah gambaran mental
yang seseorang miliki tentang tubuhnya yang meliputi dua komponen
yaitu komponen perseptual (ukuran, berat, bentu, karakteristik, gerakan,
dan performasi tubuh) dan komponen sikap (apa yang individu rasakan
tentang tubuh dan bagaimana perasaan tersebut mengarahkan pada
tingkah laku).
Papalia, Olds, dan Feldman (2009) menambahkan bahwa citra tubuh
merupakan keyakinan yang evaluatif dan deskriptif mengenai
penampilan diri sendiri. Menurut Truby dan Paxton (2002) citra tubuh
dapat ditinjau dari bagaimana individu mempersepsi ukuran tubuhnya
(body size perception) dan seberapa puas individu akan tubuh yang
dimilikinya (body size satisfaction). Untuk mengetahui persepsi tubuh
dan kepuasan individu akan tubuh adalah dengan meninjau bagaimana
individu melihat tubuhnya dan bagaimana tubuh ideal yang diinginkan
kemudian dibandingkan dengan ukuran tubuh yang sebenarnya.
29
Berdasarkan pengertian citra tubuh di atas, dapat ditarik kesimpulan
bawa citra tubuh adalah suatu sikap atau perasaan puas dan tidak puas
yang dimiliki oleh individu terhadap tubuhnya sehingga melahirkan
penilaian positif atau negatif pada diri individu tersebut.
2.2.2 Aspek-Aspek Citra Tubuh
Truby dan Paxton (2002) membedakan aspek citra tubuh menjadi dua
bagian antara lain:
2.2.2.1 Body Size Perception
Aspek ini mencakup bagaimana individu mempersepsi ukuran
tubuhnya masuk kedalam katagori kurus, sedang atau gemuk
terlepas dari ukuran tubuh sebenarnya yang dimiliki.
Perbedaan antara ukuran tubuh yang sebenarnya dimiliki
dengan anggapan individu akan tubuhnya dapat mengungkap
persepsi individu akan tubuhnya.
2.2.2.2 Body Size Satisfaction
Aspek ini mencakup seberapa puas individu akan tubuh yang
dimilikinya. Kepuasan individu akan tubuhnya terlihat dari
seberapa ingin individu mengubah tubuhnya menjadi lebih
kurus atau lebih gemuk. Individu dikatakan puas dengan
tubuhnya jika tidak memiliki keinginan untuk merubah
tubuhnya dan merasa cukup dengan tubuh yang dimiliki saat
ini.
30
Berdasarkan aspek dari citra tubuh di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa individu yang memiliki citra tubuh positif
adalah individu yang memiliki persepsi tubuh (body size
perception) sesuai dengan ukuran tubuh sebenarnya, tanpa
merasa memiliki tubuh lebih kecil atau besar. Selain itu, adalah
individu yang merasa puas (body size satisfaction) dengan
tubuhnya tanpa adanya keinginan untuk mengubah bagian dari
tubuhnya.
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi citra tubuh
Berdasarkan
hasil
temuan
Davinson
dan
McCabe
(2005),
mengungkapkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi citra tubuh.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa wanita
lebih negatif dalam memandang citra tubuh (Davinson & McCabe,
2005). Hal serupa dinyatakan oleh Chase, Nicholas dan Robert (2001)
yang menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor penting dalam
perkembangan citra tubuh seseorang. Hasil penelitian Pope, Philips dan
Olivardia
(2000)
juga
menunjukkan
bahwa
perempuan
lebih
memperhatikan penampilan fisik dibandingkan pria.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh yaitu:
a.
Usia
Pada usia remaja, citra tubuh menjadi hal yang penting dan hal ini
berdampak pada usaha berlebih individu dalam mengontrol berat
badan. Ketidakpuasan remaja putri pada tubuhnya meningkat pada
31
awal hingga pertengahan usia remaja sedangkan pada remaja putra
yang semakin berotot menjadi semakin tidak puas pada tubuhnya
(Papalia & Olds, 2009). Usia dewasa juga merupakan usia riskan
mengalami ketidakpuasa akan tubuh. Rozim dan Fallon (Hubley &
Quinlan, 2005) menyatakan bahwa generasi yang lebih tua
cenderung tidak puas terhadap tubuh daripada generasi yang lebih
muda.
b.
Media masa
Media masa sangat berperan aktif dalam mempengaruhi gambaran
tubuh ideal seseorang, baik laki-laki maupun perempuan. Model
tubuh ideal mengalami perkembangan dari zaman ke zaman dan
didukung dengan perkembangan teknologi yang sangat maju
sehingga informasi mengenai perkembangan standar tubuh ideal
dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat yang membuat para
wanita di seluruh dunia mengikuti perubahan tersebut, khususnya
remaja puteri yang menilai tubuh ideal berdasarkan informasi dari
media massa sehingga mereka akan terus mengidentifikasikan
tubuh ideal yang ditunjukkan oleh media massa. Sejalan dengan
hasil penelitian yang menunjukkan bahwa semakin sering individu
melihat sosok tubuh sempurna, maka semakin besar obsesi untuk
bisa menjadi seperti model dalam majalah (Mills & D’Alfonso,
2007).
32
c.
Orang tua
Hasil penelitian dari berbagai peneliti telah menemukan bahwa
kurangnya dukungan orang tua menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan peningkatan ketidakpuasan tubuh di masa depan.
(Bearman, Presnell, Martinez, & Stice, 2006). Serta remaja muda
yang tidak puas dengan tubuh mereka terbukti terdapat pengaruh
orang tua yang kurang mengasuh dan hangat (Bearman, Presnell,
Martinez, & Stice, 2006). Temuan ini konsisten untuk anak lakilaki dan perempuan.
d.
Dukungan teman sebaya
Remaja yang merasa bahwa dirinya mendapatkan dukungan dari
teman sebaya akan memiliki citra tubuh yang positif (Irdianty dan
Hadi, 2012) dan secara langsung memiliki tingkat ketidakpuasan
tubuh yang rendah (Bearman, Presnell, Martinez, & Stice, 2006;
Stice, Presnell, & Spangler, 2002).
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi citra tubuh individu
yang telah dijelaskan di atas bahwa dukungan teman sebaya adalah
salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh
pada remaja. Seorang remaja yang mendapatkan dukungan dari
teman sebayanya memiliki citra tubuh yang positif serta tingkat
ketidakpuasan pada tubuhnya rendah dibandingkan remaja yang
tidak mendapatkan dukungan dari teman sebayanya.
33
2.2.4 Penggolongan Citra Tubuh
2.2.4.1 Citra Tubuh Positif
Ketika kita memiliki gambaran mental yang akurat dan benar
tentang tubuh kita, beserta perasaan, pengukuran, dan
hubungan kita dengan tubuh kita sendiri secara positif, percaya
diri, dan peduli pada tubuh, hal tersebut dimungkinkan sebagai
individu yang memiliki citra tubuh yang sehat dan konsep diri
yang positif (Meliana, 2006). Citra tubuh yang sehat lebih dari
sekedar ketiadaan perlawanan dengan makanan, berat tubuh
atau penampilan fisik.
Citra tubuh dikatakan positif apabila seseorang menerima dan
menyukai bagian tubuh akan memberikan rasa aman, terhindar
dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Persepsi dan
pengalaman individu terhadap tubuhnya dapat merubah citra
tubuh secara dinamis. Persepsi orang lain di lingkungan
seseorang terhadap tubuhnya turut mempengaruhi penerimaan
klien terhadap dirinya (Keliat, 2006). Adapun hal-hal lain yang
menjadi komponen terbentuknya citra tubuh positif adalah
kepedulian
pada
pengembangan
tubuh
sendiri,
kepercayaan
diri
pengekspresian
dalam
kapasitas
diri,
dan
kemampuan fisik seseorang, serta pengembangan konsep diri
yang positif.
34
2.2.4.2 Citra Tubuh Negatif
Berbagai permasalahan body image, yang paling umum adalah
masa
ketidakpuasan
terhadap
sosok
tubuh
(body
dissatisfaction) dan distorsi citra tubuh. Ketidakpuasan berarti
ketidaksukaan individu terhadap tubuhnya atau bagian-bagian
tubuh tertentu. Besarnya kesenjangan antara citra tubuh ideal
dengan citra tubuh nyata merupakan indikator adanya
ketidakpuasan terhadap sosok tubuh. Seseorang bisa saja
mengatakan tubuhnya “jelek”, saat orang lain menganggapnya
cukup menarik. Body dissatisfation dan distorsi image umum
dialami oleh para gadis dan perempuan dewasa, yang akhirnya
menyebabkan mereka mengalami penghargaan diri yang
rendah.
Suatu penelitian menunjukan bahwa perempuan yang melihat
gambar model yang bertubuh kurus menjadi merasa bersalah,
depresi, stress, malu, tidak aman dan tidak puas terhadap sosok
tubuhnya (Stice&Shaw dalam Meliana, 2006). Hal-hal yang
mempengaruhi
citra
tubuh
negatif
seseorang
adalah
penerimaan terhadap bentuk tubuh pembandingan dengan
orang lain yang membuat seseorang gugup ketika orang lain
melakukan evaluasi terhadap dirinya, komentar atau penilaian
ngatif orang lain, ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh (body
dissatisfaction) sehingga seseorang akan melakukan segala hal
35
agar terjadi perubahan pada penampilannya (Meliana, 2006
dalam Yundarini dkk, 2015).
Download