BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan adalah ilmu yang mempelajari penyimpangan atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dapat mempengaruhi perubahan, penyimpangan atau tidak berfungsinya secara optimal setiap unit yang terdapat dalam sistem hayati tubuh manusia, baik secara individu, keluarga, ataupun masyarakat dan ekosistem. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan lebih sering dibandingkan dengan manusia lain yang berada diluarnya serta saling ketergantungan untuk memenuhi keperluan barang dan jasa yang penting untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Masalah – masalah lain diluar kesehatan sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masalah, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi – segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah “ sehat sakit “ atau kesehatan tersebut. Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat, saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat dan interest yang sama (WHO). Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai interest yang sama (Riyadi, 2007). Menurut WHO (1959), keperawatan komunitas adalah bidang perawatan khusus yang merupakan gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guna meningkatkan kesehatan, penyempumaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga, yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan. Keperawatan kesehatan komunitas menurut ANA (1973) adalah suatu sintesa 1 dari praktik kesehatan masyarakat yang dilakukan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat. Praktik keperawatan kesehatan komunitas ini bersifat menyeluruh dengan tidak membatasi pelayanan yang diberikan kepada kelompok umur tertentu, berkelanjutan dan melibatkan masyarakat. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan komunitas adalah suatu bidang dalam ilmu keperawatan yang merupakan keterpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta masyarakat, serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan dengan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif, secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kesatuan yang utuh melalui proses keperawatan untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal. Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat termasuk individu, keluarga, dan kelompok yang beresiko tinggi seperti keluarga penduduk di daerah kumuh, daerah terisolasi dan daerah yang tidak terjangkau termasuk kelompok siswa di sekolah.Dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas pelajar intervensi dibuat untuk seluruh pelajar dan lingkungan sekolah sehingga diharapkan suatu hasil yang berarti untuk civitas akademika sendiri. Profesional kesehatan lebih banyak meluangkan waktu dengan lansia dalam perawatan kesehatan, karena itu mereka harus berfokus untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan khususnya.Lansia memerlukan bantuan yang lebih besar dalam identifikasi, definisi, dan resolusi masalah yang mempengaruhi mereka.Insiden masalah kesehatan kronis yang lebih besar, kemajuan teknologi dan masalah ekonomi, social, dan kesehatan kontemporer masa kini mendorong professional perawatan kesehatan berfokus pada peningkatan harapan dan kualitas hidup. Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah penduduk 2 usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan seharihari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak semua perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan setengah dari populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas. Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur 65 tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan. B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari lanjut usia (lansia)? 2. Apa saja kebutuhan lanjut usia (lansia)? 3. Bagaimana teori proses menua? 4. Apa saja perubahan pada lanjut usia (lansia)? 5. Apa saja tugas perkembangan pada lanjut usia (lansia)? 6. Apa saja permasalahan pada lanjut usia (lansia)? 7. Bagaimana sikap perawat terhadap lanjut usia (lansia)? 8. Bagaimana asuhan keperawatan pada lanjut usia (lansia)? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari lanjut usia (lansia). 2. Untuk mengetahui kebutuhan lanjut usia (lansia)? 3. Untuk mengetahui teori proses menua? 4. Untuk mengetahui perubahan pada lanjut usia (lansia)? 5. Untuk mengetahui tugas perkembangan pada lanjut usia (lansia)? 6. Untuk mengetahui permasalahan pada lanjut usia (lansia)? 7. Untuk mengetahui sikap perawat terhadap lanjut usia (lansia)? 3 8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lanjut usia (lansia)? 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Lanjut Usia Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65 dan 75 tahun. Jumlah kelompok usia ini meningkat drastic dan ahli demografi memperhitungkan peningkatan populasi lansia sehat terus menigkat sampai abad selanjutnya (Potter & Perry, 2005). Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat (Ismayadi, 2004). Menurut Constantinidies menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan mempertahankan fungsi formalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menurut organisasi dunia (WHO) lanjut usia meliputi usia pertengahan (middleage) adalah kelompok usia 45-59 tahun, Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia 60-74 tahun, Usia lanjut (old) adalah kelompok usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia diatas 90 tahun. Asuhan keperawatan lansia mengahadapi tantangan khusus karena perbedaan fisiologis, kognitif, dan kesehatan psikososial. Lansia bervariasi pada 5 tingkat kemampuan fungsional. Mayoritas merupakan anggota komunitas yang aktif, terlibat, dan produktif.Hanya sedikit yang telah kehilangan kemampuan untuk merawat diri sendiri, bingung atau merusak diri, dan tidak mampu mebuat keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan mereka. B. Kebutuhan Lanjut Usia Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup orang lanjut usia antara lain kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman, kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia, sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lanjut usia agar dapat mandiri. Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi: 1. Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya. 2. Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya. 3. Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya. 4. Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya. 5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan. 6 Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki kebutuhan psikologis dasar (Setiati,2000). Kebutuhan tersebut diantaranya orang lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang lanjut usia, keluarga dan lingkungannya. Jika kebutuhan kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul masalahmasalah dalam kehidupan orang lanjut usia yang akan menurunkan kemandiriannya (Ismayadi, 2004). C. Teori Proses Menua Ada beberapa teori tentang proses penuaan, antara lain: 1. Teori Genetic Clock Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu . Setiap spesies mempunyai di dalam nukleinya suatu jam genetik yang telah di putar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar.. Jadi menurut konsep ini jika jam ini berhenti, kita akan mati meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit terminal. Konsep “ genetic clock” didukung oleh kenyatan bahwa ini cara menerangkan mengapa pada beberapa spesies terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata. 2. Teori Mutasi Genetik (somatic mutatie theori ) Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. 3. Teori “ pemakaian dan rusak “ Kelebihan usaha dan stres menyebabkan se –sel tubuh lelah terbakar. 4. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut “ teori akumulasi dari produk sisa”. 5. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan. 6. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi. 7. Reaksi dari kekebaian sendiri ( auto immunne theori) 7 Didalam metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga tubuh menjadi lemah dan sakit. 8. “ Teori imonologi saw virus” Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh. 9. Teori stres menua akibat terjadi hilangnya sel – sel yang bisa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel –sel tubuh lelah terpakai. 10. Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat dibentuk dialam bebas, tidak stabil radikal bebas ( kelompok atom ) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan – bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel –sel tidak dapat regenerasi. 11. Teori rantai silang. Sel – sel yang tua dan usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi. 12. Theori program. Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah yang membelah setelah sel- sel mati. D. Perubahan pada Lansia 1. Perubahan-perubahan fisik: a. Sel. Lebih sedikit jumlahnya b. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan kurangnya cairan intramuskuler\ c. Menurunnya porposi protein di otak, otot,ginjal, darah dan hati d. Terganggunya mekanisme perbaikan sel e. Otak menjadi atropis beratnya berkurang 5-10% 2. Sistem pernafasan a. Cepat menurunnya persarafan b. Lambannya dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya dengan stres. 8 c. Mengecilnya saraf panca indra: berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan rasa. Lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin. d. Kurangnya sensitif pada sentuhan 3. Sistem Pendengaran a. Prebiakusis ( gangguan dalam pendengaran ), hilangnya kemampuan atau daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi dan atau nada – nada tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata, 50% terjadi pada usia diatas 65 tahun. b. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis c. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkanya kreatin d. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres 4. Sistem penglihatan a. Spingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar b. Kornea lebih berbentuk sferis atau bola, lensa lebih suram atau kekeruhan pada lensa menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan c. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap d. Hilangnya daya akomodasi, menurunya lapang pandang, menurunnya membedakan warna biru atau hijau. 5. Sistem kardiovaskuler a. Elastisitas dinding vaskuler menurun,katup jantung menebal dan menjadi kaku. b. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, menyebabkan kontraksi dan volumenya. c. Kehilangan elestisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk, atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing mendadak). 9 d. Tekanan darah meningkat diakibatkan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer, sistolik normal kurang lebih 170 mmHg, diastolik normal kurang lebih 90 mmHg 6. Sistem pengaturan temperatur tubuh. Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai termostat, yaitu menetapkan suhu teratur, kemunduran terjadi akibat berbagai faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemui antara lain: a. Temperatur tubuh menurun atau hipotermi secara fisiologis kurang lebih 35 derajat celcius ini akibat metabolisme menurun. b. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot. 7. Sistem Respirasi a. Otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktifitas silia b. Paru – paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman bernafas menurun. c. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang d. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, karbodioksida pada arteri tidak berganti e. Kemampuan untuk batuk berkurang f. Kemampuan pegas, dinding dada dan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia. 8. Sistem gastrointestinal a. Kehilangan gigi penyebab utama adanya periondontal disease b. Indra pengecap menurun dan esofagus melebar c. Lambung : rasa lapar menurun asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun d. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi e. Liver : makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah 10 9. Sistem Genitourinaria a. Ginjal: mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% fungsi tubulus berkurang. b. Vesika urinaria : otot – otot menjadi lemah, kapasitas menurun sampai 200 ml, atau dapat menyebabkan buang air kecil meningkat, vasikaurinaria susah dikosongkan sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urin. c. Pembesaran prostat kurang lebih 75 % dialami oleh pria diatas 65 % tahun d. Atrofi vulva 10. Sistem Endokrin a. Produksi dari hampir semua hormon menurun. b. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah. c. Pitutari: pertumbuhan hormon ada terapi lebih rendah dan hanya didalam pembuluh darah,berkurangnya produksi dari ACT,TSH,FSH dan LH. d. Menurunnya aktifitas tiroid menurunnya BMR dan daya pertukaran zat e. Menurunnya produksi aldosteron f. Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya progesteron, estrogen dan testosteron 11. Sistem integumen a. Kulit keriput atau mengkerut b. Permukaan kulit kasar dan bersisik c. Menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun. d. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu. e. Rambut dan hidung dan telinga menebal. f. Berkurangnya elastisitas kulit akibat dari menurunnya cairan dan vaskularitas g. Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya. h. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya. 12. Sistem muskoloskeletal a. Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh b. Kiposis, pinggang lutut dan jari –jari pergelangan terbatas geraknya. 11 c. Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek. d. Persendian membesar dan kaku e. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis f. Atropi serabut otot, sehingga gerak menjadi lambat, otot kram dan tremor. E. Tugas Perkembangan Lansia Peck mengonseptualisasikan tiga tugas yang berisi pengaruh dari hasil konflik antara perbedaan integritas dan keputusasaan, yaitu: 1. Perbedaan ego versus preokupasi peran kerja Tugas ini membutuhkan pergeseran sistem nilai seseorang, yang memungkinkan lansia untuk mengevaluasi ulang mendefinisikan kembali pekerjaan mereka. Penilaian ulang ini mengrahkan lansia untuk mengganti peran yang sudah hilang dengan peran dan aktivitas baru. Selanjutnya, lansia mampu menemukan cara-cara baru memandang diri mereka sendiri sebagai orangtua dan okupasi. 2. Body transcendence versus preokupasi tubuh Sebagian besar lansia mengalami beberapa penurunan fisik. Untuk beberapa orang, kesenangan dan kenyamanan berarti kesejahteraan fisik. Orang-orang tersebut mungkin mengalami kesulitan terbesar dalam mengabaiakan status fisik mereka. Orang lain memiliki kemampuan untuk terlibat dalam kesenangan psikologi dan aktivitas sosial sekalipun mereka mengalami perubahan dan ketidaknyamanan fisik. Peck mengemukakan bahwa dalam sistem nilai mereka, ”sumber-sumber kesenangan sosial dan mental dan rasa menghormati diri sendiri mengabaikan kenyamanan fisik semata.” 3. Transendensi ego versus preokupasi ego Peck mengemukakan bahwa cara paling konstruktif untuk hidup di tahuntahun terakhir dapat didefinisikan dengan : ”hidup secara dermawan dan tidak egois yang merupakan prospek dari kematian personal-the night of the ego, yang bisa disebut-paras dan perasaan kurang penting dibanding pengetahuan yang telah diperoleh seseorang untuk masa depan yang lebih luas dan lebih panjang daripada yang dapat dicakup oleh ego seseorang”. 12 Manusia menyelesaikan hal ini melalui warisan mereka, anak-anak mereka, kontribusi mereka pada masyarakat, dan persahabatan mereka. Mereka ”ingin membuat hidup lebih aman, lebih bermakna, atau lebih bahagia bagi orangorang yang meneruskan hidup setelah kematian.” Untuk mengklarifikasi, ”individu yang panjang umur cenderung lebih khawatir tentang apa yang mereka lakukan daripada tentang siapa mereka sebenarnya, mereka hidup di luar diri mereka sendiri daripada kepribadian mereka sendiri secara egosentris. F. Permasalahan Pada Lansia Berikut ini beberapa masalah kesehatan lansia, yaitu: 1. Permasalah Umum Besarnya jumlah penduduk lansia dan tingginya presentase kenaikan lansia memerlukan upaya peningkatan kualitas pelayanan dan pembinaan kesehatan bagi lanjut usia. a. Jumlah lansia miskin makin banyak b. Nilai perkerabatan melemah, tatanan masyarakat makin individualistik c. Rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional yang melayani lansia d. Terbatasnya sarana dan fasilitas pelayanan bagi lansia e. Adanya dampak pembangunan yang merugikan seperti urbanisasi dan popuilasi pada kehidupan dan penghidupan lansia. 2. Permasalahan Khusus a. Terjadinya perubahan normal pada fisik lansia Perubahan normal ( alami ) tidak dihindari cepat dan lambatnya perubahan dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, sosial, ekonomi dan medik. Perubahan akan terlihat pada jaringan organ tubuh seperti: kulit menjadi kering dan keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian dan menyeluruh, pendengaran juga berkurang, daya penciuman berkurang,tinggi badan menyusut karena proses ostoporosis yang berakibat badan bungkuk, tulang keropos masanya berkurang, kekuatan berkurang dan mudah patah, elastisitas jaringan paru berkurang, nafas 13 menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ di dalam perut, dinding pembuluh darah menebal dan terjadi peningkatan tekanan darah, otot bekerja tidak efisien, terjadi penurunan fungsi organ reproduksi terutama ditemukan pada wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria dan sexsualitas tidak selalu menurun b. Terjadi perubahan abnormal pada fisik lansia Perubahan fisik pada lansia dapat diperbaiki dan dapat dihilangkan melalui nasehat atau tindakan medik. Perubahan yang terjadi misalnya: katarak, kelainan sendi, kelainan prostat dan inkotenensia. G. Sikap Perawat terhadap Lansia Perawatan gerontologi atau gerontik adalah ilmu yang mempelajari dan memberikan pelayanan kepada orang lanjut usia yang dapat terjadi di berbagai tatanan dan membantu orang lanjut usia tersebut untuk mencapai dan mempertahankan fungsi yang optimal. Perawat gerontologi mengaplikasikan dan ahli dalam memberikan pelayanan kesehatan utama pada lanjut usia dank keluarganya dalam berbagai tatanan pelayanan. Peran lanjut perawat tersebut independen dan kolaburasi dengan tenaga kesehatan profesional. Lingkup praktek keperawatan gerontologi adalah memberikan asuhan keperawatan, malaksanakan advokasi dan bekerja untuk memaksimalkan kemampuan atau kemandirian lanjuy usia, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan, mencegah dan meminimalkan kecacatan dan menunjang proses kematian yang bermartabat. Perawat gerontologi dalam prakteknya menggunakan managemen kasus, pendidikan, konsultasi , penelitian dan administrasi. Penting bagi perawat untuk mengkaji sikapnya pada penuaan karena sikap tersebut mempengaruhi asuhan keperawatan. Untuk memberi asuhan yang efektif, perawat harus menciptakan sikap positif terhadap lansia. Sikap negatif dapat mengakibatkan penurunan rasa nyaman, adekuat, dan kesejahteraan klien. Lebih jauh lagi, sikap tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas asuhan. Klien dalam fasilitas perawatan jangka panjang memberi tantangan khusus bagi 14 perawat. Klien ini sering kali memandang diri sendiri sebagai pecundang, dan mungkin masyarakat juga memandang mereka seperti itu. Perawat dapat meningkatkan kemandirian dan harga diri klien yang merasa bahwa hidup tidak lagi berharga. Perawat harus menjelaskan sikap pribadi dan nilai tentang lansia untuk memberikan perawatan paling efektif. Usia, pendidikan, pengalaman kerja, dan lembaga pekerjaan seorang perawat mempengaruhi stereotip. Pengalaman pribadi dengan lansia sebagai anggota keluarga dapat juga mempengaruhi sikap. Karena lansia menjadi lebih lazim dalam pelayanan kesehatan, maka penting sekali bagi perawat untuk mengembangkan pendekatan asuhan yang positif bagi klien lansia. 1. Pendekatan perawatan lanjut usia a. Pendekatan fisik Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia ada 2 bagian yaitu: 1) Klien lanjut usia yang masih aktif, yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain. 2) Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun yang mengalami kelumpuhan atau sakit. 2. Pendekatan psikis Perawatan mempunyai peranan yang panjang untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. 3. Pendekatan sosial Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan upaya perawatan dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia untuk menciptakan sosialisasi mereka. 15 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian multidimensional meliputi kesehatan mental dan fisik, fungsi tubuh, dan situasi social. Pengkajian yang difokuskan pada pengkajian unutk etiologi fisiologis, psikologis, dan lingkungan dari kondisi gangguan mental pada lanjut usia yag dirawat (Kushariyadi, 2010). Menurut Anderson E dan McFarlene, dalam model asuhan keperawatan pengkajian secara umum meliputi inti komunitas yaitu penduduk serta delapan subsistem yang mempengaruhinya. Inti komunitas, perlu dikaji tentang pendidikan, pekerjaan, agama, keyakinan/nilai yang dianut serta data-data tentang subsistem sebagai berikut: 1. Data inti a. Demografi, Karekteristik Umur Dan Sex, Vital Statistik Data demograf kelompok atau komunitas yang terdiri : jumlah penduduk lansia dalam wilayah, umur, pendidikan, jenis kelamin, vital stastistik, pekerjaan, agama, nilai – nilai, keyakinan serta riwayat timbulnya kelompok atau komunitas yang dapat dicontohkan sebagai berikut: Jumlah penduduk : 987 jiwa Laki – laki : 523 jiwa Perempuan : 464 jiwa Pendidikan penduduk: Para penduduk mayoritas berpendidikan hingga lulus SLTA dan beberapa diantaranya perguruan tinggi. Suku Bangsa: Suku Jawa Status perkawinan: Menikah dan kebanyakan penduduk di komunitas tersebut adalah janda (lansia) karena kebanyakan pasangannya meninggal. Nilai dan kepercayaan: 16 Nilai dan norma para masyarakat masih mengenal nilai kesopanan, gotong royong dan kerukunan antar warganya. Hal ini dapat dilihat dari adanya kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang masih terus berjalan, seperti: kerja bakti, arisan, dan takziyah. Agama: Mayoritas beragama Islam dan beberapa diantaranya beragama nasrani 2. Data subsistem a. Lingkungan fisik 1) Kualitas udara Keadaan udara di daerah tempat tinggal lansia beriklim sejuk atau panas, apakah terdapat polusi udara yang dapat mengganggu pernafasan warga atau tidak. 2) Kualitas air Sumber air yang digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, keadaan saluran air disekitar rumah. 3) Tingkat kebisingannya Adanya sumber suara / bising yang dapat mengganggu keadaan lansia, contohnya seperti pabrik. 4) Jarak antar rumah/ kepadatan Jarak antar rumah satu dengan yang lainnya, apakah saling berdempetan. b. Pendidikan Riwayat pendidikan, pendidikan terakhir dan juga apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan warga. c. Keamanan dan transportasi Keadaan penjagaan lingkungan sekitar seperti adanya siskamling, satpam atau polisi. Apakah dari keamaan tersebut menimbulkan stress atau tidak. Sarana transportasi yang digunakan warga untuk mobilisasi sehari menggunakan kendaraan umum atau kendaraan pribadi. 17 d. Politik dan pemerintahan Kebijakan yang ada didaerah tersebut apakah cukup menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan di berbagai bidang termasuk kesehatan. e. Pelayanan social dan kesehatan Tersedianya tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan) untuk melakukan deteksi dini gangguan atau merawat atau memantau apabila gangguan sudah terjadi serta karakteristik pemakaian fasilitas pelayanan kesehatan. f. Komunikasi Sarana komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk saling berkomunikasi antar warga atau untuk mendapatkan informasi dari luar misalnya televisi, radio, koran, atau leaflet yang diberikan kepada komunitas. g. Ekonomi Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan, masih bekerja atau tidak, bagaimana dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. h. Rekreasi Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka, dan apakah biayanya terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan komunitas untuk mengurangi stress. B. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul Berikut ini adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul dalam penatalaksanaan untuk menanggulangi gangguan biologis pada lansia: 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. peningkatan produksi sputum, penyempitan jalan napas. 2. Ketidakefektifan pola napas b.d. edema paru, bronkokontriksi. 3. Gangguan pertukaran gas b.d. kerusakan alveolus. 4. Nyeri akut b.d. peningkatan tekanan vascular serebral. 18 5. Inkontinensia alvi/urine b.d. menurunnya fungsi fisiologis otot-otot sfingter karena penuaan. 6. Kelebihan volume cairan b.d. kerusakan fungsi ginjal. 7. Defisit volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan karena diare. 8. Nyeri akut/kronis b.d. fraktur dan spasme otot, inflamasi dan pembengkakan, distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi. 9. Konstipasi b.d. imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi usus). 10. Kerusakan mobilitas fisik b.d. nyeri, alat imobilisasi, dan keterbatasan beban berat badan, deformitas skeletal. 11. Gangguan citra tubuh b.d. perubahan kemampuan untuk melakukan tugastugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas. 12. Kerusakan integritas kulit b.d. imobilisasi/tirah baring yang lama. 13. Risiko cidera b.d. rapuhnya tulang, kekuatan tulang yang berkurang. 14. Defisit perawatan diri b.d. kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi. 15. Gangguan pola tidur b.d. nyeri, fibrosistis. 16. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis, dan pengobatan akibat kurang mengingat, kesalahan interpretasi informasi. 17. Ansietas b.d. kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian obat. 18. Risiko cidera b.d. kerusakan penglihatan, kesulitan keseimbangan. 19. Nyeri b.d. trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah. 20. Peningkatan kadar gula darah b.d. kerusakan insulin. 21. Risiko tinggi infeksi b.d. perawatan luka gangren yang tidak adekuat. 22. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan suplai darah ke daerah perifer. 23. Gangguan pola seksual b.d. nyeri, kelemahan, sulit mengatur posisi, dan kurang adekuat lubrikasi. 24. Ketidakberdayaan b.d. perubahan fisik dan psikologis akibat penyakit. 19 C. Rencana Keperawatan Berikut ini adalah contoh rencana keperawatan yang bisa diberikan untuk beberapa diganosa keperawatan di atas: 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. peningkatan produksi sputum, penyempitan jalan napas. Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas klien efektif dengan kriteria hasil: a) Klien menyatakan perasaan lega. b) Keluarnya sputum/sekret. c) Klien mampu melakukan batuk efektif dan menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi. Rencana Keperawatan: a) Bina Hubungan Saling Percaya R/ Terjadi keterbukaan antara perawat, pasien, serta keluarganya. b) Jelaskan pasien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di saluran pernapasan. R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana teraupetik. c) Ajarkan pasien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. d) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas. e) Lakukan pernapasan diafragma. R/ Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. f) f)Tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. 20 R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. g) Auskultasi paru sebelum dan sesudah pasien batuk. R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk pasien. h) Ajarkan pasien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi: mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis. i) Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut. j) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain, dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. 1) Pemberian expectoran. 2) Pemberian antibiotika. 3) Konsul photo toraks. R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi pasien atas pengembangan parunya. 2. Nyeri akut/kronis b.d. fraktur dan spasme otot, inflamasi dan pembengkakan, distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi. Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau terkontrol dengan kriteria hasil: a) Klien menyatakan perasaan nyaman. b) Klien menunjukkan raut wajah lega. c) Klien menyatakan skala nyeri berkurang. 21 Rencana Keperawatan: a) Kaji keluhan nyeri, skala nyeri, serta catat lokasi dan intensitas, faktorfaktor yang mempercepat, dan respon rasa sakit nonverbal. R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektivitas program. b) Berikan matras/kasur keras, bantal. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan. R/ Matras yang empuk/lembut, bantal yang besar akan menjaga pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang nyeri. c) Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi. R/ Pada penyakit yang berat/eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cidera. d) Tempatkan atau pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan trokanter, bebat atau brace. R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri/kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan hilang mobilitas/fungsi sendi. e) Anjurkan klien untuk sering merubah posisi. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, serta hindari gerakan yang menyentak. R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pasa sendi. f) Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk kompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. 22 R/ Meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit, dan menghilangkan kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan. g) Berikan masase yang lembut. R/ Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot. h) Dorong penggunaan teknik manajemen stress, misal relaksasi progresif, sentuhan terapeutik, biofeedback, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri, dan dapat meningkatkan kemampuan koping. i) Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien. R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat. j) Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai dengan petunjuk. R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi. 23 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Proses menua merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor yang saling berkaitan. Fungsi masing-masing organ pada usia lanjut menurun secara kualitatif dan kuantitatif, dan ini sudah dimulai sejak usia 30 tahun. Telah diuraikan berbagai penyakit yang mungkin timbul pada lansia dengan pencegahan dan penatalaksanaannya. Bagaimana menjaga kebugaran pada lansia dengan olahraga dan pedoman umum gizi seimbang. Menjadi tua adalah proses alamiah, tetapi tentu saja setiap orang mendambakan untuk tetap sehat di usia tua. Hal ini sesuai dengan slogan Tahun Usia Lanjut WHO: do not put years to life but life into years, yang artinya usia panjang tidaklah ada artinya bila tidak berguna dan bahagia, mandiri sejauh mungkin dengan mempunyai kualitas hidup yang baik. 24 DAFTAR PUSTAKA Anderson, E.T. (2006). Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik. Jakarta : EGC. Basford, Lynn. & Slevin, Oliver. (2006). Teori & Praktik Keperawatan Pendekatan Integral pada Asuhan Pasien. Jakarta : EGC Ismayadi. (2004). Asuhan Keperawatan Dengan Reumatik (Artritis Treumatoid) Pada Lansia. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara Kushariyadi. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Lanjut Usia dengan Demensia pada Home Care. Universita Muhammadiyah Malang Kushariyadi. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik Edisi kedua. Jakarta: EGC Potter, Patricia. A. & Anne Griffin Perry.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC Riyadi. Sugeng (2007), Keperawatan Kesehatan Masyarakat, retieved may 12nd Stanlet, Mickey. & Beare, Patricia Gauntlett. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi kedua.Jakarta : EGC 25