Uploaded by Sony Susandra

Bab 1 (B5)-ganjil

advertisement
Bab I -- Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Abad ke-20 dapat dikategorikan sebagai era
profesionalisasi ilmu-ilmu sosial yang ditandai dengan semakin
besarnya peran para pemikir dari berbagai disiplin ilmu sosial
dalam memecahkan masalah-masalah sosial, ekonomi, politik,
pemerintahan, dan pendidikan1. Dalam konteks tersebut,
paradigma yang mendominasi pemikiran para pemikir ilmu
sosial tersebut adalah paradigma positivisme, apalagi jika
masalah yang ingin dipecahkan memiliki ruang rambah dan
menyangkut kepentingan masyarakat yang cukup luas.
Kondisi tersebut juga terjadi dalam bidang pendidikan.
Kuatnya pengaruh paradigma positivisme dalam pendidikan
tampak pada karakteristik pandangan masyarakat tentang
pendidikan dan implementasi teknisnya. Hal tersebut terjadi,
baik pada aktifitas pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat secara mandiri, maupun --bahkan terutama-aktifitas pendidikan yang dikoordinasikan oleh pemerintah2.
Untuk aktifitas pendidikan yang massif yang umumnya
dikelola atau dikoordinasikan oleh pemerintah, pilihan
terhadap paradigma positivisme memiliki koherensi dengan
karakteristik logika positivisme itu sendiri. Aplikasi teknis dari
paparan tersebut dapat digambarkan dalam aktifitas
manajemen pendidikan nasional sebagai berikut; 1) diawali
dengan identifikasi dan penetapan masalah pendidikan, 2)
deduksi logika atas berbagai konsep yang relevan dengan
masalah pendidikan yang ingin diatasi, 3) penetapan solusi, 4)
identifikasi berbagai indikator ketercapaian solusi dan berbagai
Lihat Tilaar, H. A. R, Analisis Kebijakan Pendidikan; Suatu
Pengantar, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 13.
2 Lihat Schroyer, T, The Critique of Domination; The Origin and
Development of Critical Theory, (Boston : Beacon Press, 1973).
1
1
Bab I -- Pendahuluan
prasyaratnya, 5) merancang instrumen untuk mengukur
indikator ketercapaian solusi, 6) implementasi solusi, 7)
mengukur hasil implementasi solusi, 8) penetapan kesimpulan
atas implementasi solusi, dan 9) generalisasi kesimpulan
tentang masalah dan solusinya3.
Artinya, dengan pendekatan positivisme yang meyakini
kemampuan ilmu sebagai alat untuk melakukan prediksi -asumsi kausalitas--4, maka manusia diyakini sangat mungkin
untuk menetapkan target yang akan dicapai dalam kurun
waktu tertentu, dimana target-target tersebut dirumuskan
berdasarkan hasil kajian logis yang diverifikasi secara empiris
dalam berbagai kajian yang mendahuluinya. Selanjutnya,
untuk menjamin ketercapaian target tersebut dilakukan
elaborasi melalui proses deduksi logika untuk merumuskan
berbagai target-target antara beserta indikator pencapaiannya.
Elaborasi target utama ke dalam target-target antara beserta
indikatornya tersebut terentang dari target antara yang paling
jauh, sampai target antara yang paling dekat, yang paling
spesifik. Asumsinya, jika semua target antara yang paling
spesifik tersebut tercapai, maka dengan sendirinya target
utamapun akan tercapai.
Kerangka berfikir seperti yang penulis kemukakan
terakhir di atas dapat tumbuh dan relevan dalam kehidupan
masyarakat yang secara sosiologis menjadi eksponen atau
setidaknya memiliki pandangan atau keyakinan yang sejalan
dengan teori struktural fungsional, yang memberi perhatian
yang besar kepada upaya membawa pendidikan sedemikian
rupa sehingga memiliki sumbangan bagi upaya menjaga tertib
sosial, konsensus, integrasi sosial, dan solidaritas. Pendidikan
dalam perspektif struktural fungsional dikembangkan
Bandingkan dengan Tilaar, H. A. R, Kekuasaan dan Pendidikan;
Suatu Tinjauan dari Perspektif Kultural, (Magelang : Indonesia Tera, 2003),
hal. 9.
4 Bandingkan dengan Tafsir, Ahmad, Filsafat Ilmu; Mengurai
Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan, (Bandung : Penerbit PT
Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 55.
3
2
Bab I -- Pendahuluan
berdasarkan beberapa proposisi; 1) masyarakat pembelajar
tiada lain adalah susunan individu-individu, 2) masyarakat
adalah abstraksi dari individu, 3) fenomena sosial hanya
memiliki realitas dalam individu-individu, 4) tujuan
mempelajari kelompok adalah untuk memahami dan
meramalkan perilaku individu dalam masyarakat, dan 5)
masyarakat pembelajar terintegrasi karena adanya nilai-nilai
budaya yang dibagi bersama di lingkungan pendidikan, lalu
dikembangkan menjadi norma-norma bersama di lingkungan
pendidikan dan untuk kemudian diinternalisasikan oleh
individu-individu dalam masyarakat pembelajar tersebut5.
Meskipun banyak kritik terhadap paradigma positivisme
dan perspektif struktural fungsional dalam pendidikan, salah
satunya karena dianggap deterministik, bahkan secara ekstrim
dinilai hegemonik, akan tetapi penulis memiliki pandangan
bahwa dalam konteks aktifitas kolektif, implementasi
perspektif struktural fungsional dalam pendidikan lebih
memiliki relevansi dan memiliki dampak efektifitas dan
efisiensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perspektif
struktural konflik maupun konstruksionis.
Dengan demikian, penerapan kerangka tertentu sebagai
frame work, dalam berbagai bentuknya --bisa berbentuk grand
design, strategic planning, atau bentuk kerangka yang lainnya--,
menurut hemat penulis akan berimplikasi pada tingginya
tingkat efektifitas dan efisiensi dalam berbagai aktifitas.
Paparan logis tentang alur fikir dan prosedur kerja dalam
sebuah program pendidikan, umumnya dapat dilihat dalam
dokumen naskah akademik yang mendasari program
pendidikan tersebut. Demikian pula untuk program
pendidikan yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga
pendidikan. Kerangka kerja yang merepresentasikan alur
logika positivisme tampak dalam dokumen blue print program
Lihat Ritzer, George, Classical Sociological Theory, (New York :
McGraw Hill Company, 1996), hal. 185-187.
5
3
Bab I -- Pendahuluan
pendidikan lembaga pendidikan tersebut, yang dikenal dengan
kurikulum.
Kurikulum memiliki kedudukan sentral dalam sebuah
program pendidikan karena kurikulum mengarahkan segala
bentuk aktifitas pendidikan demi tercapainya tujuan yang
dicanangkan. Untuk memfungsikan posisi sentralnya itu,
sebuah kurikulum dibangun atas empat komponen yang satu
dengan lainnya membentuk sebuah sistem. Keempat
komponen kurikulum tersebut adalah; 1) tujuan pendidikan, 2)
materi atau muatan pendidikan, 3) proses pendidikan, dan 4)
evaluasi pendidikan.6
Terkait dengan hal tersebut di atas, Miller dan Seller7
mengemukakan bahwa upaya untuk menghasilkan kurikulum
dikenal dengan sebutan pengembangan kurikulum.
Selanjutnya, menurut Oliva8, aktifitas pengembangan
kurikulum secara garis besar terdiri dari tiga tahapan, yaitu;
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Penelaahan secara lebih seksama terhadap berbagai
konsep tentang kurikulum dan pengembangan kurikulum
tersebut, mengantarkan penulis pada pemahaman bahwa
nuansa paradigma positivisme sangat kental dalam berbagai
konsep tersebut. Baik konsep tentang komponen sistemik dari
sebuah kurikulum, maupun konsep tentang proses
pengembangan kurikulum, sangat jelas menunjukkan
gambaran alur fikir dan prosedur kerja yang berkarakter logicohypothetico-verificative.
Dalam konteks apa yang penulis kemukakan terakhir di
atas, siapapun yang melakukan pengembangan kurikulum,
apalagi jika yang dilakukan adalah mengganti atau
Johnson, Mauritz, Intentionality in Education, (New York: Center
for Curriculum Research and Services, 1977)
7 Miller, J.P. & Seller, W., Curriculum Perspectives and Practice, (New
York & London: Longman, 1985)
8 Peter F. Oliva, Developing the Curriculum, (Boston: Little, Brown and
Company, tth)
6
4
Bab I -- Pendahuluan
memperbaiki kurikulum yang sudah ada, tidaklah cukup
hanya dengan berbekal pemahaman tentang konsep
kurikulum dan konsep pengembangan kurikulum. Mengganti
atau memperbaiki kurikulum yang sudah ada seharusnya
dilakukan setelah dilakukan evaluasi, dan proses evaluasi
tersebut tidak cukup hanya menjadikan “dokumen”
kurikulum sebagai objeknya. Pada tahap ini Beauchamp9
mengemukakan pentingnya pemahaman tentang dimensidimensi kurikulum. Artinya penting bagi para pengembang
kurikulum untuk memahami bahwa kurikulum sejatinya
adalah merupakan kontinum yang dimulai dari dimensi
kurikulum sebagai “ide”, kemudian dimensi kurikulum
sebagai “rencana”, dimana rencana tersebut umumnya
kemudian ditulis menjadi “dokumen”. Selanjutnya,
berdasarkan dokumen itulah para penyelenggara pendidikan
melakukan “aksi” nyata penyelenggaraan pendidikan (dimensi
kurikulum sebagai aksi), dan yang terakhir, setelah aksi
tersebut dilakukan maka akan diperoleh “hasil” (dimensi
kurikulum sebagai hasil) dari aktifitas penyelenggaraan
pendidikan tersebut.
Selanjutnya Hamid10 menyatakan bahwa sebagai sebuah
kontinum, setiap dimensi kurikulum memiliki kaitan yang erat
satu sama lain dan bersifat saling mempengaruhi. Artinya, apa
yang dihasilkan dari penerapan sebuah kurikulum dalam
sebuah aktifitas pendidikan tidak bisa dianggap merupakan
pengaruh dari hanya satu atau dua dimensi dari kurikulum
tersebut, tapi merupakan pengaruh dari interaksi antar seluruh
dimensi dari kurikulum tersebut. Dengan demikian,
mengevaluasi sebuah kurikulum hanya dengan berfokus pada
dokumen kurikulum saja, apalagi dengan kriteria yang berasal
dari fihak eksternal (misalnya karena ada perubahan kebijakan
pemerintah), bukan hanya akan menghasilkan informasi yang
Beauchamp, George A., Curriculum Theory, (Wilmette, Illinois: The
KAGG Press, 1975)
10 Hasan, Said Hamid, Evaluasi Kurikulum, (Jakarta: Sekolah
Pascasarjana UPI dan PT. Remaja Rosdakarya, 2009)
9
5
Bab I -- Pendahuluan
sangat terbatas, akan tetapi lebih dari itu akan menghasilkan
informasi yang tidak valid.
Hal yang sangat menarik untuk dicermati adalah pada
awal abad ke-21 ini, hanya dalam rentang waktu kurang dari
10 tahun, pemerintah Indonesia telah melahirkan sedikitnya
dua kurikulum. Pertama, Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) tahun 2004, kedua Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Artinya hanya selang dua
tahun saja, kurikulum yang menjadi pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan telah berubah.
Pada abad 20-an kurikulum berganti menyesuaikan
perkembangan zaman, biasanya setiap rentang waktu sepuluh
tahun. Namun pada abad ke-21 seperti telah disebutkan, belum
genap lima tahun pemerintah sudah melahirkan dua
kurikulum. Tujuh tahun kemudian pemerintah menggagas
kurikulum baru, yang kini dinamakan kurikulum 2013.
Tidak dapat dipungkiri, reformasi membawa dampak
besar bagi perkembangan pendidikan nasional. Undang
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menjadi babak baru bagi sistem pendidikan nasional.
Berbagai kebijakan di bidang pendidikan pun dikeluarkan
sebagai amanat undang undang tersebut.
Kebijakan terkait dengan kurikulum pendidikan pada
masa reformasi dapat dipetakan menjadi tiga bagian, yaitu
kebijakan kurikulum 2004 berupa Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK), kebijakan kurikulum 2006 yang dikenal
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan
Kurikulum 2013.
Berbagai perubahan tersebut merupakan bentuk respon
dan perkembangan terhadap berbagai perubahan yang
dihadapi baik dalam sistem sosial, politik, budaya, ekonomi,
serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
6
Bab I -- Pendahuluan
Sebagai contoh, inti dari kurikulum 2013, misalnya,
adalah pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif.
Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap
dalam menghadapi masa depan. Oleh karena itu, kurikulum
disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik berat kurikulum 2013 bertujuan untuk mendorong peserta
didik atau siswa agar mampu lebih baik dalam melakukan
observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan
(mempresentasikan) yang mereka peroleh atau mereka ketahui
setelah menerima materi pembelajaran di sekolah. Objek yang
menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan
kurikulum 2013 ini lebih menekankan pada fenomena alam,
fenomena sosial, fenomena seni, dan fenomena budaya.
Melalui pendekatan tersebut siswa diharapkan untuk
memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih
produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam
menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya,
memasuki masa depan yang lebih baik. Atau dengan kata lain,
tema pengembangan kurikulum 2013 adalah agar dapat
menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif,
dan efektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa),
keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa)
secara terintegrasi.
Hal yang cukup krusial dalam perubahan kurikulum ini
adalah validitas data yang digunakan, terutama sebagai dasar
dalam melakukan monitoring dan evaluasi penerapan
kebijakan perubahan kurikulum tersebut. Dikatakan krusial
karena validitas data sangat menentukan validitas
kesimpulan11, dan pada bagian itulah, berbagai kebijakan
nasional, khususnya kebijakan atau program nasional di
bidang pendidikan, termasuk dalam pengembangan
kurikulum beserta hasilnya, seringkali menuai kritik, dimana
Azwar, Saifudin, Reliabilitas dan Validitas, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2004), hal. 1.
11
7
Bab I -- Pendahuluan
sebagian besar dari kritik tersebut menyoroti kecenderungan
instrumenalisme dan –terutama- formalisme pendidikan12.
Dalam konteks diberlakukannya Kurikulum 2013,
menjadi penting untuk ditelusuri apakah pemberlakuannya
dalam tataran ril di sekolah sudah koheren dengan kerangka
konseptual
Kurikulum
2013,
terutama
dalam
pengembangannya.
Di Kabupaten Banyumas, tiga sekolah pada jenjang SMP,
yaitu MTsN 1 Banyumas, SMPN 2 Purwokerto dan SMP Al
Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto Al Islamiyyah Purwokerto
telah mengadopsi Kurikulum 2013. Ketiga sekolah tersebut
dikenal sebagai sekolah favorit sesuai karakteristiknya. MTsN 1
Banyumas menjadi MTs favorit di kalangan MTs di Kabupaten
Banyumas. Sementara itu, SMPN 2 Purwokerto menjadi SMP
Favorit di kalangan SMPN di Kabupaten Banyumas.
Sedangkan SMP Al Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto adalah
SMP favorit di kalangan SMP Swasta.
Untuk itu, menarik untuk diteliti bagaimana model
pengembangan Kurikulum 2013 di MTsN 1 Banyumas, SMPN
2 Purwokerto dan SMP Al Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto
Purwokerto.
B. Rumusan Masalah
Fokus permasalahan yang dicari jawabannya lewat
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah model pengembangan kurikulum 2013 di
MTsN 1 Banyumas ?
2. Bagaimanakah model pengembangan kurikulum 2013 di
SMPN 2 Purwokerto ?
Lihat antara lain Abduhzen, Muhammad, Uji Kompetensi Guru,
dalam Kompas, 24 Februari 2012, dan Ma’arif, Syamsul, Revitalisasi
Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007).
12
8
Bab I -- Pendahuluan
3. Bagaimanakah model pengembangan kurikulum 2013 di
SMP Al Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto Purwokerto ?
C. Tujuan dan Signifikansi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
gambaran yang relatif detail tentang model pengembangan
kurikulum 2013 di MTsN 1 Banyumas, SMPN 2 Purwokerto,
dan SMP Al Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto Purwokerto.
Hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki signifikansi
praktis, yaitu memberikan informasi akademik kepada para
pengembang kurikulum 2013 khususnya di ketiga SMP/MTs
yang menjadi lokasi dan subjek penelitian ini, sehingga
pengembangan kurikulum 2013 yang sedang dilakukan bisa
disempurnakan, menjadi lebih efisien dan efektif.
Selain itu, hasil dari penelitian ini juga diharapkan
memiliki signifikansi akademis, yaitu, menyediakan informasi
akademik bagi studi tentang pengembangan kurikulum dan
perubahan kurikulum, dalam hal ini pengembangan
kurikulum 2013 yang merupakan perubahan dari kurikulum
tingkat satuan pendidikan.
D. Telaah Pustaka Penelitian Terkait
Penelitian tentang kurikulum 2013 bukanlah sesuatu
yang baru. Sudah ada beberapa penelitian yang menjadikan
Kurikulum 2013 sebagai objeknya. Satu di antara beberapa
penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh
Sukendar13 dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa Madrasah Tsanawiyah
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif”. Hasil
Sukendar, Endra, “Upaya Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa Madrasah Tsanawiyah Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif”, dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Matematika Program Pasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung, Volume 1
Tahun 2014. ISSN 2355-0473.
13
9
Bab I -- Pendahuluan
penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah model yang dirasa sangat tepat dan sejalan dengan
pengembangan kurikulum 2013, di mana siswa dituntut untuk
lebih aktif dan kreatif. Proses belajar dengan model ini sebagian
besar tergantung dari pengajar yang mengkondisikan. Pada
pembelajaran matematika, komunikasi matematik yang terjadi
tidak hanya sekedar hubungan timbal balik, namun dibalik
dari itu adanya pemahaman yang mendalam terhadap
kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat, sehingga
komunikasi matematik diharapkan dapat berjalan efektif.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh
Sariono14 dengan judul “Kurikulum 2013: Kurikulum Generasi
Emas”. Hasil kajian tersebut adalah perubahan dari Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuju Kurikulum 2013
merupakan penyempurnaan, dan bukan perubahan yang
bersifat radikal. Dalam menyikapi pemberlakuan kurikulum
2013, pendidik harus lebih meningkatkan kompetensinya
sehingga mampu membawa perubahan seperti yang
diamanatkan dalam kurikulum tersebut yaitu membawa
peserta didik menjadi generasi emas di tahun 2045.
Penelitian sejenis lainnya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Haerudin15 dengan judul “Pengaruh
Pendekatan Scientific Terhadap Kemampuan Penalaran dan
Komunikasi Matematika dan Kemandirian Belajar”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pendekatan scientific
merupakan cara dalam proses pembelajaran pada kurikulum
2013 yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang
baik dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan
penalaran dan komunikasi matematik siswa SMP. Tiga ranah
penting yaitu sikap, keterampilan, dan mengetahuan
Sariono, “Kurikulum 2013: Kurikulum Generasi Emas”, dalam EJurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya; Volume 3.
15 Haerudin, “Pengaruh Pendekatan Scientific Terhadap Kemampuan
Penalarandan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar”, dalam
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Pasca
Sarjana STKIP Siliwangi Bandung. Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473.
14
10
Bab I -- Pendahuluan
merupakan hal pokok yang harus dikembangkan dalam
pendekatan scientific.
Penelitian yang penulis lakukan ini berbeda dengan
penelitian sebelumnya karena penelitian ini fokus pada
deskripsi model pengembangan kurikulum yang digunakan
oleh MTsN 1 Banyumas, SMPN 2 Purwokerto, dan SMP Al
Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto Purwokerto.
E. Kerangka Teori
Fokus penelitian ini adalah model pengembangan
Kurikulum 2013 di tiga lembaga pendidikan, yaitu; MTsN 1
Banyumas, SMPN 2 Purwokerto, dan SMP Al Irsyad Al
Islamiyyah Purwokerto.
Dalam fokus penelitian tersebut terkandung beberapa
konsep yang penting untuk disediakan kerangka teoritisnya
sebagai perspektif atau pisau analisis terhadap fokus penelitian
ini, yaitu;
1. Konsep tentang Kurikulum 2013 sebagai sebuah varian
model konsep kurikulum;
2. konsep tentang pengembangan kurikulum; dan
3. konsep tentang model pengembangan kurikulum.
Penyediaan atau pengembangan kerangka teori untuk
konsep yang pertama, yaitu konsep tentang Kurikulum 2013
sebagai sebuah varian model konsep kurikulum dilakukan
dalam rangka menunjukkan posisi konseptual Kurikulum 2013
dalam peta model-model konsep kurikulum, dan lebih jauh
lagi adalah untuk menunjukkan posisi paradigma pendidikan
yang melahirkan varian model konsep Kurikulum 2013
tersebut.
11
Bab I -- Pendahuluan
Sebagaimana dikemukakan oleh Dianne Lapp16, variasi
model konsep kurikulum lahir dari variasi paradigma
pendidikan. Artinya, sebuah model konsep kurikulum
sejatinya lahir dari sebuah paradigma pendidikan tertentu.
Untuk itu, pengembangan kerangka teori tentang konsep
Kurikulum 2013 sebagai sebuah varian model konsep
kurikulum penulis awali dengan paparan diskursif tentang
konstelasi paradigmatis atau konseptual tentang pendidikan.
Setelah diperoleh gambaran tentang konstelasi atau peta
paradigmatis tentang pendidikan, berikutnya penulis paparkan
implikasi logis lahirnya model model kurikulum dari masingmasing paradigma tentang pendidikan tersebut. Dari situ akan
tampak jelas dari paradigma pendidikan apa sebuah model
konsep kurikulum dilahirkan, dan bagaimana implikasi logis
paradigma pendidikan tersebut dalam memberi warna atau
karakteristik model konsep kurikulum yang dilahirkannya
tersebut.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dari paparan
sebagaimana penulis gambarkan di atas akan dapat diperoleh
informasi tentang termasuk ke dalam model konsep
kurikulum apakah Kurikulum 2013 itu, dan paradigma
pendidikan apa yang mewarnai karakteristik Kurikulum 2013
tersebut. Informasi tersebut sangat penting untuk menelusuri
bagaimanakah idealitas proses implementasi Kurikulum 2013
dalam tataran praktis pendidikan, yaitu dengan merujuk pada
karakteristik model konsep kurikulum yang memayunginya,
dan karakteristik paradigma pendidikan yang melahirkannya.
Berikutnya, pengembangan kerangka teori tentang
konsep yang kedua yang terkandung dalam fokus penelitian
ini, yaitu konsep tentang pengembangan kurikulum, dilakukan
untuk memberikan gambaran yang relatif utuh tentang
pengembangan kurikulum, mulai dari paparan yang berisi
penjelasan tentang mengapa ada aktifitas pengembangan
Dianne Lapp, et. al., Teaching and Learning; Philosophical,
Psychological, Curricular Applications, (New York : Macmillan Pub. Co. Inc.,
1975)
16
12
Bab I -- Pendahuluan
kurikulum, apa sajakah tahapan tahapan yang harus dilakukan
dalam aktifitas pengembangan kurikulum, dan apa idealitas
yang diharapkan dapat dihasilkan dari aktifitas pengembangan
kurikulum tersebut.
Untuk kepentingan sebagaimana penulis sampaikan
pada bagian terakhir di atas, paparan diawali dengan
penjelasan diskursif tentang konsep dasar kurikulum, yang
kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang dimensidimensi kurikulum, dan penjelasan tentang tuntutan logis
pentingnya aktifitas pengembangan kurikulum. Berikutnya,
paparan dilanjutkan dengan penjelasan tentang faktor-faktor
apa sajakah yang berpengaruh secara signifikan terhadap
aktifitas pengembangan kurikulum, dan diakhiri dengan
penjelasan tentang prinsip-prinsip apa sajakah yang harus
diperhatikan ketika aktifitas pengembangan kurikulum
dilakukan.
Pengembangan kerangka teori tentang konsep ketiga
yang terkandung dalam fokus penelitian ini, yaitu konsep
tentang model pengembangan kurikulum dilakukan dalam
rangka menyediakan wawasan tentang peta model model
pengembangan kurikulum, dan lebih jauh lagi untuk
menyediakan wawasan tentang kondisi-kondisi seperti apakah
yang secara logis kemudian melahirkan masing-masing model
pengembangan kurikulum tersebut.
Paparan sebagaimana penulis gambarkan terakhir di atas
melahirkan informasi tentang model pengembangan
kurikulum apakah yang secara konseptual relatif kompatibel
dalam mengembangkan kurikulum 2013.
Pengembangan kerangka teori sebagaimana penulis
gambarkan tersebut dilakukan dengan cara menelusuri
berbagai teori yang relevan, yang antara lain meliputi:
13
Bab I -- Pendahuluan
1) teori tentang evaluasi kurikulum (curriculum evaluation) dari
Scriven17;
2) teori tentang komponen-komponen sistemik kurikulum (the
elements of curriculum) dari Johnson18;
3) teori tentang dimensi-dimensi kurikulum (curriculum
dimentions) dari Beauchamp19;
4) teori tentang pengembangan kurikulum (developing the
curriculum) dari Oliva20;
5) teori tentang landasan-landasan kurikkulum (the curriculum
foundations) dari Zais21; dan
6) teori tentang prinsip-prinsip pengembangan kurikulum (the
principles of curriculum development) yang juga dari Zais.
Selain itu, teori atau konsep lain yang penulis jadikan
sebagai kerangka dalam penelitian atas realitas pengembangan
kurikulum 2013 di MTsN 1 Banyumas, SMPN 2 Purwokerto
dan SMP Al Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto ini adalah
konsep dasar tentang kurikulum 2013 dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya Pusat Kurikulum
Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
F. Sistematika Laporan
Laporan hasil penelitian ini penulis susun menjadi lima
bagian utama, dengan sistematika sebagai berikut :
Scriven, M, “The Methodology of Evaluation”, dalam Perspective of
Curriculum Evaluation, AERA l (ed.Tyler, R.et.al), (Chicago : Rand McNally
and Company, 1967)
18 Johnson, Mauritz. Intentionality in Education. (New York: Center
for Curriculum Research and Services, 1977).
19 Beauchamp, George A. Curriculum Theory. (Illinois: The KAGG
Press, 1975).
20 Peter F. Oliva, Developing the Curriculum, (Boston: Little, Brown
and Company, tth).
21 Zais, Robert S. Curriculum Principes and Foundation. (t.tp.: Harper
& Row Publisher, 1976).
17
14
Bab I -- Pendahuluan
1) Pendahuluan
Pada bagian ini penulis memaparkan gambaran
umum tentang penelitian ini, dimulai dari pemaparan
tentang starting point penelitian ini, berbagai konteks -sosial, akademik, teoritis-- yang melingkupi fokus
permasalahan penelitian ini, dan alur metodologis yang
dikembangkan dalam penelitian ini.
2) Kerangka Teoritis
Pada bagian ini penulis memaparkan berbagai
paradigma atau teori yang digunakan sebagai kerangka
dalam menganalisis fenomena yang menjadi objek atau
fokus penelitian, yaitu; teori tentang konstruksi kurikulum,
model konsep kurikulum, model-model pengembangan
kurikulum, landasan-landasan pengembangan kurikulum,
dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
3) Metode Penelitian
Pada bagian ini penulis memaparkan berbagai hal
yang terkait dengan bagaimana penelitian ini penulis
lakukan. Berbagai hal tersebut meliputi:
a. Jenis Penelitian;
b. Pendekatan Penelitian;
c. Tehnik Penetapan Responden;
d. Tehnik Pengumpulan Data; dan
e. Tehnik Analisa Data
4) Penyajian dan Analisis Data
Teknis penyajian dan analisis data pada bagian ini
tidak dilakukan dengan menggunakan pola berfikir
linear, akan tetapi menggunakan pola berfikir sirkuler.
Artinya, dalam pembahasannya, penyajian data tidak
ditempatkan secara terpisah dengan analisis data, akan
tetapi ditempatkan secara bersama-sama.
Dengan demikian, selain dilakukan content analysis
terhadap masing-masing unit data, dalam waktu yang
15
Bab I -- Pendahuluan
bersamaan juga dilakukan comparative analysis
(triangulasi) antara sebuah unit data dengan unit data
yang lainnya.
5) Temuan Penelitian
Pada bagian ini penulis memaparkan berbagai
temuan yang merupakan hasil analisis terhadap berbagai
data yang diperoleh dalam penelitian ini. Dengan
demikian, pada bagian ini akan tergambarkan jawaban
atas rumusan masalah yang telah ditetapkan.
6) Rekomendasi
Pada bagian ini penulis memaparkan berbagai
rekomendasi yang merupakan implikasi dari temuan
penelitian ini. Rekomendasi tersebut meliputi rekomendasi
terhadap peneliti selanjutnya, dan rekomendasi terhadap
berbagai fihak yang diasumsikan memiliki kepentingan
yang relevan dengan penelitian ini.
16
Download