Pedoman Peri-operatif Renal Assessment Usul M. Sinaga Departemen Bedah Fakultas Kedokteran USU Abstrak: Adalah suatu keadaan yang sangat buruk bila kasus pasca-operasi akan mengalami gangguan fungsi ginjal berupa gagal ginjal akut. Hal ini bisa terjadi oleh karena sebelum operasi, pasien dalam keadaan dehidrasi/pendarahan (syok), keracunan obat-obatan nefrotoksik, atau penderita sudah mengalami gagal ginjal kronik. Untuk mencegah hal tersebut, perlu dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal pada setiap kasus-kasus sebelum operasi. Kata kunci: dehidrasi/pendarahan (syok), bahan obat-obat nefrotoksik, gagal ginjal kronik Abstract: It is worse condition, if every post operative case, suffering acute renal failure. Usually acute renal failure due to bad condition pre operative as dehydration/haemorragic (shock), induce nephrotoxic drugs, or chronic renal failure. To prevent acute renal failure is peri operative renal assessment. Keywords: dehydration/haemorragic (shock), nephrotoxic drugs, and chronic renal failure PENDAHULUAN Pada setiap tindakan bedah adakalanya setelah tindakan bedah dijumpai gangguan fungsi ginjal berupa anuria dan oliguria. Gangguan fungsi ginjal ini diperkirakan terjadi ± 10% dan kasus-kasus yang bedah dan gangguan ini dikenal sebagai Gagal Ginjal. Gagal ginjal adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan berkurangnya produksi urine sampai kurang dari 400 ml/24 jam disertai perubahan biokimia didalam plasma dan urine. Gagal ginjal disebut akut = GGA (Acute Renal Failure) oleh karena perubahan tersebut terjadi baru beberapa jam atau beberapa hari. Sedangkan yang disebut kronis = GGK (Chronic Renal Failure) oleh karena perubahan itu terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun. Acute on chronic renal failure adalah episode akut ditandai dengan bertambah turunnya Filtrasi Glomeruli (Glomerulus Filtration Rate) pada penderita GGK yang pada mulanya dalam keadaan stabil. Secara garis besar fungsi ginjal adalah : filtrasi, reabsorbsi, sekresi, kontrol cairan dan elektrolit (homeostatis) dan fungsi endokrin.1 PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT 1-4 1. Faktor Pre Renal: Hipovolemi menyebabkan iskemik pada ginjal yang bisa terjadi oleh karena pasien mengalami dehidrasi atau pendarahan. Pasien tersebut akan mengalami GGA bila tidak mendapat cairan yang cukup. Keadaan seperti ini dijumpai pada pasien yang mengalami shock berat (trauma), pasien dengan infeksi dan sepsis. 2. Faktor Renal (Intrinsic renal factor): Terjadinya GGA oleh karena adanya kelainan pada ginjal penderita sendiri, seperti nephritis interstitial yang disebabkan oleh obat-obatan (NSAID, aminoglikosida, ACE-inhibitor), zat kontras radiologi, cedera kedua ginjal yang berat atau "crush injury”. 3. Faktor Post Renal: Terjadinyo GGA oleh karena adanya gangguan pada bilateral ureter. Gangguan bisa berupa obstruksi oleh karena batu saluran kemih, pembesaran kelenjar prostat, ureter yang putus dan terikat pada waktu operasi. Faktor Risiko untuk Terjadinya Gagal Ginjal Pasca-bedah Risiko gagal ginjal berkaitan dengan faktor yang mudah diidentifikasi yaitu faktor pre operatif, faktor post operatif, faktor medis, faktor surgical. Pasien post operatif Tabel 1. Klasifikasi faktor-faktor risiko untuk gagal ginjal5 Faktor Risiko Pra Bedah 180 Faktor Risiko Pasca Bedah Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006 Usul M. Sinaga Medis Insuffisiensi ginjal Usia > Ikterus obstruksi Gagal hati Penyakit jantung Hiperfensi AINS Pedoman Peri-operatif Renal Assessment Bedah Operasi darurat atau mendesak Perforasi organ dalam Sepsis Syok ketika masuk RS Bedah abdomen Bedah vaskuler Medis Hipovolemi Sepsis Gagal jantung AINS Bedah Pendarahan Lepasnya anastomosis Kebocoran empedu Tabel 2. Biokimia pada status oliguria5 Tes Urea serum Gagal Pre-Renal Peninggian tidak proporsional dengan kreatinin Normal atau sedikit meninggi <20 >500 Kreatinin serum Natrium urine (mmol/L.) Osmolalilas serum (mOsmol/kg) Rasio urea urin : Serum >8 Rasio kreatinin urine: serum > 40 Catatan: kreatinin urine dalam mmol/L: kreatinin serum dalam μmol/L yang dirawat secara intensif, beberapa faktor penting yang diduga penyebab penurunan fungsi ginjal yang paling sering adalah hipovolemi, sepsis, dan obat-obatan nefrotoksik. Acute Tubular Necrosis (ATN) Dikenal dua jenis lesi ATN. 1. Nekrosis epitel tubular sedangkan membran dasar tetap utuh. Ini disebabkan oleh bahanbahan makanan/kimia yong menyebabkan nefrotoksik. 2. Nekrosis epitel tubular dan membran dasar yang sering ada kaitannya dengan iskemik ginjal. Gambaran Klinis GGA5 Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 stadium, yaitu: 1. Stadium Oliguri Gangguan fungsi ginjal dengan produksi urine kurang dari 100 ml/ hari pada orang dewasa disebut anuria. Sedangkan fungsi ginjal dengan produksi urine antara 100400 ml/ hari disebut oliguria. Stadium oliguri berlangsung sejak 24-48 jam sesudah cedera dan bisa berlangsung sampai 12 hari atau sampai 6 minggu. Oliguria biasanya disertai dengan azotemia (gejala-gejala akibat peningkatan ureum). 2. Stadium Diuresis (Poliuri) Ditandai dengan produksi urine mulai dari 300-500 cc sarnpai 3-5 liter/hari. Pada fase ini menunjukkan bahwa sudah mulai ATN Naik proporsional dengan kreatinin Naik bersamaan dengan urea >40 <350 <2 <20 membaiknya fungsi tubular walaupun GFR masih abnormal. Keadaan ini bisa terjadi akibat diuresis osmotik yaitu akibat tingginya konsentrasi ureum darah atau gangguan kemampuan tubulus untuk mempertahankan garam dan air. Pada stadium ini pasien akan mengalami kekurangan Na, K dan H2O. Keadaan ini bisa berlangsung sampai 2-3 minggu dan bila ditanggulangi dapat mengakibatkan dehidrasi berat atau gangguan elektrolit. 3. Stadium Post Diuresis (Stadium Penyembuhan) Proses penyembuhan bisa berlangsung sampai 1 tahun. Pada waktu itu kemampuan eritropoetin, kemampuan pemekatan urine, dan produksi volume urine oleh ginjal berangsur-angsur pulih normal kembali. Symptom and Sign3: Gejala yang dijumpai dapat bervariasi sampai dengan bentuk dan berat penyebabnya, seperti jenis tindakan bedah, trauma mayor, luka bakar yang luas dan penyakit sistemik. Pada permulaan dari keadaan hipovolemi dijumpai tanda-tanda tekanan darah menurun, mental confusion, ekstremitas dingin. Bila terjadi hiponatremi ditandai dengan gejala-gejala postural hipotensi, turgor kulit menurun. Bila terjadi hiperkolemi akan terjadi aritmia jantung (Pada EKG dijumpai gelombong T yang tinggi dan runcing serta QRS Tabel 3. Urinary findings in oliguria of physiological and acute renal failure origin Urine volume Sodium excretion Physiological Oliguria Low < 15 mmol/1 (0.06 g/100 ml) ARF Low > 60 mmol/1 (0.3 g/100 ml) Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006 181 Tinjauan Pustaka Urea excretion U/P osmolarity ratio Response to furosemide and volume replacement > 50 mmol/1 (1.5g/t00 ml) > 1.3 Always complex memanjang). Bisa terjadi gejala-gejala infeksi dan sepsis. Anemia tidak selalu dijumpai kecuali pada penderita dengan sepsis, haemolitic uremic syndrome atau GGA yang disebabkan pendarahan. Diagnosis Adanya riwayat tindakan bedah mayor, trauma mayor, luka bakar yang luas, kehilangan cairan dan elektrolit beberapa jam/hari sebelum terjadinya GGA. Terjadinya oliguria atau anuria. Warna urine coklat gelap/merah gelap berisi eritrosit, cellular cast dan debris. Pengelolaan GGA3 Tujuan utama adalah segera menyelamatkan jiwa penderita dengan mencegah hiperkalemia dan infeksi dengan mencari penyebabnya untuk ditanggulangi. Prinsip penatalaksanaannya meliputi: 1. Keseimbangan cairan 2. Pemeriksaan darah dan elektrolit 3. Kontrol infeksi 4. Radiologi 5. Renal Replacement Therapy (RRT)/Dialyse/ Terapi Ginjal Pengganti (TGP) 6. Kontrol Hipertensi 7. Nutrisi 8. Biopsi Ginjal 1. Keseimbangan Cairan Pemasangan kateter urine dan pengambilan sample untuk menilai osmolalitas dari urine, berat jenis, konsentrasi Na+ dan kultur. Volume urine harus dihitung setiap jam atau setiap setengah jam untuk menilai derajat oliguri dan melihat respons terhadap pemberian furosemide intravena. Jika penderita mengalami syok, pasang kateter vena sentral untuk menilai substitusi cairan. Pada keadaan metobolik yong terkontrol seorang dewasa akan memerlukan 500 ml cairan per hari ditambah cairan sebanyak volume urine dan kehilangan cairan dari usus maupun kulit. Penderita ini mudah mengalami over dehidrasi dengan demikian berat badan pasien harus ditimbang setiap hari. Pemberian diuretik pada penderita oliguri dapat diberikan furosemide 500 – l000 mg per hari per oral maupun intravena. Furosemid dosis tinggi dapat mengurangi lamanya fase oliguria. 182 < 160 mmol/1 (1 g/l00mi) < 1.1 Occasionally Tanda Klinik Deplesi Cairan 1. Tekanan vena jugular rendah. 2. Hipotensi, tekanan darah turun lebih dari 10 mmHg pada perubahan posisi (baring-duduk). 3. Vena perifer kolaps dan perifer teraba dingin (hidung, jari-jari tangan, kaki). Tanda Klinik Kelebihan Cairan 1. Tekanan vena jugular tinggi. 2. Terdengar suara gallops. 3. Hipertensi edema perifer, pembengkakan hati ronkhi di paru. Tergantung pada tahap mana pasien GGA datang ke klinik. Pada tahap dini umumnya dalam keadaan kekurangan cairan, sedangkan pada tahap lanjut terdapat tandatanda kelebihan cairan. Pasien dengan edema atau asites sering dikira oleh karena kelebihan cairan, sebenarnya keadaan ini hanya menunjukkan adanya ekspensi cairan ke interstitial, yang dapat terjadi pada volume intravaskular yang normal, lebih atau bahkan kurang. 2. Pemeriksaan Darah dan Elektrolit Ureum darah pada permulaan renal failure belum meningkat, dan baru akan menentukan diagnostik dan prognostik bila peningkatan dengan cepat sebesar >15 mmol/l (l00 mg/100 ml) per 24 jam, diduga pasien mengalami hiperkatabolik CGA atau infeksi/sepsis. Diikuti oleh peninggian kreatinin, phospat dan asam urat. Lekosit selalu meninggi (20.000/ul dengan 80-90% adalah PMN), tetapi peninggian ini tidak patognomonis untuk tanda infeksi pada pasien GGA. Hiperkalemi (K+ > 7 mmol/L) biasa dijumpai pada gagal ginjal akut dan dapat berakibat fatal jika terjadi ventricular asistole. Tidak ada tanda fisik dari hiperkalemia, dianogsis hanya dapat ditegakkan dengan menghitung kadar kalium dalam plasma. Toleransi hiperkalemia pada anak-anak lebih baik dibanding orang dewasa. Hiperkalemia pada anak masih sering dijumpai pada kadar 8.0 9.0 mmol/L. Hiperkalemia bisa terjadi pada Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006 Usul M. Sinaga gagal ginjal dengan asidosis (ketoasidosis diabetik atau asidosis metobolisme). Karena pemakaian obat-obat yang menghambat sekresi kalium (NSAID, ACE-Inhibitor), pada penderita diabetes (hiperglikemi) dengan defisiensi insulin, dan pada penderita dengan crush injury, gangren dan luka bakar yang luas menyebabkan lepasnya kalium kedalam intraseluler. Untuk memonitoring hiperkalemia sebaiknya pada penderita dipasang direct display oscilloscope untuk melihat perubahan EKG akibat hiperkalemia. Bila terjadi hiperkalemia berat dapat diberikan5,6: - Berikan 10 ml kalsium glukonat 10% iv selama 1 - 2 menit - Berikan 15 u soluble, insulin dengan bolus bersama 50 ml dekstrosa 50% - Berikan 5 mg solbutamol nebulizer dengan masker - Koreksi asidosis dengan NaHCO3 - Hentikan obat-obat yang menyebabkon hiperkalemia - Berikan resonium 15 gr setiap 6 jam per oral atau 30mg bd per rectum dengan enema - Pertimbangkan dialisis 3. Kontrol Infeksi Kateter urine dan infus sebaiknya dicabut sesegera mungkin untuk memutuskan jalan masuk kuman. Pasien renal failure cenderung mengalami infeksi dan sepsis Penderita gagal ginjal akut yang bukan akibat trauma, penyebab kematiannya biasanya infeksi. Perlu dilakukan kultur urine, darah dan cairan dialisat setiap hari. Kateter urine diganti setiap 5 hari. 4. Radiologi Foto polos abdomen untuk mencari batu ginjal dan dense persistent nephrogam (gambaran ginjal yang padat dan jelas) selalu dijumpai pada acute tubular necrose. Retrogard pielografi dan CT Scan untuk menentukan obstruksi ureter, dan ultrasonografi sangat dibutuhkan. 5. Renal Replacement Therapy [RRT]/ Dialyse/Terapi Ginjal Pengganti (TGP) TGP dapat diiakukon untuk indikasi akut (life saving) atau direncanakan (kronis), yaitu pada penderita GGT yang tidak lagi dapat dikelola dengan terapi konservatif Pedoman Peri-operatif Renal Assessment atau medikamentosa. Sebagai panduan umum, Zawada (1988) memberikan beberapa indikasi kapan sebaiknya penatalaksanaan TGP dimulai. Walaupun demikian setiap pusat nefrologi biasanya mempunyai panduan masing-masing. a. Akut: - Azotemia berat - Hiperkalemia berat (> 7 mmol/L) - Asidosis berat (< 15 mmol/L) - Overhidrasi yang tidak responsif terhadap terapi diuretik. b. Kronis: Bila klirens kreatinin sudah menurun kurang dari : 0,1 0,15 cc/menit/Kg BB (untuk penderita 60 Kg, klirens kreatinin. menurun kurang dari 6-9 cc/menit atau kreatinin plasma > 10 mg/dl, urea nitrogen darah [BUN) > 100 mg/dl) . 6. Kontrol Hipertensi Dengan pemberian obat-obat anti hipertensi. ACE inhibitor dapat diberikan pada stadium awal, tetapi harus dengan monitor kadar ureum dan kreatinin yang ketat. Bila dijumpai kenaikan kadar urea serum >30% dari pemeriksaan awal, terapi ACE inhibitor harus segera dihentikan. Sebagai alternatif dapat diberikan antagonis kalsium. 7. Nutrisi Tujuan utama pengaturan nutrisi pada penderita GGA adalah untuk mencegah kerusakan jaringan tubuh dan mempertahankan keseimbangon nitrogen dalam keadaan positif. Untuk penderita dewasa idealnya dapat diberi 3000 kalori perhari dengan 80 gram protein. Pada masa awal penderita akan sulit untuk makan sehingga memerlukan pemberian infus asam amino, lemak dan karbohidrat. Jumlah cairan dibatasi sesuai dengan kebutuhan dan diperhitungkan dengan cairan yang sudah diberikan. Bila pasien mendapat peritoneal dialise harus diingat bahwa pasien akan kehilangan 40 gram serum albumin ke dalam dialisat setiap 24 jam. Pada fase diuretik pasien akan sudah lebih baik, nafsu makan mulai pulih kembali. 8. Biopsi Ginjal Untuk menentukan diagnosa penyebab GGA, hasil biopsi dapat menunjukkan adanya kelainan patologi berupa Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006 183 Tinjauan Pustaka glomerulonefritis akut, nefritis interstitial akut, myeloma ginjal. Tindakan ini sebaiknya dilakukan bila hipertensi dan uremia sudah terkontrol. Pendekatan terhadap Oliguria Pasca-bedah Berkurangnya volume urine 400 ml/hari atau < 30ml/jam untuk 3 jam berturut-turut adalah tidak normal. Ini bisa menjadi pertanda buruk akan terjadinya gagal ginjal. Penderita pasca bedah yang mengalami hipovolemia yang berkelanjutan akibat perdarahan harus segera ditanggulangi. Langkah-langkah yang harus diambil pada keadaan ini adalah sebagai berikut: − Nilai sirkulasi. dengan monitoring frekwensi nadi, turgor kulit dan tekanan darah − Pasang kateter urine dan pantau jumlah urine per jam − Periksa elektrolit, kreatinin, urea dan Hb segera (dalam 3 jam) − Perhatikan irama jantung. Oliguria dan gagal ginjal bisa terjadi sekunder terhadap gagal jantung − Cari tanda-tanda infeksi luka, infeksi paru, septikemia (biakan darah), urine. − Pikirkan komplikasi mayor dari pembedahan itu sendiri, kebocoran anastomosis usus, kebocoron empedu, jaringan gangren usus, anggota gerak otot. − Pikirkan apakah ada tanda-tanda obstruktif ureter Manajemen Lanjut Penderita GGA6,7 Jika pasien masih mengalami anuria/oliguria, maka pasien mungkin sudah menderita gagal ginjal sebelumnya atau baru mengalami acute tubular necrosis (ATN), untuk perawatan selanjutnya adalah: − Pemasangan CVP, jika tekanan darah rendah dengan CVP normal atau tinggi, maka ada kemungkinan gagal jantung atau pulmonary embolism mayor. Ambil EKG, foto thorak dan periksa gas darah arteri. − Jika ada demam dengan hipotensi dan oliguria, maka kemungkinannya adalah septic shock. − Pemberian antibiotika yang sesuai. − Jangan beri diuretik pada kondisi hipovolemik. Setelah sirkulasi dioptimalkan, berikan furosemid dosis tinggi iv (80-160 mg). Walaupun ini tidak mencegah gagal ginjal yang sedang terjadi, diuretic ada kalanya mempersingkat fase anuria/ oliguria. 184 − Hentikan setiap obat yang mungkin nefrotoksik atau biasa mengganggu aliran darah ginjal seperti : AINS, ACE inhibitor. Curigai terapi baru yang dimulai pada minggu sebelumnya sebagai penyebab kemungkinan dari gagal ginjal. Penggunaan morfin pada kasus gagal ginjal dapat menyebabkan akumulasi dalam tubuh dan menyebabkan depresi pernafasan. Manajemen pada Fase Diuretik8 Fase diuretik ini bisa terjadi pada hari kedua dan ketiga setelah fase oliguri. Volume urine bisa mencapai 5 liter perhari atau lebih bila selama fase diberi cairan, dan volume urine hanya lebih dari 2 liter perhari bila selama fase oliguri pemberian cairan sangat terbatas. Urine yang dikeluarkan pada permulaan fase diuretik kualitasnya kurang baik karena mengandung sedikit urea dan banyak elektrolit. Pada keadaan ini blood urea masih tinggi dan perlu dilanjutkan dialisa. Ureum dan elektrolit dalam urine perlu diperiksa, urea yang tinggi dalam urine memberi arti perbaikan dan kemampuan tubulus sedangkan jumlah elektrolit dalam urine menggambarkan pengurangan konsentrasi eleklrolit dalam serum. Pada kasus GGA tanpa komplikasi jumlah urea dalam darah kembali normal sangat cepal. Bila terjadi perlambatan jumlah urea menjadi normal ini berarti adanya kerusakan ginjal, urinary tract infection, cortical necrosis. Creatinine clearance memerlukan waktu yang lama untuk kembali normal. Anemia yang terjadi pada GGA juga agak lambat menjadi normal bisa sampai 3 bulan untuk mencapal Hb > 13 gr/dl. Obat-obat haematinic tidak merupakan indikasi rutin karena tidak ada efek untuk memperbaiki anemianya kecuali ada faktor co-existing deficiency. Prognosa3 Prognosa pasien GGA tidak selamanya sama karena berbagai faktor penyebab. GGA karena faktor kehamilan memberikan prognosa yang baik sedangkan GGA karena trauma yang berat (multiple trauma) atau luka bakar prognosanya jelek. Kriteria lain dari GGA dengan pronosa jelek yaitu : 1. Umur > 50 lahun 2. Infeksi 3. Prolonged Oligurie 4. Peninggian blood urea yang sangat cepat 5. Jaundice 6. Keterlambatan dalam penanggulangan yang intensif terrnasuk tindakan dialisa Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006 Usul M. Sinaga Chronic Renal Failure Tindakan pembedahan pada kasus Chronic Renal Failure memerlukan persiapan pra-bedah yang cukup sempurna. Perlu diperhatikan mengenai penyakit dasar yang menjadi indikasi pembedahan, jika tindakan pembedahan, bukan operasi ginjal, (misalnya hernia) yang menderita GGK, sebaiknya kondisi pasien dalam keadaan terkontrol dengan nilai serum ureum ≤ 150 mg/dl dan serum kreatinin < 7 umol/l. Tindakan operasi dilaksanakan sehari setelah dialisis mencegah terjadinya pendarahan post operative. Pedoman Peri-operatif Renal Assessment KEPUSTAKAAN 1. Anderson PS, McCarty L. Patophysiology clinical concepts of disease, alih bahasa Dharma A, ECG, Jakarta, 1985. 2. Angelo S. Acute Renal Failure; VeriMed Healthcare Network, 2002. 3. Gabriel R. Renal Medicine, Billiere Tindall, London, 1977:172-87 4. Anderson MLD. Care of the critically ill surgical patient;1st edition Arnold Great Britian, 1999. 5. Nicholls AJ, Iain HW. Perioperative medicine, alih bahasa Dharmawan I, Farmedia, Jakarta, 2001. 6. Chao DC, David J, Meg SH. Impact of renal dysfunction on weaning from prolonged mechanical ventilation, Crit Care vol.1 No.3, 1997. 7. Romao JE et al. Outcome of acute renal failure associated with cardiac surgery in infats, Arq Bras Cardiol vol.75, 2000: 31821. 8. Kellum JA. The use of diuretics and dopamine in acute renal failure: a systematic review of the evidece, Crit Care vol.1 issue 2, 1997. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006 185