Uploaded by User17306

pedoman periop renal USU

advertisement
Pedoman Peri-operatif Renal Assessment
Usul M. Sinaga
Departemen Bedah Fakultas Kedokteran USU
Abstrak: Adalah suatu keadaan yang sangat buruk bila kasus pasca-operasi akan mengalami
gangguan fungsi ginjal berupa gagal ginjal akut. Hal ini bisa terjadi oleh karena sebelum operasi,
pasien dalam keadaan dehidrasi/pendarahan (syok), keracunan obat-obatan nefrotoksik, atau
penderita sudah mengalami gagal ginjal kronik. Untuk mencegah hal tersebut, perlu dilakukan
pemeriksaan fungsi ginjal pada setiap kasus-kasus sebelum operasi.
Kata kunci: dehidrasi/pendarahan (syok), bahan obat-obat nefrotoksik, gagal ginjal kronik
Abstract: It is worse condition, if every post operative case, suffering acute renal failure. Usually
acute renal failure due to bad condition pre operative as dehydration/haemorragic (shock), induce
nephrotoxic drugs, or chronic renal failure. To prevent acute renal failure is peri operative renal
assessment.
Keywords: dehydration/haemorragic (shock), nephrotoxic drugs, and chronic renal failure
PENDAHULUAN
Pada setiap tindakan bedah adakalanya
setelah tindakan bedah dijumpai gangguan
fungsi ginjal berupa anuria dan oliguria.
Gangguan fungsi ginjal ini diperkirakan terjadi
± 10% dan kasus-kasus yang bedah dan
gangguan ini dikenal sebagai Gagal Ginjal.
Gagal ginjal adalah suatu penurunan fungsi
ginjal yang ditandai dengan berkurangnya
produksi urine sampai kurang dari 400 ml/24
jam disertai perubahan biokimia didalam plasma
dan urine. Gagal ginjal disebut akut = GGA
(Acute Renal Failure) oleh karena perubahan
tersebut terjadi baru beberapa jam atau beberapa
hari. Sedangkan yang disebut kronis = GGK
(Chronic Renal Failure) oleh karena perubahan
itu terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun.
Acute on chronic renal failure adalah episode
akut ditandai dengan bertambah turunnya
Filtrasi Glomeruli (Glomerulus Filtration Rate)
pada penderita GGK yang pada mulanya dalam
keadaan stabil. Secara garis besar fungsi ginjal
adalah : filtrasi, reabsorbsi, sekresi, kontrol
cairan dan elektrolit (homeostatis) dan fungsi
endokrin.1
PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT 1-4
1. Faktor Pre Renal:
Hipovolemi menyebabkan iskemik pada
ginjal yang bisa terjadi oleh karena pasien
mengalami dehidrasi atau pendarahan.
Pasien tersebut akan mengalami GGA bila
tidak mendapat cairan yang cukup. Keadaan
seperti ini dijumpai pada pasien yang
mengalami shock berat (trauma), pasien
dengan infeksi dan sepsis.
2. Faktor Renal (Intrinsic renal factor):
Terjadinya GGA oleh karena adanya
kelainan pada ginjal penderita sendiri,
seperti nephritis interstitial yang disebabkan
oleh obat-obatan (NSAID, aminoglikosida,
ACE-inhibitor), zat kontras radiologi, cedera
kedua ginjal yang berat atau "crush injury”.
3. Faktor Post Renal:
Terjadinyo GGA oleh karena adanya
gangguan pada bilateral ureter. Gangguan
bisa berupa obstruksi oleh karena batu
saluran kemih, pembesaran kelenjar prostat,
ureter yang putus dan terikat pada waktu
operasi.
Faktor Risiko untuk Terjadinya Gagal Ginjal
Pasca-bedah
Risiko gagal ginjal berkaitan dengan faktor
yang mudah diidentifikasi yaitu faktor pre
operatif, faktor post operatif, faktor medis,
faktor
surgical.
Pasien
post
operatif
Tabel 1.
Klasifikasi faktor-faktor risiko untuk gagal ginjal5
Faktor Risiko Pra Bedah
180
Faktor Risiko Pasca Bedah
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
Usul M. Sinaga
Medis
Insuffisiensi ginjal
Usia >
Ikterus obstruksi
Gagal hati
Penyakit jantung
Hiperfensi
AINS
Pedoman Peri-operatif Renal Assessment
Bedah
Operasi darurat atau mendesak
Perforasi organ dalam
Sepsis
Syok ketika masuk RS
Bedah abdomen
Bedah vaskuler
Medis
Hipovolemi
Sepsis
Gagal jantung
AINS
Bedah
Pendarahan
Lepasnya anastomosis
Kebocoran empedu
Tabel 2.
Biokimia pada status oliguria5
Tes
Urea serum
Gagal Pre-Renal
Peninggian tidak proporsional dengan
kreatinin
Normal atau sedikit meninggi
<20
>500
Kreatinin serum
Natrium urine (mmol/L.)
Osmolalilas serum
(mOsmol/kg)
Rasio urea urin : Serum
>8
Rasio kreatinin urine: serum
> 40
Catatan: kreatinin urine dalam mmol/L: kreatinin serum dalam μmol/L
yang dirawat secara intensif, beberapa faktor
penting yang diduga penyebab penurunan fungsi
ginjal yang paling sering adalah hipovolemi,
sepsis, dan obat-obatan nefrotoksik.
Acute Tubular Necrosis (ATN)
Dikenal dua jenis lesi ATN.
1. Nekrosis epitel tubular sedangkan membran
dasar tetap utuh. Ini disebabkan oleh bahanbahan makanan/kimia yong menyebabkan
nefrotoksik.
2. Nekrosis epitel tubular dan membran dasar
yang sering ada kaitannya dengan iskemik
ginjal.
Gambaran Klinis GGA5
Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi
menjadi 3 stadium, yaitu:
1. Stadium Oliguri
Gangguan fungsi ginjal dengan produksi
urine kurang dari 100 ml/ hari pada orang
dewasa disebut anuria. Sedangkan fungsi
ginjal dengan produksi urine antara 100400 ml/ hari disebut oliguria. Stadium
oliguri berlangsung sejak 24-48 jam
sesudah cedera dan bisa berlangsung
sampai 12 hari atau sampai 6 minggu.
Oliguria biasanya disertai dengan azotemia
(gejala-gejala akibat peningkatan ureum).
2. Stadium Diuresis (Poliuri)
Ditandai dengan produksi urine mulai dari
300-500 cc sarnpai 3-5 liter/hari. Pada fase
ini menunjukkan bahwa sudah mulai
ATN
Naik proporsional dengan kreatinin
Naik bersamaan dengan urea
>40
<350
<2
<20
membaiknya fungsi tubular walaupun GFR
masih abnormal. Keadaan ini bisa terjadi
akibat diuresis osmotik yaitu akibat
tingginya konsentrasi ureum darah atau
gangguan kemampuan tubulus untuk
mempertahankan garam dan air. Pada
stadium ini pasien akan mengalami
kekurangan Na, K dan H2O. Keadaan ini
bisa berlangsung sampai 2-3 minggu dan
bila ditanggulangi dapat mengakibatkan
dehidrasi berat atau gangguan elektrolit.
3. Stadium
Post
Diuresis
(Stadium
Penyembuhan)
Proses penyembuhan bisa berlangsung
sampai 1 tahun. Pada waktu itu kemampuan
eritropoetin, kemampuan pemekatan urine,
dan produksi volume urine oleh ginjal
berangsur-angsur pulih normal kembali.
Symptom and Sign3:
Gejala yang dijumpai dapat bervariasi
sampai dengan bentuk dan berat penyebabnya,
seperti jenis tindakan bedah, trauma mayor, luka
bakar yang luas dan penyakit sistemik. Pada
permulaan dari keadaan hipovolemi dijumpai
tanda-tanda tekanan darah menurun, mental
confusion, ekstremitas dingin. Bila terjadi
hiponatremi ditandai dengan gejala-gejala postural
hipotensi, turgor kulit menurun. Bila terjadi
hiperkolemi akan terjadi aritmia jantung (Pada EKG
dijumpai gelombong T yang tinggi dan runcing
serta
QRS
Tabel 3. Urinary findings in oliguria of physiological and acute renal failure origin
Urine volume
Sodium excretion
Physiological Oliguria
Low
< 15 mmol/1 (0.06 g/100 ml)
ARF
Low
> 60 mmol/1 (0.3 g/100 ml)
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
181
Tinjauan Pustaka
Urea excretion
U/P osmolarity ratio
Response to furosemide and
volume replacement
> 50 mmol/1 (1.5g/t00 ml)
> 1.3
Always
complex memanjang). Bisa terjadi gejala-gejala
infeksi dan sepsis. Anemia tidak selalu dijumpai
kecuali pada penderita dengan sepsis, haemolitic
uremic syndrome atau GGA yang disebabkan
pendarahan.
Diagnosis
Adanya riwayat tindakan bedah mayor,
trauma mayor, luka bakar yang luas, kehilangan
cairan dan elektrolit beberapa jam/hari sebelum
terjadinya GGA. Terjadinya oliguria atau anuria.
Warna urine coklat gelap/merah gelap berisi
eritrosit, cellular cast dan debris.
Pengelolaan GGA3
Tujuan utama adalah segera menyelamatkan
jiwa penderita dengan mencegah hiperkalemia
dan infeksi dengan mencari penyebabnya untuk
ditanggulangi.
Prinsip
penatalaksanaannya
meliputi:
1. Keseimbangan cairan
2. Pemeriksaan darah dan elektrolit
3. Kontrol infeksi
4. Radiologi
5. Renal Replacement Therapy (RRT)/Dialyse/
Terapi Ginjal Pengganti (TGP)
6. Kontrol Hipertensi
7. Nutrisi
8. Biopsi Ginjal
1. Keseimbangan Cairan
Pemasangan kateter urine dan pengambilan
sample untuk menilai osmolalitas dari urine,
berat jenis, konsentrasi Na+ dan kultur.
Volume urine harus dihitung setiap jam atau
setiap setengah jam untuk menilai derajat
oliguri dan melihat respons terhadap
pemberian furosemide intravena. Jika
penderita mengalami syok, pasang kateter
vena sentral untuk menilai substitusi cairan.
Pada keadaan metobolik yong terkontrol
seorang dewasa akan memerlukan 500 ml
cairan per hari ditambah cairan sebanyak
volume urine dan kehilangan cairan dari
usus maupun kulit. Penderita ini mudah
mengalami over dehidrasi dengan demikian
berat badan pasien harus ditimbang setiap
hari. Pemberian diuretik pada penderita
oliguri dapat diberikan furosemide 500 –
l000 mg per hari per oral maupun intravena.
Furosemid dosis tinggi dapat mengurangi
lamanya fase oliguria.
182
< 160 mmol/1 (1 g/l00mi)
< 1.1
Occasionally
Tanda Klinik Deplesi Cairan
1. Tekanan vena jugular rendah.
2. Hipotensi, tekanan darah turun lebih
dari 10 mmHg pada perubahan posisi
(baring-duduk).
3. Vena perifer kolaps dan perifer teraba
dingin (hidung, jari-jari tangan, kaki).
Tanda Klinik Kelebihan Cairan
1. Tekanan vena jugular tinggi.
2. Terdengar suara gallops.
3. Hipertensi edema perifer, pembengkakan
hati ronkhi di paru.
Tergantung pada tahap mana pasien GGA
datang ke klinik. Pada tahap dini umumnya
dalam
keadaan
kekurangan
cairan,
sedangkan pada tahap lanjut terdapat tandatanda kelebihan cairan. Pasien dengan
edema atau asites sering dikira oleh karena
kelebihan cairan, sebenarnya keadaan ini
hanya menunjukkan adanya ekspensi cairan
ke interstitial, yang dapat terjadi pada
volume intravaskular yang normal, lebih
atau bahkan kurang.
2. Pemeriksaan Darah dan Elektrolit
Ureum darah pada permulaan renal failure
belum meningkat, dan baru akan
menentukan diagnostik dan prognostik bila
peningkatan dengan cepat sebesar >15
mmol/l (l00 mg/100 ml) per 24 jam, diduga
pasien mengalami hiperkatabolik CGA atau
infeksi/sepsis. Diikuti oleh peninggian
kreatinin, phospat dan asam urat. Lekosit
selalu meninggi (20.000/ul dengan 80-90%
adalah PMN), tetapi peninggian ini tidak
patognomonis untuk tanda infeksi pada
pasien GGA.
Hiperkalemi (K+ > 7 mmol/L) biasa
dijumpai pada gagal ginjal akut dan dapat
berakibat fatal jika terjadi ventricular
asistole. Tidak ada tanda fisik dari
hiperkalemia, dianogsis hanya dapat
ditegakkan dengan menghitung kadar
kalium
dalam
plasma.
Toleransi
hiperkalemia pada anak-anak lebih baik
dibanding orang dewasa. Hiperkalemia pada
anak masih sering dijumpai pada kadar 8.0 9.0 mmol/L. Hiperkalemia bisa terjadi pada
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
Usul M. Sinaga
gagal ginjal dengan asidosis (ketoasidosis
diabetik atau asidosis metobolisme). Karena
pemakaian obat-obat yang menghambat
sekresi kalium (NSAID, ACE-Inhibitor),
pada penderita diabetes (hiperglikemi)
dengan defisiensi insulin, dan pada
penderita dengan crush injury, gangren dan
luka bakar yang luas menyebabkan lepasnya
kalium
kedalam
intraseluler.
Untuk
memonitoring hiperkalemia sebaiknya pada
penderita
dipasang
direct
display
oscilloscope untuk melihat perubahan EKG
akibat hiperkalemia.
Bila terjadi hiperkalemia berat dapat
diberikan5,6:
- Berikan 10 ml kalsium glukonat 10% iv
selama 1 - 2 menit
- Berikan 15 u soluble, insulin dengan
bolus bersama 50 ml dekstrosa 50%
- Berikan 5 mg solbutamol nebulizer
dengan masker
- Koreksi asidosis dengan NaHCO3
- Hentikan obat-obat yang menyebabkon
hiperkalemia
- Berikan resonium 15 gr setiap 6 jam per
oral atau 30mg bd per rectum dengan
enema
- Pertimbangkan dialisis
3. Kontrol Infeksi
Kateter urine dan infus sebaiknya dicabut
sesegera mungkin untuk memutuskan jalan
masuk kuman. Pasien renal failure
cenderung mengalami infeksi dan sepsis
Penderita gagal ginjal akut yang bukan
akibat trauma, penyebab kematiannya
biasanya infeksi. Perlu dilakukan kultur
urine, darah dan cairan dialisat setiap hari.
Kateter urine diganti setiap 5 hari.
4. Radiologi
Foto polos abdomen untuk mencari batu
ginjal dan dense persistent nephrogam
(gambaran ginjal yang padat dan jelas)
selalu dijumpai pada acute tubular necrose.
Retrogard pielografi dan CT Scan untuk
menentukan
obstruksi
ureter,
dan
ultrasonografi sangat dibutuhkan.
5. Renal Replacement Therapy [RRT]/
Dialyse/Terapi Ginjal Pengganti (TGP)
TGP dapat diiakukon untuk indikasi akut
(life saving) atau direncanakan (kronis),
yaitu pada penderita GGT yang tidak lagi
dapat dikelola dengan terapi konservatif
Pedoman Peri-operatif Renal Assessment
atau medikamentosa. Sebagai panduan
umum, Zawada (1988) memberikan
beberapa
indikasi
kapan
sebaiknya
penatalaksanaan TGP dimulai. Walaupun
demikian setiap pusat nefrologi biasanya
mempunyai panduan masing-masing.
a. Akut: - Azotemia berat
- Hiperkalemia berat (> 7 mmol/L)
- Asidosis berat (< 15 mmol/L)
- Overhidrasi yang tidak
responsif terhadap terapi
diuretik.
b. Kronis: Bila klirens kreatinin sudah
menurun kurang dari : 0,1 0,15 cc/menit/Kg BB (untuk
penderita 60 Kg, klirens
kreatinin. menurun kurang
dari 6-9 cc/menit atau
kreatinin plasma > 10 mg/dl,
urea nitrogen darah [BUN) >
100 mg/dl) .
6. Kontrol Hipertensi
Dengan pemberian obat-obat anti hipertensi.
ACE inhibitor dapat diberikan pada stadium
awal, tetapi harus dengan monitor kadar
ureum dan kreatinin yang ketat. Bila
dijumpai kenaikan kadar urea serum >30%
dari pemeriksaan awal, terapi ACE inhibitor
harus segera dihentikan. Sebagai alternatif
dapat diberikan antagonis kalsium.
7. Nutrisi
Tujuan utama pengaturan nutrisi pada
penderita GGA adalah untuk mencegah
kerusakan
jaringan
tubuh
dan
mempertahankan keseimbangon nitrogen
dalam keadaan positif. Untuk penderita
dewasa idealnya dapat diberi 3000 kalori
perhari dengan 80 gram protein. Pada masa
awal penderita akan sulit untuk makan
sehingga memerlukan pemberian infus asam
amino, lemak dan karbohidrat. Jumlah
cairan dibatasi sesuai dengan kebutuhan dan
diperhitungkan dengan cairan yang sudah
diberikan. Bila pasien mendapat peritoneal
dialise harus diingat bahwa pasien akan
kehilangan 40 gram serum albumin ke
dalam dialisat setiap 24 jam. Pada fase
diuretik pasien akan sudah lebih baik, nafsu
makan mulai pulih kembali.
8. Biopsi Ginjal
Untuk menentukan diagnosa penyebab
GGA, hasil biopsi dapat menunjukkan
adanya
kelainan
patologi
berupa
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
183
Tinjauan Pustaka
glomerulonefritis akut, nefritis interstitial
akut, myeloma ginjal. Tindakan ini
sebaiknya dilakukan bila hipertensi dan
uremia sudah terkontrol.
Pendekatan terhadap Oliguria Pasca-bedah
Berkurangnya volume urine 400 ml/hari
atau < 30ml/jam untuk 3 jam berturut-turut
adalah tidak normal. Ini bisa menjadi pertanda
buruk akan terjadinya gagal ginjal. Penderita
pasca bedah yang mengalami hipovolemia yang
berkelanjutan akibat perdarahan harus segera
ditanggulangi. Langkah-langkah yang harus
diambil pada keadaan ini adalah sebagai berikut:
− Nilai sirkulasi. dengan monitoring frekwensi
nadi, turgor kulit dan tekanan darah
− Pasang kateter urine dan pantau jumlah
urine per jam
− Periksa elektrolit, kreatinin, urea dan Hb
segera (dalam 3 jam)
− Perhatikan irama jantung. Oliguria dan
gagal ginjal bisa terjadi sekunder terhadap
gagal jantung
− Cari tanda-tanda infeksi luka, infeksi paru,
septikemia (biakan darah), urine.
− Pikirkan komplikasi mayor dari pembedahan
itu sendiri, kebocoran anastomosis usus,
kebocoron empedu, jaringan gangren usus,
anggota gerak otot.
− Pikirkan apakah ada tanda-tanda obstruktif
ureter
Manajemen Lanjut Penderita GGA6,7
Jika
pasien
masih
mengalami
anuria/oliguria, maka pasien mungkin sudah
menderita gagal ginjal sebelumnya atau baru
mengalami acute tubular necrosis (ATN), untuk
perawatan selanjutnya adalah:
− Pemasangan CVP, jika tekanan darah
rendah dengan CVP normal atau tinggi,
maka ada kemungkinan gagal jantung atau
pulmonary embolism mayor. Ambil EKG,
foto thorak dan periksa gas darah arteri.
− Jika ada demam dengan hipotensi dan
oliguria, maka kemungkinannya adalah
septic shock.
− Pemberian antibiotika yang sesuai.
− Jangan beri diuretik pada kondisi
hipovolemik. Setelah sirkulasi dioptimalkan,
berikan furosemid dosis tinggi iv (80-160
mg). Walaupun ini tidak mencegah gagal
ginjal yang sedang terjadi, diuretic ada
kalanya mempersingkat fase anuria/
oliguria.
184
−
Hentikan setiap obat yang mungkin
nefrotoksik atau biasa mengganggu aliran
darah ginjal seperti : AINS, ACE inhibitor.
Curigai terapi baru yang dimulai pada
minggu sebelumnya sebagai penyebab
kemungkinan dari gagal ginjal. Penggunaan
morfin pada kasus gagal ginjal dapat
menyebabkan akumulasi dalam tubuh dan
menyebabkan depresi pernafasan.
Manajemen pada Fase Diuretik8
Fase diuretik ini bisa terjadi pada hari kedua
dan ketiga setelah fase oliguri. Volume urine
bisa mencapai 5 liter perhari atau lebih bila
selama fase diberi cairan, dan volume urine
hanya lebih dari 2 liter perhari bila selama fase
oliguri pemberian cairan sangat terbatas. Urine
yang dikeluarkan pada permulaan fase diuretik
kualitasnya kurang baik karena mengandung
sedikit urea dan banyak elektrolit. Pada keadaan
ini blood urea masih tinggi dan perlu dilanjutkan
dialisa. Ureum dan elektrolit dalam urine perlu
diperiksa, urea yang tinggi dalam urine memberi
arti perbaikan dan kemampuan tubulus
sedangkan jumlah elektrolit dalam urine
menggambarkan
pengurangan
konsentrasi
eleklrolit dalam serum.
Pada kasus GGA tanpa komplikasi jumlah
urea dalam darah kembali normal sangat cepal.
Bila terjadi perlambatan jumlah urea menjadi
normal ini berarti adanya kerusakan ginjal,
urinary tract infection, cortical necrosis.
Creatinine clearance memerlukan waktu yang
lama untuk kembali normal. Anemia yang
terjadi pada GGA juga agak lambat menjadi
normal bisa sampai 3 bulan untuk mencapal Hb
> 13 gr/dl. Obat-obat haematinic tidak
merupakan indikasi rutin karena tidak ada efek
untuk memperbaiki anemianya kecuali ada
faktor co-existing deficiency.
Prognosa3
Prognosa pasien GGA tidak selamanya
sama karena berbagai faktor penyebab. GGA
karena faktor kehamilan memberikan prognosa
yang baik sedangkan GGA karena trauma yang
berat (multiple trauma) atau luka bakar
prognosanya jelek. Kriteria lain dari GGA
dengan pronosa jelek yaitu :
1. Umur > 50 lahun
2. Infeksi
3. Prolonged Oligurie
4. Peninggian blood urea yang sangat cepat
5. Jaundice
6. Keterlambatan dalam penanggulangan yang
intensif terrnasuk tindakan dialisa
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
Usul M. Sinaga
Chronic Renal Failure
Tindakan pembedahan pada kasus Chronic
Renal Failure memerlukan persiapan pra-bedah
yang cukup sempurna. Perlu diperhatikan
mengenai penyakit dasar yang menjadi indikasi
pembedahan, jika tindakan pembedahan, bukan
operasi ginjal, (misalnya hernia) yang menderita
GGK, sebaiknya kondisi pasien dalam keadaan
terkontrol dengan nilai serum ureum ≤ 150
mg/dl dan serum kreatinin < 7 umol/l.
Tindakan operasi dilaksanakan sehari
setelah dialisis mencegah terjadinya pendarahan
post operative.
Pedoman Peri-operatif Renal Assessment
KEPUSTAKAAN
1. Anderson PS, McCarty L. Patophysiology
clinical concepts of disease, alih bahasa
Dharma A, ECG, Jakarta, 1985.
2. Angelo S. Acute Renal Failure; VeriMed
Healthcare Network, 2002.
3. Gabriel R. Renal Medicine, Billiere Tindall,
London, 1977:172-87
4. Anderson MLD. Care of the critically ill
surgical patient;1st edition Arnold Great
Britian, 1999.
5. Nicholls AJ, Iain HW. Perioperative
medicine, alih bahasa Dharmawan I,
Farmedia, Jakarta, 2001.
6. Chao DC, David J, Meg SH. Impact of renal
dysfunction on weaning from prolonged
mechanical ventilation, Crit Care vol.1
No.3, 1997.
7. Romao JE et al. Outcome of acute renal
failure associated with cardiac surgery in
infats, Arq Bras Cardiol vol.75, 2000: 31821.
8. Kellum JA. The use of diuretics and
dopamine in acute renal failure: a systematic
review of the evidece, Crit Care vol.1 issue
2, 1997.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006
185
Download