Uploaded by User16901

Teruntuk Bunga yang Beku

advertisement
-1-
TERUNTUK BUNGA YANG BEKU
Copyright © 2016 by Heri Wijayanto
Cetakan Kedua 2019
-2-
“Semoga bunga yang beku itu menemukan kebahagiaan
bersama biru kristal kedamaian.”
-3-
-4-
Bab 1
Semenjana tak terusik di luar rahim
Terombang-ambing Ibuku dalam ketaksaan
Dua kepala waktu menyepah melepaskan diri
Meski hanya tersisa satu lubang untukku mati
Aku tahu…
Darah dalam tali dan tali dalam handai serupa repas
Hati hilang akal ditinggal mati Bapak dan Ibu
Kerontang dahaga hingga hulu sungai netra
Dalam sekelumit janji hidup
Yang enggan jujur akan lupa
Aku tak habis pikir
Tersesat sepi melarikan diri
Hanyut menepi dan sirna
Sungai yang dangkal membisikiku
Untuk kembali pulang
Berbaring kaku dalam perahu tua yang pincang
Panorama putih mengalir memakan sunyi
Terdengar lirih meskipun pasti
Kau memanggil namaku
-5-
Sayup langsat wajahmu bernada senja
Serupa lilin dalam sekali tiupan angin Siberia
Menghiasi gurun pasir ke dalam sosok abu
Aku mengais bukan untuk masa lalu
Untukmu aku hidup

Bab 2
Kepada nadi sang Bunda inginku bercerita
Tentang Ia yang mengubah malamku
Menjadi cahaya subuh
Tentang sepiku yang lenyap
Ke dalam tujuh belas warna palet
Tentang beringin purnama
Yang serupa membentuk wajahnya
Menyeret memaksaku dalam bayang jarak yang semu
Oh Bunda inginku bertemu
Cintamu merungku hatiku hangat membeku
Desahmu dersik membisik merindu kalbu
-6-
Sosokmu candala serupa temaram lampion
Tanpa risak membawaku terbang tinggi
Merundung jiwaku yang damai
Dalam badai kerinduan
Petrikor menyapa kita merdu
Di bawah langit yang sama kala itu
Sapamu memecah keheningan
Sepai melukis senyum
Dua wajah abadi dalam bingkai kebahagiaan ini
Merah merekah seolah mengawali
Album kehidupan yang gersang
Aku merindukan jiwamu
Berdua mengecap kakao dalam kebohongan waktu
Mengulang bait-bait puisi yang kusembunyikan darimu
Membelah angin menjemput kado
Yang Tuhan persiapkan
Meraki nafas kebahagiaan cinta di malam perpisahan
Melalui tulisan ini kugoreskan isi hati
Ingin kau tahu bahwa
Dimanapun dirimu berada aku akan datang
menemuimu
Kasih tunggulah aku
-7-

Bab 3
Dirundung aku bunga matahari yang beku
Tertatih sendu mengejar sepasang minggu
Dalam lamunan inginku bertemu sang gadis pujangga
Hirap semakin layu terseret ruang dan waktu
Di ufuk timur nafas letihmu pulang bersandar
Menunggu seutas jingga yang pernah kau berikan
Padaku kehangatanmu
Hari ini aku melihatmu dalam separuh bulan
Abadi dalam kanji
Tertuang bersumpah janji
Denai dalam bibir yang pernah kau tinggalkan
Mengutuk waktu yang tak sudi menunggu
Berucap kau pasti akan kembali untukku
Meleleh memekarkan mahkota
Di anggana khatulistiwa
Bersatu dalam abadi
-8-
Menunggu sama halnya terbengkalai
Melawan derai kusut waktu dan antara
Beradu kening bersenggama dalam ketaksaan
Membela segala ketidakberdayaan makhluk fana
Kumohon derana…
Panggil namaku beserta bunga yang beku
Aku menyadari hal yang pasti
Harga diri sang jantan belumlah mati
Berdiam diri di penjemputan bukanlah pilihan
Berpegang teguh pada jalan hidup yang telah
kuputuskan
Sedari dulu bersiap pada segala kemungkinan
Wahai gadis pujangga pembawa tangkai bunga yang
beku
Aku akan menjemputmu

Bab 4
Laras pengetahuan berakhir hari ini
Mengantar penutur setengah baya
-9-
Kembali pulang ke pelimbangan
Separuh bulan telah menutup diri
Hingga suatu saat waktu terulang kembali
Meninggalkan jejak manis di ruang perinduan
Menyempil salah satunya
Nama bunga musim dingin
Aku berdoa pada Yang Mendengar
Nurani keselamatan semoga dijunjung tinggi
Mengabar pada merpati yang tak sampai hati
Mencipta memori pada telapak tangan
Dalam gerak sepasang jemari yang menari-nari
Oh Tuhan kumohon
Dekaplah tangkai bunga yang kedinginan itu
Ini adalah akhir dari sebuah permulaan
Bersabung sengit di ujung tanduk toga hitam
Tatkala sang bunga baru saja menampakkan warna
Menulis rangkaian kisah tentang jarak yang
memisahkan Adam dan Hawa
Menyapu Kegelisahan sepasang nurani
Yang ranum tiada menahu
Mencari musim semi yang tak kunjung merekah
Ke dalam nostalgia warna jingga
- 10 -
KepadaMu hamba berdoa
Teruntuk bunga matahari yang layu
Tertutup dinding redup bernyanyi tanpa kepastian
Aku masih disini
Di ujung sepi menunggu datangnya lentera
Menyala temaram sendirian
Dalam setiap malam yang beku
Memastikan akarmu tegar menghujam bumi
Menjaga benihmu bermandikan mentari
Bibirku hanya kuasa berjanji
Mulai saat ini aku akan terus disini
Menjagamu
Bunga yang beku

Bab 5
Aku tak tahu cara menenggang nyala api
Berlayar padam gulita hanya menyesatkanku
Kekayaan semesta yang membimbingku hingga saat ini
Merenung dalam jemawa
- 11 -
Terbesit berpikir menantang surga
Membusungkan nyali pada asahan belati
Aku keliru…
Gadis pujangga yang dibenci matahari menasihatiku
Bahwa sepasang siang dan malam mungkin bersatu
Ke dalam bahasa sang Bunda
Yang mengikat benang merah tali pusar
Bernaung dalam nafas lembutmu
Bernyawa ingatan malam itu
Mencium jiwa dalam kelembutan kasih sayang
Manusia pelupa takkan berkhianat
Pada gadis pujangga pembawa bunga yang beku
Aku masih berkelahi dengan diri sendiri
Dan hingga waktuku telah tiba
Dua insan kan kusatukan
Memelukmu di penjemputan

Bab 6
- 12 -
Senja ini hujan membawa aroma langit ke bumi
Menjejaki tanah yang kehausan
Kerontang dalam belaian rahim Ibu
Sahabat yang turut mengantar kepergian bunga musim
panas kala itu
Aku ingin tahu
Kapankah kau kembali memanggil namaku?
Bunga yang beku itu meminum barang seteguk
Aliran air terjun kebahagiaan
Dari air mata biru kristal kedamaian
Melabuhkan diri di sepasang pulau kembar yang saling
acuh
Mengikatkan diri pada benang merah kelingking
Merah merona bersumpah janji
Pada sepasang minggu dimana bunga itu menantang
matahari
Ah, kuharap hujan jangan dulu berhenti
Inginku mengusir kebencian surya
Yang melukai bunga musim dingin itu
Agar aku bisa memelukmu sekali lagi
Mencium kelopak beku yang gugur dalam lumpur
Kepada sang waktu pula aku membujuk
Kumohon jangan dulu berlalu
- 13 -

Bab 7
Meradu malam yang tak pernah beranjak pergi
Merindu rani berpadu sari bunga musim semi
Terpanggil kembali keruh memori kebahagiaan
Mengarungi kelopak bunga tidur di separuh bulan
Di garis hijau itu
Ku menunggu kabar darimu
Sepasang hari balada
Datang sepucuk surat cinta
Mencurahkan semenjana sentimen suka cita
Mengikat dua hati yang jauh
Menyimpul tatanan kosa kata
Sepenggal malam dimana gadis itu tertidur
Kan kunyanyikan untukmu bunga yang beku
Bait puisi penawar rindu
Teruntuk bunga kecil yang menggigil
Tak perlu bengap akan tanah yang tandus
- 14 -
Tak usah gamang akan jarak yang memisahkan
Berwalang hati meruntuh irama warna mahkota
Hingga bergidik seolah ditebalkan telinga
Bukan oleh siapapun selain dunia
Percayalah padaku…
Bahwa kersang akarmu kokoh
Kan kubasahi embun lembut
Bahwa separuh langit kita masihlah sama
Dan seandainya kau masih meragu
Panggil namaku

Bab 8
Sepenggal bulan meranyah hati karut marut
Menanyakan kembali maksud kelingking
Yang mendugas memelas belas kasih
Menandas benang merah kala itu
Sepihak mengikat dalam silap mata
Berharap kau takkan pergi
Bersemayam ruang hati
- 15 -
Aku tak pernah tahu
Jalan berliku ini sudahkah direstu
Dan kepergian ini siapa gerangan yang menunggu
Mengharap pujian dari yang terkasih
Memanjatkan sirna bintang temaram
Menyingkir prasangka langit malam yang kelam
Merakit hulu bernada cahaya kalbu
Dalam bingkai sorot mata yang menusuk tiap nadi
Menambat luapan lumpur merindu
Menjebol sobek dinding arteri
Inginku bertanya Tuhan
Sampai sejauh mana diizinkan untukku berbahagia?

Bab 9
Di garis hijau sayap kirimu memberi kabar
Sehelai nada yang merangkai kata
Menyeruk kepingan memori
- 16 -
Musim panas bersama biru kristal kedamaian
Tak mengacuh pun surya yang membenci
Di garis hijau yang sayap kirimu kabarkan
Tentang indahnya bibir mawar biru yang membeku
Akan kokohnya tangkai tak berduri yang bahaduri
Dersik salju yang menerpa anggana
Belum tuntas satu purnama berjarak gerhana
Kirana rupamu
Pangling segala kenangan tentangmu
Rembulan keempat menelan awan
Dimana kalanya waktu memutuskan
Sabana kersang yang ditinggalkan
Kan kembali turun hujan
Memekar bibit yang tertidur dalam lamunan
Menderma mengunjuk bunga itu
Wajah polos berselimut salju
Merekah menyemai kebahagiaan bagi mereka yang pilu
Kau datang menyirami ruang hati yang berdebu
Wahai bunga yang beku
Meretur ingatan mula-mula
Akan kehangatan rahim sang Bunda
Melupa cinta kasih orang tua
- 17 -
Meninggal mati terangkat ke surga
Hingga aku bermuram durja
Terbesit mustahil untukku kembali
Dari jurang kesedihan ini
Hingga ku bertemu denganmu
Kau membawa sesuatu yang kubutuhkan
Untukku mengingat segala keindahan
Yang Tuhan ingin berikan
Bukan kesempurnaan paras malaikat bukan
Bukan pula banda yang kuinginkan
Obat pengasih kau coba oleskan
Di sepasang bangkai yang menyisakan luka
Tak mengharapkan kehidupan kedua
Mengucur kasih sayang percuma
Pada hangat pelukan yang terlupa
Ingin kuteriakan…
Nama bunga yang selalu dipuji
Padamu kuberterima kasih

- 18 -
Bab 10
Apa kau tahu
Tentang makna ekor anjing yang menyapu debu
Tentang senyum lelap dalam dekapan Ibu
Menganggu tidur sang waktu
Memasti kabar surat darimu
Sungguh ku ingin kau tahu
Dari hati meluap kebahagiaan
Di sisa separuh matahari yang kau curahkan
Terlewat secuil malam yang kau hadiahkan
Menari sepasang jemari penuh suka cita
Bersamamu aku hilang
Bunga yang beku itu masih sama seperti dulu
Mungil bertahan mengabar kebahagiaan
Bersabda akarmu masih menghujam tajam
Dingin mahkotamu masih saja redup berpendar
Temaram mati sekali tiupan
Namun kau justru datang menyemai hatiku
Memberi benih pada jasad yang berhenti berharap
Memeluk merangkul jiwaku
- 19 -
Dalam tangkai tak berdurimu
Membanjiri anak sungai di ujung mata
Meniduri dunia yang semenjana
Sungguh…
Semerbak aroma yang lugu
Bunga yang beku

- 20 -
“Ingin ku bertanya Tuhan, sampai sejauh mana
diizinkan untukku berbahagia?”
- 21 -
- 22 -
Bab 11
Sebelum senja merpati datang mengabar
Memotret embun terakhir kelopak bunga yang beku
Dalam bingkai senyum tentang pencarian jati diri
Berceloteh tangkai kelopak bunga ragam
Yang kau semai di pengembaraan
Bersama tangis tawa sendu berhujah
Mencibir gelebah janji kita malam itu
Hati kita masih berjarak lima senti
Terikat rapi di tilas bibir yang bersemi
Ketaksaan nafas melepas cinta kasihmu
Melembut abadi tersimpan memori
Kecupan mula berselimut selarap kalbu
Ikatan ini takkan kulepas
Memandang wajahmu lirih senada tak puas
Meskipun ragamu berpulang ke seberang samudera
Masih kusimpan erat dalam ingatan
Kepingan jiwamu yang kau tinggalkan
Di hati ini kau torehkan nama
Bunga yang beku cepatlah kembali
- 23 -

Bab 12
Hari ini pertama kalinya kau menunjukkan durimu
Kala ku bergurau tentang keindahan mahkota biru
Mencoba membangga pada semak liar yang semu
Menusukku tembus tak berdarah
Dengan sajak lama yang kau aungkan
Tersentak aku hilang akal
Sayup terdengar bergumam lirih
Kau berkata padaku
Jangan menyentuh tangkai bunga yang kesepian
Satu kesalahan akan terkenang abadi
Dan segores luka akan tertoreh hingga mati
Bertengkar dalam ketidaktahuan
Isi hati gadis pujangga siapa yang tahu
Menerka atmosfir yang kasat mata
Berakhir dengan luput kedunguan
Aku hanya seorang pria yang bodoh
- 24 -
Yang telah beringkar janji
Ketika sang bunga bergidik memperlihatkan duri
Menyerang musafir yang tak siap hati
Menyentuh keindahan masa lalu
Aku tidak ada maksud
Membodohi anggana gersang mewarna hijau
Memetik kelopak kering yang layu
Dan membohongi dunia
Inilah tarian terindah yang kau miliki
Tidak ada kebohongan ku bersumpah
Hanya memuji nama bunga yang beku itu
Dan jika berkata mampu menyembuhkan luka
Hingga mati ku akan terus berucap
Maafkan aku…

Bab 13
Bunga itu kembali berselimut bongkahan salju
- 25 -
Kala kehangatan khatulistiwa memerah bara
Mengelupas kelopak suci menjadi luka
Menguncup layu bermandikan abu
Aku mengaku salah
Sudikah kau memaafkanku?
Tidak aku bukan pria baik seperti yang kau bayangkan
Yang sanggup memupuk tandus menjadi berlambak
Yang mampu membawa hujan ke padang pasir
Bukan juga ia yang memetik tangkai terindah dari
anggana
Aku hanya manusia bodoh
Yang bahkan belum sempat menunjukkan purnama
Berbekal niat hati merayakan asmara
Memamerkan warna-warnimu pada dunia
Kusayatkan luka
Aku mulai mengecam sang waktu
Tentang manusia bodoh yang tak kenal malu
Mengutuk diri di kerangkeng besi
Ingin ku mengulang kembali
Walau kutahu sang waktu takkan sudi
Tanpamu pun aku hilang
- 26 -

Bab 14
Bunga yang beku itu tersipu malu
Pada rangkaian sutra yang coba kupintal
Membujuk bara agar segera padam
Membunuh mimpi kupu untuk terbang bebas
Di antara ribuan bunga musim semi
Kau berikan senyum merekah membungah
Memohon maaf atas secarik luka yang tanpa sengaja
kau goreskan
Tak bermaksud menyakiti satu sama lain
Hanya mencoba tetap sunyi sedia kala
Mengharap dinding es kokoh tak mencair
Menyimpan kehangatan
Mengubur lubuk dalam
Benih kasih hendak kau berikan
Hanya untukku…
Kau berkata
Selimut salju itu terlalu sempit
- 27 -
Berdesak hanya sepasang yang kuizinkan
Dan ketika kau datang menjemputku
Kan kujamu dengan pelukan
Tersingkap hangat di perinduan
Yang coba ku sembunyikan
Dalam nyala bara yang telah kau hujamkan

Bab 15
Terpenjara di bawah atap yang tak lagi sama
Bersama keluarga tanpa hadirnya orang tua
Diam menggigil di sudut kamar tanpa jendela
Sebenarnya aku takut
Akankah kehidupan setelah ini berselubung kabut
Terlupa kasih sayang di masa lalu
Aku sebatang kara
Bulan mengitar belum genap sampai tujuan
Teringat terik pertama kali ku bertemu
Pujaan hati yang dibenci matahari
- 28 -
Kau datang bersamanya
Tangkai bunga yang beku
Berkata bahwa nyala hidupmu pula
Hanya satu
Melamun saja bersama mimpi
Tentang sepasang minggu yang mengalir pasti
Di sisa umurku yang tak lagi sepi
Bersyukur aku
Dipertemukan denganmu
Wahai kekasih

Bab 16
Gadis pujangga menunjukkan kebesaran hatinya
Pada manusia bodoh yang tak kenal kepala
Menengadah suci ke langit senja
Kau memberiku maaf
Dalam garis mahkota tercipta bayang
Tentang keikhlasan tersirat warna jingga
- 29 -
Senyum mengantar kepergian sang surya
Sebanyak apapun kau mendapat luka
Lapang jiwamu indah tanpa noda
Aku tetap mencintaimu
Wahai bunga yang masih saja beku
Yang menggigil bersama selimut salju
Meneteskan nirwana dalam kanal berduri
Menyibakkan mujarab pada lubang di hati
Ku ingin berkata
Pada akar yang kokoh itu
Percayalah padaku
Percaya dan berbagilah denganku
Separuh beban di pundak rapuh itu
Maka kan kujunjung erat kelopak mahkotamu
Selamanya…

Bab 17
Dua ekor kelinci dalam bayang purnama
- 30 -
Menilik kembali memori mawar biru
Ke penjemputan senja menggapai rindu
Kala sang takdir
Menggiringmu ke pelukanku
Bulan pertama berlalu tanpa sendu
Bergilir sang surya mengiringi nyanyian kalbu
Di rahim bumi kita saling mengadu
Tentang sebuah dongeng
Tatkala siang dan malam saling bertemu
Suratmu datang dalam hitungan waktu
Membawa sepucuk janji kelingking
Yang terucap kala itu
Meremas rindu bercampur kecemasan waktu
Kekasihku yang masih saja membeku
Aku merindukanmu

Bab 18
- 31 -
Karenamu aku mulai menyukai malam
Gulita berhembus dalam mimpi sang pujangga
Membeku biru sepi menghangat rindu
Hingga linglung akan panorama senja
Ke dalam pelukan purnama
Membait kelopak bunga
Kupikir Tuhan senang bermain kata
Dekat raga dalam lengkung surya
Berbalik purnama kala menjauh raga
Ironi ku menggerutu
Menertawakan asmara biru kristal sang bunga
Mengetik puisi di sepasang jari
Melerai kecamuk kasih
Yang telah disemai sumpah
Dalam janji manis gelang warna jingga
Memberiku arti hidup dalam ketaksaan
Untuk bertemu denganmu

Bab 19
- 32 -
Berjalan kaki bergurau di planet mimpi
Erat menggandeng nadi bunga musim dingin
Saling menatap kejujuran tangkai tanpa duri
Membodohi manusia yang tak sudi
Memisah raga yang inginkan Satu
Mengasih hati bunga yang beku itu
Bak mengarung samudera galaksi tak terhingga
Hilang arah kala senja berdamai surya
Tenggelam tak bernafas
Dalam kemungkaran langit berbintang
Oh Tuhan beritahu hambamu
Cara merawat tangkai bunga yang beku itu
Haruskah kuabai sepi membeku
Atau memeluk mahkotanya erat
Meski tangan ini penuh luka?
Sungguh aku tak tahu

Bab 20
- 33 -
Satu hari terlewati tanpa nyanyian di garis hijau
Menunggu sepucuk surat dari bunga yang beku
Mengasih diri membaur diri
Menyebur letih di garis mati
Melilit harapan mati berjarak lima senti
Dalam raga kurus kering
Terjarak sejauh matahari
Aku mulai bosan terhadap waktu dan keadaan
Cukup dekat untuk kudekap
Terlalu jauh untuk kugapai
Bersujud di hadapan Tuhan beri aku kesempatan
Untuk menemuinya

- 34 -
“Sebuah ciuman sama halnya dengan menenggak air
asin. Kau meminumnya, dan rasa hausmu akan berlipat
ganda.”
- 35 -
- 36 -
Bab 21
Sekala hari terlewati di relung puisi
Merenungi kisah tangkai tak berduri
Bayang langkah menggapai lengan permaisuri
Sadis menyilet hati menyelam ketaksaan abadi
Mengharap letih suatu saat kau akan kembali
Hatiku meringis kecut
Sinis menghakimi anak Adam yang pengecut
Yang bertarung barang secuil hati
Mengharap mahkota yang selayaknya tak kusentuh
Melinglung membelai labirin laksana
Pangeran tanpa kuda putih gagah perkasa
Bertopeng lugu gumam bertanya
Pantaskah aku menjemputnya?

Bab 22
- 37 -
Brutal membunuh merengsa
Meniruskan mata cenangkas yang kubawa mati
Menempur anggana melaju tangkai melayu
Teduh menunggu di negeri seberang
Menengadah matahari terbit
Mengutara dingin menjingga
Teruntuk gadis yang beku
Maafkan diriku yang keakuan
Mengerasi asmara yang acuh kerinduan
Yang menyayat mengukir
Membantai cinta kasih
Kelopak bungamu pada biru kristal kedamaian
Kala ego tak sudi melepas
Akar dan tangkaimu masih saja tangkas
Jikalau ingin ku jujur ketahuilah
Aku hanya merindu

Bab 23
- 38 -
Jemu jiwaku malam ini
Bergumul sepi lembab petrikor
Mencicipi sanubari gadis yang dibenci matahari
Abadi dalam selimut salju
Mengakar beku
Aku tidak akan pernah tahu
Dan angin yang terbawa sampai ke lereng bukit
Takkan sudi memberitahu
Ngarai kesepian beraroma kematian
Di jurang hatimu yang kau sembunyikan
Mencoba tegar dalam senyuman
Manis pula membeku
Mekarnya mahkotamu menutupi luka
Warna jinggamu mengaburkan anak sungai yang
tercipta di ujung mata
Kala akarmu menghujam pasir
Kokoh membohongi
Kan kulengserkan sepasang bahu
Di atas pot yang berdebu
Aku ada disini
Membalut segala lukamu ngilu
Menampung air matamu sendu
- 39 -
Tanpa menggoyah tangkaimu tegap berdiri
Meski sepi kosong padang pasir benalu
Bersimburan kan kupanggil hujan
Reinkarnasi dari malaikat terbuang
Bersamamu inginku menua

Bab 24
Bossanova di daun yang turut mengalir
Di anak sungai tercipta hingga hilir
Sudut mata memandang lubuk senja
Mendebur ombak di tangkai yang hanyut
Duduk sepasang insan
Melamun bahari menghentikan waktu
Nostalgia mendekap rindu
Bersama bunga yang beku
Denai di bibir masih terukir jelas
Tentang kelembutan jiwa yang kau berikan
Bersama hembus nafas selesa
Akan cinta kasih berbagi dunia
- 40 -
Kau mendesis tersipu
Temaram terbenam lampu jalanan
Yang sendu di malam terakhir
Bersama derai ombak yang membenam dua hati
Sebelum kau beranjak pergi
Berpulang matahari terbit
Wahai kekasihku
Malam ini pun terasa sama
Laiknya purnama yang kita pandang bersama
Lamun merindu membayang mahkotamu
Habis siang menunggu setampuk kata
Melerai lubuk yang bertikai gaduh
Dalam hati ku menjerit
Layakkah ku mencintaimu?

Bab 25
Wajar menaksa ajar memaksa
Melakoni kelakuan hati yang tak terkendali
- 41 -
Cepat berdetak nyeri bersesak
Mendamba cinta rindu dan kasih
Memupuk taman bunga yang kadung disemai
Aku tahu ini pertama kalinya
Teruntuk sepasang lengan dan bibir ini
Kembara menahu di planet seirama bunga
Bahwa pintu surga tidaklah terkunci
Mencicipi dunia paralel
Memecah atmosfir di tiga hitungan
Di bibir lembutmu kutitipkan masa depanku
Meluap hormon menyesak arteri
Merajai alam kesadaran di luar mimpi
Sadar melamun hingga titik api
Terbayang hanya garis senyummu
Di kelopak bunga yang beku

Bab 26
Separuh gulita menemani berkas lentera
- 42 -
Menyala redup bersama lembutnya sutra
Wangi tulip beraroma nostalgia
Menyeretku ke dalam bingkai foto
Yang tertinggal tanpa jejak hingga layu
Kupandangi wajahmu pilu
Bercumbuan mesra dalam alunan tanpa rasi
Menenun masak hati ranum bersemi
Mempersiapkan diri untuk esok hari
Menyeberang maya menuju cakrawala sepi
Di kerajaan ketika sang matahari berhenti membenci
Setiap hari aku mencintaimu lebih
Berkutat syair menada partitur warna-warni
Muram bergumam di lamun lubuk sang kala
Menampar rindu memadu kalbu
Di semak jerami melilit jemari
Kau gandeng tanganku
Lirih membisik merdu
Aku juga merindukanmu

- 43 -
Bab 27
Ah, sang waktu tak jeranya menjahili
Terpasung deru mengalir turunan hati
Tiga hari mengais bayangmu dalam mimpi
Laksana bermandi darah naga yang abadi
Aku mengering…
Seenak hati sang waktu memutuskan
Tentang sebuah nama yang layak bersemayam
Bertinta pekat menoda kanvas suci
Tak tersentuh kala dilahirkan
Mengucap selamat tinggal pada sejarah lama
Kepada rak buku berdebu itu
Tercipta kaligrafi memancar dersik angin utara
Tertulis juga namamu
Kupanggil nama itu
Bunga yang beku
Bertangkai selimut salju
Tak berduri dan mengakar tajam
Memekar kelopak musim dingin
Bersamamu dan duniamu
- 44 -

Bab 28
Bersamamu teringat dua sejoli
Tentang dua jiwa muda yang berlari seirama
Dua hati terikat kusut kesendirian
Terpenjara sepasang kutu buku
Dalam romansa yang menuntun mereka
Tentang kecepatan kelopak bunga sakura
Kereta melaju mengantar kisah cinta mereka
Mengirim waktu dalam tumpahnya tinta
Membaur sepi mengambang awan
Tersesat antariksa dua anak itu bermandikan cahaya
Melukis fantasi yang mereka percaya
Mengemis waktu dan kesempatan
Bagi ruang rindu tuk bersatu
Hati mereka berjarak lima senti
Menjalin hubungan terpisah raga saling menepi
Mengalir alur menetes pipi
Bak kelopak beraroma butiran salju
- 45 -
Bibir mereka saling bertemu
Merindu semalaman di gubuk yang beku
Menunggu fajar
Kembali ke perantauan
Mereka kembali berjauhan
Aku tahu
Kisah cintaku tidaklah seromantis itu
Yang dilukis dengan warna kelabu
Ia hanya setangkai bunga yang beku
Dan akulah damai kristal biru
Namun satu hal yang kupikir pasti
Kami berdua satu

Bab 29
Aku mulai tersesat di lorong waktu
Tanpa bisa berkelana pikirku beku
Menjaga janji kelingking tersimpul kaku
Ketika menyerah bukan lagi pilihan
Tidak ada lagi selain pengharapan
- 46 -
Menjaga keteguhan hati bukan hal yang mudah
Mempercayai segala kebohongan yang ada
Di kekacauan yang merusak logika
Warasku mulai hancur
Gelisah berpusing meretasku jujur
Tentang sepasang minggu basi tertinggal
Serangkai nama menghantui mimpi
Purnama pertama mengingatkanku
Bahwa hati wanita siapa yang tahu
Susah payah mengemis cinta dari ia yang pemalu
Yang berjuang lebih keras dari bunga manapun
Di tanah beraspal yang dingin itu
Kelana dirimu ke tanah berpulang
Menyerbuk kasih bunga yang beku

Bab 30
Bermandikan kosmos dalam iringan rasi
Aku bermimpi tentang anggana bahari
- 47 -
Bergandengan tangan dengan seorang gadis
Memandang indah planet di balik bukit alegoris
Kupandang wajahnya kabur
Dalam dersik angin surya yang hangat
Merindu gadis itu
Berkata Tuhan pada pengembala
Tentang menggiring tanpa berangasan
Melerai domba mengharap besing
Mereksa anggana membentang dunia
Mengibaratkan hati rapuh sang gadis pujangga
Meskipun begitu aku malu
Sebab kali pertama berhak mengadu
Mengirim surat tanda tak mampu
Aku takut
Jika kugoreskan luka
Kala ku kehilangan dara
Dan andai kandas untukmu bahagia
Masih pantaskan aku?

- 48 -
“One more time, one more chance.”
- 49 -
- 50 -
Bab 31
Hati ini merenggang tak menentu
Terombang-ambing dahan di ruang waktu
Penat mengejar ketaksaan kalbu
Kebenaran semakin menyesatkanku
Tentang jarak yang memisahkan
Ketika menggenggam payah seutas ikatan
Jiwaku bertamburan
Berwalang hati semakin kurasa
Tentang akad yang kita agungkan
Menjalani hubungan meski raga saling berjauhan
Eksamen hati umpama belati
Mengikat janji menciummu bermadu kasih
Berucap untuk saling menjaga
Sepasang hati yang dikadung asmara
Aku semakin takut
Menjadi manusia bodoh yang pengecut
Meragukan hati luntur mengalah sepi
Menjalani hati tanpamu kasih
- 51 -
Orang bijak pernah berkata
Bahwa jarak tidaklah mengapa
Selama hati takkan tertambat oleh rupa
Aku akan baik-baik saja
Cinta ini membisiki ruang dan waktu
Mendebat masa depan berlatar angin musim semi
Memberiku dua pilihan untukku mati
Jarak ini membuatku khawatir
Linglung memaksa janji kelingking tuk berpikir
Apakah jiwanya kini merindu
Ataukah egonya kini melupakanku?

Bab 32
Hari ini kembali mengusut hati
Menyibak taksa bergumul bak jerami
Menangkup memori kala ku berjanji
Mengukir satu prestasi
Ketika nafas kita membaur dalam sepi
- 52 -
Ah, seharusnya aku tahu
Tentang dersik iblis yang meragu
Mengawal badai memudar jati diri
Tersesat aku di malam kelabu
Membunuhku…
Namun aku yakin
Engkau masih ada disana
Gundah berkelut hal yang sama
Menggenggam erat tali asmara
Aku mempercayaimu
Bahwa namamu masih abadi dalam kalbu
Kekasihku bunga yang beku

Bab 33
Belukar tercampak meninggal kasih
Menyibak samun tenggala belantara
Bak mencari sebatang jerami di tumpukan jarum
Bunga yang beku itu sendu
Menaung tangkai tak berduri semata wayang
- 53 -
Meski mahkotanya gugur beterbang
Terisak dalam senyuman
Bunga itu menangis pilu
Merecup penuh luka ke dalam pelukan
Sang biru kristal kedamaian
Mencurahkan segala keluh kesah
Akan awal dan akhir dari perpisahan
Dan keabadian dalam pertemuan
Memohon belas kasih Tuhan
Sirnalah semak belukar di anggana
Agar aku bisa memeluknya erat
Tanpa gemetar mengelak luka
Dari batang mawar tak beronak
Menetes kasih dari anak sungai di ujung mata
Kau memercayaiku
Aku hanya bisa berterima kasih
Pada segala kebesaran hatimu yang ayu
Bersambung tangan di kelingking waktu itu
Hingga ciuman yang kau berikan malam itu
Melakoni lubang di hati
Aku bersyukur bertemu denganmu
- 54 -

Bab 34
Manusia bodoh itu kini bahaduri
Seenak hati mengubah makna khalis heroik
Membuang segala komitmen basi sosok hipokrit
Yang berpikir bisa mengusik manjapada
Ketika ia duduk sesenggukan
oleh sebatang duri yang bunga itu tancapkan
Sejak malam itu dunianya berubah
Tak acuh menyamun singgasana
Santak kebajikan mengatup rupa
Tersingkir dari kerajaan surga
Demi seorang rumah tempatnya berpulang
Melindungi mahkota bunga yang beku
Manusia bodoh yang sebatang kara
Menata bata menggelar karpet jingga
Menanti mutiara berayun di tanah surga
Sosok mungil indah semenjana
Meremas dunia ke dalam tunggal raga
- 55 -
Namanya bunga yang beku
Dibenci matahari tak buatnya layu
Akarnya kokoh melawan jarak dan waktu
Dipisahkan darinya damai kristal biru
Meski begitu aku pun tahu
Sumpah sedayu malam itu masihlah beku
Dan benang takdir takkan mengadu
Pada sang waktu yang keji memisahkan
Separuh insan berpulang ke perantauan
Disini aku menggebu
Dan disana kau sabar menunggu
Hingga tiba saatnya kita bertemu
Kumohon…
Jagalah hatimu

Bab 35
Bak derak tapak kuda yang menggebu
Memacu jurang waktu tuk tujuan yang satu
- 56 -
Memercik sungai mengembun luas sabana
Menggempur sejarak lima senti tak berhingga
Jiwaku terus berlari menyongsong
Ke ujung semesta mendahaga hatiku yang kosong
Berbekal secarik namamu
Aku takkan lagi mengadu
Aku tahu…
Dentingan waktu membuatku pilu
Panjangnya lengan tak bisa menggapaimu
Hanya di garis hijau jiwa kita satu
Memadu asmara berpacu rindu
Menghela nafas sendu
Ku membayang wajahmu

Bab 36
Bertandang hati ingin bertemu
Mengorbankan darah tulang bersendi
Menggebrak pintu besi meremuk nadi
Menetes sesal sirna suci air mata
- 57 -
Bak melawan naga di tahta singgasana
Jiwaku menjerit meronta
Tumit bergidik tertawa dalam bara
Bertekuk lutut bersangga belati
Aku belum ingin mati
Gadis itu pastilah lelah menunggu
Manusia bodoh berotak dungu
Mengejar rindu yang keakuan
Menyaku sajak abadi dalam kenangan
Ingin kusampaikan padamu kekasih
Masihkah kau mencintaiku?

Bab 37
Sama halnya dentingan jarum waktu
Tik tok berbunyi selaras tak pernah keliru
Dan sama halnya detak jantung memompa
Selalu menyanyikan nada yang sama
Kesaksian akan awal dan akhir
Masa lalu yang lalu dan masa depan yang enggan
- 58 -
Bukti hanggatnya jiwa ialah kehidupan
Melangkah maju bertumpu sepasang bahu
Jatuh menangis lalu bangkit tanpa perlu malu
Semua manusia selalu
Juga diriku…
Menghujani hati sebalok kata
Meneriaki butanya tak pandang rupa
Menggandeng tulinya yang tak tahu gema
Kala tersesat dan hilang arah
Bukan alasan untukku menyerah
Kuyakin tidak pula untuknya
Dan ketika secercah surga datang menyapa
Aku berbisik lantang
Maju!

Bab 38
Bintang terakhir di embun pagi itu menangis pilu
Nyala memerah berkedip letih
Tertutup awan kembali temaram
- 59 -
Terisak dalam lantunan kasih ibu
Bersama sang fajar menitihkan sendu
Siang dan malam takkan pernah bersatu
Berundung cahaya hangat yang cerita
Berpunggung bayang dingin yang gulita
Bersatu sekejap di atas langit senja
Hanya untuk melerai luka lama
Akan sebuah perpisahan
Hati kecil ini mulai bertanya heran
Apakah ia sedih ditinggal sepi
Ataukah berbahagia memeluk mentari
Meskipun tahu sekejap waktu bukanlah abadi
Walaupun hangat silaunya memadamkan api
Meskipun begitu
Aku tidak mengerti

Bab 39
Berkabut abu berselimut salju
- 60 -
Kupandang bunga yang beku itu masih satu
Mengabar mesra di garis hijau
Melambai mahkota semerbak tersipu
Berdiri tangkai tak berduri
Mengusir benalu yang tak tahu diri
Bunga itu memegang janjinya
Bahwa mahkotanya ialah milikku
Bahwa suburnya bukanlah air mata
Goyahnya tiupan takkan merubuhkan
Dan benihnya tetap terjaga dalam kesendirian
Sumpah setia kau pun ucapkan
Menghitung jarak tak kau risaukan
Mengulangi kata yang sama
Tak pernah jenuh rindu mendahaga
Sampai kapankun kan kujaga
Menaruhkan api sebatang kara
Kekasihku bunga yang beku
Aku tetap mencintaimu

- 61 -
Bab 40
Rasa sakit ini memanggil namaku
Mendersik merdu mengajari
Yang di awal takkan jadi yang di akhir
Terombang-ambing hanya di tengah
Tanpa bisa menepi di salah satu ujung
Mencintai butuh rasa sakit dan lara
Tanpanya semua tiada guna
Ketika menadah berarti bersedekah
Kala mencinta layak menderita
Tak berdaya mengalir pertukaran setara
Namun untukku yang baru bermula
Menapak semesta tinggalkan singgasana
Meski begitu kuhancurkan kuasa
Untukmu ialah yang pertama
Kan kupastikan bagimu bahagia
Jadi yang terakhir menebus cinta

- 62 -
“Cinta pertama takkan pernah bisa kau gapai.”
- 63 -
- 64 -
Bab 41
Menyeruak lunau di sanubari
Menyekang nadi sesak meluber nurani
Menjalani hari dengan separuh hati
Hanya mampu berkutat linglung di bait puisi
Tanpa hadirmu aku mati
Andai tangan ini mampu mengepak
Sudah sedari dulu sayap ini rentang kusibak
Segala luka cinta gempita kan kuajak
Menuju anggana di bukit perjanjian
Menjemput sosokmu merindu tangkai cendera
Menawar rindu menyatu keping sepasang jiwa

Bab 42
Meladeni dahaga bermuka dua
Bunga yang beku itu kini merana
- 65 -
Bertahan tandus di perantara
Musam tanpa hadirnya sang surya
Akarnya terleka mengais air dari surga
Berharap tumbuh kaki untuknya berlari
Menyongsong sesosok pria di naungan mentari
Tak kuasa menahan rindu
Bunga itu berjuang mencari madu
Bernada mempelai tertawa dalam pilu
Kau berjanji akan datang padaku
Tepat setelah berakhirnya bulan ketujuh
Meskipun kau tahu
Kedua tanganku rapuh
Dan sekali lagi akan kau ulangi
Memori tak terlupa menghindar pudar
Tak peduli meski kerontang
Mahkota jingga di muka

Bab 43
Melawan hati yang tak inginkan sepi
- 66 -
Ku mengusik kawanan lebah pengais nektar
Menyodok sarang berkata kasar
Meniti kosakata bak pelayan muda
Hingga akhirnya ku berpura
Akan rintik yang tak kunjung reda
Dan sedandainya kau sadar
Aku hanya ingin bicara
Tidak aku tak ingin membohongimu
Seraya merangkai kata beraroma gula
Manalagi memetik tangkai sebatang kara
Memandang garis senyummu kasih
cukuplah untukku bahagia
Kukira kita telah berucap sumpah
Di hadapan benih kakao yang kau suka
Bahwa kebohongan bukanlah pilihan
Dan kejujuran ialah semata wayang
Sembari mengikat benang merah di jemari
Kita bersihkan segala noda
Bagi kita jiwa dimadu asmara

- 67 -
Bab 44
Sehari serasa sewindu
Tanpa hadirnya surat darimu
Menilik masa lalu di garis hijau
Meski kutahu dirimu ripuh
Akan jiwa muda yang menggebu
Berlomba lajak dengan sang waktu
Izinkan aku tuk mengingatkanmu kasih
Lakukan segala hal yang kau mau
Lampiaskan segala penyesalan dan kebencianmu
Mengharaplah akan masa depan yang tak tentu
Mencintalah sesaknya rindu tak mampu bertemu
Dan jika dirimu pilu dan sendu
Belantara terlalu jauh kau mengayuh
Dan tersesat hilang arah
Pulanglah…
Biarkan aku membalut lukamu itu
Menghangatkan hatimu yang beku
Dalam pelukan Ibu
Wahai kekasihku

- 68 -
Bab 45
Aku serasa tertinggal langkah kaki
Olehmu yang tak menyerah dalam janji
Bergelut sarjana membangun jati diri
Mengayuh mimpi sebentuk bukit
Dalam gerbong besi dirimu berlari
Menggurui masa depan untukmu kebaikan
Mendayung pulau ke negeri seberang
Seminggu penuh mengencani waktu
Ripuh melakoni bunga yang beku
Melampas subuh hingga senja
Berkarya luap hingga gilir kala mimpi tiba
Meniduri sisa hari yang tak cukup hati
Dan disini aku masih sepi
Akan hadirmu yang sangat berarti
Menyalakan api sebatas sajak dan puisi
Bersuara kicauku tak sampai
Hingga serak telisik jarak
- 69 -

Bab 46
Aku cemburu
Tidak berdaya segenap akanmu
Akan rapuhnya kulit ragaku
Tuk sekedar memelukmu
Berpisah jarak asmara tak menentu
Jika jiwa ragapun tak sanggup bertemu
Setidaknya beri aku kabar
Bahwa sehat nafasmu tidaklah pudar
Bahwa garis senyummu belumlah samar
Melegakan lubang hati yang tersumbat
Oleh tangis perpisahan kala itu
Dalam tidur kupanggil namamu
Wahai bunga yang beku
Berbisik rintih tersipu malu
Ah, mungkin aku hanya merindu

- 70 -
Bab 47
Di garis hijau terbisik hasrat tuk mengadu
Menyapa kekasih tersipu malu
Berbekal romansa setelan kelabu
Hingga bait pujangga yang kucipta lalu
Ingin rasanya kuberkata
Selamat pagi untukmu
Kekasihku bunga yang beku
Apalah daya hatiku ciut
Mengalah sosok manusia pengecut
Tidak bukannya aku takut
Berjalan sepi dalam kabut
Khawatir berlagak tangkainya rapuh
Menggigil trauma akan duri yang meluka
Dan hingga berkas cahaya itu memudar
Lidahku masih saja kaku
Menyesali satu lagi hari berlalu

- 71 -
Bab 48
Menguat khayalan mencium renungan
Membayang wajahmu berseri penuh angan
Memanjatkan mimpi tentang sebuah pertemuan
Agar pudar luka perpisahan
Menjalin asmara denganmu senantiasa
Menjaga hati satu sama lain sudah biasa
Meskipun jarak memisahkan kita
Hari inipun kunyanyikan nada
Tentang segala perasaan yang ada
Untukmu bunga yang kudamba
Satu purnama hilang seketika
Kala mencium bibirmu tidaklah sia-sia
Menjalin ikatan sejauh padang anggana
Kuharap kau selalu ingat
Tentang sebuah nama yang selalu kupanjat
Melamun bersamamu utuh
Disini aku memikirkanmu

- 72 -
Bab 49
Bertemu denganmu berbagi kasih
Ketika melepasmu menahan perih
Tanpa menahu bilamana harus ku berdalih
Aku duduk terdiam
Menyelami samudera bintang yang temaram
Melerai sepasang emosi silih berganti
Tentang kegembiraan dan penyesalan
Kebahagiaan dan rasa sakit kehilangan
Kusut pikiran bertepuk sebelah tangan
Menjalani hubungan di langkah pertama
Sesungguhnya hatiku bimbang
Kala kuniatkan merawat bunga gemilang
Menyentuh rapuh merawat sekarat
Membelai benih menyemai kasih
Meneguhkan hati mengasah belati
Sehingga kan kuhadiahkan pot bunga itu
Agar bisa membawamu pulang bersamaku

- 73 -
Bab 50
Aku terbangun dalam ruangan
Memimpi khayalan dunia fantasi
Meraba buta hidupku yang tak pasti
Mencari bukti jejak kaki yang kutinggalkan
Menuntun perlahan jiwaku yang tersesat
Ke jalan dimana bunga yang beku
Menungguku di pemberhentian
Tanganmu melambai dari seberang jembatan
Mengalir gemericik sungai di pangkuan
Meski tenggelam ragaku berenang
Menepi perahu tua yang ditinggal
Mendayung menuju hulu hatimu
Aku bertaruh pada kerumunan gagak
Bahwa kan kuantar lubuk sebatang kara
Meski hilang sebelah lengan
Hingga sampai ke hadapannya

- 74 -
“Kebahagiaan terbesarku adalah bertemu denganmu;
ketika penyesalan terbesarku adalah melepas
kepergianmu.”
- 75 -
- 76 -
Bab 51
Separuh sajak yang telah kutulis
Membimbingku mara memahami rasa
Menapak telak kisah cinta yang pertama
Menjamu hati gadis di ujung samudera
Mulailah aku berkelana
Berlepas tangan tanpa pelana
Mencari arti hidup yang sesungguhnya
Membangun asmara yang tiada dua
Terperanjat aku dibuatnya
Bunga yang beku itu perlahan mencair
Menetes embun kasih dari pipinya
Gemercik menetes menyubur anggana
Bersibaran terbang ke penjuru dunia
Membasahi jiwaku yang agaknya layu
Kedinginan dalam selimut salju
Musim dingin belumlah berlalu
Dan kutahu akarnya masih membeku
Meski silau kelopaknya takkan layu
Ingin ku bersegera
- 77 -
Sebelum dersik angin berhenti membara
Membawa anganku pada pujangga
Tentang merindu mati tanpamu
Kebodohanku tiada tandingannya
Membuat sang kekasih menunggu lama
Tanpa kabar dan sepasang jari di surat cinta
Menyapa tak kuasa hati
Tak acuh bergelut luka di hati
Hingga pada akhirnya kau memberanikan diri
Memetik sehelai kelopak bunga itu
Kau kirim di garis hijau
Berucap selamat malam
Padaku yang dirundung kelam

Bab 52
Purnama kedua perlahan mengajariku
Tentang wajah asli bunga yang beku itu
Meski meluber topeng malu tersipu
Kau mulai sudi membuka diri
- 78 -
Pada sosok yang kau titipkan hati
Temetes cairnya es yang kau perlihatkan kala itu
Sudah lebih dari cukup untukku
Tak apa aku takkan memaksa
Tuk membuang topeng itu senantiasa
Atau membawa matahari yang membenci
Agar selimut saljumu perlahan hangat
Jika ku lakukan keji
Akarmu akan kelelahan dan mati
Dan kau akan mulai membenci
Manusia bodoh yang tak tahu diri
Perlahan tapi pasti
Kan kugali tambang intan di hati
Kan kucari mata air penyejuk nurani
Mengecat mahkotamu warna-warni
Dan kan kuhiasi bak permaisuri
Dirimu wahai bunga yang kupuji
Bersabarlah…
Aku tengah melangkah
Pada anggana yang melangah
Memungut kedewasaan di setiap langkah
Untukmu bunga yang indah
- 79 -

Bab 53
Jam pasir memberitahuku
Tentang kelemahan sang waktu
Bahwa tewasnya masa lalu
Hingga masa depan yang tak seorangpun tahu
Menghancurkan harga diri petarung
Di atas arena bersimbah darah
Demi siapa?
Untuk apa?
Kau hanya akan mati sia-sia
Keheranan tak memahami setiap kata
Hati kecilku berbalik menanya
Membela semua yang telah kupunya
Untuk bunga itu bunga yang beku
Demi gadis itu kekasihku
Dan jika semua ini hanyalah bara waktu
Aku akan kembali kosong
- 80 -
Jam pasir itu tertawa
Menggelitik menyisir melawan gravitasi
Menghenti aliran yang sudahnya pasti
Sepatah kata agaknya menjadi sepi
Meretak kerasnya hati
Menderu balutan rindu
Ah, aku tahu maksudmu
Wahai Sang pencipta waktu
Berpegang teguh masa lalu hanya benalu
Mencemas masa depan tak lebih dari bualan
Sebelum penyesalan datang
Dan sebelum khawatir akan tandang
Sekarang takkan terulang
Sempat tercipta sebab kini saatnya
Keajaiban datang berulang
Masa kini bukan yang lain

Bab 54
Sepintas kutahu
- 81 -
Terlalu sulit tuk melepasmu
Kala kutahu kebahagiaan terbesarku
Ialah bertemu denganmu
Ketika penyesalan terbesarku
Ialah melepas kepergianmu
Ragaku tak bisa hancur seketika
Saat tetes hujan pertama membasahi pipiku
Mengalir berasak anak sungai
Hangat tercipta di sudut lakrima
Bergidik meninggalkan ruang di hati
Teringat sentuhan di bibir
Deras tak seorangpun tahu
Ku menangis pilu

Bab 55
Sentimen sejarak lima senti
Erat menggenggam kadar sajak
Di sepasang jemari silih berganti
Berdetak menggebu kalimat mesra berderak
- 82 -
Mengasihi kasih dimadu kalbu
Tak ada pilihan selain menunggu
Bunga itu beku ripuh mengadu
Berguru menentang hidup kelabu
Picisan koin lantas kau kumpulkan
Demi menengadah purnama impian
Bersanding pria idaman
Disini aku menggebu
Merangkai kata meniti waktu
Demi menyisihkan seutas tali kelambu
Di atas kepala menggeser kubu
Melucuti sandang kusut di kampus biru
Demi menengadah purnama impian
Bersanding gadis idaman

Bab 56
Sepertinya aku mulai kehabisan kata
Mencurahkan kebahagiaan sesak meluap
- 83 -
Bertaruh muka demi segaris senyum tawa
Melamun bayangmu tak berhenti mengharap
Akan hadirmu lima senti dalam dekapan
Menghembus nafas rindu dalam kehangatan
Memanggil memori kebahagiaan
Dalam lembut bibir kita berciuman
Garis hijau menjadi pelarian terakhir
Membaca tiap kata manis yang kau rangkai
Meski ragamu tiada hadir
Bisa kurasakan suaramu membelai
Lelah hati yang lunglai
Meringkas jarak raga sejauh cakrawala
Membayang saling bersandar
Di rintik hujan yang terdengar
Membisik lantunan selamat tidur
Untukku yang kelelahan

Bab 57
Sinis bercengkerama bernada manis
- 84 -
Tentang bercumbu merangkai sajak puitis
Menuang kebahagiaan cinta yang tiada habis
Kala aku takut gembira ini berlebih
Berpikir lebih baik mencari dalih
Sebab segala yang berlebih selalu fana
Menerbangkan tinggi ragamu ke angkasa
Hingga jiwamu tak sadar akan pura
Dihantamkan segalamu ke bentala
Tak tersisa milikmu sirna
Hujan rindu dan secangkir kopi hangat
Tak lebih bualan penyair yang tertambat
Menggalau riang jatuh cinta
Mengepak asmara dalam balutan kata
Tak acuh pada segala luka
Kala hidup tidak selalu sederhana
Akulah manusia bodoh
Sebatang kara yang tak pernah tahu arti kata cinta
Menyair hanya tuk ungkapkan nada
Pada Tuhan yang tinggalkan raga
Tidak adil menggores sukma
Kuberi satu anjuran untukmu kawan
Larut di anak sungai bukan pilihan
Kepada siapa kau akan melawan?
- 85 -

Bab 58
Sekelumit kisah cinta yang kutuliskan
Takkan muat di ribuan halaman
Setiap tetes debu jatuh di jam pasir
Satu makna kasih kan terlahir
Menggapai angan akanmu bunga yang beku
Tak sanggup diriku meliku
Di seonggok dahan yang hanyut
Dalam badai rindu yang tak kunjung surut
Semua ini akan kukenang
Meskipun akan tiba saatnya untukmu hilang
Bilamana dahaga ini terpuaskan
Namamu seorang takkan pernah kulepaskan
Mencari sisa jiwamu kerontang
Mahkotamu dan dinginnya kelopakmu
Semoga abadi selamanya
- 86 -

Bab 59
Tanpa hadirmu aku gundah
Menanyai setiap hati di kota yang asing
Tentang sebab hubungan terpisah raga
Menjalani hidup bak jiwaku hampa
Tentang rapuhnya keabadian
Tentang abadinya waktu tak berdentang
Tanpa ragamu kasih
Cemas aku dibuatnya
Kala terpisah dari ragamu buatku lebur
Terpisah dari jiwaku akankah hancur?
Aku takut kehilanganmu

Bab 60
Semakin kugali semakin menjadi
Sebab makna dini dari mencintai
- 87 -
Mengurai makna asli dari dicintai
Ah, mungkin aku keliru
Bersajak bukan tempatku bersilat lidah
Mengomeli romansa jingga tak tahu diri
Atau menggurui belukar yang tak tahu merindu
Di sini tempatku semedi
Agar cinta ini terus bersemi
Mengalir di sungai waktu menua bahagia
Menyopot gigi melepas topeng
Memamerkan kerut bukti kehidupan
Akan sepasang insan yang saling memberi
Bergandeng tangan di penghujung hari
Hingga akhirnya mereka menepi
Berbaur tanah takkan sepi

- 88 -
“Aku sebatang kara. Bersamamu aku sebatang permata”
- 89 -
- 90 -
Bab 61
Karut marut membaut dalam kabut
Melangkah maju bergidik kakiku kaku
Mundur berlari bak pengecut pun tak sanggup
Meraung gunung di hutan belantara
Tak seorangpun akan datang menyelamatkan
Jalan setapak berkelok memudar perlahan
Menyesatkanku badai sajak yang baru
Oleh sebab rantau telah kupilih
Kenapa juga aku harus berdalih
Mengecam ributnya sukma bak sangkakala
Hancur melebur membaur daur
Oleh kegilaan yang kau sebut cinta
Memutar balik fakta dan logika
Ke dalam dunia fantasi rancu yang fana
Ah, mungkin hati ini berhenti peduli
Sebab kecamuk rindu yang tiada henti
Bak mengharap secangkir manisnya kopi
Kini kutuang sendiri
Melatih hati dalam sepi
- 91 -

Bab 62
Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu
Kekasihku bunga yang masih saja beku
Tentang alasan akarmu mengais di padang tandus
Meski kau tahu telah tak tersisa cahaya purnama
untuk ditemu
Bilamana mahkotamu takkan lagi abadi dalam beku
Beritahu aku mengapa wajahmu terus membeku
Agar jiwamu tidak dicuri waktu?
Tidak itu bukanlah seperti dirimu
Yang merindu hidup bercakap dengan sepi
Dan rahasia dibalik tangkai tak berduri itu
Atau sebab pertengkaranmu dengan matahari
Aku ingin tahu

- 92 -
Bab 63
Teringat kembali kuncup membengkar
Kala kutahu kalian tengah bertengkar
Pada sosok terik khatulistiwa yang mungkar
Membelai dinginnya selimut saljumu memerah
mengelupas kasar
Meski begitu aku mencintaimu
Mengasihi sosok rupawan sebahu yang tegar
Pada kehidupan baru yang kau jejaki
Kala mengedip mata silih berganti
Aku yakin hatimu takkan ingkar
Pada sepah janji yang kita ukirkan malam itu
Menggenggam akad mengulur benang
Sejauh ribuan kakipun akan terus kau kenang
Terpisah jarak menjalani asmara
Melatih hati agar tak durhaka
Siang malam takkan sudi bersatu
Menjalani hari di atas piringan perbedaan waktu
Keringat menderu kala sang surya ceria
Ketika kau tak ubahnya penguin bermandi salju
Bergidik mengembun nafas yang beku
- 93 -
Ruang kosong di hati sebentar lagi habis
Berdesak penuh pahatan syair yang kutuliskan
Menuangkan keluh kesah kasih akan rindu yang tak
tersampaikan
Kendati nadi di hati hampir meluap
Sesak sakit terasa meremas kecemasan
Memohon kabar darimu untukku tetap tegar
Agar kutahu dirimu sentosa
Terlampir surat cinta pujangga

Bab 64
Romansa hujan tak lagi menggelitik sisi kegalauanku
Berdebat tentang asmara tak lagi menggebu
Meskipun ufuk timur langit masih kelabu
Sedia kala kutemukan penambat kalbu
Mengobrol senja hingga nuansa kopi hangat
Di bawah langit bertabur bintang nan gemerlap
Tersesat basi di kisah kasih sekolah
Lugu nan cupu serasa inginku membantah
- 94 -
Kala hati ini masihlah mentah
Aku menelan ludah
Iri hati asmawa penuh warna yang dikisah
Menjaga diri sampai ku tak tahu lagi
Arti kata cinta yang mereka puji
Bertemu denganmu adalah anugerah
Mencium kelopak bungamu sungguh indah
Kala cairnya es mencipta merekah
Menunjukkan semesta yang layak di jelajah
Sekarang aku mulai paham
Akan kejinya rindu ingin bertemu
Mengiris hati menggores luka jahanam
Mengalir pertukaran setara
Menjaga komitmen seimbang mensyaki
Kala kuingin perihal
Wajar melepas berkorban yang tak kekal
Tapi tak apa…
Semasa kugenggam namamu
Kita masihlah satu

- 95 -
Bab 65
Menggali kepingan rindu yang tersisa
Di bibir pintu melekat merana
Tenang menengadah menunggu rangkaian kata
Terperungku debu derat mengarat
Menjebol dinding arteri mencipta ruang sepi
Hingga setetes hujan pun membasahi
Sanggup hancur hatiku lebur
Setapak kulalui membusung dada tegar
Mengerdip bisikan masa lalu yang benci kudengar
Menyapu kerongkong siap melaju
Aku terus berlari
Menampar diri di setiap pijakan belati
Berteriak putus asa kala ku berhenti
Coba menggapai seutas benang laba-laba
Tuk membebas sukma dari neraka
Meski begitu kuusap air mata
Merindu punduk gadis pujangga
Silau menggertak aliran waktu
Dan jarak yang memisahkan
Hingga suatu saat sang waktu akan menyerah
Kala jam pasirpun pecah
- 96 -

Bab 66
Menyelami hati meniti kosakata
Demi sebait sajak adiwarna
Menyulih puisi lama yang semenjana
Memermak hati dikadung asmara
Meniupkan nama setangkai bunga
Berlayar samudera menggulung ombak
Setitik berkas di ufuk menyibak
Kerlip cahayamu temaram
Menyentuh sungai bimasakti terlampau dalam
Bagai kucing yang merindu pujian
Kau datang mengapit lengan perlahan
Desah suaramu menggeram inginkan belaian
Melangkah patut mengusap rindu
Bermadah mutiara semanis madu
Kau tuangkan ke dalam kalbu
Menjilati luka dan sepi dalam balutan air susu
Hanya kepadaku kau mengadu
- 97 -
Kami saling menggantungkan diri
Dalam sepi membelah jiwa tanda tak lagi utuh
Keringat membeku hilang dalam abu
Menyadur mengikat di dua lubang yang sama
Melengkapi kepingan yang tersisa
Membayang wajah sukma hingga jenuh
Sepasang angan bersetubuh
Menempuh hubungan jarak jauh

Bab 67
Tatkala sebidang jarak tak mampu menyempit
Kau permainkan sang waktu belandung
Terbengkalai aku tak melepas benang di garis hijau
Dentang jam dinding tertawa sinis
Mengenaskan bobrok aku menunggu
Seutas kata semenjana semanis madu
Untukku penawar rindu
Jarak waktu dan ruang sepi memusuhiku
- 98 -
Akan kesombongan asmara mengidam hulu
Memanjatkan nurani tabah meranah
Kala berlindung dalam bayangmu
Mengusir monster gulita bersarang kelambu
Kekasihku bersekongkol menggandeng waktu
Menguji kuat hati untukku berdikari
Atas ruang sepi dan lelah sepasang jemari
Menulis puisi untuk kubawa mati
Namun akulah manusia bodoh
Dengan segala tingkah gembala yang ceroboh
Menerjang anggana bara takkan roboh
Selayang semesta memusuhiku
Kan kurenggut sayap putihmu
Dekap menyentuh pipi bekumu
Terus berada di sisiku

Bab 68
Tak puaskah kau merenggut lini masa
Berkolusi rumpang memanjang nada bicara
- 99 -
Balada menyanyi nyaring ruang opera
Hingga kau sudi tuk melenyap kata
Menelan ludah tuk angkat bicara
Bosan terlukis di tiap garis senyum memudar
Mungkinkah kau tengah menghindar?
Memuji sajak mencair bait seruan
Berbusa menggetah menggali di sebidang tanah
Mengais potongan memori tercecer limbah
Meski telapak kumuh bersimbah darah
Hingga kuhidangkan sebatang permata
Menggores garis senyum yang kudamba
Mungkinkah kau berubah?
Ah, mungkin hanya salah sangka
Atau sepi di hati memaksa suara yang tak rupa
Tuk berbisik tanda hati tak siaga
Akan pengkhianatan malaikat yang dipanjat
Walau kutahu jiwanya masih tertambat
Aku khawatir…
Menatap masa depan tiada akhir

- 100 -
Bab 69
Bunga yang beku memekar jati diri
Meleleh salju menyibak butiran abu
Menyisir alunan dahan terbaik yang kau simpan
Menyapu punggung angin di sela jemari
Meliuk taman bunga monokrom tak kau sesali
Selama kelopakmu masih bisa berseri
Kau kembali menantang matahari
Musim panas mungkin kan berganti
Menyengat kulit bintang kelana yang membenci
Yang pernah kau goreskan sepucuk belati
Di dahan yang biru membeku
Tanpa menahu tempatmu semerbak
Menggali lubang tidur gersang dan sesak
Namun kau akan kembali datang
Menagih janji di purnama pertama
Bahwa jiwa kita satu
Meski raga kita mengatup membisu

- 101 -
Bab 70
Ku ingin bertemu denganmu
Ku tak bisa bertemu denganmu
Hatiku ingin bisa memelukmu
Tanganku tak bisa menggapaimu
Terhalang jarak dan waktu
Tumbuh bersama kelak dan kalbu
Terlalu dekat menempel telapak tak kenal rupamu
Menghembus nafas lembut di bibirmu
Terlalu jauh melampaui barisan awan tak juga kenal
parasmu
Mengalir birunya angin membawa kabar aroma
rindumu padaku
Meski begitu aku tegar
Pada kokohnya tangkai itu ku percaya
Kutitipkan separuh jiwa menjamin
Menjemput bukan senja
Hanya kelopak bunga yang beku

- 102 -
“Hati kita berjarak lima senti tatkala raga kita terpisah
jauh dalam sepi.”
- 103 -
- 104 -
Bab 71
Dan sesungguhnya aku pun risau
Mengejar sisi kelammu dalam bayang silau
Iba mengasihi diri yang ditinggal mati
Berlayar terombang-ambing badai berkecamuk
Menganga setetes kasih tirta surga yang ditinggalkan
Akupun hanyut
Tenggelam terseret dalam kesombongan taksa
Mengarungi nafsu bak semesta
Risih menjilati bangkai semata
Hendak membunuh tiap hati yang mengasih
Sebelum sempat mengucap terima kasih
Tak sempat bermuram durja
Terbesit berazam tuk tinggalkan dunia
Menggandeng erat jasad kedua orang tua
Lelah nestapa jiwaku sirna
Pungkur sekelebat kepingan jiwa
Tercecer nestapa bak sampah tak lagi guna
Tuk memastikan diriku pernah ada
Menyisa memori kehidupan di dunia
- 105 -
Bunga yang beku itu mendatangiku
Kaprah bersiul tersenyum dalam balutan salju
Kelopaknya putih nan layu menengadah
Meledang telapak ke langit secercah
Perlahan satukan kepingan jiwa yang tersisa
Kau tanam bersama tanahmu yang tandus itu
Tumbuh bersamamu

Bab 72
Aku tak berhak bicara perihal cinta
Kala sebatang kara lupa caranya menyapa
Mengenyam hangatnya cita rasa keluarga
Hingga pergelangan rapuh penuh kerut
Melecut punggung kecil ini yang telah tumbuh dewasa
Ah, aku telah lupa
Menelan dua kepala waktu belumlah cukup
Tuk mengecam baik buruknya sukma
Dari ciptaanNya perkara asmara
Melucuti menjahit segala luka yang mungkin tersisa
- 106 -
Hingga pada akhirnya kenangan takkan terlupa
Menggerogoti jiwa yang dikadung rindu
Meluap bandang membedah bungah
Melemparkan dosa padanya ku mencinta
Kekasihku bunga yang beku
Aku tak sudi berpetuah perihal cinta
Berbusa mulut rumit beranggap sia-sia
Hanya bisa menuliskan sebait fakta
Tentang kebenaran cinta
Bahwa ketika ia datang, ia takkan memberi apapun
kecuali dirinya sendiri
Dan bahwa ketika ia pergi, ia takkan meminta apapun
kecuali miliknya sendiri

Bab 73
Musim dingin berhembus meninggalkan jejak salju
Di sebentuk bukit kau tinggalkan aku
Bermain bekunya api kau renggangkan waktu
Menyatu jarak yang telah mengkhianatiku
- 107 -
Tanpa secarik etiket sepi monoton
Kau rangkai sajak lelah hanya menunggu
Mengiyakan di sisa waktu garis hijau
Sebelum terlampau purnama di atas kepala
Kau pamit pergi ke alam mimpi
Apa aku membuatmu bosan?
Mungkinkah kau mengusap air matamu dalam hujan?
Kumohon beritahu aku apa yang ada di angan
Supaya hening hai ini berjangkit
Meruap-ruap merindukan hingga teramat sakit
Wahai bunga yang beku
Ada apa denganmu?

Bab 74
Ke taman asmara aku mulai menjajaki kaki
Lugu berbekal bebal coba serundai damai
Julukan manusia bodoh melawan adiwaktu
Meniup api kobar menjilat nurani
Kala percuma menitihkan air mata pun takkan mati
- 108 -
Ingin rasanya aku pergi berlari
Ditelan labirin di lorong sepi tak berujung
Jatuh tak berdasar jurang hati terbuka
Meraih sehelai tali pun tak kuasa
Meninggalkan gadis itu terpaku kaku
Meraut kalbu menjerit tajamnya lakrima
Memandang rendah diriku yang hina
Bunga yang beku itu kesepian
Padang anggana tercipta semak belukar
Tengkar berpunggung matahari masih kau jajal
Meski kutahu dirimu yang jatuh cinta
Pada jiwa yang bermandi cahaya
Bersumpah sepah di bibir manismu
Menggandeng kelingking melawan jarak dan waktu
Hingga kini aku masih mencari tahu
Apakah semua itu palsu?

Bab 75
Di garis hijau terlampir sepucuk surat tak berarti
- 109 -
Bak mencium nurani tanpa hadirnya cinta
Mengalir lembut namun terasa hambar
Melayang nostalgia dalam kenangan hampa
Melawan arus coba melihat sisi lain dari sungai
Monokrom silih berganti membuatku bosan
Hingga pada akhirnya tubuhku menggigil
Oleh dinginnya sajak dalam surat cinta itu
Menusukku kaku tak berdarah
Sayup mata kau lemparkan
Tanpa madu merekah senyum
Hari ini aku masih mencari tahu
Tentang arti kata ripuh kala itu
Jelas aku tidak tahu
Kenapa juga kau kalutkan waktu
Terpuruk membuatku menunggu
Serasa dihantam dentingan jarum jam di setiap
detiknya aku gila
Jelas aku tidak tahu
Kenapa juga kau berkata leluasa
Meski tak terasa satu jam terlewat begitu saja
Membalut sukma memaksa kenangan untukku lupa
Jadi yang mana?
Kumohon jangan membohongi diri
Wahai bunga yang ditinggal pergi
- 110 -

Bab 76
Manusia bodoh belajar dari sejarah
Kisah pergumulan ia ambil sebagai senjata
Berlaga penuh luka
Menonton di balik arena
Remedi kekalahan sudah biasa
Mencatat ribuan kisah cinta
Berancang takkan terperosok di lubang yang sama
Manusia bodoh itu menelan ludahnya
Hingga ia akhirnya sadar
Bahwa takkan ada pintu keluar
Sebab sekali kau jatuh cinta
Kau bunuh logika
Kau tak acuh panca indera
Kau khianat rekan semata
Melawan semesta
Menameng hujan panah sang pujangga
Meski akhirnya penuh luka
Itukah cinta?
- 111 -
Meski begitu tak ingin ku percaya
Akan akhir yang tidak bahagia
Karena sesungguhnya aku yakin
Kala sebuah dongeng belum berakhir bahagia
Maka masih dilanjutlah hingga akhir cerita dalam tawa

Bab 77
Ah, tak ada gunanya mencari arti di setiap kata
Bertutur manis menjilat bisa
Menyusun tiap bait puisi bagai memanjat doa
Lidah tak bertulang hanyalah perantara
Berkata hati mengalir semenjana
Sesaat buram tertutup noda tak terbaca
Sungguh…
Bohong pun tak mengapa
Bagaikan setetes madu yang jatuh ke samudera
Bertepuk sebelah tangan terasa hampa
Sesungguhnya aku tahu
Segala kebaikan kan sia-sia
Kala direnggut dariku Sang Kuasa
- 112 -
Sejauh apapun aku berusaha
Manisnya madu takkan terasa
Asinnya bahari hanya menambah dahaga
Membuka luka lama
Akan kebodohan diriku asmara
Kupikir cinta tidaklah keramat
Meski sepasang mengagungkan martabat
Kala sebatang kara
Bermandi hujan meluntur debu lumpur
Manusia itu separuh belaka
Tanpanya takkan jadi purnama
Sebab itulah aku tahu
Kunyatakan cinta pada bunga yang beku
Kutahan rindu kala melepas kepergianmu
Kujaga hati meski tak bisa bertemu
Sendu di tiap malam yang berlalu
Sebab aku bosan sebatang kara
Karena aku ingin rasakan cinta
Agar puas hilangkan keringnya dahaga
Jiwaku larut dalam asmara

- 113 -
Bab 78
Bersemayam di hati layaknya jimat
Nama bunga yang beku itu terus menderu
Menghampiri tiap bunga tidur
Menyentuh temaram mataku hangat membaur
Perlahan mencair mendersik air hujan
Menetes lembut di ujung mata
Selimut salju itu mencair
Lakrima mencipta anak sungai
Bukti sepasang hati yang saling membelai
Duri yang tak pernah ada itu sekarang menancap di
hati menetap
Bersarang benalu semrawut rindu
Mungkin ini bukan diriku yang biasanya
Kalang kabut mengalah sarat di kalbu
Seraya membayang wajahnya
Di pantulan jernih malam purnama
Aku binasa

- 114 -
Bab 79
Serasa membuka kembali halaman buku lusuh yang
telah kubaca
Memercik sayup berterbangan debu kosmik
Kemuning sudut kertas melebur
Menimpa bahasa di secarik foto lama
Buram durjana tak bisa lagi kubaca
Meski begitu kubolak-balikkan halaman
Mencari kepingan asmara yang sempat hilang
Terseret waktu dan semakin merenggangnya jarak di
antara kita
Jangan buat aku khawatir
Akan runtuhnya kelopak bungamu yang beku itu
Akan kau cabutnya akar dari pot itu
Jika pengharapan bintang jatuh yang kau mau
Aku takkan mengadu
Selama engkau bunga yang dimadu
Mengasihiku merindu kalbu

- 115 -
Bab 80
Wahai bunga yang beku nyanyikanlah nada
Atas segala rasa yang kau bebankan
Atas rasa kesepian yang pernah kau tuangkan
Atas lembutnya ciuman yang kau berikan
Atas gelang jingga yang ku persembahkan
Atas dekapan terakhir sebelum kau pergi
Berpulang sepi ke perantauan
Beritahu padaku…
Rindukah? Bosankah?
Senangkah? Sedihkah?
Bahagiakah? Kesepiankah?
Hari ini pun bunga itu membisu
Tatkala hati ini mulai membiru
Cukup satu nada yang kuminta tak mengapa
Masih ingatkah kau padaku?
Dan… masih cintakah kau padaku?

- 116 -
“Aku takkan menyerah akanmu, jadi jangan menyerah
akanku.”
- 117 -
- 118 -
Bab 81
Jarak memisahkan tak begitu berarti
Tatkala sebuah nama terukir jelas di hati
Dekap memelukmu erat di sanubari
Sebelum dapat merangkulmu di sepasang lengan ini
Tiap dentingan terasa abadi
Meringis kecut sang waktu mempermainkan
Deraian hanyut merindu pasangan
Akan hari dimana kita dipertemukan
Kelopak bunga yang beku itu tetap menawan
Meski memandangmu langsung tak ada kesempatan
Di sebingkai foto yang kau kirimkan
Terlukis segaris senyum kau pertahankan
Menentang jarak dan waktu di garis hijau
Kita bercumbuan
Dalam temaram kota yang terlelap
Di gelapnya pedalaman seiring purnama
Hingga kalanya kau menguap
Pertanda malam merakit senyap
Sungguh ku mulai kehabisan kata
- 119 -
Tuk mencurahkan segala yang ada di dada
Betapa indahnya engkau bunga yang dipuja
Ketidaktahuan akan sesaknya menahan luka dari
meluapnya rindu sang pujangga
Bertahan kokoh menjaga hati menameng goda
Melamun sepi membayang kekasih takkan lupa
Hingga akhirnya kuubah kata
Lampiaskan lara menuang di tiap baitnya
Sebab bunga itu masih membeku
Bertahan tandus menjaga hati

Bab 82
Bunga yang beku itu sembari berdoa
Ia panjatkan untuknya sebuah nama
Kedamaian kristal biru yang disangka
Mengangkut kebahagiaan membelai mahkota
Teduh memayungi ganasnya surya
Tatkala sinarnya masih menyisakan luka
Menggores sukma yang inginkan semesta cinta
- 120 -
Aku tahu kami belum cukup bijak
Tuk bertuah perihal sebab menjejak
Kala sebatas dua kepala sang waktu berikan sejenak
Mencicipi dunia yang dimabuk asmara
Mulut kami tak berbekal sebatas durjana
Melumpur anggun keaslian cinta
Naif nan arogan seolah menggenggam segala
Kala mungilnya manusia
Tersesat berjalan di sebongkah batu tua
Di sudut semesta
Terlalu mahal harga yang harus dibayar
Tuk mengulak kejujuran yang ingin kudengar
Umpama pelita inginkan gelap
Leluasa kan kuberi ruang untukmu terlelap
Dan andai rupamu mengabur terkunci rapat tak apa
Kan kutunggu hingga bersiul nyanyikan nada
Membuka hati yang inginkan suara
Hingga suatu saat kau merebahkan diri
Hangat mengais bidang dada
Erat menyimpul sepasang lengan
Sampai kapanpun akan kutunggu

- 121 -
Bab 83
Bilamana cinta ialah pertempuran
Tak ada pilihan selain menenggak secangkir bir
Atau bersujud menjilat kaki lawan
Ironis berperan bak gladiator dalam arena
Berpacu kuda menyongsong satu kepala
Berlindung tameng membayang nyawa
Sebab tak ada batasan atas asmara
Kala tak ada yang memulai tuk berlaga
Sampai kapanpun lembaran baru takkan terbuka
Aku pria kesepian
Mengais kasih berbelas kasihan
Akan diriku rapuh yang tak tahu arah jalan pulang
Namun aku tidak berjuang sendirian
Saat kutemukan tambatan hati idaman
Mengizinkanku tuk berteduh dari hujan
Menyodorkan selimut berbalut kehangatan
Meski kutahu ia pun sendirian
Hingga kami mengasihi satu sama lain
Mengarung ketaksaan mendersik angin malam
Gulita berbintang kujadikan lahan berenang
- 122 -
Santak jiwaku lebur perlahan
Menyatu kasih terang benderang
Menutup kisah luka lama yang ditinggalkan
Orang terkasih yang kukenang
Namun sekarang aku terus mencari kebahagiaan
Salah luka dan tersesat takkan terhindarkan
Aku takkan berhenti
Tuk mengasihi dawai mahkota
Yang bunga itu persembahkan

Bab 84
Berbelit lidah tanpa tahu maksud yang dikata
Lagak bersajak bernada romansa
Nyanyikan puisi bak anggunnya durjana
Kala rasa tertumpah pekat dalam tinta
Menyatu padu di lembaran baru cinta
Mengotori nuansa mesra
Tanpa bukti memelas kering dahaga
Hanya mampu bertutur kata
- 123 -
Melawan arus sudah biasa
Menuju hulu menyibak rupa
Kutahu perjuanganku takkan berakhir sia
Sepucuk surat yang kusambut
Bersama kecupan semanis madu yang lembut
Bunga itu mencoba keluar dari selimut
Meski separuh harga diri dibawa mati
Akan lemahnya setangkai tanpa duri
Akarmu mulai berlari
Menghampiri ragaku sendu yang dipermainkan oleh
jarak dan waktu

Bab 85
Aku adalah sang pemeran utama
Atas panggung sandiwara bernama kita
Meski kecil bergumul luasnya dunia
Kehadiran cinta membawa alur cerita
Melawan antagonis yang coba memisahkan raga
Bersekongkol sang waktu tuk leburkan jiwa
Sepasang hati masihlah terjaga
- 124 -
Dan aku yakin
Sanubari kepercayaanku takkan sia-sia
Kala kau perlihatkan putihnya mahkota
Menanda jiwamu bahagia
Bersama damai kristal biru mendamba pujangga
Menggandeng semesta

Bab 86
Mendongeng sepasang hati yang mencinta
Tentang kisah setangkai bunga di tepi samudera
Terpisah jarak sang pujangga
Teruntuk adinda menyemai benih asmara
Akarmu tandus tanah kelabu
Kala temetes anak sungai dari kelopak mata
Saljumu semakin beku
Mendobrak bertamu membanting pintu
Makin merenggang benang merah waktu
Aku pun menangis pilu
Aku tahu ada yang salah akanmu
- 125 -
Tatkala khawatir adanya benalu
Mengusik purnama milikku bermain kalbu
Atau penyamun gurun pasir yang pemalu
Akan rampasan mahkota
Dipersembahkan singgasana
Hingga akhirnya bunga itu melupa
Akan separuh hati yang tertinggal di khatulistiwa
Menebak hati wanita tak ada guna
Bak selancar mengarungi labirin sukma
Abadi tersesat dalam kabut
Menyerah meringkuk takut
Membuang kebenaran manusia pengecut
Bagaimana aku bisa tahu
Pintu mana yang harus kutuju
Berpikir menuju ke hulu
Tuk temukan jati dirimu

Bab 87
Aku akan sintas
- 126 -
Melakoni asmara jarak tanpa batas
Kendati anggana terlanjau luas
Sukmaku takkan pernah puas
Menjaga hati merangkul sebuah nama
Kala menjemput kekasih di perantauan tandas nan
beringas
Sungguh kau ialah gadis yang baik hati
Berbelas kasih cumbu di ruang rindu
Semenjana bak rupa asuh sang ibu
Meski karut terseret keracak waktu
Sepenuh hati mengempu balita menyusu madu
Kau tuangkan saripati di lubuk kalbu
Untukku seonggok manusia kelabu
Seluas semesta kau berikan untukku
Yang sebatang kara inginkan iba
Atas segala mikikku yang pernah sirna

Bab 88
Ingin kuhancurkan masa kini
- 127 -
Merobek ripuhnya badai
Yang berdenting tiada henti
Mengkhianati segala yang telah terjadi
Memanjatkan nurani sepenuh hati
Pada masa depan yang tak pernah pasti
Membendung aliran waktu
Ingin rasanya menikmati di satu memori
Kala ku menjalani hari demi hari
Bersamamu kekasihku bunga yang ditinggal pergi
Disayatlah luka akan terpisahnya raga
Ingin kubawa kembali
Kehangatan bibirmu yang kusimpan rapi
Meski busuk dunia terus berlari tak sudi
Meninggalkan rupa cantikmu bersama abadi

Bab 89
Aku tak ingin larut dalam kesepian
Aku tak sudi terbiasa akan kesendirian
Aku tolak segala kelengangan
Candu nikmatnya sunyi bukanlah pilihan
- 128 -
Akan hajat hangatnya pelukan
Demi seutas benang laba-laba bernama ikatan
Aku inginkan hunian
Tempatku berteduh derasnya hujan
Berlindung dari teriknya matahari membiaskan
Dan mencicipi aroma lezat buatan tangan
Hingga tawa senyum ingin kudapatkan
Sesungguhnya aku inginkan pulang
Mendekap erat kekasih tersayang
Melega nafas sepasang dalam satu ranjang
Dongeng mengalir ke dunia fantasi
Menggandeng kelingking ke alam mimpi
Itu semua yang kuinginkan
Sesederhana angan
Serumit harapan

Bab 90
Hingga sekarang aku selalu mengharap kasihmu wahai
bunga yang beku
- 129 -
Meski terbatas di garis hijau akan kutunggu
Sajak manismu di secarik surat cinta
Bernada manja inginkan asmara muda merekah
membungah
Bergantung serpihan hati yang dijaga
Percaya pada jiwa yang membahana seujung samudera
Aku mengikat hatimu
Dan hatiku diikat olehmu
Bersama kita kan membeku dalam selimut salju

- 130 -
“Aku adalah pemeran utama dari sandiwara kecil
bernama Kita.”
- 131 -
- 132 -
Bab 91
Kala aku sebatang kara
Dan semesta bak menciut rupa durjana
Hingga jiwa ini lelah inginkan hampa
Tersudut tertekan lupa tanpa kasih orang tua
Kau ulurkan seutas harapan
Mengalir senyum tulusmu akan kebaikan
Meski membayang takkan lama bertahan
Membawa beban membukit perlahan
Hatimu seluas hampar anggana
Kala kedewasaanmu sedalam samudera
Bertabur sisi manis seorang gadis kau bawa
Bunga yang beku itu tidaklah sempurna
Bersama cacat menanggung malu
Tersipu malu kala tak seorangpun tahu
Menangis pilu kala malam gerimis dalam sendu
Meski begitu…
Kau busungkan dada
Kau tegakkan punggungmu bangga
Tak kau tunjukkan lagi duri-durimu
Mencipta parasmu begitu indah
- 133 -
Menundang semerbak kawanan lebah
Kau pilih hanya satu
Sang manusia bodoh yang tengah bersedih
Kau bawa kasih
Padamu ku berterima kasih

Bab 92
Aku menggigil takut akan dentingan waktu
Aku bergidik khawatir akan masa depan
Datang perlahan tak ada yang tahu
Terus bertahan mengharap hanya satu
Merekahnya senyummu
Sehatnya jasmanimu
Berpacunya detak jantungmu
Sajak manis dari mulutmu
Kebahagiaanmu
Semua tentangmu
Karena aku tahu
Kala seseorang memutuskan tuk mencinta
- 134 -
Seluruh dunia meringkas dalam satu raga
Gampang untuknya tuk menjelajahi
Melindungi dunia baru yang diimpi

Bab 93
Di sebuah tempat
Lebih jauh dari awan di ujung
Menuju pilar menembus langit
Dunia fantasi dimana semua mimpi terwujud
Ialah tempat perjanjian
Bagi kita yang lekang oleh zaman
Berpacu dalam waktu
Menggerogoti dua sisi dunia yang memisahkan
Disanalah kita kan bertemu
Bersyukur sang ibu yang melahirkan
Sepasang takdir yang enggan kehilangan
Setelah dekade puas mempermainkan
Dua keping yang hendak disatukan
Hingga kini aku masih berkenan
- 135 -
Tuk mengucapkan salam perpisahan
Meski meluap merindu tak tertahankan
Aku tetap mempercayai
Datang hari menatap mata yang sama
Membuang kata menyelam sukma
Berbicara melalui sentuhan
Kita akan melepas angan

Bab 94
Melampaui lupa tetaplah di sampingku
Rasa sakit pun kan kupeluk rindu
Meski tak lagi bisa melihat
Walau tak lagi bisa mengingat
Takkan ada yang tersisa dalam memori
Selain namamu yang terukir di hati
Takkan ada lagi yang tersisa untuk dijaga
Selain jiwa ragamu yang paling berharga
Bersamamu sepasang minggu kulewati
Kan abadi bersemayam di lubuk hati
- 136 -
Menunggu datangnya purnama
Ia gariskan paras wajahmu temaram indah
Menengadah pantulkan angan
Meski raga tak bersanding terpisahkan
Dua insan memandang bulan di langit yang sama
Kala malam itu
Malam ini
Dan malam purnama seterusnya

Bab 95
Perihal asmara jarak jauh
Kisah cinta manis dua sejoli saling merindu
Di dua kepala berlalu mengalir waktu
Sejarak rambut menempel kepingan hati sang pujangga
Kala sekat dunia memisahkan raga
Sepasang nama takkan binasa
Setiap mimpi aku merindu sendu
Menggebu raga inginkan temu
Sekedip mata pun niatku tak meragu
Semakin kental hati ini inginkan madu
- 137 -
Semakin rapuh juga jiwa ini tanpa hadirmu
Bermain kata tenteramkan kalbu
Kugariskan semua rasa
Agar usia senja takkan terlupa
Bahwa namamu telah mewarnai hidupku
Bunga yang beku

Bab 96
Oh kekasihku…
Kumohon jaga kelopakmu tetap membeku
Bertahan hati berselimut salju
Meniti waktu sebelum angin malam berlalu
Hujamkan akarmu agar tidak layu
Dan urungkanlah niatmu tuk bertamu
Sebelum manusia bodoh ini siap melaju
Menjemput hadirmu
Tidak jangan dulu kau tantang matahari
Sebelum daun terakhir mengering mati
Sebelum kau bisa berdiri sendiri
Kuingin menjemputmu sang pujangga
- 138 -
Sebab itulah darma seorang pria
Membopong permaisuri kenakan gaun jingga
Menuju senja

Bab 97
Bertemu denganmu mengajariku arti mengasihi
Kala melepas pergimu mengajariku bertahan dalam sepi
Memandang senyum di wajahmu sanggup
menenangkan jiwa
Kala melihat air matamu tak kuasa menahan lara
Memanggil namamu bagai panjatkan doa
Bermandikan cahaya surga kala kau panggil namaku
Pertemuan dan perpisahan
Kupikir aku cukup dewasa tuk bisa menerima
Sepasang fenomena yang selalu ada
Menuntun setiap nyawa yang hidup di dunia
Memahami segala fakta
Tentang dua hal yang berbeda
Kebahagiaan akan sebuah pertemuan
Akan menjadi kerinduan di kala perpisahan
- 139 -
Keinginan hati siapa yang tahu
Akan awal dan akhir sebuah perasaan
Semua ada di tangan masing-masing
Meski ku merana akan jarak yang memisahkan asmara
Dan sang waktu yang tak sudi tuk membela
Akan kubuat akhir yang bahagia
Atas cinta sebatang kara
Atas asmara tiada dua
Bertahan menjaga hanya satu nama

Bab 98
Indahnya langit malam purnama bertabur bintang
sepadan dengan indahnya parasmu
Deru ombak membentang samudera biru seluas
kebaikan di hatimu
Cantiknya ekor merak yang menyibak penuh warna
seanggun dirimu kala menyibakkan rambut panjangmu
Garis senyummu menenangkanku layaknya tawa polos
bayi yang girang bersama ibunya
- 140 -
Mendengarmu berbicara merdu bagaikan berada di
panggung opera
Namamu adalah sajak terindah yang pernah kudengar
Dan segala cinta yang kau berikan adalah karunia
terindah seindah rasa syukurku terlahir ke dunia
Ini adalah kebahagiaan sejati

Bab 99
Tentang bunga yang beku itu
Kami belum lama mengenal satu sama lain
Kami mencoba tuk saling memahami satu sama lain
Kami memanggil nama satu sama lain
Kami menghabiskan waktu bersama
Kami mencoba tuk mencurahkan isi hati masingmasing
Sekejap saja kami saling memandang
Sedikit saja kami saling bersentuhan
Sebentar saja kami saling berciuman
Untuk waktu yang lama kami saling berpelukan
Ia seorang gadis
- 141 -
Dan aku seorang pria
Ia adalah sang bunga yang beku
Dan aku adalah sang kristal biru kedamaian
Ini adalah kisah cinta kami

Bab 100
Aku menyukai suaramu
Aku menyukai wajahmu
Aku menyukai gesturmu
Aku menyukai cara bicaramu
Aku menyukai cara berpikirmu
Aku menyukai sifat baikmu
Aku menyukai saat kau memanggil namaku
Aku menyukai senyummu
Di kala momen yang penting
Aku menyukai caramu tuk menerimaku
Aku tahu
Tubuhku gemetaran karena aku tahu
Kalau itu adalah aku
Aku tahu
- 142 -
Air mataku tak henti-hentinya mengalir
Karena aku tahu kau merasakan hal yang sama
Dan aku tahu
Bahwa ketika kuluapkan segala emosi yang terpendam
di hati ini
Kau akan memberikan senyum dan menerimaku
Karena aku tahu
Kau juga menyukai suaraku
Kau juga menyukai wajahku
Kau juga menyukai gesturku
Kau juga menyukai cara bicaraku
Kau juga menyukai cara berpikirku
Kau juga menyukai sifat baikku
Kau juga menyukai saat aku memanggil namamu
Kau juga menyukai senyumku
Dan di kala momen yang penting
Kau juga menyukai caraku tuk menerimamu
Hingga akhirnya kuselesaikan seratus sajak yang
kutulis untukmu ini
Aku mencintai dirimu yang mencintaiku

- 143 -
- 144 -
“Teruntuk bunga yang beku.”
- 145 -
- 146 -
Aku…
Ingin diterima
Ingin diakui
Ingin dicintai
Ingin dikasihi
Seseorang yang sangat ingin kujaga
Seseorang yang sangat berharga untukku
Aku ingin menghentikannya
Aku ingin dihentikan olehnya
Aku tak mau berpisah darinya
Kumohon jangan lepaskan aku
Aku ingin memelukmu selamanya
Aku ingin dipelukmu selamanya
Ingin kuteriakkan namamu
Kumohon panggil namaku
Aku tak ingin mengakhiri ini semua
Takkan kubiarkan semua ini berakhir
Sampai kapanpun juga
Sampai selama-lamanya
Untukmu bunga yang beku
Untukmu damai kristal biru
…..
- 147 -
- 148 -
Sampai jumpa.
- 149 -
- 150 -
Download