-1- TERUNTUK BUNGA YANG BEKU Copyright © 2016 by Heri Wijayanto Cetakan Kedua 2019 -2- “Semoga bunga yang beku itu menemukan kebahagiaan bersama biru kristal kedamaian.” -3- -4- Bab 1 Semenjana tak terusik di luar rahim Terombang-ambing Ibuku dalam ketaksaan Dua kepala waktu menyepah melepaskan diri Meski hanya tersisa satu lubang untukku mati Aku tahu… Darah dalam tali dan tali dalam handai serupa repas Hati hilang akal ditinggal mati Bapak dan Ibu Kerontang dahaga hingga hulu sungai netra Dalam sekelumit janji hidup Yang enggan jujur akan lupa Aku tak habis pikir Tersesat sepi melarikan diri Hanyut menepi dan sirna Sungai yang dangkal membisikiku Untuk kembali pulang Berbaring kaku dalam perahu tua yang pincang Panorama putih mengalir memakan sunyi Terdengar lirih meskipun pasti Kau memanggil namaku -5- Sayup langsat wajahmu bernada senja Serupa lilin dalam sekali tiupan angin Siberia Menghiasi gurun pasir ke dalam sosok abu Aku mengais bukan untuk masa lalu Untukmu aku hidup Bab 2 Kepada nadi sang Bunda inginku bercerita Tentang Ia yang mengubah malamku Menjadi cahaya subuh Tentang sepiku yang lenyap Ke dalam tujuh belas warna palet Tentang beringin purnama Yang serupa membentuk wajahnya Menyeret memaksaku dalam bayang jarak yang semu Oh Bunda inginku bertemu Cintamu merungku hatiku hangat membeku Desahmu dersik membisik merindu kalbu -6- Sosokmu candala serupa temaram lampion Tanpa risak membawaku terbang tinggi Merundung jiwaku yang damai Dalam badai kerinduan Petrikor menyapa kita merdu Di bawah langit yang sama kala itu Sapamu memecah keheningan Sepai melukis senyum Dua wajah abadi dalam bingkai kebahagiaan ini Merah merekah seolah mengawali Album kehidupan yang gersang Aku merindukan jiwamu Berdua mengecap kakao dalam kebohongan waktu Mengulang bait-bait puisi yang kusembunyikan darimu Membelah angin menjemput kado Yang Tuhan persiapkan Meraki nafas kebahagiaan cinta di malam perpisahan Melalui tulisan ini kugoreskan isi hati Ingin kau tahu bahwa Dimanapun dirimu berada aku akan datang menemuimu Kasih tunggulah aku -7- Bab 3 Dirundung aku bunga matahari yang beku Tertatih sendu mengejar sepasang minggu Dalam lamunan inginku bertemu sang gadis pujangga Hirap semakin layu terseret ruang dan waktu Di ufuk timur nafas letihmu pulang bersandar Menunggu seutas jingga yang pernah kau berikan Padaku kehangatanmu Hari ini aku melihatmu dalam separuh bulan Abadi dalam kanji Tertuang bersumpah janji Denai dalam bibir yang pernah kau tinggalkan Mengutuk waktu yang tak sudi menunggu Berucap kau pasti akan kembali untukku Meleleh memekarkan mahkota Di anggana khatulistiwa Bersatu dalam abadi -8- Menunggu sama halnya terbengkalai Melawan derai kusut waktu dan antara Beradu kening bersenggama dalam ketaksaan Membela segala ketidakberdayaan makhluk fana Kumohon derana… Panggil namaku beserta bunga yang beku Aku menyadari hal yang pasti Harga diri sang jantan belumlah mati Berdiam diri di penjemputan bukanlah pilihan Berpegang teguh pada jalan hidup yang telah kuputuskan Sedari dulu bersiap pada segala kemungkinan Wahai gadis pujangga pembawa tangkai bunga yang beku Aku akan menjemputmu Bab 4 Laras pengetahuan berakhir hari ini Mengantar penutur setengah baya -9- Kembali pulang ke pelimbangan Separuh bulan telah menutup diri Hingga suatu saat waktu terulang kembali Meninggalkan jejak manis di ruang perinduan Menyempil salah satunya Nama bunga musim dingin Aku berdoa pada Yang Mendengar Nurani keselamatan semoga dijunjung tinggi Mengabar pada merpati yang tak sampai hati Mencipta memori pada telapak tangan Dalam gerak sepasang jemari yang menari-nari Oh Tuhan kumohon Dekaplah tangkai bunga yang kedinginan itu Ini adalah akhir dari sebuah permulaan Bersabung sengit di ujung tanduk toga hitam Tatkala sang bunga baru saja menampakkan warna Menulis rangkaian kisah tentang jarak yang memisahkan Adam dan Hawa Menyapu Kegelisahan sepasang nurani Yang ranum tiada menahu Mencari musim semi yang tak kunjung merekah Ke dalam nostalgia warna jingga - 10 - KepadaMu hamba berdoa Teruntuk bunga matahari yang layu Tertutup dinding redup bernyanyi tanpa kepastian Aku masih disini Di ujung sepi menunggu datangnya lentera Menyala temaram sendirian Dalam setiap malam yang beku Memastikan akarmu tegar menghujam bumi Menjaga benihmu bermandikan mentari Bibirku hanya kuasa berjanji Mulai saat ini aku akan terus disini Menjagamu Bunga yang beku Bab 5 Aku tak tahu cara menenggang nyala api Berlayar padam gulita hanya menyesatkanku Kekayaan semesta yang membimbingku hingga saat ini Merenung dalam jemawa - 11 - Terbesit berpikir menantang surga Membusungkan nyali pada asahan belati Aku keliru… Gadis pujangga yang dibenci matahari menasihatiku Bahwa sepasang siang dan malam mungkin bersatu Ke dalam bahasa sang Bunda Yang mengikat benang merah tali pusar Bernaung dalam nafas lembutmu Bernyawa ingatan malam itu Mencium jiwa dalam kelembutan kasih sayang Manusia pelupa takkan berkhianat Pada gadis pujangga pembawa bunga yang beku Aku masih berkelahi dengan diri sendiri Dan hingga waktuku telah tiba Dua insan kan kusatukan Memelukmu di penjemputan Bab 6 - 12 - Senja ini hujan membawa aroma langit ke bumi Menjejaki tanah yang kehausan Kerontang dalam belaian rahim Ibu Sahabat yang turut mengantar kepergian bunga musim panas kala itu Aku ingin tahu Kapankah kau kembali memanggil namaku? Bunga yang beku itu meminum barang seteguk Aliran air terjun kebahagiaan Dari air mata biru kristal kedamaian Melabuhkan diri di sepasang pulau kembar yang saling acuh Mengikatkan diri pada benang merah kelingking Merah merona bersumpah janji Pada sepasang minggu dimana bunga itu menantang matahari Ah, kuharap hujan jangan dulu berhenti Inginku mengusir kebencian surya Yang melukai bunga musim dingin itu Agar aku bisa memelukmu sekali lagi Mencium kelopak beku yang gugur dalam lumpur Kepada sang waktu pula aku membujuk Kumohon jangan dulu berlalu - 13 - Bab 7 Meradu malam yang tak pernah beranjak pergi Merindu rani berpadu sari bunga musim semi Terpanggil kembali keruh memori kebahagiaan Mengarungi kelopak bunga tidur di separuh bulan Di garis hijau itu Ku menunggu kabar darimu Sepasang hari balada Datang sepucuk surat cinta Mencurahkan semenjana sentimen suka cita Mengikat dua hati yang jauh Menyimpul tatanan kosa kata Sepenggal malam dimana gadis itu tertidur Kan kunyanyikan untukmu bunga yang beku Bait puisi penawar rindu Teruntuk bunga kecil yang menggigil Tak perlu bengap akan tanah yang tandus - 14 - Tak usah gamang akan jarak yang memisahkan Berwalang hati meruntuh irama warna mahkota Hingga bergidik seolah ditebalkan telinga Bukan oleh siapapun selain dunia Percayalah padaku… Bahwa kersang akarmu kokoh Kan kubasahi embun lembut Bahwa separuh langit kita masihlah sama Dan seandainya kau masih meragu Panggil namaku Bab 8 Sepenggal bulan meranyah hati karut marut Menanyakan kembali maksud kelingking Yang mendugas memelas belas kasih Menandas benang merah kala itu Sepihak mengikat dalam silap mata Berharap kau takkan pergi Bersemayam ruang hati - 15 - Aku tak pernah tahu Jalan berliku ini sudahkah direstu Dan kepergian ini siapa gerangan yang menunggu Mengharap pujian dari yang terkasih Memanjatkan sirna bintang temaram Menyingkir prasangka langit malam yang kelam Merakit hulu bernada cahaya kalbu Dalam bingkai sorot mata yang menusuk tiap nadi Menambat luapan lumpur merindu Menjebol sobek dinding arteri Inginku bertanya Tuhan Sampai sejauh mana diizinkan untukku berbahagia? Bab 9 Di garis hijau sayap kirimu memberi kabar Sehelai nada yang merangkai kata Menyeruk kepingan memori - 16 - Musim panas bersama biru kristal kedamaian Tak mengacuh pun surya yang membenci Di garis hijau yang sayap kirimu kabarkan Tentang indahnya bibir mawar biru yang membeku Akan kokohnya tangkai tak berduri yang bahaduri Dersik salju yang menerpa anggana Belum tuntas satu purnama berjarak gerhana Kirana rupamu Pangling segala kenangan tentangmu Rembulan keempat menelan awan Dimana kalanya waktu memutuskan Sabana kersang yang ditinggalkan Kan kembali turun hujan Memekar bibit yang tertidur dalam lamunan Menderma mengunjuk bunga itu Wajah polos berselimut salju Merekah menyemai kebahagiaan bagi mereka yang pilu Kau datang menyirami ruang hati yang berdebu Wahai bunga yang beku Meretur ingatan mula-mula Akan kehangatan rahim sang Bunda Melupa cinta kasih orang tua - 17 - Meninggal mati terangkat ke surga Hingga aku bermuram durja Terbesit mustahil untukku kembali Dari jurang kesedihan ini Hingga ku bertemu denganmu Kau membawa sesuatu yang kubutuhkan Untukku mengingat segala keindahan Yang Tuhan ingin berikan Bukan kesempurnaan paras malaikat bukan Bukan pula banda yang kuinginkan Obat pengasih kau coba oleskan Di sepasang bangkai yang menyisakan luka Tak mengharapkan kehidupan kedua Mengucur kasih sayang percuma Pada hangat pelukan yang terlupa Ingin kuteriakan… Nama bunga yang selalu dipuji Padamu kuberterima kasih - 18 - Bab 10 Apa kau tahu Tentang makna ekor anjing yang menyapu debu Tentang senyum lelap dalam dekapan Ibu Menganggu tidur sang waktu Memasti kabar surat darimu Sungguh ku ingin kau tahu Dari hati meluap kebahagiaan Di sisa separuh matahari yang kau curahkan Terlewat secuil malam yang kau hadiahkan Menari sepasang jemari penuh suka cita Bersamamu aku hilang Bunga yang beku itu masih sama seperti dulu Mungil bertahan mengabar kebahagiaan Bersabda akarmu masih menghujam tajam Dingin mahkotamu masih saja redup berpendar Temaram mati sekali tiupan Namun kau justru datang menyemai hatiku Memberi benih pada jasad yang berhenti berharap Memeluk merangkul jiwaku - 19 - Dalam tangkai tak berdurimu Membanjiri anak sungai di ujung mata Meniduri dunia yang semenjana Sungguh… Semerbak aroma yang lugu Bunga yang beku - 20 - “Ingin ku bertanya Tuhan, sampai sejauh mana diizinkan untukku berbahagia?” - 21 - - 22 - Bab 11 Sebelum senja merpati datang mengabar Memotret embun terakhir kelopak bunga yang beku Dalam bingkai senyum tentang pencarian jati diri Berceloteh tangkai kelopak bunga ragam Yang kau semai di pengembaraan Bersama tangis tawa sendu berhujah Mencibir gelebah janji kita malam itu Hati kita masih berjarak lima senti Terikat rapi di tilas bibir yang bersemi Ketaksaan nafas melepas cinta kasihmu Melembut abadi tersimpan memori Kecupan mula berselimut selarap kalbu Ikatan ini takkan kulepas Memandang wajahmu lirih senada tak puas Meskipun ragamu berpulang ke seberang samudera Masih kusimpan erat dalam ingatan Kepingan jiwamu yang kau tinggalkan Di hati ini kau torehkan nama Bunga yang beku cepatlah kembali - 23 - Bab 12 Hari ini pertama kalinya kau menunjukkan durimu Kala ku bergurau tentang keindahan mahkota biru Mencoba membangga pada semak liar yang semu Menusukku tembus tak berdarah Dengan sajak lama yang kau aungkan Tersentak aku hilang akal Sayup terdengar bergumam lirih Kau berkata padaku Jangan menyentuh tangkai bunga yang kesepian Satu kesalahan akan terkenang abadi Dan segores luka akan tertoreh hingga mati Bertengkar dalam ketidaktahuan Isi hati gadis pujangga siapa yang tahu Menerka atmosfir yang kasat mata Berakhir dengan luput kedunguan Aku hanya seorang pria yang bodoh - 24 - Yang telah beringkar janji Ketika sang bunga bergidik memperlihatkan duri Menyerang musafir yang tak siap hati Menyentuh keindahan masa lalu Aku tidak ada maksud Membodohi anggana gersang mewarna hijau Memetik kelopak kering yang layu Dan membohongi dunia Inilah tarian terindah yang kau miliki Tidak ada kebohongan ku bersumpah Hanya memuji nama bunga yang beku itu Dan jika berkata mampu menyembuhkan luka Hingga mati ku akan terus berucap Maafkan aku… Bab 13 Bunga itu kembali berselimut bongkahan salju - 25 - Kala kehangatan khatulistiwa memerah bara Mengelupas kelopak suci menjadi luka Menguncup layu bermandikan abu Aku mengaku salah Sudikah kau memaafkanku? Tidak aku bukan pria baik seperti yang kau bayangkan Yang sanggup memupuk tandus menjadi berlambak Yang mampu membawa hujan ke padang pasir Bukan juga ia yang memetik tangkai terindah dari anggana Aku hanya manusia bodoh Yang bahkan belum sempat menunjukkan purnama Berbekal niat hati merayakan asmara Memamerkan warna-warnimu pada dunia Kusayatkan luka Aku mulai mengecam sang waktu Tentang manusia bodoh yang tak kenal malu Mengutuk diri di kerangkeng besi Ingin ku mengulang kembali Walau kutahu sang waktu takkan sudi Tanpamu pun aku hilang - 26 - Bab 14 Bunga yang beku itu tersipu malu Pada rangkaian sutra yang coba kupintal Membujuk bara agar segera padam Membunuh mimpi kupu untuk terbang bebas Di antara ribuan bunga musim semi Kau berikan senyum merekah membungah Memohon maaf atas secarik luka yang tanpa sengaja kau goreskan Tak bermaksud menyakiti satu sama lain Hanya mencoba tetap sunyi sedia kala Mengharap dinding es kokoh tak mencair Menyimpan kehangatan Mengubur lubuk dalam Benih kasih hendak kau berikan Hanya untukku… Kau berkata Selimut salju itu terlalu sempit - 27 - Berdesak hanya sepasang yang kuizinkan Dan ketika kau datang menjemputku Kan kujamu dengan pelukan Tersingkap hangat di perinduan Yang coba ku sembunyikan Dalam nyala bara yang telah kau hujamkan Bab 15 Terpenjara di bawah atap yang tak lagi sama Bersama keluarga tanpa hadirnya orang tua Diam menggigil di sudut kamar tanpa jendela Sebenarnya aku takut Akankah kehidupan setelah ini berselubung kabut Terlupa kasih sayang di masa lalu Aku sebatang kara Bulan mengitar belum genap sampai tujuan Teringat terik pertama kali ku bertemu Pujaan hati yang dibenci matahari - 28 - Kau datang bersamanya Tangkai bunga yang beku Berkata bahwa nyala hidupmu pula Hanya satu Melamun saja bersama mimpi Tentang sepasang minggu yang mengalir pasti Di sisa umurku yang tak lagi sepi Bersyukur aku Dipertemukan denganmu Wahai kekasih Bab 16 Gadis pujangga menunjukkan kebesaran hatinya Pada manusia bodoh yang tak kenal kepala Menengadah suci ke langit senja Kau memberiku maaf Dalam garis mahkota tercipta bayang Tentang keikhlasan tersirat warna jingga - 29 - Senyum mengantar kepergian sang surya Sebanyak apapun kau mendapat luka Lapang jiwamu indah tanpa noda Aku tetap mencintaimu Wahai bunga yang masih saja beku Yang menggigil bersama selimut salju Meneteskan nirwana dalam kanal berduri Menyibakkan mujarab pada lubang di hati Ku ingin berkata Pada akar yang kokoh itu Percayalah padaku Percaya dan berbagilah denganku Separuh beban di pundak rapuh itu Maka kan kujunjung erat kelopak mahkotamu Selamanya… Bab 17 Dua ekor kelinci dalam bayang purnama - 30 - Menilik kembali memori mawar biru Ke penjemputan senja menggapai rindu Kala sang takdir Menggiringmu ke pelukanku Bulan pertama berlalu tanpa sendu Bergilir sang surya mengiringi nyanyian kalbu Di rahim bumi kita saling mengadu Tentang sebuah dongeng Tatkala siang dan malam saling bertemu Suratmu datang dalam hitungan waktu Membawa sepucuk janji kelingking Yang terucap kala itu Meremas rindu bercampur kecemasan waktu Kekasihku yang masih saja membeku Aku merindukanmu Bab 18 - 31 - Karenamu aku mulai menyukai malam Gulita berhembus dalam mimpi sang pujangga Membeku biru sepi menghangat rindu Hingga linglung akan panorama senja Ke dalam pelukan purnama Membait kelopak bunga Kupikir Tuhan senang bermain kata Dekat raga dalam lengkung surya Berbalik purnama kala menjauh raga Ironi ku menggerutu Menertawakan asmara biru kristal sang bunga Mengetik puisi di sepasang jari Melerai kecamuk kasih Yang telah disemai sumpah Dalam janji manis gelang warna jingga Memberiku arti hidup dalam ketaksaan Untuk bertemu denganmu Bab 19 - 32 - Berjalan kaki bergurau di planet mimpi Erat menggandeng nadi bunga musim dingin Saling menatap kejujuran tangkai tanpa duri Membodohi manusia yang tak sudi Memisah raga yang inginkan Satu Mengasih hati bunga yang beku itu Bak mengarung samudera galaksi tak terhingga Hilang arah kala senja berdamai surya Tenggelam tak bernafas Dalam kemungkaran langit berbintang Oh Tuhan beritahu hambamu Cara merawat tangkai bunga yang beku itu Haruskah kuabai sepi membeku Atau memeluk mahkotanya erat Meski tangan ini penuh luka? Sungguh aku tak tahu Bab 20 - 33 - Satu hari terlewati tanpa nyanyian di garis hijau Menunggu sepucuk surat dari bunga yang beku Mengasih diri membaur diri Menyebur letih di garis mati Melilit harapan mati berjarak lima senti Dalam raga kurus kering Terjarak sejauh matahari Aku mulai bosan terhadap waktu dan keadaan Cukup dekat untuk kudekap Terlalu jauh untuk kugapai Bersujud di hadapan Tuhan beri aku kesempatan Untuk menemuinya - 34 - “Sebuah ciuman sama halnya dengan menenggak air asin. Kau meminumnya, dan rasa hausmu akan berlipat ganda.” - 35 - - 36 - Bab 21 Sekala hari terlewati di relung puisi Merenungi kisah tangkai tak berduri Bayang langkah menggapai lengan permaisuri Sadis menyilet hati menyelam ketaksaan abadi Mengharap letih suatu saat kau akan kembali Hatiku meringis kecut Sinis menghakimi anak Adam yang pengecut Yang bertarung barang secuil hati Mengharap mahkota yang selayaknya tak kusentuh Melinglung membelai labirin laksana Pangeran tanpa kuda putih gagah perkasa Bertopeng lugu gumam bertanya Pantaskah aku menjemputnya? Bab 22 - 37 - Brutal membunuh merengsa Meniruskan mata cenangkas yang kubawa mati Menempur anggana melaju tangkai melayu Teduh menunggu di negeri seberang Menengadah matahari terbit Mengutara dingin menjingga Teruntuk gadis yang beku Maafkan diriku yang keakuan Mengerasi asmara yang acuh kerinduan Yang menyayat mengukir Membantai cinta kasih Kelopak bungamu pada biru kristal kedamaian Kala ego tak sudi melepas Akar dan tangkaimu masih saja tangkas Jikalau ingin ku jujur ketahuilah Aku hanya merindu Bab 23 - 38 - Jemu jiwaku malam ini Bergumul sepi lembab petrikor Mencicipi sanubari gadis yang dibenci matahari Abadi dalam selimut salju Mengakar beku Aku tidak akan pernah tahu Dan angin yang terbawa sampai ke lereng bukit Takkan sudi memberitahu Ngarai kesepian beraroma kematian Di jurang hatimu yang kau sembunyikan Mencoba tegar dalam senyuman Manis pula membeku Mekarnya mahkotamu menutupi luka Warna jinggamu mengaburkan anak sungai yang tercipta di ujung mata Kala akarmu menghujam pasir Kokoh membohongi Kan kulengserkan sepasang bahu Di atas pot yang berdebu Aku ada disini Membalut segala lukamu ngilu Menampung air matamu sendu - 39 - Tanpa menggoyah tangkaimu tegap berdiri Meski sepi kosong padang pasir benalu Bersimburan kan kupanggil hujan Reinkarnasi dari malaikat terbuang Bersamamu inginku menua Bab 24 Bossanova di daun yang turut mengalir Di anak sungai tercipta hingga hilir Sudut mata memandang lubuk senja Mendebur ombak di tangkai yang hanyut Duduk sepasang insan Melamun bahari menghentikan waktu Nostalgia mendekap rindu Bersama bunga yang beku Denai di bibir masih terukir jelas Tentang kelembutan jiwa yang kau berikan Bersama hembus nafas selesa Akan cinta kasih berbagi dunia - 40 - Kau mendesis tersipu Temaram terbenam lampu jalanan Yang sendu di malam terakhir Bersama derai ombak yang membenam dua hati Sebelum kau beranjak pergi Berpulang matahari terbit Wahai kekasihku Malam ini pun terasa sama Laiknya purnama yang kita pandang bersama Lamun merindu membayang mahkotamu Habis siang menunggu setampuk kata Melerai lubuk yang bertikai gaduh Dalam hati ku menjerit Layakkah ku mencintaimu? Bab 25 Wajar menaksa ajar memaksa Melakoni kelakuan hati yang tak terkendali - 41 - Cepat berdetak nyeri bersesak Mendamba cinta rindu dan kasih Memupuk taman bunga yang kadung disemai Aku tahu ini pertama kalinya Teruntuk sepasang lengan dan bibir ini Kembara menahu di planet seirama bunga Bahwa pintu surga tidaklah terkunci Mencicipi dunia paralel Memecah atmosfir di tiga hitungan Di bibir lembutmu kutitipkan masa depanku Meluap hormon menyesak arteri Merajai alam kesadaran di luar mimpi Sadar melamun hingga titik api Terbayang hanya garis senyummu Di kelopak bunga yang beku Bab 26 Separuh gulita menemani berkas lentera - 42 - Menyala redup bersama lembutnya sutra Wangi tulip beraroma nostalgia Menyeretku ke dalam bingkai foto Yang tertinggal tanpa jejak hingga layu Kupandangi wajahmu pilu Bercumbuan mesra dalam alunan tanpa rasi Menenun masak hati ranum bersemi Mempersiapkan diri untuk esok hari Menyeberang maya menuju cakrawala sepi Di kerajaan ketika sang matahari berhenti membenci Setiap hari aku mencintaimu lebih Berkutat syair menada partitur warna-warni Muram bergumam di lamun lubuk sang kala Menampar rindu memadu kalbu Di semak jerami melilit jemari Kau gandeng tanganku Lirih membisik merdu Aku juga merindukanmu - 43 - Bab 27 Ah, sang waktu tak jeranya menjahili Terpasung deru mengalir turunan hati Tiga hari mengais bayangmu dalam mimpi Laksana bermandi darah naga yang abadi Aku mengering… Seenak hati sang waktu memutuskan Tentang sebuah nama yang layak bersemayam Bertinta pekat menoda kanvas suci Tak tersentuh kala dilahirkan Mengucap selamat tinggal pada sejarah lama Kepada rak buku berdebu itu Tercipta kaligrafi memancar dersik angin utara Tertulis juga namamu Kupanggil nama itu Bunga yang beku Bertangkai selimut salju Tak berduri dan mengakar tajam Memekar kelopak musim dingin Bersamamu dan duniamu - 44 - Bab 28 Bersamamu teringat dua sejoli Tentang dua jiwa muda yang berlari seirama Dua hati terikat kusut kesendirian Terpenjara sepasang kutu buku Dalam romansa yang menuntun mereka Tentang kecepatan kelopak bunga sakura Kereta melaju mengantar kisah cinta mereka Mengirim waktu dalam tumpahnya tinta Membaur sepi mengambang awan Tersesat antariksa dua anak itu bermandikan cahaya Melukis fantasi yang mereka percaya Mengemis waktu dan kesempatan Bagi ruang rindu tuk bersatu Hati mereka berjarak lima senti Menjalin hubungan terpisah raga saling menepi Mengalir alur menetes pipi Bak kelopak beraroma butiran salju - 45 - Bibir mereka saling bertemu Merindu semalaman di gubuk yang beku Menunggu fajar Kembali ke perantauan Mereka kembali berjauhan Aku tahu Kisah cintaku tidaklah seromantis itu Yang dilukis dengan warna kelabu Ia hanya setangkai bunga yang beku Dan akulah damai kristal biru Namun satu hal yang kupikir pasti Kami berdua satu Bab 29 Aku mulai tersesat di lorong waktu Tanpa bisa berkelana pikirku beku Menjaga janji kelingking tersimpul kaku Ketika menyerah bukan lagi pilihan Tidak ada lagi selain pengharapan - 46 - Menjaga keteguhan hati bukan hal yang mudah Mempercayai segala kebohongan yang ada Di kekacauan yang merusak logika Warasku mulai hancur Gelisah berpusing meretasku jujur Tentang sepasang minggu basi tertinggal Serangkai nama menghantui mimpi Purnama pertama mengingatkanku Bahwa hati wanita siapa yang tahu Susah payah mengemis cinta dari ia yang pemalu Yang berjuang lebih keras dari bunga manapun Di tanah beraspal yang dingin itu Kelana dirimu ke tanah berpulang Menyerbuk kasih bunga yang beku Bab 30 Bermandikan kosmos dalam iringan rasi Aku bermimpi tentang anggana bahari - 47 - Bergandengan tangan dengan seorang gadis Memandang indah planet di balik bukit alegoris Kupandang wajahnya kabur Dalam dersik angin surya yang hangat Merindu gadis itu Berkata Tuhan pada pengembala Tentang menggiring tanpa berangasan Melerai domba mengharap besing Mereksa anggana membentang dunia Mengibaratkan hati rapuh sang gadis pujangga Meskipun begitu aku malu Sebab kali pertama berhak mengadu Mengirim surat tanda tak mampu Aku takut Jika kugoreskan luka Kala ku kehilangan dara Dan andai kandas untukmu bahagia Masih pantaskan aku? - 48 - “One more time, one more chance.” - 49 - - 50 - Bab 31 Hati ini merenggang tak menentu Terombang-ambing dahan di ruang waktu Penat mengejar ketaksaan kalbu Kebenaran semakin menyesatkanku Tentang jarak yang memisahkan Ketika menggenggam payah seutas ikatan Jiwaku bertamburan Berwalang hati semakin kurasa Tentang akad yang kita agungkan Menjalani hubungan meski raga saling berjauhan Eksamen hati umpama belati Mengikat janji menciummu bermadu kasih Berucap untuk saling menjaga Sepasang hati yang dikadung asmara Aku semakin takut Menjadi manusia bodoh yang pengecut Meragukan hati luntur mengalah sepi Menjalani hati tanpamu kasih - 51 - Orang bijak pernah berkata Bahwa jarak tidaklah mengapa Selama hati takkan tertambat oleh rupa Aku akan baik-baik saja Cinta ini membisiki ruang dan waktu Mendebat masa depan berlatar angin musim semi Memberiku dua pilihan untukku mati Jarak ini membuatku khawatir Linglung memaksa janji kelingking tuk berpikir Apakah jiwanya kini merindu Ataukah egonya kini melupakanku? Bab 32 Hari ini kembali mengusut hati Menyibak taksa bergumul bak jerami Menangkup memori kala ku berjanji Mengukir satu prestasi Ketika nafas kita membaur dalam sepi - 52 - Ah, seharusnya aku tahu Tentang dersik iblis yang meragu Mengawal badai memudar jati diri Tersesat aku di malam kelabu Membunuhku… Namun aku yakin Engkau masih ada disana Gundah berkelut hal yang sama Menggenggam erat tali asmara Aku mempercayaimu Bahwa namamu masih abadi dalam kalbu Kekasihku bunga yang beku Bab 33 Belukar tercampak meninggal kasih Menyibak samun tenggala belantara Bak mencari sebatang jerami di tumpukan jarum Bunga yang beku itu sendu Menaung tangkai tak berduri semata wayang - 53 - Meski mahkotanya gugur beterbang Terisak dalam senyuman Bunga itu menangis pilu Merecup penuh luka ke dalam pelukan Sang biru kristal kedamaian Mencurahkan segala keluh kesah Akan awal dan akhir dari perpisahan Dan keabadian dalam pertemuan Memohon belas kasih Tuhan Sirnalah semak belukar di anggana Agar aku bisa memeluknya erat Tanpa gemetar mengelak luka Dari batang mawar tak beronak Menetes kasih dari anak sungai di ujung mata Kau memercayaiku Aku hanya bisa berterima kasih Pada segala kebesaran hatimu yang ayu Bersambung tangan di kelingking waktu itu Hingga ciuman yang kau berikan malam itu Melakoni lubang di hati Aku bersyukur bertemu denganmu - 54 - Bab 34 Manusia bodoh itu kini bahaduri Seenak hati mengubah makna khalis heroik Membuang segala komitmen basi sosok hipokrit Yang berpikir bisa mengusik manjapada Ketika ia duduk sesenggukan oleh sebatang duri yang bunga itu tancapkan Sejak malam itu dunianya berubah Tak acuh menyamun singgasana Santak kebajikan mengatup rupa Tersingkir dari kerajaan surga Demi seorang rumah tempatnya berpulang Melindungi mahkota bunga yang beku Manusia bodoh yang sebatang kara Menata bata menggelar karpet jingga Menanti mutiara berayun di tanah surga Sosok mungil indah semenjana Meremas dunia ke dalam tunggal raga - 55 - Namanya bunga yang beku Dibenci matahari tak buatnya layu Akarnya kokoh melawan jarak dan waktu Dipisahkan darinya damai kristal biru Meski begitu aku pun tahu Sumpah sedayu malam itu masihlah beku Dan benang takdir takkan mengadu Pada sang waktu yang keji memisahkan Separuh insan berpulang ke perantauan Disini aku menggebu Dan disana kau sabar menunggu Hingga tiba saatnya kita bertemu Kumohon… Jagalah hatimu Bab 35 Bak derak tapak kuda yang menggebu Memacu jurang waktu tuk tujuan yang satu - 56 - Memercik sungai mengembun luas sabana Menggempur sejarak lima senti tak berhingga Jiwaku terus berlari menyongsong Ke ujung semesta mendahaga hatiku yang kosong Berbekal secarik namamu Aku takkan lagi mengadu Aku tahu… Dentingan waktu membuatku pilu Panjangnya lengan tak bisa menggapaimu Hanya di garis hijau jiwa kita satu Memadu asmara berpacu rindu Menghela nafas sendu Ku membayang wajahmu Bab 36 Bertandang hati ingin bertemu Mengorbankan darah tulang bersendi Menggebrak pintu besi meremuk nadi Menetes sesal sirna suci air mata - 57 - Bak melawan naga di tahta singgasana Jiwaku menjerit meronta Tumit bergidik tertawa dalam bara Bertekuk lutut bersangga belati Aku belum ingin mati Gadis itu pastilah lelah menunggu Manusia bodoh berotak dungu Mengejar rindu yang keakuan Menyaku sajak abadi dalam kenangan Ingin kusampaikan padamu kekasih Masihkah kau mencintaiku? Bab 37 Sama halnya dentingan jarum waktu Tik tok berbunyi selaras tak pernah keliru Dan sama halnya detak jantung memompa Selalu menyanyikan nada yang sama Kesaksian akan awal dan akhir Masa lalu yang lalu dan masa depan yang enggan - 58 - Bukti hanggatnya jiwa ialah kehidupan Melangkah maju bertumpu sepasang bahu Jatuh menangis lalu bangkit tanpa perlu malu Semua manusia selalu Juga diriku… Menghujani hati sebalok kata Meneriaki butanya tak pandang rupa Menggandeng tulinya yang tak tahu gema Kala tersesat dan hilang arah Bukan alasan untukku menyerah Kuyakin tidak pula untuknya Dan ketika secercah surga datang menyapa Aku berbisik lantang Maju! Bab 38 Bintang terakhir di embun pagi itu menangis pilu Nyala memerah berkedip letih Tertutup awan kembali temaram - 59 - Terisak dalam lantunan kasih ibu Bersama sang fajar menitihkan sendu Siang dan malam takkan pernah bersatu Berundung cahaya hangat yang cerita Berpunggung bayang dingin yang gulita Bersatu sekejap di atas langit senja Hanya untuk melerai luka lama Akan sebuah perpisahan Hati kecil ini mulai bertanya heran Apakah ia sedih ditinggal sepi Ataukah berbahagia memeluk mentari Meskipun tahu sekejap waktu bukanlah abadi Walaupun hangat silaunya memadamkan api Meskipun begitu Aku tidak mengerti Bab 39 Berkabut abu berselimut salju - 60 - Kupandang bunga yang beku itu masih satu Mengabar mesra di garis hijau Melambai mahkota semerbak tersipu Berdiri tangkai tak berduri Mengusir benalu yang tak tahu diri Bunga itu memegang janjinya Bahwa mahkotanya ialah milikku Bahwa suburnya bukanlah air mata Goyahnya tiupan takkan merubuhkan Dan benihnya tetap terjaga dalam kesendirian Sumpah setia kau pun ucapkan Menghitung jarak tak kau risaukan Mengulangi kata yang sama Tak pernah jenuh rindu mendahaga Sampai kapankun kan kujaga Menaruhkan api sebatang kara Kekasihku bunga yang beku Aku tetap mencintaimu - 61 - Bab 40 Rasa sakit ini memanggil namaku Mendersik merdu mengajari Yang di awal takkan jadi yang di akhir Terombang-ambing hanya di tengah Tanpa bisa menepi di salah satu ujung Mencintai butuh rasa sakit dan lara Tanpanya semua tiada guna Ketika menadah berarti bersedekah Kala mencinta layak menderita Tak berdaya mengalir pertukaran setara Namun untukku yang baru bermula Menapak semesta tinggalkan singgasana Meski begitu kuhancurkan kuasa Untukmu ialah yang pertama Kan kupastikan bagimu bahagia Jadi yang terakhir menebus cinta - 62 - “Cinta pertama takkan pernah bisa kau gapai.” - 63 - - 64 - Bab 41 Menyeruak lunau di sanubari Menyekang nadi sesak meluber nurani Menjalani hari dengan separuh hati Hanya mampu berkutat linglung di bait puisi Tanpa hadirmu aku mati Andai tangan ini mampu mengepak Sudah sedari dulu sayap ini rentang kusibak Segala luka cinta gempita kan kuajak Menuju anggana di bukit perjanjian Menjemput sosokmu merindu tangkai cendera Menawar rindu menyatu keping sepasang jiwa Bab 42 Meladeni dahaga bermuka dua Bunga yang beku itu kini merana - 65 - Bertahan tandus di perantara Musam tanpa hadirnya sang surya Akarnya terleka mengais air dari surga Berharap tumbuh kaki untuknya berlari Menyongsong sesosok pria di naungan mentari Tak kuasa menahan rindu Bunga itu berjuang mencari madu Bernada mempelai tertawa dalam pilu Kau berjanji akan datang padaku Tepat setelah berakhirnya bulan ketujuh Meskipun kau tahu Kedua tanganku rapuh Dan sekali lagi akan kau ulangi Memori tak terlupa menghindar pudar Tak peduli meski kerontang Mahkota jingga di muka Bab 43 Melawan hati yang tak inginkan sepi - 66 - Ku mengusik kawanan lebah pengais nektar Menyodok sarang berkata kasar Meniti kosakata bak pelayan muda Hingga akhirnya ku berpura Akan rintik yang tak kunjung reda Dan sedandainya kau sadar Aku hanya ingin bicara Tidak aku tak ingin membohongimu Seraya merangkai kata beraroma gula Manalagi memetik tangkai sebatang kara Memandang garis senyummu kasih cukuplah untukku bahagia Kukira kita telah berucap sumpah Di hadapan benih kakao yang kau suka Bahwa kebohongan bukanlah pilihan Dan kejujuran ialah semata wayang Sembari mengikat benang merah di jemari Kita bersihkan segala noda Bagi kita jiwa dimadu asmara - 67 - Bab 44 Sehari serasa sewindu Tanpa hadirnya surat darimu Menilik masa lalu di garis hijau Meski kutahu dirimu ripuh Akan jiwa muda yang menggebu Berlomba lajak dengan sang waktu Izinkan aku tuk mengingatkanmu kasih Lakukan segala hal yang kau mau Lampiaskan segala penyesalan dan kebencianmu Mengharaplah akan masa depan yang tak tentu Mencintalah sesaknya rindu tak mampu bertemu Dan jika dirimu pilu dan sendu Belantara terlalu jauh kau mengayuh Dan tersesat hilang arah Pulanglah… Biarkan aku membalut lukamu itu Menghangatkan hatimu yang beku Dalam pelukan Ibu Wahai kekasihku - 68 - Bab 45 Aku serasa tertinggal langkah kaki Olehmu yang tak menyerah dalam janji Bergelut sarjana membangun jati diri Mengayuh mimpi sebentuk bukit Dalam gerbong besi dirimu berlari Menggurui masa depan untukmu kebaikan Mendayung pulau ke negeri seberang Seminggu penuh mengencani waktu Ripuh melakoni bunga yang beku Melampas subuh hingga senja Berkarya luap hingga gilir kala mimpi tiba Meniduri sisa hari yang tak cukup hati Dan disini aku masih sepi Akan hadirmu yang sangat berarti Menyalakan api sebatas sajak dan puisi Bersuara kicauku tak sampai Hingga serak telisik jarak - 69 - Bab 46 Aku cemburu Tidak berdaya segenap akanmu Akan rapuhnya kulit ragaku Tuk sekedar memelukmu Berpisah jarak asmara tak menentu Jika jiwa ragapun tak sanggup bertemu Setidaknya beri aku kabar Bahwa sehat nafasmu tidaklah pudar Bahwa garis senyummu belumlah samar Melegakan lubang hati yang tersumbat Oleh tangis perpisahan kala itu Dalam tidur kupanggil namamu Wahai bunga yang beku Berbisik rintih tersipu malu Ah, mungkin aku hanya merindu - 70 - Bab 47 Di garis hijau terbisik hasrat tuk mengadu Menyapa kekasih tersipu malu Berbekal romansa setelan kelabu Hingga bait pujangga yang kucipta lalu Ingin rasanya kuberkata Selamat pagi untukmu Kekasihku bunga yang beku Apalah daya hatiku ciut Mengalah sosok manusia pengecut Tidak bukannya aku takut Berjalan sepi dalam kabut Khawatir berlagak tangkainya rapuh Menggigil trauma akan duri yang meluka Dan hingga berkas cahaya itu memudar Lidahku masih saja kaku Menyesali satu lagi hari berlalu - 71 - Bab 48 Menguat khayalan mencium renungan Membayang wajahmu berseri penuh angan Memanjatkan mimpi tentang sebuah pertemuan Agar pudar luka perpisahan Menjalin asmara denganmu senantiasa Menjaga hati satu sama lain sudah biasa Meskipun jarak memisahkan kita Hari inipun kunyanyikan nada Tentang segala perasaan yang ada Untukmu bunga yang kudamba Satu purnama hilang seketika Kala mencium bibirmu tidaklah sia-sia Menjalin ikatan sejauh padang anggana Kuharap kau selalu ingat Tentang sebuah nama yang selalu kupanjat Melamun bersamamu utuh Disini aku memikirkanmu - 72 - Bab 49 Bertemu denganmu berbagi kasih Ketika melepasmu menahan perih Tanpa menahu bilamana harus ku berdalih Aku duduk terdiam Menyelami samudera bintang yang temaram Melerai sepasang emosi silih berganti Tentang kegembiraan dan penyesalan Kebahagiaan dan rasa sakit kehilangan Kusut pikiran bertepuk sebelah tangan Menjalani hubungan di langkah pertama Sesungguhnya hatiku bimbang Kala kuniatkan merawat bunga gemilang Menyentuh rapuh merawat sekarat Membelai benih menyemai kasih Meneguhkan hati mengasah belati Sehingga kan kuhadiahkan pot bunga itu Agar bisa membawamu pulang bersamaku - 73 - Bab 50 Aku terbangun dalam ruangan Memimpi khayalan dunia fantasi Meraba buta hidupku yang tak pasti Mencari bukti jejak kaki yang kutinggalkan Menuntun perlahan jiwaku yang tersesat Ke jalan dimana bunga yang beku Menungguku di pemberhentian Tanganmu melambai dari seberang jembatan Mengalir gemericik sungai di pangkuan Meski tenggelam ragaku berenang Menepi perahu tua yang ditinggal Mendayung menuju hulu hatimu Aku bertaruh pada kerumunan gagak Bahwa kan kuantar lubuk sebatang kara Meski hilang sebelah lengan Hingga sampai ke hadapannya - 74 - “Kebahagiaan terbesarku adalah bertemu denganmu; ketika penyesalan terbesarku adalah melepas kepergianmu.” - 75 - - 76 - Bab 51 Separuh sajak yang telah kutulis Membimbingku mara memahami rasa Menapak telak kisah cinta yang pertama Menjamu hati gadis di ujung samudera Mulailah aku berkelana Berlepas tangan tanpa pelana Mencari arti hidup yang sesungguhnya Membangun asmara yang tiada dua Terperanjat aku dibuatnya Bunga yang beku itu perlahan mencair Menetes embun kasih dari pipinya Gemercik menetes menyubur anggana Bersibaran terbang ke penjuru dunia Membasahi jiwaku yang agaknya layu Kedinginan dalam selimut salju Musim dingin belumlah berlalu Dan kutahu akarnya masih membeku Meski silau kelopaknya takkan layu Ingin ku bersegera - 77 - Sebelum dersik angin berhenti membara Membawa anganku pada pujangga Tentang merindu mati tanpamu Kebodohanku tiada tandingannya Membuat sang kekasih menunggu lama Tanpa kabar dan sepasang jari di surat cinta Menyapa tak kuasa hati Tak acuh bergelut luka di hati Hingga pada akhirnya kau memberanikan diri Memetik sehelai kelopak bunga itu Kau kirim di garis hijau Berucap selamat malam Padaku yang dirundung kelam Bab 52 Purnama kedua perlahan mengajariku Tentang wajah asli bunga yang beku itu Meski meluber topeng malu tersipu Kau mulai sudi membuka diri - 78 - Pada sosok yang kau titipkan hati Temetes cairnya es yang kau perlihatkan kala itu Sudah lebih dari cukup untukku Tak apa aku takkan memaksa Tuk membuang topeng itu senantiasa Atau membawa matahari yang membenci Agar selimut saljumu perlahan hangat Jika ku lakukan keji Akarmu akan kelelahan dan mati Dan kau akan mulai membenci Manusia bodoh yang tak tahu diri Perlahan tapi pasti Kan kugali tambang intan di hati Kan kucari mata air penyejuk nurani Mengecat mahkotamu warna-warni Dan kan kuhiasi bak permaisuri Dirimu wahai bunga yang kupuji Bersabarlah… Aku tengah melangkah Pada anggana yang melangah Memungut kedewasaan di setiap langkah Untukmu bunga yang indah - 79 - Bab 53 Jam pasir memberitahuku Tentang kelemahan sang waktu Bahwa tewasnya masa lalu Hingga masa depan yang tak seorangpun tahu Menghancurkan harga diri petarung Di atas arena bersimbah darah Demi siapa? Untuk apa? Kau hanya akan mati sia-sia Keheranan tak memahami setiap kata Hati kecilku berbalik menanya Membela semua yang telah kupunya Untuk bunga itu bunga yang beku Demi gadis itu kekasihku Dan jika semua ini hanyalah bara waktu Aku akan kembali kosong - 80 - Jam pasir itu tertawa Menggelitik menyisir melawan gravitasi Menghenti aliran yang sudahnya pasti Sepatah kata agaknya menjadi sepi Meretak kerasnya hati Menderu balutan rindu Ah, aku tahu maksudmu Wahai Sang pencipta waktu Berpegang teguh masa lalu hanya benalu Mencemas masa depan tak lebih dari bualan Sebelum penyesalan datang Dan sebelum khawatir akan tandang Sekarang takkan terulang Sempat tercipta sebab kini saatnya Keajaiban datang berulang Masa kini bukan yang lain Bab 54 Sepintas kutahu - 81 - Terlalu sulit tuk melepasmu Kala kutahu kebahagiaan terbesarku Ialah bertemu denganmu Ketika penyesalan terbesarku Ialah melepas kepergianmu Ragaku tak bisa hancur seketika Saat tetes hujan pertama membasahi pipiku Mengalir berasak anak sungai Hangat tercipta di sudut lakrima Bergidik meninggalkan ruang di hati Teringat sentuhan di bibir Deras tak seorangpun tahu Ku menangis pilu Bab 55 Sentimen sejarak lima senti Erat menggenggam kadar sajak Di sepasang jemari silih berganti Berdetak menggebu kalimat mesra berderak - 82 - Mengasihi kasih dimadu kalbu Tak ada pilihan selain menunggu Bunga itu beku ripuh mengadu Berguru menentang hidup kelabu Picisan koin lantas kau kumpulkan Demi menengadah purnama impian Bersanding pria idaman Disini aku menggebu Merangkai kata meniti waktu Demi menyisihkan seutas tali kelambu Di atas kepala menggeser kubu Melucuti sandang kusut di kampus biru Demi menengadah purnama impian Bersanding gadis idaman Bab 56 Sepertinya aku mulai kehabisan kata Mencurahkan kebahagiaan sesak meluap - 83 - Bertaruh muka demi segaris senyum tawa Melamun bayangmu tak berhenti mengharap Akan hadirmu lima senti dalam dekapan Menghembus nafas rindu dalam kehangatan Memanggil memori kebahagiaan Dalam lembut bibir kita berciuman Garis hijau menjadi pelarian terakhir Membaca tiap kata manis yang kau rangkai Meski ragamu tiada hadir Bisa kurasakan suaramu membelai Lelah hati yang lunglai Meringkas jarak raga sejauh cakrawala Membayang saling bersandar Di rintik hujan yang terdengar Membisik lantunan selamat tidur Untukku yang kelelahan Bab 57 Sinis bercengkerama bernada manis - 84 - Tentang bercumbu merangkai sajak puitis Menuang kebahagiaan cinta yang tiada habis Kala aku takut gembira ini berlebih Berpikir lebih baik mencari dalih Sebab segala yang berlebih selalu fana Menerbangkan tinggi ragamu ke angkasa Hingga jiwamu tak sadar akan pura Dihantamkan segalamu ke bentala Tak tersisa milikmu sirna Hujan rindu dan secangkir kopi hangat Tak lebih bualan penyair yang tertambat Menggalau riang jatuh cinta Mengepak asmara dalam balutan kata Tak acuh pada segala luka Kala hidup tidak selalu sederhana Akulah manusia bodoh Sebatang kara yang tak pernah tahu arti kata cinta Menyair hanya tuk ungkapkan nada Pada Tuhan yang tinggalkan raga Tidak adil menggores sukma Kuberi satu anjuran untukmu kawan Larut di anak sungai bukan pilihan Kepada siapa kau akan melawan? - 85 - Bab 58 Sekelumit kisah cinta yang kutuliskan Takkan muat di ribuan halaman Setiap tetes debu jatuh di jam pasir Satu makna kasih kan terlahir Menggapai angan akanmu bunga yang beku Tak sanggup diriku meliku Di seonggok dahan yang hanyut Dalam badai rindu yang tak kunjung surut Semua ini akan kukenang Meskipun akan tiba saatnya untukmu hilang Bilamana dahaga ini terpuaskan Namamu seorang takkan pernah kulepaskan Mencari sisa jiwamu kerontang Mahkotamu dan dinginnya kelopakmu Semoga abadi selamanya - 86 - Bab 59 Tanpa hadirmu aku gundah Menanyai setiap hati di kota yang asing Tentang sebab hubungan terpisah raga Menjalani hidup bak jiwaku hampa Tentang rapuhnya keabadian Tentang abadinya waktu tak berdentang Tanpa ragamu kasih Cemas aku dibuatnya Kala terpisah dari ragamu buatku lebur Terpisah dari jiwaku akankah hancur? Aku takut kehilanganmu Bab 60 Semakin kugali semakin menjadi Sebab makna dini dari mencintai - 87 - Mengurai makna asli dari dicintai Ah, mungkin aku keliru Bersajak bukan tempatku bersilat lidah Mengomeli romansa jingga tak tahu diri Atau menggurui belukar yang tak tahu merindu Di sini tempatku semedi Agar cinta ini terus bersemi Mengalir di sungai waktu menua bahagia Menyopot gigi melepas topeng Memamerkan kerut bukti kehidupan Akan sepasang insan yang saling memberi Bergandeng tangan di penghujung hari Hingga akhirnya mereka menepi Berbaur tanah takkan sepi - 88 - “Aku sebatang kara. Bersamamu aku sebatang permata” - 89 - - 90 - Bab 61 Karut marut membaut dalam kabut Melangkah maju bergidik kakiku kaku Mundur berlari bak pengecut pun tak sanggup Meraung gunung di hutan belantara Tak seorangpun akan datang menyelamatkan Jalan setapak berkelok memudar perlahan Menyesatkanku badai sajak yang baru Oleh sebab rantau telah kupilih Kenapa juga aku harus berdalih Mengecam ributnya sukma bak sangkakala Hancur melebur membaur daur Oleh kegilaan yang kau sebut cinta Memutar balik fakta dan logika Ke dalam dunia fantasi rancu yang fana Ah, mungkin hati ini berhenti peduli Sebab kecamuk rindu yang tiada henti Bak mengharap secangkir manisnya kopi Kini kutuang sendiri Melatih hati dalam sepi - 91 - Bab 62 Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu Kekasihku bunga yang masih saja beku Tentang alasan akarmu mengais di padang tandus Meski kau tahu telah tak tersisa cahaya purnama untuk ditemu Bilamana mahkotamu takkan lagi abadi dalam beku Beritahu aku mengapa wajahmu terus membeku Agar jiwamu tidak dicuri waktu? Tidak itu bukanlah seperti dirimu Yang merindu hidup bercakap dengan sepi Dan rahasia dibalik tangkai tak berduri itu Atau sebab pertengkaranmu dengan matahari Aku ingin tahu - 92 - Bab 63 Teringat kembali kuncup membengkar Kala kutahu kalian tengah bertengkar Pada sosok terik khatulistiwa yang mungkar Membelai dinginnya selimut saljumu memerah mengelupas kasar Meski begitu aku mencintaimu Mengasihi sosok rupawan sebahu yang tegar Pada kehidupan baru yang kau jejaki Kala mengedip mata silih berganti Aku yakin hatimu takkan ingkar Pada sepah janji yang kita ukirkan malam itu Menggenggam akad mengulur benang Sejauh ribuan kakipun akan terus kau kenang Terpisah jarak menjalani asmara Melatih hati agar tak durhaka Siang malam takkan sudi bersatu Menjalani hari di atas piringan perbedaan waktu Keringat menderu kala sang surya ceria Ketika kau tak ubahnya penguin bermandi salju Bergidik mengembun nafas yang beku - 93 - Ruang kosong di hati sebentar lagi habis Berdesak penuh pahatan syair yang kutuliskan Menuangkan keluh kesah kasih akan rindu yang tak tersampaikan Kendati nadi di hati hampir meluap Sesak sakit terasa meremas kecemasan Memohon kabar darimu untukku tetap tegar Agar kutahu dirimu sentosa Terlampir surat cinta pujangga Bab 64 Romansa hujan tak lagi menggelitik sisi kegalauanku Berdebat tentang asmara tak lagi menggebu Meskipun ufuk timur langit masih kelabu Sedia kala kutemukan penambat kalbu Mengobrol senja hingga nuansa kopi hangat Di bawah langit bertabur bintang nan gemerlap Tersesat basi di kisah kasih sekolah Lugu nan cupu serasa inginku membantah - 94 - Kala hati ini masihlah mentah Aku menelan ludah Iri hati asmawa penuh warna yang dikisah Menjaga diri sampai ku tak tahu lagi Arti kata cinta yang mereka puji Bertemu denganmu adalah anugerah Mencium kelopak bungamu sungguh indah Kala cairnya es mencipta merekah Menunjukkan semesta yang layak di jelajah Sekarang aku mulai paham Akan kejinya rindu ingin bertemu Mengiris hati menggores luka jahanam Mengalir pertukaran setara Menjaga komitmen seimbang mensyaki Kala kuingin perihal Wajar melepas berkorban yang tak kekal Tapi tak apa… Semasa kugenggam namamu Kita masihlah satu - 95 - Bab 65 Menggali kepingan rindu yang tersisa Di bibir pintu melekat merana Tenang menengadah menunggu rangkaian kata Terperungku debu derat mengarat Menjebol dinding arteri mencipta ruang sepi Hingga setetes hujan pun membasahi Sanggup hancur hatiku lebur Setapak kulalui membusung dada tegar Mengerdip bisikan masa lalu yang benci kudengar Menyapu kerongkong siap melaju Aku terus berlari Menampar diri di setiap pijakan belati Berteriak putus asa kala ku berhenti Coba menggapai seutas benang laba-laba Tuk membebas sukma dari neraka Meski begitu kuusap air mata Merindu punduk gadis pujangga Silau menggertak aliran waktu Dan jarak yang memisahkan Hingga suatu saat sang waktu akan menyerah Kala jam pasirpun pecah - 96 - Bab 66 Menyelami hati meniti kosakata Demi sebait sajak adiwarna Menyulih puisi lama yang semenjana Memermak hati dikadung asmara Meniupkan nama setangkai bunga Berlayar samudera menggulung ombak Setitik berkas di ufuk menyibak Kerlip cahayamu temaram Menyentuh sungai bimasakti terlampau dalam Bagai kucing yang merindu pujian Kau datang mengapit lengan perlahan Desah suaramu menggeram inginkan belaian Melangkah patut mengusap rindu Bermadah mutiara semanis madu Kau tuangkan ke dalam kalbu Menjilati luka dan sepi dalam balutan air susu Hanya kepadaku kau mengadu - 97 - Kami saling menggantungkan diri Dalam sepi membelah jiwa tanda tak lagi utuh Keringat membeku hilang dalam abu Menyadur mengikat di dua lubang yang sama Melengkapi kepingan yang tersisa Membayang wajah sukma hingga jenuh Sepasang angan bersetubuh Menempuh hubungan jarak jauh Bab 67 Tatkala sebidang jarak tak mampu menyempit Kau permainkan sang waktu belandung Terbengkalai aku tak melepas benang di garis hijau Dentang jam dinding tertawa sinis Mengenaskan bobrok aku menunggu Seutas kata semenjana semanis madu Untukku penawar rindu Jarak waktu dan ruang sepi memusuhiku - 98 - Akan kesombongan asmara mengidam hulu Memanjatkan nurani tabah meranah Kala berlindung dalam bayangmu Mengusir monster gulita bersarang kelambu Kekasihku bersekongkol menggandeng waktu Menguji kuat hati untukku berdikari Atas ruang sepi dan lelah sepasang jemari Menulis puisi untuk kubawa mati Namun akulah manusia bodoh Dengan segala tingkah gembala yang ceroboh Menerjang anggana bara takkan roboh Selayang semesta memusuhiku Kan kurenggut sayap putihmu Dekap menyentuh pipi bekumu Terus berada di sisiku Bab 68 Tak puaskah kau merenggut lini masa Berkolusi rumpang memanjang nada bicara - 99 - Balada menyanyi nyaring ruang opera Hingga kau sudi tuk melenyap kata Menelan ludah tuk angkat bicara Bosan terlukis di tiap garis senyum memudar Mungkinkah kau tengah menghindar? Memuji sajak mencair bait seruan Berbusa menggetah menggali di sebidang tanah Mengais potongan memori tercecer limbah Meski telapak kumuh bersimbah darah Hingga kuhidangkan sebatang permata Menggores garis senyum yang kudamba Mungkinkah kau berubah? Ah, mungkin hanya salah sangka Atau sepi di hati memaksa suara yang tak rupa Tuk berbisik tanda hati tak siaga Akan pengkhianatan malaikat yang dipanjat Walau kutahu jiwanya masih tertambat Aku khawatir… Menatap masa depan tiada akhir - 100 - Bab 69 Bunga yang beku memekar jati diri Meleleh salju menyibak butiran abu Menyisir alunan dahan terbaik yang kau simpan Menyapu punggung angin di sela jemari Meliuk taman bunga monokrom tak kau sesali Selama kelopakmu masih bisa berseri Kau kembali menantang matahari Musim panas mungkin kan berganti Menyengat kulit bintang kelana yang membenci Yang pernah kau goreskan sepucuk belati Di dahan yang biru membeku Tanpa menahu tempatmu semerbak Menggali lubang tidur gersang dan sesak Namun kau akan kembali datang Menagih janji di purnama pertama Bahwa jiwa kita satu Meski raga kita mengatup membisu - 101 - Bab 70 Ku ingin bertemu denganmu Ku tak bisa bertemu denganmu Hatiku ingin bisa memelukmu Tanganku tak bisa menggapaimu Terhalang jarak dan waktu Tumbuh bersama kelak dan kalbu Terlalu dekat menempel telapak tak kenal rupamu Menghembus nafas lembut di bibirmu Terlalu jauh melampaui barisan awan tak juga kenal parasmu Mengalir birunya angin membawa kabar aroma rindumu padaku Meski begitu aku tegar Pada kokohnya tangkai itu ku percaya Kutitipkan separuh jiwa menjamin Menjemput bukan senja Hanya kelopak bunga yang beku - 102 - “Hati kita berjarak lima senti tatkala raga kita terpisah jauh dalam sepi.” - 103 - - 104 - Bab 71 Dan sesungguhnya aku pun risau Mengejar sisi kelammu dalam bayang silau Iba mengasihi diri yang ditinggal mati Berlayar terombang-ambing badai berkecamuk Menganga setetes kasih tirta surga yang ditinggalkan Akupun hanyut Tenggelam terseret dalam kesombongan taksa Mengarungi nafsu bak semesta Risih menjilati bangkai semata Hendak membunuh tiap hati yang mengasih Sebelum sempat mengucap terima kasih Tak sempat bermuram durja Terbesit berazam tuk tinggalkan dunia Menggandeng erat jasad kedua orang tua Lelah nestapa jiwaku sirna Pungkur sekelebat kepingan jiwa Tercecer nestapa bak sampah tak lagi guna Tuk memastikan diriku pernah ada Menyisa memori kehidupan di dunia - 105 - Bunga yang beku itu mendatangiku Kaprah bersiul tersenyum dalam balutan salju Kelopaknya putih nan layu menengadah Meledang telapak ke langit secercah Perlahan satukan kepingan jiwa yang tersisa Kau tanam bersama tanahmu yang tandus itu Tumbuh bersamamu Bab 72 Aku tak berhak bicara perihal cinta Kala sebatang kara lupa caranya menyapa Mengenyam hangatnya cita rasa keluarga Hingga pergelangan rapuh penuh kerut Melecut punggung kecil ini yang telah tumbuh dewasa Ah, aku telah lupa Menelan dua kepala waktu belumlah cukup Tuk mengecam baik buruknya sukma Dari ciptaanNya perkara asmara Melucuti menjahit segala luka yang mungkin tersisa - 106 - Hingga pada akhirnya kenangan takkan terlupa Menggerogoti jiwa yang dikadung rindu Meluap bandang membedah bungah Melemparkan dosa padanya ku mencinta Kekasihku bunga yang beku Aku tak sudi berpetuah perihal cinta Berbusa mulut rumit beranggap sia-sia Hanya bisa menuliskan sebait fakta Tentang kebenaran cinta Bahwa ketika ia datang, ia takkan memberi apapun kecuali dirinya sendiri Dan bahwa ketika ia pergi, ia takkan meminta apapun kecuali miliknya sendiri Bab 73 Musim dingin berhembus meninggalkan jejak salju Di sebentuk bukit kau tinggalkan aku Bermain bekunya api kau renggangkan waktu Menyatu jarak yang telah mengkhianatiku - 107 - Tanpa secarik etiket sepi monoton Kau rangkai sajak lelah hanya menunggu Mengiyakan di sisa waktu garis hijau Sebelum terlampau purnama di atas kepala Kau pamit pergi ke alam mimpi Apa aku membuatmu bosan? Mungkinkah kau mengusap air matamu dalam hujan? Kumohon beritahu aku apa yang ada di angan Supaya hening hai ini berjangkit Meruap-ruap merindukan hingga teramat sakit Wahai bunga yang beku Ada apa denganmu? Bab 74 Ke taman asmara aku mulai menjajaki kaki Lugu berbekal bebal coba serundai damai Julukan manusia bodoh melawan adiwaktu Meniup api kobar menjilat nurani Kala percuma menitihkan air mata pun takkan mati - 108 - Ingin rasanya aku pergi berlari Ditelan labirin di lorong sepi tak berujung Jatuh tak berdasar jurang hati terbuka Meraih sehelai tali pun tak kuasa Meninggalkan gadis itu terpaku kaku Meraut kalbu menjerit tajamnya lakrima Memandang rendah diriku yang hina Bunga yang beku itu kesepian Padang anggana tercipta semak belukar Tengkar berpunggung matahari masih kau jajal Meski kutahu dirimu yang jatuh cinta Pada jiwa yang bermandi cahaya Bersumpah sepah di bibir manismu Menggandeng kelingking melawan jarak dan waktu Hingga kini aku masih mencari tahu Apakah semua itu palsu? Bab 75 Di garis hijau terlampir sepucuk surat tak berarti - 109 - Bak mencium nurani tanpa hadirnya cinta Mengalir lembut namun terasa hambar Melayang nostalgia dalam kenangan hampa Melawan arus coba melihat sisi lain dari sungai Monokrom silih berganti membuatku bosan Hingga pada akhirnya tubuhku menggigil Oleh dinginnya sajak dalam surat cinta itu Menusukku kaku tak berdarah Sayup mata kau lemparkan Tanpa madu merekah senyum Hari ini aku masih mencari tahu Tentang arti kata ripuh kala itu Jelas aku tidak tahu Kenapa juga kau kalutkan waktu Terpuruk membuatku menunggu Serasa dihantam dentingan jarum jam di setiap detiknya aku gila Jelas aku tidak tahu Kenapa juga kau berkata leluasa Meski tak terasa satu jam terlewat begitu saja Membalut sukma memaksa kenangan untukku lupa Jadi yang mana? Kumohon jangan membohongi diri Wahai bunga yang ditinggal pergi - 110 - Bab 76 Manusia bodoh belajar dari sejarah Kisah pergumulan ia ambil sebagai senjata Berlaga penuh luka Menonton di balik arena Remedi kekalahan sudah biasa Mencatat ribuan kisah cinta Berancang takkan terperosok di lubang yang sama Manusia bodoh itu menelan ludahnya Hingga ia akhirnya sadar Bahwa takkan ada pintu keluar Sebab sekali kau jatuh cinta Kau bunuh logika Kau tak acuh panca indera Kau khianat rekan semata Melawan semesta Menameng hujan panah sang pujangga Meski akhirnya penuh luka Itukah cinta? - 111 - Meski begitu tak ingin ku percaya Akan akhir yang tidak bahagia Karena sesungguhnya aku yakin Kala sebuah dongeng belum berakhir bahagia Maka masih dilanjutlah hingga akhir cerita dalam tawa Bab 77 Ah, tak ada gunanya mencari arti di setiap kata Bertutur manis menjilat bisa Menyusun tiap bait puisi bagai memanjat doa Lidah tak bertulang hanyalah perantara Berkata hati mengalir semenjana Sesaat buram tertutup noda tak terbaca Sungguh… Bohong pun tak mengapa Bagaikan setetes madu yang jatuh ke samudera Bertepuk sebelah tangan terasa hampa Sesungguhnya aku tahu Segala kebaikan kan sia-sia Kala direnggut dariku Sang Kuasa - 112 - Sejauh apapun aku berusaha Manisnya madu takkan terasa Asinnya bahari hanya menambah dahaga Membuka luka lama Akan kebodohan diriku asmara Kupikir cinta tidaklah keramat Meski sepasang mengagungkan martabat Kala sebatang kara Bermandi hujan meluntur debu lumpur Manusia itu separuh belaka Tanpanya takkan jadi purnama Sebab itulah aku tahu Kunyatakan cinta pada bunga yang beku Kutahan rindu kala melepas kepergianmu Kujaga hati meski tak bisa bertemu Sendu di tiap malam yang berlalu Sebab aku bosan sebatang kara Karena aku ingin rasakan cinta Agar puas hilangkan keringnya dahaga Jiwaku larut dalam asmara - 113 - Bab 78 Bersemayam di hati layaknya jimat Nama bunga yang beku itu terus menderu Menghampiri tiap bunga tidur Menyentuh temaram mataku hangat membaur Perlahan mencair mendersik air hujan Menetes lembut di ujung mata Selimut salju itu mencair Lakrima mencipta anak sungai Bukti sepasang hati yang saling membelai Duri yang tak pernah ada itu sekarang menancap di hati menetap Bersarang benalu semrawut rindu Mungkin ini bukan diriku yang biasanya Kalang kabut mengalah sarat di kalbu Seraya membayang wajahnya Di pantulan jernih malam purnama Aku binasa - 114 - Bab 79 Serasa membuka kembali halaman buku lusuh yang telah kubaca Memercik sayup berterbangan debu kosmik Kemuning sudut kertas melebur Menimpa bahasa di secarik foto lama Buram durjana tak bisa lagi kubaca Meski begitu kubolak-balikkan halaman Mencari kepingan asmara yang sempat hilang Terseret waktu dan semakin merenggangnya jarak di antara kita Jangan buat aku khawatir Akan runtuhnya kelopak bungamu yang beku itu Akan kau cabutnya akar dari pot itu Jika pengharapan bintang jatuh yang kau mau Aku takkan mengadu Selama engkau bunga yang dimadu Mengasihiku merindu kalbu - 115 - Bab 80 Wahai bunga yang beku nyanyikanlah nada Atas segala rasa yang kau bebankan Atas rasa kesepian yang pernah kau tuangkan Atas lembutnya ciuman yang kau berikan Atas gelang jingga yang ku persembahkan Atas dekapan terakhir sebelum kau pergi Berpulang sepi ke perantauan Beritahu padaku… Rindukah? Bosankah? Senangkah? Sedihkah? Bahagiakah? Kesepiankah? Hari ini pun bunga itu membisu Tatkala hati ini mulai membiru Cukup satu nada yang kuminta tak mengapa Masih ingatkah kau padaku? Dan… masih cintakah kau padaku? - 116 - “Aku takkan menyerah akanmu, jadi jangan menyerah akanku.” - 117 - - 118 - Bab 81 Jarak memisahkan tak begitu berarti Tatkala sebuah nama terukir jelas di hati Dekap memelukmu erat di sanubari Sebelum dapat merangkulmu di sepasang lengan ini Tiap dentingan terasa abadi Meringis kecut sang waktu mempermainkan Deraian hanyut merindu pasangan Akan hari dimana kita dipertemukan Kelopak bunga yang beku itu tetap menawan Meski memandangmu langsung tak ada kesempatan Di sebingkai foto yang kau kirimkan Terlukis segaris senyum kau pertahankan Menentang jarak dan waktu di garis hijau Kita bercumbuan Dalam temaram kota yang terlelap Di gelapnya pedalaman seiring purnama Hingga kalanya kau menguap Pertanda malam merakit senyap Sungguh ku mulai kehabisan kata - 119 - Tuk mencurahkan segala yang ada di dada Betapa indahnya engkau bunga yang dipuja Ketidaktahuan akan sesaknya menahan luka dari meluapnya rindu sang pujangga Bertahan kokoh menjaga hati menameng goda Melamun sepi membayang kekasih takkan lupa Hingga akhirnya kuubah kata Lampiaskan lara menuang di tiap baitnya Sebab bunga itu masih membeku Bertahan tandus menjaga hati Bab 82 Bunga yang beku itu sembari berdoa Ia panjatkan untuknya sebuah nama Kedamaian kristal biru yang disangka Mengangkut kebahagiaan membelai mahkota Teduh memayungi ganasnya surya Tatkala sinarnya masih menyisakan luka Menggores sukma yang inginkan semesta cinta - 120 - Aku tahu kami belum cukup bijak Tuk bertuah perihal sebab menjejak Kala sebatas dua kepala sang waktu berikan sejenak Mencicipi dunia yang dimabuk asmara Mulut kami tak berbekal sebatas durjana Melumpur anggun keaslian cinta Naif nan arogan seolah menggenggam segala Kala mungilnya manusia Tersesat berjalan di sebongkah batu tua Di sudut semesta Terlalu mahal harga yang harus dibayar Tuk mengulak kejujuran yang ingin kudengar Umpama pelita inginkan gelap Leluasa kan kuberi ruang untukmu terlelap Dan andai rupamu mengabur terkunci rapat tak apa Kan kutunggu hingga bersiul nyanyikan nada Membuka hati yang inginkan suara Hingga suatu saat kau merebahkan diri Hangat mengais bidang dada Erat menyimpul sepasang lengan Sampai kapanpun akan kutunggu - 121 - Bab 83 Bilamana cinta ialah pertempuran Tak ada pilihan selain menenggak secangkir bir Atau bersujud menjilat kaki lawan Ironis berperan bak gladiator dalam arena Berpacu kuda menyongsong satu kepala Berlindung tameng membayang nyawa Sebab tak ada batasan atas asmara Kala tak ada yang memulai tuk berlaga Sampai kapanpun lembaran baru takkan terbuka Aku pria kesepian Mengais kasih berbelas kasihan Akan diriku rapuh yang tak tahu arah jalan pulang Namun aku tidak berjuang sendirian Saat kutemukan tambatan hati idaman Mengizinkanku tuk berteduh dari hujan Menyodorkan selimut berbalut kehangatan Meski kutahu ia pun sendirian Hingga kami mengasihi satu sama lain Mengarung ketaksaan mendersik angin malam Gulita berbintang kujadikan lahan berenang - 122 - Santak jiwaku lebur perlahan Menyatu kasih terang benderang Menutup kisah luka lama yang ditinggalkan Orang terkasih yang kukenang Namun sekarang aku terus mencari kebahagiaan Salah luka dan tersesat takkan terhindarkan Aku takkan berhenti Tuk mengasihi dawai mahkota Yang bunga itu persembahkan Bab 84 Berbelit lidah tanpa tahu maksud yang dikata Lagak bersajak bernada romansa Nyanyikan puisi bak anggunnya durjana Kala rasa tertumpah pekat dalam tinta Menyatu padu di lembaran baru cinta Mengotori nuansa mesra Tanpa bukti memelas kering dahaga Hanya mampu bertutur kata - 123 - Melawan arus sudah biasa Menuju hulu menyibak rupa Kutahu perjuanganku takkan berakhir sia Sepucuk surat yang kusambut Bersama kecupan semanis madu yang lembut Bunga itu mencoba keluar dari selimut Meski separuh harga diri dibawa mati Akan lemahnya setangkai tanpa duri Akarmu mulai berlari Menghampiri ragaku sendu yang dipermainkan oleh jarak dan waktu Bab 85 Aku adalah sang pemeran utama Atas panggung sandiwara bernama kita Meski kecil bergumul luasnya dunia Kehadiran cinta membawa alur cerita Melawan antagonis yang coba memisahkan raga Bersekongkol sang waktu tuk leburkan jiwa Sepasang hati masihlah terjaga - 124 - Dan aku yakin Sanubari kepercayaanku takkan sia-sia Kala kau perlihatkan putihnya mahkota Menanda jiwamu bahagia Bersama damai kristal biru mendamba pujangga Menggandeng semesta Bab 86 Mendongeng sepasang hati yang mencinta Tentang kisah setangkai bunga di tepi samudera Terpisah jarak sang pujangga Teruntuk adinda menyemai benih asmara Akarmu tandus tanah kelabu Kala temetes anak sungai dari kelopak mata Saljumu semakin beku Mendobrak bertamu membanting pintu Makin merenggang benang merah waktu Aku pun menangis pilu Aku tahu ada yang salah akanmu - 125 - Tatkala khawatir adanya benalu Mengusik purnama milikku bermain kalbu Atau penyamun gurun pasir yang pemalu Akan rampasan mahkota Dipersembahkan singgasana Hingga akhirnya bunga itu melupa Akan separuh hati yang tertinggal di khatulistiwa Menebak hati wanita tak ada guna Bak selancar mengarungi labirin sukma Abadi tersesat dalam kabut Menyerah meringkuk takut Membuang kebenaran manusia pengecut Bagaimana aku bisa tahu Pintu mana yang harus kutuju Berpikir menuju ke hulu Tuk temukan jati dirimu Bab 87 Aku akan sintas - 126 - Melakoni asmara jarak tanpa batas Kendati anggana terlanjau luas Sukmaku takkan pernah puas Menjaga hati merangkul sebuah nama Kala menjemput kekasih di perantauan tandas nan beringas Sungguh kau ialah gadis yang baik hati Berbelas kasih cumbu di ruang rindu Semenjana bak rupa asuh sang ibu Meski karut terseret keracak waktu Sepenuh hati mengempu balita menyusu madu Kau tuangkan saripati di lubuk kalbu Untukku seonggok manusia kelabu Seluas semesta kau berikan untukku Yang sebatang kara inginkan iba Atas segala mikikku yang pernah sirna Bab 88 Ingin kuhancurkan masa kini - 127 - Merobek ripuhnya badai Yang berdenting tiada henti Mengkhianati segala yang telah terjadi Memanjatkan nurani sepenuh hati Pada masa depan yang tak pernah pasti Membendung aliran waktu Ingin rasanya menikmati di satu memori Kala ku menjalani hari demi hari Bersamamu kekasihku bunga yang ditinggal pergi Disayatlah luka akan terpisahnya raga Ingin kubawa kembali Kehangatan bibirmu yang kusimpan rapi Meski busuk dunia terus berlari tak sudi Meninggalkan rupa cantikmu bersama abadi Bab 89 Aku tak ingin larut dalam kesepian Aku tak sudi terbiasa akan kesendirian Aku tolak segala kelengangan Candu nikmatnya sunyi bukanlah pilihan - 128 - Akan hajat hangatnya pelukan Demi seutas benang laba-laba bernama ikatan Aku inginkan hunian Tempatku berteduh derasnya hujan Berlindung dari teriknya matahari membiaskan Dan mencicipi aroma lezat buatan tangan Hingga tawa senyum ingin kudapatkan Sesungguhnya aku inginkan pulang Mendekap erat kekasih tersayang Melega nafas sepasang dalam satu ranjang Dongeng mengalir ke dunia fantasi Menggandeng kelingking ke alam mimpi Itu semua yang kuinginkan Sesederhana angan Serumit harapan Bab 90 Hingga sekarang aku selalu mengharap kasihmu wahai bunga yang beku - 129 - Meski terbatas di garis hijau akan kutunggu Sajak manismu di secarik surat cinta Bernada manja inginkan asmara muda merekah membungah Bergantung serpihan hati yang dijaga Percaya pada jiwa yang membahana seujung samudera Aku mengikat hatimu Dan hatiku diikat olehmu Bersama kita kan membeku dalam selimut salju - 130 - “Aku adalah pemeran utama dari sandiwara kecil bernama Kita.” - 131 - - 132 - Bab 91 Kala aku sebatang kara Dan semesta bak menciut rupa durjana Hingga jiwa ini lelah inginkan hampa Tersudut tertekan lupa tanpa kasih orang tua Kau ulurkan seutas harapan Mengalir senyum tulusmu akan kebaikan Meski membayang takkan lama bertahan Membawa beban membukit perlahan Hatimu seluas hampar anggana Kala kedewasaanmu sedalam samudera Bertabur sisi manis seorang gadis kau bawa Bunga yang beku itu tidaklah sempurna Bersama cacat menanggung malu Tersipu malu kala tak seorangpun tahu Menangis pilu kala malam gerimis dalam sendu Meski begitu… Kau busungkan dada Kau tegakkan punggungmu bangga Tak kau tunjukkan lagi duri-durimu Mencipta parasmu begitu indah - 133 - Menundang semerbak kawanan lebah Kau pilih hanya satu Sang manusia bodoh yang tengah bersedih Kau bawa kasih Padamu ku berterima kasih Bab 92 Aku menggigil takut akan dentingan waktu Aku bergidik khawatir akan masa depan Datang perlahan tak ada yang tahu Terus bertahan mengharap hanya satu Merekahnya senyummu Sehatnya jasmanimu Berpacunya detak jantungmu Sajak manis dari mulutmu Kebahagiaanmu Semua tentangmu Karena aku tahu Kala seseorang memutuskan tuk mencinta - 134 - Seluruh dunia meringkas dalam satu raga Gampang untuknya tuk menjelajahi Melindungi dunia baru yang diimpi Bab 93 Di sebuah tempat Lebih jauh dari awan di ujung Menuju pilar menembus langit Dunia fantasi dimana semua mimpi terwujud Ialah tempat perjanjian Bagi kita yang lekang oleh zaman Berpacu dalam waktu Menggerogoti dua sisi dunia yang memisahkan Disanalah kita kan bertemu Bersyukur sang ibu yang melahirkan Sepasang takdir yang enggan kehilangan Setelah dekade puas mempermainkan Dua keping yang hendak disatukan Hingga kini aku masih berkenan - 135 - Tuk mengucapkan salam perpisahan Meski meluap merindu tak tertahankan Aku tetap mempercayai Datang hari menatap mata yang sama Membuang kata menyelam sukma Berbicara melalui sentuhan Kita akan melepas angan Bab 94 Melampaui lupa tetaplah di sampingku Rasa sakit pun kan kupeluk rindu Meski tak lagi bisa melihat Walau tak lagi bisa mengingat Takkan ada yang tersisa dalam memori Selain namamu yang terukir di hati Takkan ada lagi yang tersisa untuk dijaga Selain jiwa ragamu yang paling berharga Bersamamu sepasang minggu kulewati Kan abadi bersemayam di lubuk hati - 136 - Menunggu datangnya purnama Ia gariskan paras wajahmu temaram indah Menengadah pantulkan angan Meski raga tak bersanding terpisahkan Dua insan memandang bulan di langit yang sama Kala malam itu Malam ini Dan malam purnama seterusnya Bab 95 Perihal asmara jarak jauh Kisah cinta manis dua sejoli saling merindu Di dua kepala berlalu mengalir waktu Sejarak rambut menempel kepingan hati sang pujangga Kala sekat dunia memisahkan raga Sepasang nama takkan binasa Setiap mimpi aku merindu sendu Menggebu raga inginkan temu Sekedip mata pun niatku tak meragu Semakin kental hati ini inginkan madu - 137 - Semakin rapuh juga jiwa ini tanpa hadirmu Bermain kata tenteramkan kalbu Kugariskan semua rasa Agar usia senja takkan terlupa Bahwa namamu telah mewarnai hidupku Bunga yang beku Bab 96 Oh kekasihku… Kumohon jaga kelopakmu tetap membeku Bertahan hati berselimut salju Meniti waktu sebelum angin malam berlalu Hujamkan akarmu agar tidak layu Dan urungkanlah niatmu tuk bertamu Sebelum manusia bodoh ini siap melaju Menjemput hadirmu Tidak jangan dulu kau tantang matahari Sebelum daun terakhir mengering mati Sebelum kau bisa berdiri sendiri Kuingin menjemputmu sang pujangga - 138 - Sebab itulah darma seorang pria Membopong permaisuri kenakan gaun jingga Menuju senja Bab 97 Bertemu denganmu mengajariku arti mengasihi Kala melepas pergimu mengajariku bertahan dalam sepi Memandang senyum di wajahmu sanggup menenangkan jiwa Kala melihat air matamu tak kuasa menahan lara Memanggil namamu bagai panjatkan doa Bermandikan cahaya surga kala kau panggil namaku Pertemuan dan perpisahan Kupikir aku cukup dewasa tuk bisa menerima Sepasang fenomena yang selalu ada Menuntun setiap nyawa yang hidup di dunia Memahami segala fakta Tentang dua hal yang berbeda Kebahagiaan akan sebuah pertemuan Akan menjadi kerinduan di kala perpisahan - 139 - Keinginan hati siapa yang tahu Akan awal dan akhir sebuah perasaan Semua ada di tangan masing-masing Meski ku merana akan jarak yang memisahkan asmara Dan sang waktu yang tak sudi tuk membela Akan kubuat akhir yang bahagia Atas cinta sebatang kara Atas asmara tiada dua Bertahan menjaga hanya satu nama Bab 98 Indahnya langit malam purnama bertabur bintang sepadan dengan indahnya parasmu Deru ombak membentang samudera biru seluas kebaikan di hatimu Cantiknya ekor merak yang menyibak penuh warna seanggun dirimu kala menyibakkan rambut panjangmu Garis senyummu menenangkanku layaknya tawa polos bayi yang girang bersama ibunya - 140 - Mendengarmu berbicara merdu bagaikan berada di panggung opera Namamu adalah sajak terindah yang pernah kudengar Dan segala cinta yang kau berikan adalah karunia terindah seindah rasa syukurku terlahir ke dunia Ini adalah kebahagiaan sejati Bab 99 Tentang bunga yang beku itu Kami belum lama mengenal satu sama lain Kami mencoba tuk saling memahami satu sama lain Kami memanggil nama satu sama lain Kami menghabiskan waktu bersama Kami mencoba tuk mencurahkan isi hati masingmasing Sekejap saja kami saling memandang Sedikit saja kami saling bersentuhan Sebentar saja kami saling berciuman Untuk waktu yang lama kami saling berpelukan Ia seorang gadis - 141 - Dan aku seorang pria Ia adalah sang bunga yang beku Dan aku adalah sang kristal biru kedamaian Ini adalah kisah cinta kami Bab 100 Aku menyukai suaramu Aku menyukai wajahmu Aku menyukai gesturmu Aku menyukai cara bicaramu Aku menyukai cara berpikirmu Aku menyukai sifat baikmu Aku menyukai saat kau memanggil namaku Aku menyukai senyummu Di kala momen yang penting Aku menyukai caramu tuk menerimaku Aku tahu Tubuhku gemetaran karena aku tahu Kalau itu adalah aku Aku tahu - 142 - Air mataku tak henti-hentinya mengalir Karena aku tahu kau merasakan hal yang sama Dan aku tahu Bahwa ketika kuluapkan segala emosi yang terpendam di hati ini Kau akan memberikan senyum dan menerimaku Karena aku tahu Kau juga menyukai suaraku Kau juga menyukai wajahku Kau juga menyukai gesturku Kau juga menyukai cara bicaraku Kau juga menyukai cara berpikirku Kau juga menyukai sifat baikku Kau juga menyukai saat aku memanggil namamu Kau juga menyukai senyumku Dan di kala momen yang penting Kau juga menyukai caraku tuk menerimamu Hingga akhirnya kuselesaikan seratus sajak yang kutulis untukmu ini Aku mencintai dirimu yang mencintaiku - 143 - - 144 - “Teruntuk bunga yang beku.” - 145 - - 146 - Aku… Ingin diterima Ingin diakui Ingin dicintai Ingin dikasihi Seseorang yang sangat ingin kujaga Seseorang yang sangat berharga untukku Aku ingin menghentikannya Aku ingin dihentikan olehnya Aku tak mau berpisah darinya Kumohon jangan lepaskan aku Aku ingin memelukmu selamanya Aku ingin dipelukmu selamanya Ingin kuteriakkan namamu Kumohon panggil namaku Aku tak ingin mengakhiri ini semua Takkan kubiarkan semua ini berakhir Sampai kapanpun juga Sampai selama-lamanya Untukmu bunga yang beku Untukmu damai kristal biru ….. - 147 - - 148 - Sampai jumpa. - 149 - - 150 -