PROPOSAL PENELITIAN POTENSI SERAT BUAH PINANG SEBAGAI PENGISI PENGUAT KOMPOSIT POLIESTER DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS METIL ETIL KETON PEROKSIDA (MEKP) DISUSUN OLEH : EKA ROY JAYANTO (080405017) HENDRY SIMANJUNTAK (080405044) DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ini, manusia tentulah memerlukan berbagai macam perlengkapan yang disebut sebagai material. Dalam perkembangannya, material terus mengalami kemajuan. Seperti diketahui, pada awal kehidupan, manusia hanya menggunakan perlengkapan yang terbuat dari tanah (keramik), lalu sudah mulai bergerak kepada logam dan yang terakhir adalah penggunaan polimer. Pada dasarnya, kebaikan dari tiap-tiap material-lah yang menyebabkan adanya perkembangan dalam kemajuan material. Misal saat ini dibutuhkan material yang murah, ringan, kuat, anti korosi dan mudah untuk didapatkan. Karena itu, saat ini berkembang lagi material yang biasa disebut sebagai material komposit, yaitu material yang merupakan gabungan dari beberapa jenis material, yang ternyata setelah digabungkan dua jenis material yang berbeda mempunyai karakteristik yang beda dengan sifat dasarnya (Wicakson, 2006). Istilah komposit diartikan sebagai penggabungan dua material atau lebih secara makroskopis. Makroskopis sendiri menunjukkan bahwa material pembentuk dalam komposit masih terlihat seperti aslinya, suatu hal yang berbeda dengan penggabungan dalam alloy (paduan), yang material pembentuknya sudah tidak terlihat lagi. Salah satu keuntungan material komposit adalah kemampuan material tersebut untuk diarahkan sehingga kekuatannya dapat diatur hanya pada arah tertentu yang kita kehendaki. Hal ini dinamakan tailoring properties dan ini adalah salah satu sifat istimewa komposit dibandingkan dengan material konvensional lainnya. Selain kuat, kaku dan ringan komposit juga memiliki ketahanan terhadap korosi yang tinggi serta memiliki ketahanan yang tinggi pula terhadap beban dinamis (Wicakson, 2006). Sifat komposit dipelajari dan dianalisa berdasarkan sifat masing-masing komponen. Pada komposit dikenal dua istilah, matriks (sebagai media) dan pengisi/komponen penguat (yang ada dan menyatu dengan matriks). Karena hal tersebut, karakteristik dari komposit sangat tergantung dari jenis campuran dan sifatsifat yang dimunculkan. Kedua bahan setelah digabungkan ternyata menunjukkan hasil yang sangat signifikan, berbeda dengan sifat awalnya. Yang menjadi perhatian pada komposit adalah media yang memperkuat harus mempunyai modulus yang relatif lebih tinggi daripada bahan dasar (Gunawan, 2008). Material dasar pembentuk komposit merupakan material-material konvensional seperti logam, polimer dan keramik. Polimer adalah bahan/material yang terbuat dari bahan baku organik. Bahan organik telah dipakai sejak lama sebagai bahan teknik. Misalnya kulit, gasket, serat, minyak pelumas, dan resin. Polimer lebih mengarah kepada bahan organik yang disintesis yang telah mengalami perkembangan. Umumnya polimer mengandung molekul yang besar lebih kuat dan tahan terhadap tegangan termal dan mekanik dibandingkan dengan polimer yang tersusun dari molekul yang lebih kecil. Pada umumnya polimer memiliki kekuatan tarik yang sangat rendah jika dibandingkan material-material lain. Tidak dapat mengantarkan arus listrik dan juga tidak tahan terhadap pemanasan, karena itu tidak ada proses heat treatment kepada polimer. Polimer ada juga yang bersifat kaku/fleksibel. Meskipun polimer merupakan isolator, komposisinya dapat disesuaikan sehingga terdapat konduktivitas tertentu. Polimer tahan terhadap serangan korosi dan juga tidak bereaksi terhadap bahan kimia dan lingkungan sekitar (Judawisastra, 2008). Secara umum resin adalah bahan yang akan diperkuat dengan serat. Resin bersifat cair dengan viskositas yang rendah, yang akan mengeras setelah terjadinya proses polimerisasi. Resin berfungsi sebagi pengikat (bounding) antara serat yang satu dengan yang lainnya sehingga menghasilkan ikatan yang kuat terbentuk material komposit yang padu, yaitu material yang memiliki kekuatan pengikat (bound strength) yang tinggi (Budinski K.G, 2003). Dalam kebanyakan hal, resin poliester tak jenuh ini disebut poliester saja. Karena berupa resin cair dengan viskositas yang relatif rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak resin thermosetting yang lainnya, maka tak perlu diberi tekanan untuk pencetakan. Berdasarkan karateristik ini, bahan ini dikembangkan secara luas sebagai plastik penguat serat (FPR) dengan menggunakan serat gelas. Sifat dari poliester sendiri adalah kaku dan rapuh. Mengenai sifat termalnya, karena banyak mengandung monomer stirena, maka suhu deformasi termal lebih rendah dari pada resin termoset lainnya dan ketahanan panas jangka panjangnya kira-kira 110-140°C. Ketahanan dingin adalah baik secara relatif. Sifat listriknya lebih baik diantara resin termoset, tetapi diperlukan penghilangan lembaban yang cukup pada saat pencampuran dengan gelas (Jufri, 2007). Adapun kelebihan poliester dibandingkan resin lain adalah: • Kuat tidak mudah sobek • Tahan terhadap suhu yang tinggi • Tidak larut terhadap asam organik • Serat poliester mempunyai kekuatan yang tinggi • Penyerapan air yang rendah • Pengerutan yang minimal bila dibandingkan dengan serat industri yang lain (Cowd, 1991). Penelitian yang mengarah pada pengembangan bahan komposit telah banyak dilakukan, terutama yang berkaitan dengan komposit penguatan serat alam yang berbahan matrik polimer. Pada dekade terakhir, komposit serat alam dengan termoplastik dan termoset telah digunakan oleh produsen mobil Eropa untuk door panel, seat back, headliner, package tray, dashboard, dan trunk liner. Perkembangan teknologi dengan menggunakan komposit serat alam banyak difokuskan pada komposit yang didasarkan polipropilena (Wulandari, 2009). Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Jamasri dkk. (2005), penggunaan serat kelapa sawit sebagai pengisi komposit bermatriks poliester, memiliki kekuatan tarik yang sangat baik. Begitu juga dengan penelitian Mujiyono dan Didik Nurhadiyanto (2009), memanfaatkan serat daun nanas sebagai penguat material komposit bermatriks poliester, juga memiliki kekuatan tarik yang baik, dimana daun nanas tersusun atas unsur organik dan mineral yaitu; pectin dan hemisellulose (merupakan komponen yang larut dalam air), lignin dan sellulosa (komponen yang tidak larut dalam air). Serat alami adalah serat yang dihasilkan dari bahan-bahan alam. Serat alami banyak digunakan sebagai material pengisi dan memperkuat komposit. Serat alami yang sering dimanfaatkan pengisi komposit, diantaranya enceng gondok, daun nanas, jerami dan masih banyak serat alami yang lain yang biasa dimanfaatkan. Serat alami juga mempunyai keuntungan, yaitu jumlahnya berlimpah, memiliki specific cost yang rendah, dapat diperbarui, densitas rendah, bebas CO2, non-abrasive dan dapat daur ulang, serta tidak mencemari lingkungan. Serat alami mengandung selulosa yang banyak ditemukan pada tanaman. Salah satu sumber selulosa yang belum digunakan sebagai bahan pengisi dan penguat komposit adalah serat buah pinang (Jenie, 2004). Di antara semua serat alam, serat buah pinang tampaknya merupakan bahan yang menjanjikan karena murah, dan ketersediaan melimpah karena tidak begitu dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Serat dari buah pinang adalah bagian keras berserat meliputi endosperma. Ini merupakan 30% - 45% dari total volume, serat buah pinang adalah serat kulit yang terdiri dari selulosa. Sifat dari serat alami terutama bergantung pada sifat tanaman, wilayah di mana tumbuh, umur tanaman, dan metode ekstraksi serat (Jenie, 2004). Serat buah pinang merupakan salah satu material alternatif serat alam dalam pembuatan komposit secara ilmiah pemanfaatannya masih dikembangkan. Serat pinang sekarang banyak digunakan dalam industri-industri mebel dan kerajinan rumah tangga serta bahan obat tradisional karena selain mudah didapat, murah, dapat mengurangi polusi lingkungan (biodegradability) sehingga komposit ini mampu mengatasi permasalahan lingkungan, serta tidak membahayakan kesehatan. Pengembangan serat pinang sebagai material komposit ini sangat dimaklumi mengingat dari segi ketersediaan bahan baku serat alam Indonesia yang memiliki bahan baku yang cukup melimpah (Jenie, 2004). Adapun kandungan serat buah pinang yaitu : • kadar selulosa 70,2%, • air 10,92% • abu 6,02%. (Ruslinda, 2008). Papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit/ panel kayu yang terbuat dari partikel- partikel kayu atau bahan- bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan perekat sintetis atau bahan pengikat lain kemudian dikempa panas. dibandingkan dengan kayu asalnya, papan partikel mempunyai beberapa kelebihan yaitu : • Papan partikel bebas mata kayu, pecah dan retak • Ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan • Tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan • Mempunyai sifat isotropis • Sifat dan kualitasnya dapat diatur (Maloney, 1993) Karakterisasi dari papan partikel komposit dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis campuran polimer dengan serat. Untuk mengetahui karakteristik dari papan partikel maka dilakukan uji yang meliputi : kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, penyerapan air, modulus patah, modulus elastisitas, kuat pegang sekrup (Sutigno, 2002) Katalis merupakan cairan kimia yang berfungsi untuk mempercepat jalannya reaksi pada proses polimerisasi tanpa ikut bereaksi dengan bahan tersebut. Tanpa adanya katalis proses pengerasan resin dapat berlangsung sangat lama pada temperatur ruangan. Katalis berfungsi untuk memulai proses awal perubahan bentuk resin dari cair menjadi padat ( polymerization ) pada temperatur kamar (270C). Umumnya pemberian katalis ini adalah sekitar 0.5 – 4% dari fraksi volume resin. Misalnya pemberian katalis 2% maka resin akan mengalami proses perubahan dari cair ke bentuk agar ( gel ) sekitar 15 menit pada suhu 270C. Katalis ini tidak berfungsi bila bercampur dengan air (Bramantyo, 2008). Reaksi crosslink pada poliester tak jenuh diharapkan bisa terjadi saat resin telah dimasukkan dalam cetakan atau telah berinteraksi dengan serat dalam material komposit. Pada aplikasinya curing (crosslink) dapat terjadi pada temperatur tinggi (1000C) seperti pada proses moulding atau pada temperatur ruang pada proses hand lay-up. Agar curing dapat terjadi maka poliester tak jenuh harus ditambahkan katalis. Untuk proses pada temperatur tinggi biasanya sering digunakan katalis Benzoil Peroksida (<50%) yang terlarut pada larutan cair seperti dimetil phthalathe. Waktu yang dibutuhkan pada proses curing dengan pressure moulding kurang dari lima menit. Sedang untuk proses pada temperatur ruang katalis yang sering digunakan adalah Metil Etil Keton Peroksida (MEKP). Peroksida sebagai katalis digunakan pada proses curing temperatur ruang biasanya ditambahkan dengan senyawa kobalt seperti naphthenate, octoate atau larutan organik sabun (organic solvent-soluble soap) lainnya sebagai akselerator. MEKP adalah campuran dari berbagai senyawa yang biasanya tersedia di dalam bentuk 60% peroksida cair yang dicampurkan ke dalam dimetil phthalathe (Bramantyo, 2008). 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh serat buah pinang sebagai pengisi terhadap sifat fisik dan sifat mekanik komposit poliester yang dihasilkan. 2. Bagaimana pengaruh ukuran serat buah pinang (50, dan 100 mesh) terhadap sifat komposit yang dihasilkan seperti kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, penyerapan air, modulus patah, dan kuat pegang sekrup. 3. Bagaimana pengaruh perbandingan serat buah pinang dengan poliester (1:1 dan 1:2) terhadap sifat komposit yang dihasilkan seperti kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, penyerapan air, modulus patah, dan kuat pegang sekrup. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh serat buah pinang sebagai pengisi terhadap sifat fisik dan sifat mekanik komposit poliester yang dihasilkan. 2. Untuk mengetahui pengaruh ukuran serat buah pinang terhadap sifat komposit yang dihasilkan seperti kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, penyerapan air, modulus patah, dan kuat pegang sekrup. 3. Untuk mengetahui pengaruh serat buah pinang yang dibentuk papan partikel terhadap sifat komposit yang dihasilkan yaitu kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, penyerapan air, modulus patah, dan kuat pegang sekrup. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Sebagai dasar atau acuan dalam pemanfaatan serat buah pinang sebagai pengisi dalam produk komposit poliester. 2. Sebagai informasi karakteristik produk komposit poliester berpengisi serat buah pinang yang dibentuk menjadi papan partikel. 3. Sebagai bahan perbandingan sifat komposit poliester berpengisi serat buah pinang dengan komposit poliester berpengisi serat lain yang telah diteliti sebelumnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.5.1 Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 1.5.2 Bahan baku yang digunakan 1. Serat pinang yang digunakan adalah kulit terluar yang berupa hasil pembuangan, sebagai bahan pengisi penguat. 2. Poliester sebagai matriks. 3. MEKP (metil etil keton peroksida) sebagai katalis. 1.5.3 Parameter yang digunakan 1. Ukuran partikel serat buah pinang 50 mesh dan 100 mesh. 2. Perbandingan poliester dengan serat buah pinang yang partikel dengan perbandingan 1:1 dan 1:2. 1.5.4 Parameter Pengamatan 1. Pengujian kerapatan. 2. Pengujian kadar air. 3. Pengujian pengembangan tebal. 4. Pengujian penyerapan air. 5. Pengujian modulus patah. dibentuk papan 6. Pengujian kuat pegang sekrup. Kondisi percobaan pada suhu 40- 50 0C dengan menggunakan katalis metil etil keton peroksida (MEKP), karena pada temperatur tersebut reaksi meningkat dengan cepat, selain itu katalis dapat mencegah kerusakan ikatan akibat aktivitas reaksi (Ishak, 1998). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komposit 2.1.1 Pengertian Komposit Didalam dunia industri kata komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur menjadi satu. Menurut Kaw (1997) komposit adalah sruktur material yang terdiri dari 2 kombinasi bahan atau lebih, yang dibentuk pada skala makroskopik dan menyatu secara fisika. Penggabungan secara makroskopis inilah yang membedakan komposit dengan paduan atau alloy yang penggabungan unsur-unsurnya secara mikroskopis. Pada bahan komposit, sifat-sifat unsur pembentuknya masih terlihat jelas yang pada paduan sudah tidak lagi tampak secara nyata. Sedangkan menurut Diharjo dan Triyono (1999) mengemukakan bahwa kata komposit (composite ) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau gabungan. Composite berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti menyusun atau menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan (Diharjo dan Triyono, 1999). Sedangkan menurut Gibson (1994), material komposit di definisikan sebagai kombinasi antara dua material atau lebih yang berbeda bentuknya, komposisi kimianya, dan tidak saling melarutkan dimana material yang satu berperan sebagai penguat dan yang lainnya sebagai pengikat. Komposit disusun dari dua komponen yaitu matriks atau resin, dan penguat atau filler. Filler ini dapat berupa partikel atau serat, serat dapat berasal dari alam maupun sintetis. Yang dari alam disebut biokomposit contohnya adalah serat rami, serat kenaf, sekam padi, dan sebagainya. Dan yang sintetis misalnya adalah serat E-glass (Gibson 1994). 2.1.2 Pengelompokan Komposit 2.1.2.1 Berdasarkan Bahan Matriks Berdasarkan bahan matriksnya, komposit dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Komposit matriks polimer atau dikenal dengan istilah Polymer Matrix Composites (PMC). Untuk pembuatan komposit ini, jenis polimer yang banyak digunakan antara lain adalah : a) Polimer thermoplastik seperti poliester, nilon 66, polieter sulfon, polipropilene, dan polieter eterketon. Komposit ini dapat didaur ulang. b) Polimer termoset (untuk aplikasi temperatur tinggi) seperti epoksida, bismaleimida (BMI), poli-imida (PI). Komposit ini tidak dapat didaur ulang. 2) Komposit matriks logam atau yang dikenal dengan istilah Metal Matrix Composite (MMC). Komposit dengan matriks logam biasanya terdiri dari aluminium, titanium, dan magnesium. Secara umum komposit matriks logam mempunyai sifat seperti : 3) a) Ketahanan aus dan muai termal yang lebih baik . b) Kekuatan/kekakuan spesifik yang tinggi. c) Diharapkan tahan terhadap temperatur yang tinggi. Komposit matriks keramik atau yang dikenal dengan istilah Ceramic Matrix Composite (CMC). Adapun keuntungan yang diperoleh dari komposit matriks keramik seperti : a) Tahan pada temperatur tinggi (creep). b) Kekuatan tinggi, ketahanan korosi, dan tahan aus. Sedangkan kelemahan komposit matriks keramik yaitu : a) Susah diproduksi dalam jumlah besar. b) Biaya mahal. c) Hanya untuk kasus-kasus tertentu. (Taurista, 2004). 2.1.2.2 Berdasarkan Bahan Penguat yang Digunakan Berdasarkan bahan penguat yang digunakan, komposit dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Fibrous Composite ( komposit serat ) Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat beruap serat / fiber. Fiber yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide), dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. Sedangkan pembagian komposit berdasarkan penempatan seratnya yaitu : a) Continous Fiber Composite mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriknya. Jenis komposit ini paling sering digunakan. Tipe ini mempunyai kelemahan pada pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriknya. b) Woven Fiber Composite, komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan akan melemah. c) Discontinous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek. d) Hybrid Fiber Composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya. 2) Laminated Composite (komposit laminat) Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri. 3) Partikulate Composite ( komposit partikel ) Merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya. (Taurista, 2004). 2.1.3 Kelebihan Komposit Dewasa ini bahan komposit telah menjadi material yang sangat penting yang telah digunakan untuk memproduksi produk seperti ban yang berpengisi serat, tangki air, pipa, kabel, komponen pesawat, kapal, dan lain-lain. Ini disebabkan oleh bahan komposit yang mempunyai banyak kelebihan dan keistimewaan dari segi sifat mekanis, fisik, termal, dan kimianya, yaitu: 1) Sifat kekuatan, kekakuan dan keliatannya yang cukup baik . 2) Kestabilan dimensi dan ketahanan termal yang tinggi. 3) Peningkatan modulus spesifik (modulus / massa jenis ) dan kekuatan spesifik (kekuatan / massa jenis) menyebabkan berat jenis komposit semakin berkurang. 4) Peningkatan ketahanan terhadap bahan kimia. 5) Biaya produksi dapat dikurangi karena bahan dasar yang digunakan berkurang Kelebihan pada point (3) diatas sangat penting dalam memproduksi berbagai komponen otomotif dimana pengurangan massa dapat mengurangi penggunaan energi dan meningkatkan efisiensi produk yang menggunakan bahan komposit. Namun perlu diketahui bahwa semua sifat diatas tidak dapat diperoleh secara bersamaan. Misalnya, peningkatan sifat kekakuan dan kekuatan umumnya mengurangi sifat keliatan bahan komposit tersebut. Jadi pencapaian kekuatan optimum komposit yang dihasilkan disesuaikan dengan penggunaan komposit tersebut (Gunawan, 2008) 2.1.4 Fase Matriks Bagi Komposit Matriks dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi sebuah unit struktur, melindungi dari kerusakan eksternal, meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matriks, sehingga matriks dan serat saling berhubungan (Schwartz, 1992). Pembuatan komposit serat membutuhkan ikatan permukaan yang kuat antara serat dan matriks. Selain itu matrik juga harus mempunyai kecocokan secara kimia agar reaksi yang tidak diinginkan tidak terjadi pada permukaan kontak antara keduanya. Untuk memilih matriks harus diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain tahan terhadap panas, tahan cuaca yang buruk, dan tahan terhadap goncangan yang biasanya menjadi pertimbangan dalam pemilihan material matriks. Bahan polimer yang banyak digunakan sebagai material matriks dalam komposit ada dua macam yaitu thermoplastik dan thermoset (Schwartz, 1992). Komposit serat harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat dan matrik berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matriks dan serat. Hal yang mempengaruhi ikatan antara serat dan matriks adalah void, yaitu adanya celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matriks tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut. Pada pengujian tarik komposit akan berakibat lolosnya serat dari matriks. Hal ini disebabkan karena kekuatan atau ikatan interfacial antara matriks dan serat yang kurang besar (Schwartz, 1992). Menurut Gibson R.F (1994), matriks dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam dan keramik. Secara umum matriks mempunyai fungsi sebagai berikut : a) Mengikat serat menjadi satu kesatuan struktur. b) Melindungi serat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan. c) Mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat. d) Menyumbangkan beberapa sifat seperti kekakuan, kekuatan, dan tahanan listrik. Di bawah ini syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan matriks untuk pencetakan bahan komposit (Surdia, 1985) : a) Resin yang dipakai perlu memiliki viskositas yang rendah, sesuai dengan bahan penguat dan permeable. b) Dapat diukur pada temperatur kamar dalam waktu yang optimal. c) Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan. d) Memilki kelengketan yang baik dengan bahan penguat. e) Mempunyai sifat yang baik dari bahan yang diawetkan. 2.1.5 Fase Pengisi bagi Komposit Fase pengisi merupakan bahan dalam bentuk partikel, serat, atau kepingan yang ditambahkan untuk meningkatkan sifat mekanik dan fisik bahan komposit seperti kekuatan, kekakuan, dan keliatan. Beberapa bahan pengisi/penguat yang sering digunakan adalah serat kaca, serat karbon, serat Kevlar, serat kayu, serat tandan kelapa sawit, dan lain- lian. Richardson T, (1987) mengemukakan bahwa sifat yang dapat diperoleh hasil penggunaan fase pengisi adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan maksimum dalam sifat fisik. 2. Penyerapan kelembapan yang rendah. 3. Sifat pembasahan yang baik. 4. Biaya yang rendah dan mudah diperoleh. 5. Ketahanan terhadap api yang baik. 6. Ketahanan terhadap bahan kimia yang baik. 7. Sifat keterlarutan dalam air dan pelarut yang rendah. 8. Ketahanan terhadap panas yang baik. 9. Dapat diperoleh dalam berbagai bentuk. 2.1.6 Fase Antar-Muka bagi Komposit Lazimnya untuk semua bahan komposit akan terdapat dua fase berlainan yang dipisahkan oleh suatu kawasan yang dinamakan antar muka. Daya sentuhan dan daya kohesif pada bagian antar muka amat penting karena antar muka pengisi matriks ialah bagian yang memindahkan beban dari fase matriks kepada fase penguat atau fase tersebar. Efektivitas pemindahan beban ini bergantung pada daya ikat antarmuka. Beberapa teori menjelaskan pengikatan antarmuka umumnya melibatkan ikatan kimia atau mekanik. Adapun lima mekanisme yang terjadi pada antarmuka baik secara sendiri ataupun gabungan adalah sebagai berikut: a. Penyerapan dan pembasahan b. Difusi c. Daya tarik elektrostatik oleh perbedaan muatan listik kedua fasa d. Pengikatan secara kimia oleh penyerasi e. Pengikatan secara mekanik (Richardson T, 1987) 2.2 Resin Poliester Tak Jenuh Poliester tak jenuh merupakan resin sintetik yang tersusun dari rantai lurus, yang dihasilkan dari reaksi glikol dengan asam difungsional seperti asam maleat, asam adipat, dll. Penggunaan umum dari poliester tak jenuh ini adalah untuk impregnasi fiberglass yang selanjutnya dicetak menjadi bentuk yang diinginkan dengan proses ikatan silang menjadi produk plastik yang bersifat lebih ringan dari pada aluminium, atau dapat lebih kuat dari baja (Cowd, 1991). Gambar 2.1. Sintesa poliester tak jenuh dari etilen glikol dan asam maleat Sifat-sifat plastik Poliester secara umum adalah : a) Tembus pandang, bersih dan jernih. b) Tahan terhadap suhu tinggi. c) Permeabilitasnya terhadap uap air dan gas rendah. d) Tahan terhadap pelarut organik seperti asam-asam organik dari buah-buahan, sehingga dapat digunakan untuk mengemas minuman sari buah. e) Tidak tahan terhadap asam kuat, fenol dan benzil alkohol. f) Kuat dan tidak mudah sobek (Cowd, 1991) Pada polimerisasi, poliester akan mengalami beberapa fase yang berbeda sebelum mengalami perubahan menjadi keras, tebal dan padat. Resin dengan kekentalan cairan yang rendah atau sedang akan dapat larut dalam monomer. Untuk mencegah perubahan resin dari bentuk cair kebentuk agar-agar yang terlalu cepat, maka perlu dicampurkan suatu inhibitor yaitu bahan yang digunakan untuk memperlambat aktivitas kimia serta dapat memperpanjang waktu penyimpanan resin atau mengurangi kecepatan pembebasan panas yang timbul selama polimerisasi. Sedangkan bahan yang bertindak sebaliknya disebut katalisator (Cowd, 1991). 2.3 Katalis Syahrul (1998), melaporkan beberapa jenis katalis yang sangat erat kaitannya dengan jenis bahan yang digunakan, sehingga pengolahan resin dapat dilakukan dengan metode yang tepat, diantaranya : a) Katalis pada temperatur kamar, diantaranya : metil etil keton peroksida (MEKP), benzoil peroksida dan siklohexa (1) peroksida. b) Katalis temperatur menengah diantaranya : metil etil keton peroksida dan lauroyl peroksida. c) Katalis temperatur tinggi, diantaranya : tertiari butil perbenzoat (TBP), 2,5,dimetil heksane, dan dikumil peroksida. Unsaturated Polyester Resin yang digunakan pada penelitian ini adalah seri YUKALAC 157 BQTN-EX Series. Penggunaan resin jenis ini dapat dilakukan dengan proses hand layup sampai dengan proses yang kompleks yaitu dengan proses mekanik. Resin ini banyak digunakan dalam aplikasi komposit pada dunia industri dengan pertimbangan harga relatif murah, curing yang cepat, warna jernih, kestabilan dimensional dan mudah penanganannya (Billmeyer, 1984). Katalis ini digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan serat dalam komposit. Waktu yang dibutuhkan resin untuk berubah menjadi plastik tergantung pada jumlah katalis yang dicampurkan. Dalam penelitian ini menggunakan katalis metil etil keton peroksida (MEKP) yang berbentuk cair dan berwarna bening. Semakin banyak katalis yang ditambahkan maka makin cepat pula proses curingnya, tetapi apabila pemberian katalis berlebihan maka akan menghasilkan material yang getas ataupun resin bisa terbakar. Penambahan katalis yang baik 1% dari volume resin. Bila terjadi reaksi akan timbul panas antara 600900C. Panas ini cukup untuk mereaksikan resin sehingga diperoleh kekuatan dan bentuk plastik yang maksimal sesuai dengan bentuk cetakan yang diinginkan (Anonim, 2001). 2.4 Serat Alami Seperti yang telah diketahui bahwa performa suatu bahan komposit ditentukan tidak hanya melalui sifat kimia secara konstituen tetapi juga melalui karakteristik geometriknya seperti panjang serat, diameter, bentuk dan orientasinya. Sebagai contoh serat yang diorientasikan dalam satu arah dan searah dengan beban sangat proporsional untuk kinerja suatu serat tersebut dengan orientasi volume dalam arahnya. Kekuatan komposit sebenarnya ada pada seratnya. Daya rekat suatu serat justru meningkat bila diameter mengecil, misalnya kekuatan tariknya, juga modulusnya (Mulyadi, 2004). Tiap serat mempunyai kemampuan tersendiri sehingga dalam pembuatan komposit sangat penting untuk memperhatikan spesifikasi dari serat tersebut untuk menyesuaikan dengan perlakuan yang diberikan. Umumnya bahan serat mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dari pada bahan matriksnya. Penggunaan serat pada komposit bertujuan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matriks yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matriks pada komposit untuk menahan gaya yang terjadi. Serat sudah terkenal sejak dahulu karena struktur yang kuat terutama kekuatan tariknya. Serat berdasarkan bahan pembentuknya ada dua, yang pertama adalah serat alami (natural fibers) , yaitu serat yang berasal dari hewan, tumbuhan, dan mineral. Serat alami banyak dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan tekstil dan kertas. Kedua adalah serat sintesis (synthetic fibers) yaitu serat buatan seperti nilon, rayon, acetates polyester, dan sebagainya (Mulyadi, 2004). Terdapat beberapa perbedaan antara serat alam dan serat sintesis. Perbedaan antara serat alam dan sintesis yaitu : a) Kehomogenan Serat sintesis memiliki sifat yang lebih homogen dibandingkan dengan serat alam, karena serat sintesis ini memang sengaja dibuat dengan spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya, sedangkan serat alam memang serat yang sudah tersedia di alam. Maka yang didapat adalah yang sesuai dengan yang tersedia di alam. b) Kekuatan Pada umumnya serat sintesis memiliki kekuatan tarik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan serat alam, karena serat sintesis ini memang telah direncanakan akan memilki kekuatan tertentu setelah dilakukan proses produksi, sedangkan serat alam kekuatannya hanya tergantung dari yang tersedia di alam sehingga kita yang harus menyesuaikan untuk menggunakannya pada keperluan tertentu. c) Kemampuan untuk diproses Serat sintesis memiliki kemampuan untuk diproses yang lebih tinggi dibandingkan serat alam. d) Pengaruh terhadap lingkungan Serat alam lebih bersifat ramah lingkungan dibandingkan serat sintesis, karena serat alam ini berasal dari alam sehingga dapat dengan mudah terurai di alam. Serat sintesis biasanya lebih banyak digunakan orang karena serat sintesis ini memang telah memiliki ukuran kekuatan tertentu dan lebih homogen sehingga lebih mudah untuk diaplikasikan untuk suatu material. e) Harga Jika tidak mempertimbangkan kesulitan dalam mengambil serat alam, maka serat sintesis memilki harga yang lebih mahal, Karena serat sintesis ini harus melewati proses produksi yang memerlukan biaya, berbeda dengan serat alam yang memang sudah tersedia di alam. (Zulfia, 2006) Disini peneliti menggunakan serat dari serat buah pinang. Serat buah pinang biasanya dibuang sebagai limbah. Komposit dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui menawarkan suatu potensi yang signifikan untuk suatu volume yang tinggi dan rendah biaya. Serat buah pinang merupakan salah satu material natural fibre alternatif dalam pembuatan komposit secara ilmiah pemanfaatannya masih dikembangkan, karena belum ditemukan material komposit yang menggunakan serat pinang. Serat buah pinang sekarang banyak digunakan dalam industri-industri mebel dan kerajinan rumah tangga serta bahan obat tradisional karena selain mudah didapat, murah, dapat mengurangi polusi lingkungan (biodegradability) sehingga komposit ini mampu mengatasi permasalahan lingkungan, serta tidak membahayakan kesehatan. Pengembangan serat buah pinang sebagai material komposit ini sangat dimaklumi mengingat dari segi ketersediaan bahan baku serat alam Indonesia yang memiliki bahan baku yang cukup melimpah (Jenie, 2004). Dibawah ini merupakan komposisi kimia serat buah pinang. Tabel 2.1 Komposisi kimiawi serat buah pinang (Ruslinda, 2008) Komposisi Selulosa Abu Air 2.5 Kadar % 70,2 6,02 10,92 Papan Partikel (Particle Board) Papan partikel adalah lembaran bahan yang mengandung ligno-selulosa seperti keping, serpih, untai yang disatukan dengan menggunakan bahan pengikat organik dan dengan memberikan perlakuan panas, tekanan, kadar air, katalis dan sebagainya (FAO, 1997). Ada tiga ciri utama papan yang menentukan sifat-sifat papan yaitu : (i) spesies dan bentuk partikel, (ii) kerapatan dan (iii) kandungan resin dan penyebarannya. Kerapatan lembaran papan partikel merupakan faktor penting yang banyak digunakan sebagai pedoman dalam memperoleh gambaran tentang kekuatan papan yang diinginkan. Faktor utama yang mempengaruhi kerapatan adalah berat jenis bahan baku dan pemadatan hamparan pada mesin pengempaan. Kerapatan papan harus lebih tinggi daripada kerapatan bahan baku untuk mengahsilkan kekuatan papan yang lebih baik (Sutigno, 2002). Semakin tinggi kerapatan menyeluruh papan dari suatu bahan baku tertentu, semakin tinggi kekuatannya , namun sifat-sifat papan lain seperti kestabilan dimensi mungkin terpengaruh jelek oleh naiknya kerapatan (Sutigno, 2002). Penggunaan papan partikel sangat luas. Pada sejumlah pemakaian, papan partikel digunakan sebagai pilihan lain terhadap kayu lapis. Umumnya papan partikel dapat bersaing secara lebih efektif atas dasar kekuatannya daripada atas ketegarannya. Papan partikel yang umum diproduksi adalah yang berkerapatan sedang, sebab memberikan hasil yang optimum ditinjau dari segi mekanis, pemakaian perekat dan aspek ekonomi lainnya (Sutigno, 2002). 2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Papan Partikel Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel adalah sebagai berikut: 1. Berat jenis kayu Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan berat jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papannya baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan optimal sehingga kontak antar partikel baik. 2. Zat ekstraktif kayu Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik dibandingkan dengan papan dari kayu yang tidak berminyak. Zat ekstraktif semacam itu akan mengganggu proses perekatan. 3. Jenis Kayu Jenis kayu (misalnya meranti kuning) yang kalau dibuat papan partikel emisi formaldehidanya lebih tinggi dari jenis lainnya (misalnya meranti merah). Hal ini masih diperdebatkan apakah karena pengaruh warna atau zat ekstraktif atau pengaruh keduanya. 4. Campuran jenis kayu Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada di antara keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena itu papan partikel struktural dibuat dari satu jenis kayu daripada dari campuran jenis kayu. 5. Ukuran partikel Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat dari serbuk karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu, papan partikel structural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif lebar. (Sutigno, 2002). 2.5.2 Standar Mutu Papan Partikel Standar acuan yang digunakan dalam pembuatan papan serat buah pinang adalah Japanesse Industrial Standard (JIS) A 5908-2003. Standar ini mencakup defenisi, istilah, klasifikasi, syarat mutu, cara pengukuran dimensi, cara pengambilan contoh, cara pengujian, cara lulus uji, syarat penandaan dan cara pengemasan (Sutigno, 2002). Tabel berikut menunjukkan nilai standar FAO, JIS dan SNI. Tabel 2.2 Standar Mutu FAO, JIS 5908-2003 dan SNI untuk Papan Partikel (Sutigno, 2002). 2.5.3 Karakteristik Papan Partikel Komposit 2.5.3.1 Pengujian Sifat Fisik Untuk mengetahui sifat-sifat fisik papan partikel komposit dilakukan pengujian kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan tebal (PT) dan daya serap air (DSA) seperti berikut : a) Pengujian Kerapatan Kerapatan papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada semua standar, tetapi persyaratannya tidak selalu sama. Menurut Standar Indonesia Tahun 1983 persyaratannya 0,50-0,70 g/cm3, sedangkan menurut Standar Indonesia Tahun 1996 persyaratannya 0,50-0,90 g/cm3. Ada standar papan partikel yang mengelompokkan menurut kerapatannya, yaitu rendah, sedang, dan tinggi (Dyatro, 2010). b) Pengujian Kadar Air Kadar air papan partikel tergantung pada kondisi udara disekelilingnya, karena papan partikel ini terdiri atas bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa sehingga bersifat higroskopis. Kadar air papan partikel akan semakin rendah dengan semakin banyaknya perekat yang digunakan, karena kontak antara partikel akan semakin rapat sehingga air akan sulit untuk masuk diantara partikel kayu (Dyatro, 2010). Sutigno (2002) menyatakan bahwa kadar air papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada semua standar, yaitu metode oven (metode pengurangan berat). c) Pengembangan Tebal Iswanto (2005) menjelaskan sifat pengembangan tebal papan partikel merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan suatu papan komposit yang digunakan untuk keperluan interior dan eksterior. Apabila pengembangan tebal suatu papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensi produk tersebut rendah, sehingga produk tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan sifat mekanisnya akan menurun dalam jangka waktu yang tidak lama. d) Daya Serap Air Pada standar JIS A 5908 (2003) daya serap air tidak dipersyaratkan. Penggunaan bahan aditif pada daya serap air mengakibatkan terjadinya penurunan daya serap air. Hal ini sesuai dengan Han (1990) bahwa dengan adanya kehadiran DCP maka akan membentuk reaksi dengan gugus OH. Adanya dua reaksi ini menyebabkan ikatan yang kuat antara partikel kelapa sawit dengan plastik PE sehingga air atau uap air tidak mudah masuk kedalam papan partikel. Pada umumnya semakin tinggi sifat pengembangan tebal maka semakin tinggi pula sifat daya serap air, dan begitu juga sebaliknya semakin rendah sifat pengembangan tebal papan maka semakin rendah pula sifat daya serap airnya (Subiyanto, 2003). 2.5.3.2 Pengujian Sifat Mekanik Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu bahan dilakukan beberapa pengujian dengan mengacu pada standar yang digunakan. a) Modulus Patah Sifat yang dimaksud adalah tingkat keteguhan papan partikel dalam menerima beban tegak lurus terhadap permukaan papan partikel. Semakin tinggi kerapatan papan partikel penyusunnya maka akan semakin tinggi sifat keteguhan dari papan partikel yang dihasilkan (Haygreen dan Bowyer 1989). Pengujian dilakukan sampai Sampel patah dengan alat penguji, UTM dengan jarak sangga 15 cm. Contoh uji yang dipakai berukuran 20 cm x 5 cm. Nilai modulus patah dipengaruhi oleh nilai kerapatan, semakin tinggi nilai kerapatan maka semakin tinggi nilai modulus patahnya dan sebaliknya (Dyatro, 2010). b) Modulus Elastisitas Pengujian kuat lentur (Modulus of Elasticity) disebut juga Modulus Young pada lenturan ( Ef ) dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan atau kuat patah, dengan menggunakan sampel uji yang sama. Besarnya defleksi atau lenturan yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu, nilai MOE dihitung dengan rumus: Ef = Dimana : Ef : Modulus of Elasticity (kgf/cm2) P : berat beban (kgf) L : jarak sangga (cm) ............................ (2.1) b : lebar sampel uji (cm) d : tebal sampel uji (cm) ᵟ : lenturan pada beban (cm) (Sutigno, 2002). c) Internal Bond Keteguhan rekat internal (kuat tarik tegak lurus permukaan) umumnya diuji pada keadaan kering, seperti pada Standar Indonesia tahun 1996. Pada Standar Indonesia tahun 1983 pengujian tersebut dilakukan pada keadaan kering untuk papan partikel mutu I (eksterior) dan mutu II (interior). Pengujian pada keadaan basah, yaitu setelah direndam dalam air mendidih (2 jam) dilakukan hanya pada papan partikel mutu I saja (Puspita, 2008). d) Kuat Pegang Sekrup Kuat pegang sekrup merupakan kemampuan suatu produk komposit untuk menahan beban sekrup yang diberikan. Nilai kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang dicapai dalam kilogram (Erniwati, 2008). 2.6 Pengujian Komposit Adapun jenis pengujian yang dilakukan adalah : 1. Pengujian kerapatan. 2. Pengujian kadar air. 3. Pengujian pengembangan tebal. 4. Pengujian penyerapan air. 5. Pengujian modulus patah. 6. Pengujian kuat pegang sekrup. 2.6.1 Pengujian Kerapatan Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volome kering udara, sampel uji berukuran 10cm x 10cm x 0,3cm ditimbang massanya, lalu diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volumenya. Kerapatan sampel uji papan partikel komposit dihitung dengan rumus : ρ= ............................... (2.2) dimana : ρ : kerapatan (gr/cm3) m : massa sampel uji (gr) v : volume sampel uji (cm3) (Erniwati, 2008). 2.6.2 Pengujian Kadar Air Kadar air dihitung dari massa sampel uji sebelum dan sesudah di oven dari sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 0,3cm dengan rumus : KA = x 100%....................... (2.3) Dimana : KA : kadar air (%) m1 : massa awal sampel uji (gr) m2 : massa akhir sampel uji (gr) (Erniwati, 2008). 2.6.3 Pengujian Pengembangan Tebal Pengembangan tebal dihitung atas tebal sebelum dan sesudah perendaman dalam air selama 24 jam pada sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 0,3cm, dengan rumus : PT = ................... (2.4) Dimana : PT : pengembangan tebal (%) T1 : tebal sampel uji sebelum perendaman (cm) T2 : tebal sampel uji sesudah perendaman (cm) (Erniwati, 2008). 2.6.4 Pengujian Daya Serap Air Daya serap air papan partikel dilakukan dengan mengukur selisih berat sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Daya serap air tersebut dihitung dengan rumus : DSA = .......... (2.5) Dimana : DSA : daya serap air (%) B1 : berat contoh uji sebelum perendaman B2 : berat contoh uji setelah perendaman (Erniwati, 2008). Gambar 2.1 menunjukkan mekanisme penyerapan. Menurut mekanisme ini, suatu ikatan akan terbentuk apabila molekul-molekul polimer meresap dari suatu permukaan ke dalam struktur molekul permukaan yang satu lagi. Kekuatan ikatannya bergantung kepada jumlah kekusutan molekul dan jumlah molekul yang terlibat. Jumlah penyerapan tergantung pada konformasi molekul, bagian yang terlibat dan kemudahan pergerakan molekul. Selain itu, penyerapan juga dapat ditingkatkan dengan menambahkan pelarut dan plastisizer (Hull dan Schwarzt dalam Hanafi, 2004). Gambar 2.1 Mekanisme Penyerapan (Hull dan Schwarzt dalam Hanafi, 2004) 2.6.5 Pengujian Modolus patah Modolus patah (MOR) adalah suatu sifat mekanis papan yang menunjukkan kekuatan dalam menahan beban. Untuk memperoleh nilai Modolus patah, maka pengujian pembebanan dilakukan sampai uji patah. Rumus yang digunakan : MOR = ................................. (2.6) Dimana : MOR : modolus patah (kgf/ cm2) P : beban maksimum (kgf) b : lebar contoh uji (cm) L : jarak sangga (15 cm) h : tebal contoh uli (cm) (Erniwati, 2008). 2.6.6 Pengujian Kuat Pegang Sekrup Cara pengujian kuat pegang sekrup dilakukan dengan cara memasang sekrup berukuran panjang 10 mm dan diameter 2 mm. Sekrup tersebut ditancapkan ke dalam papan komposit sedalam 3 mm kemudian dicabut dengan UTM. Gaya yang dibutuhkan untuk mencabut sekrup menunjukkan kekuatan papan dalam memegang skrup (Erniwati, 2008). BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitihan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara 3.2 Bahan 3.2.1 Resin Poliester Tak Jenuh Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Resin Poliester Tak Jenuh diperoleh dari toko peralatan dan bahan kimia Cv. Rudang Jaya dengan data teknis sebagai berikut: 1. Densitas (ρ) : 1363 kg/m3 2. Kekuatan tarik (σ) : 13,97 N/mm2 3. Modulus elastisitas (E) : 1,24.103 N/mm2 4. Poison rasio (υ) : 0,33 (merk dagang YUKALAC 157 BQTN-EX) 3.2.2 Metil Etil Keton Peroksida (MEKP) Metil Etil Keton Peroksida (MEKP) sebagai katalis diperoleh dari toko peralatan dan bahan kimia Cv. Rudang Jaya yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. Wujud : Larutan 2. Viskositas (300C) : 0,39 Cp 3. Densitas : 2030 kg/m3 4. Bersifat korosif (Geankoplis, 2003) 3.2.3 Serat Buah Pinang Serat buah pinang yang digunakan berasal dari masyarakat Kotamadya Binjai yang tidak dimanfaatkan lagi. Sebelum digunakan sebagai pengisi, terlebih dahulu dilakukan pengeringan serat pada ruangan terbuka (sinar matahari) sampai kadar air konstan, yang bertujuan untuk menghilangkan kelembaban dari serat buah pinang tersebut. Setelah itu dihaluskan pada ballmill dengan ukuran partikel 50 mesh dan 100 mesh, dan dibentuk papan partikel dengan perbandingan serat buah pinang terhadap poliester adalah 1:1 dan 1:2. 3.3 Peralatan Adapun peralatan yang digunakan adalah : 1. Beaker glass 500 ml 2. Spatula 3. Neraca analitik 4. Aluminium foil 5. Ayakan 6. Plat besi sebagai pencetak 7. Ballmill 8. Alat pengempa / Hot press 3.4 Diagram kerja Resin Poliester Tak Jenuh Serat pinang 50 mesh dan 100 mesh MEKP 1% Dibentuk menjadi papan partikel dengan tebal 3 mm Diaduk menggunakan spatula Dicampur Dicetak di hotpress Diperoleh papan komposit dengan panjang 300 mm Spesimen Uji Kerapatan Kadar Air Pengembangan Tebal Penyerapan Air Modulus Patah Kuat Pegang Sekrup 3.5 Prosedur Percobaan 3.5.1 Penyiapan Serat Buah Pinang sebagai Bahan Pengisi Penguat (reinforcing filler) Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan serat buah pinang dengan ukuran 50 dan 100 mesh dan kadar air yang konstan, kemudian dibuat dalam bentuk papan partikel dengan ukuran ketebalan 3 mm dan panjang 300 mm. Adapun perlakuan awal pada serat buah pinang adalah menghaluskan serat buah pinang dengan menggunakan ballmill dan kemudian melakukan pengayakan untuk mendapat ukuran serat pinang yang diinginkan, yaitu 50 dan 100 mesh dan serat buah pinang tersebut dibentuk papan partikel dengan ketebalan 3 mm dengan panjang 300 mm. 3.5.2 Penyiapan Poliester dan Pembentukan Komposit Penyiapan poliester sebagai matriks dan MEKP (metil etil keton peroksida) disiapkan sebagai katalis. Resin poliester yang telah disiapkan dicampur dengan MEKP (metil etil keton peroksida) dengan 1 % dari berat resin poliester. Ke dalam cetakan yang terlebih dahulu dilapisi aluminium foil dimasukkan serat buah pinang dengan variasi ukuran yaitu 50 dan 100 mesh, dan serat buah pinang yang dibentuk papan partikel kemudian dituangkan campuran matriks poliester dan katalis MEKP, dengan perbandingan berat serat buah pinang terhadap resin polister adalah 1:1 dan 1:2. Cetakan ditutup agar permukaan komposit menjadi rata. Kemudian cetakan dimasukkan ke dalam kempa panas (hot press) lalu dipreheating selama 25 menit pada suhu 400C – 500C, lalu dibiarkan di udara terbuka dan kemudian diuji sifat mekaniknya. 3.5.3 Pengujian Komposit Paramater kualitas papan yang diuji adalah kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, daya serap air, keteguhan patah (Modulus Patah), dan kuat pegang sekrup. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Pola pemotongan uji seperti pada gambar berikut : Gambar 3.2 Pola pemotongan contoh uji (Erniwati, 2008). Keterangan: 1 dan 2 = contoh uji untuk MOR (Modulus Patah) 3 dan 4 = contoh uji daya serap air, dan pengembangan tebal ( 5cm x 5cm) 5 = contoh uji kuat pegang sekrup (10 cm x 5 cm) 6 = contoh uji kerapatan dan kadar air (10 cm x 10 cm) (Erniwati, 2008). 3.5.3.1 Pengujian Kerapatan Kerapatan papan partikel dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara contoh uji dengan menggunakan rumus : ρ= dimana : ............................... (3.1) ρ : kerapatan (gr/cm3) m : massa sampel uji (gr) v : volume sampel uji (cm3) (Erniwati, 2008). 3.5.3.2 Pengujian Kadar Air Penentuan kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 103 ± 20 C. Kadar air papan dihitung dengan rumus : KA = x 100%....................... (3.2) Dimana : KA : kadar air (%) m1 : massa awal sampel uji (gr) m2 : massa akhir sampel uji (gr) (Erniwati, 2008). 3.5.3.3 Pengujian Pengembangan Tebal Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Pengembangan tebal dihitung dengan rumus: PT = ................... (3.3) Dimana : PT : pengembangan tebal (%) T1 : tebal sampel uji sebelum perendaman (cm) T2 : tebal sampel uji sesudah perendaman (cm) (Erniwati, 2008). 3.5.3.4 Pengujian Daya Serap Air Daya serap air papan partikel dilakukan dengan mengukur selisih berat sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Daya serap air tersebut dihitung dengan rumus : DSA = .......... (3.4) Dimana : DSA : daya serap air (%) B1 : berat contoh uji sebelum perendaman B2 : berat contoh uji setelah perendaman (Erniwati, 2008). 3.5.3.5 Pengujian Modulus Patah Penentuan nilai modulus patah dilakukan dengan menggunakan mesin penguji Universal Testing Machine (UTM). Jarak sangga yang digunakan pada mesin adalah 15 cm, seperti terlihat pada Gambar 3.3 Keteguhan patah dihitung dengan rumus : MOR = ................................. (2.6) Dimana : MOR : modolus patah (kgf/ cm2) P : beban maksimum (kgf) b : lebar contoh uji (cm) L : jarak sangga (15 cm) h : tebal contoh uji (cm) L : Panjang contoh uji (20 cm) I : Jarak sangga (15 cm) h : Tebal contoh uji (0,3 cm) b : Lebar contoh uji (5 cm) Gambar 3.3 Pengujian Keteguhan Patah Papan Kompsit (Erniwati, 2008) 3.5.3.6 Pengujian Kuat Pegang Sekrup Cara pengujian kuat pegang sekrup dilakukan dengan cara memasang sekrup berukuran panjang 16 mm dan diameter 3,1 mm. Sekrup tersebut ditancapkan ke dalam papan komposit sedalam 3 mm kemudian dicabut dengan UTM. Gaya yang dibutuhkan untuk mencabut sekrup menunjukkan kekuatan papan dalam memegang skrup (Erniwati, 2008). DAFTAR PUSTAKA Achmad, Tony. 2010. Pemanfaatan Selulosa dari Limbah Rumput Laut (Gelidiella acerosa ) sebagai Boikomposit yang Ramah Lingkungan. http://tonyachmad -sepatu.blogspot.com/2010/11/pemanfaatan-selulosa-dari-limbahrumput.html Anonim. 2001. Technical Data Sheet. Justus Kimia Raya Bilmeyer,F,1984.Text Book of Polymer Science, Newyork, shonwiley & sons. Bramantyo. 2008. Pengaruh Konsentrasi Serat terhadap Kekuatan Komposit. http:// www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1teknikkapal/206211004/bab2.pdf Budinski Keneth G.,2003. Engineering Material Properties and Selection, Prentice Hall, New Jesey Cowd,M.A. 1991.Kimia Polimer,terjemahan oleh Firman,H.ITB,Bandung Davis, Harmer E.,1982 The Testing of Engineering Material, Mc-Granhill, Inc New York Diharjo, K.dan Triyono. 1999, The Effect of Alkali Treatment on Tensile Properties of Random Kenaf Fiber Reinforced Polyester Composite, Part III of Doctorate Dissertation Research Result, Post Graduate Study, Indonesia : Gadjah Mada University Dyatro.2010. Papan Partikel. http://dyatrodoank.blogspot.com/2010/11/papan- partikel.html. Erniwati. 2008. Pengembangan Papan Komposit Berlapis Anyaman Bambu Dari Jenis Kayu Cepat Tumbuh Dengan Perekat Poliuretan. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor : Bogor Farid, M. 2004. Analisa Perilaku Elastik Material Komposit FRP Laminat Berpenguat Serat Natural Orientasi Acak. SNTM ITS : Surabaya. Geankoplis, C.J. 2003. Transport Processes and Separation Processes Principles. Ally and Bacon: New York. Gibson, F.R., 1994. Principles of Composite Material Mechanism, International Edition II, McGraw Hill, New York Gunawan, Agus. 2008.Panduan Untuk Komposit. http://www.wordpress.com Hanafi, I. 2004. Komposit Polimer Diperkuat Pengisi dan Gentian Pendek Semula Jadi. Universitas Sains Malaysia: Malaysia. Hull, D. 1981. An Introduction to Composite Materials. Cambridge University Press: New York. Ishak, M. 1998. Penggunaan Matriks Komposit Polietilena Hantaman Tinggi (HDPE). Jurusan Teknik Material, ITS: Surabaya. Iswanto A.H, 2005. Upaya pemanfaatan serbuk gergaji kayu sengon dan limbah plastik polyprophylena sebagai langkah alternatif untuk mengatasi kekurangan kayu sebagai bahan bangunan. Jurnal Komunikasi Penelitian 17(3): 24-27. Jamasri dkk. 2005. Kajian Sifat Tarik Komposit Serat Buah Sawit Acak Bermatrik Polyester. http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=4216. Jenie. 2004. Serat Buah Pinang. Universitas Sains Malaysia: Malaysia. Judawisastra, Hermawan. 2008. Material Komposit Tangguh Berbasis Serat Alam. http://wagenugraha.wordpress.com/2008/09/21/material-komposit-tangguhberbasis-serat-alam/ Jufri, Moh. 2007. Pembuatan Komposit Berbasis Polyester dengan Penguat Serat Alam. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang. Malang Kaw, K., Autur, 1997. Mechanics of Composite Materials, CRC Press, Boca Raton Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry ProsesFiberboard manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman. inc Mujiyono dan Didik Nurhadiyanto. 2009. Pemanfaatan Serat Daun Nanas Sebagai Penguat Material Komposit. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, UNY: Yogyakarta. Mulyadi, D. 2004. Penggunaan Serat Rotan Sebagai Penguat Pada Komposit Departemen Teknik Mesin, ITB: Bandung Purboputro, P.I. 2008. Pengaruh Panjang Serat Terhadap Kekuatan Impak Komposit Enceng Gondok dengan Matriks Poliester. Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta. Puspita, Riesya, dkk. 2008. Papan Partkel Tanpa Perekat (Blnderles Particleboard) Dari Limbah Industri Penggergajian. PKM Penelitan. Institut Pertanian Bogor : Bogor Rulinda, Rumintang. 2008. Kandungan Serat Buah Pinang. Institut Teknologi Bandung: Bandung. Schwartz, M.M dalam Ismail. 1992. Composites Materials Handbook. Edisi Ke-2. New York: Mc.Graw-Hill Inc. Subiyanto, B., Raskita, S., dan Efendy, H. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa sebagai Bahan Penyerap Air dan Oli Berupa Panel Papan Partikel. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 1. Surdia, T., dan Saito, S., 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. Dainippon Gita Karya Printing : Jakarta Sutigno, 2002. Komposit Papan Partikel. Universitas Sumatera Utara. Medan Taurista, A.Y., Agita, O.R. dan Khrisna, H.P. 2004. Komposit Laminat Bambu Serat Woven Sebagai bahan Alternatif Pengganti Fiber Glass Pada Kulit Kapal. Jurusan Teknik Material, ITS: Surabaya. Wicakson, Arif.2006,Karakterisasi Kekuatan Bending Berpenguat Kombinasi Serat kenaf acak dan Anyam.Jurusan Teknik Mesin.UNS:semarang Wulandari, R. 2009. Komposit Kenaf-Polipropilena: Fashio Zulfia, Anne. Kuliah Material Komposit, Departemen Metalurgi dan Material FTUI. 2006. Depok, Indonesia LEMBAR PENGESAHAN HASIL PENELITIAN PENGARUH KONSENTRASI KATALIS METIL ETIL KETON PEROKSIDA (MEKPO) DAN UKURAN PARTIKEL SEKAM PADI TERHADAP KOMPOSIT POLIESTER PENELITI SANJAYA HUTAPEA (060405009) BOY SANDI SIANIPAR (060405025) DISETUJUI OLEH Medan, Koordinator Penelitian (Dr. Ir. Halimatuddahliana, ST, M.Sc) NIP : 19730408 199802 2 002 1 002 November 2010 Dosen Pembimbing (Dr.Ir. M. Yusuf Ritonga, MT) NIP :19620819 198903