Uploaded by User16261

112859928-Proposal-Papan-Partikel

advertisement
PROPOSAL PENELITIAN
POTENSI SERAT BUAH PINANG SEBAGAI PENGISI
PENGUAT KOMPOSIT POLIESTER DENGAN
MENGGUNAKAN KATALIS METIL ETIL KETON PEROKSIDA
(MEKP)
DISUSUN OLEH :
EKA ROY JAYANTO (080405017)
HENDRY SIMANJUNTAK (080405044)
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam kehidupan ini, manusia tentulah memerlukan berbagai macam
perlengkapan yang disebut sebagai material. Dalam perkembangannya, material terus
mengalami kemajuan. Seperti diketahui, pada awal kehidupan, manusia hanya
menggunakan perlengkapan yang terbuat dari tanah (keramik), lalu sudah mulai
bergerak kepada logam dan yang terakhir adalah penggunaan polimer. Pada
dasarnya, kebaikan dari tiap-tiap material-lah yang menyebabkan adanya
perkembangan dalam kemajuan material. Misal saat ini dibutuhkan material yang
murah, ringan, kuat, anti korosi dan mudah untuk didapatkan. Karena itu, saat ini
berkembang lagi material yang biasa disebut sebagai material komposit, yaitu
material yang merupakan gabungan dari beberapa jenis material, yang ternyata
setelah digabungkan dua jenis material yang berbeda mempunyai karakteristik yang
beda dengan sifat dasarnya (Wicakson, 2006).
Istilah komposit diartikan sebagai penggabungan dua material atau lebih
secara makroskopis. Makroskopis sendiri menunjukkan bahwa material pembentuk
dalam komposit masih terlihat seperti aslinya, suatu hal yang berbeda dengan
penggabungan dalam alloy (paduan), yang material pembentuknya sudah tidak
terlihat lagi. Salah satu keuntungan material komposit adalah kemampuan material
tersebut untuk diarahkan sehingga kekuatannya dapat diatur hanya pada arah tertentu
yang kita kehendaki. Hal ini dinamakan tailoring properties dan ini adalah salah satu
sifat istimewa komposit dibandingkan dengan material konvensional lainnya. Selain
kuat, kaku dan ringan komposit juga memiliki ketahanan terhadap korosi yang tinggi
serta memiliki ketahanan yang tinggi pula terhadap beban dinamis (Wicakson, 2006).
Sifat komposit dipelajari dan dianalisa berdasarkan sifat masing-masing
komponen. Pada komposit dikenal dua istilah, matriks (sebagai media) dan
pengisi/komponen penguat (yang ada dan menyatu dengan matriks). Karena hal
tersebut, karakteristik dari komposit sangat tergantung dari jenis campuran dan sifatsifat yang dimunculkan. Kedua bahan setelah digabungkan ternyata menunjukkan
hasil yang sangat signifikan, berbeda dengan sifat awalnya. Yang menjadi perhatian
pada komposit adalah media yang memperkuat harus mempunyai modulus yang
relatif lebih tinggi daripada bahan dasar (Gunawan, 2008).
Material
dasar
pembentuk
komposit
merupakan
material-material
konvensional seperti logam, polimer dan keramik. Polimer adalah bahan/material
yang terbuat dari bahan baku organik. Bahan organik telah dipakai sejak lama
sebagai bahan teknik. Misalnya kulit, gasket, serat, minyak pelumas, dan resin.
Polimer lebih mengarah kepada bahan organik yang disintesis yang telah mengalami
perkembangan. Umumnya polimer mengandung molekul yang besar lebih kuat dan
tahan terhadap tegangan termal dan mekanik dibandingkan dengan polimer yang
tersusun dari molekul yang lebih kecil. Pada umumnya polimer memiliki kekuatan
tarik yang sangat rendah jika dibandingkan material-material lain. Tidak dapat
mengantarkan arus listrik dan juga tidak tahan terhadap pemanasan, karena itu tidak
ada proses heat treatment kepada polimer. Polimer ada juga yang bersifat
kaku/fleksibel. Meskipun polimer merupakan isolator, komposisinya dapat
disesuaikan sehingga terdapat konduktivitas tertentu. Polimer tahan terhadap
serangan korosi dan juga tidak bereaksi terhadap bahan kimia dan lingkungan sekitar
(Judawisastra, 2008).
Secara umum resin adalah bahan yang akan diperkuat dengan serat. Resin
bersifat cair dengan viskositas yang rendah, yang akan mengeras setelah terjadinya
proses polimerisasi. Resin berfungsi sebagi pengikat (bounding) antara serat yang
satu dengan yang lainnya sehingga menghasilkan ikatan yang kuat terbentuk material
komposit yang padu, yaitu material yang memiliki kekuatan pengikat (bound
strength) yang tinggi (Budinski K.G, 2003).
Dalam kebanyakan hal, resin poliester tak jenuh ini disebut poliester saja.
Karena berupa resin cair dengan viskositas yang relatif rendah, mengeras pada suhu
kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan
seperti banyak resin thermosetting yang lainnya, maka tak perlu diberi tekanan untuk
pencetakan. Berdasarkan karateristik ini, bahan ini dikembangkan secara luas sebagai
plastik penguat serat (FPR) dengan menggunakan serat gelas. Sifat dari poliester
sendiri adalah kaku dan rapuh. Mengenai sifat termalnya, karena banyak
mengandung monomer stirena, maka suhu deformasi termal lebih rendah dari pada
resin termoset lainnya dan ketahanan panas jangka panjangnya kira-kira 110-140°C.
Ketahanan dingin adalah baik secara relatif. Sifat listriknya lebih baik diantara resin
termoset, tetapi diperlukan penghilangan lembaban yang cukup pada saat
pencampuran dengan gelas (Jufri, 2007).
Adapun kelebihan poliester dibandingkan resin lain adalah:
• Kuat tidak mudah sobek
• Tahan terhadap suhu yang tinggi
• Tidak larut terhadap asam organik
• Serat poliester mempunyai kekuatan yang tinggi
• Penyerapan air yang rendah
• Pengerutan yang minimal bila dibandingkan dengan serat industri yang lain
(Cowd, 1991).
Penelitian yang mengarah pada pengembangan bahan komposit telah banyak
dilakukan, terutama yang berkaitan dengan komposit penguatan serat alam yang
berbahan matrik polimer. Pada dekade terakhir, komposit serat alam dengan
termoplastik dan termoset telah digunakan oleh produsen mobil Eropa untuk door
panel, seat back, headliner, package tray, dashboard, dan trunk liner. Perkembangan
teknologi dengan menggunakan komposit serat alam banyak difokuskan pada
komposit yang didasarkan polipropilena (Wulandari, 2009).
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Jamasri dkk. (2005), penggunaan
serat kelapa sawit sebagai pengisi komposit bermatriks poliester, memiliki kekuatan
tarik yang sangat baik. Begitu juga dengan penelitian Mujiyono dan Didik
Nurhadiyanto (2009), memanfaatkan serat daun nanas sebagai penguat material
komposit bermatriks poliester, juga memiliki kekuatan tarik yang baik, dimana daun
nanas tersusun atas unsur organik dan mineral yaitu; pectin dan hemisellulose
(merupakan komponen yang larut dalam air), lignin dan sellulosa (komponen yang
tidak larut dalam air).
Serat alami adalah serat yang dihasilkan dari bahan-bahan alam. Serat alami
banyak digunakan sebagai material pengisi dan memperkuat komposit. Serat alami
yang sering dimanfaatkan pengisi komposit, diantaranya enceng gondok, daun nanas,
jerami dan masih banyak serat alami yang lain yang biasa dimanfaatkan. Serat alami
juga mempunyai keuntungan, yaitu jumlahnya berlimpah, memiliki specific cost
yang rendah, dapat diperbarui, densitas rendah, bebas CO2, non-abrasive dan dapat
daur ulang, serta tidak mencemari lingkungan. Serat alami mengandung selulosa
yang banyak ditemukan pada tanaman. Salah satu sumber selulosa yang belum
digunakan sebagai bahan pengisi dan penguat komposit adalah serat buah pinang
(Jenie, 2004).
Di antara semua serat alam, serat buah pinang tampaknya merupakan bahan
yang menjanjikan karena murah, dan ketersediaan melimpah karena tidak begitu
dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Serat dari buah pinang adalah
bagian keras berserat meliputi endosperma. Ini merupakan 30% - 45% dari total
volume, serat buah pinang adalah serat kulit yang terdiri dari selulosa. Sifat dari serat
alami terutama bergantung pada sifat tanaman, wilayah di mana tumbuh, umur
tanaman, dan metode ekstraksi serat (Jenie, 2004).
Serat buah pinang merupakan salah satu material alternatif serat alam dalam
pembuatan komposit secara ilmiah pemanfaatannya masih dikembangkan. Serat
pinang sekarang banyak digunakan dalam industri-industri mebel dan kerajinan
rumah tangga serta bahan obat tradisional karena selain mudah didapat, murah, dapat
mengurangi polusi lingkungan (biodegradability) sehingga komposit ini mampu
mengatasi permasalahan lingkungan, serta tidak membahayakan kesehatan.
Pengembangan serat pinang sebagai material komposit ini sangat dimaklumi
mengingat dari segi ketersediaan bahan baku serat alam Indonesia yang memiliki
bahan baku yang cukup melimpah (Jenie, 2004). Adapun kandungan serat buah
pinang yaitu :
•
kadar selulosa 70,2%,
•
air 10,92%
•
abu 6,02%.
(Ruslinda, 2008).
Papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit/ panel kayu yang
terbuat dari partikel- partikel kayu atau bahan- bahan berlignoselulosa lainnya, yang
diikat dengan perekat sintetis atau bahan pengikat lain kemudian dikempa panas.
dibandingkan dengan kayu asalnya, papan partikel mempunyai beberapa kelebihan
yaitu :
•
Papan partikel bebas mata kayu, pecah dan retak
•
Ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan
•
Tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan
•
Mempunyai sifat isotropis
•
Sifat dan kualitasnya dapat diatur
(Maloney, 1993)
Karakterisasi dari papan partikel komposit dilakukan untuk mengetahui dan
menganalisis campuran polimer dengan serat. Untuk mengetahui karakteristik dari
papan partikel maka dilakukan uji yang meliputi : kerapatan, kadar air,
pengembangan tebal, penyerapan air, modulus patah, modulus elastisitas, kuat
pegang sekrup
(Sutigno, 2002)
Katalis merupakan cairan kimia yang berfungsi untuk mempercepat jalannya
reaksi pada proses polimerisasi tanpa ikut bereaksi dengan bahan tersebut. Tanpa
adanya katalis proses pengerasan resin dapat berlangsung sangat lama pada
temperatur ruangan. Katalis berfungsi untuk memulai proses awal perubahan bentuk
resin dari cair menjadi padat ( polymerization ) pada temperatur kamar (270C).
Umumnya pemberian katalis ini adalah sekitar 0.5 – 4% dari fraksi volume resin.
Misalnya pemberian katalis 2% maka resin akan mengalami proses perubahan dari
cair ke bentuk agar ( gel ) sekitar 15 menit pada suhu 270C. Katalis ini tidak
berfungsi bila bercampur dengan air (Bramantyo, 2008).
Reaksi crosslink pada poliester tak jenuh diharapkan bisa terjadi saat resin
telah dimasukkan dalam cetakan atau telah berinteraksi dengan serat dalam material
komposit. Pada aplikasinya curing (crosslink) dapat terjadi pada temperatur tinggi
(1000C) seperti pada proses moulding atau pada temperatur ruang pada proses hand
lay-up. Agar curing dapat terjadi maka poliester tak jenuh harus ditambahkan katalis.
Untuk proses pada temperatur tinggi biasanya sering digunakan katalis Benzoil
Peroksida (<50%) yang terlarut pada larutan cair seperti dimetil phthalathe. Waktu
yang dibutuhkan pada proses curing dengan pressure moulding kurang dari lima
menit. Sedang untuk proses pada temperatur ruang katalis yang sering digunakan
adalah Metil Etil Keton Peroksida (MEKP). Peroksida sebagai katalis digunakan
pada proses curing temperatur ruang biasanya ditambahkan dengan senyawa kobalt
seperti naphthenate, octoate atau larutan organik sabun (organic solvent-soluble
soap) lainnya sebagai akselerator. MEKP adalah campuran dari berbagai senyawa
yang biasanya tersedia di dalam bentuk 60% peroksida cair yang dicampurkan ke
dalam dimetil phthalathe (Bramantyo, 2008).
1.2
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh serat buah pinang sebagai pengisi terhadap sifat fisik
dan sifat mekanik komposit poliester yang dihasilkan.
2.
Bagaimana pengaruh ukuran serat buah pinang (50, dan 100 mesh)
terhadap sifat komposit yang dihasilkan seperti kerapatan, kadar air,
pengembangan tebal, penyerapan air, modulus patah, dan kuat pegang sekrup.
3.
Bagaimana pengaruh perbandingan serat buah pinang dengan
poliester (1:1 dan 1:2) terhadap sifat komposit yang dihasilkan seperti
kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, penyerapan air, modulus patah,
dan kuat pegang sekrup.
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh serat buah pinang sebagai pengisi terhadap sifat
fisik dan sifat mekanik komposit poliester yang dihasilkan.
2. Untuk mengetahui pengaruh ukuran serat buah pinang terhadap sifat
komposit yang dihasilkan seperti kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,
penyerapan air, modulus patah, dan kuat pegang sekrup.
3. Untuk mengetahui pengaruh serat buah pinang yang dibentuk papan partikel
terhadap sifat komposit yang dihasilkan yaitu kerapatan, kadar air,
pengembangan tebal, penyerapan air, modulus patah, dan kuat pegang sekrup.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Sebagai dasar atau acuan dalam pemanfaatan serat buah pinang sebagai
pengisi dalam produk komposit poliester.
2. Sebagai informasi karakteristik produk komposit poliester berpengisi serat
buah pinang yang dibentuk menjadi papan partikel.
3. Sebagai bahan perbandingan sifat komposit poliester berpengisi serat buah
pinang dengan komposit poliester berpengisi serat lain yang telah diteliti
sebelumnya.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik,
Universitas Sumatera Utara.
1.5.2 Bahan baku yang digunakan
1. Serat pinang yang digunakan adalah kulit terluar yang berupa hasil
pembuangan, sebagai bahan pengisi penguat.
2. Poliester sebagai matriks.
3. MEKP (metil etil keton peroksida) sebagai katalis.
1.5.3 Parameter yang digunakan
1. Ukuran partikel serat buah pinang 50 mesh dan 100 mesh.
2. Perbandingan poliester dengan serat buah pinang yang
partikel dengan perbandingan 1:1 dan 1:2.
1.5.4 Parameter Pengamatan
1. Pengujian kerapatan.
2. Pengujian kadar air.
3. Pengujian pengembangan tebal.
4. Pengujian penyerapan air.
5. Pengujian modulus patah.
dibentuk
papan
6. Pengujian kuat pegang sekrup.
Kondisi percobaan pada suhu 40- 50 0C dengan menggunakan katalis metil
etil keton peroksida (MEKP), karena pada temperatur tersebut reaksi meningkat
dengan cepat, selain itu katalis dapat mencegah kerusakan ikatan akibat aktivitas
reaksi (Ishak, 1998).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komposit
2.1.1
Pengertian Komposit
Didalam dunia industri kata komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan
yang berbeda yang digabung atau dicampur menjadi satu. Menurut Kaw (1997)
komposit adalah sruktur material yang terdiri dari 2 kombinasi bahan atau lebih, yang
dibentuk pada skala makroskopik dan menyatu secara fisika. Penggabungan secara
makroskopis inilah yang membedakan komposit dengan paduan atau alloy yang
penggabungan unsur-unsurnya secara mikroskopis. Pada bahan komposit, sifat-sifat
unsur pembentuknya masih terlihat jelas yang pada paduan sudah tidak lagi tampak
secara nyata. Sedangkan menurut Diharjo dan Triyono (1999) mengemukakan bahwa
kata komposit (composite ) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau gabungan.
Composite berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti menyusun atau
menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua
atau lebih bahan yang berlainan (Diharjo dan Triyono, 1999).
Sedangkan menurut Gibson (1994), material komposit di definisikan sebagai
kombinasi antara dua material atau lebih yang berbeda bentuknya, komposisi
kimianya, dan tidak saling melarutkan dimana material yang satu berperan sebagai
penguat dan yang lainnya sebagai pengikat. Komposit disusun dari dua komponen
yaitu matriks atau resin, dan penguat atau filler. Filler ini dapat berupa partikel atau
serat, serat dapat berasal dari alam maupun sintetis. Yang dari alam disebut
biokomposit contohnya adalah serat rami, serat kenaf, sekam padi, dan sebagainya.
Dan yang sintetis misalnya adalah serat E-glass (Gibson 1994).
2.1.2
Pengelompokan Komposit
2.1.2.1 Berdasarkan Bahan Matriks
Berdasarkan bahan matriksnya, komposit dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Komposit matriks polimer atau dikenal dengan istilah Polymer Matrix
Composites (PMC). Untuk pembuatan komposit ini, jenis polimer yang
banyak digunakan antara lain adalah :
a) Polimer thermoplastik seperti poliester, nilon 66, polieter sulfon,
polipropilene, dan polieter eterketon. Komposit ini dapat didaur ulang.
b) Polimer termoset (untuk aplikasi temperatur tinggi) seperti epoksida,
bismaleimida (BMI), poli-imida (PI). Komposit ini tidak dapat didaur
ulang.
2)
Komposit matriks logam atau yang dikenal dengan istilah
Metal Matrix Composite (MMC). Komposit dengan matriks logam biasanya
terdiri dari aluminium, titanium, dan magnesium. Secara umum komposit
matriks logam mempunyai sifat seperti :
3)
a)
Ketahanan aus dan muai termal yang lebih baik .
b)
Kekuatan/kekakuan spesifik yang tinggi.
c)
Diharapkan tahan terhadap temperatur yang tinggi.
Komposit matriks keramik atau yang dikenal dengan istilah
Ceramic Matrix Composite (CMC).
Adapun keuntungan yang diperoleh dari komposit matriks keramik seperti :
a) Tahan pada temperatur tinggi (creep).
b) Kekuatan tinggi, ketahanan korosi, dan tahan aus.
Sedangkan kelemahan komposit matriks keramik yaitu :
a) Susah diproduksi dalam jumlah besar.
b) Biaya mahal.
c) Hanya untuk kasus-kasus tertentu.
(Taurista, 2004).
2.1.2.2 Berdasarkan Bahan Penguat yang Digunakan
Berdasarkan bahan penguat yang digunakan, komposit dibagi menjadi 3,
yaitu:
1)
Fibrous Composite ( komposit serat )
Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu
lapisan yang menggunakan penguat beruap serat / fiber. Fiber yang
digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly
aramide), dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan
orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti
anyaman. Sedangkan pembagian komposit berdasarkan penempatan seratnya
yaitu :
a) Continous Fiber Composite mempunyai susunan serat panjang dan
lurus, membentuk lamina diantara matriknya. Jenis komposit ini
paling sering digunakan. Tipe ini mempunyai kelemahan pada
pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan
dipengaruhi oleh matriknya.
b) Woven Fiber Composite, komposit ini tidak mudah dipengaruhi
pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar
lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu
lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan akan melemah.
c) Discontinous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat
pendek.
d) Hybrid Fiber Composite merupakan komposit gabungan antara tipe
serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat
menganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan
kelebihannya.
2)
Laminated Composite (komposit laminat)
Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang
digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.
3)
Partikulate Composite ( komposit partikel )
Merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai penguatnya
dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya.
(Taurista, 2004).
2.1.3
Kelebihan Komposit
Dewasa ini bahan komposit telah menjadi material yang sangat penting yang
telah digunakan untuk memproduksi produk seperti ban yang berpengisi serat, tangki
air, pipa, kabel, komponen pesawat, kapal, dan lain-lain. Ini disebabkan oleh bahan
komposit yang mempunyai banyak kelebihan dan keistimewaan dari segi sifat
mekanis, fisik, termal, dan kimianya, yaitu:
1) Sifat kekuatan, kekakuan dan keliatannya yang cukup baik .
2)
Kestabilan dimensi dan ketahanan termal yang tinggi.
3)
Peningkatan modulus spesifik (modulus / massa jenis ) dan kekuatan
spesifik (kekuatan / massa jenis) menyebabkan berat jenis komposit semakin
berkurang.
4)
Peningkatan ketahanan terhadap bahan kimia.
5)
Biaya produksi dapat dikurangi karena bahan dasar yang digunakan
berkurang
Kelebihan pada point (3) diatas sangat penting dalam memproduksi berbagai
komponen otomotif dimana pengurangan massa dapat mengurangi penggunaan
energi dan meningkatkan efisiensi produk yang menggunakan bahan komposit.
Namun perlu diketahui bahwa semua sifat diatas tidak dapat diperoleh secara
bersamaan. Misalnya, peningkatan sifat kekakuan dan kekuatan umumnya
mengurangi sifat keliatan bahan komposit tersebut. Jadi pencapaian kekuatan
optimum komposit yang dihasilkan disesuaikan dengan penggunaan komposit
tersebut (Gunawan, 2008)
2.1.4
Fase Matriks Bagi Komposit
Matriks dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi
sebuah unit struktur, melindungi dari kerusakan eksternal, meneruskan atau
memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matriks, sehingga
matriks dan serat saling berhubungan (Schwartz, 1992).
Pembuatan komposit serat membutuhkan ikatan permukaan yang kuat antara
serat dan matriks. Selain itu matrik juga harus mempunyai kecocokan secara kimia
agar reaksi yang tidak diinginkan tidak terjadi pada permukaan kontak antara
keduanya. Untuk memilih matriks harus diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain tahan
terhadap panas, tahan cuaca yang buruk, dan tahan terhadap goncangan yang
biasanya menjadi pertimbangan dalam pemilihan material matriks. Bahan polimer
yang banyak digunakan sebagai material matriks dalam komposit ada dua macam
yaitu thermoplastik dan thermoset (Schwartz, 1992).
Komposit serat harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang
tinggi, karena serat dan matrik berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian
tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matriks dan serat. Hal yang
mempengaruhi ikatan antara serat dan matriks adalah void, yaitu adanya celah pada
serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matriks tidak
akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima
beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan
mengurangi kekuatan komposit tersebut. Pada pengujian tarik komposit akan
berakibat lolosnya serat dari matriks. Hal ini disebabkan karena kekuatan atau ikatan
interfacial antara matriks dan serat yang kurang besar (Schwartz, 1992).
Menurut Gibson R.F (1994), matriks dalam struktur komposit bisa berasal
dari bahan polimer, logam dan keramik. Secara umum matriks mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a) Mengikat serat menjadi satu kesatuan struktur.
b) Melindungi serat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan.
c) Mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat.
d) Menyumbangkan beberapa sifat seperti kekakuan, kekuatan, dan tahanan
listrik.
Di bawah ini syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan matriks untuk
pencetakan bahan komposit (Surdia, 1985) :
a) Resin yang dipakai perlu memiliki viskositas yang rendah, sesuai dengan
bahan penguat dan permeable.
b) Dapat diukur pada temperatur kamar dalam waktu yang optimal.
c) Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.
d) Memilki kelengketan yang baik dengan bahan penguat.
e) Mempunyai sifat yang baik dari bahan yang diawetkan.
2.1.5
Fase Pengisi bagi Komposit
Fase pengisi merupakan bahan dalam bentuk partikel, serat, atau kepingan yang
ditambahkan untuk meningkatkan sifat mekanik dan fisik bahan komposit seperti
kekuatan, kekakuan, dan keliatan. Beberapa bahan pengisi/penguat yang sering
digunakan adalah serat kaca, serat karbon, serat Kevlar, serat kayu, serat tandan
kelapa sawit, dan lain- lian.
Richardson T, (1987) mengemukakan bahwa sifat yang dapat diperoleh hasil
penggunaan fase pengisi adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan maksimum dalam sifat fisik.
2. Penyerapan kelembapan yang rendah.
3. Sifat pembasahan yang baik.
4. Biaya yang rendah dan mudah diperoleh.
5. Ketahanan terhadap api yang baik.
6. Ketahanan terhadap bahan kimia yang baik.
7. Sifat keterlarutan dalam air dan pelarut yang rendah.
8. Ketahanan terhadap panas yang baik.
9. Dapat diperoleh dalam berbagai bentuk.
2.1.6
Fase Antar-Muka bagi Komposit
Lazimnya untuk semua bahan komposit akan terdapat dua fase berlainan
yang dipisahkan oleh suatu kawasan yang dinamakan antar muka. Daya sentuhan
dan daya kohesif pada bagian antar muka amat penting karena antar muka pengisi
matriks ialah bagian yang memindahkan beban dari fase matriks kepada fase
penguat atau fase tersebar. Efektivitas pemindahan beban ini bergantung pada daya
ikat antarmuka. Beberapa teori menjelaskan pengikatan antarmuka umumnya
melibatkan ikatan kimia atau mekanik. Adapun lima mekanisme yang terjadi pada
antarmuka baik secara sendiri ataupun gabungan adalah sebagai berikut:
a. Penyerapan dan pembasahan
b. Difusi
c. Daya tarik elektrostatik oleh perbedaan muatan listik kedua fasa
d. Pengikatan secara kimia oleh penyerasi
e. Pengikatan secara mekanik
(Richardson T, 1987)
2.2
Resin Poliester Tak Jenuh
Poliester tak jenuh merupakan resin sintetik yang tersusun dari rantai lurus,
yang dihasilkan dari reaksi glikol dengan asam difungsional seperti asam maleat,
asam adipat, dll. Penggunaan umum dari poliester tak jenuh ini adalah untuk
impregnasi fiberglass yang selanjutnya dicetak menjadi bentuk yang diinginkan
dengan proses ikatan silang menjadi produk plastik yang bersifat lebih ringan dari
pada aluminium, atau dapat lebih kuat dari baja (Cowd, 1991).
Gambar 2.1. Sintesa poliester tak jenuh dari etilen glikol dan asam maleat
Sifat-sifat plastik Poliester secara umum adalah :
a) Tembus pandang, bersih dan jernih.
b) Tahan terhadap suhu tinggi.
c) Permeabilitasnya terhadap uap air dan gas rendah.
d) Tahan terhadap pelarut organik seperti asam-asam organik dari buah-buahan,
sehingga dapat digunakan untuk mengemas minuman sari buah.
e) Tidak tahan terhadap asam kuat, fenol dan benzil alkohol.
f) Kuat dan tidak mudah sobek
(Cowd, 1991)
Pada polimerisasi, poliester akan mengalami beberapa fase yang berbeda
sebelum mengalami perubahan menjadi keras, tebal dan padat. Resin dengan
kekentalan cairan yang rendah atau sedang akan dapat larut dalam monomer. Untuk
mencegah perubahan resin dari bentuk cair kebentuk agar-agar yang terlalu cepat,
maka perlu dicampurkan suatu inhibitor yaitu bahan yang digunakan untuk
memperlambat aktivitas kimia serta dapat memperpanjang waktu penyimpanan resin
atau mengurangi kecepatan pembebasan panas yang timbul selama polimerisasi.
Sedangkan bahan yang bertindak sebaliknya disebut katalisator (Cowd, 1991).
2.3
Katalis
Syahrul (1998), melaporkan beberapa jenis katalis yang sangat erat kaitannya
dengan jenis bahan yang digunakan, sehingga pengolahan resin dapat dilakukan
dengan metode yang tepat, diantaranya :
a)
Katalis pada temperatur kamar, diantaranya : metil etil keton
peroksida (MEKP), benzoil peroksida dan siklohexa (1) peroksida.
b)
Katalis temperatur menengah diantaranya : metil etil keton peroksida
dan lauroyl peroksida.
c)
Katalis temperatur tinggi, diantaranya : tertiari butil perbenzoat
(TBP), 2,5,dimetil heksane, dan dikumil peroksida.
Unsaturated Polyester Resin yang digunakan pada penelitian ini adalah seri
YUKALAC 157 BQTN-EX Series. Penggunaan resin jenis ini dapat dilakukan dengan
proses hand layup sampai dengan proses yang kompleks yaitu dengan proses
mekanik. Resin ini banyak digunakan dalam aplikasi komposit pada dunia industri
dengan pertimbangan harga relatif murah, curing yang cepat, warna jernih,
kestabilan dimensional dan mudah penanganannya (Billmeyer, 1984).
Katalis ini digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan serat
dalam komposit. Waktu yang dibutuhkan resin untuk berubah menjadi plastik
tergantung pada jumlah katalis yang dicampurkan. Dalam penelitian ini
menggunakan katalis metil etil keton peroksida (MEKP) yang berbentuk cair dan
berwarna bening. Semakin banyak katalis yang ditambahkan maka makin cepat pula
proses curingnya, tetapi apabila pemberian katalis berlebihan maka akan
menghasilkan material yang getas ataupun resin bisa terbakar. Penambahan katalis
yang baik 1% dari volume resin. Bila terjadi reaksi akan timbul panas antara 600900C. Panas ini cukup untuk mereaksikan resin sehingga diperoleh kekuatan dan
bentuk plastik yang maksimal sesuai dengan bentuk cetakan yang diinginkan
(Anonim, 2001).
2.4
Serat Alami
Seperti yang telah diketahui bahwa performa suatu bahan komposit
ditentukan tidak hanya melalui sifat kimia secara konstituen tetapi juga melalui
karakteristik geometriknya seperti panjang serat, diameter, bentuk dan orientasinya.
Sebagai contoh serat yang diorientasikan dalam satu arah dan searah dengan beban
sangat proporsional untuk kinerja suatu serat tersebut dengan orientasi volume dalam
arahnya. Kekuatan komposit sebenarnya ada pada seratnya. Daya rekat suatu serat
justru meningkat bila diameter mengecil, misalnya kekuatan tariknya, juga
modulusnya (Mulyadi, 2004).
Tiap serat mempunyai kemampuan tersendiri sehingga dalam pembuatan
komposit sangat penting untuk memperhatikan spesifikasi dari serat tersebut untuk
menyesuaikan dengan perlakuan yang diberikan. Umumnya bahan serat mempunyai
kekuatan yang lebih tinggi dari pada bahan matriksnya. Penggunaan serat pada
komposit bertujuan untuk dapat memperbaiki sifat dan struktur matriks yang tidak
dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matriks pada komposit
untuk menahan gaya yang terjadi. Serat sudah terkenal sejak dahulu karena struktur
yang kuat terutama kekuatan tariknya. Serat berdasarkan bahan pembentuknya ada
dua, yang pertama adalah serat alami (natural fibers) , yaitu serat yang berasal dari
hewan, tumbuhan, dan mineral. Serat alami banyak dimanfaatkan untuk bahan baku
pembuatan tekstil dan kertas. Kedua adalah serat sintesis (synthetic fibers) yaitu serat
buatan seperti nilon, rayon, acetates polyester, dan sebagainya (Mulyadi, 2004).
Terdapat beberapa perbedaan antara serat alam dan serat sintesis. Perbedaan
antara serat alam dan sintesis yaitu :
a) Kehomogenan
Serat sintesis memiliki sifat yang lebih homogen dibandingkan dengan serat
alam, karena serat sintesis ini memang sengaja dibuat dengan spesifikasi yang
telah ditentukan sebelumnya, sedangkan serat alam memang serat yang sudah
tersedia di alam. Maka yang didapat adalah yang sesuai dengan yang tersedia
di alam.
b) Kekuatan
Pada umumnya serat sintesis memiliki kekuatan tarik yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan serat alam, karena serat sintesis ini memang telah
direncanakan akan memilki kekuatan tertentu setelah dilakukan proses
produksi, sedangkan serat alam kekuatannya hanya tergantung dari yang
tersedia
di
alam
sehingga
kita
yang
harus
menyesuaikan
untuk
menggunakannya pada keperluan tertentu.
c) Kemampuan untuk diproses
Serat sintesis memiliki kemampuan untuk diproses yang lebih tinggi
dibandingkan serat alam.
d) Pengaruh terhadap lingkungan
Serat alam lebih bersifat ramah lingkungan dibandingkan serat sintesis,
karena serat alam ini berasal dari alam sehingga dapat dengan mudah terurai
di alam. Serat sintesis biasanya lebih banyak digunakan orang karena serat
sintesis ini memang telah memiliki ukuran kekuatan tertentu dan lebih
homogen sehingga lebih mudah untuk diaplikasikan untuk suatu material.
e) Harga
Jika tidak mempertimbangkan kesulitan dalam mengambil serat alam, maka
serat sintesis memilki harga yang lebih mahal, Karena serat sintesis ini harus
melewati proses produksi yang memerlukan biaya, berbeda dengan serat alam
yang memang sudah tersedia di alam.
(Zulfia, 2006)
Disini peneliti menggunakan serat dari serat buah pinang. Serat buah pinang
biasanya dibuang sebagai limbah. Komposit dari sumber daya alam yang dapat
diperbaharui menawarkan suatu potensi yang signifikan untuk suatu volume yang
tinggi dan rendah biaya. Serat buah pinang merupakan salah satu material natural
fibre alternatif dalam pembuatan komposit secara ilmiah pemanfaatannya masih
dikembangkan, karena belum ditemukan material komposit yang menggunakan serat
pinang. Serat buah pinang sekarang banyak digunakan dalam industri-industri mebel
dan kerajinan rumah tangga serta bahan obat tradisional karena selain mudah
didapat, murah, dapat mengurangi polusi lingkungan (biodegradability) sehingga
komposit
ini
mampu
mengatasi
permasalahan
lingkungan,
serta
tidak
membahayakan kesehatan. Pengembangan serat buah pinang sebagai material
komposit ini sangat dimaklumi mengingat dari segi ketersediaan bahan baku serat
alam Indonesia yang memiliki bahan baku yang cukup melimpah (Jenie, 2004).
Dibawah ini merupakan komposisi kimia serat buah pinang.
Tabel 2.1 Komposisi kimiawi serat buah pinang (Ruslinda, 2008)
Komposisi
Selulosa
Abu
Air
2.5
Kadar %
70,2
6,02
10,92
Papan Partikel (Particle Board)
Papan partikel adalah lembaran bahan yang mengandung ligno-selulosa
seperti keping, serpih, untai yang disatukan dengan menggunakan bahan pengikat
organik dan dengan memberikan perlakuan panas, tekanan, kadar air, katalis dan
sebagainya (FAO, 1997). Ada tiga ciri utama papan yang menentukan sifat-sifat
papan yaitu : (i) spesies dan bentuk partikel, (ii) kerapatan dan (iii) kandungan resin
dan penyebarannya. Kerapatan lembaran papan partikel merupakan faktor penting
yang banyak digunakan sebagai pedoman dalam memperoleh gambaran tentang
kekuatan papan yang diinginkan. Faktor utama yang mempengaruhi kerapatan adalah
berat jenis bahan baku dan pemadatan hamparan pada mesin pengempaan. Kerapatan
papan harus lebih tinggi daripada kerapatan bahan baku untuk mengahsilkan
kekuatan papan yang lebih baik (Sutigno, 2002). Semakin tinggi kerapatan
menyeluruh papan dari suatu bahan baku tertentu, semakin tinggi kekuatannya ,
namun sifat-sifat papan lain seperti kestabilan dimensi mungkin terpengaruh jelek
oleh naiknya kerapatan (Sutigno, 2002).
Penggunaan papan partikel sangat luas. Pada sejumlah pemakaian, papan
partikel digunakan sebagai pilihan lain terhadap kayu lapis. Umumnya papan partikel
dapat bersaing secara lebih efektif atas dasar kekuatannya daripada atas
ketegarannya. Papan partikel yang umum diproduksi adalah yang berkerapatan
sedang, sebab memberikan hasil yang optimum ditinjau dari segi mekanis,
pemakaian perekat dan aspek ekonomi lainnya (Sutigno, 2002).
2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Papan Partikel
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu papan partikel adalah sebagai
berikut:
1.
Berat jenis kayu
Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan berat
jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papannya baik.
Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan optimal sehingga kontak
antar partikel baik.
2.
Zat ekstraktif kayu
Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik
dibandingkan dengan papan dari kayu yang tidak berminyak. Zat ekstraktif
semacam itu akan mengganggu proses perekatan.
3.
Jenis Kayu
Jenis kayu (misalnya meranti kuning) yang kalau dibuat papan partikel emisi
formaldehidanya lebih tinggi dari jenis lainnya (misalnya meranti merah). Hal
ini masih diperdebatkan apakah karena pengaruh warna atau zat ekstraktif
atau pengaruh keduanya.
4.
Campuran jenis kayu
Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada di antara
keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena itu papan
partikel struktural dibuat dari satu jenis kayu daripada dari campuran jenis
kayu.
5.
Ukuran partikel
Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat dari
serbuk karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu, papan
partikel structural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif lebar.
(Sutigno, 2002).
2.5.2 Standar Mutu Papan Partikel
Standar acuan yang digunakan dalam pembuatan papan serat buah pinang
adalah Japanesse Industrial Standard (JIS) A 5908-2003. Standar ini mencakup
defenisi, istilah, klasifikasi, syarat mutu, cara pengukuran dimensi, cara pengambilan
contoh, cara pengujian, cara lulus uji, syarat penandaan dan cara pengemasan
(Sutigno, 2002). Tabel berikut menunjukkan nilai standar FAO, JIS dan SNI.
Tabel 2.2 Standar Mutu FAO, JIS 5908-2003 dan SNI untuk Papan Partikel
(Sutigno, 2002).
2.5.3 Karakteristik Papan Partikel Komposit
2.5.3.1 Pengujian Sifat Fisik
Untuk mengetahui sifat-sifat fisik papan partikel komposit dilakukan
pengujian kerapatan (ρ), kadar air (KA), pengembangan tebal (PT) dan daya serap air
(DSA) seperti berikut :
a) Pengujian Kerapatan
Kerapatan papan partikel ditetapkan dengan cara yang sama pada
semua standar, tetapi persyaratannya tidak selalu sama. Menurut Standar
Indonesia Tahun 1983 persyaratannya 0,50-0,70 g/cm3, sedangkan menurut
Standar Indonesia Tahun 1996 persyaratannya 0,50-0,90 g/cm3. Ada standar
papan partikel yang mengelompokkan menurut kerapatannya, yaitu rendah,
sedang, dan tinggi (Dyatro, 2010).
b)
Pengujian Kadar Air
Kadar
air
papan
partikel
tergantung
pada
kondisi
udara
disekelilingnya, karena papan partikel ini terdiri atas bahan-bahan yang
mengandung lignoselulosa sehingga bersifat higroskopis. Kadar air papan
partikel akan semakin rendah dengan semakin banyaknya perekat yang
digunakan, karena kontak antara partikel akan semakin rapat sehingga air
akan sulit untuk masuk diantara partikel kayu (Dyatro, 2010). Sutigno (2002)
menyatakan bahwa kadar air papan partikel ditetapkan dengan cara yang
sama pada semua standar, yaitu metode oven (metode pengurangan berat).
c) Pengembangan Tebal
Iswanto (2005) menjelaskan sifat pengembangan tebal papan partikel
merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan suatu papan komposit
yang
digunakan
untuk
keperluan
interior
dan
eksterior.
Apabila
pengembangan tebal suatu papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensi
produk tersebut rendah, sehingga produk tersebut tidak dapat digunakan
untuk keperluan eksterior dan sifat mekanisnya akan menurun dalam jangka
waktu yang tidak lama.
d) Daya Serap Air
Pada standar JIS A 5908 (2003) daya serap air tidak dipersyaratkan.
Penggunaan bahan aditif pada daya serap air mengakibatkan terjadinya
penurunan daya serap air. Hal ini sesuai dengan Han (1990) bahwa dengan
adanya kehadiran DCP maka akan membentuk reaksi dengan gugus OH.
Adanya dua reaksi ini menyebabkan ikatan yang kuat antara partikel kelapa
sawit dengan plastik PE sehingga air atau uap air tidak mudah masuk
kedalam papan partikel.
Pada umumnya semakin tinggi sifat pengembangan tebal maka
semakin tinggi pula sifat daya serap air, dan begitu juga sebaliknya semakin
rendah sifat pengembangan tebal papan maka semakin rendah pula sifat daya
serap airnya (Subiyanto, 2003).
2.5.3.2 Pengujian Sifat Mekanik
Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu bahan dilakukan beberapa
pengujian dengan mengacu pada standar yang digunakan.
a)
Modulus Patah
Sifat yang dimaksud adalah tingkat keteguhan papan partikel dalam
menerima beban tegak lurus terhadap permukaan papan partikel. Semakin
tinggi kerapatan papan partikel penyusunnya maka akan semakin tinggi sifat
keteguhan dari papan partikel yang dihasilkan (Haygreen dan Bowyer 1989).
Pengujian dilakukan sampai Sampel patah dengan alat penguji, UTM dengan
jarak sangga 15 cm. Contoh uji yang dipakai berukuran 20 cm x 5 cm. Nilai
modulus patah dipengaruhi oleh nilai kerapatan, semakin tinggi nilai
kerapatan maka semakin tinggi nilai modulus patahnya dan sebaliknya
(Dyatro, 2010).
b) Modulus Elastisitas
Pengujian kuat lentur (Modulus of Elasticity) disebut juga Modulus
Young pada lenturan ( Ef ) dilakukan bersama-sama dengan pengujian
keteguhan atau kuat patah, dengan menggunakan sampel uji yang sama.
Besarnya defleksi atau lenturan yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada
setiap selang beban tertentu, nilai MOE dihitung dengan rumus:
Ef =
Dimana :
Ef : Modulus of Elasticity (kgf/cm2)
P : berat beban (kgf)
L : jarak sangga (cm)
............................ (2.1)
b : lebar sampel uji (cm)
d : tebal sampel uji (cm)
ᵟ
: lenturan pada beban (cm)
(Sutigno, 2002).
c) Internal Bond
Keteguhan rekat internal (kuat tarik tegak lurus permukaan) umumnya
diuji pada keadaan kering, seperti pada Standar Indonesia tahun 1996. Pada
Standar Indonesia tahun 1983 pengujian tersebut dilakukan pada keadaan
kering untuk papan partikel mutu I (eksterior) dan mutu II (interior).
Pengujian pada keadaan basah, yaitu setelah direndam dalam air mendidih (2
jam) dilakukan hanya pada papan partikel mutu I saja (Puspita, 2008).
d)
Kuat Pegang Sekrup
Kuat pegang sekrup merupakan kemampuan suatu produk komposit
untuk menahan beban sekrup yang diberikan. Nilai kuat pegang sekrup
dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang dicapai dalam kilogram
(Erniwati, 2008).
2.6
Pengujian Komposit
Adapun jenis pengujian yang dilakukan adalah :
1. Pengujian kerapatan.
2. Pengujian kadar air.
3. Pengujian pengembangan tebal.
4. Pengujian penyerapan air.
5. Pengujian modulus patah.
6. Pengujian kuat pegang sekrup.
2.6.1
Pengujian Kerapatan
Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volome kering
udara, sampel uji berukuran 10cm x 10cm x 0,3cm ditimbang massanya, lalu diukur
rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volumenya. Kerapatan
sampel uji papan partikel komposit dihitung dengan rumus :
ρ=
............................... (2.2)
dimana :
ρ : kerapatan (gr/cm3)
m : massa sampel uji (gr)
v : volume sampel uji (cm3)
(Erniwati, 2008).
2.6.2
Pengujian Kadar Air
Kadar air dihitung dari massa sampel uji sebelum dan sesudah di oven dari
sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 0,3cm dengan rumus :
KA =
x 100%....................... (2.3)
Dimana :
KA : kadar air (%)
m1 : massa awal sampel uji (gr)
m2 : massa akhir sampel uji (gr)
(Erniwati, 2008).
2.6.3
Pengujian Pengembangan Tebal
Pengembangan tebal dihitung atas tebal sebelum dan sesudah perendaman
dalam air selama 24 jam pada sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 0,3cm, dengan
rumus :
PT =
................... (2.4)
Dimana :
PT : pengembangan tebal (%)
T1 : tebal sampel uji sebelum perendaman (cm)
T2 : tebal sampel uji sesudah perendaman (cm)
(Erniwati, 2008).
2.6.4
Pengujian Daya Serap Air
Daya serap air papan partikel dilakukan dengan mengukur selisih berat
sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Daya serap air
tersebut dihitung dengan rumus :
DSA =
.......... (2.5)
Dimana :
DSA : daya serap air (%)
B1
: berat contoh uji sebelum perendaman
B2
: berat contoh uji setelah perendaman
(Erniwati, 2008).
Gambar 2.1 menunjukkan mekanisme penyerapan. Menurut mekanisme ini,
suatu ikatan akan terbentuk apabila molekul-molekul polimer meresap dari suatu
permukaan ke dalam struktur molekul permukaan yang satu lagi. Kekuatan ikatannya
bergantung kepada jumlah kekusutan molekul dan jumlah molekul yang terlibat.
Jumlah penyerapan tergantung pada konformasi molekul, bagian yang terlibat dan
kemudahan pergerakan molekul. Selain itu, penyerapan juga dapat ditingkatkan
dengan menambahkan pelarut dan plastisizer (Hull dan Schwarzt dalam Hanafi,
2004).
Gambar 2.1 Mekanisme Penyerapan
(Hull dan Schwarzt dalam Hanafi, 2004)
2.6.5
Pengujian Modolus patah
Modolus patah (MOR) adalah suatu sifat mekanis papan yang menunjukkan
kekuatan dalam menahan beban. Untuk memperoleh nilai Modolus patah, maka
pengujian pembebanan dilakukan sampai uji patah. Rumus yang digunakan :
MOR =
................................. (2.6)
Dimana :
MOR : modolus patah (kgf/ cm2)
P
: beban maksimum (kgf)
b
: lebar contoh uji (cm)
L
: jarak sangga (15 cm)
h
: tebal contoh uli (cm)
(Erniwati, 2008).
2.6.6
Pengujian Kuat Pegang Sekrup
Cara pengujian kuat pegang sekrup dilakukan dengan cara memasang sekrup
berukuran panjang 10 mm dan diameter 2 mm. Sekrup tersebut ditancapkan ke dalam
papan komposit sedalam 3 mm kemudian dicabut dengan UTM. Gaya yang
dibutuhkan untuk mencabut sekrup menunjukkan kekuatan papan dalam memegang
skrup (Erniwati, 2008).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitihan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara
3.2
Bahan
3.2.1
Resin Poliester Tak Jenuh
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Resin Poliester Tak Jenuh
diperoleh dari toko peralatan dan bahan kimia Cv. Rudang Jaya dengan data teknis
sebagai berikut:
1. Densitas (ρ)
: 1363 kg/m3
2. Kekuatan tarik (σ)
: 13,97 N/mm2
3. Modulus elastisitas (E)
: 1,24.103 N/mm2
4. Poison rasio (υ)
: 0,33
(merk dagang YUKALAC 157 BQTN-EX)
3.2.2
Metil Etil Keton Peroksida (MEKP)
Metil Etil Keton Peroksida (MEKP) sebagai katalis diperoleh dari toko
peralatan dan bahan kimia Cv. Rudang Jaya yang memiliki sifat-sifat sebagai
berikut:
1. Wujud
: Larutan
2. Viskositas (300C)
: 0,39 Cp
3. Densitas
: 2030 kg/m3
4. Bersifat korosif
(Geankoplis, 2003)
3.2.3
Serat Buah Pinang
Serat buah pinang yang digunakan berasal dari masyarakat Kotamadya Binjai
yang tidak dimanfaatkan lagi. Sebelum digunakan sebagai pengisi, terlebih dahulu
dilakukan pengeringan serat pada ruangan terbuka (sinar matahari) sampai kadar air
konstan, yang bertujuan untuk menghilangkan kelembaban dari serat buah pinang
tersebut. Setelah itu dihaluskan pada ballmill dengan ukuran partikel 50 mesh dan
100 mesh, dan dibentuk papan partikel dengan perbandingan serat buah pinang
terhadap poliester adalah 1:1 dan 1:2.
3.3
Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan adalah :
1. Beaker glass 500 ml
2. Spatula
3. Neraca analitik
4. Aluminium foil
5. Ayakan
6. Plat besi sebagai pencetak
7. Ballmill
8. Alat pengempa / Hot press
3.4
Diagram kerja
Resin Poliester
Tak Jenuh
Serat pinang
50 mesh dan 100 mesh
MEKP
1%
Dibentuk menjadi papan partikel
dengan tebal 3 mm
Diaduk menggunakan spatula
Dicampur
Dicetak di hotpress
Diperoleh papan komposit
dengan panjang 300 mm
Spesimen
Uji
Kerapatan
Kadar Air
Pengembangan
Tebal
Penyerapan
Air
Modulus
Patah
Kuat
Pegang
Sekrup
3.5
Prosedur Percobaan
3.5.1
Penyiapan Serat Buah Pinang sebagai Bahan Pengisi Penguat
(reinforcing filler)
Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan serat buah
pinang dengan ukuran 50 dan 100 mesh dan kadar air yang konstan, kemudian
dibuat dalam bentuk papan partikel dengan ukuran ketebalan 3 mm dan panjang 300
mm. Adapun perlakuan awal pada serat buah pinang adalah menghaluskan serat buah
pinang dengan menggunakan ballmill dan kemudian melakukan pengayakan untuk
mendapat ukuran serat pinang yang diinginkan, yaitu 50 dan 100 mesh dan serat
buah pinang tersebut dibentuk papan partikel dengan ketebalan 3 mm dengan
panjang 300 mm.
3.5.2
Penyiapan Poliester dan Pembentukan Komposit
Penyiapan poliester sebagai matriks dan MEKP (metil etil keton peroksida)
disiapkan sebagai katalis. Resin poliester yang telah disiapkan dicampur dengan
MEKP (metil etil keton peroksida) dengan 1 % dari berat resin poliester. Ke dalam
cetakan yang terlebih dahulu dilapisi aluminium foil dimasukkan serat buah pinang
dengan variasi ukuran yaitu 50 dan 100 mesh, dan serat buah pinang yang dibentuk
papan partikel kemudian dituangkan campuran matriks poliester dan katalis MEKP,
dengan perbandingan berat serat buah pinang terhadap resin polister adalah 1:1 dan
1:2. Cetakan ditutup agar permukaan komposit menjadi rata. Kemudian cetakan
dimasukkan ke dalam kempa panas (hot press) lalu dipreheating selama 25 menit
pada suhu 400C – 500C, lalu dibiarkan di udara terbuka dan kemudian diuji sifat
mekaniknya.
3.5.3
Pengujian Komposit
Paramater kualitas papan yang diuji adalah kerapatan, kadar air,
pengembangan tebal, daya serap air, keteguhan patah (Modulus Patah), dan kuat
pegang sekrup. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang
dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan
tertentu. Pola pemotongan uji seperti pada gambar berikut :
Gambar 3.2 Pola pemotongan contoh uji
(Erniwati, 2008).
Keterangan:
1 dan 2 = contoh uji untuk MOR (Modulus Patah)
3 dan 4 = contoh uji daya serap air, dan pengembangan tebal ( 5cm x 5cm)
5
= contoh uji kuat pegang sekrup (10 cm x 5 cm)
6
= contoh uji kerapatan dan kadar air (10 cm x 10 cm)
(Erniwati, 2008).
3.5.3.1 Pengujian Kerapatan
Kerapatan papan partikel dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara
contoh uji dengan menggunakan rumus :
ρ=
dimana :
............................... (3.1)
ρ : kerapatan (gr/cm3)
m : massa sampel uji (gr)
v : volume sampel uji (cm3)
(Erniwati, 2008).
3.5.3.2 Pengujian Kadar Air
Penentuan kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal
contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu
103 ± 20 C. Kadar air papan dihitung dengan rumus :
KA =
x 100%....................... (3.2)
Dimana :
KA : kadar air (%)
m1 : massa awal sampel uji (gr)
m2 : massa akhir sampel uji (gr)
(Erniwati, 2008).
3.5.3.3 Pengujian Pengembangan Tebal
Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal sebelum dan
setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Pengembangan tebal dihitung
dengan rumus:
PT =
................... (3.3)
Dimana :
PT : pengembangan tebal (%)
T1 : tebal sampel uji sebelum perendaman (cm)
T2 : tebal sampel uji sesudah perendaman (cm)
(Erniwati, 2008).
3.5.3.4 Pengujian Daya Serap Air
Daya serap air papan partikel dilakukan dengan mengukur selisih berat
sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Daya serap air
tersebut dihitung dengan rumus :
DSA =
.......... (3.4)
Dimana :
DSA : daya serap air (%)
B1
: berat contoh uji sebelum perendaman
B2
: berat contoh uji setelah perendaman
(Erniwati, 2008).
3.5.3.5 Pengujian Modulus Patah
Penentuan nilai modulus patah dilakukan dengan menggunakan mesin
penguji Universal Testing Machine (UTM). Jarak sangga yang digunakan pada
mesin adalah 15 cm, seperti terlihat pada Gambar 3.3
Keteguhan patah dihitung dengan rumus :
MOR =
................................. (2.6)
Dimana :
MOR : modolus patah (kgf/ cm2)
P
: beban maksimum (kgf)
b
: lebar contoh uji (cm)
L
: jarak sangga (15 cm)
h
: tebal contoh uji (cm)
L
: Panjang contoh uji (20 cm)
I
: Jarak sangga (15 cm)
h
: Tebal contoh uji (0,3 cm)
b
: Lebar contoh uji (5 cm)
Gambar 3.3 Pengujian Keteguhan Patah Papan Kompsit
(Erniwati, 2008)
3.5.3.6 Pengujian Kuat Pegang Sekrup
Cara pengujian kuat pegang sekrup dilakukan dengan cara memasang sekrup
berukuran panjang 16 mm dan diameter 3,1 mm. Sekrup tersebut ditancapkan ke
dalam papan komposit sedalam 3 mm kemudian dicabut dengan UTM. Gaya yang
dibutuhkan untuk mencabut sekrup menunjukkan kekuatan papan dalam memegang
skrup (Erniwati, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Tony. 2010. Pemanfaatan Selulosa dari Limbah Rumput Laut (Gelidiella
acerosa ) sebagai Boikomposit yang Ramah Lingkungan. http://tonyachmad
-sepatu.blogspot.com/2010/11/pemanfaatan-selulosa-dari-limbahrumput.html
Anonim. 2001. Technical Data Sheet. Justus Kimia Raya
Bilmeyer,F,1984.Text Book of Polymer Science, Newyork, shonwiley & sons.
Bramantyo. 2008. Pengaruh Konsentrasi Serat terhadap Kekuatan Komposit. http://
www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1teknikkapal/206211004/bab2.pdf
Budinski Keneth G.,2003. Engineering Material Properties and Selection, Prentice
Hall, New Jesey
Cowd,M.A. 1991.Kimia Polimer,terjemahan oleh Firman,H.ITB,Bandung
Davis, Harmer E.,1982 The Testing of Engineering Material, Mc-Granhill, Inc New
York
Diharjo, K.dan Triyono. 1999, The Effect of Alkali Treatment on Tensile Properties
of Random Kenaf Fiber Reinforced Polyester Composite, Part III of
Doctorate Dissertation Research Result, Post Graduate Study, Indonesia :
Gadjah Mada University
Dyatro.2010.
Papan
Partikel.
http://dyatrodoank.blogspot.com/2010/11/papan-
partikel.html.
Erniwati. 2008. Pengembangan Papan Komposit Berlapis Anyaman Bambu Dari
Jenis Kayu Cepat Tumbuh Dengan Perekat Poliuretan. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor : Bogor
Farid, M. 2004. Analisa Perilaku Elastik Material Komposit FRP Laminat
Berpenguat Serat Natural Orientasi Acak. SNTM ITS : Surabaya.
Geankoplis, C.J. 2003. Transport Processes and Separation Processes Principles.
Ally and Bacon: New York.
Gibson, F.R., 1994. Principles of Composite Material Mechanism, International
Edition II, McGraw Hill, New York
Gunawan, Agus. 2008.Panduan Untuk Komposit. http://www.wordpress.com
Hanafi, I. 2004. Komposit Polimer Diperkuat Pengisi dan Gentian Pendek Semula
Jadi. Universitas Sains Malaysia: Malaysia.
Hull, D. 1981. An Introduction to Composite Materials. Cambridge University Press:
New York.
Ishak, M. 1998. Penggunaan Matriks Komposit Polietilena Hantaman Tinggi
(HDPE). Jurusan Teknik Material, ITS: Surabaya.
Iswanto A.H, 2005. Upaya pemanfaatan serbuk gergaji kayu sengon dan limbah
plastik polyprophylena sebagai langkah alternatif untuk mengatasi
kekurangan kayu sebagai bahan bangunan. Jurnal Komunikasi Penelitian
17(3): 24-27.
Jamasri dkk. 2005. Kajian Sifat Tarik Komposit Serat Buah Sawit Acak Bermatrik
Polyester. http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=4216.
Jenie. 2004. Serat Buah Pinang. Universitas Sains Malaysia: Malaysia.
Judawisastra, Hermawan. 2008. Material Komposit Tangguh Berbasis Serat Alam.
http://wagenugraha.wordpress.com/2008/09/21/material-komposit-tangguhberbasis-serat-alam/
Jufri, Moh. 2007. Pembuatan Komposit Berbasis Polyester dengan Penguat Serat
Alam. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah
Malang. Malang
Kaw, K., Autur, 1997. Mechanics of Composite Materials, CRC Press, Boca Raton
Maloney
TM.
1993.
Modern
Particleboard
and
Dry
ProsesFiberboard
manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman. inc
Mujiyono dan Didik Nurhadiyanto. 2009. Pemanfaatan Serat Daun Nanas Sebagai
Penguat Material Komposit. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, UNY:
Yogyakarta.
Mulyadi, D. 2004. Penggunaan Serat Rotan Sebagai Penguat Pada Komposit
Departemen Teknik Mesin, ITB: Bandung
Purboputro, P.I. 2008. Pengaruh Panjang Serat Terhadap Kekuatan Impak Komposit
Enceng Gondok dengan Matriks Poliester. Jurusan Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.
Puspita, Riesya, dkk. 2008. Papan Partkel Tanpa Perekat (Blnderles Particleboard)
Dari Limbah Industri Penggergajian. PKM Penelitan. Institut Pertanian
Bogor : Bogor
Rulinda, Rumintang. 2008. Kandungan Serat Buah Pinang. Institut Teknologi
Bandung: Bandung.
Schwartz, M.M dalam Ismail. 1992. Composites Materials Handbook. Edisi Ke-2.
New York: Mc.Graw-Hill Inc.
Subiyanto, B., Raskita, S., dan Efendy, H. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa
sebagai Bahan Penyerap Air dan Oli Berupa Panel Papan Partikel. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 1.
Surdia, T., dan Saito, S., 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. Dainippon Gita Karya
Printing : Jakarta
Sutigno, 2002. Komposit Papan Partikel. Universitas Sumatera Utara. Medan
Taurista, A.Y., Agita, O.R. dan Khrisna, H.P. 2004. Komposit Laminat Bambu Serat
Woven Sebagai bahan Alternatif Pengganti Fiber Glass Pada Kulit Kapal.
Jurusan Teknik Material, ITS: Surabaya.
Wicakson, Arif.2006,Karakterisasi Kekuatan Bending Berpenguat Kombinasi Serat
kenaf acak dan Anyam.Jurusan Teknik Mesin.UNS:semarang
Wulandari, R. 2009. Komposit Kenaf-Polipropilena: Fashio
Zulfia, Anne. Kuliah Material Komposit, Departemen Metalurgi dan Material FTUI.
2006. Depok, Indonesia
LEMBAR PENGESAHAN
HASIL PENELITIAN
PENGARUH KONSENTRASI KATALIS METIL ETIL KETON
PEROKSIDA (MEKPO) DAN UKURAN PARTIKEL SEKAM PADI
TERHADAP KOMPOSIT POLIESTER
PENELITI
SANJAYA HUTAPEA (060405009)
BOY SANDI SIANIPAR (060405025)
DISETUJUI OLEH
Medan,
Koordinator Penelitian
(Dr. Ir. Halimatuddahliana, ST, M.Sc)
NIP : 19730408 199802 2 002
1 002
November 2010
Dosen Pembimbing
(Dr.Ir. M. Yusuf Ritonga, MT)
NIP :19620819 198903
Download