Uploaded by edy_jambormias

@@Orasi Dies Natalies 2017 23 03 2017

advertisement
PEMULIAAN TANAMAN UNTUK
KEBERLANJUTAN
SISTEM PERTANIAN KEPULAUAN DI MALUKU
Oleh :
Dr. Ir. Edizon Jambormias, M.Si.
Pemulia Tanaman dan Staf Pengajar
Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Pattimura
email: [email protected]
DISAMPAIKAN PADA
RAPAT SENAT TERBUKA DAN DIES NATALIS
UNIVERSITAS PATTIMURA KE - 54
Ambon, 20 April 2017
Assalamu alaikum, Salam Sejahtera bagi kita semua, Shaloom!
Yth. Gubernur Maluku
Ysh. Rektor Universitas Pattimura
Ysh. Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi Maluku
Ysh. Pimpinan TNI dan Polri dalam Wilayah Maluku
Ysh. Penjabat Walikota Ambon
Ysh. Pimpinan DPRD Provinsi Maluku
Ysh. Pimpinan DPRD Kota Ambon
Ysh. Koordinator Kopertis Wilayah XII
Ysh. Para Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta Kota Ambon
Ysh. Para tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat
Ysh. Dewan Penyantun Universitas Pattimura
Ysh. Para Anggota Senat Universitas Pattimura
Ysh. Para Pejabat di Lingkungan Universitas Pattimura
Ysh. Para Dosen dan Pegawai Universitas Pattimura
Ysh. Ikatan Alumni Universitas Pattimura
Ysh. Para Tamu Undangan dan Wisudawan beserta Orang Tua yang
berbahagia
Segala puji dan syukur patut kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa dan Maha Pengasih serta Maha Penyayang atas segala
limpahan karunia dan kasihNya yang tak terhitung dan tak terhingga kepada
kita sekalian, sehingga pada hari ini kita berkumpul di ruangan yang megah
ini, dalam rangka Dies Natalies ke - 54 dan Wisuda Sarjana Universitas
Pattimura Ambon. Pada kesempatan yang berbahagia ini, di hadapan Senat
Universitas Pattimura, perkenankan saya, menyampaikan Orasi Ilmiah
dalam rangka Dies Natalies ke-54 Universitas Pattimura Ambon ini, dengan
judul:
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian
Kepulauan di Maluku
Orasi ilmiah ini merupakan selayang pandang pemikiran saya
sebagai Dosen dan Peneliti bidang Pemuliaan Tanaman pada Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Pattimura mengenai
kontribusi pemuliaan tanaman bagi masa depan sistem pertanian Kepulauan
di Maluku khususnya menyongsong beroperasinya Blok Marsela dan
menghadapi dampak negatif perubahan iklim bagi penyediaan pangan untuk
manusia pulau-pulau kecil di Kepulauan Maluku.
Tema pemuliaan tanaman dalam mendukung sistem pertanian di
pulau-pulau kecil menyongsong pengelolaan Blok Marsela dan menghadapi
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
1
perubahan iklim terasa penting untuk dibicarakan secara serius. Kehadiran
Blok Marsela tidak hanya memberikan berkah, tetapi juga membuka
peluang bisnis termasuk bisnis hasil pertanian. Sebaliknya ancaman
perubahan iklim semakin nyata dan juga memberikan dampak bagi
ketersediaan pangan yang perlu untuk disiasati dari sekarang. Namun,
sebelum mengulas tema ini lebih jauh, dirasakan perlu untuk mengenal
pemuliaan tanaman sebagai salah satu solusi dalam sistem pertanian
kepulauan, sistem pertanian kepulauan itu sendiri, dan kontribusi pemuliaan
tanaman bagi sistem pertanian kepulauan memberikan kedaulatan pangan di
Maluku, khususnya menyongsong beroperasinya Blok Marsela dan
menghindarkan manusia pulau-pulau kecil dari kelaparan akibat perubahan
iklim.
Semoga apa yang akan saya sampaikan ini membuka kesadaran kita
tentang bahaya besar kelaparan yang dapat terjadi ketika kita mengikuti arus
deras globalisasi yang perlahan-lahan membawa kita meninggalkan
pertanian kepulauan dan berada pada “zona nyaman” ketergantungan
terhadap suplay pangan dari luar Maluku. Mungkin, ketika pangan sudah
tidak lagi tersedia akibat dampak perubahan iklim, barulah manusia
menyadari bahwa semua teknologi ciptaannya dan segala pengetahuan
miliknya tidak dapat menyelamatkannya dari bahaya kelaparan.
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian
Kepulauan di Maluku
Oleh
Edizon Jambormias
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Pattimura
Ambon
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
2
Pendahuluan
Apa itu pemuliaan tanaman? Pemuliaan tanaman mungkin
menandai lahirnya budidaya tanaman ketika manusia pra sejarah yang
nomaden mulai hidup menetap. Sebelum menetap, kebutuhan hidup
manusia pra sejarah dipenuhi dengan cara berburu, mencari ikan dan
mengumpulkan bahan-bahan makanan dari tanaman liar berupa biji-bijian,
umbi-umbian dan buah-buahan. Periode ini dikenal sebagai periode
pengumpulan makanan dari alam dan akan berpindah dari satu tempat ke
tempat lainnya apabila sumber makanan, khususnya berupa hasil tumbuhan
tidak lagi tersedia. Lambat laun manusia purba itu mulai menyadari bahwa
biji yang jatuh di atas tanah dapat tumbuh menjadi tumbuhan baru dan
akan menghasilkan biji pula. Mereka mulai menetap dan membuang biji
disekitar tempat pemukiman mereka dengan tujuan untuk mengambil hasil
panen pada musim berikutnya. Periode mulai berlangsungnya domestikasi
tanaman ini melahirkan periode menetap yang menandai munculnya
pertanian primitif awal. Koleksi biji dari hutan yang ditanam di sekitar
tempatnya menetap ini terus berlangsung. Saat melihat bahwa biji-bijian
yang tumbuh sebagai tanaman-tanaman baru itu berbeda penampilannya
(beragam), manusia pra sejarah ini lalu membuang tanaman-tanaman yang
jelek dan mempertahankan tanaman-tanaman yang unggul. Tanpa sadar
manusia pra sejarah ini telah melakukan seleksi untuk memilih suatu
varietas unggul dari dalam suatu keragaman genetik. Koleksi,
keragaman genetik, dan seleksi untuk memperoleh varietas unggul baru
inilah yang dikenal sebagai pemuliaan tanaman. Sentuhan ilmu dan
teknologi ke dalam kegiatan pemuliaan tanaman ini selanjutnya melahirkan
pemuliaan tanaman sebagai suatu bidang ilmu terapan. Kontribusi terbesar
pemuliaan tanaman adalah melahirkan revolusi hijau yang berhasil
memerangi kelaparan di banyak negara-negara sedang berkembang pada
abad ke-19.
Pemuliaan tanaman dapat berperan penting untuk mendukung
sistem pertanian kepulauan1 di Maluku melalui penyediaan varietas
ungul baru yang sesuai dengan lingkungan pulau-pulau kecil. Sistem
pertanian kepulauan berkembang dari sistem pertanian lokal yang sesuai
dengan karakteristik pulau-pulau kecil yang unik dan khas, baik sifat
ekologis, geokultural maupun sosial ekonomi (Watloly, 2013). Sistem ini
1
Sistem pertanian kepulauan pertama kali dikemukakan oleh almarhum Prof. Dr. J.L.
Nanere, M.Sc. dalam orasi guru besarnya untuk mendeskripsikan suatu sistem pertanian
pulau-pulau kecil dengan karakteristik yang unik dan khas di Maluku
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
3
telah berhasil memelihara keragaman genetik yang besar, khususnya
tanaman-tanaman perkebunan dan buah-buahan dalam sistem dusung di
Maluku Tengah [Pulau Ambon, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng),
Seram Bagian Barat (SBB), dan Seram Bagian Timur SBT)], maupun
tanaman-tanaman pangan, sayur-sayuran, dan buah-buahan umur pendek
(annual dan biennial) maupun umur panjang (perennial) di Pulau Buru dan
Maluku Tenggara [Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra),
Kepulauan Aru, Maluku Tenggara Barat (MTB) dan Maluku Barat
Daya(MBD)].
Budidaya tanaman dalam sistem pertanian kepulauan
mengandalkan pengolahan tanah minimum (minimum tillage) atau tanpa
pengolahan tanah (no tillage) dan tanpa input dari luar (without external
input) atau dengan input luaran rendah (low external input). Namun
sayangnya, perkembangan pertanian berbasis revolusi hijau yang
mengandalkan pupuk dan pestisida sintetik, secara perlahan menggeser dan
mereduksi sistem pertanian kepulauan. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan
daya saing sistem pertanian kepulauan, maka revolusi hijau lestari yang
digagas untuk merevolusi revolusi hijau (Poerwanto et al., 2012), dapat
digunakan untuk memberikan inovasi pada sistem pertanian kepulauan.
Revolusi hijau lestari menganut paradigma bahwa suatu varietas baru yang
diciptakan pemulia tanaman harus sesuai dengan lingkungan spesifik suatu
lokasi dan tindak agronomis pengelolaan lingkungan ditekan seminimum
mungkin. Dengan demikian, pekerjaan pemuliaan tanaman dalam sistem
pertanian kepulauan adalah merakit varietas-varietas baru spesifik lokasi
yang sesuai dengan sistem pertanian kepulauan itu sendiri. Konteks ini
terasa sangat penting khususnya untuk mempersiapkan sistem pertanian
kepulauan yang dapat menciptakan kedaulatan pangan di Maluku,
mendukung program tol laut pemerintah, dan lebih khusus lagi adalah
untuk mensuplai pangan bagi Pengelolaan Blok Marsela yang sudah di
ambang pintu.
Blok Marsela merupakan suatu blok pengelolaan gas bumi yang
ada di bumi Provinsi Maluku, yaitu di antara Kabupaten MTB dan MBD.
Selain proyek liquefied natural gas (LNG), sudah hampir disepakati antara
pemerintah dan Inpex bahwa pengembangan blok ini juga meliputi proyek
petrokimia dan pabrik pupuk yang diperkirakan akan berlangsung 7-10
tahun ke depan dan menyerap sedikitnya 12000 tenaga kerja (Menko
Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, 2016). Serapan tenaga kerja di atas
belum termasuk tenaga teknis LNG yang mencapai 39000 tenaga kerja
langsung dan 370000 tenaga kerja tidak langsung (Ristekdikti, 2017).
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
4
Jumlah ini belum termasuk ribuan tenaga kerja dari industri-industri non
minyak dan gas yang bakal hadir di Maluku sebagai dampak dari hadirnya
tiga proyek besar ini. Besarnya tenaga kerja ini membutuhkan kebutuhan
pangan yang besar untuk mensuplai karbohidrat, protein, vitamin, mineral
dan serat melalui ketersediaan tanaman pangan, sayur-sayuran, buahbuahan, daging dan telur bagi Blok Marsela. Pemuliaan tanaman berperan
menyumbang ketersediaan tanaman pangan, buah-buahan dan sayursayuran melalui kesiapan industri hulu agribisnis, yaitu penyediaan varietas
unggul dan produksi benih.
Pemanasan global (global warming) merupakan tantangan besar
lainnya yang menuntut kesiapan sistem pertanian kepulauan menghadapi
perubahan iklim (climate changes), dimana peningkatan suhu
menyebabkan lingkungan pertanian optimal dapat berubah menjadi
bercekaman. Pengaruh ini akan sangat terasa bagi pulau-pulau kecil yang
cenderung rentan (vulnerable) terhadap gangguan dari luar. Bila keadaan
ini terjadi, maka berbagai plasma nutfah dari berbagai spesies tanaman
harus berevolusi untuk dapat beradaptasi terhadap lingkungan baru yang
bercekaman. Evolusi memerlukan waktu untuk menapis berbagai plasma
nutfah baru yang adaptif, tetapi belum tentu bernilai ekonomis. Oleh sebab
itu, juga diperlukan usaha-usaha revolusioner melalui pemuliaan tanaman
untuk merakit varietas atau spesies tanaman-tanaman baru yang dapat
beradaptasi pada lingkungan bercekaman baru yang timbul sebagai akibat
dari perubahan iklim.
Perakitan suatu varietas unggul baru memerlukan sumber daya
manusia yang kompeten dalam bidang pemuliaan tanaman dan infra
struktur pendukung program pemuliaan tanaman serta produksi benih
(termasuk bibit). Konsekuensinya, pemulia tanaman dalam sistem
pertanian kepulauan harus memiliki kompetensi untuk merekayasa
tanaman menjadi varietas baru dan dapat memproduksi benih tanaman
secara biologis (dari tanaman itu sendiri) maupun melalui teknologi
enkapsulasi (dalam bioteknologi tanaman). Agar memiliki kompetensi
seperti itu, maka seorang pemulia tanaman harus menguasai ilmu-ilmu
dasar dan terapan seperti genetika, sitogenetika, genetika populasi,
genetika kuantitatif, konservasi genetika tanaman, pemuliaan tanaman,
bioteknologi tumbuhan, ilmu dan teknologi benih, rekayasa genetika
tanaman, fitopatologi tanaman, entomologi tanaman, fisiologi tanaman dan
agronomi. Demikian pula harus tersedia infrastruktur kebun koleksi, kebun
percobaan dan laboratorium-laboratorium yang bertalian dengan ilmu-ilmu
di atas untuk mendukung pendidikan pemuliaan tanaman di Maluku.
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
5
Tujuan penulisan ini adalah mendisikripsikan secara umum
mengenai sistem pertanian kepulauan di Maluku, pemuliaan tanaman
dalam kaitannya dengan revolusi hijau dan revolusi hijau lestari, inovasi
pemuliaan tanaman bagi sistem pertanian kepulauan, metode seleksi yang
dapat menghasilkan varietas baru pada generasi awal untuk pulau-pulau
kecil yang rentan, kesiapan sistem pertanian kepulauan mendukung
pengelolaan Blok Marsela, kesiapan sistem pertanian kepulauan
menghadapi munculnya lingkungan bercekaman karena perubahan iklim
global, dan pengembangan pendidikan dan infrastruktur yang diperlukan
dalam penyelenggaraan pendidikan pemuliaan tanaman untuk
menghasilkan suatu varietas atau spesies baru yang sesuai dengan sistem
pertanian kepulauan.
Sistem Pertanian Kepulauan di Maluku
Apa itu sistem pertanian kepulauan? Sistem pertanian kepulauan
merupakan suatu sistem yang mengintegrasikan pengelolaan komponen
fisik dan biofisik gugus pulau dan telah menerapkan revolusi hijau lestari
yang produktif dan menjamin keberlanjutan ekologis (ecological
sustainability), sosial (social sustainability) dan ekonomis (economic
sustainability) pulau-pulau kecil di wilayah kepulauan. Gugus pulau ini
melibatkan konektivitas antara pulau-pulau kecil berbasis kedekatan
aksesibilitas dan kesamaan sumber daya alam, sosial, dan budaya dengan
suatu atau beberapa pusat ekonomi wilayah. Pengelolaan agroekosistem
yang menganut prinsip pertanian berkelanjutan dengan input luaran rendah
(low external input sustainable agriculture, LEISA) (Reijntjes et al., 1992;
Sopandie, 2012) menjadi karakter utama sistem pertanian kepulauan.
Teknologi biointensifikasi, yaitu suatu teknologi pertanian intensif yang
menggunakan bahan-bahan biologis dan pengelolaan lingkungan untuk
membentuk kembali ekosistem pertanian alami yang produktif dan
berkelanjutan (Jambormias, 2016) dapat digunakan sepenuhnya dalam
sistem pertanian kepulauan berbasis LEISA. Bentuk-bentuk teknologi
biointensifikasi ini diantaranya adalah: penanaman pupuk hijau yang
mampu menyediakan hara dalam periode singkat (± 1 tahun) selama
pemberaan, pengembangan budidaya lorong (alley cropping) melalui
Kebun Intensif Hayati (bio-intensive gardening, BIG), pengembangan
budidaya lorong melalui agroforestry dan integrasi tanaman ternak
(agropasture), pengembangan budidaya lorong di lahan miring (Sloping
Agricultural Land Technology, SALT) untuk tanaman perennial, dan
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
6
pengembangan teknologi rounders type (Reijntjes et al., 1992; Jumin et al.,
2014).
Secara umum sebagai suatu sistem pertanian dalam keadaan
lingkungan yang alami, maka sistem pertanian kepulauan memiliki
karakteristik sebagai berikut: (a) umumnya tindak agronomis pengolahan
tanah menganut prinsip tanpa olah tanah atau dengan olah tanah minimum
untuk mereduksi erodibilitas, (b) sangat rendah menerima input (pupuk dan
pestisida sintetik) dari luar yang menghasilkan cemaran beracun bagi
tanaman, (c) budidaya lorong memerlukan tanaman-tanaman annual atau
biennial yang beradaptasi dengan cekamanan naungan dari tanaman
perennial, (d) hasil panen tanaman yang dibudidaya dapat disimpan lama
untuk tujuan transportasi, (e) kondisi tanaman annual atau biennial yang
ternaungi tanaman perennial berada dalam keadaan lembab sehingga
mudah terserangan hama dan penyakit, (f) terjadi kompetisi antara tanaman
dan rumput makanan ternak dengan gulma untuk memperoleh cahaya dan
hara, (g) dan postur atau ideotipe tanaman budidaya sedapat mungkin
sesuai dengan perilaku petani dalam sistem pertanian kepulauan di Maluku.
Pemuliaan Tanaman dalam Revolusi Hijau dan Revolusi Hijau Lestari
Pemuliaan tanaman memberikan kontribusi sangat besar bagi umat
manusia ketika melahirkan revolusi hijau. Suatu revolusi yang berhasil
mematahkan ramalan Thomas Robert Malthus dalam An Essay on the
Principle of Population di tahun 1798 tentang bencana kelaparan di dunia
pada abad ke-19, dan hingga saat ini merupakan lokomotif utama yang
menggerakkan gerbong agribisnis melalui penyediaan varietas unggul baru.
Pemulia tanaman Norman Borlaug mengawali sukses pemuliaan tanaman
dalam revolusi hijau pada tahun 1960 dengan menghasilkan suatu varietas
gandum ajaib berdaya hasil tinggi. Varietas yang ditanam secara ekstensif
di Meksiko, India dan Pakistan ini berhasil mengatasi kelaparan di negaranegara yang masuk kategori sedang berkembang saat itu, khususnya di
Asia, Afrika dan Amerika Latin. Keberhasilan penerima hadiah Nobel
tahun 1970 di bidang pangan ini menginspirasi para pemulia tanaman di
International Rice Research Institute (IRRI), Los Banos, Filipina, yang
berhasil merakit varietas padi ajaib IR5 dan IR8 berdaya hasil tinggi yang
merupakan tonggak sejarah revolusi hijau (Adnyana, 2005). Saat ini, para
pemulia tanaman telah berhasil melahirkan berbagai varietas padi dan
gandum berdaya hasil tinggi yang menyelamatkan banyak negara dari
kelaparan.
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
7
Varietas-varietas ajaib yang berhasil dilepas pemulia tanaman di
era revolusi hijau, termasuk di Indonesia saat ini, sebagian besar
diantaranya merupakan varietas-varietas yang membutuhkan persyaratan
agronomis sangat ketat, khususnya penyediaan air irigasi dan hara tanaman
yang mahal (Wattimena, 2011, Poerwanto dan Wattimena, 2012).
Akibatnya, untuk mencapai produktivitas maksimum suatu varietas,
ekosistem tanaman dieksploitasi secara radikal agar sesuai dengan
persyaratan tumbuh varietas unggul. Kondisi ini juga telah terjadi di
Maluku, khususnya di tempat-tempat yang petaninya adalah transmigran
dari Pulau Jawa seperti di Pulau Buru dan Kabupaten SBB. Malahan hutan
sagu ikut tergerus dengan hadirnya revolusi hijau.
Revolusi hijau lestari merupakan bentuk inovasi revolusi hijau
yang dapat mengatasi kelemahan revolusi hijau. Dalam sistem revolusi
hijau lestari, varietas unggul yang diciptakan pemulia tanaman adalah
varietas unggul spesifik lokasi yang sesuai dengan suatu agroekosistem.
Bila pada era revolusi hijau pemulia tanaman menganut pola: “to fit the
environment to the variety” (high yielding variety yang berinput tinggi),
maka pada revolusi hijau lestari terjadi pendekatan sebaliknya yaitu: “to fit
the variety to the environment” (specific high yielding variety) (Wattimena,
2011, Poerwanto dan Wattimena, 2012). Artinya bahwa program
pemuliaan tanaman tidak lagi hanya bertumpu pada paradigma bahwa
suatu varietas unggul baru memerlukan rekayasa lingkungan agronomis
secara radikal agar sesuai dengan persyaratan tumbuhnya, tetapi harus
beralih pada suatu paradigma baru yaitu merekayasa varietas unggul baru
spesifik yang sesuai dengan suatu lingkungan. Pemuliaan tanaman untuk
merevolusi revolusi hijau ini secara umum meliputi: pemuliaan tanaman
yang menggunakan pendekatan ideotipe, pemuliaan tanaman untuk
lingkungan bercekaman dan input rendah (biotik, abiotik, dan toleransi
terhadap tumpang sari), pemuliaan tanaman untuk lingkungan spesifik
lokasi, dan pemuliaan tanaman partisipatif dengan melibatkan sumberdaya
genetik lokal dan pemanfaatan bioteknologi dalam pemuliaan tanaman
(Sujiprihati dan Syukur, 2012).
Prosedur pemuliaan tanaman umumnya meliputi beberapa tahapan,
dimulai dari eksplorasi keragaman genetik hingga pelepasan varietas
unggul baru (Gambar 1). Eksplorasi keragaman genetik bertalian dengan
upaya untuk mencari sumber-sumber keragaman genetik baru, termasuk
sumber-sumber pangan dan non-pangan baru. Bahan genetik yang
diperoleh umumnya dikoleksi untuk menyelamatkan keragaman genetik
tersebut dari kemungkinan kepunahan bila sudah tidak disukai oleh
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
8
manusia. Genotipe-genotipe dalam koleksi ini dapat digabungkan
keunggulannya atau digunakan untuk merakit kombinasi gen atau
keragaman genetik baru melalui hibridisasi, mutasi, bioteknologi dan
rekayasa genetika. Seleksi dilakukan untuk memilih kombinasi atau
keragaman yang baru sesuai tujuan pemuliaan tanaman. Akhir seleksi
tersebut kemudian dilanjutkan dengan serangkaian pengujian dan evaluasi
untuk menilai keunggulan serta stabilitas dan adaptasi varietas yang baru.
Setelah diperoleh keunggulannya secara pasti, varietas itu dimurnikan lebih
lanjut untuk menghasilkan varietas unggul yang baru.
Eksplorasi / Introduksi
Koleksi Plasma Nutfah
Seleksi
•
•
•
•
Hibridisasi
Mutasi
Bioteknologi
Rekayasa Genetika
Pengujian dan
Evaluasi
Pemurnian
Varietas Unggul
Gambar 1. Prosedur umum Program Pemuliaan Tanaman
(Sutjahjo, 2016)
Inovasi Pemuliaan Tanaman Mendukung Sistem Pertanian
Kepulauan di Maluku
Revolusi hijau lestari dengan andalan varietas unggul spesifik
lokasi lebih menjamin keberlanjutan ekologis, ekonomis, maupun sosial,
sehingga lebih sesuai dengan sistem pertanian kepulauan. Program
pemuliaan tanaman dalam sistem pertanian kepulauan berperan untuk
menapis plasma nutfah lokal dan merakit varietas unggul spesifik lokasi
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
9
baru yang diharapkan sesuai dengan sistem pertanian kepuluan. Oleh sebab
itu, sesuai dengan karakteristik budidaya tanaman dalam sistem pertanian
kepulauan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan pemuliaan
tanaman untuk sistem pertanian kepulauan adalah: (1) menghasilkan
varietas yang sesuai dengan lingkungan tanpa olah tanah atau olah tanah
minimum, (2) meningkatkan efisiensi tanaman dalam memafaatkan hara
tanaman tersedia, khususnya resistensi atau toleransi tanaman terhadap
defisiensi nitrogen, fosfor dan kalium, (3) meningkatkan toleransi tanaman
terhadap kondisi cekaman naungan (pencahayaan rendah), (4)
meningkatkan umur simpan hasil panen untuk transportasi dan pemasaran,
(5) meningkatkan resistensi atau toleransi tanaman terhadap hama dan
penyakit utama yang ada saat ini maupun yang muncul kelak karena
perubahan iklim, (6) meningkatkan kemampuan kompetisi rumput
makanan ternak dengan gulma, (7) meningkatkan kompetisi tanaman
dengan gulma, (8) menghasilkan varietas tanaman ideotipe yang sesuai
dengan perilaku petani dalam sistem pertanian kepulauan, dan (9)
menghasilkan varietas tanaman yang beradaptasi spesifik dengan
lingkungan bercekaman akibat perubahan iklim, khususnya terhadap
peningkatan suhu.
Secara umum pemuliaan tanaman dalam sistem pertanian
kepulauan meliputi beberapa strategi, yaitu (1) menggunakan landraslandras lokal (local landraces) yang telah beradaptasi dengan kondisi
lingkungan lokal dari hasil koleksi plasma nutfah milik petani, (2)
mengintroduksi varietas baru yang sesuai atau diperkirakan sesuai dengan
sistem pertanian kepulauan, dan (3) merakit kombinasi baru dari landraslandras lokal dan varietas introduksi. Landras-landras yang sudah ada di
tingkat petani umumnya telah beradaptasi dengan kondisi lokal yang dapat
dimurnikan lebih lanjut untuk menghasilkan varietas unggul baru.
Di Maluku diperkirakan tersedia berbagai plasma nutfah lokal
tanaman pangan dan non pangan secara in situ dari berbagai spesies.
Rumphius (1627-1702) dalam buku Herbarium Ambionense (1741-1750, 7
volume) melaporkan ± 1200 spesies di Ambon, diantaranya belimbing,
durian, cengkeh dan aren (Veldkamp, 2011; Baas & Veldkamp, 2013).
Leunufna & Evans (2014) menyebutkan bahwa pada ekologi sabana di
Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), yang merupakan habitat bagi
kerbau Moa, domba kisar dan kambing lakor, ditemukan berbagai spesies
seperti koli (palmae), jeruk kisar, jagung dalam berbagai variasi warna
endosperm biji, yang ditanam dalam sistem penanaman berganda dengan
singkong, labu, kacang-kacangan (Vigna sp., Arachis sp., Phaseolus sp),
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
10
umbi-umbian seperti Dioscorea esculenta, dan dua kultivar sukun. Di
Pulau Ambon, Pulau Seram dan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya,
ditemukan beberapa varietas sagu, pisang (banana and plantain), spesies
dan kultivar umbi-umbian Dioscorea sp., keladi (Xanthosoma
sagittifolium) dan talas (Colocasia esculenta), ubi jalar, jagung, sukun, dll.
Ada pula sayur-sayuran seperti kubis, ganemo, ketimun pahit (Momordica
charantia), ketimun (Cucumis sativus), bayam air, bayam, pepaya, labu,
terung, tomat, kacang hijau, kacang sayap (Psopocarpus tetragonolobus),
kacang panjang, kapri, bambu, dll.. Disamping itu untuk tanaman rempah
dan obat-obatan ditemukan pula bawang merah (Allium cepa), bawang
merah syalot (Allium ascalonicum), bawang garlic (Allium sativum), cabe,
jahe dan temulawak; tanaman buah-buahan seperti manggis, duku, langsat,
kokosan, salak dan nangka. Selain yang dikemukakan Leunufna & Evans
(2014) di atas, sudah umum ditemukan tanaman perkebunan seperti
cengkeh dan pala serta beberapa buah-buahan seperti gandaria, mangga
(lokal maupun introduksi), jambu, kecapi, atong, tomi-tomi, lobi-lobi,
advokat, lechi, lengkeng, dan lain-lain.
Berbagai spesies tanaman di atas, walaupun sangat banyak, namun
tingkat keanekaragaman genetiknya yang dapat mendukung program
pemuliaan tanaman belum banyak diteliti. Laporan awal keanekaragaman
genetik di Maluku setelah Rumphius, adalah pada tanaman umbi-umbian,
yang merupakan kerjasama Fakultas Pertanian UNPATTI dengan United
States Agency for International Development (USAID). Bila Rumphius
pada saat itu melaporkan sedikitnya 17 varietas Dioscorea sp., 7 varietas
Xanthosoma sp, dan beberapa varietas Colocasia sp. di Ambon, maka hasil
penelitian ini memperlihatkan sedikitnya 70 dan 36 varietas Dioscorea sp.
di temukan di wilayah Maluku Bagian Tengah dan Maluku Bagian
Tenggara, serta 7 dan 16 varietas Xanthosoma sagittifolium dan Colocasia
esculenta masing-masing ditemukan pada wilayah yang sama (Lalopua,
1989). Demikian pula pernah dilaporkan varietas jagung lokal Hulaliu di
dalam skripsi mahasiswa Fakultas Pertanian Unpatti di era tahun 1980-an.
Selain itu ditemukan pula sedikitnya terdapat delapan varietas lokal kacang
hijau berdasarkan warna dan tekstur kulit biji di Kabupaten MTB
(Jambormias et al., 2003), serta 14 aksesi kacang tunggak, tujuh aksesi
Phaseolus lunatus, dan enam aksesi kacang gude di Kabupaten MTB
(Hetharie et al., 2011). Hasil wawancara dengan petani di Kabupaten MTB
pada tahun 2009, diperkirakan terdapat sedikitnya 18 varietas lokal padi
gogo di Pulau Larat dan spesies Jeruk Selwasa di Kabupaten MTB. Selain
itu, penelitian keanekaragaman genetik padi di Pulau Buru memperlihatkan
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
11
penggunaan varietas unggul nasional yang tinggi (11 varietas), varietas
unggul nasional asal Pulau Buru (Way Apo Buru), dan varietas lokal (4
varietas termasuk Fulan Telo Gawa) (Jambormias et al., 2008). Saat ini,
Prof. Dr. Simon Hadi Teguh Raharjo, pemulia tanaman pada Fakultas
Pertanian Unpatti, sedang mengoleksi beberapa varietas ubi kayu dan ubi
jalar dalam satu kebun sederhana di pekarangan Fakultas Pertanian
UNPATTI. Pada tanaman perkebunan, Dr. Ir. Ilyas Marzuki, M.Si. telah
berhasil melepas beberapa varietas asal Maluku yaitu varietas Pala Banda
dan Pala Makian, varietas cengkeh Tuni dan varietas Sagu Molat.
Perakitan kombinasi genetik yang baru dalam pemuliaan tanaman
dapat dilakukan melalui persilangan intra- atau interspesies, persilangan
dengan genetic bridge, mutasi gen dan kromosom, dan rekayasa genetika.
Perakitan keragaman genetik melalui persilangan yang melibatkan plasma
nutfah asal Maluku telah dilakukan oleh Jambormias (2013a) pada
tanaman kacang hijau. Hasil persilangan dialel dari perkaitan kombinasi
baru ini menghasilkan tiga kombinasi persilangan dengan daya gabung
umum yang tinggi, masing-masing dua populasi dari hasil persilangan dua
varietas lokal dan satu populasi dari persilangan varietas unggul dan lokal
asal Kabupaten MTB. Analisis segregasi transgresif pada Generasi F2, F3
dan F4 dari ketiga populasi ini telah berhasil memperoleh 45 galur
segregan transgresif (Jambormias et al., 2013a, 2013b, 2014, 2015 dan
Jambormias, 2014). Galur-galur segregan transgresif ini perlu diuji lebih
lanjut stabilitas dan adaptasinya sebelum dilepas sebagai varietas unggul
baru.
Segregasi Transgresif dan Heterosis untuk Seleksi Generasi Awal
Seleksi generasi awal merupakan metode seleksi untuk
memperoleh varietas unggul baru secara cepat sehingga dapat digunakan
untuk pemuliaan tanaman dalam sistem pertanian kepulauan di Maluku,
khususnya bila terjadi perubahan lingkungan bercekaman karena pengaruh
perubahan iklim. Salah satu metode seleksi generasi awal adalah metode
seleksi segregasi transgresif (Jambormias, 2014). Segregasi transgresif
adalah segregasi alel-alel suatu gen yang menghasilkan genotipe
homozigot dengan kombinasi alel-alel aditif baru yang secara fenotipik
memperlihatkan keragaan yang melampaui kedua tetuanya (Poehlman dan
Sleper, 1996). Namun, segregasi transgresif sulit diperoleh pada generasi
awal karena adanya fenomena heterosis (keunggulan hibrid) pada F1 yang
terbawa pada generasi selanjutnya (F2, F3, dst.) dan berpenampilan sama
atau lebih baik dari segregan transgresif (Yadav et al., 1998, Kuczyńska et
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
12
al., 2007, Bernardo, 2003, Jambormias et al., 2011). Heterosis berasal dari
fenomena berkumpulnya gen-gen heterozigot pada Generasi F1 yang
mengendalikan sifat-sifat penting pada suatu tanaman dari persilangan dua
atau lebih galur inbrida yang juga dapat dimanfaatkan dalam seleksi
generasi awal.
Pengetahuan daya gabung umum dan daya gabung khusus pada
Generasi F1 persilangan dapat digunakan untuk membedakan fenomena
segregasi transgresif dan heterosis. Bila daya gabung umum dua varietas
yang disilangkan tinggi, maka peluang memperoleh segregasi transgresif
semakin besar (Kuczyńska et al., 2007), karena dapat diprediksi pada
Generasi F1 dan diperoleh pada generasi F2, F3 dan F4 (Chahota et al.,
2007). Bila terdapat pengaruh non-aditif seperti heterosis, maka
penggunaan informasi kekerabatan antar individu (Falconer dan Mackay,
1996) dapat digunakan untuk menyeleksi famili-famili seragam dan
berkeragaan tinggi sebagai galur-galur segregasi transgresif pada generasi
awal (Jambormias dan Riry, 2009, Jambormias et al., 2011). Kesulitan
seleksi sifat tunggal yang mengabaikan sifat-sifat yang lain sudah dapat
direduksi melalui analisis dan pengembangan metode seleksi segregasi
transgresif sifat berganda (Jambormias, 2014, Jambormias et al., 2015).
Fenomena segregasi transgresif dimanfaatkan dalam seleksi
varietas unggul baru melalui pembentukan galur pada tanaman menyerbuk
sendiri, sedangkan heterosis untuk pembentukan varietas hibrida pada
tanaman menyerbuk silang (Gambar 2) dan klon pada tanaman membiak
vegetatif dan perennial. Seleksi yang memanfaatkan fenomena segregasi
transgresif telah menghasilkan varietas unggul IPB 3S, IPB 4S pada
tanaman padi; varietas Rajabasa, Ratai dan Detam1 pada kedelai; Numbu,
Badik dan Higari pada Sorgum; serta Guri3/Agritan dan Suri 3/Agritan
pada Gandum (Sutjahjo, 2016). Penerapan metode seleksi segregasi
transgresif sifat berganda juga telah berhasil memfiksasi galur-galur
segregan transgresif pada Generasi F4 yang melibatkan varietas lokal
kacang hijau asal Kabupaten MTB dengan daya hasil berkisar antara 1.812.18 t/ha. Daya hasil ini melampaui varietas unggul kacang hijau di
Indonesia yang mencapai 1.6 t/ha (Jambormias, 2014). Sebaliknya varietas
hibrida nasional yang dihasilkan saat ini, misalnya pada jagung,
mempunyai daya hasil melampuai varietas komposit. Daya hasil varietas
unggul jagung komposit berkisar antara 7-9.4 t/ha dengan produksi ratarata 5-7.8 t/ha, sedangkan varietas hibrida silang tunggal mencapai daya
hasil 8.9-13.5 t/ha dengan rata-rata produksi 7.2-11.5 t/ha (Aqil dan Arvan,
2014). Pada tanaman perennial seperti tanaman perkebunan dan buahPemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
13
buahan, varietas hibrida dapat dibentuk oleh pemulia tanaman atau dapat
terbentuk secara alami, khususnya pada tanaman yang menyerbuk silang.
Seleksi Blok Penghasil Tinggi (BPT) diikuti seleksi individu akan dapat
menghasilkan klon-klon unggul yang baru.
Gambar 2.
Pemanfaatan heterosis untuk Produksi Varietas Hibrida
Jagung (Griffiths et al., 2015). Tanaman di Tengah (a) dan
Hasil Tongkolnya (b) adalah Varietas Hibrida, Disilangkan
dari 2 Galur Inbrida (kiri dan kanan) yang Kerdil dan
‘Ompong’ Karena Mengalami Tekanan Inbreeding
Kesiapan Sistem Pertanian Kepulauan Mendukung Pengelolaan Blok
Marsela
Tiga strategi pemuliaan tanaman dalam sistem pertanian kepulauan
yang telah disebutkan sebelumnya dapat diterapkan secara menyeluruh
atau secara parsial dalam rangka meningkatkan peran sistem pertanian
kepulauan mendukung Blok Marsela dan Program Tol Laut Pemerintah.
Khusus untuk Blok Marsela, kebutuhan karbohidrat, protein nabati,
vitamin dan mineral yang berasal dari produksi buah-buahan, tanaman
pangan penghasil karbohidrat, tanaman pangan penghasil protein dan
sayur-sayuran tergolong sangat tinggi. Kebutuhan terbesar adalah tanaman
penghasil karbohidrat yang mencapai 138299 ton, diikuti tanaman pangan
penghasil protein 35855 ton, tanaman buah-buahan 30733 ton, dan sayursayuran 7683 ton (Tabel 1). Dengan asumsi bahwa produksi tanaman
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
14
pangan saat ini hanya mampu memenuhi kebutuhan penduduk Maluku saat
ini pula, maka perlu pembukaan lahan baru untuk memenuhi kebutuhan
pangan bagi tenaga kerja Blok Marsela. Perencanaan pembukaan lahan
baru sangat bergantung pada produktivitas varietas dari suatu spesies
tanaman.
Tabel 1. Kebutuhan Pangan Sesuai Angka Kecukupan Gizi untuk Jumlah
Tenaga Kerja Blok Marsela pada Awal Pembukaan LNG,
Langsung Setelah Operasi, dan Tak Langsung Setelah Melalui
Industri Petrokimia D]dan Pabrik Pupuk
Komoditas
Tanaman Pangan Penghasil
Karbohidrat
Buah-buahan
Sayur-sayuran
Tanaman Pangan Penghasil Protein
Daging (termasuk ikan dan telur)
Total
Jumlah Tenaga Kerja (laki-laki
dewasa)
Kebutuhan Pangan (t/tahun)
Tak
Awal Langsung
Total
Langsung
3942
12812
121545
138299
876
2847
27010
30733
219
712
6753
7683
1022
3321
31512
35855
329
1068
10129
11525
6388
20760
196948
224095
12000
39000
370000
421000
Catatan: perhitungan angka kecukupan gizi tenaga kerja laki-laki
dewasa berusia 20-39 tahun dengan Bobot Badan 56 kg
menurut Budianto (2009)
Penggunaan varietas unggul spesifik lokasi berdaya hasil tinggi
dapat meningkatkan efisiensi usaha tani dalam sistem pertanian kepulauan.
Varietas seperti ini umumnya berasal dari hasil pemuliaan tanaman varietas
lokal karena varietas ini cenderung telah beradaptasi spesifik dengan
lingkungan lokal termasuk gugus pulau dalam sistem pertanian kepulauan.
Andaikan tanaman pangan penghasil karbohidrat dan protein masingmasing adalah padi gogo dan kacang hijau, dan bila varietas yang
digunakan adalah varietas lokal kedua spesies tanaman asal Kabupaten
MTB, masing-masing dengan daya hasil ± 1 ton/ha, maka untuk produksi
tanaman penghasil karbohidrat dan protein saja, diperlukan 3942 dan 1022
ha lahan pada awal pembukaan Blok Marsela dan 138299 ha dan 35855 ha
ketika Blok Marsela telah beroperasi penuh. Luasan lahan ini untuk dapat
menghasilkan 3942 dan 1022 ton padi dan kacang hijau pada awal
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
15
pembukaan Blok Marsela serta 138299 dan 35855 ton ketika padi dan
kacang hijau Blok Marsela telah beroperasi penuh. Namun pemuliaan
tanaman padi gogo dan kacang hijau, khususnya melalui seleksi setelah
persilangan, dapat meningkatkan hasil biji padi gogo mencapai 2-4 t/ha dan
kacang hijau mencapai 1.5-2 t/ha dalam 3-4 tahun. Efisiensi usaha tani
tercapai melalui penghematan lahan, benih yang lebih sedikit, dan
penurunan biaya usaha tani. Misalnya ketika Blok Marsela telah beroperasi
penuh, kebutuhan lahan usaha tani bagi padi gogo dan kacang hijau
masing-masing menurun dari 138299 ha dan 35855 ha menjadi 3457569150 ha dan 17928-23903 ha ketika Blok Marsela telah beroperasi penuh.
Komoditas pertanian yang perlu dikembangkan, baik untuk tujuan
pemuliaan dan produksi benih dalam rangka mendukung Blok Marsela
adalah tanaman pangan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain kedua
komoditas tanaman yang telah dijelaskan sebelumnya, tanaman pangan
lainnya yang perlu mendapat perhatian dalam pemuliaan tanaman dan
produksi benih adalah jagung, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar, dan
singkong. Hanya kedelai yang perlu diintroduksi dari luar Maluku dan
digunakan langsung untuk produksi benih. Tanaman pangan perenial
seperti sagu, perlu dilakukan seleksi dan pemanfaatan teknologi hasil
pertanian untuk memperoleh pati sagu berkualitas. Komoditas sayursayuran yang perlu mendapat perhatian dalam pemuliaan tanaman adalah
bawang merah, kentang, tomat, terung, cabe dan cabe rawit. Komoditas
terakhir, yaitu buah-buahan yang dapat dikembangkan adalah klon-klon
unggul dari dalam keragaman genetik spesies lokal seperti jeruk, durian,
langsat dan duku, gandaria, advokat, salak, belimbing, manggis, jambu
manis, lechi, klengkeng, pepaya, nenas, semangka dan melon. Tanaman
introduksi seperti mangga dan rambutan dapat langsung digunakan dalam
produksi benih. Khusus tanaman buah-buahan perennial, penanaman
tanaman sebaiknya sudah mulai dilakukan saat ini, terutama untuk klonklon introduksi seperti mangga dan rambutan, agar dapat berproduksi tepat
waktu.
Kedaulatan pangan dapat dicapai ketika benih untuk usaha tani
dapat tersedia tepat waktu dengan viabilitas dan vigor benih yang tinggi.
Oleh sebab itu, perlu pengembangan pusat pemuliaan (breeding center) di
Provinsi Maluku untuk melakukan koleksi plasma nutfah, perakitan
varietas unggul baru dan dapat memproduksi benih penjenis (breeder
seed). Tersedianya benih penjenis dapat mendukung produsen benih di
Maluku untuk memproduksi kelas benih dasar, benih pokok dan benih
sebar yang dapat menjamin ketersediaan benih di Maluku.
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
16
Kesiapan Sistem Pertanian Kepulauan Menghadapi Perubahan Iklim
Global
Problema utama penggunaan varietas-varietas yang seragam,
termasuk landras-landras, adalah terjadinya perubahan adaptasi tanaman
ketika terjadi perubahan iklim. Analisis InterGovernmental Panel on
Climate Change menyebutkan suhu udara meningkat ± 5oC dalam 100
tahun terakhir (Numberi, 2009). Di Indonesia, diperkirakan pada tahun
2100, akan terjadi peningkatan suhu mencapai kisaran 30-35oC (skenario
emisi CO2 rendah) hingga 35-40oC (skenario emisi CO2 tinggi) (Utomo,
2015). Walau umumnya tanaman yang ditanam dapat bertahan hidup
hingga suhu 40-45oC, tetapi peningkatan suhu yang melampaui batas suhu
tinggi dari stadia pertumbuhan suatu spesies tanaman (Tabel 2), dapat
menyebabkan terjadinya kegagalan panen (Sopandie, 2014). Terlihat
bahwa jika suhu mencapai kisaran 30-35oC, maka manusia tidak lagi dapat
makan roti dan mie gandum. Demikian pula tomat, Brassica, kacang
musim dingin, kacang tanah dan padi yang gagal berproduksi. Manusia
hanya dapat memperoleh sumber pangan dari jagung, jewawut dan kacang
tunggak. Bila suhu mencapai 35-40oC, maka manusia mengalami kelaparan
serius karena hanya bergantung pada jagung dan kacang tunggak. Selain
itu, pengaruh ikutan perubahan iklim adalah munculnya lingkungan
bercekaman dimana hujan yang turun tidak menentu, kekeringan yang
masif ketika musim kering atau banjir yang berlebihan ketika musim hujan,
perubahan pola serangan hingga munculnya predator hama atau patogen
baru, erodibilitas tinggi yang berdampak pada munculnya lahan-lahan
miskin hara, dan intrusi air laut ke darat yang menciptakan lahan-lahan
salin terutama di ekosistem pesisir. Tanaman juga akan gagal beradaptasi
pada lingkungan yang bercekaman seperti ini. Oleh sebab itu, untuk tujuan
jangka panjang menghadapi perubahan iklim, juga perlu dirumuskan tujuan
pemuliaan tanaman pada lingkungan bercekaman yang baru.
Kesiapan sistem pertanian kepulauan untuk menghadapi perubahan
pola adaptasi tanaman karena terjadinya perubahan iklim global dapat
dilakukan melalui dua skenario, yaitu (1) eksplorasi dan perakitan varietas
atau spesies baru tanaman pangan yang tahan atau toleran terhadap
lingkungan bercekaman khususnya panas, dan (2) pengembangan teknologi
yang dapat merubah bagian tanaman non pangan menjadi sumber pangan
baru yang dapat dimakan. Skenario pertama adalah eksplorasi plasma
nutfah yang jalur fotosintesisnya adalah Crassulaceae Acid Metabolism
fakultatif (CAM fakultatif) atau perakitan varietas atau spesies tanaman
pangan baru yang jalur fotosintesisnya adalah CAM fakultatif atau
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
17
inducible-CAM melalui fusi protoplas atau rekayasa genetika (Wattimena,
2012). Tanaman CAM dapat tumbuh pada kondisi kering dan panas hingga
35-50oC. Tanaman pangan CAM fakultatif adalah tanaman dengan jalur
fotosintesis C3-CAM atau C4-CAM. Tanaman CAM fakultatif berfotosintesis sebagai tanaman CAM ketika lingkungan bercekaman
(peningkatan suhu, kekeringan atau banjir) dan berfotosintesis sebagai
tanaman C3 atau C4 bila lingkungan normal (Wattimena, 2011, 2012,
Poerwanto dan Wattimena, 2012). Saat ini terdapat 23 tanaman CAM
fakultatif, dan 19 diantaranya terinduksi saat kekeringan (Herrera, 2009).
Diantaranya adalah tanaman-tanaman C3-CAM seperti Clusia pratensis
(perenial), Calandrinia polyandra (tanaman annual sukulen) dan Talinum
triangulare (tanaman herba), maupun tanaman C4-CAM seperti Portulaca
oleracea (tanaman annual) (Winter dan Holtum, 2014). Hanya Portulaca
sp. yang dapat mengunduksi CAM pada cekaman kekeringan sehingga
dapat dijadikan model untuk transformasi tanaman C4 menjadi CAMfakultatif (Wattimena, 2012).
Tabel 2. Batas Suhu Tinggi Beberapa Tanaman (Sopandie, 2014)
Tanaman
Gandum
Jagung
Jewawut
Tomat
Brassica
Pulses musim dingin
Kacang Tanah
Kacang Tunggak
Padi
Batas Suhu
Tinggi
26
45
35
30
29
25
34
41
34
Stadia Pertumbuhan
Pasca pembungaan
Reproduktif
Seedling
Emergence
Pembungaan
Pembungaan
Produksi pollen
Pembungaan
Hasil Biji
Skenario yang kedua adalah membuat seluruh bagian tanaman
untuk dapat dijadikan sebagai bahan pangan yang dapat dimakan. Strategi
ini untuk menjalankan amanat Tuhan sebagaimana tertulis dalam Kitab
Kejadian 3:18, yaitu: “semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkan
bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu”.
Tumbuhan hijau terdiri atas Thallophyta (alga, mikroalga), bryophyta
(lumut), Pteridophyta (paku-pakuan) dan spermatophyta (tumbuhan
berbiji). Semua bagian tumbuhan apa saja harus dapat diolah menjadi
pangan dan papan. Bagian yang beracun dapat difermentasi
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
18
(biodetoksifikasi) dengan bantuan mikroorganisme menjadi tidak beracun.
Bagian yang tidak dapat dicerna seperti polisakarida, dapat diuraikan
secara bioenzimatik menjadi disakarida dan monosakarida yang mudah
dicerna. Bahkan selulosa sekalipun, penguraian bioenzimatiknya
menghasilkan fruktosa dan glukosa. Semua bagian tumbuhan ini dapat
diproses menjadi sumber pangan baru, yaitu dalam bentuk dried chip dan
tepung, yang merupakan bahan pangan bagi manusia (Wattimena, 2012).
Kearifan lokal pembuatan tepung dari biji mangga varietas lokal (mangga
telur) oleh penduduk di Pulau Kisar merupakan bukti nyata kecerdasan
manusia Maluku memproses sumber pangan baru dalam menyiasati
kelangkaan pangan. Rekayasa untuk menghasilkan varietas atau spesies
tanaman CAM fakultatif, bila tidak dapat menghasilkan produk pangan
yang dapat dimakan langsung, setidaknya menghasilkan karbohidrat
sebagai sumber bahan pangan baru. Tanaman Euphorbia tirucalli, suatu
spesies CAM fakultatif C3-CAM yang tumbuh di daerah kering di
Kolombia, mampu menghasilkan biomassa 22-25 t/ha/tahun dari ukuran
populasi 14000 tanaman/ha (Loke et al., 2011).
Pada saat ini perlu dilakukan eksplorasi di Maluku untuk
mengoleksi tanaman-tanaman pangan CAM dan CAM fakultatif, atau yang
dapat direkayasa menjadi tanaman pangan CAM fakultatif. Tanamantanaman CAM dan CAM fakultatif dapat pula digunakan sebagai sumber
gen untuk rekayasa tanaman pangan CAM fakultatif baru yang
menghasilkan biomassa yang tinggi sebagai bahan pangan baru untuk
menyiasati perubahan iklim. Beberapa tanaman pertanian golongan CAM
yang sudah ada saat ini adalah nenas, buah naga, lidah buaya, anggrek dan
Agave tequila. Anggrek termasuk CAM fakultatif C3 (Dwianti, 2016).
Pendidikan Pemuliaan Tanaman dan Infrastuktur Pendukungnya
Pemulia tanaman merupakan sumber daya manusia yang
mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu pemuliaan tanaman. Kehadiran
pemulia tanaman dalam sistem pertanian kepulauan mutlak diperlukan saat
ini, karena bertalian dengan konservasi keanekaragaman genetik,
perekayasaan varietas baru dan penyediaan benih varietas unggul yang
bermutu. Keberadaan benih bermutu adalah lokomotif penting untuk dapat
menggerakkan gerbong sistem agribisnis kepulauan. Sutjahjo (2016)
memperkirakan kebutuhan 1 pemulia tanaman di antara 3000 petani. Selain
itu, kehadiran pemulia tanaman dalam sistem pertanian kepulauan
merupakan kebutuhan yang mendesak untuk mempertahankan
keberlanjutan ekologis, sosial dan ekonomis, serta mendukung Blok
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
19
Marsela dan membudayakan kesiapan menghadapi perubahan iklim global.
Untuk menyiasati kebutuhan ini, Fakultas Pertanian UNPATTI telah
mengusulkan pembukaan Program Studi (PS) Strata 1 (S1) Pemuliaan
Tanaman. Saat ini usulan tersebut telah disetujui oleh Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dan tinggal menunggu izin
penyelenggaraannya. Kehadiran program studi ini diharapkan mendapat
dukungan dari pemerintah, khususnya pemerintah Provinsi Maluku dan
lebih khusus lagi UNPATTI.
PS Pemuliaan Tanaman mempunyai visi keilmuan, yaitu: “Sebagai
Pusat Pengembangan Pembelajaran dan Riset Pemuliaan Tanaman dan
Bioteknologi Berbasis Wilayah Kepulauan yang Produktif dan Lestari”.
PS ini merupakan satu-satunya PS Strata 1 (S1) dalam bidang pemuliaan
tanaman dan bioteknologi yang ada di Indonesia saat ini. PS ini berperan
menyiapkan sumber daya manusia yang mampu merencanakan,
merancang, menganalisis, dan menerapkan IPTEKS untuk PERBAIKAN
TANAMAN (crop improvement) di wilayah kepulauan dan kontinental.
Spesifikasi dan keunggulan PS ini terletak pada kompetensi lulusan yang
dapat menghasilkan varietas unggul baru dan memproduksi benih
bersertifikat untuk mendukung pertanian berkelanjutan di wilayah
kepulauan dan kontinental. Visi ini akan terjawab karena dukungan dari
staf dosen dan peneliti yang memadai dan kompeten (Tabel 3).
Ruang lingkup PS Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Unpatti
meliputi:
• Konservasi Genetika Tanaman: eksplorasi dan konservasi plasma
nutfah pada lingkungan tropis di wilayah kepulauan dan kontinental.
• Genetika & Pemuliaan Tanaman: merakit dan mengembangkan
varietas unggul pada kondisi lingkungan tropis di wilayah kepulauan dan
kontinental.
• Bioteknologi Tanaman: merekayasa genetik tanaman dan mikroba
yang ramah lingkungan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi
kebutuhan masa kini dan yang akan datang di wilayah kepulauan dan
kontinental.
• Produksi Benih: memproduksi benih bersertifikat yang menjamin hak
kepemilikan pemulia tanaman atas suatu varietas dan mendukung
agronomi tanaman di wilayah kepulauan dan kontinental.
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
20
Tabel 3. Sumber Daya Penyelenggara Pendidikan dan Riset Pemuliaan
Tanaman pada Program Studi Pemuliaan Tanaman Fakultas
Pertanian Unpatti
Nama
Prof. Dr. Ir. S. H. T.
Raharjo
Prof. Dr. Ir. A. Tatipata,
MS.
Dr. Ir. H. Hetharie, M.Si.
Dr. Ir. H. Kesaulya, M.Si.
Dr. Ir. J. Effendy, M.Sc.
Dr. Ir. E. Jambormias,
M.Si.
Dr. Ir. F. Matulesy, MP.
Ir. M.L. Hehanussa, M.Si.
Jemly F. Parera, SP., M.Si.
Jane K.J. Laisina, M.Si.*)
J.J.G. Kailola, SP., M.Si.**)
*)
**)
Bidang Ilmu
Bioteknologi
Tanaman
Ilmu Benih
Bidang Keahlian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Agronomi
Ilmu
Tanaman
Pemuliaan &
Bioteknologi
Tanaman
Pemuliaan &
Bioteknologi
Tanaman
Ilmu
Tanaman
Agronomi
Bioteknologi
Agronomi
Agronomi
Pemuliaan & Bioteknologi Tanaman
Bioteknologi Tanaman & Mikrobiologi
Ilmu & Teknologi Benih
Genetika & Bioteknologi Tanaman
Pemuliaan Tanaman & Genetika
Kuantitatif
Fisiologi dan Kultur jaringan Tanaman
Kultur Jaringan Tanaman
Bioteknologi Tanaman
Pemuliaan & Bioteknologi Tanaman
Kultur Jaringan Tanaman
Studi lanjut S3 pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman Sekolah Pascasarjana IPB
Studi lanjut S3 pada Program Studi Agronomi Sekolah
Pascasarjana IPB
Jenderal Urip Sumodiharjo di awal kemerdekaan Indonesia pernah
megatakan: “suatu Negara zonder tentara bukanlah suatu Negara”, maka
sesungguhnya “suatu Fakultas Pertanian tanpa Kebun Percobaan
bukanlah Fakultas Pertanian”. Artinya, obsesi pengembangan pemuliaan
tanaman dalam merevolusi sistem pertanian kepulauan menjadi suatu
agroekosistem yang tangguh tidak akan terwujud bila tidak tersedia kebun
percobaan. Kebun ini penting bukan saja sebagai lokus penelitian dan
pengembangan ilmu, tetapi juga sebagai breeding center untuk koleksi
sumber daya genetik lokal dan introduksi. Breeding center ini juga
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
21
berperan sebagai lokus produksi benih penjenis (breeder seed) dalam
mendukung produksi benih.
Sejalan dengan itu diperlukan pula upaya-upaya untuk
memperkuat laboratorium-laboratorium yang sudah ada seperti: Genetika
Tanaman dan Pemuliaan Tanaman, Kultur Jaringan Tanaman, Teknologi
Benih, Fisiologi Tanaman, Fitapatologi Tumbuhan dan Entomologi
Tumbuhan,
serta
pengadaan
laboratorium-laboratorium
seperti
Bioteknologi, Genetika Molekuler Tanaman dan Rekayasa Genetika
Tanaman untuk mendukung riset-riset pemuliaan tanaman, khsususnya
untuk menjawab tujuan pemuliaan tanaman dalam sistem pertanian
kepulauan yang lestari, dan menghasilkan tanaman-tanaman pangan CAM
fakultatif untuk menghadapi dampak perubahan iklim global di pulaupulau kecil yang bakal terjadi.
Penutup
Sistem pertanian kepulauan merupakan suatu sistem pertanian
lokal khas pulau-pulau kecil yang rentan terhadap ancaman perubahan
iklim. Pemuliaan tanaman dengan andalan utama varietas unggul berdaya
hasil tinggi dalam revolusi hijau dengan dukungan sarana irigasi dan
teknologi pemupukan yang mahal dan kurang mendukung keberlanjutan
ekologis dan sosial, tidaklah tepat diterapkan secara penuh dalam sistem
pertanian kepulauan. Oleh sebab itu, Program pemuliaan tanaman untuk
sistem pertanian kepulauan tidak lagi bertumpu untuk merekayasa
lingkungan agronomis sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
persyaratan tumbuh suatu varietas unggul nasional, tetapi merakit varietas
unggul nasional baru yang sesuai dengan teknologi revolusi hijau lestari di
lingkungan pertanian kepulauan. Kehadiran varietas baru dapat melahirkan
produsen benih untuk memproduksi benih bersertifikat sebagai lokomotif
yang menggerakkan gerbong agribisnis di pulau-pulau kecil. Oleh sebab
itu, pengembangan sistem pertanian kepulauan tidak lagi berupa gagasan
dan wacana-wacana, tetapi sudah harus dalam bentuk aksi nyata sebagai
berikut:
1. Pengadaan Breeding Center yang dikelola Fakultas Pertanian Unpatti
untuk tujuan koleksi plasma nutfah, riset dan pengembangan varietas
unggul baru spesifik lokasi berdaya hasil tinggi di Maluku, dan
menyediakan sumber benih/bibit penjenis bagi produsen benih di
Maluku.
2. Dukungan penuh stakeholders pertanian di Maluku bagi Fakultas
Pertanian Unpatti membuka Program Studi Pemuliaan Tanaman dalam
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
22
rangka menyiapkan sumber daya manusia yang dapat merakit varietas
unggul baru dan menyediakan sumber benih benih/bibit penjenis bagi
produsen benih maupun sebagai pelaku produsen benih di Maluku
dalam mendukung kedaulatan pangan di Maluku melalui sistem
pertanian kepulauan.
3. Riset dasar mengenai kekayaan plasma nutfah berbagai spesies
tanaman di Maluku dengan berpijak dari laporan Rumphius (16271702) dalam buku Herbarium Ambionense (1741-1750) dan Leunufna
& Evans (2014). Fokus riset adalah tanaman CAM fakultatif yang
tahan panas dan dapat menghasilkan produksi untuk meningkatkan
kemampuan sistem pertanian kepulauan menghadapi perubahan iklim.
4. Melakukan riset untuk seleksi varietas unggul baru dari dalam populasi
hasil koleksi pada breeding center atau merakit keragaman genetik dan
melakukan seleksi generasi awal untuk memperoleh varietas unggul
spesifik lokasi berdaya hasil tinggi pada tanaman-tanaman C3 dan C4
yang dapat mendukung kedaulatan pangan saat ini dan menyongsong
pengoperasian Blok Marsela pada 10 tahun yang akan datang serta
merekayasa tanaman CAM fakultatif untuk menghasilkan biomassa
sumber pangan baru dalam menghadapi perubahan iklim global yang
sudah di depan mata.
Varietas-varietas unggul baru yang kelak berhasil dilepas melalui
program pemuliaan tanaman pada Fakultas Pertanian Unpatti dapat diberi
nama Unpatti. Misalnya varietas padi gogo dapat diberi nama PG Unpatti1, PG Unpatti-2, dst. Varietas kacang hijau dapat diberi nama KH Unpatti1, KH Unpatti-2, dst. Jika keberhasilan seperti ini dapat diraih, selain untuk
mengharumkan nama Unpatti, meningkatkan dan mempertahankan
akreditasi Unpatti, dan meningkatkan animo mahasiswa untuk belajar
kembali di Fakultas Pertanian Unpatti, juga dapat meningkatkan
pendapatan universitas melalui produksi benih varietas unggul baru yang
dapat mendukung pengembangan Universitas Pattimura sebagai suatu
Badan Layanan Umum di Indonesia. Jika mungkin, pengadaan mini
breeding center pada lahan kosong di belakang Perpustakaan Unpatti dapat
menjadi langkah awal pemuliaan tanaman dan produksi benih tanaman
pangan seperti padi, jagung dan kacang-kacangan di Universitas Pattimura
secara khusus dan Maluku secara umum.
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
23
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, M.A., 2005. Lintasan dan marka jalan menuju ketahanan pangan
berkelanjutan. Analisis kebijakan pertanian 3(3):326-3448.
Aqil, M., R.Y. Arvan, 2014. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Balai
penelitian Tanaman Serealia, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Maros.
Baas, P., J.F. Veldkamp, 2013. Dutch pre-colonial botany and Rumphius’s
Ambonese Herbal. Alertonia 13:9-19.
Bernardo, R., 2003. On the effectiveness of early generation selection in
self pollinated crops. Crop Sci. 43:1558-1560.
Budianto, A.K., 2009. Dasar-dasar Ilmu Gizi. UMM Press, Malang.
Chahota, R.K., N. Kishore, K.C. Dhiman, T.R. Sharma, S.K. Sharma,
2007. Predicting transgressive segregants in early generation using
single seed descent method-derived micro-macrosperma genepool
of lentil (Lens culinaris Medikus). Euphytica. 156:305-310.
Dwianti, M., 2016. Tumbuhan C3, C4 dan CAM. Disampaikan pada saat
kunjungan SDIT Alam Harapan Umat Purbalingga, Purbalingga.
Falconer, D.S., T.F.C. Mackay, 1996. Introduction to Quantitative
Genetics (Ed 4). Adison-Wesley Longman, Harlow UK.
Griffiths, .J.F., S.R. Wessler, S.B. Carroll, J. Doebley, 2015. Introduction
to Genetic Analysis. 8th Ed. W.H. Freeman & Company. New
York.
Hetharie, H., S.H.T. Raharjo, M. L. Hehanussa, J. D. Siwalette, E.
Jambormias, 2011. Eksplorasi dan karakterisasi plasma nuftah
kacang-kacangan minor di Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Zuriat 22(2).
Herrera, A., 2009. Crassulacean acid metabolism and fitness under water
deficit stress: if not for carbon gain, what is facultative CAM
goog for? Annals of Botany 103:645-653.
Jambormias E., 2014. Analisis Genetik dan Segregasi Transgresif Berbasis
Informasi Kekerabatan untuk Potensi Hasil dan Panen Serempak
Kacang Hijau. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
24
Jambormias, E., 2016. Penguatan Sistem Arin dengan Biointensifikasi dan
Pemuliaan Tanaman untuk Produktivitas dan Keberlanjutan
Pertanian di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Makalah
Seminar. Disampaikan dalam Seminar Nasional tentang
Mewujudkan Kedaulatan Pangan pada Lahan Sub Optimal
melalui Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Kerjasama Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian
RI dengan Pemerintah Provinsi Maluku, Universitas Pattimura
Ambon, Perhimpunan Agronomi Indonesia, dan Balai Riset dan
Standardisasi Industri, 12-13 Oktober 2016, Ambon.
Jambormias, E., E.L. Madubun, F.J.D. Hitijahubessy, 2003. Daya hasil,
keragaman genetik alami dan heritabilitas sifat-sifat kuantitatif
kacang hijau (Vigna radiata L. Wilczek) varietas lokal Jamdena.
J. Pertan. Kepul. 2(2):100-105.
Jambormias E., J. Riry, 2009. Penyesuaian data dan penggunaan informasi
kekerabatan untuk mendeteksi segregan transgresif sifat
kuantitatif pada tanaman menyerbuk sendiri (suatu pendekatan
dalam seleksi). J. Budidaya Pertan. 5(1):11-18.
Jambormias, E., J.M. Tutupary, J.R. Patty, 2013a. Analisis dialel sifat
berganda pada kacang hijau (Vigna radiata L. Wilczek). Agrinimal
3(1):23-29.
Jambormias, E., J.R. Patty, J.K.J. Lasina, A. Tutupary, E.L. Madubun, R.E.
Ririhena, 2014. Analisis genetik dan segregasi transgresif sifat
berganda pada Generasi F2 persilangan kacang hijau Mamasa lere
Butnem x Lasafu Lere Butsiw. J. Budidaya Pertan. 10(2):52-58.
Jambormias E., S.H. Sutjahjo, M. Jusuf, Suharsono, 2011. Using
information from relatives and path analysis to select for yield
and seed size in soybean (Glycine max L. Merrill). SABRAO J.
Breed. Genet. 43(1):44-58.
Jambormias, E., S.H. Sutjahjo, A.A. Mattjik, Y. Wahyu, D. Wirnas, 2013b.
Indikator dan kriteria seleksi pada generasi awal untuk perbaikan
hasil biji kacang hijau berumur genjah. J. Agron. Indon. 41(3):221227.
Jambormias, E., S.H. Sutjahjo, A.A. Mattjik, Y. Wahyu, D. Wirnas, A.
Siregar, J.A. Patty, J.K. Laisina, E.L. Madubun, R.E. Ririhena,
2015. Transgressive segregation analysis of multiple traits in
mungbean (Vigna radiata L. Wilczek). SABRAO J. of Breed. And
Genet. 47(2):201-213.
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
25
Jambormias, E., S. Raharjo, A. Umasangaji, C. Leiwakabessy, 2008.
Keragaman Genetik Plasma Nutfah Padi Gogo Berbasis
Pengetahuan Lokal Petani di Buru Utara, Kabupaten Buru.
Makalah. Disampaikan pada Seminar Hasil-hasil Penelitian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Daerah, Provinsi Maluku tanggal 10
Januari 2008, Ambon.
Jumin, H.B., 2014. Dasar-dasar Agronomi. Rineka Cipta, Jakarta.
Kuczyńska A., M. Surma, T. Adamski, 2007. Methods to predict
transgressive segregation in barley. J. Appl. Genet. 48(4):321-328.
Lalopua, J.R., R.E. Wattimena, A. Walsen, S.H.T. Raharjo, 1989.
Penelitian Tanaman Umbian pada Fakultas pertanian Universitas
Pattimura. Disampaikan pada Seminar Pengembangan Potensi
Tanaman Umbian, Kerjasama Fakultas Pertanian Universitas
Pattimura dengan United States Agency for International
Development, tanggal 31 Oktober 1989 di Ambon.
Loke, J., L.A. Mesa, J.Y. Franken, 2011. Euphorbia tirucalli Biology
Manual: Feedstock Production, Bioenergy Converstion,
Application, Economics. Version 2. FACT, Foundation Fuels from
Agriculture in Communal Technology, The Netherland.
Leunufna, S., M. Evans, 2014. Ensuring food security in the small islands
of Maluku: A community genebank approach. J. of Marine and
Cultures 3:135-133.
Panjaitan, L.B., 2016. Proyek Blok Masela Hampir Capai Kesepatan.
http://ekonomi.metrotvnews.com/energi/Wb77z1nb-menko-luhutproyek-blok-masela-hampir-capai-kesepakatan
Numberi, F., 2009. Perubahan Iklim. Implikasinya terhadap Kehidupan di
Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Fortuna, Jakarta.
Poehlman, J.M., D.A. Sleper, 1996. Breeding Field Crops. 4th Ed.: Iowa
State University Press, Iowa.
Poerwanto, R., A. Sulaeman, G.A. Wattimena, 2012. Sejarah dan
Perkembangan Revolusi Hijau, Revolusi Bioteknologi, dan
Revolusi Hijau Lestari. Dalam Merevolusi Revolusi Hijau
(Pemikiran Guru Besar IPB). IPB Press, Bogor.
Poerwanto, R., G.A. Wattimena, 2012. Belajar dari Revolusi Hijau. Dalam
Merevolusi Revolusi Hijau (Pemikiran Guru Besar IPB). IPB
Press, Bogor.
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
26
Poerwanto, R., Sobir, A. Kurniati, S.W. Ardhie, 2012. Diversifikasi
Pangan. Dalam Merevolusi Revolusi Hijau (Pemikiran Guru
Besar IPB). IPB Press, Bogor.
Reijntjes, C., B. Haverkort, Waters-Bayer, 1992. Pertanian Masa Depan.
Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar
Rendah. Kanisius, Yogyakarta.
Ristekdikti, 2017. Politeknik Negeri Ambon Diminta Siapkan SDM Blok
Marsela.
http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/index.php/2017/02/26/politekn
ik-negeri-ambon-diminta-siapkan-sdm-berkualitas-proyek-blokmasela/
Sopandie, D., 2012. Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman
Abiotik pada Agroekosistem Tropika. IPB Press, Bogor.
Sujiprihati, S., M. Syukur, 2012. Pemuliaan Tanaman dalam Merevolusi
Revolusi Hijau. Dalam Merevolusi Revolusi Hijau (Pemikiran
Guru Besar IPB). IPB Press, Bogor.
Sutjahjo, S.H, 2016. Peranan Pemuliaan Tanaman dalam Peningkatan
Produktivitas Pertanian melalui Pemanfaatan Fenomena Heterosis
dan Segregan Transgresif. Orasi Ilmiah Guru Besar Institut
Pertanian Bogor, 27 Agustus 2016.
Veldkamp, J.S., 2011. Georgius Everhardus Rumphius (1627-1702), the
blid seer of Ambon. Gardens’ Bulletin Singapore 63(1&2):1-15.
Watloly, A., 2013. Cermin Eksistensi Masyarakat Kepulauan dalam
Pembangunan Bangsa. Perspektif Indogenous Orang Maluku. PT.
Intimedia Ciptanusantara, Jakarta.
Utomo, Y.W., 2015. Tahun 2100, Suhu Harian Indonesia Bisa Capai 40
Derajat
Celcius.
http://sains.kompas.com/read/2015/06/18/09280181/Tahun.2100.S
uhu.Harian.Indonesia.Bisa.Capai.40.Derajat.Celsius.
Wattimena, G.A., 2011. Bekerjanya Teori Darwin pada Tumbuhan
Menghasilkan Kearifan dan kedaulatan Pangan Lokal. Prosiding
Permama 2011 1(1):1-10.
Wattimena, G.A., 2012. Sumber Pangan Baru. Dalam Merevolusi Revolusi
Hijau (Pemikiran Guru Besar IPB). IPB Press, Bogor.
Winter, K., J.A.M. Holtum, 2014. Facultative crassulacean acid
metabolism (CAM) plants: powerful tools for unravelling the
functional elements of CAM photosynthesis. J. of Exp. Bot.
65(13):3425-3441.
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
27
Yadav, B., C.S. Tyagi, D. Singh, 1998. Genetics of transgressive
segregation for yield and yield components in wheat. Ann. appl.
Biol. 133:227-235.
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
28
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak bungsu dari enam bersaudara, lahir di Desa
Watmasa Kabupaten Maluku Tenggara Barat tanggal 07 Agustus 1968,
dari ayah Markus Jambormias (alm) dan ibu Juliana Rangkoratat (alm).
Penulis menikah dengan Paulina Tiwery dan dikaruniakan dua anak,
Markus Jambormias dan Julian James Jambormias. Pada tahun 1992,
penulis memperoleh sarjana Agronomi dari Fakultas Pertanian Universitas
Pattimura. Penulis diterima pada Program Studi Agronomi Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001 dan memperoleh
magister sains pada tahun 2004. Penulis memperoleh kesempatan untuk
melanjutkan ke program doktor pada mayor Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman di perguruan tinggi yang sama pada tahun 2009. Dengan bantuan
beasiswa Program Agri-4 NUFFIC UNPATTI dan Hibah Doktor DIKTI
tahun 2013, Penulis melakukan penelitian mengenai segregasi transgresif
pada kacang hijau, melahirkan metode seleksi segregasi transgresif pada
tanaman menyerbuk sendiri, dan memperoleh doktor pada tahun 2014.
Penulis bekerja sebagai Pengajar dan Peneliti sejak tahun 1999 pada
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Pattimura.
Penulis mengajar mata ajaran pemuliaan tanaman, genetika, statistika dan
rancangan percobaan, serta melakukan penelitian dalam bidang pemuliaan
tanaman dan genetika kuantitatif.
Sejak tahun 1992 Penulis sudah terlibat dalam 18 kegiatan penelitian
yang dilakukan sendiri, dibiayai oleh DIKTI, Pemerintah Kabupaten
Maluku Tenggara Barat, Pemerintah Provinsi Maluku, atau NUFFIC
Belanda; menyajikan 9 makalah ilmiah yang dibawakan secara oral
maupun poster dalam Seminar Nasional dan Seminar Internasional; 8 buku
ajar, modul kuliah atau modul Penuntun Praktikum; dan 5 karya
Pengabdian Masyarakat.
Sejak tahun 1998 Penulis telah mempublikasikan 19 karya ilmiah, 2
diantaranya pada jurnal internasional bereputasi (terindeks scopus), 2 pada
jurnal nasional terakreditasi, 11 pada jurnal nasional, dan 4 artikel yang
dicetak di prosiding. Beberapa karya ilmiah ini yang mendapat perhatian
adalah:
1. “Using information from relatives and path analysis to select for yield
and seed size in soybean (Glycine max L. Merrill), disajikan sebagai
makalah poster pada Simposium dan Kongres Nasional VI PERIPI
tanggal 17-19 November 2009, dan memperoleh penghargaan sebagai
salah satu dari 16 makalah terbaik kategori Jurnal Berkala Internasional.
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
29
Artikel ini telah terbit pada SABRAO Journal of Breeding and Genetics
Vol. 43 No. 1, Juni 2011.
2. “Transgressive segregation analysis of multiple traits in mungbean
(Vigna radiata L. Wilczek)”, disajikan sebagai makalah oral pada
Seminar Nasional PERIPI tanggal 6-7 November 2012, dan
memperoleh penghargaan sebagai salah satu dari delapan makalah
terbaik kategori Jurnal Berkala Internasional. Artikel ini telah terbit
pada SABRAO Journal of Breeding and Genetics Vol. 47 No 2, June
2015.
3. “Indikator dan kriteria seleksi pada generasi awal untuk perbaikan
hasil biji kacang hijau berumur genjah”, disajikan sebagai makalah
oral pada Seminar Nasional Hasil Penelitian Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian, tanggal 22 Mei 2013 di Balittkabi Malang, dan telah
terbit pada Jurnal Agronomi Indonesia Vol. 41 No. 3, Desember 2013.
4. Beberapa artikel lainnya yang terbit dalam 5 tahun terakhir adalah:
a. “Modifikasi rancangan bersekat dan pendugaan parameter
genetik pada generasi awal tanaman menyerbuk sendiri”, pada
Jurnal Budidaya Pertanian Vol. 9 No. 2, Desember 2013;
“Perluasan indeks seleksi nilai fenotipe untuk indeks seleksi nilai
pemuliaan” pada Buletin Agrohorti Vol. 2 No. 1, Januari 2014.
b. Selang kepercayaan heritabilitas berdasarkan nilai tengah untuk
data rancangan percobaan. Jurnal Budidaya Pertanian, Vol. 10 No.
1, Juni 2014.
c. Analisis Genetik dan Segregasi Transgresif Sifat Berganda pada
Generasi F2 Persilangan Kacang Hijau Mamasa Lere Butnem ×
Lasafu Lere Butsiw. Jurnal Budidaya Pertanian, Vol. 10 No. 2
Desember 2014.
Penulis hingga saat ini terlibat dalam organisasi profesi Perhimpunan
Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) dan The Society for the Advancement of Breeding Research in Asia and Oceania (SABRAO).
Pemuliaan Tanaman untuk Keberlanjutan Sistem Pertanian Kepulauan
di Maluku – Edizon Jambormias - 2017
30
Download