KATA PENGANTAR Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT, sudah selayaknya kami ungkapkan dengan tulus diiringi suka cita atas selesainya makalah ini. Shalawat dan salam atas junjungan nabi besar Muhammad SAW yang diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia. makalah pembelajaran yang berjudul “PERAN ESTETIKA TERHADAP KEHIDUPAN MANUSIA” dalam rangka tugas makalah mata kuliah filsafat umum semester ganjil 2016 telah selesai kami dibuat. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahannya, Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu kami meminta maaf apabila dalam penyusunan dan penulisan makalah ini ada kesalahan. Untuk itu kami berharap adanya kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Palembang, Desember 2016 Penulis BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari keindahan sangat berguna dan di butuhkan oleh manusia pada umumnya. Keindahan digunakan manusia agar mendapatkan rasa kepuasan tersendiri. Keindahaan pun tidak dapat dipandang sama oleh setiap orang, karena apabila seseorang memandang atau menilai bahwa benda itu memiliki keindahan yang tinggi belum tentu orang lain memandang bahwa benda tersebut memiliki keindahan yang tinggi pula. Sehingga nilai keindahan dapat dikatakan relatif. Cara membuat benda indah pun tidak bisa jika dengan teori dam jiwa yang kosong, karena jika tidak mempunyai jiwa dan teori yang mendalam maka sulit untuk seseorang membuat benda itu menjadi indah. Biasanya jika pelukis,pemusik ataupun sastrawan memiliki jiwa yang penuh dengan keadaan hati yang baik akan menghasilkan karya yang memuaskan juga. Selain itu, keadaan sekitar dalam menciptakan karya juga akan mempengaruhi karyanya. Sehingga di dalam makalah ini, kelompok kami ingin menyajikan teori tentang pengertian estetika dan pengembangannya. Estetika yang merupakan sebuah cabang dari filsafat yang membahas tentang seni. Estetika yang mempunyai hubungan juga dengan sebuah filsafat, maupun estetika yang mempunyai hubungan dengan seni. Cangkupan estetika pun cukup luas yang dapat didalami dan di pelajari dalam kaidah-kaidah yang mengandung unsur keindahan. Rumusan Masalah Berdasarkan kenyataan diatas, permasalahan ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah pengertian dari estika ? 2. Apakah makna estetika dan filsafat dalam seni rupa ? 3. Apakah makna estetika dan ilmu dalam seni rupa? Tujuan 1. Untuk mengetahui tentang arti dari estetika di dalam seni rupa. 2. Untuk mengetahui tentang makna estetika dan filsafat di dalam seni rupa. 3. Untuk mengetahui tentang makna estetika dan ilmu di dalam seni rupa. BAB II PEMBAHASAN Pengertian Estetika Estetika merupakan istilah yang muncul sekitar tahun 1750 oleh A.G. Baumgarten, seorang filsuf minor. Istilah tersebut diperoleh dari bahasa Yunani kuno, yaitu aistheton yang artinya kemampuan melihat melalui penginderaan. Estetika dihubungkan dengan sesuatu yang berbau seni karena mengandung keindahan yang dapat dipandang. Sejak kemunculannya, estetika menjadi istilah yang selalu digunakan untuk mengutarakan bahasa filsafat terhadap karya seni. Namun, nyatanya seni tidak hanya dipandang sebagai sesuatu yang indah sehingga harus ada bidang yang digunakan untuk menjawab hakekat seni sebanarnya yaitu filsafat seni. Seperti yang dikemukakan oleh Jacob Sumardjo, perbedaan pengertian antara estetika dengan filsafat seni adalah pada objek yang dinilainya. Jika estetika merupakan pengetahuan yang membahas tentang keindahan segala macam hal mulai dari seni dan juga keindahan alam, maka filsafat seni hanya mempersoalkan karya yang dianggap seni itu sendiri saja. Sementara itu, pengertian istilah estetika terus berkembang dan memiliki uraian berbeda dari para ahli, diantaranya : 1. K. Kuypers, estetika adalah hal-hal yang berlandaskan pada sesuatu yang berkaitan dengan pengamatan. 2. Louis Kattsof, estetika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan batasan rakitan (stucture) dan peranan (role) dari keindahan, khususnya dalam seni. 3. Alexander Baumgarten (1714-1762), seorang filsuf Jerman adalah yang pertama memperkenalkan kata "aisthetika", sebagai penerus pendapat Cottfried Leibniz (16461716). Alexander Baumgarten memilih estetika karena ia mengharapkan untuk memberikan tekanan kepada pengalaman seni sebagai suatu sarana untuk mengetahui (the perfection of sentient knowledge). 4. Menurut effendi (1993) estetika dapat didefinisikan sebagai susunan bagian dari sesuatu yang mengandung pola. Pola mana mempersatukan bagian-bagian tersebut yang mengandung keselarasan dari unsur-unsurnya, sehingga menimbulkan keindahan. 5. Estetika disebut juga dengan istilah filsafat keindahan. Emmanuel Kant meninjau keindahan dari 2 segi, pertama dari segi arti yang subyektif dan kedua dari segi arti yang obyektif. a. Subyektif : Keindahan adalah sesuatu yang tanpa direnungkan dan tanpa sangkut paut dengan kegunaan praktis, tetapi mendatangkan rasa senang pada si penghayat. b. Obyektif: Keserasian dari suatu obyek terhadap tujuan yang dikandungnya, sejauh obyek ini tidak ditinjau dari segi gunanya. Bagi Immanuel Kant, sarana kejiwaan yang disebut cita rasa itu berhubungan dengan dicapainya kepuasan atau tidak dicapainya kepuasaan atas obyek yang diamati. Rasa puas itu pun berkaitan dengan minat seseorang atas sesuatu. Suatu obyek dikatakan indah apabila memuaskan minat seseorang dan sekaligus menarik minatnya. Pandangan ini melahirkan subyektivisme yang berpengaruh bagi timbulnya aliran-aliran seni modern khususnya romantisme pada abad ke-19. 6. Al-Ghazali, keindahan suatu benda terletak di dalam perwujudan dari kesempurnaan. Perwujudan tersebut dapat dikenali dan sesuai dengan sifat benda itu. Disamping lima panca indera, untuk mengungkapkan keindahan di atas Al Ghazali juga menambahkan indra ke enam yang disebutnya dengan jiwa (ruh) yang disebut juga sebagai spirit, jantung, pemikiran, cahaya. Kesemuanya dapat merasakan keindahan dalam dunia yang lebih dalam yaitu nilai-nilai spiritual, moral dan agama. Kaum materialis cenderung mengatakan nilai-nilai berhubungan dengan sifat-sifat subjektif, sedangkan kaum idealis berpendapat nilai-nilai bersifat objektif. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa estetika adalah salah satu cabang filsafat yang membahas keindahan. Estetika merupakan ilmu membahas bagaimana keindahan bisa terbentuk, dan bagaimana supaya dapat merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni. Selain itu, estetika juga dapat diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni. Pandangan ini mengandung pengertian yang sempit. Saat ini, estetika tidak lagi dipandang sebagai filsafat keindahan, hal itu disebabkan karena estetika kini tidak lagi semata-mata menjadi permasalahan falsafi tapi sudah sangat ilmiah. Dewasa ini tidak hanya membicarakan keindahan saja dalam seni atau pengalaman estetis, tetapi juga gaya atau aliran seni, perkembangan seni dan sebagainya. Masalah dalam seni banyak sekali. Di antara masalah tersebut yang penting adalah masalah manakah yang termasuk estetika, dan berdasarkan masalah apa dan ciri yang bagaimana. Hal ini dikemukakan oleh George T. Dickie dalam bukunya "Aesthetica". Dia mengemukakan tiga derajat masalah (pertanyaan) untuk mengisolir masalah-masalah estetika : 1) pertama, pernyataan kritis yang mengambarkan, menafsirkan, atau menilai karya-karya seni yang khas. 2) Kedua pernyataan yang bersifat umum oleh para ahli sastra, musik atau seni untuk memberikan ciri khas genre-genre artistik (misalnya : tragedi, bentuk sonata, lukisan abstrak). 3) Ketiga, ada pertanyaan tentang keindahan, seni imitasi, dan lain-lain. Estetika dan Filsafat Filsafat estetika pertama kali dicetuskan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1975) yang mengungkapkan bahwa estetika adalah cabang ilmu yang dimaknai oleh perasaan. Filsafat estetika adalah cabang ilmu yang membahas masalah keindahan. Bagaimana keindahan bisa tercipta dan bagaimana orang bisa merasakannya dan memberi penilaian terhadap keindahan tersebut. Maka filsafat estetika akan selalu berkaitan dengan antara baik dan buruk, antara indah dan jelek. Secara etimologi, estetika diambil dari bahasa Yunani, aisthetike yang berarti segala sesuatu yang diserap oleh indera. Filsafat estetika membahas tentang refleks kritis yang dirasakan oleh indera dan memberi penilaian terhadap sesuatu, indah atau tidak indah, beauty or ugly. Filasafat estetika adalah cabang ilmu dari filsafat Aksiologi, yaitu filsafat nilai. Istilah Aksiologi digunakan untuk menberikan batasan mengenai kebaikan, yang meliputi etika, moral, dan perilaku. Adapun Estetika yaitu memberikan batasan mengenai hakikat keindahan atau nilai keindahan. Kaum materialis cenderung mengatakan nilai-nilai berhubungan dengan sifat-sifat subjektif, sedangkan kaum idealis berpendapat nilai-nilai bersifat objektif. Andaikan kita sepakat dengan kaum materialis bahwa yang namanya nilai keindahan itu merupakan reaksi-reaksi subjektif. Maka benarlah apa yang terkandung dalam sebuah ungkapan “Mengenai masalah selera tidaklah perlu ada pertentangan”. Serupa orang yang menyukai lukisan abstrak, sesuatu yang semata-mata bersifat perorangan. Jika sebagian orang mengaggap lukisan abstrak itu aneh, sebagian lagi pasti menganggap lukisan abstrak itu indah. Karena reaksi itu muncul dari dalam diri manusia berdasarkan selera. Berbicara mengenai penilaian terhadap keindahan maka setiap dekade, setiap zaman itu memberikan penilaian yang berbeda terhadap sesuatu yang dikatakan indah. Jika pada zaman romantisme di Prancis keindahan berarti kemampuan untuk menyampaikan sebuah keagungan, lain halnya pada zaman realisme keindahan mempunyai makna kemampuan untuk menyampaikan sesuatu apa adanya. Sedangkan di Belanda pada era de Stijl keindahan mempunyai arti kemampuan mengomposisikan warna dan ruang juga kemampuan mengabstraksi benda. Pembahasan estetika akan berhubungan dengan nilai-nilai sensoris yang dikaitkan dengan sentimen dan rasa. Sehingga estetika akan mempersoalkan pula teori-teori mengenai seni. Dengan demikian, estetika merupakan sebuah teori yang meliputi: Penyelidikan mengenai sesuatu yang indah; Penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni; Pengalaman yang bertalian dengan seni, masalah yang berkaitan dengan penciptaan seni, penilaian terhadap seni dan perenungan atas seni. Filsafat merupakan bidang pengetahuan yang senantiasa bertanya dan mencoba menjawab persoalan-persoalan yang sangat menarik perhatian manusia sejak dahulu hingga sekarang. Salah satu persoalan yang mendasari ungkapan rasa manusia adalah estetika, jika peranannya sebagai filsafat dan ilmu pengetahuan. The Liang Gie menyatakan ada enam jenis persoalan falsafi, yaitu : 1. Persoalan metafisis (methaphysical problem) 2. Persoalan epistemologis (epistemological problem) 3. Persoalan metodologis (methodological problem) 4. Persoalan logis (logical problem) 5. Persoalan etis (ethical problem) 6. Persoalan estetika (esthetic problem) Persoalan estetika pada pokoknya meliputi empat hal : 1. Nilai estetika (esthetic value) Nilai adalah ukuran derajad tinggi-rendah atau kadar yang dapat diperhatikan, diteliti atau dihayati dalam berbagai objek yang bersifat fisik maupun abstrak. Nilai dapat diartikan sebagai esensi, pokok yang mendasar, yang akhirnya dapat menjadi dasar-dasar normatif. Karya seni sebagai hasil ciptaan manusia mempunyai nilai-nilai tertentu untuk memuaskan suatu keinginan manusia. Sekiranya tidak memiliki nilai-nilai itukarya seni takkan diciptakan manusia dan seni tidak mungkin berkembang sejak dulu sampai mencapai kedudukannya dewasa ini yang demikian universal dan tinggi (The Liang Gie, 1976:72) Pada dasarnya setiap nilai seni dari konteks manapun memiliki nilai yang tetap. Setiap artefak seni memiliki aspek nilai instrinsik-artistik, yakni berupa bentuk-bentuk menarik atau indah. Nilai lain dalam karya seni adalah nilai kognitif atau pengetahuan. Nilai ini terbatas pada beberapa cabang seni saja. Ada beberapa cabang seni yang kurang mengandung nilai kognitif. Seperti musik, hanya alat yang menimbulkan bunyi itu yang bersifat kontekstual. Nilai kognitif amat tampak dalam seni rupa, seni film, dan seni sastra.Nilai seni yang terakhir adalah nilai hidup. Karya seni bukan semata-mata demi artistik, meskipun ada aliran yang demikian. Tetapi, karena nilai itu sendiri selalu dalam konteks praktis dan fungsional dalam hidup manusia, maka perasaan nilai di luar nilai artistik menjadi sasarannya juga. Menurut Dharsono Soni Kartika dalam bukunya yang berjudul pengantar estetika, nilai seni terbagi 3 : Nilai Intrinsik Nilai instrinsik adalah nilai yang hakiki dalam karya seni secara implisit. Sifatnya mutlak dan hakiki dan nilai instrinsik adalah nilai seni itu sendiri. Nilai Ekstrinsik Nilai ekstrinsik adalah nilai yang tidak hakiki. Nilai ini tidak langsung menentukan suatu karya seni, melainkan berfungsi sebagai pendukung, memperkuat kehadiran atau penyelenggarakan karya seni. Nilai Musikal Nilai musikal adalah suatu kualita musik murni yang tersamar dan sukar ditangkap oleh proses penghayatan karya seni. Nilai musikal ini memuaskan seniman dan pencipta seni yang disebabkan oleh rasa senang yang didasari secara spontan. Nilai Makna Dalam penampilan seninkita dapat menyimak makna penampilan itu, baik yang terdapat pada bentuk luar maupun isinya. Makna luar adalah makna yang sebenarnya dan melambangi makna yang terkandung dibalik makna itu. Nilai seni dan nilai estetis sangat sulit dibedakan dan dipisahkan, karena keduanya menyangkut psikologi seni dan filsafat seni, dan ada didalam “dunia” yang sama yakni didalam karya seni. Menurut Immanuel Kant (seorang penggagas aliran kritisime dalam tradisi filsafat) mengatakan bahwa nilai estetis terbagi menjadi dua. 1. Pertama, nilai estetis atau nilai murni. Oleh karena nilainya murni, maka bila ada keindahan, dikatakan keindahan murni. Keindahan nilai estetis murni ini terdapat pada garis, bentuk, warna dalam seni rupa. Gerak, tempo, irama dalam seni tari. Suara, metrum, irama dalam seni musik. Dialog dan gerak dalam seni drama. 2. Kedua, nilai ekstra estetis atau nilai tambahan. Nilai ekstra estetis (nilai luar estetis) yang merupakan nilai tambahan terdapat pada bentuk-bentuk manusia, alam dan binatang. 2. Pengalaman estetis (esthetic experience) Dalam menikmati karya seni, ada dua kategori, yaitu : pengalaman artistik dan pengalaman estetik. Pengalaman artistik adalah pengalaman seni yang terjadi dalam proses penciptaan karya seni. Pengalaman ini dirasakan oleh seniman atau pencipta seni pada saat melakukan aktivitas artistik. Sedangkan pengalaman estetik adalah pengalaman yang dirasakan oleh penikmat terhadap karya estetik (keindahan). Konteksnya bisa ditunjukan untuk penikmat karya seni dan keindahan alam. Pengalaman estetik terhadap benda seni dan alam adalah dua pengalaman yang berbeda tanggapan estetiknya, karena keindahan alam dan karya seni memiliki karakteristik yang berbeda. Emmanuel Khan dan beberapa filsuf lain menandaskan bahwa pengalaman estetik bersifat tanpa pamrih, manusia tidak mencari keuntungan, tidak terdorong pertimbangan praktis. Pengalaman religius dalam beberapa gejala menampakkan diri sebagai (mirip dengan) pengalaman estetis, tetapi terdapat perbedaan yang terletak pada suatu dorongan atau dinamisme yang termuat dalam pengalaman religius yaitu kearah transenden. 3. Perilaku orang yang mencipta (seniman) Seniman berusaha mengkomunikasikan idenya lewat benda-benda seni kepada publik. Publik yang menikmati dan menilai karya seni tersebut akan memberikan nilai-nilai. Pikiran para seniman tidak selalu bersifat abstrak dalam menuangkan idenya. Objek yang ditampilkan oleh seniman berasal dari fase kehidupan manusia, alam pikiran, ajaran tertentu, kepercayaan dan dunia estetika itu sendiri, yang disebut dengan tema. Tema dalam seni terdiri dari lima (5) macam, yaitu: a. Tema yang menyenangkan, tema yang paling mudah dan paling digemari oleh seniman dan mudah dihayati publik. Tema ini terdiri dari; tema berbesar hati (optimistis), tema bercinta luhur (idealistis), tema yang menimbulkan rasa enak atau membius. b. Tema yang tidak menyenangkan, yang terdiri dari; tema yang mengerikan (tragis), tema yang menyedihkan (pathetis). c. Tema yang lucu, tema ini dapat meragukan situasi tema yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Yang menjadi objek seolah-olah berpura-pura namun tidak mengena. d. Tema renungan, yang berisi; keanehan dari fantasi seniman atau apa yang hidup dalam manusia sendiri, nasehat atau khutbah yang bersumber pada agama dan moralitas. e. Tema ungkapan estetis, tema ini membina seni menjadi lebih murni, karena seniman memanipulasi berbagai kemungkinan dari unsur komposisinya. Tema ini mempunyai kemungkinan lebih murni dalam mengubah suatu karya seni, karena tidak terikat oleh makna dan nilai lain, atau tema dan cerita. 4. Seni Dalam kehidupan manusia, tidak satupun yang tak dapat diungkapkan dalam seni, baik yang bersifat murni maupun yang bersifat rohani. Dengan bertolak dari suatu pernyataan bahwa seni adalah penampilan (representation) dan bukan kenyataan (reality). Dengan seni, seniman dapat mengemukakan suatu bahan pikiran tertentu, renungan atau ajaran tertentu bagi para publiknya. Estetika dan Ilmu Estetika dan ilmu merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, karena sekarang ada kecenderungan orang memandang sebagai ilmu kesenian (science of art) dengan penekanan watak empiris dari disiplin filsafat. Dalam karya seni dapat digali berbagai persoalan obyektif. Umpamanya persoalan tentang susunan seni, anatomi bentuk, atau pertumbuhan gaya, dan sebagainya. Penelahaan dengan metode perbandingan dan analisis teoritis serta penyatupaduan secara kritis menghasilkan sekelompok pengetahuan ilmiah yang dianggap tidak tertampung oleh nama estetika sebagai filsafat tentang keindahan. Akhir abad ke-19 bidang ilmu seni ini di Jerman disebut "kunstwissensechaft". Bila istilah itu diteterjemahkan ke dalam bahasa Inggris adalah "general science of art". E.D. Bruyne dalam bukunya Filosofie van de Kunst berkata bahwa pada abad ke-19 seni diperlakukan sebagai produk pengetahuan alami. Sekarang dalam penekanannya sebagai disiplin ilmu, estetika dipandang sebagai "the theory of sentient knowledge". Estetika juga diterima sebagai "the theory of the beautiful of art" atau "the science of beauty". Sebagai disiplin ilmu, estetika berkembang sehingga mempunyai perincian yang semakin kaya, antara lain : Theories of art, Art Histories, Aesthetic of Morfology, Sociology of Art, Anthropology of Art, Psychology of Art, Logic, Semantic, and Semiology of Art. Estetika merupakan studi filsafati berdasarkan nilai apriori dari seni (Panofsky) dan sebagai studi ilmu jiwa berdasarkan gaya-gaya dalam seni (Worringer). Berdasarkan kenyataan pendekatan ilmiah terhadap seni, dalam estetika dihasilkan sejarah kesenian dan kritik seni. Sejarah kesenian bersifat faktual, dan positif, sedangkan kritik seni bersifat normatif. Fakta Evolusi Bentuk Patung dan Figur manusia, temuan jatidiri Seni Rupa Indonesia Sejarah kesenian menguraikan fakta obyektif dari perkembangan evolusi bentuk-bentuk kesenian, dan mempertimbangkan berbagai interpretasi psikologis. Kritik seni merupakan kegiatan yang subyektivitas pada suatu bentuk artistik juga moralnya sebagai pencerminan pandangan hidup penciptanya (seniman). Pertimbangan berdasarkan ukuran sesuai dengan kebenaran berpikir logis. Maka kiritk hampir selalu mengarah pada filsafat seni. Baik sejarah maupun kritik seni dituntut pengenalan sistem untuk mengenal seni dan kesenian. Manfaat Mempelajari Estetika Estetika sebagai salah satu bidang pengetahuan dipandang penting untuk dipelajari, terutama bagi mereka yang berkecimpung atau menggeluti dunia seni, baik sebagai praktisi maupun sebagai pengamat atau kritikus. Manfaat yang dapat diperoleh setelah mempelajari bidang ini di antaranya: Memperdalam pengertian tentang rasa indah pada umumnya dan tentang kesenian pada khususnya. Memperluas pengetahuan dan penyempurnaan pengertian tentang unsur-unsur objektif yang membangkitkan rasa indah pada manusia dan faktor-faktor objektif yang berpengaruh kepada pembangkitan rasa indah tersebut. Memperluas pengetahuan dan penyempurnaan pengertian tentang unsur-unsur subjektif yang berpengaruh terhadap kemampuan menikmati rasa indah. Memperkokoh rasa cinta kepada kesenian dan kebudayaan bangsa pada umumnya serta mempertajam kemampuan untuk mengapresiasi (menghargai) kesenian dan kebudayaan bangsa. Memupuk kehalusan rasa pada umumnya. Memperdalam pengertian keterkaitan wujud berkesenian dengan tata kehidupan, kebudayaan, dan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Memantapkan kemampuan menilai karya seni yang secara tidak langsung mengembangkan apresiasi seni di dalam masyarakat pada umumnya. Memantapkan kewaspadaan atas pengaruh-pengaruh negatif yang dapat merusak mutu kesenian dan berbahaya terhadap kelestarian aspek-aspek dan nilai-nilai tertentu dari kebudayaan kita. Secara tidak langsung, dengan bobot yang baik, yang dibawakan kesenian, dapat memperkokoh masyarakat dalam keyakinan akan kesusilaan, moralitas, perikemanusiaan, dan ketuhanan. Melatih diri berdisiplin dalam cara berfikir dan mengatur pemikiran secara sistematis, membangkitkan potensi untuk berfalsafah yang akan memberikan kemudahan dalam menghadapi segala permasalahan, memberi wawasan yang luas dan bekal bagi kehidupan spiritual dan psikologi kita. Konsep (pemikiran) tentang keindahan di Indonesia sudah ada pada jaman dahulu, pada waktu kehidupan manusia masih primitif. Secara sadar atau tidak, mereka sudah memberi hiasan pada perabot rumah tangga, alat pertanian, alat berburu, dan menghias dirinya bila ada kegiaatan yang dianggap penting(berburu, upacara adat, pemilihan kepala suku). Walaupun masih sangat sederhana, hiasan itu tidak sekedar umsur pelengkap/penghias belaka, tetapi mengandung unsur magis yamg dianggap sakral. Unsur-Unsur Estetika Indonesia Konsep (pemikiran) tentang keindahan di Indonesia sudah ada pada jaman dahulu, pada waktu kehidupan manusia masih primitif. Secara sadar atau tidak, mereka sudah memberi hiasan pada perabot rumah tangga, alat pertanian, alat berburu, dan menghias dirinya bila ada kegiaatan yang dianggap penting(berburu, upacara adat, pemilihan kepala suku). Walaupun masih sangat sederhana, hiasan itu tidak sekedar umsur pelengkap/penghias belaka, tetapi mengandung unsur magis yamg dianggap sakral. Hal ini nampak dalam perilaku mereka yang menghiasi wajah ataupun tubuhnya dengan goresan-goresan berwarna hitam dan putih (tolak bala) bila mereka akan melakukan pekerjaan yang dipandang mempunyai makna, maksud dan tujuan yang dianggap mulia. Mereka juga menghias senjatanya bila akan berburu dengan maksud dan tujuan memberikan kekuatan magis pada senjatanya itu agar hasil buruannya dapat bermanfaat bagi keluarganya. Dalam upacara keagamaan mereka membuat sesaji, berdoa, berpakaian dan menghias diri, bernyanyi, menari dan memukul gendang.Hal ini menunjukkan bahwa estetika lahir karena pemenuhan kebutuhan kerohanian. Estetika tradisonal ini dalam perkembangannya tidak sama antar suku dan daerah, ada yang punah, ada yang mengalami pembauran dan ada yang mengalami perubahan. Unsur-unsur estetika Indonesia Unsur-unsur estetika Indonesia terkandung dalam seni budaya, adat-istiadat, dan kegiatan ritual diantaranya secara konkrit terdapat pada : ragam hias, batik, candi, musik, wayang, seni tari dan upacara adat. BAB III PENUTUP Kesimpulan Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang membahas keindahan. Selain itu, estetika juga dapat diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni. Pandangan ini mengandung pengertian yang sempit. Tetapi saat ini estetika tidak hanya membicarakan keindahan saja dalam seni atau pengalaman estetis, tetapi juga gaya atau aliran seni, perkembangan seni dan sebagainya. Masalah dalam seni banyak sekali. Di antara masalah tersebut yang penting adalah masalah manakah yang termasuk estetika, dan berdasarkan masalah apa dan ciri yang bagaimana. Filasafat estetika adalah cabang ilmu dari filsafat Aksiologi, yaitu filsafat nilai. Istilah Aksiologi digunakan untuk menberikan batasan mengenai kebaikan, yang meliputi etika, moral, dan perilaku. Adapun Estetika yaitu memberikan batasan mengenai hakikat keindahan atau nilai keindahan. Persoalan estetika pada pokoknya meliputi empat hal yaitu nilai estetika (esthetic value), pengalaman estetis (esthetic experience), Perilaku orang yang mencipta (seniman), dan Seni. Estetika dan ilmu merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, karena sekarang ada kecenderungan orang memandang sebagai ilmu kesenian (science of art) dengan penekanan watak empiris dari disiplin filsafat. Dalam karya seni dapat digali berbagai persoalan obyektif. Umpamanya persoalan tentang susunan seni, anatomi bentuk, atau pertumbuhan gaya, dan sebagainya. Penelahaan dengan metode perbandingan dan analisis teoritis serta penyatupaduan secara kritis menghasilkan sekelompok pengetahuan ilmiah yang dianggap tidak tertampung oleh nama estetika sebagai filsafat tentang keindahan. Saran Dengan adanya makalah ini, diharapkan para pembaca dapat mengetahui dan memahami makna estetika dan perkembangannya sebenarnya, sehingga para pembaca dapat memberikan apresiasi lebih terhadap karya seni. Selain itu, diharapkan pula makalah ini bermanfaat para pembaca dalam penerapannya. DAFTAR PUSTAKA Rudini.2015. Filsafat Estetika. (online), (http://rudinifilsafat.blogspot.co.id/2015/03/normal-0false-false-false-en-us-x-none.html), diakses pada tanggal 12 desember 2016. Ilmalasari, fitria. Makalah filsafat seni. (online), (http://fitriairmalasari.blogspot.co.id/2014/01/makalah-filsafat-seni-telaah-pemikiran.html), diakses pada tanggal 12 desember 2016. Dwi, Erlina Trisnawati .2015. Pengertian Estetika dan Perkembangannya.(online), (http://erlinatrisnawati2787.blogspot.co.id/2015/11/makalah-pengertian-estetika-dan.html), diakses pada tanggal 12 desember 2016.