PAJAK SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN DALAM PENYEDIAAN BARANG PUBLIK OLEH PEMERINTAH DAN EFEK FREE RIDER Ahmad Yusuf ABSTRAK Pemerintah berperan untuk menyediakan barang publik karena kelemahan ekonomi pasar yang tidak dapat memenuhi kebutuhan barang publik. Penyediaan barang publik tersebut membutuhkan pembiayaan yang salah satunya berasal dari pajak. Akan tetapi tidak semua rakyat berkontribusi dalam membayar pajak walaupun ikut menikmati barang publik yang disediakan pemerintah. Hal ini dikenal sebagai free rider. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi kaitan antara pajak dan free rider terkait dengan penyediaan barang publik . Keywords : barang publik, pajak, free rider Barang publik merupakan barang yang pemakaiannya dapat dikonsumsi oleh lebih dari satu orang. Hal ini berbeda dengan karakteristik barang privat yang dalam proses pengonsumsiannya ada unsur rivalitas karena barang privat dapat dimiliki secara pribadi. Karena barang publik ini dimiliki bersama maka untuk pengadaannya juga membutuhkan konsensus untuk pembiayaannya. Jika barang publik yang dimaksud masih dalam skala kecil seperti toilet umum, pos kamling dan sebagainya maka biaya yang dibutuhkan relatif kecil. Lalu bagaimana jika barang publik yang dibutuhkan berskala luas seperti pertahanan dan keamanan siapa yang akan membayar untuk itu. Disinilah peran pemerintah sebagai penyelenggara negara yang bertugas untuk menyediakan barang publik yang dibutuhkan oleh orang banyak. beberapa sumber seperti pajak, pendapatan negara bukan pajak (PNBP), hibah serta dengan melakukan pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri. Jika dulu PNBP dari sektor migas menjadi andalan penerimaan negara maka sekarang ini pajak yang menjadi andalan sumber penerimaan negara karena prosentase dari seluruh penerimaan negara hampir 70%. Pemerintah berkewajiban untuk mewujudkan tersedianya barang publik karena ekonomi pasar yang dulu diperkenalkan oleh Adam Smith dianggap gagal untuk menyediakannya. Pemerintah mendapatkan sumber pembiayaan untuk mendanai pengadaan barang publik tersebut melalui Kata memaksa berarti memberikan kewenangan atau legitimasi kepada pemerintah untuk memungut pajak dari masyarakat karena tanpa kewenangan yang diatur dalam undangundang pemungutan ini akan dianggap sebagai perampokan. Legitimasi ini juga dapat dalam bentuk sanksi yang dapat dikenakan kepada Pajak Pajak menurut pasal 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. pelanggar peraturan perundang-undangan perpajakan berupa bunga, denda dan atau kenaikan dari pokok utang pajak. Pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat diartikan pajak sebagai sumber pembiayaan untuk penyediaan barang publik yang disediakan untuk rakyat. Hal ini juga berarti bahwa pajak memiliki fungsi budgetair. Mardiasmo (2009:1) mengartikan fungsi budgetair ini sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. Noor Fuad dkk (2006:7) menyebutkan bahwa suatu kebijakan publik dapat dievaluasi dengan beberapa kriteria yang salah satunya adalah keadilan dan kewajaran (equity and fairness). Kriteria tersebut dapat digunakan untuk menilai kebijakan pengenaan pajak untuk membiayai pengadaan barang publik. Pengenaan pajak dapat dikatakan adil jika pengenaan pajak dilakukan secara umum dan merata, disesuaikan dengan kemampuan masing-masing serta memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan dan banding (Mardiasmo:2009:2). Dalam kaitannya dengan pengadaan barang publik menjadi tidak adil jika masyarakat yang memenuhi kriteria subyektif dan obyektif sebagai pembayar pajak ikut menikmatinya tetapi tidak ikut berpartisipasi dalam membayar pajak. yaitu pengguna barang publik yang tidak ikut berkontribusi terhadap pengadaannya. Sebab- sebab adanya free rider dalam bidang perpajakan adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. Free Rider Dalam kelompok yang luas seperti negara konsensus untuk memberikan kontribusi oleh warganya tidaklah mudah . Hal ini dikarenakan preferensi orang berbeda-beda serta sifat pajak itu sendiri yang tidak memberikan kontra prestasi secara langsung sehingga ada sebagian orang yang enggan berkontribusi walaupun menurut peraturan perundang-undangan perpajakan telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif. Hal ini dikenal sebagai free rider 4. 5. Tidak ada kontra-prestasi secara langsung. Pajak memiliki karakteristik yang berbeda dengan retribusi dimana pembayar pajak tidak mendapat kontra-prestasi secara langsung. Direktorat Jenderal Pajak hanya berfungsi sebagai penghimpun pajak sedangkan pengalokasian hasil pemungutan pajak tersebut dilakukan melalui proses anggaran di DPR. Hal ini mengakibatkan sebagian masyakat menanggap mereka tidak mendapat manfaat apa-apa dari pajak yang mereka bayarkan. Image buruk pajak akibat kasus korupsi yang bermunculan. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan oknum pegawai pajak sedikit banyak berpengaruh terhadap tingkat kontribusi warga terhadap pembayaran pajak apalagi ditambah dengan adanya ajakan aksi boikot membayar pajak. Hal ini diperparah dengan media yang berita yangnya bombastis. Konsep pajak masih belum dimengerti oleh sebagian masyarakat. Reformasi di bidang perpajakan dapat dikatakan masih baru sehingga banyak orang yang masih awam dengan pajak. Hal dikarenakan pajak belum diperkenalkan sejak dini mulai dari pendidikan sekolah dasar,menengah dan atas. Law enforcement yang belum optimal. Masih banyak masyarakat yang mempunyai utang pajak tapi belum dilakukan tindakan penagihan pajak sehingga tidak menciptakan efek jera untuk yang lainnya. Apalagi penagihan pajak sangatjarang diberitakan di media sehingga DJP tidak kelihatan taringnya di masyarakat. Adanya aturan tentang kerahasiaan nasabah bank. Peraturan tentang kerahasiaan nasabah bank mempersulit identifikasi masyarakat yang berpotensi untuk memenuhi kriteria subyektif dan obyektif sebagai pembayar pajak. Indonesia dapat dikatakan ketinggalan karena banyak negara telah menghapus perlindungan kerahasiaan bank untuk tujuan perpajakan. Tingkat free rider perpajakan dalam skala kecil tidak akan terlalu berpengaruh terhadap postur penerimaan negara. Masalahnya jika free rider ini bertambah banyak maka target penerimaan negara dari sektor pajak tidak akan tercapai. Apalagi penerimaan negara ini merupakan sumber utama selain PNBP. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara akan semakin besar. Padahal selama ini ketentuan besarnya defisit APBN yaitu sebesar 3% dari produk domestik bruto . Hal ini diatur dalam penjelasan pasal 12 ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Tingkat ketercapaian target penerimaan pajak dari tahun 2009 sampai dengan 2012 dapat dilihat di tabel 1. Tabel 1 Persentase Pencapaian Target Penerimaan Pajak No Tahun 1 2009 2 2010 3 2011 4 2012 Sumber: voa Indonesia % Pencapaian 97,92 98,34 99,32 92,78 Simpulan dan Saran Pajak merupakan sumber utama pembiayaan penyediaan barang publik oleh pemerintah. Dalam pemungutannya ada sebagian dari masyarakat yang tidak ikut berkontribusi membayar pajak yang dikenal sebagai free rider dalam keuangan publik. Untuk menekan tingkat free rider di bidang perpajakan perlu dilakukan usaha-usaha sebagai berikut: 1. Menghapus peraturan kerahasian nasabah bank seperti negara-negara lain untuk tujuan perpajakan. 2. Penguatan kehumasan DJP untuk memperbaiki image. 3. Pengenalan pajak dari level pendidikan dasar untuk membentuk masyarakat peduli pajak. 4. Mengintensifkan program Sensus Pajak Nasional (SPN) untuk menjaring Wajib Pajak potensial. Dengan usaha usaha tersebut diharapkan masyarakat berpartisipasi dalam membayar pajak sehingga penyediaan barang publik dapat berjalan. Daftar Pustaka Mardiasmo.2009. Perpajakan. Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: Andi Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. 2006. Keuangan Publik. Teori dan Aplikasi. Jakarta: LPKPAP Republik Indonesia. 2003. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ______. 1983. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 stdtd Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan VOA Indonesia. 2013. BPK: Penerimaan Pajak Tidak Capai Target dalam 4 Tahun Terakhir. http://m.voaindonesia.com/a/1683033.htm l (diakses 12 November 2013).