LOMBA ESAI NASIONAL 2016 Badan Eksekutif Mahasiswa Program Studi Ilmu Agama Islam UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA Judul: Indonesia: Andalusia Masa Depan dan Inspirasi Perdamaian Dunia Ditulis oleh: Gun Gun Gunawan NIM: C1013019 PROGRAM STUDI SASTRA ARAB FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 1 INDONESIA: ANDALUSIA MASA DEPAN DAN INSPIRASI PERDAMAIAN DUNIA Indonesia dan Andalusia Indonesia dan Andalusia memang dua hal yang memiliki ruang dan waktu yang berbeda. Indonesia berada di Asia Tenggara sementara Andalusia ada di Eropa. Indonesia ada sejak 1945 sampai sekarang dan –peradaban-Andalusia ada dari abad ke 7 hingga akhir abad ke 14. Namun keduanya memiliki kesamaan yaitu sebagai wilayah luar Arab yang menjadi tempat penyebaran agama Islam. Keduanya pernah menjadi tempat dimana peradaban Islam bersemi. Tampaknya sejarah berkata lain. Islam di Andalusia kini tak tersisa, tercabut hingga ke akar-akarnya. Kini semuanya hanya tinggal sejarah. Masjidmasjid di sana sudah berubah menjadi gereja. Seruan azan telah berubah menjadi denting lonceng, lantunan ayat-ayat suci telah tergantikan dengan alunan nyanyian misa. Sementara Islam di Indonesia kian hari kian masif. Bahkan Indonesia menjadi negara yang berpenduduk muslim paling banyak di dunia. Muslim Indonesia mampu hidup berdampingan dengan rukun bersama pemeluk agama lain dengan tingkat teloransi yang cukup membanggakan. Islam menerangi bumi Andalusia selama hampir 900 tahun. Islam dengan misi kedamaian yang dibawanya masuk ke wilayah yang kini menjadi negara Spanyol dan Portugis pada abad ke 7 M. Spanyol ditaklukan oleh tentara Islam dibawah pimpinan Thariq Bin Ziyad dan kemudian dibawah Kekhalifahan Bani Umayyah II namanya berubah menjadi Andalusia (Lapidus: 2000:582). Dalam naungan Islam Andalusia dengan ibu kotanya Cordoba berkembang pesat dan menjadi satu-satunya peradaban dunia yang ada di Eropa pada abad pertengahan. Para sejarawan mencatat bahwa kemajuan Andalusia, baik ekonomi, militer, pendidikan dan kebudayaannya, tidak pernah ada yang menandingi kecuali oleh Baghdad. Ibukota Khilafah Abbasiyah di timur dunia Islam (Khitti: 2013:669). Islam tumbuh dengan pesat bersama ilmu pengetahuan dan teknologi dan harmoni antar umat beragama. Didalamnya lahir sejumlah ilmuwan sekelas Ibnu Rusydi Az-Zarqali, A-Zahrawi, Ibnu Bajjah, dan Ibnu Firnasi, yang dengan 2 ilmunya, meraka membawa obor peradaban yang menerangi Eropa dari kegelapan dan keterbelakangan (Soebachman: 2014:43). Mengenalkan pemikiran modern, memperkenalkan Aristoteles, Sokrates, dan Plato, dan tentunya membuktikan bahwa Islam adalah agama rahmat lil alamin. Tercatat dalam sejarah, Cordoba, Sevila, Valensia, Toledo, dan Granada, adalah kota-kota peradban Islam yang menjadi saksi betapa Islam pernah berjaya di jazirah Hispania itu. bersatu dengan Kristen, Yahudi, dan penganut agama lain dengan penuh toleransi. Teloransi memang satu hal yang tidak bisa dipisahkan dari muslim Andalusia. Dikisahkan, saking cintanya orang-rang Kristen Andalusia terhadap orang-orang Islam, mereka mengadopsi budaya dan cara hidup kaum muslim seperti bahasa dan cara berpakaian. Orang orang inilah yang disebut kaum Mudejar, yaitu orang Kristen yang ter-Arabkan atau tepatnya ter-islamkan (Lapidus: 2000:588). Harmoni itu terus berlanjut hingga berabad-abad bersama kahlifah-khalifah dan emir yang shaleh lagi bijaksana. Namun, ketika keserakahan atas nama agama, saling curiga, dan pengkhianatan antar umat manusia ditabuh genderangnya, keharmonisan itu sirna tak tersisa. Kristen Spanyol dibawah pimpinan Ferdinand dan Isabella memerintahkan penghancuran terhadap Islam Andalusia. Kerajaan ditaklukan, Sultan dihinakan, islam dinistakan, dan umatnya di diusir, dibunuh, dan dijadikan budak. Pasangan raja dan ratu ini membuat sebuah lembaga (Inkuisisi) untuk menghancurkan Islam dan budayanya hingga ke akar-akarnya. Ribuan buku dibakar , puluhan istana diduduki, dan ratusan masjid dijadikan katedral. Islam yang telah menjadikan Eropa berperadaban kini tak tersisa sedikitpun. Hilang, hancur, terkoyak bersama aliran darah syuhada. Islam Indonesia: Islam dengan Wajah Tersenyum Apa yang tejadi di Andalusia berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di Indonesia, Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke7 tersebar secara meluas pada abad ke-14 (Abdullah: 2016:33). Yaitu tahun-tahun ketika Islam Andalusia mengalami kemunduran. Islam masuk ke negeri yang gemah ripah loh jinawi ini dibawa oleh para pedagang Arab, Persia dan Gujarat. Dengan mudah Islam 3 diterima oleh penduduk setempat. Tak hanya penduduk biasa, para bangsawanpun berbondong-bondong memeluk agama ini. Tahun demi tahun, munculah penyebar-penyebar Islam di Nusantara bersamaan dengan munculnya kerajaankerajaan Islam seperti Samudera Pasai dan Demak. Banyak diantara para penyebar itu adalah para ulama lokal seperti Sunan Kalijaga dan beberapa Wali Sanga lainnya. Peradaban Islam di Indonesia memang tidak semaju perdaban Islam Andalusia. Ketika Islam tengah menaiki puncak kejayaannya tiba-tiba datanglah Imperialisme Eropa ke Nusantara. Satu-persatu negeri-negeri Islam di Nusantara jatuh ke tangan penjajah Portugis, Spanyol, Inggris, dan akhirnya Belanda. Dibawah penjajahan Belanda, umat Islam Indonesia ditindas dan kebebasan beragamanya dibatasi. Belanda angkat kaki, kemudian datanglah penjajah Jepang. Jepang juga tidak lebih baik daripada Belanda. Bahkan, dalam beberapa hal penjajah Jepang lebih banyak menodai kehormatan Islam. Namun perlu dicatat, meski peradaban Islam di Indonesia tidak semaju Andalusia, bahkan perkembangannya tersendat karena penjajahan Barat, Islam tetap bertahan sebagai agama mayoritas penduduk. Bahkan kini, di era kemerdekaan agama ini kian masif. Setidaknya ada dua hal yang menyebabkan Islam di Andalusia tidak bisa bertahan sementara Islam di Indonesia bisa bertahan sampai saat ini dan menjadi agama mayoritas penduduk. Pertama, Islam masuk ke Andalusia dengan “pedang”. Artinya Islam masuk ke sana dengan peperangan atau penaklukan. Andalusia menjadi Islam karena ditaklukan oleh kekuatan Islam, sehingga ketika keuatan Islam melemah keuatan Kristen setempat berusaha memukul mundur kekuatan Islam. Hal ini berbeda dengan Islam di Indonesia yang masuk dengan cara damai tanpa pertumpahan darah. Islam masuk melalui hubungan dagang. Penduduk berbondong-bondong masuk islam karena tertarik pada Islam yang salah satunya karena Islam tidak menerapkan sistem kasta. Selain itu Islam masuk melalui perkawinan antara pedagang Arab, Persia, maupun Guzarat dengan puteri penguasa setempat. Sehingga pada gilirinya menghasilkan generasi penguasa Islam. 4 Kedua, Islam di Andalusia tidak benar-benar merasuk kedalam tatanan dan budaya masyarakat setempat. Saat itu, mayoritas penduduk Andalusia yang Islam adalah bangsa Arab atau keturunan Arab yang hidup dengan budaya Arab. Berbicara bahasa Arab, makan dengan cara Arab, berpakaian cara Arab, bergaul cara Arab, dan penguasa-penguasa di sanapun berasal bangsa Arab yang tentu menjunjung tinggi fanatisme dan superioritas bangsa Arab. Maka tak heran ketika di Andalusia bangsa Arab di hancurkan, maka Islampun ikut hancur tak bersisa. Sementara di Indonesia, sejak awal masuk hingga kini, Islam mampu berasimilasi dan mengalami akulturasi dengan kebudayaan lokal. Para ulama begitu arif dalam menyebarkan Islam hingga benar-benar merasuk ke dalam sendi-sendi budaya masyarakat setempat. Contahnya bagaimana Sunan Kalijaga berdakwah melalui media Wayang, bagaimana Sunan Bonang berdakwah melalui alat musik, dan bagaimana ulama-ulama lainnya memasukan nilai-nilai Islam melalui upacara adat lokal seperti tahlilan dan lain-lain. Itu adalah langkah berilian para ulama Indonesia masa lalu yang kini menjadikan Islam tetap bertahan dan menyatu bersama kultur keindonesian tanpa meninggalkan esensi Islam itu sendiri. Penyebaran Islam yang damai inilah yang menurut Haidar Nashir-ketua PP Muhammadiyah-telah meneguhkan sekaligus memberi sibghah (celupan) karakter harmoni dalam keberagamaan kaum Muslim Indonesia (Republika: 2015). Dilihat dari sisi historis yang unik, maka Islam Indonesia memiliki karekteristik yang unik pula. Sebagaimana disinggung di paragraf di atas bahwa Islam di Indonesia disebarkan dengan cara yang damai dan tanpa kekerasan. Hal inilah yang menjadikan Islam Indonesia sebagai Islam yang damai, moderat, ramah, dan toleran. Menurut Haidar Nashir, Islam yang bercorak lembut, damai, toleran, dan nirkekerasan tersebut secara sosiologis melekat dengan watak penduduk kepulauan ini yang pada umumnya memang berwatak demikian. Hampir semua etnik dan masyarakat daerah di negeri ini memiliki sifat damai itu, tidak melekat pada etnik dan golongan tertentu, hanya ekspresi simbolisnya yang sering berbeda. 5 Andalusia Masa Depan dan Inspirasi Perdamaian Dunia Keberhasilan Islam Indonesia dalam menampilkan wajah damai dan moderatnya bukan isapan jempol belaka. Muslim Indonesia bisa tetap bersatu dalam damai diantara ribuan perbedaan baik mazhab fiqih, ormas, maupun latar belakang budaya (Maarif: 2015:46). Indonesia yang terdiri dari berbagai macam pulau, suku bangsa, dan bahasa menjadikan budaya masyarakatnyapun berbedabeda. Tetapi itu tidak lantas menjadikan umat Islam bercerai berai apalagi berperang. Umat Islam Indonesia masih bisa tersenyum ditengah berbagai macam perbedaan. Menurut Yunahar Ilyas, corak damai Islam Indonesia inilah yang membedakan Islam Indonesia dengan Islam di Timur Tengah yang cenderung kaku dan tidak toleran sehingga memunculkan perpecahan dan perang saudara (PWMU.CO: 2016). Pendapat yang juga senada dengan apa yang dikatakan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj dan Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin (Kompas.com: 2015). Kekhasan Islam Indonesia yang ramah, toleran, dan damai telah diakui dunia dan semestinya menjadi role model bagi Islam dunia. Dalam artikel yang dimuat Majalah Time (23/91996) tentang isu "The New Face of Islam", disebutkan bahwa Islam di Indonesia adalah Islam yang lembut yang dibentuk oleh angin tropis dan pengalaman multi kultural yang panjang, sedang menerangi jalan menuju sebuah masa depan Islam yang besar (Republika: 2015). Tidak hanya itu, ulama-ulama Al-Azhar Mesir juga sering memuji Islam Indonesia sebagai Islam yang moderat dan ramah dan mementingkan perdamaian (Republika: 2016). Hal ini tidak berlebihan mengingat Al-Azhar merupakan instutusi Islam dunia yang berusaha menyebarkan faham-faham Islam moderat. Corak Islam Indonesia yang ramah, moderat, dan toleran adalah bekal untuk menjadikan Indonesia sebagai Andalusia masa depan dan inspirasi perdamaian dunia. Dalam mewujudkan cita-cita besar ini setidaknya ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, mempertahan corak Islam Indonesia itu sendiri dan memeliharanya dengan sepenuh hati. Kedua, mempersiapkan generasi Islam yang handal dalam iman dan taqwa dan profesional dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga, menyebarkan paham-paham Islam moderat 6 ala Indonesia ke berbagai penjuru dunia. Hal ini bisa dilakukan dengan memanpaatkan posisi Indonesia dalam percaturan dunia. Baik memanfaatkan diaspora Indonesia maupun memanfaatkan hubungan Indonesia di dunia Internasional. Keempat, mencegah masuk dan berkembangnya paham-paham Islam radikal dan terus menanamkan paham Islam moderat kepada seluruh elemen Umat Islam Indonesia. Jika Umat Islam Indonesia tetap mempertahankan corak Islamnya dan didukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni maka tidak mustahil Indonesia akan menjadi “Andalusia Masa Depan”. Yaitu menjadi negeri yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi. Negeri dimana Islam bisa bersatu dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kearifan lokal. Negeri dimana teloransi antara umat beragama menyumsum dalam tulang, terpatri dalam dalam hati dan mengalir berlandaskan tauhid dan kebhinekaan. Negeri yang menjadi panutan bangsabangsa lain dalam menjalankan Islam dan perdamaian. Wallahua’lam. 7 DAFTAR PUSTAKA Buku Abdullah, Rachmad. 2016. Wali Songo: Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa (1404-1482). Sukoharjo: Al-Wafi. Khitti. Philiph K. 2013: History of The Arabs (terjemahan). Jakarta: Serambi Lapidus, Ira M. 2000. Sejarah Sosial Ummat Islam (terjemahan). Jakarta: Rajawali Pers. Maarif, Ahmad Syafii. 2015. Islam dalam Bingkai Keindonesian dan Kemanusiaan. Bandung: Mizan. Soebchman, Adiba A. 2014. Jejak Islam dari Langit Eropa Hingga Langit Nusantara. Yogyakarta: Syura Media Utama. Internet: Asrori, Musthofa. 2015. http://www.nu.or.id/post/read/59853/delegasi-mesirislam-di-indonesia-lebih-islam-dari-islam-di-dunia-arab. (Diakses pada: 5/09/2016: 15:57). Mulkhan,Unang. 2016. http://www.pwmu.co/4824/2016/04/islam-tertawa-yangbedakan-islam-indonesia-dengan-timur-tengah.html. (Diakses pada: 5/09/2016: 15:57). Nashir, Haedar. 2015. http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman1/15/06/21/nqa96y-wajah-islam-indonesia. (Diakses pada: 5/09/2016: 15:57). Zuhri, Damanhuri.2016. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islamnusantara/16/02/26/o34n0l313-grand-syeikh-alazhar-puji-peran-gontorbentuk-jiwa-dan-pikiran-moderat. (Diakses pada: 5/09/2016: 15:57). Khabibi,Ikhwanul.2016.http://news.detik.com/internasional/3230063/menawarka n-wajah-islam-moderat-ala-indonesia-untuk-australia. (Diakses pada: 5/09/2016: 15:57). Liauw,Hindra.2016.http://nasional.kompas.com/read/2015/07/30/01353821/Ini.ya ng.Bedakan.Umat.Islam.Indonesia.dan.Timur.Tengah. (Diakses pada: 5/09/2016: 15:57).