DIABETES INSIPIDUS DEFINISI Diabetes insipidus merupakan kelainan peningkatan volume urin terdilusi (poliuria) yang diekskresikan akibat defisiensi vasopresin (diabetes insipidus sentral), resistensi AVP (diabetes insipidus nefrogenik), atau compulsive water drinking (polidipsi primer).1,2 Poliuria ditandai dengan volume urin lebih besar dari 2 liter/m2/24 jam atau sekitar 150 ml/kg/24 jam saat lahir, 100-110 ml/kg/24 jam sampai usia 2 tahun, dan 40-50 ml/kg/24 jam pada anak > 2 tahun.1 EPIDEMIOLOGI Diabetes insipidus merupakan penyakit yang jarang dengan prevalensi 1:25.000.3 Kurang dari 10% pasien merupakan tipe herediter. Sebanyak 90% kasus diabetes insipidus nefrogenik x-linked merupakan jenis kongenital dan terjadi dengan frekuensi 4-8 per 1.000.000 anak laki-laki yang hidup. Diabetes insipidus sentral autosomal dominan: onset penyakit usia 1-6 tahun.1 Gejala klinis memburuk seiring usia pada pasien dengan onset penyakit <10 tahun. Frekuensi diabetes insipidus sentral antara 48-78%.3 ETIOLOGI Etiologi diabetes insipidus adalah sebagai berikut:1,2,4,5 1. Diabetes insipidus sentral - Idiopatik - Herediter – autosomal resesif atau dominan, mutasi diverse pada regio koding gen AVP-neurofisin II (atau AVPNPII) - Trauma kepala atau fraktur kalvaria - Tumor supraselular atau intraselular (kraniofaringioma, glioma, pinealoma) - Penyakit granulomatosa (sarkoid, tuberkulosis, granulomatosis Wegener, sifilis) - Histiositosis - Sindrom Guillain-Barre - Penyakit sickle cell - Perdarahan serebral, trombosis, atau aneurisma - Ensefalopati iskemik - henti jantung atau syok - Infeksi – meningitis atau ensefalitis - Berhubungan dengan celah bibir dan palatum - Leukemia atau limfoma - Anoreksia nervosa 2. Diabetes insipidus nefrogenik Kongenital - Reseptor ADH X-linked defek akuaporin Penyakit Ginjal - Uropati obstruktif - Displasia renal - Penyakit kistik medular - Pyelonefritis dan nefropati refluks - Penyakit polikistik - Nefropati asam urat Penyakit sistemik dengan keterlibatan ginjal - Penyakit sickle cell - Sarkoidosis - Amiloidosis - Myeloma multipel - Penyakit Sjogren Medikasi - Aminoglikosida - Amfoterisin - Cisplatin - Diuretik - Isofosfamid - Litium - Metisilin - Metoksifluran - Fenitoin - Vinblastin Lain-lain - Hipokalemia - Hiperkalsemia - Hiperkalsiuria - Konsumsi air berlebihan atau konsumsi protein yang kurang PATOFISIOLOGI Sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan arginin vasopresin (AVP) dari kelenjar pituitari posterior diregulasi oleh nukleus paraventrikuler dan supraoptikal. AVP bekerja pada lokasi target duktus kolektivus korteks ginjal. Pada membran lateral basalis di duktus kolektivus korteks, AVP berikatan dengan reseptor vasopresin2, yang berkaitan dengan protein G dan adenilat siklase untuk memproduksi cAMP. Protein kinase A distimulasi dan bekerja melalui promosi aquaporin2 (AQP2). Adanya AVP menginduksi insersi protein AQP2 pada permukaan apikal dari sel tubuler korteks yang menyebabkan masuknya air ke dalam sel. Apabila tidak terdapat AVP, protein AQP2 kembali ke vesikel. Kerusakan kelenjar pituitari posterior akibat tumor atau trauma menyebabkan defisiensi vasopresin dan terjadinya diabetes insipidus sentral.2,6 Diabetes insipidus nefrogenik disebabkan karena resistensi organ terhadap vasopresin akibar defek reseptor atau medikasi dan agen lain yang memengaruhi transportasi cairan oleh AQP2.2 Diabetes insipidus sentral familial dapat terjadi akibat autosomal dominan maupun autosomal resesif. Diabetes insipidus sentral pada autosomal resesif disebabkan akibat adanya delesi mitokondrial kromoson 4p16 dan biasanya terjadi pada anak kurang dari 1 tahun. Diabetes insipidus nefrogenik terjadi akibat defek kanal AQP2 atau defek reseptor vasopresin. Defek genetik diakibatkan oleh X-linked resesif atau autosomal resesif.2,8 Diabetes insipidus nefrogenik didapat dapat disebabkan oleh reaksi obat, gangguan elektrolit, obstruksi saluran kemih, atau kondisi lain. Poliuria yang diakibatkan oleh kondisi tersebut tidak seberat dibandingkan pada diabetes insipidus sentral.2,6 Pada compulsive water drinking (polidipsi primer), individu dapat mengonsumsi 15 liter air per hari dan memproduksi urin dengan jumlah yang setara. Ingesti air yang besar dapat menekan sekresi vasopresin secara fisiologis dan mengakibatkan hipoosmolaritas urin. Poliuria menurun pada malam hari akibat tidak terjadinya polidipsi. Nokturia moderate membedakan compulsive water drinking dengan bentuk diabetes insipidus lainnya.2,6,8 Tabel 1. Jenis diabetes insipidus familial7 Tipe Genetik Diabetes insipidus Autosomal sentral dominan Diabetes insipidus Autosomal resesif sentral Diabetes insipidus X-linked resesif nefrogenik Diabetes insipidus Autosomal resesif nefrogenik atau dominan Genetik molekular Mutasi gen prepro-AVP2 Delesi mitokondria pada 4p16 Mutasi gen AVPR2 Mutasi gen AQP2 Onset penyakit (usia) > 1 tahun < 1 tahun < 1 minggu < 1 minggu Tabel 2. Perbedaan manifestasi klinis diabetes insipidus2 Onset poliuria Volume urin Nokturia Kegemaran air dingin Diabetes insipidus sentral Mendadak Tinggi Sering Besar Diabetes insipidus nefrogenik Bervariasi Tinggi Sering Bervariasi Compulsive water drinking Bervariasi Bervariasi Moderat Bervariasi MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis yang muncul pada penderita diabetes insipidus adalah sebagai berikut:1,2,5 - Gejala primer : poliuria dan polidipsi persisten - Dehidrasi berat: dehidrasi berat pada anak laki-laki usia awal merupakan sugestif adanya diabetes insipidus nefrogenik - Muntah - Konstipasi - Demam - Nokturia pada anak sering bermanifestasi sebagai enuresis. - Iritabilitas - Gangguan tidur - Gagal tumbuh dan retardasi pertumbuhan. - Retardasi mental kemungkinan disebabkan karena dehidrasi yang berulang - Defisit neurologis fokal + poliuria: kecurigaan DI sentral akibat massa - Gangguan penglihatan usia muda: kecurigaan DI sentral akibat massa - Penting untuk mengetahui onset dari penyakit: Nefrogenik : manifestasi pada neonatus usia 1 minggu pertama PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita diabetes insipidus adalah sebagai berikut:1,2,5,6 - Hipersmolalitas serum (>300 mosm/L) + hipoosmolaritas urin (<300 mosm/L atau rasio osmolalitas urin-plasma <1), poliuria (produksi urin 4-5 ml/kg/jam dalam 2 jam) : DI sentral atau nefrogenik - Urin 24 jam: kuantitas poliuria, osmolalitas, spesific gravity - Elektrolit plasma, osmolalitas plasma - Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin serum) - Glukosa serum: menyingkirkan poliuria akibat DM - Hiposmolalitas serum + hipoosmolaritas urin : compulsive water drinking - Water deprivation test dan desmopressin/DDAVP: Desmopresin asetat (desamino-D-arginin-8-vasopresin) 0,03 mcg/kg subkutan atau intravena digunakan untuk membedakan diabetes insipidus sentral dan neftogenik. Peningkatan osmolalitas plasma > 10 mOsm/kg dari baseline, dengan specific gravity urin yang tetap < 1,010 setelah water deprivation test mengarahkan ke diagnosis diabetes insipidus. Tahap selanjutnya adalah pemberian DDAVP intranasal untuk membedakan tipe diabetes insipidus. Perbedaan hasil water deprivation test dan desmopressin/DDAVP:2 1. Diabetes insipidus sentral: osmolalitas urin meningkat >450 mOsm/kg 2. Diabetes insipidus nefrogenik: osmolalitas urin tetap <200 mOsm/kg 3. Compulsive water drinking: osmolalitas urin meningkat >750 mOsm/kg Setelah diagnosis diabetes insipidus sentral ditegakkan, investigasi lainnya adalah pemeriksaan penanda tumor, survey sistem skeletal (kalvarian terlibat pada 85% kasus Langerhans cell hystiocytosis), dan neuroimaging otak dengan magnetic resonance imaging (MRI) untuk mengetahui penyebab diabetes insipidus sentral.1,2 METODE WATER DEPRIVATION TEST Langkah water deprivation test adalah sebagai berikut:1,2,8 1. Ambil sampel urin dan darah sebagai baseline (osmolalitas dan elektrolit) 2. Lakukan deprivasi cairan setelah sarapan sampai terjadi dehidrasi yang signifikan 3. Timbang tiap 2 jam; batas dehidrasi mencapai kehilangan 3-5% bobot tubuh 4. Monitor specific gravity urin setiap jam; apabila 1,014 atau lebih tinggi, hentikan pengujian dan ambil sampel urin dan darah untuk pemeriksaan osmolalitas 5. Batasi deprivasi cairan sampai durasi 7 jam (4 jam pada bayi), kecuali pada kasus polidipsi primer (dibutuhkan periode dehidrasi yang lebih lama) 6. Ambil sampel urine dan darah untuk cek osmolalitas dan elektrolit 7. Apabila tetap terjadi poliuria, berikan DDAVP intranasal (5 mcg untuk neonatus, 10 mcg untuk bayi dan 20 mcg untuk anak) 8. Lakukan penggantian cairan setara dengan produksi urin 9. Setelah 4 jam (2 jam pada bayi), lakukan pemeriksaan osmolalitas darah dan urin 10. Hasil: a. Respon normal terhadap dehidrasi atau DDAVP: - Osmolalitas urin >450 mOsm/kg - Osmolalitas urin/serum ≥1,5 - Osmolalitas urin/serum meningkat dari baseline sebanyak ≥1 b. Respon yang normal didapatkan pada diabetes insipidus sentral atau psikogenik c. Kriteria di atas tidak terpenuhi pada diabetes insipidus nefrogenik 11. Uji harus dihentikan apabila terjadi kehilangan berat badan melebihi 5% dari berat badan awal dan/atau kadar natrium plasma lebih tinggi dari 143 mEq/liter dan/atau osmolalitas plasma lebih tinggi dari 295 mOsm/kg H2O dan/atau osmolalitas urin meningkat menjadi normal. Gambar 1. Algoritma diagnosis pada poliuria-polidipsia (rasio normal: Uosm/Posm > 1,5)1 DEHIDRASI POLIURIA DIURESIS SOLUT DIURESIS AIR - Rasio osmolalitas urin-plasma < 0,7 - Klirens osmotik < 3 ml/menit - Poliuria > 5 ml/kg/jam - Specific gravity urin < 0,010 - Rasio osmolalitas urin-plasma > 0,7 - Klirens osmotik > 3 ml/menit DEHIDRASI POLIURIA - Peningkatan osmolalitas plasma > 10 mOsm/kg dari baseline - Specific gravity urin < 0,010 DEHIDRASI POLIURIA - 1-desamino-8-D-arginin vasopresin (DDAVP) intranasal Osmolalitas urin > 450 mOsm/kg Osmolalitas urin > 750 mOsm/kg Osmolalitas urin < 200 mOsm/kg DIABETES INSIPIDUS SENTRAL COMPULSIVE WATER DRINKER DIABETES INSIPIDUS NEFROGENIK Gambar 2. Evaluasi diagnosis banding untuk dehidrasi poliuria, termasuk penggunaan tes deprivasi cairan dan DDAVP2 Tabel 3. Interpretasi tes deprivasi cairan (water deprivation test) dan DDAVP1 Osmolalitas urin, mOsm/kg Diagnosis Setelah deprivasi Setelah DDAVP cairan <300 >750 Diabetes insipidus sentral <300 <300 Diabetes insipidus nefrogenik >750 Polidipsia primer 300-750 <750 Diabetes insipidus sentral parsial Diabetes insipidus nefrogenik parsial Polidipsia primer parsial Tabel 4. Interpretasi osmolalitas urin dan serum2 Basal Subyek Volume urin harian (L) 0,5-1 4-10 4-10 Normal DI sentral DI nefrogenik (korteks) DI 4-10 nefrogenik (meduler) CWD 1,5-20 Natrium Osmolalitas SG serum serum urin (mEQ/L) (mOsm/kg) Osmolalitas Vasopresin urin plasma (mOsm/kg) 135-145 >145 170 280 >300 >300 >1,010 50-1400 <1,010 <200 <1,005 50-200 170 >300 <1,005 <300 140 <280 <1,020 <200 Normal Rendah Normal atau meningkat Normal atau meningkat Menurun Plateau setelah deprivasi air Vasopresin Osmolalitas plasma urin (mOsm/kg) Setelah ADH Perubahan osmolalitas urin Meningkat Rendah Tinggi >800 <200 150 <5% >50% <50% Tinggi 300 <50% Meningkat 600 <5% Gambar 3. Algoritma penegakan diagnosis pada diabetes insipidus sentral.1 DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding diabetes insipidus antara lain:1,2 - Diabetes mellitus: dibedakan dengan adanya hiperglikemia, glukosuria, ketonuria - Gagal ginjal kronis: azotemia (peningkatan BUN, SC) - Small volume urinary frequency (akibat sistitis, uretritis, masturbasi, sexual abuse, iritasi uretra): jarang berhubungan dengan polidipsia - Hiperaldosteronisme primer: hipernatremia ringan, hipertensi, hipervolemia, supresi aktivitas renin plasma TATALAKSANA Pilihan terapi pada diabetes insipidus adalah DDAVP intranasal 5-20 mcg per hari. Dosis sediaan oral 20 kali lebih besar dari intranasal. Vasopresin aqueous atau desmopresin (ampul 4 mcg/ml) dapat diberikan secara intravena pada diabetes insipidus akut setelah hipofisektomi.2 Diabetes insipidus sentral1,2,5 - Terapi cairan: terutama neonatus dan bayi setara 3 liter/m2/24 jam - Analog vasopresin (Desmopresin) subkutan, intranasal, atau oral terutama pada anak yang lebih besar - Vasopresin aqua sintetis (Pitressin) kontinyu terutama pada DI sentral dengan onset akut setelah neurosurgery - Analog ADH sintetis : DDAVP (intranasal, oral, atau intravena) - Diuretik tiazid (hidroklorotiazid 2-3 mg/kg/hari dibagi 3 dosis atau klorotiazid 30 mg/kg/hari) menurunkan frekuensi urinasi sebesar 50% atau lebih : efek antidiuretik paradoksik karena peningkatan ekskresi natrium di urin, terjadi peningkatan reabsorpsi air di proximal convoluted tubule sehingga menurunkan gejala poliuria sampai 50% - Chlorpropramide menurunkan poliuria 25-75% - Clofibrate menurunkan poliuria, baik tunggal maupun kombinasi dengan DDAVP atau chlorpropamide. Diabetes insipidus nefrogenik2,5 - Terapi cairan adekuat - Diet rendah osmolar dan rendah natrium (<0,7 mEq/kg/24 jam) untuk meminimalisir produksi urin - Asupan protein 8% daro kalori total - Diuretik tiazid (hidroklorotiazid 2-3 mg/kg/hari dibagi 3 dosis atau klorotiazid 30 mg/kg/hari): menginduksi kehilangan natrium dan menstimulasi reabsorbsi air dari tubulus proksimal - Indometasin (2 mg/kg/24 jam): menurunkan ekskresi air Compulsive water drinking1 - Tidak ada intervensi farmakologis - Tatalaksana kelainan psikiatri yang mendasari - Institusionalisasi: mencegah hiponatremia yang mengancam nyawa KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita diabetes insipidus antara lain:1,6 - Gangguan pemusatan perhatian - Hiperaktivitas - Keterlambatan belajar dan psikomotor - Dehidasi berat dan ensefalopati - Komplikasi ginjal: nonobstructive functional hidronefrosis, hidroureter oleh karena overload cairan PROGNOSIS - Pada pasien yang sangat muda dan sulit berkomunikasi: risiko dehidrasi berat karena sulit meminta minum. - Selama pasien bisa mengganti produksi urin yang meningkat dengan air: hanya tidak nyaman dengan gejala poliuria dan polidipsia.1 DAFTAR PUSTAKA 1. DiIorgi N, Napoli F, Allegri AEM, Olivieri I, Bertelli E, Gallizia A, dkk. Diabetes insipidus - diagnosis and management. Horm Res Paediatr. 2012;77:69-84. 2. Saborio P, Tipton GA, Chan JCM. Diabetes insipidus. Pediatrics in Review. 2000;21:122-9. 3. Abbas MW, Iqbal MA, Iqbal MN, Javaid R, Ashraf MA. Diabetes insipidus: the basic and clinical review. Int J Res Med Sci. 2016;4:5-11. 4. Feld LG, Kaskel FJ. Fluid and electrolytes in pediatrics: a comprehensive handbook. 2011. New York: Humana Press. 5. Bothra M, Jain V. Diabetes insipidus in pediatric patients. Indian J Pediatr. 2014; 81:1285-6. 6. Chan JCM, Kemp S, Roth KS, Wilson TA. Pediatric diabetes Insipidus. Medscape. 2013. 7. Berl T, Schrier RW. Disorder of serum sodium concentration. Pada:McGaw Fluid and Electrolytes Monogram Series. 1979. California: McGaw Laboratories. 8. Linshaw MA. Congenital nephrogenic diabetes insipidus. Pada: Jacobson HR, Sticker GE, Klahr S, editor. Principles and Practice of Nephrology. 1991. Penn: BC Decker Inc:426-30.