BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYELIDIKAN DAN

advertisement
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN,
TRANCE, PEMBUNUHAN
2.1
Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan
Istilah penyelidikan dan penyidikan dipisahkan artinya oleh KUHAP,
walaupun menurut bahasa indonesia kedua kata itu berasal dari kata dasar sidik,
yang artinya memeriksa, meneliti. 1 KUHAP memberi definisi penyelidikan
sebagai ‘’ Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur
menurut undang-undang ini’’.
Telah dijelaskan pada pembahasan ketentuan umum, Pasal 1 butir 1 dan 2,
merumuskan pengertian penyidikan yang menyatakan, penyidik adalah Pejabat
Polri atau pejabat pegawai negri ‘tertentu’ yang diberi wewenang khusus oleh
undang-unang. Sedang penyidikan berarti : serangkaian tindakan yang dilakukan
pejabat penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk
mencari serta mengumpulkan bukti, dengan bukti itu dapat membuat atau menjadi
1
Jur Adi Hamzah, 2012, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.119.
terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau
pelaku tindak pidananya. 2
Pada tindakan penyelidikan penekanan ditekankan pada tindakan
‘’mencari dan menemukan’’ suatu ‘’peristiwa’’ yang dianggap atau diduga
sebagai tindak pidana. Pada penyidikan, titik berat tekananya di tekankan pada
tindakan ‘’mencari serta mengumpulkan bukti’’ supaya tindak pidana yang
ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan
pelakunya. Dari penjelasan yang dimaksudkan hampir tidak ada perbedaan makna
keduanya. Antara penyelidikan dan penyidikan adalah dua fase tindakan yang
berwujud satu. Antara keduanya saling berkaitan dan isi mengisi guna dapat
diselesaikan pemeriksaan suatu peristiwa pidana. Namun demikian, ditinjau dari
beberapa segi, terdapat perbedaan antara kedua tindakan tersebut :
a. Dari segi pelaksana, pejabat penyelidik terdiri dari ‘semua anggota’ polri,
dan pada dasarnya pangkat
dan wewenangnya berada dibawah
pengawasan penyidik.
b. Wewenangnya sangat terbatas, hanya meliputi penyelidikan atau mencari
dan menemukan data atas suatu tindakan yang diduga merupakan tindak
pidana. Hanya dalam hal-hal telah mendapat perintah dari pejabat
penyidik, barulah penyelidik melakukan tindakan yang disebut dalam
Pasal 5 ayat (1) huruf b (penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
penggeledahan, penyitaan, dan sebagainya).
2
M.Yahya Harahap, 2010, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan
dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, h.109.
Pasal 7 ayat (1), jika dihubungkan dengan beberapa Bab KUHAP, seperti
Bab V (penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan
surat) serta Bab XIV (penyidikan), ruang lingkup wewenang dan kewajiban
penyidik serta ruang lingkup fungsi penyidikan kurang sistematis pengaturanya,
sehingga untuk memahami masalah penyidikan secara sempurana, tidak dapat
melihatnya hanya pada Bab XIV saja, tetapi harus melihat dan mengumpulkannya
dari Bab dan Pasal-Pasal lain diluar kedua bab yang disebutkan. 3
Penyidikan adalah suatu tindak lanjut dari kegiatan penyelidikan dengan
adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa
setelah pengumpulan bukti permulaan yang cukup guna membuat terang suatu
peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana. 4
Istilah lain yang dipakai untuk menyebut istilah penyidikan adalah
mencari kejahatan dan pelanggaran yang merupakan aksi atau tindakan pertama
dari penegak hukum yang diberi wewenang untuk itu, dilakukan setelah
diketahuinya akan terjadi atau diduga terjadinya suatu tindak pidana. Penyidikan
merupakan tindakan yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyidik jika
terjadi atau bila ada persangkaan telah terjadi suatu tindak pidana. Apabila ada
persangkaan telah dilakukan kejahatan atau pelanggaran maka harus dihusahakan
apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan, benarkah telah dilakukan suatu
tindak pidana dan jika benar demikian siapakah pelakunya. 5
3
M.Yahya Harahap, 2010, Op.cit, h.110.
M.Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar
Grafika, Jakarta, h.99.
5
Darwin Print, 1998, Hukum Acara Pidana dan Praktek, Djembatan, Jakarta, h.8.
4
Penyidikan itu dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti
yang pada tahap pertama harus dapat memberikan keyakinan walau sifatnya
masih sementara, kepada penuntut umum tentang apa yang sebenarnya terjadi atau
tentang tindak pidana apa yang telah dilakukan serta siapa tersangkanya.
Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk kepentingan
penuntutan, yaitu dapat atau tidaknya suatu tindakan atau perbuatan itu dilakukan
penuntutan.
Secara kongkrit tindakan itu disebut penyidikan dapat diperinci sebagai
tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mendapatkan keterangan tentang:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tindak pidana apa yang telah dilakukan,
Kapan tindak pidana itu dilakukan
Dimana tindak pidana itu dilakukan
Dengan apa tindak pidana itu dilakukan
Bagaimana tindak pidana itu dilakukan
Mengapa tindak pidana itu dilakukan
Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana itu. 6
Penyidikan sebagai bagian terpenting dalam hukum acara pidana yang
pada pelaksanaanya kerap kali harus menyinggung martabat individu yang dalam
persangkaan kadang-kadang wajib untuk dilakukan. Suatu semboyan penting
dalam hukum acara pidana yaitu hakikat penyidikan perkara pidana adalah untuk
menjernihkan persoalan sekaligus menghindarkan orang yang tidak bersalah dari
tindakan yang seharusnya dibenarkan padanya. Oleh karena tersebut seringkali
proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik membutuhkan waktu yang
cenderung lama, melelahkan dan mungkin pula dapat menimbulkan beban pikis
diusahakan dari penghentian penyidikan.
6
ibid.
Rangkaian tindakan penyidikan adalah segala tindakan atas nama hukum
yang dilakukan oleh penyidik Polri, mulai dari pemanggilan, pemeriksaan,
penangkapan, penahanan, penyitaan dan tindakan-tindakan lain yang diatur dalam
ketentuan hukum, perundang-undangan yang berlaku hingga proses penyidikan
itu dinyatakan selesai. 7
Diatas sudah di terangkan siapa saja yang disebut penyidik, yaitu orang
yang melakukan penyelidikan yang terdiri dari pejabat seperti yang dijelaskan
pada Pasal 1 butir 1. Kemudian dipertegas dengan diperinci lagi dalam Pasal 6
KUHAP. Akan tetapi, disamping apa yang diatur dalam Pasal 1 butir 1 dan Pasal
6, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik pembantu
disamping penyidik.
Rumusan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor. 2 Tahun
2002, disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan
penyidikan dan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum
acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainya.
Menegakan hukum dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban
dilakukan secara bersama-sama dengan suatu sistem peradilan pidana (SPP) yang
merupakan suatu proses panjang dan melibatkan banyak unsur didalamnya.
Sistem peradilan pidana sebagai suatu sistem besar yang didalamnya terkandung
beberapa subsistem yang meliputi subsistem kepolisian (Sebagai Penyidik),
7
Hartono, 2010, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana melalui Pendekatan Hukum
Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, h.116.
subsistem kejaksaan sebagai penuntut umum, subsistem kehakiman sebagai
hakim, dan subsistem lembaga pemasyarakatan sebagai subsistem rehabilitasi.
Keempat subsistem di atas baru saja berjalan secara baik apabila semua
saling berinteraksi dan bekerjasama dalam rangka mencapai suatu tujuan yaitu
mencari kebenaran dan keadilan materiil sebagaimana jiwa dan semangat Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebagai hukum acara pidana
dalam kerangka penegakan hukum pidana, KUHAP merupakan acuan umum yang
harus dijadikan pegangan bagi semua yang terlibat dalam proses sistem peradilan
pidana dalam rangka mencapai suatu tujuan bersama.
Indonesia yang menganut sistem penegakan hukum terpadu (intergratid
Criminal Justice System) yang merupakan legal spirit KUHAP. Keterpaduan
tersebut secara filosofis adalah suatu instrumen untuk mewujudkan tujuan
nasional dari bangsa Indonesia yang telah dirumuskan oleh The Founding Father
dalam UUD 1945, yaitu melindungi masyarakat (sosial defence) dalam rangka
mencapai kesejahteraan sosial (social walfater).8
Terdapat sistem penegakan hukum terpadau berdasarkan KUHAP
menganut asas difision of funcition atau sistem kompartement, yang memisahklan
secara tegas tugas dan kewenangan penyidikan penuntutan dan pemeriksaan
disidang pengadilan serta pelaksanaan putusan dan penerapan pengadilan yang
terintergrasi, menuju kepada sistem peradilan pidana terpadu (integratid criminal
8
Romli Atmasasmita, 1996, Sistem Pedadilan Pidana, prespektif Eksistensialisme dan
Abilisionisme, Cet II revisi, Bina Cipta, Bandung, h.9.
justice system), tetapi di dalam praktek belum memunculkan sinergi antar institusi
terkait.9
Penyidikan merupakan tahap awal dari proses penegakan hukum pidana
atau bekerjanya mekanisme sistem peradilan pidana (SPP). Penyidikan
mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan strategis untuk
menentukan berhasil tidaknya proses penegakan hukum pidana selanjutnya.
Pelaksanaan penyidikan yang baik dan menentukan keberasilan Jaksa penuntut
umum dalam melakukan penuntutan dan selanjutnya memberikan kemudahan
bagi hakim untuk menggali/menemukan kebenaran materiil dalam memeriksa dan
mengadili di persidangan. 10
Penyidikan
merupakan
kegiatan
pemeriksaan
pendahuluan/awal
(vooronderzoek) yang seyogyanya di titik beratkan pada upaya pencarian atau
pengumpulan ‘’bukti faktual’’ penangkapan dan penggeledahan, bahkan jika perlu
dapat di ikuti dengan tindakan penahanan terhadap tersangka dan penyitaan
terhadap barang atau bahan yang diduga erat kaitanya dengan tindak pidana yang
terjadi. 11
Dalam bahasa Belanda Penyidikan disejajarkan dengan
pengertian
opsporing. Menurut Pinto, menyidik (opaporing) berarti pemeriksaan pemulaan
oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah
9
ibid.
Zulkarenaen Koto, 2011, Terobosan Hukum Dalam Penyederhanaan Proses Peradilan
Pidana, Jurnal Studi Kepolisian, STIKI, Jakarta, h.150.
11
Ali Wisnubroto, 2002, Praktek Peradilan Pidana (proses persidangan perkara pidana),
PT.Galaxy Puspa Mega, Jakarta, h.15.
10
mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa
yang terjadi suatu pelanggaran hukum. 12
2.2
Pengertian di bawah sadar (trance)
Banyak sekali diantara kita yang pernah melihat orang kesurupan. Orang
kesurupan biasanya tiba-tiba seperti kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri,
sering suara orang tersebut juga berubah menjadi suara orang lain. Kesurupan
sering dikaitkan dengan masuknya makhluk halus ke dalam tubuh seseorang, akan
tetapi menurut dunia medis kesurupan itu sebenarnya adalah sebuah penyakit.
Kesurupan dalam istilah medisnya disebut dengan Dissociative Trance Disorder
(DTD). Kesurupan (Trance) dalam tinjauan medis merupakan penyakit dan bukan
sesuatu yang berbau mistis seperti yang banyak dipercayai oleh masyarakat.
Dunia kedokteran, khususnya psikiatri, mengakui fenomena kesurupan sebagai
suatu kondisi yang ditandai oleh perubahan identitas pribadi. Banyak orang
mengatakan kesurupan disebabkan oleh suatu roh atau kekuatan, namun dalam
dunia medis hal-hal seperti itu tidak dikenal. Beberapa pakar psikiater
menyebutkan tekanan sosial dan mental yang masuk ke dalam alam bawah sadar
sebagai biang penyebab kesurupan. 13
Kesurupan merupakan suatu peristiwa masuknya makhluk atau roh halus
ke dalam tubuh manusia yang dapat merubah identitas pribadi seseorang.
Kesurupan dapat dijelaskan dalam dunia medis berdasarkan ilmu kedokteran.
Menurut beberapa pakar psikiater, penyebab kesurupan ini adalah tekanan sosial
12
Adi Hamzah, 2002, Hukum Acara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, h.118.
Joyanna Silberg, 2004, Guidelines for the Evaluation and Treatment of
DissociativeSymptoms in Children and Adolescents. Journal of Trauma & Dissociation, vol. 5(3).
13
dan mental yang masuk ke alam bawah sadar seseorang yang akan mempengaruhi
gelombang otak seseorang sehingga secara tiba-tiba dapat merubah pribadi
seseorang tersebut.
Peristiwa kesurupan ditandai dengan hilangnya kesadaran seseorang
dengan menunjukkan suatu tindakan yang tidak biasa dilakukan hingga
melakukan tindakan lepas kontrol yang tidak sadar atas dirinya. Seseorang yang
mengalami kesurupan tidak dapat membedakan kenyataan yang terjadi di
sekitarnya. Perubahan nada suara susah berkonsentrasi bahkan bisa sampai hilang
ingatan. Kondisi seperti itu bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti spiritual,
sosial, psikologi dan lainnya.
Penjelasan medis terhadap kesurupan massal didunia medis, kesurupan
massal sebenarnya pada awalnya hanyalah terjadi pada individual, akan tetapi
kemudian berubah menjadi massal dikarenakan orang lain yang melihat peristiwa
tersebut menjadi tersugesti alias terpengaruah dan ikut-kutan. Tanda-tanda
beberapa waktu sebelum kesurupan antara lain kepala terasa berat, badan dan
kedua kaki lemas, penglihatan menjadi kabur, badan terasa ringan, dan rasa
ngantuk.
Perubahan ini biasanya masih disadari oleh subjek, tetapi setelah itu ia
tiba-tiba lepas kontrol dan tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri lagi dan
melakukan sesuatu di luar kemampuannya. Beberapa di antaranya merasakan
seperti ada kekuatan di luar yang mengendalikan dirinya.
Mereka yang mengalami kesurupan biasanya merasakan bahwa dirinya
bukanlah dirinya lagi, tetapi ada suatu kekuatan yang mengendalikan dari luar.
Keadaan saat kesurupan sendiri ada tiga macam dimana ada yang menyadari
sepenuhnya, ada yang menyadari sebagian, dan ada pula yang tidak menyadari
sama sekali.
Berdasarkan jenis kelamin, perempuan mempunyai risiko lebih besar
untuk kesurupan dibandingkan laki-laki. Hal ini kemungkinan dikarenakan
perempuan lebih gampang dipengaruhi dibanding laki-laki.
Walaupun dunia kedokteran sudah menyatakan bahwa kesurupan bukanlah
fenomena mistis tetapi penyakit ini rasanya sulit dipercaya dan diterima oleh
mayoritas masyarakat yang tetap saja menganggap kalau kesurupan ada
hubungannya dengan mistis.
2.3
Pembunuhan dalam Proses Penyidikan dan Unsur-unsur Tindak
Pidana
Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu oleh Undang Undang
Hukum Pidana yang dewasa ini berlaku telah disebut sebagai suatu pembunuhan.
Untuk menghilangkan nyawa orang lain itu seorang pelaku harus melakukan
sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang
lain dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya itu harus ditunjukan pada akibat
berupa meninggalnya orang lian tersebut. Kiranya sudah jelas bahwa yang tidak
dikehendaki oleh Undang-Undang itu sebenarnya ialah kesengajaan menimbulkan
akibat meninggalnya orang lain. Akibat yang dilarang atau yang tidak
dikehendaki oleh Undang-Undang seperti itu dalam doktrin juga disebutkan
sebagai constitutief-gevolg atau akibat konstitutif. 14
Dari uraian diatas kiranya bahwa sudah jelas bahwa tindak pidana
pembunuhan itu merupakan suatu delik materiil atau suatu materieel delict
ataupun yang oleh Van Hamel juga telah disebut sebagai suatu delict met
materiele omschrijving15 yang artinya delik yang dirumuskan secara materiil,
yakni delik yang baru dapat dianggap sebagai telah selesai dilakukan oleh
pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki
oleh Undang-Undang.16
Pengertian pembunuhan mengacu pada 2 (dua) sudut pandang, yaitu:
1.
Menurut pengertian bahasa.
2.
Menurut pengertian yuridis.
Pengertian Menurut Bahasa.
Kata pembunuhan berasal dari kata dasar “bunuh” yang mendapat awalan
pe- dan akhiran –an yang mengandung makna mematikan , menghapuskan
(mencoret) tulisan, memadamkan api dan atau membinasakan tumbuh-tumbuhan.
14
Theo Lamintang, 2012, Delik-Delik Khusus, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan
Kesehatan, Sinar Grafika, Jakarta, h.1.
15
Van Hamel, inleiding, h.186, Lamintang, 2012, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia,
Sinar Grafika, Jakarta, h.203.
16
Lamintang, Op,cit, h.202.
Menurut Purwadarmita (1976:169): “pembunuhan berarti perkosa,
membunuh atau perbuatan bunuh.”
Dalam perestiwa pembunuhan minimal ada 2 (dua) orang yang terlibat,
orang yang dengan senagja mematikan atau menghilangkan nyawa disebut
pembunuh (pelaku), sedangkan orang yang dimatikan atau orang yang
dihilangkan nyawanya disebut sebagai pihak terbunuh (korban).
Menurut Pengertian Yuridis
Pengertian dari segi yuridis (hukum) sampai sekarang belum ada, kecuali
oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri. Namun menurut penulis itu
bukan merupakan pengertian, melainkan hanya menetapkan batasan-batasan
sejauh mana suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai pembunuhan dan
ancaman pidana bagi pelakunya.
Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan
Tertulis dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
menerangkan: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain,
dipidana karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun.”
Apabila rumusan Pasal di atas diperinci, maka unsur-unsur tindak pidana
pembunuhan biasa yang diatur dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang hukum
Pidana terdiri dari:
a.
Unsur obyektif
: menghilangkan nyawa orang lain.
b.
Unsure subyektif : dengan sengaja.
Perlu dikemukakan bahwa perbuatan menghilangkan nyawa orang lain
sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu:
1.
Adanya wujud perbuatan.
2.
Adanya akibat berupa kematian (orang lain).
3. Adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara perbuatan dengan
akibat berupa kematian.
Tindak pidana pembunuhan diatur dalam Pasal 338 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana syarat adanya wujud perbuatan tersebut mengandung perbuatan
bahwa, perbuatan menghilangkan nyawa orang lain itu haruslah merupakan
perbuatan Positif dan aktif walaupun dengan perbuatan sekecil apapun. Jadi,
perbuatan harus diwujudkan secara aktif dengan gerakan anggota tubuh dan tidak
bersifat pasif atau diam.
Wujud perbuatan tersebut di atas tidak menunjuk pada perbuatan tertentu,
tetapi bersifat abstrak sehingga wujud perbuatan menghilangkan nyawa dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut berupa bermacam-macam
perbuatan, seperti membacok, memukul, membenturkan, menembak, termasuk
perbuatan yang hanya sedikit saja menggerakkan anggota tubuh.
Selain mensyaratkan adanya wujud perbuatan, Pasal 338 Kitab Undangundang Hukum Pidana juga mensyaratkan timbulnya akibat, yaitu berupa
hilangnya nyawa orang lain, artinya tindak pidana pembunuhan itu baru terjadi
setelah hilangnya nyawa orang karena suatu perbuatan tertentu. Adanya
persyaratan yang timbul akibat ini menunjukkan bahwa tindak pidana
pembunuhan yang diatur dalam Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
merupakan tindak pidana materil. Artinya tindak pidana tersebut baru dapat
dikatakan selesai setelah terjadinya akibat, tidak hanya dilakukan suatu perbuatan.
Patut juga dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan istilah nyawa
orang dalam Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah nyawa orang
lain. Tanpa melihat pembunuhan itu dilakukan terhadap siapa. Artinya terhadap
siapapun pembunuhan dilakukan Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
tetap dapat diterapkan.
Dalam Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana juga ditentukan
adanya unsur kesengajaan. Kesengajaan di sini haruslah ditafsirkan secara luas,
yakni harus mencakup 3 unsur kesengajaan, yakni:
1.
Sengaja sebagai niat dimana sengaja dengan niat dapat diartikan yaitu pelaku
memang dengan sengaja mempunyai keinginan untuk melakukan suatu perbuatan
pidana yang dilakukan
2.
Sengaja insyaf akan kepastian dan keharusan.
3.
Sengaja insyaf akan kemungkinan.
Download