Uploaded by User12191

conclusion

advertisement
4. BAB IV: REKOMENDASI
Berikut adalah rekomendasi yang diberikan untuk evaluasi model kelembagaan
Sekertariat Bersama Kartamantul:
4.1. Model Pengorganisasian
Model Kelembagaan jointly-formed authorities (Pembentukan Otoritas Bersama)
tetap menjadi model yang paling sesuai dengan karakter dan bidang yang dihadapi
oleh Kota Yogyakarta, Kab. Sleman, dan Kab. Bantul. Dengan tetap
mempertimbangkan prinsip Intergovernmental Network sebagai dasar dari sebuah
kerjasama, model pengorganisasian tetap memperhatikan karakteristik daerah dan
bidang yang dikerjasamakan serta negosiasi antar pemerintah daerah. Dimana
pemda dan pemkot yang saling bersangkutan mendelegasikan kendali, pengelolaan,
dan tanggung jawab terhadap badan yang diisi oleh perwakilan dari pemda dan
pemkot itu sendiri. Untuk tetap menjaga netralitas, Sekber Kartamantul tetap diisi
oleh kaum profesional yang dipilih berdasarkan penunjukan 3 bupati/walikota
melalui uji kelayakan public (fit and proper test). Dengan model ini, Sekber
Kartamantul tetap akan memiliki kewenangan untuk mengeksekusi kebijakan
politis secara otonom dan mencegah terjadinya intervensi pemerintah daerah yang
sangat besar.
4.2. Pengelolaan dan Struktur Organisasi
Untuk menghasilkan kebijakan otonom yang minim intervensi pemerintah daerah,
Sekber Kartamantul harus merombak Struktur Organisasi yang sudah ada sebagai
komitmen untuk memberikan peran lebih agar tercapai tujuan dari lembaga
kerjasama daerah yang sebenarnya. Ilustrasi manajemen kerjasama dalam Sekber
Kartamantul yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, dimana terdapat 3
lapisan yaitu atas, tengah, dan bawah sudah cukup menggambarkan minimnya
peran yang dimiliki oleh manajer/professional selaku pelaksana kantor untuk dapat
mengeksekusi kebijakan yang sudah di teliti dan dirumuskan bersama tim teknis.
Sekber Kartamantul dapat mencontoh kerjasama dengan struktur organisasi seperti
Sound Transit di Washington yang memiliki badan terpisah dan dijalankan oleh
Policy Paper “Evaluasi Model dari Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah”
18
direksi yang terpisah dengan negara bagian namun tetap diawasi oleh pejabat
struktural pemerintahan. Berikut adalah rekomendasi struktur organisasi Sekber
Kartamantul:
Gambar 4 : Tawaran model kelembagaan Sekber Kartamantul kedepan
Dengan tawaran model kelembagaan seperti diatas, membuat setiap posisi memiliki
porsi dan tanggung jawab sesuai kapasitas sehingga dapat memberi hasil yang
maksimal dari setiap tingkatannya. Pada tingkat atas, Direksi Sekber Kartamantul
yang memiliki kewenangan sejajar dengan Sekretaris Daerah dan Kepala Bappeda
menjadikan kebijakan yang dikeluarkan tidak ada unsur politis dan murni untuk
pengembangan setiap daerah. Tim Teknis hadir sebagai roda penggerak untuk
melakukan koordinasi setingkat dengan SKPD untuk memastikan rekomendasi
kebijakan yang akan diwujudkan berjalan dan ditangani dengan tepat sesuai dengan
bidang masalah terkait. Kemudian pada lapisan bawah terdapat pelaksana kantor
yang menjadi front liner dan bertatap muka pada masyarakat untuk memberikan
pelayanan dan penanganan pertama terhadap keluhan atau masalah di perkotaan
Yogyakarta.
Policy Paper “Evaluasi Model dari Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah”
19
4.3. Sumber Pendanaan
Salah satu aspek kelembagaan yang tidak kalah penting peranannya adalah Sumber
pendanaan. Terdapat 3 cara yang efektif dapat dilakukan oleh Sekber Kartamantul
untuk mengembangkan sumber pendanaanya yaitu dengan cara lembaga donor,
sponsor, dan dukungan dari pemerintah daerah itu sendiri. Pertama, lembaga donor
seperti GTZ Urban Quality sempat menjadi founding bagi Kartamantul pada awal
berdirinya, sebelum pada akhirnya Kartamantul dapat disokong oleh dana dari
pemerintah daerah. Selain itu, sumber pendanaan dari sponsor dengan adanya
Asean Economic Community 2016 membuat pertumbuhan ekonomi semakin baik
dan menarik para pemodal asing untuk berbisnis di Indonesia semakin besar.
Perekonomian yang baik dari suatu daerah tentu akan meningkatkan fasilitas
pelyanan publik itu sendiri. Kedua, dengan kekayaan SDA dan SDM yang dimiliki
oleh daerah yang bekerjasama dalam Kartamantul, dapat menjadi nilai tukar yang
kuat untuk sponsor memberi bantuan pada pengembangan fasilitas pelayanan
publik. Melihat tren hari ini dimana semakin getolnya para perusahaan untuk turut
berpartisipasi dalam isu sosial-masyarakat khususnya pelayanan publik.
Ketiga, sokongan dari pemerintah tidak melulu hanya berasal dari anggaran belanja
daerah setiap tahunan yang disisihkan untuk lembaga kerjasama daerah.
Keberhasilan dari Sound Transit di Washington sebagai sebuah badan yang terpisah
dan manajemen yang terpisah pula dapat menjadi pedoman bagi Kartamantul untuk
menjalankan pengembangan daerah yang memaksimalkan pembuatan program
untuk penunjang fasilitas masyarakat di Yogyakarta, Sleman, dan Bantul. Missal
dengan pengambil alihan pengelolaan moda transportasi massal yang sudah
berjalan untuk kemudian dikembangkan sehingga dapat menjadi salah satu sumber
pemasukan bagi daerah dan lembaga daerah yang menjalakannya. Jadi dengan
adanya hal ini membuat lembaga kerjasama dapat berjalan mandiri tanpa
bergantung pada sokongan dana APBD.
4.4. Sistem Pendukung
Untuk menjamin adanya sustainabilitas lembaga kerjasama, sistem pendukung
merupakan salah satu pilar yang memiliki peran yang besar dalam perjalanan
Policy Paper “Evaluasi Model dari Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah”
20
sebuah lembaga. Salah satunya adalah dari sarana dan prasarana dalam
menjalankan program. Minimnya SDM yang bekerja menjadi salah satu kendala
kapabilitas yang terbatas oleh Sekber dalam menjalankan perannya untuk
memerankan fungsi koordinatif yang cukup luas. Untuk itu, perlu peningkatan
jumlah SDM dari kuantitas dan kualitas secara profesional untuk menjawab
keluhan dari pengurus harian yang kewalahan dalam menjalankan pekerjaan yang
diemban saat ini. Prinsip governance yang berkarakter cepat, tidak berbelit-belit,
dan proses kerja transparan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
masih terkesan setengah-setengah membuat lembaga kerjasama daerah memiliki
perkembangan yang lamban dalam menyelesaikan permasalahan otonomi dan
desentralisasi. Belum lancarnya akses informasi yang diberikan kepada masyarakat
terlihat dari situs resmi Kartamantul yang tidak update, menjadi indikasi bahwa
saran dan prasarana yang dimiliki belum memadai. Pemikiran taktis dan kreatif
ditambah dengan kemampuan teknologi informasi yang tinggi membuat rumusan
kebijakan akan lebih inovatif dan komprehensif dengan permasalahan perkotaan
yang dihadapi.
4.5. Kerangka Regulasi
Diantara landasan hukum yang mengatur mengenai lembaga kerjasama antar
daerah mulai dari Undang-undang sampai dengan peraturan menteri dalam negeri
perlu dipertimbangkan untuk memperbesar peran dan kewenangan yang dimiliki
oleh lembaga kerjasama dalam menghubungkan 2 atau lebih daerah untuk saling
memberikan keuntungan satu sama lain di era desentralisasi. Dengan penawaran
format kelembagaan seperti diatas, maka perlu dibuatkan sebuah keputusan
bersama yang disetujui pada tingkat pusat, untuk kemudian menjadi perjanjian
kerjasama dan MoU di tingkat daerah dengan pembahasan teknis dan lebih merinci
yang menjelaskan tentang wewenang dari Sekber Kartamantul.
Dengan masih rendahnya kepercayaan pemerintah daerah terlihat dari intervensi
yang masih tinggi pada Sekber Kartamantul untuk mengeluarkan rumusan
kebijakan membuat dampak yang dirasakan dari kebijakan belum tepat. Seperti
Sound Transit yang dapat membuat dan mengajukan peraturan di Washington,
Policy Paper “Evaluasi Model dari Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah”
21
lembaga kerjasama daerah di Indonesia, khususnya Sekber Kartamantul, perlu
mendapatkan wewenang lebih dengan regulasi yang tidak kaku namun dapat
menjadi pedoman bersama untuk dapat memaksimalkan peran untuk tujuan
kemajuan setiap daerah.
4.6. Penerapan Kebijakan
Rekomendasi ini akan berjalan secara tepat dengan melihat proses penerapan
aplikasi kebijakan, antara lain:
1. Sekber Kartamantul sebagai Forum Koordinasi, Monitoring, dan
Evaluasi menjalankan pekerjaan pengelolaan organisasi sesuai dengan
struktur yang direkomendasikan. Dengan struktur baru, maka akan
terjadi kemandirian dan lahir kebijakan efektif dampak dari minimnya
tekanan dari pemerintah maupun kepentingan politis.
2. Sekber Kartamantul mendapat tanggung jawab untuk membuat
peraturan dan perjanjian kerjasama sehingga mempercepat proses
implementasi kebijakan.
3. Pemerintah Daerah memposisikan Sekber Kartamantul sebagai mitra
dalam menjalankan pembangunan daerah. Hal ini dilakukan untuk
memberi ruang lebih kepada lembaga kerjasama daerah untuk dapat
fokus membangun sinergi pembangunan di tiga daerah yaitu Kota
Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupten Sleman, tentunya dengan
mekanisme kontrol sebagai fungsi pengawasan terhadap kinerja
lembaga.
4. Pemerintah Pusat memberikan landasan hukum yang baru bagi
pemerintah daerah dan lembaga/badan kerjasama daerah yang
menegaskan otonomi dari lembaga/badan kerjasama daerah sebagai
mitra pembangunan bagi pemerintah daerah, sehingga peran dari
lembaga tersebut tidak lagi hanya sekedar anak bawang.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjalankan fungsi kontrol dengan
melihat check and balances lembaga/badan kerjasama sebagai lembaga
otonom untuk mendapatkan pelaporan hasil kerja.
Policy Paper “Evaluasi Model dari Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah”
22
6. Sebagai lembaga/badan yang otonom tentunya pendanaan tidak lagi
hanya bergantung pada APBD atau dana sharing tiga wilayah di DIY.
Sekber Kartamantul dengan kebijakan dan peraturan yang dibuat
mampu mengelola pajak dan pendanaan dari sponsor dalam kontribusi
peningkatan fasilitas pelayanan publik.
Policy Paper “Evaluasi Model dari Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah”
23
5. BAB V: KESIMPULAN
Setelah berjalan lebih dari 10 tahun, seiring di permasalahan perkotaan yang
semakin kompleks, Kartamantul dituntut untuk dapat bertransformasi mengikuti
perkembangan yang ada. Bidang yang ditangani saat ini dianggap hanya fokus pada
permasalahan masa lalu sehingga sulit untuk menciptkan sebuah pelayanan public
yang berguna untuk masa depan. Untuk mencari format dan model pengelolaan
kerjasama antar daerah kedepan perlu menggunakan beberapa pertimbangan antara
lain efektif dan fashionable. 11 Pertama, kerjasama tidak cukup hanya dimaknai
sebagai wadah saja, tapi yang lebih utama adalah sebagai institutisioanlisasi
mekanisme (set of rule) yang memungkinkan keterlibatan antar aktor, sharing, dan
merumuskan aksi kolektifnya. Oleh karena itu, format kerjasama harus
dikembangkan secara stimultan dua arah yaitu dengan merespon perubahan,
permasalahan, dan peluang dari luar (external driving forces) serta dengan format
kerjasama juga ditujukan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan, baik daerah
maupun kolektif, untuk merespon lingkungan luar (external environment). Dengan
adanya dua arah ini, maka akan menentukan secara dinamis format kerjasama yang
paling memadai sekaligus melihat kepekaan dan kecerdasan setiap daerah untuk
membaca perubahan eksternal yang kemudian didetailkan dalam program-program
kerjasama.
Kedua, pengelolaan kerjasama antar daerah harus diorientasikan pada tujuan yang
programmatic dan komprehensif. Oleh karenanya, pengelolaan kerjasama
menuntut adanya hubungan antara lembaga kerjasama daerah maupun program
kerjasamanya. Ada dua hal yang dapat dijadikan sebagai penopangnya, yaitu
pendanaan dan efektivitas pengelolaan kerjasama. Bentuk-bentuk kerjasama antar
daerah akan sangat mahal dan tidak efektif pengelolaanya jika hanya dilakukan oleh
satu komponen aktor, misalnya pemerintah daerah. Disinilah, perlunya mengenali
komponen aktor kerjasama dengan mencari sisi konstruktif dari masing masing
komponen aktor tersebut, yaitu pemerintah, economic society, dan civil society, di
11
Pratikno. 2007. Kerjasama Antar Daerah: Kompleksitas dan Tawaran Format Kelembagaan.
PLOD UGM : Yogyakarta.
Policy Paper “Evaluasi Model dari Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah”
24
semua level, baik lokal, nasional, maupun global untuk membangun hubungan
sinergis dalam bentuk program bersama. Sehingga akan terjadi agenda aksi yang
lebih transparan dan akuntabel untuk terjadinya koordinasi yang sinergis di tiga
komponen aktor tersebut.
Policy Paper “Evaluasi Model dari Kelembagaan Kerjasama Antar Daerah”
25
Download