Pemicu 5 Ignatius Loyola Yudo Kris Yulianto 405170177 Jenis dan nilai normal leukosit 1. Neutrofil • Kelompok terbesar dari sel darah putih. • Fungsi: Fagositik • Neutrofil adalah “responden pertama” dalam peradangan: yang pertama di tempat kejadian untuk menghancurkan bakteri dan virus • Biasa jumlahnya adalah 55-70% dari leukosit. Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. 2. Eosinofil • Eosinofil membentuk sekitar 1-3% dari sel-sel darah putih dan memulai reaksi alergi terhadap alergen 3. Basofil • Sel ini terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang, misalnya asma atau alergi kulit. • Jumlahnya 0-1% • Basofil mirip sel mast tidak ada di darah tepi tetapi tersebar di jaringan ikat. • Basofil dan sel mast mensintesis dan menyimpan: • Histamin alergi • Heparin pembersihan partikel lemak Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. 4. Monosit • Berperan sebagai makrofag Sel pemulung besar yang menghancurkan sel-sel asing, mengangkat jaringan mati dan membunuh sel kanker. • Jumlahnya 10% dari leukosit. • Usia makrofag: bulanan – tahunan. 5. Limfosit • Limfosit terdiri dari kelompok terbesar kedua dari sel-sel darah putih. • Jumlahnya 20-40% dari leukosit. • Fungsi: Membuat pertahanan imun • Ada 2 jenis: •Limfosit T Fagosit •Limfosit B Imun Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Nilai normal leukosit Bayi baru lahir 9000 -30.000 /mm3 Bayi/anak 9000 – 12.000/mm3 Dewasa 4000-10.000/mm3 Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. JENIS % DALAM TUBUH MANUSIA NEUTROFIL 65% - 75% FUNGSI & PERAN *Fagositik: membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. (unspesific defense) * Leukosit polimorfonuklear: Batang & Segmen EOSINOFIL 1-3% Berperan dalam respon alergi, Pertahanan terhadap parasit, Pembuangan fibrin yang terbentuk selama inflamasi ± 10 - 15 μm. Peningkatan dalam darah: Eosinofilia. JENIS % DALAM TUBUH MANUSIA BASOFIL 0-1% MONOSIT 2-8% FUNGSI & PERAN Mengeluarkan histamin dan heparin, dan juga terlibat dalam manifestasi reaksi alergi ± 10 – 12 μm. Mencerna sel-sel yang mati atau yang rusak dan memberikan perlawanan imunologis terhadap berbagai organisme penyebab infeksi.(spesific defense) Sel besar, ± 12 - 20 μm. Ke jaringan sebagai makrofag ± 70 hari fagositosis JENIS % DALAM TUBUH MANUSIA FUNGSI & PERAN Limfosit T : memberikan perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak beberapa sel kanker (Respon imunologik seluler) LIMFOSIT 20-40% Limfosit B : Berubah menjadi sel plasma, yang mengeluarkan antibodi yang secara tidak langsung menyebabkan destruksi benda asing (Respon imunologik humoral) LI 1: kelainan leukosit kuantitatif Kelainan Kuantitatif Leukositosis • Menurut jumlah sel • Ringan : 11.000-15.000/μL darah • Sedang : 15.000-20.000/ μL darah • Berat : 20.000-50.000/ μL darah • Menurut jenis sel • • • • • Neutrofilia Eosinofilia Basofilia Monositosis Limfositosis • Jenis sel Leukopenia – Neutropenia – Limfopenia – eosinopenia Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Basofilia • Yaitu suatu keadaan dimana jumlah basofil > dari 100/μL darah. • Basofilia sering dijumpai pd polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik • Penyakit alergi eritroderma,urtikaria pigmentosa dan kolitis ulserativa Eosinofilia • Yaitu suatu keadaan dimana jumlah granulosit eosinofil > dari 400/μL . • Eosinofilia terutama dijumpai pada keadaan alergi Neutrofilia • Yaitu bertambahnya jumlah absolut neutrofil di dalam darah >7.500/ μL • Penyebab : infeksi akut, kerusakan jaringan (luka bakar, operasi, infark miokard), keracunan, perdarahan akut, hemolisis akut, maligna neoplasma, netrofilia fisiologik Neutrofilia • Meningkatnya produksi di sumsum tulang • Berkurangnya jumlah sel yang dilepaskan darah ke jaringan • Berkurangnya jumlah sel di GMP (Granulosit mitotic pool), diikuti dengan pertambahan di GCP (Granulosit Circulating Pool), tetapi tidak ada perubahan jumlah keseluruhan di granulosit pool. • Kombinasi dari ketiga hal di atas Netrofilia • Menurut penyebab di bagi 2: • Netrofilia fisiologik disebut jga pseudoneutrofilia, karena perubahan jumlah netrofil disini merupakan redistribusi antara sel2 yg ada di tempat penympanan dan sirkulasi. kerja berat, stress, emosi, pemberian adrenalin, kortikosteroid, haid, kehamilan, partus, hipoxia Neutrofilia • Neutrofilia patologis akibat penyakit atau respon dari kerusakan jaringan pada terjadi kerusakan jar atau penyakit neutrofil migrasi dan berkumpul disitu sehingga dalam sirkulasi berkurang, shingga merangsang sumsum tulang untuk meningkatkan produksi yg menyebabkan neutrofilia(granulositosis). pada keadaan yg ekstrim sumsum tulang dapat melepaskan sel2 yg lebih mudah. Limfositosis • Yaitu suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah limfosit lebih dari 8000/μL pada bayi dan anak-anak serta lebih dari 4000/μL darah pada dewasa. • Fisiologis pada bayi • Patologis pada pertussis, hepatitis, TBC, syphilis kongenital, leukemia limfositik Monositosis • Suatu keadaan dimana jumlah monosit lebih dari 800/μL darah pada orang dewasa. • Penyebab :TBC, syphillis, brucellosis, Masa Recovery dari infeksi akut, malaria, penyakit Hodgkin, multiple myeloma Carcinoma ovarium,, stomach, breast Penyebab leukositosis Neutrofilia Eosinofilia Basofilia Monositosis Limfositosis Infeksi bakteri Penyakit alergi Reaksi alergi Infeksi bakteri kronik Infeksi akut Inflamasi dan nekrosis jaringan Penyakit parasit Leukimia mielositik kronik Infeksi protozoa Infeksi kronis Kelainan metabolik Pemulihan dari infeksi akut Polisitemia vera Neutropenia kronik keganasan neoplasma Penyakit kulit tertentu Infeksi hemolitik kronik Penyakit hodgkin dan keganasan lain Perdarahan akut atau hemolisis Sensitivitas obat splenektomi mielodisplasia Terapi kortikosteroid Poliarteritis nodosa myxoedema Pengobatan dengan GM-CSF atau M-CSF Kelainan Kualitatif • Kelainan Fungsional • Limfosit • Granulosit • Defek fungsional kemotaksis • Defek fungsional fagosit • Defek fungsional pembunuhan • Kelainan Morfologi • Sitoplasma • Inti sel Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. LI 2 : Patofisiologi Kelainan Leukosit (Leukositosis & Leukopenia) Leukositosis Leukositosis ringan Menurut jumlah sel Leukositosis sedang Leukositosis berat Neutrofilia Leukositosis Eosinofilia Menurut jenis sel Basofilia Monositosis Limfositosis Infeksi / radang akut Neutrofil meninggalkan marginal pool menuju daerah infeksi Sumsum tulang melepaskan sumber cadangan ↑ granulopoiesis Bentuk imatur ke darah tepi Jumlah neutrofil imatur di darah tepi ↑ Pergeseran ke kiri Infeksi mereda Neutrofil ↓, monosit ↑ Leukositosis • Menurut jumlah sel : • Leukositosis ringan (11.000-15.000/μL) • Leukositosis sedang (15.000-20.000/μL) • Leukositosis berat (20.000-50.000/μL atau >) Menurut jenis sel : ◦ Neutrofilia ( >7.500/ μL darah ) Jenis neutrofilia : Neutrofilia dengan pergeseran ke kiri dimana ditemukan sel yang lebih muda dari segmen & lebih banyak dari normal : infeksi akut Neutrofilia dengan pergeseran ke kanan dimana bentuk segmen yang mempunyai inti berlobus > 3 yang dominan : infeksi kronis ◦ Eosinofilia (> 400/ μL darah) ◦ Basofilia (> 100/ μL darah) ◦ Monositosis (> 800/ μL darah) ◦ Limfositosis (> 3.500/ μL darah) Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukositosis Neutrofil • Peningkatan jumlah neutrofil dalam darah sampai batas lebih dari 7.500/ μL. • Penyebab leukositosis netrofil : • Infeksi bakteri (piogenik, lokal dan generalisata) • Inflamasi dan nekrosis jaringan, misalnya miositis, vaskulitis, infark jantung dan trauma • Kelainan metabolik, misalnya uremia, eklampsia, asidosis, gout • Semua jenis neoplasma, misalnya karsinoma, mieloma, limfoma • Pendarahan akut atau hemolisis • Terapi kortikosteroid (menghambat marginasi) • Peyakit mieloproliferatif, misalnya leukimia mieloid kronik, polisitemia vera, mielosklerosis • Pengobatan dengan faktor pertumbuhan mieloid, misalnya G-CSF, GM-CSF Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukositosis Eosinofilia • Peningkatan jumlah eosinofil darah di atas 400/ μL • Penyebab eosinofilia : • Penyakit alergi khususnya hipersensitivita jenik atopik, misalnya asma bronkil, urtikaria dan sensitivitas terhadap makanan • Penyakit parasit, misalnya amubiasis, cacing tambang, askariasis, infestasi cacing pita, filariasis, skistomiasis, dan trikinosis • Pemulihan dari infeksi akut • Penyakit kulit tertentu, misalnya psoriasis, pemfigus, dermatitis, herpetiformis • Eosinofilia pulmonal dan sindrom eosinofilik • Sensitivitas obat • Poliarteritis nodosa • Penyakit hodgkin dan beberapa tumor lain • Keganasan metastasis dengan nekrosis tumor • Leukimia eosinofilik (jarang) • Pengobatan dengan GM-CSF Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukositosis Basofil • Peningkatan jumlah basofil darah di atas 100/μL • Penyebab umumnya adalah : • Kelainan mieloproliferatif seperti leukimia mieloid kronik atau polisitemia vera. • Reaksi alergi • Miksedema, selama infeksi cacar atau cacar air, pada kolitis ulseratif (kadang-kadang) Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Monositosis Peningkatan jumlah monosit di atas 800/ μL Penyebab monositosis : ◦ Infeksi bakteri kronik : tuberkulosis, endokarditis bakterialis, tifoid ◦ Infeksi protozoa ◦ Neutropenia kronik ◦ Penyakit Hodgkin dan keganasan lain ◦ Mielodisplasia (khususnya leukimia mielomonositik kronik) • Pengobatan dengan GM-CSF atau M-CSF Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Limfositosis • Peningkatan kadar limfosit lebih dari 3.500/ μL • Penyebab : • Infeksi akut oleh virus (mononukleosis infektiosa, rubella, hepatitis, varicella, cytomegalovirus) • Infeksi kronis (tuberkulosis, sifillis, brucellosis, toksoplasmosis) • Keganasan (leukimia, limfositik kronik, limfoma) • Tirotoksikosis Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukopenia Penyebab: - Konstitusional : neutropenia benigna familial, neutropenia siklik, agranulosis genetik infantil, penyakit genetik lainnya - Defisiensi produksi Didapat: defisiensi gizi, leukemia, anemia aplastik, respon terhadap infeksi, obat sitotoksik reaksi obat: kloramfenikol, fenotiazin, propiltiourasil, fenilbutazon, fenitoin, karbamazepin destruksi berlebihan: imun dan non imun Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Patogenesis Lekopenia Radiasi berlebihan atau penggunaan obat Kerusakan sumsum tulang Imunodefisiensi HIV Leukosit menurun Penurunan produksi sel darah Menyerang CD4 (Limfosit T) di sirkulasi perifer Limfosit hancur Penurunan jumlah Neutropenia Monositopenia Eosinopenia Leukopenia Limfopenia Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Gejala Klinis Leukopenia • Neutropenia • Jml neutrofil = indikator paling umum u/ risiko infeksi • Leukopenia ringan • Tidak menunjukkan gejala Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Pemeriksaan Fisik Leukopenia • Inspeksi • • • • Lemah Pucat Turgor kulit kering Infeksi / mudah kena infeksi (jk ada luka) yg menandakan kelemahan imun tubuh (sariawan/ stomatitis) • Nafas cepat & dangkal • Palpasi • Nyeri tekan pada area yg sakit & teraba panas • Suhu tubuh ↑ • Auskultasi • ronchi Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Netropenia • Batas bawah normal jumlah netrofil = 2500/mm3, jika sampai dibawah 1000/mm3 cenderung terjadi infeksi. • Ditemukan pada: - Infeksi bakteri/ parasit tertentu: thypoid, malaria, tbc miller - infeksi virus : hepatitis,poliomielitis,mumps - penyakit darah : anemia aplastik, anemia pernisiosa, lekemia akut,mielofibrosis - reaksi alergi, hipersensitivitas dan anafilaksis, Sindroma Felty - obat2an : fenilbutazon,aminopirin,kloramfenikol,kotrimoksasol,fenitoin,tolb utamid,fenotiazin dll. umumnya obat2an meracuni sel2 prekusor di sumsum tulang tetapi ada jg yang tindak sbg hapten dlm reaksi otoimun - bagian dr Pansitopenia Eosinopenia • Mononukleosis infeksiosa, Anemia aplastik, Anemia pernisiosa, Sindroma Cushing. Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Limfopenia • Penyakit Hodgkin, Lekemia Monositik, Eritrolekemia, Agamaglobulinemia, Uremia kronik. Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Limfopenia • Terjadi kegagalan ST yg berat dengan kortikosteroid & terapi imunosupresif lain • Limfoma hodgkin & dengan iradiasi luas • Selama pengobatan dengan antibodi monoklonal alemtuzumab • Sindrom imunodefisiensi , yg terpenting misalanya HIV Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Kostmann syndrome ( Neutropenia Congenital) • Diturunkan secara autosom resesif • disebabkan karena defisiensi G-CSF atau reseptornya • Gejala klinik: infeksi bakteri (paling sering daerah mulut dan perirectal) dimulai pada awal lahir • sering tidak ditemukan granulosit, monositosis, kadang eosinofilia • sumsum tulang: tampak hambatan pertumbuhan pada stadium promielosit-mielosit • Terapi: G-CSF, transplantasi stem cell 31/10/2013 Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. 40 Neutropenia siklik (diinduksi obat) • Diturunkan secara autosom dominan • Defek pada granulopoiesis dengan perubahan periodisitas 3-4 minggu • Gejala klinis: demam, stomatitis, malaise, infeksi kulit berulang. • Disebabkan karena mutasi gen elastase neutrofil pengeluaran sel matur dari sumsum tulang yang berubah-ubah • Terapi: G-CSF 31/10/2013 Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. 41 LI 3: kelainan proliferatif Keganasan Hematologik 1. Penyakit Mieloproliferatif a. Leukimia mieloid akut dan kronik b. Penyakit mieloproliferatif lain : polisitemia vera, mielosklerosis dg mieloid metaplasia, trombositemia esensial 2. Penyakit Limfoproliferatif a. Leukimia limfoid akut dan kronik b. Limfoma maligna 3. Penyakit Imunoproliferatif a. Multiple myeloma b. Makroglobulinemia Waldenstrom Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Mieloproliferatif • meliputi keadaan yang menunjukkan hiperplasia atau neoplasia satu atau lebih sel hematopoetik atau sel retikulum • Terdiri atas : • Leukemia mieloid akut dan kronik • Penyakit mieloproliferatif lain : polisitemia vera, mielosklerosis dgn mieloid metaplasia, thrombositemia esensial Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Penyakit Mieloproliferatif • Proliferasi sel induk mieloid & berdampak pada seri granulositik, monositik, eritroid, megakariosit • 2 golongan besar : • Penyakit mieloproliferatif yang menunjukkan tanda-tanda keganasan : leukemia mieloid akut, leukemia mielositik kronis, leukemia mielomonositik kronis • Penyakit mieloproliferatif yang keganasannya masih perlu dibuktikan : polisitemia vera, mielofibrosis dengan mieloid metaplasia, trombositemia esensial, mielofibrosis tanpa mieloid metaplasia Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Akut • Klasifikasi morfologi menurut FAB : • • • • • • • • M0 : leukemia mieloid akut tanpa diferensiasi M1 : leukemia mieloid akut tanpa pematangan/maturasi M2 : leukemia mieloid akut dengan pematangan/maturasi M3 : leukemia promielositik akut M4 : leukemia mielomonositik akut M5 : leukemia monositik akut M6 : eritroleukemia M7 : leukemia megakariositik Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Akut – Patofisiologi • Terjadi transformasi sel induk hemopoiesis dan turunan-turunannya menjadi sel yg bersifat ganas. Proliferasi sel-sel ganas ini mengakibatkan: • Hemopoiesis abnormal (bone marrow failure) • Infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam organ mengakibatkan organomegali • Peningkatan proses katabolisme sel Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Akut – Tanda & Gejala • Kegagalan sumsum tulang : • Anemia • Neutropenia, dapat menimbulkan infeksi ditandai dengan demam, infeksi rongga mulut, tenggorokan, kulit, saluran nafas, & sepsis • Trombositopenia gejala mudah memar, pendarahan kulit, pendarahan mukosa, pendarahan gusi, epistaksis • Proses katabolisme berlebih: • Kaheksia • Keringat malam • Hiperurisemia dapat mengakibatkan artritis gout, gagal ginjal Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Akut – Tanda & Gejala • Infiltrasi organ : • • • • • • Organomegali Nyeri tulang Limfadenopati Splenomegali/hepatomegali yang sifatnya ringan Hipertrofi gusi & infiltrasi kulit Sindrom meningeal : sakit kepala, mual, muntah, mata kabur • Gejala lainnya : • Leukositosis (> 50,000/µL darah) • DIC / fibrinolisis primer Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Akut – Temuan Lab • Darah tepi : • • • • Anemia normositik normokrom yg timbul dgn cepat Trombositopenia Leukosit yang meningkat/normal/menurun Adanya sel muda (mieloblas, promielosit, limfoblas, monoblas, eritroblas, megakariosit) > 5% • Kelainan Pelger-Huet (neutrofil dgn 1 atau 2 lobus, disertai hipogranular/agranular) • Sumsum tulang • Sel sumsum tulang diganti dgn sel blas (minimal 30%) • Penurunan hemopoiesis normal Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Akut – Tata Laksana • Terapi spesifik kemoterapi • Terapi suportif mengatasi kegagalan sumsum tulang karena proses leukemia/efek dari terapi Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Akut – Tahapan Kemoterapi • Induksi remisi : menghilangkan gejala klinis, menurunkan sel leukemia (sel blas) dlm sumsum tulang & darah tepi • Pasca remisi : mempertahankan proses remisi selama mungkin: • Kemoterapi lanjutan konsolidasi, pemeliharaan / maintenance, intensifikasi • Transplantasi sumsum tulang pada pasien < 40 tahun dpt sembuh total Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Akut - Kemoterapi Pasca remisi : • Terapi intensifikasi/konsolidasi : • Ara C dan 6TG dengan atau tanpa DNR • Ara C dosis tinggi • Amsacrine • Imunoterapi : BCG Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Akut – Terapi • Transplantasi sumsum tulang • Transplantasi sel induk dari darah tepi • Dapat memberi kesembuhan • Hati-hati efek samping : pneumonia interstisial oleh CMV, GVHD, graft rejection • Hasil lebih baik jika umur pasien < 40 tahun Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Akut – Terapi Suportif • Untuk mengatasi anemia : transfusi PRC mempertahankan kadar Hb pd 9 – 10 g/dl (kecuali pada penderita yg akan ditransplantasi sumsum tulang) • Terapi mengatasi infeksi : pemberian antibiotik, transfusi konsentrat granulosit, pemberian G-CSF/GM-CSF • Terapi mengatasi pendarahan : transfusi konsentrat trombosit, pemberian heparin pada penderita M3 • Terapi untuk mengatasi hal lain : hidrasi yang cukup, pemberian allopurinol, dan alkalinisasi urin pada penderita sindrom lisis tumor Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Kronis • Leukemia dengan gejala yang timbul secara perlahan • Ada 6 jenis : • • • • • • Leukemia mieloid kronis dengan Ph + (leukemia granulositik kronis) Leukemia mieloid kronis dengan Ph Juvenile chronic myeloid leukemia Chronic neutrophilic leukemia Eosinophilic leukemia Chronic myelomonocytic leukemia Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Kronis – Patofisiologi • Terjadi translokasi sebagian materi genetik dari lengan panjang kromosom 22 ke lengan panjang kromosom 9 (t 9;22 atau Philadelphia chromosom) onkogen ABL pada lengan panjang kromosom 9 bergabung dengan onkogen BCR pada lengan panjang kromosom 22 gabungan onkogen menyebabkan terbentuknya protein yg menyebabkan kelebihan proliferasi sel-sel mieloid dan mengurangi apoptosisnya Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Kronis – Perjalanan Penyakit • Tahap kronis : berlangsung selama 2 – 5 tahun, responsif thdp kemoterapi • Tahap akselerasi/transformasi akut : • Gejala klinis mirip leukemia akut • Terjadi krisis blastik (jumlah sel-sel muda meningkat) • 2/3 sel blas seri mieloid, 1/3 sel blas seri limfoid Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Kronis – Gejala Klinis – Tahap Kronis • Hiperkatabolisme : berat badan menurun, lemah, anoreksia, berkeringat di malam hari • Splenomegali • Hepatomegali (lebih jarang dan ringan) • Gout dan gangguan penglihatan • Anemia hanya fase awal • Kadang-kadang tidak disertai gejala (asimtomatik), diketahui pada saat checkup Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Kronis – Gejala Klinis – Tahap Peralihan • Tahap peralihan (dari tahap kronis tahap transformasi akut) : • • • • Demam & anemia yang tidak dapat dijelaskan sebabnya Respon terhadap kemoterapi yang semula baik menjadi tidak adekuat Splenomegali yg bertambah besar Sel blas di sumsum tulang > 10% Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Kronis – Gejala Klinis – Tahap Transformasi Akut • Tahap transformasi akut : • Perubahan terjadi perlahan, gejala prodormal selama 6 bulan. Keluhan: demam, lelah, nyeri pada sternum yang sifatnya progresif. Respon thdp kemoterapi menurun, leukositosis, trombositopenia (seperti leukemia akut) • 1/3 dari penderita terjadi perubahan yang sifatnya mendadak, tanpa didahului gejala prodromal (masa krisis blastik). Penderita dpt meninggal dalam waktu 1 – 2 bulan bila pengobatan tidak adekuat Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Kronis – Temuan Lab • Leukositosis (20,000-50,000/µL darah pada permulaan, kemudian meningkat menjadi > 100,000/µL darah) • Darah tepi: ditemukan seri granulosit (mieloblas sampai neutrofil), neutrofil segmen & mielosit sangat menonjol; mieloblas (< 5%), promielosit, metamielosit jg ditemukan • Anemia normositik normokrom, semula ringan, kemudian menjadi progresif • Trombosit meningkat/normal/menurun • Fosfatase alkali neutrofil (NAP) rendah Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Kronis – Temuan Lab • Sumsum tulang : hiperseluler sistem granulosit. Sel blas < 30% & megakariosit normal atau meningkat • Pemeriksaan sitogenetika : kromosom Philadelphia • Vitamin B12 serum & vitamin B12 binding capacity meningkat • Pemeriksaan PCR : adanya chimeric protein • Hiperurisemia (kadar asam urat serum meningkat) Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Kronis – Tatalaksana • Tahap kronis : • Busulphan (Myleran) 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari, dgn indikasi leukosit > 50,000/µL darah. Dipantau melalui pemeriksaan leukosit tiap minggu. Dosis harus diturunkan setengahnya bila leukosit menurun setengahnya. Jika leukosit mencapai 20,000/mikroliter darah, obat dihentikan • Hydroxiurea, dgn pengaturan dosis yang sering (mulai dari 500 mg – 2,000 mg). Kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan untuk mempertahankan jumlah leukosit 10,000 – 15,000/µL darah. Efek samping sedikit • Interferon-alfa, diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksiurea Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Leukemia Mieloid Kronis – Tatalaksana • Tahap transformasi akut : sama dengan terapi leukemia akut • Transplantasi sumsum tulang : memberi kesembuhan jangka panjang pada penderita berusia < 40 tahun • Terapi prinsip biologi molekuler : imatinib mesylate yang dapat menekan proliferasi dari sel mieloid Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Limfoma Maligna • Penyakit Hodgkin • Limfoma non-Hodgkin Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Limfoma Hodgkin • Limfoma maligna yg ditandai adanya sel Reed Sternberg (R-S) dgn latar belakang sel inflamasi pleiomorfik • Sel Reed Sternberg = sel besar, berinti banyak, poliploid. Sel yg khas menunjukkan 2 buah inti yang menyerupai mata burung hantu • Latar belakang sel inflamasi pleiomorfik : limfosit, eosinofil, sel plasma, histiosit Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Limfoma Hodgkin – Patofisiologi • Asal usul sel R-S belum jelas, diduga berasal dari early lymphoid cell, histiosit, atau sel B • Berat ringannya gejala bergantung dari respon imun penderita • Penyakit Hodgkin awalnya terpusat di suatu daerah kelenjar getah bening perifer, kemudian menyebar melalui aliran limfe Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Penyakit Hodgkin – Klasifikasi Histopatologi Menurut Rye : • Lymphocyte predominance • 5% dari penyakit Hodgkin. Sel latar belakang yang dominan adalah limfosit kecil. Sel R-S hanya terdapat sedikit • Mixed cellularity • 30% dari penyakit Hodgkin. Sel R-S lebih banyak ditemukan, dan jumlahnya seimbang dengan sel latar belakang limfosit • Lymphocyte depleted • <5% dari penyakit Hodgkin. Merupakan jenis yang paling agresif, dengan sel R-S banyak dan sel latar belakang limfosit jarang • Nodular sclerosis • 40 – 69% dari penyakit Hodgkin (paling sering dijumpai). Terjadi fibrosis dan sclerosis yang luas (timbul jaringan ikat dari kapsul kelenjar, kemudian mengelilingi sel abnormal). Sering dijumpai sel latar belakang eosinofil Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Penyakit Hodgkin – Gejala Klinis • Gejala utama : pembesaran kelenjar getah bening yg tidak nyeri, asimetris, bersifat padat & kenyal • Splenomegali yg tidak masif • Hepatomegali (jarang) • Mediastinum dapat terkena (pada penderita noduler sclerosis wanita muda). Dapat disertai efusi pleura & sindrom vena cava superior • Lesi ekstranodus : kulit, paru-paru, otak, sumsum tulang belakang • Gejala konstitusional : • Demam, penurunan berat badan < 10%, keringat malam • Pruritus • Rasa nyeri, terutama setelah mengkonsumsi alkohol Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Penyakit Hodgkin – Temuan Hematologik • Anemia normositik normokrom • Leukositosis sedang karena neutrofilia • Eosinofilia • Pada fase lanjut : dapat ditemukan limfopenia • LED meningkat • LDH meningkat Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Penyakit Hodgkin – Tatalaksana - Radioterapi • Radioterapi • Untuk penyakit Hodgkin yang terlokalisasi, dgn dosis radiasi 4,000 – 5,000 rad. Pada tingkat yg lebih berat, sering dikombinasikan dengan kemoterapi. Teknik : extended field/mantle field untuk lesi di atas diafragma, inverted Y untuk lesi di bawah diafragma, atau total nodal irradiation (TNI) untuk lesi di atas dan di bawah diafragma Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Penyakit Hodgkin – Tatalaksana Kemoterapi • Kombinasi kemoterapi MOPP • Mustargen (nitrogen mustard) 6 mg/m2 (IV) hari ke 1 & ke 8 • Oncovin (vincristine) 1,4 mg/m2 (IV) hari ke 1 & ke 8 • Procarbazine 100 mg/m2 (PO) hingga 2 minggu • Prednison 60 – 80 mg/m2/hari (PO) hari ke 1 – 5 Semua terapi diatas diulang tiap 4 minggu, tapi terapi ini sudah mulai ditinggalkan karena efek samping jangka panjang yg tidak baik. Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Penyakit Hodgkin – Tatalaksana - Kemoterapi • Kombinasi kemoterapi ABVD • • • • Doxorubicin (Adriamycin) 25 mg/m2 (IV) hari ke 1 & 15 Bleomycine 10 mg/m2 (IV) hari ke 1 & 15 Vinblastine 6 mg/m2 (IV) hari ke 1 & 15 Dacarbazine (DTIC) 375 mg/m2 (IV) hari ke 1 & 15 • Terapi pergantian antara MOPP dengan ABVD Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Penyakit Hodgkin – Tatalaksana Terapi lainnya • Transplantasi sumsum tulang/sel induk Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Limfoma Non Hodgkin • Penyakit yang sangat beragam proses patologi dan gejala klinisnya, tidak seteratur limfoma Hodgkin dan lebih sering dijumpai bentuk ekstranodus Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Limfoma Non Hodgkin – Gejala Klinis • Pembesaran kelenjar getah bening (paling sering) asimetris • Gejala konstitusional: demam, keringat malam, penurunan berat badan (jarang dijumpai) • Keluhan sakit saat menelan karena efek pada orofaring • Anemia, infeksi, & pendarahan • Hepatomegali, splenomegali • Gejala pd organ lain: kulit, otak, testis, tiroid Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Limfoma Non Hodgkin – Temuan Lab • Anemia normositik normokrom • Leukopenia, trombositopenia • >5% sel muda (blas) dalam darah tepi • Pemeriksaan sitogenetika : Burkitt’s Lymphoma t(8;14), follicular lymphoma t(14;8), mantle cell lymphoma t(11;14), anaplastic large cell lymphoma t(2;5) • LDH meningkat Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Limfoma Non Hodgkin – Tatalaksana • Radioterapi • Utk penyakit yg terlokalisasi • Utk tujuan paliatif pd stadium lebih lanjut • Kemoterapi Kemoterapi kombinasi generasi pertama : • CHOP (siklofosfamid, doksorubisine, vincristine, prednisone) paling efektif • CHOP + bleomycine • COMLA (siklofosfamid, vincristine, methotrexate with leucovorin rescue) • CVP/COP (siklofosfamid, vincristine, prednisone) • C-MOPP (siklofosfamid, mechloretamine, vincristine, prednisone, procarbazine) Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Limfoma Non Hodgkin – Tatalaksana Kemoterapi kombinasi generasi kedua • COP + bleomycine, doxorubicine, procarbazine (COP-Blam) • Prednison, methotrexate with leucovorin rescue, doxorubicine, etoposide + C-MOPP (Pro-MACE-MOPP) • M-BACOD (methotrexate with leucovorin rescue, bleomycine, doxorubicine, cyclophosphamide, vincristine, dexamethasone) Kemoterapi kombinasi generasi ketiga • COPBLAM III (cyclophosphamide, infusional vincristine, prednisone, infusional bleomycine, doxorubicine, procarbazine) • ProMACE-CytaBOM (prednisone, methotrexate with leucovorin rescue, doxorubicine, cyclophosphamide, eposide, cytarabine, bleomycine, vincristine, methothrexate with leucovorin rescue) • MACOP-B (methotrexate with leucovorin rescue, doxorubicine, cyclophosphamide, vincristine, prednisone, bleomycine) Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Limfoma Non Hodgkin – Tatalaksana • Transplantasi sumsum tulang dan sel induk • Terapi imunomodulator (misalnya interferon). Diberikan sebagai kombinasi dengan kemoterapi/sesudah kemoterapi • Terapi dengan antibodi monoklonal seperti rituximab, iodin-131, dan yttrium-90 yang spesifik terhadap antigen limfosit B Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Gamopati monoklonal Merupakan proliferasi ganas limfosit B yg telah teraktivasi atau sel plasma dan menghasilkan imunoglobulin yg bersifat monoklonal Terdiri atas : • Mieloma Multiple • Makroglobulinemia Walsdemsrtom Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Mieloma Multipel • Keganasan sel plasma di sumsum tulang menghasilkan protein abnormal (paraprotein) di dalam plasma atau urin Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Mieloma Multipel – Patofisiologi • Pelepasan produk dari sel mieloma : • Imunoglobulin monoklonal dlm serum (M protein) • Paraprotein yg dikatabolisis di jaringan (menimbulkan amiloid) & dibuang ke urin dlm bentuk protein Bence Jones • Peningkatan aktivitas osteoklas oleh activating factor nya (IL-1, TNFalfa) menimbulkan lesi pada tulang menyebabkan nyeri tulang & penekanan saraf • Gangguan hemopoiesis karena massa tumor yg mendesak sel-sel hemopoiesis & produk sel tumor Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Mieloma Multipel – Patofisiologi • Terjadi gangguan produksi antibodi & neutropenia menyebabkan penderita mudah terkena infeksi • Hiperkalsemia krn reabsorpsi Ca dari tulang, ditandai gejala : anoreksia, mual, muntah, konstipasi, poliuria, gangguan kesadaran • Gagal ginjal krn ekskresi paraprotein, hiperkalsemia, hiperurisemia, & infeksi • Penurunan fungsi trombosit & faktor pembekuan karena adanya paraprotein mudah terjadi perdarahan Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Mieloma Multipel – Patofisiologi • Viskositas darah meningkat karena kadar paraprotein yg tinggi dalam darah meningkatkan risiko mengalami gangguan visus, vertigo, penurunan kesadaran, gagal jantung • Neuropati krn paraprotein & penekanan saraf Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Mieloma Multipel – Gejala Klinis • • • • • • • • Nyeri tulang (terutama daerah punggung) Gejala anemia (lemah, lesu, pucat, sesak nafas) Infeksi berulang (terutama paru) Gagal ginjal & hiperkalsemia : polidipsi, poliuria, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, gangguan mental Perdarahan Gangguan penglihatan, penurunan kesadaran, kelainan jantung krn naiknya viskositas darah Fraktur dampak lesi pada tulang Gangguan saraf: paresthesia, paraplegia Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Mieloma Multipel – Temuan Lab • • • • • • • • • Anemia normositik normokrom LED meningkat Pembentukan rouleaux & sel plasma (terkadang) pd sediaan darah tepi Leukopenia & trombositopenia Sumsum tulang : sel plasma >10%, sel mieloma (sel plasma abnormal dgn inti besar dan banyak, ukuran bervariasi) Elektroforesis protein: paraprotein Urin: protein Bence Jones Hiperkalsemia, hiperurisemia Ureum & kreatinin serum meningkat Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Mieloma Multipel – Tatalaksana • Terapi spesifik utk membunuh sel mieloma : • Melphalan 9 mg/m2 (PO) selama 4 hari • Prednison 80 mg (PO) selama 4 hari • Regimen VAD : • Vinkristin 0,4 mg/hari (IV) selama 4 hari • Doksorubisin/adriamisin 9 mg/m2/hari (IV) selama 4 hari • Deksametason 32/40 mg/hari (PO) selama 5 hari Ditambah ranitidine 150 mg 2x sehari selama pemberian VAD Kotrimoksazol 2x sehari untuk mencegah pneumositis Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Mieloma Multipel – Tatalaksana • Terapi suportif utk mengatasi gejala dan komplikasi • • • • • Kelebihan viskositas : plasmapheresis Hiperkalsemia : pemberian cairan secara adekuat melalui IV Radiasi lokal bila terjadi nyeri tulang Pencegahan nyeri : bifosfonat oral Pengobatan infeksi, anemia, & perdarahan • Transplantasi sumsum tulang (hati-hati dengan umur penderita yg pada umumnya sudah tua) Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. LI 4 : kelainan non proliferatif Kelainan fungsi • Fungsi Kemotaksis • Normal : merupakan fungsi mobilisasi dan migrasi sel. Fagosit tertarik ke bakteri / lokasi inflamasi oleh zat kemotaktik yg dilepaskan dari jaringan rusak / oleh komponen komplemen dan juga oleh interaksi molekul perlekatan leukosit dengan ligan di jaringan yg rusak • Defek/gangguan : tjd pd kelainan kongenital (mis: sindrom lazy leucocyte jumlah neutrofil menurun, respons kemotaksis & respon inflamasi terganggu) dan pada kelainan didapat (mis: terapi kortikosteroid) atau kelainan pada leukosit itu sendiri Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Kelainan fungsi • Fungsi fagositosis: • Normal : bahan asing (bakteri/jamur,dll) atau sel pejamu yg mati / rusak di fagositosis . Pengenalan partikel asing dibantu oleh opsonisasi dengan imunoglobulin / komplemen. • Defek/gangguan : karena tidak adanya opsonisasi yg dpt disebabkan oleh penyebab hipogamaglobulinemia ( gangguan imunodefisiensi dimana produksi kekebalan tubuh terhambat) kongenital atau didapat atau tidak adanya komponen komplemen. Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Kelainan fungsi • Fungsi membunuh • Normal : terjadi melalui reaksi oxygen-dependent pathway dan oxygenindependent pathway. • Defek : • Terdapat pada granulomatosa kronik terkait X atau autosomal yang langka, yang disebabkan oleh kelainan metabolisme oksidatif leukosit. • Kelainan kongenital lain yang jarang terjadi juga dapat menyebabkan terjadi defek pembunuhan, misalnya defisiensi mieloperoksidase. Leukemia mieloid kronik dapat juga disertai gangguan pembunuhan mikroorganisme yang teringesti Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Kelainan Fungsi Limfosit • Dapat bersifat herediter atau didapat. • Limfosit B penurunan kadar imunoglobulin • Limfosit T menyebabkan defek fungsi imunologik seluler Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Kelainan Kualitatif Morfologi Kelainan sitoplasma: 1. Granulasi toksik • Granula kasar warna biru kehitaman. • Sitoplasma sel sering bervakuola • Ada pada infeksi bakteri akut, luka bakar, intoksikasi 2. Agranulasi polimorfonuklear • Granula sedikit / tidak didapatkan sama sekali di dalam sitoplasma neutrofil. • Ada pada sindroma mielodisplasia, leukemia 3.Badan Dohle • Badan kecil berbentuk oval/ bulat berwarna biru muda yang ada dalam sitoplasma neutrofil. • 4. Merupakan sisa RNA Batang Auer (Ada pada infeksi berat, keracunan, luka bakar) • Batang kecil berwarna merah jingga didalam sitoplasma • Merupakan hasil fusi granula primer • Hanya ada pada leukimia non limfositik Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. 5. Limfositik plasma biru ( plasmacytoid lymphocyte) • Sitoplasma biru • Ada pada infeksi virus (DBD), influenza, hepatitis, infeksi virus sitomegalo 6. Smudge cell • merupakan leukosit yang rusak ketika pembuatan sediaan hapus • 7. Ada pada leukimia limfositik kronik Vakuolisasi • lubang-lubang (vakuol) yang timbul pada sitoplasma/ inti akibat proses degenerasi • Ada pada infeksi berat, keracunan Kelainan Kualitatif Fungsional Kelainan inti sel: 1. Hipersegmentasi -Inti neutrofil berlobus 5 / lebih -Pada anemia megaloblastik, infeksi, leukimia granulositik kronik dan uremia Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. 2. Inti piknotik -Inti neutrofil mengalami penggumpalan kromatin akibat degenerasi -Dijumpai pada sepsis, leukimia 3. Anomali pelger huet -Kegagalan inti untuk membuat segmen sehingga dijumpai neutrofil < 2 lobus -Pada mielodisplastik atau leukimia kronik Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Sindrom Chediak-Higashi • Munculnya granula lisosom raksasa • Menyerang semua sel bergranula • Gejala utama • Aktifitas bakterisidal dan kemotaksis↓ • Infeksi di kulit & paru↑ • Nystagmus & Albinisme Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Penyakit Granumalatosa Kronis • Lekosit menunjukkan fungsi kemoktasis dan fagositosis normal tapi tidak mampu membunuh kuman • Etiologi defek pelepasan enzim lisosom • Berkaitan dengan gangguan aktivitas oksidase • Pembunuhan kuman memerlukan interaksi hidrogen peroksidase dan mieloperoksidase Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Reaksi Leukemoid • Reaksi lekemoid adalah peningkatan jumlah sel darah putih yang mirip dengan apa yang terjadi pada orang dengan lekemia. Namun, reaksi sebenarnya karena infeksi atau penyakit lain dan bukan merupakan tanda kanker. Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Reaksi Leukemoid Dijumpai pada keadaan • Infeksi • Pneumonia minigitis, septikemia, dapat menimbulkan rx leukomoid granulositik • Mononukleosis infeksiosa, TBC, sifilis kongenital, pertusis ,menimbulkan leukemoid limfositik. • TBC juga dapat menimbulkan rx leukomoid monositik • Intoksikasi • Luka bakar, keracunan air raksa menimbulkan rx leukomoid granulositik. • Keganasan • Karsinoma embrional ginjal, karsinoma kolon, Hodgskin mengakibatkan rx leukomoid granulositik. • Hemolisis • Perdarahan akut, radiasi menimbulkan rx leukemoid granulositik Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Membedakan reaksi leukomoid dengan lekemia kronik Reaksi leukomoid I.Klinis • Etiologi jelas • Tidak ada splenomegali II.Pemeriksaan laboratorium • Jarang disertai anemia • Tidak disertai trombositopenia • Tidak dijumpai basofilia, eosinofilia, atau monositosis • Aktivitas neutrofil alkaline phosphatase (NAP) meningkat • Sumsum tulang hiperplastik, tanpa penekanan aktivitas seri lain Lekemia kronik •Etiologi tidak jelas •Dijumpai splenomegali •Disertai anemia •Dapat disertai trompositopenia •Sering dijumpai basofilia, eosinofilia, monositosis •Aktivitas NAP rendah •Sumsum tulang hiperplastik dengan penekanan aktivitas seri lain Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Jenis-jenis reaksi leukomoid TIPE GRANULOSITIK Infeksi berat TBC Anemia hemolitik Karsinomatosis Infestasi berat TIPE LIMFOSITIK Pertusis Mononukleosis infeksiosa Limfositosis infeksiosa TIPE MONOSITIK Endokarditis Bakterialis Sub-akut TBC Radiasi Hoffbrand AV, Pettit JE. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2011. Bone Marrow Puncture • Aspirasi sumsum tulang & biopsi • Aspirasi: mebersihkan sedikit sumsum tulang cair • Biopsi: menghilangkan sepotong kecil jaringan tulang dan sumsum yang tertutup TUJUAN: • Mendiagnosis penyakit atau kondisi yang melibatkan sumsum tulang atau sel darah • Menentukan tahap atau perkembangan penyakit • Memeriksa kadar zat besi dan metabolisme • Memantau pengobatan penyakit • Menyelidiki demam yang tidak diketahui asalnya Biopsi sumsum tulang dan aspirasi dapat digunakan untuk berbagai kondisi, termasuk: • Anemia • Kondisi sel darah di mana terlalu sedikit atau terlalu banyak jenis sel darah tertentu diproduksi, seperti leukopenia, leukositosis, trombositopenia, trombositosis, pansitopenia, dan polisitemia • Kanker darah atau sumsum tulang, termasuk leukemia, limfoma dan multiple myeloma • Hemochromatosis • Demam asal tidak diketahui B Tempat pengambilan sumsum tulang : A : posterior superior crista iliaca B : sternum C : anterior superior crista iliaca D : prosesus spinalis D C A Nilai normal hitung jenis sumsum tulang orang dewasa • Blast 0.3 – 5.0 % • Promielosit 1.0 – 8.0 % • Mielosit 5.6 – 22.0 % • Metamielosit 13.0 – 32.0 % • Neutrofil batang 6.1 – 36.0 % • Neutrofil segmen 7.0 – 30.0 % • Eosinofil 0.5 – 4.0 % • Basofil 0.0 – 0.7 % • Rubriblast 0.3 – 5.0 % • Prorubriblast 1.0 – 8.0 % • Rubrisit 5.6 – 22.0 % • Metarubrisit 13.0 – 32.0 % Limfosit – 3.0 % 3.0 – 17.0 % Plasmosit 0.0 – 2.0 % Monosit 0.5 – 5.0 % Seri mieloid Seri eritrosit Megakariosit 0.1 Netrofil Alkali Phosfatase • Enzim fosfatase alkali dari netrofil menghidrolisis substrat naftol, melepaskan naftol dan berikatan dengan zat warna diazo amine membentuk presipitasi warna tengguli • Kadar normal: Pria: 22-124/100 netrofil Wanita: 33-149/100 netrofil • meningkat pada: polisitemia vera, mielofibrosis, lekositosis, reaksi leukemoid • menurun pada leukemia granulositik kronik, hemoglobinuria noktural paroksismal Peroksidase • enzim peroksidase dalam sel menghidrolisis H2O2, melepaskan On, berikatan dengan zat warna (bensidin/o-toluidin) sehingga timbul zat warna tengguli • Kegunaan: - mengidentifikasi leukemia granulositik - membedakan sel-sel mieloid immatur dan sel-sel limfoid immatur Sudan black B • SBB berikatan dengan lemak yang terdapat dalam granula primer sel-sel mieloid dan monosit, menimbulkan warna hitam • pewarnaan SBB yang intensif merupakan ciri leukemia mielositik akut, sedangkan pada leukemia limfoblastik hanya sedikit sel yang menyerap pewarnaan SBB • Kegunaan: - membedakan seri granulosit dan monosit dari limfosit Periodic acid schiff (PAS) • PAS mereduksi glikogen aldehide • Aldehide+ reagen shiff warna merah • Kegunaan: untuk mengidentifikasi eritroleukemia Esterase • enzim esterase menghidrolisis substrat naftol, naftol yang dibebaskan akan mengikat zat warna diazo, membentuk presipitasi warna merah • Kegunaan: - spesifik esterase: membedakan granulosit dari monosit - non spesifik esterase: membedakan leukemia monositik terhadap leukemia granulositik LI 5 : Tatalaksana farmakologi & non farmakologi Prinsip Terapi Keganasan Hematologi 1. Terapi yg bersifat kuratif a. Radioterapi (pd limfoma Hodgkin derajat I/II) b. Kemoterapi intensif (pd limfoma non-Hodgkin derajat keganasan tinggi) c. Transplantasi sum2 tlg d. Terapi kuratif sulit dicapai pd keadaan : limfoma tumbuh lambat, leukimia kronik, mieloma multipel 2. Terapi paliatif Mengobati komplikasi pd penyakit tingkat lanjut shg mengurangi penderitaan pasien Memperlambat tumbuhnya penyakit 3. Terapi suportif Untuk perbaiki keadaan umum penderita Untuk atasi efek samping kemoterapi/radioterapi Terapi Leukimia Akut • Kemoterapi • Fase induksi remisi : mencapai remisi yi keadaan dmn gejala klinis hilang, blast ss tulang <5%, dg pemeriksaan morfologi tdk ditemukan sel leukimia dlm drh tepi dan sum2 tlg • Fase postremisi : mempertahankan remisi selama mungkin hingga kesembuhan. • Obat fase induksi remisi : • Vincristine(1,5mg/mg/m2/minggu, IV) ; prednison (6 mg/m2/hari,oral); L.asparaginase (10.000 U/m2), daunorubicin (25 mg/m2/mggu-4minggu) • Obat fase postremisi • Membasmi sel leukimia yg sembunyi dlm SSP,testis : triple IT( intrathecal methorexate, cytosine arabinosid, dexamethason) • Terapi pemeliharaan : 6 mercaptopurine oral, 2-3 th. Terapi Leukimia Akut • Terapi spesifik : kemoterapi • Terapi suportif umum : • Pemasangan kateter vena sentral • Pencegahan muntah : mengobati emesis (metoklopramid,fenotiazin), antagonis 5-HT3 selektif (ondansteron), steroid • Dukungan produk darah dg transfusi eritrosit dan trombosit • Alopurinol dan cairan intravena (dg alkalinisasi urin utk cegah sindrom lisis tumor) • Profilaksis dan pengobatan infeksi Terapi leukimia kronik (CML) CML Fase kronik -Busulphan (myleran), 0,1-0,2 mg/kgBB/hari, leukosit periksa tiap minggu -Hidroxyurea, dosis 1-2 g/hari pd awal lalu menurunkan tiap mgg hingga rumatan 0,5-1,5 g/hari -Interferon α, setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hydroxuyrea Fase akselerasi Sm dg terapi leukimia akut tp respon rendah Transplantasi sum2 tlg Allogenic perpheral blood stem cell transplantation, t.u utk penderita <40th usianya Biologi molekuler (masih Imatinib mesylate dikembangkan) CLL Obat umum dipakai -chlorambucil 4-6mg/hari atau 6 mg/m2, slm 2-4 bln -Fludarabine utk yg resisten thdp chlorambucil Skema kemoterapi -Low risk : chlorambucil 0,7mg/kg, 4 hari tiap 3-4 mggu -Intermediate risk : sm dg atas - high risk : chlorambucil + prednison 40-60/haro utk 7 hari tiap 3-4 mgg Terapi Penyakit mieloproliferatif • Mielofibrosis dg mieloid metaplasia : • Terapi paliatif mengatasi anemia dan spenomegali. • Transfusi,asam folat utk anemia ; hidroksiurea splenomegali,gjl hipermetabolik; splenektomi jika hipersplenisme berat • Polisitemia Vera : • Terapi mempertahankan Ht dan trombosit • Phlebotomi jika pasien umur muda; hidroksiurea mengendalikan eritrosit,leukosit,trombosit ; busulfan; fosfor 32 pd pasien usia lanjut dg stad penyakit berat • Trombositemia essensial • Tujuan terapi mengendalikan hitung trombosit di bwh 600109/l agar tdk trombosis • Hiroksiurea, interferon alpha, platelet pheresis, aspirin Terapi Penyakit Hodgkin dan non-Hodgkin Leukimia Hodgkin radioterapi - Utk derajat I dan II, dosis radiasi 4000-5000rad, teknik penyinaran extended field kemoterapi -Pilihan utama utk derajat III,IV, I dan II dg bulky disease -Regimen MOPP : mustargen ; oncovin ; procarbazine; prednison -Regimen ABVD : doxorubisin; bleomycine, vinblastine, dacarbazine Leukimia non-Hodgkin radioterapi - Utk derajat I, tujuan paliatif (perbaiki kualitas hidup) pd stadium lanjut kemoterapi -Tunggal : chlorambucil atau siklofosfamid utk derajat keganasan renda -Kombinasi : umum dipakai generasi I : - yi CHOP (cyclophosphamide, dexorubicine, vincristine, preednison), CHOP+bleomycine Transplantasi sum2 tlg Mieloma Multiple • Terapi spesifik(membunuh sel mieloma) : • Melphalan, prednison • Regimen VAD (vincristine, adriamycin, dexamethasone) • Terapi suportif : • Hiperkalsemia furosemid, kortikosteroid • Radiasi lokal utk nyeri tulang resisten, pencegahan nyeri jangka panjang diberi bifosfonat oral • Pengobatan infeksi, anemia, perdarahan Terapi makroglobulinemia Waldenstorm • Terapi spesifik : chlorambucil • Terapi suportif : • Hiperviskositas plasmapheresis (pemisahan plasma dr sel darah) • Anemia transfusi darah bila perlu • Infeksi pemberian antibiotika adekuat Tipe-tipe dari transplantasi sel induk: • Transplantasi Sumsum Tulang — Sel-sel induk (stem cells) datang dari sumsum tulang (bone marrow). • Peripheral stem cell transplantation—Sel-sel induk (stem cells) datang dari darah peripheral. • Umbilical cord blood transplantation—Untuk seorang anak dengan tidak ada donor, dokter mungkin menggunakan sel-sel induk dari darah tali pusar (umbilical cord blood). Darah tali pusar adalah dari seoarng bayi yang baru dilahirkan. Adakalanya darah tali pusar dibekukan untuk penggunaan di kumudian hari.