Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal INFOMATEK Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 PEMBUATAN BAHAN EDIBLE COATING DARI SUMBER KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LIPID UNTUK APLIKASI PADA BUAH TEROLAH MINIMAL Yudi Garnida *) Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknik - Universitas Pasundan Abstrak : Untuk memperoleh formulasi dan metode pembuatan bahan edible coating dari campuran bahan karbohidrat, protein, dan lipid yang dapat diaplikasikan pada buah terolah minimal. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan petak-petak terbagi (RPPT) dengan 3 faktor diulang sebanyak dua kali, sumber karbohidrat sebagai petak utama dengan taraf: pektin, gum arab dan tepung maizena, sumber protein sebagai anak petak dengan taraf: gelatin dan isolat protein kedelai, serta sumber lipid: gliseril monostearat dan lilin cair sebagai anak-anak petak. Lapisan film edible yang terbentuk dianalisis terhadap laju transmisi uap air, kuat tarik, persen elongasi, ketebalan dan pengujian organoleptik terhadap warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan lipid berpengaruh terhadap laju transmisi uap air, kekuatan tarik, persen elongasi, namun tidak berpengaruh terhadap ketebalan dan penilaian organoleptik terhadap warna. Formulasi bahan edible coating yang terpilih berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdiri dari campuran pektin, isolat protein kedelai dan lilin cair (wax). Kata Kunci : edible coating, buah terolah minimal, laju transmisi uap air, kekuatan tarik. I. PENDAHULUAN Edible coating digunakan merupakan suatu alternatif penanganan lanjutan untuk pengolahan buah secara minimal yang tepat. Keuntungan edible coating selain dapat melindungi produk pangan, juga penampakan asli produk dapat dipertahankan, dapat langsung dimakan serta aman. Gennadios dan Weller [1], mendefinisikan edible coating sebagai suatu lapisan tipis yang dapat dimakan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyemprotan untuk memberikan penahanan yang selektif terhadap perpindahan gas, uap air dan bahan terlarut serta perlindungan terhadap kerusakan mekanis. Edible coating ini biasanya langsung digunakan dan dibentuk di atas permukaan produk, seperti buah dan sayur dalam upaya mempertahankan kualitasnya. yang *) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pangan FT-Unpas 207 Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222 Kester dan Fennema [2], menyatakan bahwa (asam penggunaan untuk (hidrokoloid dan lemak). Protein yang digunakan memperpanjang masa simpan produk pangan sebagai bahan dasar adalah protein jagung, segar sudah banyak dilakukan, yaitu dimulai kedelai, wheat gluten, kasein, kolagen, gelatin, dengan praktek corn zein, protein susu dan protein ikan. dengan lemak edible coating pelapisan seperti bahan lilin pangan (wax) lemak dan wax) dan campuran untuk memperlambat kekeringan pada produk. Polisakarida yang digunakan dalam pembuatan edible coating adalah selulosa dan turunannya Menurut Krochta [3], edible coating adalah (metilselulosa, karboksilmetilselulosa, lapisan tipis kontinyu yang terbuat dari bahan hidroksipropilselulosa, hidroksipropilmetil bisa dimakan, yang digunakan di atas atau di selulosa), antara (hidroksipropilamilosa), produk pangan, berfungsi sebagai pati dan - turunannya pektin, ekstrak penahan (barrier) perpindahan massa (uap air, ganggang laut (alginat, karagenan, agar), gum O2, CO2) atau sebagai pembawa (carrier) bahan (gum arab, gum karaya), xanthan, khitosan dan tambahan makanan seperti zat anti mikrobial lain-lain. Lemak yang umum digunakan adalah dan anti oksidan. Fungsi lainnya menurut lilin alam (beeswax, carnauba wax, paraffin Nisperos-Carriedo et al. [4] adalah membantu wax), asam lemak (asam oleat dan asam mempertahankan laurat), emulsifier (asetil monogliserid, gliseril integritas struktural dan mencegah hilangnya senyawa-senyawa volatil monostearat) dan lain-lain. penyebab aroma khas pada bahan pangan tertentu. Wong et al. [5] menyatakan bahwa Bahan dasar pembentuk edible coating sangat secara teoritis bahan edible coating harus mempengaruhi sifat-sifat edible coating itu memiliki sendiri. sifat (1) menahan kehilangan Edible coating dari yang baik hidrokoloid selektif (3) terhadap gas O2 dan CO2, meningkatkan mengendalikan perpindahan padatan terlarut kekuatan fisik, namun ketahanan terhadap uap untuk mempertahankan warna pigmen alami air sangat rendah akibat sifat hidrofiliknya. Oleh dan gizi, dan (4) menjadi pembawa bahan aditif karena itu protein dan polisakarida tidak dapat seperti pewarna, pengawet dan penambah digunakan sebagai penahan (barrier) terhadap aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan. kelembaban pada permukaan yang mempunyai Bahan dasar pembuatan edible coating menurut aktivitas air permukaan tinggi. Hal ini menurut [3] dapat digolongkan menjadi tiga kelompok Wong yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida), lipid sebaiknya 208 gas tertentu, et al. [5] dihindari ketahanan berasal kelembaban produk, (2) memiliki permeabilitas terhadap memiliki yang berarti lapisan hidrofilik penggunaannya untuk Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal menyimpan buah pada kelembaban relatif yang tomat selama tinggi. disebabkan penyimpanan karena sifat [8]. Hal penahan ini (barrier) lapisan corn zein terhadap transmisi gas O2 dan Edible coating dari lipid merupakan tahanan CO2 yang lebih rendah dibandingkan shink wrap yang baik terhadap uap air, meningkatkan kilap film. permukaan dan mengurangi abrasi. Pada suhu ruang, bahan yang berasal dari lemak Menurut Donhowe dan Fennema [11], merupakan barrier terhadap uap air yang komponen utama penyusun edible film dapat terbaik. Sedangkan edible coating yang berasal dikelompokkan dari polisakarida menurut Baldwin [6] lebih hidrokoloid, lipid dan komposit (campuran). unggul Hidrokoloid dalam menahan perpindahan gas dalam yang tiga dapat kategori, digunakan yaitu untuk dibandingkan uap air. Menurut [5], edible membuat edible coating adalah protein (gelatin, coating yang hanya terdiri dari satu komponen kasein) dan karbohidrat. Penggunaan protein bahan tidak dapat memberikan hasil yang sebagai bahan edible coating memuaskan dibandingkan dengan yang dibuat diteliti diantaranya gluten gandum, Gennadius et dari emulsi campuran beberapa bahan. al [11]. Sumber karbohidrat yang digunakan telah banyak adalah pektin dari kulit jeruk, ketela pohon (pati) Metode penggunaan edible coating pada buah dan rumput laut (alginat). Lipid yang digunakan dan sayuran menurut Grant dan Burns [7] dapat adalah lilin/wax, gliserol dan asam lemak. berupa pencelupan (dip application), pembuihan (foam application), penyemprotan (spray application), penetesan (drip application) dan penetesan terkendali (controlled drip application). Cara aplikasi ini tergantung pada jumlah, ukuran, sifat produk dan hasil yang Bahan dasar untuk membuat edible film/coating termasuk dalam kriteria GRAS (Generally Recognized as Safe) yang dikeluarkan oleh FDA maupun FAO, Krochta et al [12]. Penelitian terhadap bahan pembentuk edible coating sangat penting, karena bahan-bahan penyusun diinginkan. tersebut mempengaruhi sifat-sifat lapisan yang Pelapisan edible coating pada permukaan buah terbentuk. dan sayuran segar telah banyak dicoba seperti pada apel, Park et al [8], jeruk Satsuma Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh formulasi dan metode pembuatan larutan edible Mandarin [9]. coating dari campuran bahan karbohidrat, lipid, Pelapisan tomat dengan edible coating dari corn zein (protein) menghambat perubahan warna protein yang dapat diaplikasikan pada buah terolah minimal. Hasil penelitian ini diharapkan 209 Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222 dapat memberikan sumbangan baru pada pengembangan ilmu, khususnya dalam pasca panen buah buah terolah minimal serta guna 1. Sumber karbohidrat (A) sebagai petak utama (main plot), terdiri dari : a. Pektin bermetoksi rendah (LMP), dengan laksana pada industri dan konsumen. konsentrasi 3% (a1) b. Gum Arab dengan konsentrasi 3% (a2) II. METODE PENELITIAN c. Tepung maizena dengan konsentrasi 3% (a3) 2.1. Bahan Penelitian 2. Sumber protein (B), sebagai anak petak (sub Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan formulasi edible coating yang terdiri dari pektin bermetoksi rendah (LMP), gum plot) terdiri dari: a. Gelatin dengan konsentrasi 0,75% (b1) b. Isolat Arab, wax (britex), gelatin, isolat protein kedelai (IPK), tepung maizena, gelatin dan gliseril monostearat (GMS). Bahan-bahan lainnya adalah gliserol, kalsium klorida dan air suling. protein kedelai (IPK) dengan konsentrasi 0,75% (b2) 3. Sumber lipid ( C ) sebagai anak-anak petak (sub-sub plot) terdiri dari : a. Gliseril monostearat (GMS), dengan konsentrasi 2% (c1) 2.2. Alat Penelitian Peralatan utama b. Lemak berbentuk cair yang digunakan pada (wax britex), dengan konsentrasi 2% (c2) percobaan ini adalah: hot plate stirer, magnetik stirer, timbangan analitik, pH meter, pompa vakum, microcal messmer (untuk mengukur ketebalan), sterograph-MI toyoseiki (untuk mengukur kekuatan tarik dan persen elongasi). Wax britex sebagai bahan pelapis untuk buah-buah yang diperoleh dari PT. Star Kencana Jakarta. Dengan demikian perlakuan 2.3. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak-petak terpisah (split-split plot). Pada percobaan ini dikaji tiga faktor, yaitu sumber karbohidrat (A) tiga taraf, sumber protein (B) dua taraf dan sumber lipid (C) dua taraf. Kombinasi perlakuan diulang sebanyak dua kali. Faktor dan tarafnya adalah: merupakan lemak cair (minyak) (3x2x2) dan dua 12 kombinasi kali ulangan. Penentuan konsentrasi di atas didasarkan hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan dengan hasil sebagai berikut : a. Penggunaan sumber karbohidrat (pektin, gum Arab larutan dan maizena) pembentuk edible menghasilkan film dengan kekentalan yang sesuai untuk pembentuk coating. Konsentrasi yang kurang dari 3% menghasilkan 210 terdapat larutan pembentuk yang Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal terlalu tipis, karena larutannya encer. Penambahan dengan konsentrasi lebih dari 3% menghasilkan larutan yang didasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Permanasari (1998). kental sehingga sulit dicetak dan diaplikasikan. 2.4. Rancangan Respons Berdasarkan Variabel respons yang ditetapkan adalah : hasil tersebut, maka konsentrasi yang digunakan adalah 3%. a. Sifat b. Penambahan sumber protein (gelatin dan IPK) dengan konsentrasi 1% atau lebih menimbulkan endapan pada formula edible film dan partikel-partikel halus yang tidak merata serta menyebabkan fisik, yang meliputi analisis laju transmisi uap air, ketebalan edible film, kekuatan tarik dan persen elongasi. b. Uji organoleptik, yaitu terhadap warna edible film yang dihasilkan. Pengujian dilakukan warna oleh 20 orang panelis yang terdiri dari kekuningan pada coating yang terbentuk. mahasiswa, karyawan dan dosen di Jurusan Berdasarkan hasil tersebut, maka ditetapkan Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas konsentrasinya adalah 0,75%. Pasundan dengan kriteria penilaian sebagai c. Penambahan lipid (GMS dan wax) dengan konsentrasi yang lebih dari 3% berikut : - Tidak suka, dengan nilai skor = 1 menghasilkan formula yang terlalu kental - Agak tidak suka, dengan nilai skor = 2 sehingga sulit dicetak. Pada edible film yang - Netral (biasa), dengan nilai skor = 3 telah mengering tampak partikel lemak kasar - Agak suka, dengan nilai skor = 4 tidak larut yang menyulitkan pengelupasan - Suka, dengan nilai skor = 5 edible film dari cetakan dan menyebabkan timbulnya lubang kecil (pinhole). 2.5. Pelaksanaan Percobaan Penambahan GMS dengan konsentrasi 2% Proses pembuatan edible film diawali dengan (kurang pembuatan larutan protein (gelatin atau isolat dari 3%) dapat mengurangi timbulnya buih pada larutan sehingga edible protein film yang dihasilkan tidak berlubang, halus sampai homogen. Setelah larutan homogen, dan tersebut, ditambahkan bahan karbohidrat (pektin, gum konsentrasi yang akan digunakan adalah arab, atau tepung maizena) dan diaduk sambil 2%. dipanaskan pada suhu 400C selama 10 menit. rata. Berdasarkan hasil kedelai). Larutan pemanasan kemudian adalah diaduk Bahan pendukungnya adalah gliserol sebagai Tujuan untuk bahan pemlastis (plasticizer) sebesar 2% dan mempermudah kelarutannya. Selanjutnya ke Kalsium Klorida sebesar 0,3%. Penggunaan dalam campuran tersebut ditambahkan gliserol konsentrasi untuk bahan pendukung tersebut 211 Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222 2% dengan tujuan untuk meningkatkan elastisitas pelapis coating yang dihasilkan. permeabilitas uap air terendah, ketebalan yang merata, kekuatan tarik dan persen elongasi yang tinggi dan warna yang disukai. Penambahan sumber lipid (gliseril monostearat atau wax) dilakukan setelah semua pektin larut 600 disertai dengan pemanasan pada suhu C dan pengadukan menggunakan stirer selama 20 menit. Setelah semua bahan penyusun tercampur merata, pH larutan tersebut diukur dan diatur sampai pH 6 dengan larutan sodium bikarbonat atau asam sitrat. Tahap berikutnya adalah penghilangan selama pencampuran dengan menggunakan vakum mempercepat pengadukan selama proses ringan. 30 menit. tersebut Untuk dilakukan Selanjutnya larutan didinginkan sesuai suhu kamar dan dilakukan pencetakan pada lempeng kaca berukuran 20 cm x 30 cm. Larutan 3.1 Laju Transmisi Uap Air Laju transmisi uap air (WVTR) didefinisikan sebagai besarnya laju aliran uap air melewati suatu unit area pada waktu dan kondisi tertentu, ASTM [23]. Pengukuran nilai WVTR suatu bahan merupakan faktor yang penting dalam gelembung gas (degassing) yang terbentuk pompa III. HASIL DAN PEMBAHASAN tersebut kemudian menilai permeabilitas bahan edible film terhadap uap air. Berdasarkan hasil analisis statistik, terjadi interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan lipid terhadap laju transmisi uap air. Laju transmisi air uap tertinggi diperoleh dari perlakuan a3b1c2 (campuran tepung maizena, gelatin dan lilin cair) yaitu sebesar 919,06 g/m2/24 jam. Laju transmisi uap air terendah selama diperoleh dari a2b2c2 (campuran gum Arab, IPK 15 jam. Setelah kering, edible film dilepaskan dan lilin cair), yaitu sebesar 438,26 g/m 2/24 jam. dari lempengan dengan bantuan pisau dan Pada sumber karbohidrat (pektin) dan lipid yang diletakkan dan berbeda (GMS atau wax), penambahan gelatin kantong plastik dengan dan IPK menghasilkan laju transmisi yang dikeringkan pada suhu ruang 28 di atas dimasukkan ke dalam 0C alumunium foil tujuan untuk menghindari penyerapan air dari berbeda. lingkungan sekitar. Edible film yang dihasilkan menghasilkan laju transmisi uap air yang lebih diamati warnanya oleh panelis, ketebalan, nilai baik laju transmisi uap air, kekuatan tarik dan persen penambahan gum arab dan wax pada sumber elongasi. Formula bahan edible film yang protein (gelatin dan IPK) menunjukkan hasil memiliki karakteristik terbaik, yaitu memiliki yang berbeda. Tabel 1 212 Penambahan IPK ternyata dibandingkan dengan gelatin. Namun Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal Pengaruh Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Terhadap Laju Transmisi Uap Air (g/m 2/24 jam) Protein (B) / Lipid (C) Karbohidrat Gelatin (b1) (A) GMS (c1) Wax (c2) GMS (c1) Wax (c2) 559,80 b A 678,73 a B Tidak diukur 741,91 b C 659,71 a B Tidak diukur 857,97 b D 438,260 a A 527,56 a A 919,06 c D 838,33 b B 881,06 c C Pektin (a1) Gum Arab (a2) Maizena (a3) Keterangan : IPK (b2) Berdasarkan sidik ragam AxBxC teruji nyata. Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda (huruf besar dibaca horizontal, huruf kecil dibaca vertikal) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNT pada taraf 5%. Penambahan tepung maizena ternyata dapat Hasil percobaan menunjukkan penambahan meningkatkan laju transmisi uap air edible film komponen gliseril monostearat (GMS) yang pada berbagai sumber protein dan lipid yang merupakan turunan lemak pada campuran berbeda. pektin dan IPK yang bersifat hidrofilik, dapat Wax (britex) yang ditambahkan, laju mengurangi laju transmisi uap air edible film transmisi uap air apabila ditambahkan pada yang dihasilkan. Kondisi tersebut diduga karena tepung yang adanya gugus hidrofobik pada senyawa GMS. berbeda. Penggunaan sumber protein (gelatin Menurut, Park et al [14], edible film yang berasal dan IPK) pada tepung maizena dan wax akan dari komponen lipid mempunyai sifat ketahanan menghasilkan laju transmisi uap air yang cukup terhadap uap air yang baik. Pada penelitiannya tinggi. dinyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi secara signifikan dapat meningkatkan maizena dan sumber protein lipid (asam lemak), laju transmisi uap air film Menurut, McHugh dan Krochta [13], laju transmisi uap air suatu bahan dipengaruhi oleh sifat kimia dan struktur bahan pembentuk, konsentrasi plasticizer dan kondisi lingkungan semakin rendah. monoglyseride Penambahan pada acetylated komponen natrium caseinat menurunkan permeabilitas uap air secara nyata, Avena and Krochta [15]. seperti kelembaban dan temperatur. Namun pada penelitian selain Menurut, [13], penambahan lipid dengan tujuan komposisi dan konsentrasi bahan pembentuk untuk memperbaiki sifat transmisi uap air edible diusahakan sama, sehingga perbedaan nilai laju film akan lebih efektif dibandingkan dengan transmisi penambahan uap ini, air semua kondisi tersebut berasal perbedaan bahan yang digunakan. dari protein pada komponen polisakarida. Gliseril monostearat (GMS) dapat menahan transmisi uap air. Sifat ini disebabkan 213 Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222 adanya gugus hidrofobik (non polar), yaitu radikal asam (C17H35COO-) stearat pada Berdasarkan laju transmisi uap air edible film seperti tertera pada Tabel 1 dan dikaitkan senyawa GMS. Menurut, [2], gugus hidrokarbon dengan dan ester merupakan komponen utama yang menyatakan bahwa laju transmisi uap air edible bersifat film untuk buah terolah minimal tidak boleh menolak air dan mengakibatkan rendahnya permeabilitas. Cantwell [16], yang terlalu tinggi dan tidak boleh terlalu rendah. Krochta 1000 Laju Transmisi Uap Air (g/m2/24 jam) pendapat De Mulder-Johnston, [17] menyatakan dalam penelitiannya, bahwa laju a1b1c1 (Pektin,gelatin, GMS) 900 dan a1b1c2 (Pektin, gelatin, w ax) 800 transmisi uap air edible film untuk buah terolah a1b2c1 (Pektin, IPK, GMS) 700 a1b2c2 (Pektin, IPK, w ax) 600 a2b1c2 (Gum Arab, gelatin, w ax) 500 minimal harus antara 700-950 g/m2/24 jam. a2b2c2 (Gum Arab, IPK, w ax) 400 a3b1c1 (Maizena, gelatin, GMS) 300 a3b1c2 (Maizena, gelatin, w ax) 200 a3b2c1 (Maizena, IPK, GMS) 100 perlakuan a3b2c2 (Maizena, IPK, w ax) 0 Berdasarkan hasil penelitian [17] tersebut, maka Perlakuan yang memenuhi kriteria pada percobaan ini adalah a1b2c2 (campuran pektin, IPK Gambar 1 Histogram Hubungan antara Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Terhadap Laju Transmisi Uap Air (g/m2/24 jam) dan wax), a3b1c2 (campuran tepung maizena, gelatin dan wax), a3b2c1 (campuran tepung maizena, IPK dan GMS) dan a3b2c2 (campuran tepung maizena, IPK dan wax). Secara umum dapat dikatakan bahwa penambahan isolat protein kededai (IPK) yang 3.2. Kekuatan Tarik (Tensile strength) mengandung akan Kekuatan tarik merupakan suatu pengukuran air terhadap sifat mekanik edible film. Kekuatan (WTVR) rendah. Keadaan ini dimungkinkan oleh tarik adalah tekanan maksimum yang dapat sifat molekul protein yang dapat menyerap air ditahan suatu film sebelum putus. Persen sehingga struktur molekul edible film yang elongasi adalah perubahan panjang maksimum terbentuk dan yang dialami edible film saat mulai sobek [3]. memudahkan uap air melaluinya. Makin besar Kedua parameter tersebut dapat digunakan konsentrasi IPK menyebabkan interaksi protein- sebagai indikator dalam pemilihan suatu edible air semakin besar sehingga edible film akan film. Kriteria edible film yang baik adalah membengkak selanjutnya memiliki kekuatan tarik dan persen elongasi memudahkan uap air melewati edible film dan yang tinggi, karena hal ini akan mempengaruhi permeabilitas kekuatan edible film terhadap kontak fisik menyebabkan tinggi, [15]. gugus nilai hidrofilik laju menjadi transmisi kurang (swollen), uap padat uap airnya menjadi semakin dengan benda lain sehingga tidak mudah sobek dan bahan yang dilapisi menjadi tahan lama. 214 Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal Berdasarkan hasil analisis statistik, terjadi dan wax (britex) yaitu sebesar 5,86 kgf/mm 2. interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan Kuat tarik terendah diperoleh lipid terhadap kuat tarik edible film. Kuat tarik gum arab, gelatin dan wax (britex) tertinggi didapatkan dari campuran pektin, IPK sebesar 0,41 dari campuran yaitu kgf/mm2. Tabel 2 Pengaruh Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Terhadap Kuat Tarik (kgf/mm 2) Protein (B) / Lipid (C) Karbohidrat (A) Gelatin (b1) IPK (b2) GMS (c1) 2,97 b B Wax (c2) 2,80 c B GMS (c1) 0,54 a A Wax (c2) 5,86 c C Gum Arab (a2) Tidak diukur 0,41 a A Tidak diukur 1,58 b B Maizena (a3) 0,76 a A 1,260 b C 4,66 b D 0,92 a B Pektin (a1) Keterangan : Berdasarkan sidik ragam AxBxC teruji nyata. Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda (huruf besar dibaca horizontal, huruf kecil dibaca vertikal) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNT pada taraf 5%. Penambahan sumber karbohidrat (pektin), IPK dan wax akan menghasilkan kuat tarik yang tinggi kgf/mm2), (5,86 sedangkan pada penggunaan sumber karbohidrat gum arab dengan IPK dan wax akan menghasilkan kuat tarik yang lebih tinggi (1,58 kgf/mm 2) dibandingkan bila dicampurkan dengan gelatin dan GMS (0,41 kgf/mm2). Demikian pula terjadi pada sumber karbohidrat lainnya, yaitu tepung maizena yang bila dicampurkan dengan IPK dan GMS akan menghasilkan kuat tarik yang lebih tinggi (4,66 dicampur kgf/mm2) dengan gelatin bila dan dibandingkan wax (1,26 kgf/mm2). Penambahan pektin dengan sumber protein (gelatin dan IPK) dan sumber lemak (GMS dan wax) akan menghasilkan kuat tarik yang tinggi pula. Kekuatan tarik edible film yang terbuat dari campuran sumber karbohidrat, protein dan lipid bervariasi antara 0,41 kgf/mm2 sampai dengan 5,86 kgf/mm2. menunjukkan Hasil analisis bahwa kombinasi penyusun formula edible film nyata terhadap keragaman kekuatan tarik. bahan berpengaruh Komponen polisakarida dalam formula edible film komposit berfungsi sebagai pembentuk struktur matriks dan pemberi sifat kohesi [2]. Menurut Gontard et al. [18], kekuatan mekanik edible film tergantung pada jenis bahan pembentuknya, terutama sifat kohesi struktural. Kohesi struktural adalah kemampuan polimer untuk membentuk kuat tidaknya ikatan molekul antar rantai polimer. Kekuatan gel pektin low metoxy pectin (LMP) 215 Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222 yang terbentuk tergantung pada konsentrasi mobilitas rantai protein sehingga kekuatan pektin dan padatan terlarut. Semakin tinggi tariknya menjadi menurun. konsentrasi pektin menyebabkan peningkatan 7 a1b1c1 (Pektin,gelatin, GMS) akibat semakin banyak dan dekatnya jarak antar molekul. Peningkatan gaya tarik menarik antar molekul menyebabkan terjadinya ikatan yang kuat antara protein-pektin, pektin-pektin dan protein-protein sehingga struktur film Kekuatan Tarik (kgf/m2) kekuatan antar rantai molekul dalam matriks film 6 a1b1c2 (Pektin, gelatin, w ax) 5 a1b2c1 (Pektin, IPK, GMS) a1b2c2 (Pektin, IPK, w ax) 4 a2b1c2 (Gum Arab, gelatin, w ax) 3 a2b2c2 (Gum Arab, IPK, w ax) a3b1c1 (Maizena, gelatin, GMS) 2 a3b1c2 (Maizena, gelatin, w ax) yang 1 terbentuk menjadi kuat dan rapat dan pada 0 a3b2c1 (Maizena, IPK, GMS) a3b2c2 (Maizena, IPK, w ax) Perlakuan akhirnya kekuatan tarik film akan meningkat. Peningkatan kekuatan tarik akibat penambahan Gambar 2 IPK disebabkan oleh peningkatan interaksi Histogram Hubungan antara Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Terhadap Kuat Tarik (Kgf/mm2) protein-protein dan interaksi pektin-protein dalam jaringan matriks edible film. Peningkatan Gliseril monostearat (GMS) yang ditambahkan gaya tarik menarik antar molekul penyusun ke edible film tersebut menyebabkan peningkatan mengakibatkan penurunan kekuatan tarik edible kekuatan strukturnya. Kondisi ini berkaitan film. Greener dan Fennema [20] menyatakan dengan sifat protein yang menghasilkan struktur bahwa penurunan kekuatan tarik suatu edible yang rapat melalui peningkatan gaya inter dan film intra molekul, Vojdani dan Torres [19]. Jumlah disebabkan isolat protein kedelai (IPK) yang ditambahkan struktur matrik yang terbentuk oleh komponen pada percobaan ini tidak lebih dari 0,75%. polisakarida menjadi lemah. dalam akibat campuran pektin penambahan hilangnya daya dan IPK komponen kohesi lipid karena Penambahan IPK lebih dari 0,75% dapat Penambahan GMS menghasilkan edible film menurunkan film. yang terbentuk menjadi lunak akibat kurang film memberikan reaksi regangan terhadap tarikan. tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh sifat Gaya tarik yang kecil akan menyebabkan film hidrofilik IPK mudah putus. kekuatan Berkurangnya Adanya ikatan (longgar) kekuatan edible tarik edible yang mudah menyerap air. interaksi protein-air polimer-polimer dan tarik menyebabkan menjadi selanjutnya berkurang meningkatkan 3.3. Persen Elongasi Persen elongasi adalah persen pertambahan panjang bahan materi film dari panjang awal 216 Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal pada saat mengalami penarikan hingga putus. dan wax (britex) yaitu sebesar 63,00% . Persen Berdasarkan elongasi hasil analisis statistik, terjadi terendah diperoleh dari campuran interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan tepung maizena, IPK dan wax (britex), yaitu lipid terhadap persen elongasi. Persen elongasi sebesar 8,50% (Tabel 3). tertinggi didapatkan dari campuran pektin, IPK Tabel 3 Pengaruh Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Terhadap Persen Elongasi (%) Protein (B) / Lipid (C) Gelatin (b1) Karbohidrat (A) GMS (c1) Wax (c2) GMS (c1) Wax (c2) 43,00b B 51,00c C 19,00 a A 63,00 c D Tidak diukur 22,00 b B Tidak diukur 14,50 b A 10,00 a B 13,00 a C 12,75 b C 8,50 a A Pektin (a1) Gum Arab (a2) IPK (b2) Maizena (a3) Keterangan : Berdasarkan sidik ragam AxBxC teruji nyata. Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda (huruf besar dibaca horizontal, huruf kecil dibaca vertikal) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNT pada taraf 5%. Penambahan pektin pada berbagai campuran penambahan gelatin dan wax menghasilkan sumber protein dan lipid menghasilkan persen persen elongasi yang lebih tinggi (13,00%) elongasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan dibandingkan dengan penambahan IPK dan sumber karbohidrat lainnya, yaitu gum Arab dan GMS (12,75%). tepung maizena. Hasil lainnya adalah pada penggunaan pektin, sumber protein yang 70 dengan gliseril monostearat (GMS). Persen elogasi (%) berbeda, ternyata wax yang ditambahkan akan meningkatkan persen elongasi dibandingkan a1b1c1 (Pektin,gelatin, GMS) 60 a1b1c2 (Pektin, gelatin, w ax) a1b2c1 (Pektin, IPK, GMS) 50 a1b2c2 (Pektin, IPK, w ax) 40 a2b1c2 (Gum Arab, gelatin, w ax) 30 a2b2c2 (Gum Arab, IPK, w ax) 20 a3b1c1 (Maizena, gelatin, GMS) a3b1c2 (Maizena, gelatin, w ax) 10 Campuran gum Arab, wax dan IPK a3b2c1 (Maizena, IPK, GMS) 0 a3b2c2 (Maizena, IPK, w ax) Perlakuan menghasilkan persen elongasi yang lebih tinggi (22,00%) gelatin dibandingkan dan menunjukkan signifikan wax dengan gum (14,50%). penambahan meningkatkan arab, Keadaan IPK persen ini sangat elongasi dibandingkan dengan gelatin. Pada campuran yang menggunakan tepung Gambar 3 Histogram Hubungan antara Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Terhadap Persen Elongasi (%) Hernandez [21], menyatakan bahwa fleksibilitas edible film dipengaruhi oleh polaritas senyawa maizena, 217 Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222 pembentuknya. Senyawa yang bersifat polar Berdasarkan Tabel 4, edible film yang paling menyebabkan terjadinya air- tebal dihasilkan dari campuran tepung maizena polimer, sehingga ikatan antar polimer menjadi dan GMS (0,91 mm), sedangkan yang paling berkurang. Penambahan IPK yang termasuk tipis komponen hidrofilik menyebabkan terbentuknya maizena dan wax (0,35 mm). ruang bebas ikatan antara didapatkan dari campuran tepung yang meningkatkan mobilitas Tabel 4 molekul dan persen elongasi edible film. Pengaruh Interaksi Sumber Karbohidrat dan Lipid Terhadap Ketebalan EdibleFilm (mm) Penambahan wax (lilin cair) pada campuran pektin dan IPK (a1b2c1) cenderung Karbohidrat (A) meningkatkan persen elongasi. Peningkatan Pektin (a1) elastisitas edible film ini disebabkan semakin Gum Arab (a2) lunaknya edible film setelah penambahan wax (lilin). Komponen senyawa wax surfaktan (britex) yang merupakan memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik. Adanya gugus polar Maizena (a3) Ketebalan (mm) Lipid (C) GMS (c1) Wax (c2) a 0,71 0,36a B A 0,55b Tidak Diukur A 0,91b 0,35a B A Keterangan: Berdasarkan sidik ragam AxC teruji nyata. Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda (huruf besar dibaca horizontal, huruf kecil dibaca vertikal) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNT pada taraf 5%. tersebut mengakibatkan kemungkinan terjadinya 0.25 ikatan dengan molekul air. a1b1c1 (Pektin,gelatin, GMS) 0.2 a1b1c2 (Pektin, gelatin, w ax) polimer-air berkurangnya menyebabkan interaksi polimer-polimer sehingga edible film menjadi lebih fleksibel. Ketebalan (mm) a1b2c1 (Pektin, IPK, GMS) Interaksi a1b2c2 (Pektin, IPK, w ax) 0.15 a2b1c2 (Gum Arab, gelatin, w ax) a2b2c2 (Gum Arab, IPK, w ax) 0.1 a3b1c1 (Maizena, gelatin, GMS) a3b1c2 (Maizena, gelatin, w ax) Penambahan lemak (lipid) yang berlebihan 0.05 menyebabkan film menjadi tidak fleksibel akibat 0 a3b2c1 (Maizena, IPK, GMS) a3b2c2 (Maizena, IPK, w ax) Perlakuan hilangnya sifat kohesif yang disebabkan melemahnya matriks penunjang [21]. Gambar 4 Histogram Hubungan antara Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Terhadap Ketebalan Film edible (mm) 3.4. Ketebalan Berdasarkan analisis statistik, tidak terjadi interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan lipid terhadap ketebalan lapisan edible film. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, hanya interaksi antara sumber karbohidrat dan lipid saja yang berpengaruh terhadap ketebalan. 218 3.5. Tingkat Kesukaan Edible Film Terhadap Warna Berdasarkan hasil analisis statistik, tidak terjadi interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal lipid terhadap warna lapisan edible film yang dapat menurunkan buih (foam). Banyaknya buih diuji secara organoleptik. Namun demikian dalam emulsi terjadi interaksi antara sumber karbohidrat dan karena dapat menimbulkan lubang-lubang kecil protein terhadap warna edible film. (pinhole) pada permukaan edible film yang telah edible film tidak dikehendaki kering. Berdasarkan uji lanjut BNT, campuran antara tepung maizena dan isolat protein kedelai (a3b2) Adanya lubang-lubang secara signifikan menghasilkan edible film yang mempengaruhi tingginya laju transmisi uap air paling disukai oleh panelis dibandingkan dengan edible film lainnya (Tabel 5). tersebut. Hal yang ini kecil berasal dari dapat formula sesuai dengan pendapat Tabel 5 Snyder dan Kwon [22], bahwa penurunan Pengaruh Sumber Karbohidrat dan Protein Terhadap Tingkat Kesukaan Warna Edible Film konsentrasi lemak pada formula edible film Tingkat Kesukaan Terhadap Warna Protein (B) Gelatin (b1) IPK (b2) 2,30a 2,70a Pektin (a1) A B 2,70b 1,70b Gum Arab (a2) B A 3,90c 4,50c Maizena (a3) A B Keterangan : Berdasarkan sidik ragam A x B teruji nyata. Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda (huruf besar dibaca horizontal, huruf kecil dibaca vertikal) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNT pada taraf 5%. Karbohidrat (A) meningkatkan kecenderungan buih. Tabel 6 Pengaruh Sumber Karbohidrat dan Lipid Terhadap Edible Film Secara Organoleptik Penilaian Organoleptik Lipid (C) GMS (c1) Wax (c2) a 4,50 5,60a A B 5,80a Tidak Diukur A 7,20b 6,50b B A Karbohidrat (A) Pektin (a1) Gum Arab (a2) Maizena (a3) Terjadi pula interaksi antara sumber karbohidrat dan lipid terhadap warna edible film yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 6, perlakuan yang menghasilkan edible film yang paling disukai adalah campuran antara tepung maizena dan GMS (a3c1). Berdasarkan hasil percobaan, penambahan isolat protein kedelai (IPK) pada larutan karbohidrat dan protein menyebabkan edible film yang dihasilkan menjadi buram akibat adanya partikel-partikel terbentuknya Keterangan : Berdasarkan sidik ragam A x C teruji nyata. Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda (huruf besar dibaca horizontal, huruf kecil dibaca vertikal) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNT pada taraf 5%. Berdasarkan hasil percobaan dilakukan, edible campuran pektin, isolat protein kedelai dan wax (a1b2c2) film yang yang telah merupakan terdiri dari perlakuan terbaik yang didasarkan pada laju transmisi uap air, kuat tarik, persen elongasi, ketebalan dan penilaian organoleptik. IPK yang halus dan merata. Penambahan GMS pada campuran sumber karbohidrat dan protein 219 Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222 2. Perlu dicari alternatif metode aplikasi larutan Nilai Rata-rata Organolpetik 6 a1b1c1 (Pektin,gelatin, GMS) edible film selain metode celup dan semprot a1b1c2 (Pektin, gelatin, w ax) 5 apabila dilakukan untuk skala besar. a1b2c1 (Pektin, IPK, GMS) 4 a1b2c2 (Pektin, IPK, w ax) a2b1c2 (Gum Arab, gelatin, w ax) 3 a2b2c2 (Gum Arab, IPK, w ax) 2 a3b1c1 (Maizena, gelatin, GMS) 1 V. DAFTAR RUJUKAN [1] a3b1c2 (Maizena, gelatin, w ax) Edible film and coatings from wheat and a3b2c1 (Maizena, IPK, GMS) corn proteins. J. Food Technol. 44(10) 63- a3b2c2 (Maizena, IPK, w ax) 0 Gennadios A., and C. L., Weller., (1990), 68. Perlakuan [2] Kester, J.J., dan Fennema, O., (1989), An edible film of lipids and cellulose ethers Gambar 5 barrier Histogram Hubungan Antara Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Terhadap Tingkat Kesukaan Warna Edible Film properties to moisture vapor tranmission and structural evaluation J. Food Sci 54:1383-1389. [3] IV. KESIMPULAN DAN SARAN Krochta, J.M., (1992), Control of mass transfer in food with edible coatings and 4.1. Kesimpulan film. Wirakartakusumah 1. Interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan lemak berpengaruh terhadap (ed). Advances in Food Engineering. CRP Press. Boca laju Raton Fl :517-528. transmisi uap air, kuat tarik dan persen elongasi, namun tidak berpengaruh terhadap p. 29-36 In Sing, R .P dan M.A. [4] Nisperos-Carriedo, M.O., P.E. Shaw dan E.A. Baldwin., (1990), Changes in volatile ketebalan dan pengujian organoleptik. 2. Sumber karbohidrat, protein dan lemak component of pineaple orange juice as terpilih sebagai bahan pelapis edible coating influence by the application of lipid and yang diaplikasikan pada buah durian terolah composite film. J. Agric. Food Chem. minimal adalah pektin (3%), isolat protein 38:1382-1387. [5] kedelai (0,75%) dan wax (2%). Wong, D.W.S., S.J. Tillin, J.S. Hudson and A.E. Pavlath., (1994), Gas exchange 4.2. Saran in cut apples with bilayer coatings. J. 1. Perlu dicari dan diteliti sumber karbohidrat, Agric. Food Chem. 42 (10):2278-2285. protein dan lemak lainnya yang bersumber dari bahan baku lokal pembentuk edible coating. 220 sebagai bahan [6] Baldwin, E. A. (1994), Edible Coating for Fresh Fruits and Vegetables : Past, present and future. p. 45-89 In J. M. Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal Krochta, E.A. Baldwin and M.O. Carriedo. (1994), Edible Coatings and coatings and films to improve food quality. Film to improve food quality. Technomic Tecnomic Publishing Co., Inc., Lancaster, PA. (ed.) Publishing Co, Inc. Pennsylvania. [13] [9] Sorbitol-vs Application of coating. p. 28-35 In J.M. protein edible film: integrated oxygen Krochta, E.A. Baldwin dan M.O. Nisperos- permeability Carriedo (ed.). Edible coatings and films evaluation. J. Agric. Food Chem. 42(4) : to 841-845. improve food quality. Tecnomic Park, H.J., M.S. Chinan [14] dan and tensile whey property Park, H.J., J.M., Bunn, P.J., Vergano dan Shewfelt., (1994a), Edible corn-zein film thickness coating to extend storage life of tomatoes. semperfresh coating on apples. J. Food J. Food Process. Preserv. 18:317-331 Process. Preserv. 18:349-358. Bayindirli, L. G., Sumnu and K. Kamadan., [15] of the sucrose polyesters, Avena-Bustillos, R.J and J..M. Krochta., (1995), Effects of semperfresh and jon- (1994), Optimization of edible coating fresh fruit coatings on poststorage quality formulation on zucchini to reduce water of Satsuma Mandarins, J. Food Process. loss. J. Food Eng. 21: 197-214. [16] Cantwell, M., (1992), Postharvest handling Donhowe, G and O., Fennema., (1994), systems: minimally processed fruits and Edible film and coatings: characteristic, vegetables. p. 45-50 In A.A. Kader (ed.). formation, definition and testing methods. Postharvest Technology of Horticultural p. 40-50 In J.M Krochta, E.A. Baldwin dan Crops. Division of Agriculture and Natural M.O. Resources, University of California. Nisperos-Carriedo (ed.). Edible coatings and films to improve food quality. Tecnomic [11] glycerol-plasticized R.F. Testin., (1994), Gas permeation and R.I. Preserv. 19:399-407. [10] McHugh, T.H. and J.M. Krochta. (1994), Grant, C.A., dan R. J., Burns., (1994), Publishing Co, Inc. Pennsylvania. [8] Krochta, J.M., E.A. Baldwin, M. Nisperos- Edible Nispeperos-Carrie-do [7] [12] Publishing Co. Inc. [17] Krochta, J.M. and C. De Mulder-Johnston. (1997), Edible and biodegradable polymer Pennsylvania films: challenges and opportunities. J. Gennadios A., A.H. Bradenburg, C.L Food Technol. 51 (2):61-74. Weller, and R.F. Testin. (1993), Effect of pH on properties of wheat gluten and soy protein isolate edible films. J. Agric. Food Chem. 41:1835-1839. 221 Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222 [18] [19] Gontard, N., S. Guilbert and J.L. Cuq. from lipids and resin. p.34-50 In J.M. of the main process variables of film Krochta, E.A. Baldwin dan M.O. Nisperos- properties surface Carriedo (ed.) Edible coatings and film to methodology. J. Food Sci. 57 (1) : 190- improve food quality. Tecnomic Publishing 196. Co, Inc. Pennsylvania. using response Vojdani, F., and J.A., Torres. (1990), sorbate methylcellulose and permeability of hidroxypropyl methylcellulose coatings: effect of fatty acids. J. Food Sci. 55 (3):841-846. Greener, I.K., and O.R., Fennema. (1989), Evaluation of edible films for use as moisture barrier of food. J. Food Sci. 54 (6) : 1400-1406. 222 Hernandez, E., (1994), Edible coatings (1992), Edible wheat gluten films influence Potassium [20] [21] [22] Snyder, H.E., dan T.W., Kwon. (1987), Soybean utilization. Van Reinhold Co. Inc. New York. Nostrand