Uploaded by User11209

1). YUDGAR (TP) Hal-207 -222

advertisement
Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal
INFOMATEK
Volume 8 Nomor 4 Desember 2006
PEMBUATAN BAHAN EDIBLE COATING DARI SUMBER KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN
LIPID UNTUK APLIKASI PADA BUAH TEROLAH MINIMAL
Yudi Garnida *)
Jurusan Teknologi Pangan
Fakultas Teknik - Universitas Pasundan
Abstrak : Untuk memperoleh formulasi dan metode pembuatan bahan edible coating dari campuran bahan
karbohidrat, protein, dan lipid yang dapat diaplikasikan pada buah terolah minimal. Rancangan percobaan yang
digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan petak-petak terbagi (RPPT) dengan 3 faktor diulang sebanyak
dua kali, sumber karbohidrat sebagai petak utama dengan taraf: pektin, gum arab dan tepung maizena, sumber
protein sebagai anak petak dengan taraf: gelatin dan isolat protein kedelai, serta sumber lipid: gliseril
monostearat dan lilin cair sebagai anak-anak petak. Lapisan film edible yang terbentuk dianalisis terhadap laju
transmisi uap air, kuat tarik, persen elongasi, ketebalan dan pengujian organoleptik terhadap warna. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan lipid berpengaruh terhadap laju
transmisi uap air, kekuatan tarik, persen elongasi, namun tidak berpengaruh terhadap ketebalan dan penilaian
organoleptik terhadap warna. Formulasi bahan edible coating yang terpilih berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan terdiri dari campuran pektin, isolat protein kedelai dan lilin cair (wax).
Kata Kunci : edible coating, buah terolah minimal, laju transmisi uap air, kekuatan tarik.
I. PENDAHULUAN
Edible
coating
digunakan
merupakan
suatu
alternatif
penanganan lanjutan untuk pengolahan buah
secara minimal yang tepat. Keuntungan edible
coating selain dapat melindungi produk pangan,
juga
penampakan
asli
produk
dapat
dipertahankan, dapat langsung dimakan serta
aman.
Gennadios
dan
Weller
[1],
mendefinisikan edible coating sebagai suatu
lapisan
tipis
yang
dapat
dimakan
pada
makanan
dengan
cara
pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau
penyemprotan untuk memberikan penahanan
yang selektif terhadap perpindahan gas, uap air
dan bahan terlarut serta perlindungan terhadap
kerusakan mekanis. Edible coating ini biasanya
langsung digunakan dan dibentuk di atas
permukaan produk, seperti buah dan sayur
dalam upaya mempertahankan kualitasnya.
yang
*) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pangan FT-Unpas
207
Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222
Kester dan Fennema [2], menyatakan bahwa
(asam
penggunaan
untuk
(hidrokoloid dan lemak). Protein yang digunakan
memperpanjang masa simpan produk pangan
sebagai bahan dasar adalah protein jagung,
segar sudah banyak dilakukan, yaitu dimulai
kedelai, wheat gluten, kasein, kolagen, gelatin,
dengan
praktek
corn zein, protein susu dan protein ikan.
dengan
lemak
edible
coating
pelapisan
seperti
bahan
lilin
pangan
(wax)
lemak
dan
wax)
dan
campuran
untuk
memperlambat kekeringan pada produk.
Polisakarida yang digunakan dalam pembuatan
edible coating adalah selulosa dan turunannya
Menurut Krochta [3], edible coating adalah
(metilselulosa,
karboksilmetilselulosa,
lapisan tipis kontinyu yang terbuat dari bahan
hidroksipropilselulosa,
hidroksipropilmetil
bisa dimakan, yang digunakan di atas atau di
selulosa),
antara
(hidroksipropilamilosa),
produk
pangan,
berfungsi
sebagai
pati
dan
-
turunannya
pektin,
ekstrak
penahan (barrier) perpindahan massa (uap air,
ganggang laut (alginat, karagenan, agar), gum
O2, CO2) atau sebagai pembawa (carrier) bahan
(gum arab, gum karaya), xanthan, khitosan dan
tambahan makanan seperti zat anti mikrobial
lain-lain. Lemak yang umum digunakan adalah
dan anti oksidan. Fungsi lainnya menurut
lilin alam (beeswax, carnauba wax, paraffin
Nisperos-Carriedo et al. [4] adalah membantu
wax), asam lemak (asam oleat dan asam
mempertahankan
laurat), emulsifier (asetil monogliserid, gliseril
integritas
struktural
dan
mencegah hilangnya senyawa-senyawa volatil
monostearat) dan lain-lain.
penyebab aroma khas pada bahan pangan
tertentu. Wong et al. [5] menyatakan bahwa
Bahan dasar pembentuk edible coating sangat
secara teoritis bahan edible coating harus
mempengaruhi sifat-sifat edible coating itu
memiliki
sendiri.
sifat
(1)
menahan
kehilangan
Edible
coating
dari
yang
baik
hidrokoloid
selektif
(3)
terhadap gas O2 dan CO2, meningkatkan
mengendalikan perpindahan padatan terlarut
kekuatan fisik, namun ketahanan terhadap uap
untuk mempertahankan warna pigmen alami
air sangat rendah akibat sifat hidrofiliknya. Oleh
dan gizi, dan (4) menjadi pembawa bahan aditif
karena itu protein dan polisakarida tidak dapat
seperti pewarna, pengawet dan penambah
digunakan sebagai penahan (barrier) terhadap
aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan.
kelembaban pada permukaan yang mempunyai
Bahan dasar pembuatan edible coating menurut
aktivitas air permukaan tinggi. Hal ini menurut
[3] dapat digolongkan menjadi tiga kelompok
Wong
yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida), lipid
sebaiknya
208
gas
tertentu,
et
al.
[5]
dihindari
ketahanan
berasal
kelembaban produk, (2) memiliki permeabilitas
terhadap
memiliki
yang
berarti
lapisan
hidrofilik
penggunaannya
untuk
Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal
menyimpan buah pada kelembaban relatif yang
tomat
selama
tinggi.
disebabkan
penyimpanan
karena
sifat
[8].
Hal
penahan
ini
(barrier)
lapisan corn zein terhadap transmisi gas O2 dan
Edible coating dari lipid merupakan tahanan
CO2 yang lebih rendah dibandingkan shink wrap
yang baik terhadap uap air, meningkatkan kilap
film.
permukaan dan mengurangi abrasi. Pada suhu
ruang,
bahan
yang
berasal
dari
lemak
Menurut
Donhowe
dan
Fennema
[11],
merupakan barrier terhadap uap air yang
komponen utama penyusun edible film dapat
terbaik. Sedangkan edible coating yang berasal
dikelompokkan
dari polisakarida menurut Baldwin [6] lebih
hidrokoloid, lipid dan komposit (campuran).
unggul
Hidrokoloid
dalam
menahan
perpindahan
gas
dalam
yang
tiga
dapat
kategori,
digunakan
yaitu
untuk
dibandingkan uap air. Menurut [5], edible
membuat edible coating adalah protein (gelatin,
coating yang hanya terdiri dari satu komponen
kasein) dan karbohidrat. Penggunaan protein
bahan tidak dapat memberikan hasil yang
sebagai bahan edible coating
memuaskan dibandingkan dengan yang dibuat
diteliti diantaranya gluten gandum, Gennadius et
dari emulsi campuran beberapa bahan.
al [11]. Sumber karbohidrat yang digunakan
telah banyak
adalah pektin dari kulit jeruk, ketela pohon (pati)
Metode penggunaan edible coating pada buah
dan rumput laut (alginat). Lipid yang digunakan
dan sayuran menurut Grant dan Burns [7] dapat
adalah lilin/wax, gliserol dan asam lemak.
berupa pencelupan (dip application), pembuihan
(foam
application),
penyemprotan
(spray
application), penetesan (drip application) dan
penetesan
terkendali
(controlled
drip
application). Cara aplikasi ini tergantung pada
jumlah, ukuran, sifat produk dan hasil yang
Bahan dasar untuk membuat edible film/coating
termasuk
dalam
kriteria
GRAS
(Generally
Recognized as Safe) yang dikeluarkan oleh
FDA maupun FAO, Krochta et al [12]. Penelitian
terhadap bahan pembentuk
edible coating
sangat penting, karena bahan-bahan penyusun
diinginkan.
tersebut mempengaruhi sifat-sifat lapisan yang
Pelapisan edible coating pada permukaan buah
terbentuk.
dan sayuran segar telah banyak dicoba seperti
pada apel, Park et al [8], jeruk Satsuma
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
formulasi dan metode pembuatan larutan edible
Mandarin [9].
coating dari campuran bahan karbohidrat, lipid,
Pelapisan tomat dengan edible coating dari corn
zein (protein) menghambat perubahan
warna
protein yang dapat diaplikasikan pada buah
terolah minimal. Hasil penelitian ini diharapkan
209
Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222
dapat
memberikan
sumbangan
baru
pada
pengembangan ilmu, khususnya dalam pasca
panen buah buah terolah minimal serta guna
1. Sumber karbohidrat (A) sebagai petak utama
(main plot), terdiri dari :
a. Pektin bermetoksi rendah (LMP), dengan
laksana pada industri dan konsumen.
konsentrasi 3% (a1)
b. Gum Arab dengan konsentrasi 3% (a2)
II. METODE PENELITIAN
c. Tepung maizena dengan konsentrasi 3%
(a3)
2.1. Bahan Penelitian
2. Sumber protein (B), sebagai anak petak (sub
Bahan utama yang digunakan pada penelitian
ini adalah bahan formulasi edible coating yang
terdiri dari pektin bermetoksi rendah (LMP), gum
plot) terdiri dari:
a. Gelatin dengan konsentrasi 0,75% (b1)
b.
Isolat
Arab, wax (britex), gelatin, isolat protein kedelai
(IPK),
tepung maizena, gelatin dan gliseril
monostearat
(GMS).
Bahan-bahan
lainnya
adalah gliserol, kalsium klorida dan air suling.
protein
kedelai
(IPK)
dengan
konsentrasi 0,75% (b2)
3. Sumber lipid ( C ) sebagai anak-anak petak
(sub-sub plot) terdiri dari :
a.
Gliseril
monostearat
(GMS),
dengan
konsentrasi 2% (c1)
2.2. Alat Penelitian
Peralatan
utama
b. Lemak berbentuk cair
yang
digunakan
pada
(wax britex),
dengan konsentrasi 2% (c2)
percobaan ini adalah: hot plate stirer, magnetik
stirer, timbangan analitik, pH meter, pompa
vakum, microcal messmer (untuk mengukur
ketebalan),
sterograph-MI
toyoseiki
(untuk
mengukur kekuatan tarik dan persen elongasi).
Wax britex
sebagai bahan pelapis untuk buah-buah yang
diperoleh dari PT. Star Kencana Jakarta.
Dengan
demikian
perlakuan
2.3. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan petak-petak terpisah (split-split plot).
Pada percobaan ini dikaji tiga faktor, yaitu
sumber karbohidrat (A) tiga taraf, sumber
protein (B) dua taraf dan sumber lipid (C) dua
taraf. Kombinasi perlakuan diulang sebanyak
dua kali. Faktor dan tarafnya adalah:
merupakan lemak cair (minyak)
(3x2x2)
dan
dua
12
kombinasi
kali
ulangan.
Penentuan konsentrasi di atas didasarkan hasil
penelitian pendahuluan yang telah dilakukan
dengan hasil sebagai berikut :
a. Penggunaan sumber karbohidrat (pektin,
gum
Arab
larutan
dan
maizena)
pembentuk
edible
menghasilkan
film
dengan
kekentalan yang sesuai untuk pembentuk
coating. Konsentrasi yang kurang dari 3%
menghasilkan
210
terdapat
larutan
pembentuk
yang
Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal
terlalu
tipis,
karena
larutannya
encer.
Penambahan dengan konsentrasi lebih dari
3%
menghasilkan
larutan
yang
didasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Permanasari (1998).
kental
sehingga sulit dicetak dan diaplikasikan.
2.4. Rancangan Respons
Berdasarkan
Variabel respons yang ditetapkan adalah :
hasil
tersebut,
maka
konsentrasi yang digunakan adalah 3%.
a. Sifat
b. Penambahan sumber protein (gelatin dan
IPK) dengan konsentrasi 1% atau lebih
menimbulkan endapan pada formula edible
film
dan partikel-partikel halus yang tidak
merata
serta
menyebabkan
fisik,
yang
meliputi
analisis
laju
transmisi uap air, ketebalan edible film,
kekuatan tarik dan persen elongasi.
b. Uji organoleptik, yaitu terhadap warna edible
film yang dihasilkan. Pengujian
dilakukan
warna
oleh 20 orang panelis yang terdiri dari
kekuningan pada coating yang terbentuk.
mahasiswa, karyawan dan dosen di Jurusan
Berdasarkan hasil tersebut, maka ditetapkan
Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas
konsentrasinya adalah 0,75%.
Pasundan dengan kriteria penilaian sebagai
c. Penambahan lipid (GMS dan wax) dengan
konsentrasi
yang
lebih
dari
3%
berikut :
- Tidak suka, dengan nilai skor = 1
menghasilkan formula yang terlalu kental
- Agak tidak suka, dengan nilai skor = 2
sehingga sulit dicetak. Pada edible film yang
- Netral (biasa), dengan nilai skor = 3
telah mengering tampak partikel lemak kasar
- Agak suka, dengan nilai skor = 4
tidak larut yang menyulitkan pengelupasan
- Suka, dengan nilai skor = 5
edible film dari cetakan dan menyebabkan
timbulnya
lubang
kecil
(pinhole).
2.5. Pelaksanaan Percobaan
Penambahan GMS dengan konsentrasi 2%
Proses pembuatan edible film diawali dengan
(kurang
pembuatan larutan protein (gelatin atau isolat
dari
3%)
dapat
mengurangi
timbulnya buih pada larutan sehingga edible
protein
film yang dihasilkan tidak berlubang, halus
sampai homogen. Setelah larutan homogen,
dan
tersebut,
ditambahkan bahan karbohidrat (pektin, gum
konsentrasi yang akan digunakan adalah
arab, atau tepung maizena) dan diaduk sambil
2%.
dipanaskan pada suhu 400C selama 10 menit.
rata.
Berdasarkan
hasil
kedelai).
Larutan
pemanasan
kemudian
adalah
diaduk
Bahan pendukungnya adalah gliserol sebagai
Tujuan
untuk
bahan pemlastis (plasticizer) sebesar 2% dan
mempermudah kelarutannya. Selanjutnya ke
Kalsium Klorida sebesar 0,3%. Penggunaan
dalam campuran tersebut ditambahkan gliserol
konsentrasi untuk bahan pendukung tersebut
211
Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222
2%
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan
elastisitas pelapis coating yang dihasilkan.
permeabilitas uap air terendah, ketebalan yang
merata, kekuatan tarik dan persen elongasi
yang tinggi dan warna yang disukai.
Penambahan sumber lipid (gliseril monostearat
atau wax) dilakukan setelah semua pektin larut
600
disertai dengan pemanasan pada suhu
C
dan pengadukan menggunakan stirer selama 20
menit.
Setelah
semua
bahan
penyusun
tercampur merata, pH larutan tersebut diukur
dan diatur sampai pH 6 dengan larutan sodium
bikarbonat atau asam sitrat.
Tahap
berikutnya
adalah
penghilangan
selama pencampuran dengan menggunakan
vakum
mempercepat
pengadukan
selama
proses
ringan.
30
menit.
tersebut
Untuk
dilakukan
Selanjutnya
larutan
didinginkan sesuai suhu kamar dan dilakukan
pencetakan pada lempeng kaca berukuran 20
cm x 30 cm. Larutan
3.1 Laju Transmisi Uap Air
Laju transmisi uap air (WVTR) didefinisikan
sebagai besarnya laju aliran uap air melewati
suatu unit area pada waktu dan kondisi tertentu,
ASTM [23]. Pengukuran nilai WVTR suatu
bahan merupakan faktor yang penting dalam
gelembung gas (degassing) yang terbentuk
pompa
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
tersebut
kemudian
menilai permeabilitas bahan edible film terhadap
uap air.
Berdasarkan
hasil
analisis
statistik,
terjadi
interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan
lipid terhadap
laju transmisi uap air. Laju
transmisi
air
uap
tertinggi
diperoleh
dari
perlakuan a3b1c2 (campuran tepung maizena,
gelatin dan lilin cair) yaitu sebesar 919,06
g/m2/24 jam. Laju transmisi uap air terendah
selama 
diperoleh dari a2b2c2 (campuran gum Arab, IPK
15 jam. Setelah kering, edible film dilepaskan
dan lilin cair), yaitu sebesar 438,26 g/m 2/24 jam.
dari lempengan dengan bantuan pisau dan
Pada sumber karbohidrat (pektin) dan lipid yang
diletakkan
dan
berbeda (GMS atau wax), penambahan gelatin
kantong plastik dengan
dan IPK menghasilkan laju transmisi yang
dikeringkan pada suhu ruang 28
di
atas
dimasukkan ke dalam
0C
alumunium
foil
tujuan untuk menghindari penyerapan air dari
berbeda.
lingkungan sekitar. Edible film yang dihasilkan
menghasilkan laju transmisi uap air yang lebih
diamati warnanya oleh panelis, ketebalan, nilai
baik
laju transmisi uap air, kekuatan tarik dan persen
penambahan gum arab dan wax pada sumber
elongasi. Formula bahan edible film yang
protein (gelatin dan IPK) menunjukkan hasil
memiliki karakteristik terbaik, yaitu memiliki
yang berbeda.
Tabel 1
212
Penambahan
IPK
ternyata
dibandingkan dengan gelatin. Namun
Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal
Pengaruh Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Terhadap Laju Transmisi Uap Air (g/m 2/24 jam)
Protein (B) / Lipid (C)
Karbohidrat
Gelatin (b1)
(A)
GMS (c1)
Wax (c2)
GMS (c1)
Wax (c2)
559,80 b
A
678,73 a
B
Tidak diukur
741,91 b
C
659,71 a
B
Tidak diukur
857,97 b
D
438,260 a
A
527,56 a
A
919,06 c
D
838,33 b
B
881,06 c
C
Pektin (a1)
Gum Arab (a2)
Maizena (a3)
Keterangan :
IPK (b2)
Berdasarkan sidik ragam AxBxC teruji nyata. Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda (huruf besar
dibaca horizontal, huruf kecil dibaca vertikal) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.
Penambahan tepung maizena ternyata dapat
Hasil percobaan menunjukkan penambahan
meningkatkan laju transmisi uap air edible film
komponen gliseril monostearat (GMS) yang
pada berbagai sumber protein dan lipid yang
merupakan turunan lemak pada campuran
berbeda.
pektin dan IPK yang bersifat hidrofilik, dapat
Wax
(britex)
yang
ditambahkan,
laju
mengurangi laju transmisi uap air edible film
transmisi uap air apabila ditambahkan pada
yang dihasilkan. Kondisi tersebut diduga karena
tepung
yang
adanya gugus hidrofobik pada senyawa GMS.
berbeda. Penggunaan sumber protein (gelatin
Menurut, Park et al [14], edible film yang berasal
dan IPK) pada tepung maizena dan wax akan
dari komponen lipid mempunyai sifat ketahanan
menghasilkan laju transmisi uap air yang cukup
terhadap uap air yang baik. Pada penelitiannya
tinggi.
dinyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi
secara
signifikan
dapat
meningkatkan
maizena dan sumber protein
lipid (asam lemak), laju transmisi uap air film
Menurut,
McHugh
dan
Krochta
[13],
laju
transmisi uap air suatu bahan dipengaruhi oleh
sifat kimia dan struktur bahan pembentuk,
konsentrasi plasticizer dan kondisi lingkungan
semakin
rendah.
monoglyseride
Penambahan
pada
acetylated
komponen
natrium
caseinat menurunkan permeabilitas uap air
secara nyata, Avena and Krochta [15].
seperti kelembaban dan temperatur. Namun
pada
penelitian
selain
Menurut, [13], penambahan lipid dengan tujuan
komposisi dan konsentrasi bahan pembentuk
untuk memperbaiki sifat transmisi uap air edible
diusahakan sama, sehingga perbedaan nilai laju
film akan lebih efektif dibandingkan dengan
transmisi
penambahan
uap
ini,
air
semua kondisi
tersebut
berasal
perbedaan bahan yang digunakan.
dari
protein
pada
komponen
polisakarida. Gliseril monostearat (GMS) dapat
menahan transmisi uap air. Sifat ini disebabkan
213
Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222
adanya gugus hidrofobik (non polar), yaitu
radikal
asam
(C17H35COO-)
stearat
pada
Berdasarkan laju transmisi uap air edible film
seperti tertera pada Tabel 1 dan dikaitkan
senyawa GMS. Menurut, [2], gugus hidrokarbon
dengan
dan ester merupakan komponen utama yang
menyatakan bahwa laju transmisi uap air edible
bersifat
film untuk buah terolah minimal tidak boleh
menolak
air
dan
mengakibatkan
rendahnya permeabilitas.
Cantwell
[16],
yang
terlalu tinggi dan tidak boleh terlalu rendah.
Krochta
1000
Laju Transmisi Uap Air (g/m2/24 jam)
pendapat
De
Mulder-Johnston,
[17]
menyatakan dalam penelitiannya, bahwa laju
a1b1c1 (Pektin,gelatin, GMS)
900
dan
a1b1c2 (Pektin, gelatin, w ax)
800
transmisi uap air edible film untuk buah terolah
a1b2c1 (Pektin, IPK, GMS)
700
a1b2c2 (Pektin, IPK, w ax)
600
a2b1c2 (Gum Arab, gelatin, w ax)
500
minimal harus antara 700-950 g/m2/24 jam.
a2b2c2 (Gum Arab, IPK, w ax)
400
a3b1c1 (Maizena, gelatin, GMS)
300
a3b1c2 (Maizena, gelatin, w ax)
200
a3b2c1 (Maizena, IPK, GMS)
100
perlakuan
a3b2c2 (Maizena, IPK, w ax)
0
Berdasarkan hasil penelitian [17] tersebut, maka
Perlakuan
yang
memenuhi
kriteria
pada
percobaan ini adalah a1b2c2 (campuran pektin,
IPK
Gambar 1
Histogram Hubungan antara Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Terhadap Laju Transmisi Uap
Air (g/m2/24 jam)
dan
wax),
a3b1c2
(campuran
tepung
maizena, gelatin dan wax), a3b2c1 (campuran
tepung maizena, IPK dan GMS) dan a3b2c2
(campuran tepung maizena, IPK dan wax).
Secara
umum
dapat
dikatakan
bahwa
penambahan isolat protein kededai (IPK) yang
3.2. Kekuatan Tarik (Tensile strength)
mengandung
akan
Kekuatan tarik merupakan suatu pengukuran
air
terhadap sifat mekanik edible film. Kekuatan
(WTVR) rendah. Keadaan ini dimungkinkan oleh
tarik adalah tekanan maksimum yang dapat
sifat molekul protein yang dapat menyerap air
ditahan suatu film sebelum putus. Persen
sehingga struktur molekul edible film yang
elongasi adalah perubahan panjang maksimum
terbentuk
dan
yang dialami edible film saat mulai sobek [3].
memudahkan uap air melaluinya. Makin besar
Kedua parameter tersebut dapat digunakan
konsentrasi IPK menyebabkan interaksi protein-
sebagai indikator dalam pemilihan suatu edible
air semakin besar sehingga edible film akan
film. Kriteria edible film yang baik adalah
membengkak
selanjutnya
memiliki kekuatan tarik dan persen elongasi
memudahkan uap air melewati edible film dan
yang tinggi, karena hal ini akan mempengaruhi
permeabilitas
kekuatan edible film terhadap kontak fisik
menyebabkan
tinggi, [15].
gugus
nilai
hidrofilik
laju
menjadi
transmisi
kurang
(swollen),
uap
padat
uap airnya menjadi semakin
dengan benda lain sehingga tidak mudah sobek
dan bahan yang dilapisi menjadi tahan lama.
214
Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal
Berdasarkan
hasil
analisis
statistik,
terjadi
dan wax (britex) yaitu sebesar 5,86 kgf/mm 2.
interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan
Kuat tarik terendah diperoleh
lipid terhadap kuat tarik edible film. Kuat tarik
gum arab, gelatin dan wax (britex)
tertinggi didapatkan dari campuran pektin, IPK
sebesar 0,41
dari campuran
yaitu
kgf/mm2.
Tabel 2
Pengaruh Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Terhadap Kuat Tarik (kgf/mm 2)
Protein (B) / Lipid (C)
Karbohidrat
(A)
Gelatin (b1)
IPK (b2)
GMS (c1)
2,97 b
B
Wax (c2)
2,80 c
B
GMS (c1)
0,54 a
A
Wax (c2)
5,86 c
C
Gum Arab (a2)
Tidak diukur
0,41 a
A
Tidak diukur
1,58 b
B
Maizena (a3)
0,76 a
A
1,260 b
C
4,66 b
D
0,92 a
B
Pektin (a1)
Keterangan : Berdasarkan sidik ragam AxBxC teruji nyata. Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda (huruf
besar dibaca horizontal, huruf kecil dibaca vertikal) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNT
pada taraf 5%.
Penambahan sumber karbohidrat (pektin), IPK
dan wax akan menghasilkan kuat tarik yang
tinggi
kgf/mm2),
(5,86
sedangkan
pada
penggunaan sumber karbohidrat gum arab
dengan IPK dan wax akan menghasilkan kuat
tarik
yang
lebih
tinggi
(1,58
kgf/mm 2)
dibandingkan bila dicampurkan dengan gelatin
dan GMS (0,41 kgf/mm2). Demikian pula terjadi
pada sumber karbohidrat lainnya, yaitu tepung
maizena yang bila dicampurkan dengan IPK dan
GMS akan menghasilkan kuat tarik yang lebih
tinggi
(4,66
dicampur
kgf/mm2)
dengan
gelatin
bila
dan
dibandingkan
wax
(1,26
kgf/mm2). Penambahan pektin dengan sumber
protein (gelatin dan IPK) dan sumber lemak
(GMS dan wax) akan menghasilkan kuat tarik
yang tinggi pula.
Kekuatan tarik edible film yang terbuat dari
campuran sumber karbohidrat, protein dan lipid
bervariasi antara 0,41 kgf/mm2 sampai dengan
5,86
kgf/mm2.
menunjukkan
Hasil
analisis
bahwa
kombinasi
penyusun formula edible film
nyata
terhadap
keragaman
kekuatan
tarik.
bahan
berpengaruh
Komponen
polisakarida dalam formula edible film komposit
berfungsi sebagai pembentuk struktur matriks
dan pemberi sifat kohesi [2]. Menurut Gontard et
al. [18], kekuatan mekanik edible film tergantung
pada jenis bahan pembentuknya, terutama sifat
kohesi
struktural.
Kohesi
struktural
adalah
kemampuan polimer untuk membentuk kuat
tidaknya ikatan molekul antar rantai polimer.
Kekuatan gel pektin low metoxy pectin (LMP)
215
Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222
yang terbentuk tergantung pada konsentrasi
mobilitas rantai protein sehingga kekuatan
pektin dan padatan terlarut. Semakin tinggi
tariknya menjadi menurun.
konsentrasi pektin menyebabkan peningkatan
7
a1b1c1 (Pektin,gelatin, GMS)
akibat semakin banyak dan dekatnya jarak antar
molekul. Peningkatan gaya tarik menarik antar
molekul menyebabkan terjadinya ikatan yang
kuat antara protein-pektin, pektin-pektin dan
protein-protein sehingga
struktur film
Kekuatan Tarik (kgf/m2)
kekuatan antar rantai molekul dalam matriks film
6
a1b1c2 (Pektin, gelatin, w ax)
5
a1b2c1 (Pektin, IPK, GMS)
a1b2c2 (Pektin, IPK, w ax)
4
a2b1c2 (Gum Arab, gelatin, w ax)
3
a2b2c2 (Gum Arab, IPK, w ax)
a3b1c1 (Maizena, gelatin, GMS)
2
a3b1c2 (Maizena, gelatin, w ax)
yang
1
terbentuk menjadi kuat dan rapat dan pada
0
a3b2c1 (Maizena, IPK, GMS)
a3b2c2 (Maizena, IPK, w ax)
Perlakuan
akhirnya kekuatan tarik film akan meningkat.
Peningkatan kekuatan tarik akibat penambahan
Gambar 2
IPK disebabkan oleh peningkatan interaksi
Histogram Hubungan antara Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Terhadap Kuat Tarik (Kgf/mm2)
protein-protein
dan
interaksi
pektin-protein
dalam jaringan matriks edible film. Peningkatan
Gliseril monostearat (GMS) yang ditambahkan
gaya tarik menarik antar molekul penyusun
ke
edible film tersebut menyebabkan peningkatan
mengakibatkan penurunan kekuatan tarik edible
kekuatan strukturnya. Kondisi ini berkaitan
film. Greener dan Fennema [20] menyatakan
dengan sifat protein yang menghasilkan struktur
bahwa penurunan kekuatan tarik suatu edible
yang rapat melalui peningkatan gaya inter dan
film
intra molekul, Vojdani dan Torres [19]. Jumlah
disebabkan
isolat protein kedelai (IPK) yang ditambahkan
struktur matrik yang terbentuk oleh komponen
pada percobaan ini tidak lebih dari 0,75%.
polisakarida menjadi lemah.
dalam
akibat
campuran
pektin
penambahan
hilangnya
daya
dan
IPK
komponen
kohesi
lipid
karena
Penambahan IPK lebih dari 0,75% dapat
Penambahan GMS menghasilkan edible film
menurunkan
film.
yang terbentuk menjadi lunak akibat kurang
film
memberikan reaksi regangan terhadap tarikan.
tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh sifat
Gaya tarik yang kecil akan menyebabkan film
hidrofilik IPK
mudah putus.
kekuatan
Berkurangnya
Adanya
ikatan
(longgar)
kekuatan
edible
tarik
edible
yang mudah menyerap air.
interaksi
protein-air
polimer-polimer
dan
tarik
menyebabkan
menjadi
selanjutnya
berkurang
meningkatkan
3.3. Persen Elongasi
Persen elongasi adalah persen pertambahan
panjang bahan materi film dari panjang awal
216
Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal
pada saat mengalami penarikan hingga putus.
dan wax (britex) yaitu sebesar 63,00% . Persen
Berdasarkan
elongasi
hasil
analisis
statistik,
terjadi
terendah diperoleh
dari campuran
interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan
tepung maizena, IPK dan wax (britex), yaitu
lipid terhadap persen elongasi. Persen elongasi
sebesar 8,50% (Tabel 3).
tertinggi didapatkan dari campuran pektin, IPK
Tabel 3
Pengaruh Sumber Karbohidrat, Protein dan Lipid Terhadap Persen Elongasi (%)
Protein (B) / Lipid (C)
Gelatin (b1)
Karbohidrat
(A)
GMS (c1)
Wax (c2)
GMS (c1)
Wax (c2)
43,00b
B
51,00c
C
19,00 a
A
63,00 c
D
Tidak diukur
22,00 b
B
Tidak diukur
14,50 b
A
10,00 a
B
13,00 a
C
12,75 b
C
8,50 a
A
Pektin (a1)
Gum Arab (a2)
IPK (b2)
Maizena (a3)
Keterangan : Berdasarkan sidik ragam AxBxC teruji nyata. Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda (huruf besar dibaca
horizontal, huruf kecil dibaca vertikal) menunjukkan perbedaan nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.
Penambahan pektin pada berbagai campuran
penambahan gelatin dan wax menghasilkan
sumber protein dan lipid menghasilkan persen
persen elongasi yang lebih tinggi (13,00%)
elongasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
dibandingkan dengan penambahan IPK dan
sumber karbohidrat lainnya, yaitu gum Arab dan
GMS (12,75%).
tepung maizena. Hasil lainnya adalah pada
penggunaan
pektin,
sumber
protein
yang
70
dengan gliseril monostearat (GMS).
Persen elogasi (%)
berbeda, ternyata wax yang ditambahkan akan
meningkatkan persen elongasi dibandingkan
a1b1c1 (Pektin,gelatin, GMS)
60
a1b1c2 (Pektin, gelatin, w ax)
a1b2c1 (Pektin, IPK, GMS)
50
a1b2c2 (Pektin, IPK, w ax)
40
a2b1c2 (Gum Arab, gelatin, w ax)
30
a2b2c2 (Gum Arab, IPK, w ax)
20
a3b1c1 (Maizena, gelatin, GMS)
a3b1c2 (Maizena, gelatin, w ax)
10
Campuran
gum
Arab,
wax
dan
IPK
a3b2c1 (Maizena, IPK, GMS)
0
a3b2c2 (Maizena, IPK, w ax)
Perlakuan
menghasilkan persen elongasi yang lebih tinggi
(22,00%)
gelatin
dibandingkan
dan
menunjukkan
signifikan
wax
dengan gum
(14,50%).
penambahan
meningkatkan
arab,
Keadaan
IPK
persen
ini
sangat
elongasi
dibandingkan dengan gelatin. Pada campuran
yang
menggunakan
tepung
Gambar 3
Histogram Hubungan antara Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Terhadap Persen Elongasi (%)
Hernandez [21], menyatakan bahwa fleksibilitas
edible film dipengaruhi oleh polaritas senyawa
maizena,
217
Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222
pembentuknya. Senyawa yang bersifat polar
Berdasarkan Tabel 4, edible film yang paling
menyebabkan terjadinya
air-
tebal dihasilkan dari campuran tepung maizena
polimer, sehingga ikatan antar polimer menjadi
dan GMS (0,91 mm), sedangkan yang paling
berkurang. Penambahan IPK yang termasuk
tipis
komponen hidrofilik menyebabkan terbentuknya
maizena dan wax (0,35 mm).
ruang bebas
ikatan antara
didapatkan
dari
campuran
tepung
yang meningkatkan mobilitas
Tabel 4
molekul dan persen elongasi edible film.
Pengaruh Interaksi Sumber Karbohidrat dan Lipid
Terhadap Ketebalan EdibleFilm (mm)
Penambahan wax (lilin cair) pada campuran
pektin
dan
IPK
(a1b2c1)
cenderung
Karbohidrat (A)
meningkatkan persen elongasi. Peningkatan
Pektin (a1)
elastisitas edible film ini disebabkan semakin
Gum Arab (a2)
lunaknya edible film setelah penambahan wax
(lilin).
Komponen
senyawa
wax
surfaktan
(britex)
yang
merupakan
memiliki
gugus
hidrofilik dan hidrofobik. Adanya gugus polar
Maizena (a3)
Ketebalan (mm)
Lipid (C)
GMS (c1)
Wax (c2)
a
0,71
0,36a
B
A
0,55b
Tidak Diukur
A
0,91b
0,35a
B
A
Keterangan: Berdasarkan sidik ragam AxC teruji nyata. Nilai
rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda (huruf
besar dibaca horizontal, huruf kecil dibaca
vertikal)
menunjukkan
perbedaan
nyata
menurut uji BNT pada taraf 5%.
tersebut mengakibatkan kemungkinan terjadinya
0.25
ikatan dengan molekul air.
a1b1c1 (Pektin,gelatin, GMS)
0.2
a1b1c2 (Pektin, gelatin, w ax)
polimer-air
berkurangnya
menyebabkan
interaksi
polimer-polimer
sehingga edible film menjadi lebih fleksibel.
Ketebalan (mm)
a1b2c1 (Pektin, IPK, GMS)
Interaksi
a1b2c2 (Pektin, IPK, w ax)
0.15
a2b1c2 (Gum Arab, gelatin, w ax)
a2b2c2 (Gum Arab, IPK, w ax)
0.1
a3b1c1 (Maizena, gelatin, GMS)
a3b1c2 (Maizena, gelatin, w ax)
Penambahan lemak (lipid) yang berlebihan
0.05
menyebabkan film menjadi tidak fleksibel akibat
0
a3b2c1 (Maizena, IPK, GMS)
a3b2c2 (Maizena, IPK, w ax)
Perlakuan
hilangnya
sifat
kohesif
yang
disebabkan
melemahnya matriks penunjang [21].
Gambar 4
Histogram Hubungan antara Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Terhadap Ketebalan
Film edible (mm)
3.4. Ketebalan
Berdasarkan
analisis
statistik,
tidak
terjadi
interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan
lipid terhadap ketebalan lapisan edible film.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, hanya
interaksi
antara sumber karbohidrat dan lipid
saja yang berpengaruh terhadap ketebalan.
218
3.5.
Tingkat Kesukaan
Edible Film
Terhadap
Warna
Berdasarkan hasil analisis statistik, tidak terjadi
interaksi antara sumber karbohidrat, protein dan
Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal
lipid terhadap warna lapisan edible film yang
dapat menurunkan buih (foam). Banyaknya buih
diuji secara organoleptik. Namun demikian
dalam emulsi
terjadi interaksi antara sumber karbohidrat dan
karena dapat menimbulkan lubang-lubang kecil
protein terhadap warna edible film.
(pinhole) pada permukaan edible film yang telah
edible film tidak
dikehendaki
kering.
Berdasarkan uji lanjut BNT, campuran antara
tepung maizena dan isolat protein kedelai (a3b2)
Adanya
lubang-lubang
secara signifikan menghasilkan edible film yang
mempengaruhi tingginya laju transmisi uap air
paling disukai oleh panelis dibandingkan dengan
edible film
lainnya (Tabel 5).
tersebut. Hal
yang
ini
kecil
berasal
dari
dapat
formula
sesuai dengan pendapat
Tabel 5
Snyder dan Kwon [22], bahwa penurunan
Pengaruh Sumber Karbohidrat dan Protein
Terhadap Tingkat Kesukaan Warna Edible Film
konsentrasi lemak pada formula edible film
Tingkat Kesukaan Terhadap
Warna
Protein (B)
Gelatin (b1)
IPK (b2)
2,30a
2,70a
Pektin (a1)
A
B
2,70b
1,70b
Gum Arab (a2)
B
A
3,90c
4,50c
Maizena (a3)
A
B
Keterangan : Berdasarkan sidik ragam A x B teruji nyata.
Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda
(huruf besar dibaca horizontal, huruf kecil
dibaca vertikal) menunjukkan perbedaan
nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.
Karbohidrat (A)
meningkatkan
kecenderungan
buih.
Tabel 6
Pengaruh Sumber Karbohidrat dan Lipid
Terhadap Edible Film Secara Organoleptik
Penilaian Organoleptik
Lipid (C)
GMS (c1)
Wax (c2)
a
4,50
5,60a
A
B
5,80a
Tidak Diukur
A
7,20b
6,50b
B
A
Karbohidrat (A)
Pektin (a1)
Gum Arab (a2)
Maizena (a3)
Terjadi pula interaksi antara sumber karbohidrat
dan lipid terhadap warna
edible film yang
dihasilkan. Berdasarkan Tabel 6, perlakuan
yang menghasilkan edible film yang paling
disukai
adalah
campuran
antara tepung
maizena dan GMS (a3c1). Berdasarkan
hasil
percobaan, penambahan isolat protein kedelai
(IPK)
pada larutan karbohidrat dan protein
menyebabkan
edible
film
yang
dihasilkan
menjadi buram akibat adanya partikel-partikel
terbentuknya
Keterangan : Berdasarkan sidik ragam A x C teruji nyata.
Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda
(huruf besar dibaca horizontal, huruf kecil
dibaca vertikal) menunjukkan perbedaan
nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.
Berdasarkan hasil percobaan
dilakukan,
edible
campuran
pektin, isolat protein kedelai dan
wax
(a1b2c2)
film
yang
yang telah
merupakan
terdiri
dari
perlakuan terbaik
yang didasarkan pada laju transmisi uap air,
kuat tarik, persen elongasi, ketebalan dan
penilaian organoleptik.
IPK yang halus dan merata. Penambahan GMS
pada campuran sumber karbohidrat dan protein
219
Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222
2. Perlu dicari alternatif metode aplikasi larutan
Nilai Rata-rata Organolpetik
6
a1b1c1 (Pektin,gelatin, GMS)
edible film selain metode celup dan semprot
a1b1c2 (Pektin, gelatin, w ax)
5
apabila dilakukan untuk skala besar.
a1b2c1 (Pektin, IPK, GMS)
4
a1b2c2 (Pektin, IPK, w ax)
a2b1c2 (Gum Arab, gelatin, w ax)
3
a2b2c2 (Gum Arab, IPK, w ax)
2
a3b1c1 (Maizena, gelatin, GMS)
1
V. DAFTAR RUJUKAN
[1]
a3b1c2 (Maizena, gelatin, w ax)
Edible film and coatings from wheat and
a3b2c1 (Maizena, IPK, GMS)
corn proteins. J. Food Technol. 44(10) 63-
a3b2c2 (Maizena, IPK, w ax)
0
Gennadios A., and C. L., Weller., (1990),
68.
Perlakuan
[2]
Kester, J.J., dan Fennema, O., (1989), An
edible film of lipids and cellulose ethers
Gambar 5
barrier
Histogram Hubungan Antara Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Terhadap Tingkat Kesukaan
Warna Edible Film
properties
to
moisture
vapor
tranmission and structural evaluation J.
Food Sci 54:1383-1389.
[3]
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Krochta, J.M., (1992), Control of
mass
transfer in food with edible coatings and
4.1. Kesimpulan
film.
Wirakartakusumah
1. Interaksi antara sumber karbohidrat, protein
dan
lemak
berpengaruh
terhadap
(ed).
Advances
in
Food Engineering. CRP Press. Boca
laju
Raton Fl :517-528.
transmisi uap air, kuat tarik dan persen
elongasi, namun tidak berpengaruh terhadap
p. 29-36 In Sing, R .P dan M.A.
[4]
Nisperos-Carriedo, M.O., P.E. Shaw dan
E.A. Baldwin., (1990), Changes in volatile
ketebalan dan pengujian organoleptik.
2. Sumber karbohidrat, protein dan lemak
component of pineaple orange juice as
terpilih sebagai bahan pelapis edible coating
influence by the application of lipid and
yang diaplikasikan pada buah durian terolah
composite film. J. Agric. Food Chem.
minimal adalah pektin (3%), isolat protein
38:1382-1387.
[5]
kedelai (0,75%) dan wax (2%).
Wong, D.W.S., S.J. Tillin, J.S. Hudson
and A.E. Pavlath., (1994), Gas exchange
4.2. Saran
in cut apples with bilayer coatings. J.
1. Perlu dicari dan diteliti sumber karbohidrat,
Agric. Food Chem. 42 (10):2278-2285.
protein dan lemak lainnya yang bersumber
dari
bahan
baku
lokal
pembentuk edible coating.
220
sebagai
bahan
[6]
Baldwin, E. A. (1994), Edible Coating for
Fresh Fruits and Vegetables : Past,
present and future. p. 45-89 In J. M.
Pembuatan Bahan Edible Coating dari Sumber Karbohidrat,
Protein dan Lipid Untuk Aplikasi pada Buah Terolah Minimal
Krochta,
E.A.
Baldwin
and
M.O.
Carriedo. (1994), Edible Coatings and
coatings and films to improve food quality.
Film to improve food quality. Technomic
Tecnomic
Publishing Co., Inc., Lancaster, PA.
(ed.)
Publishing
Co,
Inc.
Pennsylvania.
[13]
[9]
Sorbitol-vs
Application of coating. p. 28-35 In J.M.
protein edible film: integrated oxygen
Krochta, E.A. Baldwin dan M.O. Nisperos-
permeability
Carriedo (ed.). Edible coatings and films
evaluation. J. Agric. Food Chem. 42(4) :
to
841-845.
improve
food
quality.
Tecnomic
Park,
H.J.,
M.S.
Chinan
[14]
dan
and
tensile
whey
property
Park, H.J., J.M., Bunn, P.J., Vergano dan
Shewfelt., (1994a), Edible corn-zein film
thickness
coating to extend storage life of tomatoes.
semperfresh coating on apples. J. Food
J. Food Process. Preserv. 18:317-331
Process. Preserv. 18:349-358.
Bayindirli, L. G., Sumnu and K. Kamadan.,
[15]
of
the
sucrose
polyesters,
Avena-Bustillos, R.J and J..M. Krochta.,
(1995), Effects of semperfresh and jon-
(1994), Optimization of edible coating
fresh fruit coatings on poststorage quality
formulation on zucchini to reduce water
of Satsuma Mandarins, J. Food Process.
loss. J. Food Eng. 21: 197-214.
[16] Cantwell, M., (1992), Postharvest handling
Donhowe, G and O., Fennema., (1994),
systems: minimally processed fruits and
Edible film and coatings: characteristic,
vegetables. p. 45-50 In A.A. Kader (ed.).
formation, definition and testing methods.
Postharvest Technology of Horticultural
p. 40-50 In J.M Krochta, E.A. Baldwin dan
Crops. Division of Agriculture and Natural
M.O.
Resources, University of California.
Nisperos-Carriedo
(ed.).
Edible
coatings and films to improve food quality.
Tecnomic
[11]
glycerol-plasticized
R.F. Testin., (1994), Gas permeation and
R.I.
Preserv. 19:399-407.
[10]
McHugh, T.H. and J.M. Krochta. (1994),
Grant, C.A., dan R. J., Burns., (1994),
Publishing Co, Inc. Pennsylvania.
[8]
Krochta, J.M., E.A. Baldwin, M. Nisperos-
Edible
Nispeperos-Carrie-do
[7]
[12]
Publishing
Co.
Inc.
[17]
Krochta, J.M. and C. De Mulder-Johnston.
(1997), Edible and biodegradable polymer
Pennsylvania
films: challenges and opportunities. J.
Gennadios A., A.H. Bradenburg, C.L
Food Technol. 51 (2):61-74.
Weller, and R.F. Testin. (1993), Effect of
pH on properties of wheat gluten and soy
protein isolate edible films. J. Agric. Food
Chem. 41:1835-1839.
221
Infomatek Volume 8 Nomor 4 Desember 2006 : 207 - 222
[18]
[19]
Gontard, N., S. Guilbert and J.L. Cuq.
from lipids and resin. p.34-50 In J.M.
of the main process variables of film
Krochta, E.A. Baldwin dan M.O. Nisperos-
properties
surface
Carriedo (ed.) Edible coatings and film to
methodology. J. Food Sci. 57 (1) : 190-
improve food quality. Tecnomic Publishing
196.
Co, Inc. Pennsylvania.
using
response
Vojdani, F., and J.A., Torres. (1990),
sorbate
methylcellulose
and
permeability
of
hidroxypropyl
methylcellulose coatings: effect of fatty
acids. J. Food Sci. 55 (3):841-846.
Greener, I.K., and O.R., Fennema. (1989),
Evaluation of edible films for use as
moisture barrier of food. J. Food Sci. 54
(6) : 1400-1406.
222
Hernandez, E., (1994), Edible coatings
(1992), Edible wheat gluten films influence
Potassium
[20]
[21]
[22]
Snyder, H.E., dan T.W., Kwon. (1987),
Soybean
utilization.
Van
Reinhold Co. Inc. New York.
Nostrand
Download