METODE KOMPUTASI TEMPERATUR KONDUKSI PANAS DAN PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI UNSTEADY STATE PADA SLAB 1 DIMENSI Nama Anggota: Felicia Gunawan 1141700011 Humaira Cahyani 1141700033 Nurfitriyana Mayau 1141700021 T.M.Rayyan Ramadhan 1141700037 PRODI TEKNIK KIMIA INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA 2018 KATA PENGANTAR Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga kami pada akhirnya bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul “Temperatur Konduksi Panas dan Perpindahan Panas Konduksi UnsteadySstate pada Slab 1 Dimensi” ini dengan tepat waktu. Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada Dosen Mata Kuliah Metode Komputasi ini ( Agam Duma K.W .ST.MT) yang selalu memberikan dukungan serta bimbingannya sehingga Makalah yang berjudul “Temperatur Konduksi Panas dan Perpindahan Panas Konduksi Unsteady Sstate pada Slab 1 Dimensi” ini dapat disusun dengan baik. Semoga Makalah yang telah kami susun ini turut memperkaya ilmu serta bisa menambah pengetahuan,pengalaman,wawasan para pembaca. Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Kami juga menyadari bahwa Makalah ini juga masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca sekalian demi Makalah ini menjadi lebih baik lagi. Penulis DAFTAR ISI Cover………………………………………………………………………………………………..1 Kata Pengantar……………………………………………………………………………………...2 Daftar Isi……………………………………………………………………………………………3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………….5 1.1.1 Pengertian………………………………………………………………….…5 1.1.2 Jenis-jenis Perpindahan Panas…………………………………………….….6 1.1.3 Alat Penukar Kalor……………………………………………………….…..7 1.1.4 Jenis-Jenis Penukar Kalor…………………………………………………….9 1.1.5 Macam-macam Heat Exchanger berdasarkan proses transfer panas…………9 1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………..……10 1.3 Tujuan ………………………………………………….………………………….…10 BAB II PROGRAM MATLAB 2.1 Informasi Data…………………………………………………………………….…..12 2.2 Alogaritma…………………………………………………………………………….14 2.3 Flowchart……………………………………………………………………………...14 BAB III OPERASI PROGRAM 3.1 Kasus………………………………………………………………………………..…21 3.2 Script M-File……………………………………………………………….………….22 BAB IV HASIL 4.1 Hasil Command Window………………………………………………………..……24 4.2 Grafik…………………………………………………………………………...……..25 BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan……………………………………………………...…………………….26 Daftar Pustaka……….…………………………………………………………………………….27 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Pengertian Perpindahan panas dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam industri proses. Pada kebanyakan proses, diperlukan pemasukan atau pengeluaran panas, untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Ka1or mengalir dengan sendirinya dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah. Akan tetapi, gaya dorong untuk a1iran ini ada1ah perbedaan suhu. Bila sesuatu benda ingin dipanaskan, maka harus dimi1iki sesuatu benda lain yang lebih panas, demikian pula ha1nya jika ingin mendinginkan sesuatu, diperlukan benda lain yang lebih dingin. Untuk itu pengetahuan tentang perpindahan panas sangat diperlukan. Pada bab ini akan dibahas mengenai mekanisme perpindahan panas, yakni konduksi, konveksi dan radiasi. Untuk masingmasing mekanisme tersebut akan diberikan penjelasan dan contoh yang ada sehari-sehari di sekitar kita. Perpindahan kalor adalah ilmu yang memperkirakan terjadinya perpindahan energi yang disebabkan oleh adanya perbedaan suhu di antara benda atau material. Ilmu perpindahan kalor menjelaskan bagaimana energi berpindah dari suatu benda ke benda lain dengan memperkirakan tertentu.(Holman, 1986). laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi 1.1.2 Jenis-Jenis Perpindahan Panas 1.Induksi Induksi adalah perpindahan kalor tanpa disertai zat perantara sedangkan konveksi merupakan perpindahan kalor yang di ikuti zat perantara. dengan contoh yang lebih simpel, yakni satu logam panjang yang dipanaskan. Satu ujung logam panjang yang di beri nama A dipanaskan maka beberapa saat kemudian ujung yang lain (kita sebut ujung B) juga akan ikut panas. Pemanfaatan Konduksi dalam kehidupan sehari-hari sendiri bisa dengan mudah kita temukan, misalnya saja saat memasak air maka kalor berpindah dari api (kompor) menuju panci dan membuat air mendidih. 2. Radiasi Merupakan proses terjadinya perpindahan panas (kalor) tanpa menggunakan zat perantara. Perpindahan kalor secara radiasi tidak membutuhkan zat perantara, contohnya anda bisa melihat bagaimana matahari memancarkan panas ke bumi dan api yang memancarkan hangat ke tubuh anda. Kalor dapat di radiasikan melalui bentuk gelombang cahaya, gelombang radio dan gelombang elektromagnetik. Radiasi juga dapat dikatakan sebagai perpindahan kalor melalui media atau ruang yang akhirnya diserap oleh benda lain. Contoh radiasi dalam kehidupan sehari-hari dapat anda lihat saat anda menyalakan api unggun, anda berada di dekat api unggun tersebut dan anda akan merasakan hangat. 3. Konveksi Merupakan perpindahan kalor (panas) yang disertai dengan berpindahnya zat perantara. Konveksi sebenarnya mirip dengan Induksi, hanya saja jika Induksi adalah perpindahan kalor tanpa disertai zat perantara sedangkan konveksi merupakan perpindahan kalor yang di ikuti zat perantara. Contoh konveksi dalam kehidupan sehari-hari dapat anda lihat pada proses pemasakan air, apakah anda tau apa yang terjadi saat air dimasak? Saat air dimasak maka air bagian bawah akan lebih dulu panas, saat air bawah panas maka akan bergerak ke atas (dikarenakan terjadinya perubahan masa jenis air) sedangkan air yang diatas akan bergerak kebawah begitu seterusnya sehingga keseluruhan air memiliki suhu yang sama. Selain itu contoh konveksi yang lain juga dapat anda temui pada ventilasi ruangan dan cerobong asap. 1.1.3 Alat Penukar Kalor Penukar kalor adalah alat untuk melaksanakan perpindahan energi thermal dari satu fluida ke fluida yang lain. Dalam penukar kalor yang paling sederhana, fluida panas dan fluida dingin bercampur langsung sedangkan dalam kebanyakan penukar kalor yang lain kedua fluida itu terpisah oleh suatu dinding. Penukar kalor jenis ini, disebut rekuperator, mungkin hanya berupa dinding rata sederhana yang memisahkan dua fluida yang mengalir, tetapi mungkin pula merupakan konfigurasi rumit yang melibatkan lintas-lintas rangkap, sirip, atau sekat. Dalam hal ini, diperlukan prinsip perpindahan kalor konduksi dan konveksi, kadang-kadang juga radiasi, untuk memberikan prosos pertukaran energi. Menurut Incropera dan Dewitt (1981), efektivitas suatu heat exchanger didefinisikansebagaiperb andingan antara perpindahan panas yang diharapkan (nyata) dengan perpindahanpanasmaksimum yang mungkin terjadi dalam heat exchanger tersebut. Secara umumpengertian alatpenukar panas atau heat exchanger (HE), adalah suatu alat yangmemungkinkan perpindahanpanas dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagaipendingin. Biasanya, mediumpemanas dipakai uap lewat panas (super heated steam) dan airbiasa sebagai air pendingin(cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agarperpindahan panas antar fluidadapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadikarena adanya kontak, baik antarafluida terdapat dinding yang memisahkannya maupunkeduanya bercampur langsung begitu saja.Penukar panas sangat luas dipakai dalam industriseperti kilang minyak, pabrik kimia maupunpetrokimia, industri gas alam,refrigerasi,pembangkit listrik. Salah satu contoh sederhana dari alatpenukar panas adalahradiator mobil di mana cairan pendingin memindahkan panas mesin keudara sekitar. Pengertian Heat ExchangerMenurut Incropera dan Dewitt (1981), efektivitas suatu heat exchanger didefinisikansebagaiperbandingan antara perpindahan panas yang diharapkan (nyata) dengan perpindahanpanasmaksimum yang mungkin terjadi dalam heat exchanger tersebut. Secara umumpengertian alatpenukar panas atau heat exchanger (HE), adalah suatu alat yangmemungkinkan perpindahanpanas dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagaipendingin. Biasanya, mediumpemanas dipakai uap lewat panas (super heated steam) dan airbiasa sebagai air pendingin(cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agarperpindahan panas antar fluidadapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadikarena adanya kontak, baik antarafluida terdapat dinding yang memisahkannya maupunkeduanya bercampur langsung begitu saja.Penukar panas sangat luas dipakai dalam industriseperti kilang minyak, pabrik kimia maupunpetrokimia, industri gas alam,refrigerasi,pembangkit listrik. Salah satu contoh sederhana dari alatpenukar panas adalahradiator mobil di mana cairan pendingin memindahkan panas mesin keudara sekita Dalam Bahasa Indonesia heat exchanger memiliki arti harfiah alat penukar panas. Namun di sini saya akan tetap menggunakan bahasa aslinya agar tidak terjadi kerancuan lebih lanjut. Pengertian ilmiah dari heat exchanger adalah sebuah alat yang berfungsi untuk mentransfer energi panas (entalpi) antara dua atau lebih fluida, antara permukaan padat dengan fluida, atau antara partikel padat dengan fluida, pada temperatur yang berbeda serta terjadi kontak termal. Lebih lanjut, heat exchanger dapat pula berfungsi sebagai alat pembuang panas, alat sterilisasi, pesteurisasi, pemisahan campuran, distilisasi (pemurnian, ekstraksi), pembentukan konsentrat, kristalisasi, atau juga untuk mengontrol sebuah proses fluida. Satu bagian terpenting dari heat exchanger adalah permukaan kontak panas. Pada permukaan inilah terjadi perpindahan panas dari satu zat ke zat yang lain. Semakin luas bidang kontak total yang dimiliki oleh heat exchanger tersebut, maka akan semakin tinggi nilai efisiensi perpindahan panasnya. Pada kondisi tertentu, ada satu komponen tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan luas total bidang kontak perpindahan panas ini. Komponen tersebut adalah sirip. 1.1.4 Jenis-Jenis Penukar Kalor Jenis-jenis penukar kalor yang umum antara lain ialah jenis plat-rata ( flat-plate ), selongsong dan tabung ( shell and tube ) dan jenis aliran silang (crossflow ). Contoh penukar kalor pipa ganda ( double pipe exchanger ), yang merupakan salah satu bentuk yang paling sederhana dari jenis shell and tube, terlihat pada gambar b. jika kedua fluida mengalir menurut arah yang sama, seperti pada gambar, maka penukar kalor itu termasuk jenis aliran sejajar ( parallel flow ); jika kedua fluida mengalir berlawanan arah, maka penukar kalor itu disebut jenis aliran lawan arah ( counterflow ). (R.Pitts dan E.Sissom,1987) 1.1.5 Macam-macam Heat Exchanger Berdasarkan Proses Transfer Panas 1. Heat Exchanger Tipe Kontak Tak Langsung Heat exchanger tipe ini melibatkan fluida-fluida yang saling bertukar panas dengan adanya lapisan dinding yang memisahkan fluida-fluida tersebut. Sehingga pada heat exchanger jenis ini tidak akan terjadi kontak secara langsung antara fluida-fluida yang terlibat. Heat exchanger jenis ini masih dibagi menjadi beberapa jenis lagi, yaitu: o Heat Exchanger Tipe Direct-Transfer. Pada heat exchanger tipe ini, fluida-fluida kerja mengalir secara terus-menerus dan saling bertukar panas dari fluida panas ke fluida yang lebih dingin dengan melewati dinding pemisah. Yang membedakan heat exchanger tipe ini dengan tipe kontak tak langsung lainnya adalah aliran fluida-fluida kerja yang terus-menerus mengalir tanpa terhenti sama sekali. Heat exchanger tipe ini sering disebut juga dengan heat exchanger recuperator. o Storage Type Exchange. Heat exchanger tipe ini memindahkan panas dari fluida panas ke fluida dingin secara intermittent (bertahap) melalui dinding pemisah. Sehingga pada jenis ini, aliran fluida tidak secara terus-menerus terjadi, ada proses penyimpanan sesaat sehingga energi panas lebih lama tersimpan di dinding-dinding pemisah antara fluidafluida tersebut. Tipe ini biasa pula disebut dengan regenerative heat exchanger. o Fluidized-Bed Heat Exchanger Heat exchanger tipe ini menggunakan sebuah komponen solid yang berfungsi sebagai penyimpan panas yang berasal dari fluida panas yang melewatinya. Fluida panas yang melewati bagian ini akan sedikit terhalang alirannya sehingga kecepatan aliran fluida panas ini akan menurun, dan panas yang terkandung di dalamnya dapat lebih efisien diserap oleh padatan tersebut. Selanjutnya fluida dingin mengalir melalui saluran pipa-pipa yang dialirkan melewati padatan penyimpan panas tersebut, dan secara bertahap panas yang terkandung di dalamnya ditransfer ke fluida dingin. 2. Heat Exchanger Tipe Kontak Langsung Suatu alat yang di dalamnya terjadi perpindahan panas antara satu atau lebih fluida dengan diikuti dengan terjadinya pencampuran sejumlah massa dari fluida-fluida tersebut disebut dengan heat exchanger tipe kontak langsung. Perpindahan panas yang diikuti percampuran fluida-fluida tersebut, biasanya diikuti dengan terjadinya perubahan fase dari salah satu atau labih fluida kerja tersebut. Terjadinya perubahan fase tersebut menunjukkan terjadinya perpindahan energi panas yang cukup besar. Perubahan fase tersebut juga meningkatkan kecepatan perpindahan panas yang terjadi. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana bentuk persamaan dan script yang digunakan dalam program MATLAB untuk membuat Program 2. Bagaimana menyeselesaikan sebuah kasus pada perpindahan panas dengan menggunakan matlab 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengaplikasikan hasil belajar mata kuliah Metode Komputasi program MATLAB ke dalam persamaan yang berlaku dalam Teknik Kimia 2. Menggunakan model matematika di dalam proses pengerjaan kasus pada perpindahan panas unsteady state 3. Mempermudah perhitungan informasi data dalam pembuatan program dalam suatu perhitiungan yang ada ,dan dapat menyelesaiakn kasus-kasus yang terkait BAB II PROGRAM MATLAB 2.1 Informasi Data Pada suatu slab yang sangat luas, maka perpindahan panas hanya berlangsung pada arah x. Perpindahan panas unstaedy state dalam suatu slab pada arah x dinyatakan dengan persamaan diferensial parsial : T t 2T (2.1.1) x 2 dimana T adalah temperatur (K) , t adalah waktu (s), dan adalah difusivitas (m2/s) diberikan dengan k/ρCp. Dalam hal ini konduktivitas termal k (W/m.K) densitas, ρ (kg/m3) dan kapasitas panas, Cp (J/kg.K) adalah konstan (Geankoplis, 1999). Misalkan material slab dengan ketebalan 1 m dilindungi isolasi nonkonduksi. Slab ditunjukan Gambar 8.2. Untuk penyelesaian numeris slab dibagi kedalam N bagian dengan N + 1 titik ujung. Slab mula-mula memiliki temperatur seragam 100oC. Hal ini memberikan kondisi awal bahwa semua temperatur di titik-titik internal diketahui nilainya pada saat t = 0. Tn = 100 untuk n = 2 … (N + 1) pada t = 0 (2.1.2) Kondisi batas : T1 dijaga pada nilai konstan (b) Transfer panas konveksi ke To (a) Batas Isolasi Gambar 8.2 Perpindahan Panas Konduksi Unstedy State pada Slab Satu Dimensi Jika pada waktu nol permukaan luar tiba-tiba terjadi pada temperatur konstan 0oC, hal ni memberikan kondisi batas pada titik 1. T1 = 0 untuk t ≥ 0 (2.1.3) Kondisi batas lain adalah bahwa batas isolasi pada N + 1 tidak ada konduksi panas. Sehingga : TN 1 0 untuk t ≥ 0 (2.1.4) x Sebagai catatan bahwa masalah ini sama dengan keadaan yang memiliki suatu slab dengan dua kali ketebalan terhadap temperatur awal kedua permukaan. Ketika konveksi dianggap hanya sebagai model transfer panas ke permukaan slab, neraca energi dapat dibuat di permukaan yang menghubungkan antara energi input dengan konveksi terhadap energi output dengan konduksi. Oleh karena itu kapanpun untuk transfer normal ke permukaan slab pad arah x adalah : h(T0-T1)=−𝑘 𝜕𝑇 untuk t ≥ 0 𝜕𝑥 (2.1.5) 𝑥=0 dimana h adalah koefisien transfer panas konveksi dalam W/m2.K dan T0 temperatur embien. 2.2 Alogaritma 1. Input data 2. Membuat M-File “ODEFUN.m” 3. Masukkan Rumus di “ODEFUN.m” 4. Membuat M-file “RUN_ODEFUN.m” 5. Masukkan beberapa data di “RUN_ODEFUN.m” 6. Run padaM-File “RUN_ODEFUN.m” 2.3 Flowchart START dalah Input Data function dYdt=ODEfun(t,Y); T2=Y(1); T3=Y(2); T4=Y(3); T5=Y(4); T6=Y(5); T7=Y(6); T8=Y(7); T9=Y(8); T10=Y(9); alpha = 0.00002; deltax = 0.1; T1= 0; T11=(4.*T10 - T9)./ 3; dYdt(1) = alpha / (deltax ^ 2) * (T3 - (2 * T2) + T1); dYdt(2) = alpha / (deltax ^ 2) * (T4 - (2 * T3) + T2); dYdt(3) = alpha / (deltax ^ 2) * (T5 - (2 * T4) + T3); dYdt(4) = alpha / (deltax ^ 2) * (T6 - (2 * T5) + T4); dYdt(5) = alpha / (deltax ^ 2) * (T7 - (2 * T6) + T5); dYdt(6) = alpha / (deltax ^ 2) * (T8 - (2 * T7) + T6); dYdt(7) = alpha / (deltax ^ 2) * (T9 - (2 * T8) + T7); dYdt(8) = alpha / (deltax ^ 2) * (T10 - (2 * T9) + T8); dYdt(9) = alpha / (deltax ^ 2) * (T11 - (2 * T10) + T9); dYdt=dYdt'; t= 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 Y= 100 100 100 100 100 100 100 100 99.996 100 100 100 52.383 83.223 95.435 98.997 99.817 99.971 38.579 68.21 86.088 94.795 98.313 99.52 99.879 99.973 99.995 31.868 58.674 77.745 89.342 95.44 98.248 99.391 99.809 99.948 27.754 52.163 71.068 84.042 91.958 96.293 98. 43 99.389 100 99.779 24.899 47.411 65.716 79.303 88.371 93.96 22.789 43.723 61.386 75.121 84.944 21.129 40.787 57.772 71.476 19.787 38.366 54.717 18.672 36.328 52.089 17.734 34.562 49.82 97.065 98.673 99.407 91.457 95.43 97.675 98.789 81.736 88.94 93.618 96.442 97.921 68.267 78.775 86.469 91.707 95.02 96.823 65.422 76.049 84.079 89.747 93.454 95.526 62.851 73.558 81.758 87.784 91.769 94.07 16.912 33.047 47.782 60.57 71.212 79.565 85.795 90.022 92.484 16.193 31.709 45.963 58.49 69.03 77.458 83.822 88.222 90.802 END BAB III OPERASI PROGRAM 3.1 Kasus 3.1.1 Contoh Kasus Selesaikan secara numeris persamaan (2.1.1) dengan kondisi batas awal dan akhir persamaan (2.1.2), (2.1.3) dan (2.1.4) untuk kasus dimana α = 2 x 10-5 m2/s dan permukaan slab dijaga konstan pada T1 = 0 °C. Penyelesaian harus menggunkan numerical method of lines dengan N = 10 bagian. Plot temperature T2, T3, T4, and T5 sebagai fungsi waktu sampai 6000 Untuk kasus (a) dengan N =10 dan dengan bagian panjang ∆x = 0,1 m, pers (2.1.1) dapat dituliskan menggunakan rumus central difference untuk turunan kedua sebagai: 𝜕𝑇𝑛 𝛼 (Tn+1-2Tn+Tn-1) 𝜕𝑡 (∆𝑥)2 untuk (2 ≤ n ≤ 10) (2.1.6) Kondisi batas yang dinyatakan pers (2.1.4) dapat dituliskan menggunakan backward finite difference order dua sebagai : 𝜕𝑇11 𝜕𝑇 = 3𝑇11−4𝑇10+𝑇9 2(∆𝑥) =0 (2.1.7) yang dapat diselesaikan untuk T11 menghasilkan : 𝑇11 = 4𝑇10−𝑇9 3 =0 (2.1.8) 3.2 Script M-File Penyelesaian kasus di atas dengan proram MATLAB disusun dan dijalankan sebagai berikut: 3.2.1 Script Pada Rumus function dYdt=ODEfun(t,Y); T2=Y(1); T3=Y(2); T4=Y(3); T5=Y(4); T6=Y(5); T7=Y(6); T8=Y(7); T9=Y(8); T10=Y(9); alpha = 0.00002; deltax =0.1; T1= 0; T11=(4.*T10 - T9)./ 3; dYdt(1) = alpha / (deltax ^ 2) * (T3 - (2 * T2) + T1); dYdt(2) = alpha / (deltax ^ 2) * (T4 - (2 * T3) + T2); dYdt(3) = alpha / (deltax ^ 2) * (T5 - (2 * T4) + T3); dYdt(4) = alpha / (deltax ^ 2) * (T6 - (2 * T5) + T4); dYdt(5) = alpha / (deltax ^ 2) * (T7 - (2 * T6) + T5); dYdt(6) = alpha / (deltax ^ 2) * (T8 - (2 * T7) + T6); dYdt(7) = alpha / (deltax ^ 2) * (T9 - (2 * T8) + T7); dYdt(8) = alpha / (deltax ^ 2) * (T10 - (2 * T9) + T8); dYdt(9) = alpha / (deltax ^ 2) * (T11 - (2 * T10) + T9); dYdt=dYdt'; 3.2. 2 Script pada Run (Keterangan) function latihan_kasus_a clear, clc, format short g, format compact tspan=[0:500:6000]; % Range independent variable Y0=[100 100 100 100 100 100 100 100 100]; % nilai awal T2-T10 [t,Y]=ode45(@ODEfun,tspan,Y0) T2=Y(:,1); T3=Y(:,2); T4=Y(:,3); T5=Y(:,4); T6=Y(:,5); T7=Y(:,6); T8=Y(:,7); T9=Y(:,8); T10=Y(:,9); plot(tspan,T2,'-*r',tspan,T3,'-*b',tspan,T4,'-*m',tspan,T5,'*g') title('grafik temperatur vs waktu'); xlabel('waktu, t (detik)'); ylabel('temperatur, oC '); legend('T2','T3','T4','T5') BAB IV HASIL 4.1 Hasil Command Window t= 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 Y= 100 100 100 100 100 52.383 100 100 100 100 83.223 95.435 98.997 99.817 99.971 99.996 100 100 38.579 68.21 86.088 94.795 98.313 99.52 99.879 99.973 99.995 31.868 58.674 77.745 89.342 95.44 98.248 99.391 99.809 99.948 27.754 52.163 71.068 84.042 91.958 96.293 98.43 99.389 99.779 24.899 47.411 65.716 79.303 88.371 93.96 97.065 98.673 99.407 22.789 43.723 61.386 75.121 84.944 91.457 95.43 97.675 98.789 21.129 40.787 57.772 71.476 81.736 88.94 93.618 96.442 97.921 19.787 38.366 54.717 68.267 78.775 86.469 91.707 95.02 96.823 18.672 36.328 52.089 65.422 76.049 84.079 89.747 93.454 95.526 17.734 34.562 49.82 62.851 73.558 81.758 87.784 91.769 94.07 16.912 33.047 47.782 60.57 71.212 79.565 85.795 90.022 92.484 16.193 31.709 45.963 58.49 69.03 77.458 83.822 88.222 90.802 4.2 Hasil Grafik BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Dapat disimpulkan: 5.1.1 Perhitungan pada materi perpindahan panas unsteady state dapat diaplikasikan melalui mata kuliah metode komputasi dengan program matlab 5.1.2 Kasus yang terkait dapat disselesaikan dengan rumus-rumus pada matlab Script Pada Rumus function dYdt=ODEfun(t,Y); T2=Y(1); T3=Y(2); T4=Y(3); T5=Y(4); T6=Y(5); T7=Y(6); T8=Y(7); T9=Y(8); T10=Y(9); alpha = 0.00002; deltax = 0.1; T1= 0; T11=(4.*T10 - T9)./ 3; dYdt(1) = alpha / (deltax ^ 2) * (T3 - (2 * T2) + T1); dYdt(2) = alpha / (deltax ^ 2) * (T4 - (2 * T3) + T2); dYdt(3) = alpha / (deltax ^ 2) * (T5 - (2 * T4) + T3); dYdt(4) = alpha / (deltax ^ 2) * (T6 - (2 * T5) + T4); dYdt(5) = alpha / (deltax ^ 2) * (T7 - (2 * T6) + T5); dYdt(6) = alpha / (deltax ^ 2) * (T8 - (2 * T7) + T6); dYdt(7) = alpha / (deltax ^ 2) * (T9 - (2 * T8) + T7); dYdt(8) = alpha / (deltax ^ 2) * (T10 - (2 * T9) + T8); dYdt(9) = alpha / (deltax ^ 2) * (T11 - (2 * T10) + T9); dYdt=dYdt'; %---------------------------------------------------------------------------------------- Script pada Run (Keterangan) function latihan_kasus_a clear, clc, format short g, format compact tspan=[0:500:6000]; % Range independent variable Y0=[100 100 100 100 100 100 100 100 100]; % nilai awal T2-T10 [t,Y]=ode45(@ODEfun,tspan,Y0) T2=Y(:,1); T3=Y(:,2); T4=Y(:,3); T5=Y(:,4); T6=Y(:,5); T7=Y(:,6); T8=Y(:,7); T9=Y(:,8); T10=Y(:,9); plot(tspan,T2,'-*r',tspan,T3,'-*b',tspan,T4,'-*m',tspan,T5,'*g') title('grafik temperatur vs waktu'); xlabel('waktu, t (detik)'); ylabel('temperatur, oC '); legend('T2','T3','T4','T5') 5.1.3 Pada perpindahan Panas Unsteady State dapat diperoleh waktu terhadap suhu pada keadaan T1=0 hingga 6000s dengan Range 500 berturut-turut adalah sebagai berikut: t= 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 Y= 100 100 100 100 100 100 100 100 95.435 98.997 99.817 99.971 99.996 100 100 52.383 83.223 100 38.579 68.21 86.088 94.795 98.313 99.52 99.879 99.973 99.995 31.868 58.674 77.745 89.342 95.44 98.248 99.391 99.809 99.948 27.754 52.163 71.068 84.042 91.958 96.293 98.43 99.389 99.779 24.899 47.411 65.716 79.303 88.371 93.96 97.065 98.673 99.407 22.789 43.723 61.386 75.121 84.944 91.457 95.43 97.675 98.789 21.129 40.787 57.772 71.476 81.736 88.94 93.618 96.442 97.921 19.787 38.366 54.717 68.267 78.775 86.469 91.707 95.02 96.823 18.672 36.328 52.089 65.422 76.049 84.079 89.747 93.454 95.526 17.734 34.562 49.82 62.851 73.558 81.758 87.784 91.769 94.07 16.912 33.047 47.782 60.57 71.212 79.565 85.795 90.022 92.484 16.193 31.709 45.963 58.49 69.03 77.458 83.822 88.222 90.802 DAFTAR PUSTAKA https://www.academia.edu/9984553/Perpindahan_Panas_Konduksi https://kadasyouth.wordpress.com/2013/05/19/konduksi-unsteady-state-perpan-i/