SISTEM EKONOMI INDONESIA Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang digunakan oleh beberapa negara untuk mengatur keadaan ekonomi nya sendiri, dengan tujuan memberikan sebuah aturan dalam berbagai hal mengenai distribusi, produksi, dan konsumsi, jasa juga demikian, sistem ekonomi mengatur mengenai jasa, dalam hal ini semua perekonomian diatur dalam sebuah sistem yang terintegrasi. [1] Sistem ekonomi merupakan keseluruham dari berbagai institusi ekonomi yang berlaku di suatu perekonomian untuk mengatur bagaimana sumber daya ekonomi yang terdapat di perekonomian tersebut didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Berbagai institusi ekonomi ini mengatur bagaimana dibuatnya keputusan yang menyangkut hal-hal ekonomi dan bagaimana sumber daya ekonomi dikelola agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Berbagai institusi ekonomi ini dapat berupa peraturan perundang-undangan ataupun kebiasaan yang berlaku di masyarakat tersebut dalam penggunaan sumber daya ekonominya untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Setiap negara yang berdaulat dalam upayanya untuk mensejahterakan rakyatnya harus mempunyai suatu identitas kebangsaan. Upaya peningkatan kesejahteraan umumnya dilakukan melalui upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi sedangkan upaya untuk menjamin terpeliharanya identitas bangsa umumnya dilakukan melalui proses pembangunan. Dalam hubungan ini, pertumbuhan ekonomi merupakan upaya peningkatan kegiatan ekonomi dalam suatu sistem ekonomi tertentu, sedangkan pembangunan merupakan upaya pengembangan sistem ekonomi itu sendiri. Tanpa adanya kesepakatan tentang sistem ekonomi yang dianut maka akan lebih terbuka kemungkinan terjadinya perselisihan pendapat mengenai kebijakan ekonomi yang patut ditempuh dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi mendasar yang dihadapi suatu bangsa. Pengembangan sistem ekonomi suatu negara, sebagai bagian dari pengembangan identitas kebangsaannya, tidak terlepas dari upaya untuk mengembangkan berbagai sistem di bidang non-ekonomi, seperti sistem politiknya, sistem hukumnya, dan sistem sosial budayanya. [2] Indikator yang paling mudah digunakan untuk memahami apakah sebuah negara itu bercorak kapitalisme ataukah sosialisme? Adalah dengan melihat seberapa besar pihak swasta atau pihak negara menguasai sektor ekonomi. Jika sektor-sektor ekonomi lebih banyak dikuasai oleh pihak swasta, maka negara tersebut cenderung bercorak kapitalisme. Sebaliknya, jika ekonomi lebih banyak dikendalikan oleh negara, maka lebih bercorak sosialisme (Samuelson & Nordhaus, 1999). Jika menggunakan tolok ukur di atas, maka jejak kapitalisme di Indonesia dapat ditelusuri ketika Indonesia mulai memasuki era pemerintahan Orde Baru tepatnya dimulai sejak Maret 1966. Orientasi pemerintahan Orda sangat bertolak belakang dengan era sebelumnya. Kebijakan Orba lebih berpihak kepada Barat dan menjahui ideologi komunis. Menjelang awal tahun 1970-an atas kerja sama dengan Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Pembangunan Asia (ADB) dibentuk suatu konsorsium Inter- Government Group on Indonesia (IGGI) yang terdiri atas sejumlah negara industri maju termasuk Jepang untuk membiayai pembangunan di Indonesia. Saat itulah Indonesia dianggap telah menggeser sistem ekonominya dari sosialisme lebih ke arah semikapitalisme (Tambunan, 1998). Memasuki periode akhir 1980-an dan awal 1990-an sistem ekonomi di Indonesia terus mengalami pergeseran. Menilik kebijakan yang banyak ditempuh pemerintah, kita dapat menilai bahwa ada sebuah mainstream sistem ekonomi telah dipilih atau telah dipaksakan kepada negara kita. Isu-isu ekonomi politik banyak dibawa ke arah libelarisasi ekonomi, baik libelarisasi sektor keuangan, sektor industri maupun sektor perdagangan. Sektor swasta diharapkan berperan lebih besar karena pemerintah dianggap telah gagal dalam mengalokasikan sumberdaya ekonomi untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi, baik yang berasal dari eksploitasi sumberdaya alam maupun hutang luar negeri (Rachbini , 2001). Masa pembangunan ekonomi Orde Baru-pun akhirnya berakhir. Kegagalan dari pembangunan ekonomi Orba ditandai dengan meledaknya krisis moneter, yang diikuti dengan ambruknya seluruh sendi-sendi perekonomian Indonesia sehingga menjadi suatu krisis multidimensional. Setelah krisis moneter 1997 dan memasuki era reformasi, ternyata kebijakan perekonomian Indonesia tidak bergeser sedikitpun dari pola sebelumnya. Bahkan semakin liberal. Dengan mengikuti garis-garis yang telah ditentukan oleh IMF, Indonesia benar-benar telah menuju libelarisasi ekonomi. Kenyataan menurut Triono (2001) ini dapat diukur dari beberapa indikator utama, yaitu: (1) Dihapuskannya berbagai subsidi dari pemerintah untuk komoditi strategis secara bertahap. (2) Nilai kurs rupiah diambangkan secara bebas (floating rate). Sesuai dengan kesepakatan dalam LoI dengan pihak IMF. (3) Privatisasi BUMN. Salah satu ciri ekonomi yang liberal adalah semakin kecilnya peran pemerintah dalam bidang ekonomi, termasuk didalamnya adalah kepemilikan asset-asset produksi. Peran serta pemerintah Indonesia dalam kancah WTO dan perjanjian GATT. Menilik problem ekonomi yang sedang dihadapi Indonesia, maka perubahan yang paling urgen yang harus segera dilakukan adalah perubahan sistem ekonomi yang bersifat struktural, walaupun perubahan yang bersifat fungsional juga tidak boleh dilupakan. Perubahan ekonomi secara struktural berarti mengganti sistem ekonominya, dari sistem ekonomi yang bercorak kapitalistik menjadi sistem ekonomi yang baru. Namun, perubahan sistem tersebut bukan berarti merubah sistem ekonominya menjadi sosialis, sebab sistem ekonomi ini juga sudah terbukti gagal. Masih satu harapan lagi yaitu perubahan menuju sistem ekonomi yang cocok dengan nilai-nilai luhur yang yang dimiliki rakyat Indonesia yang berbudaya, adanya kebersamaan dan religius. Oleh karena itu salah satu solusi dalam mencari bentuk Sistem Ekonomi Nasional Indonesia adalah Sistem Ekonomi Kerakyatan yaitu ekonomi berasas kekeluargaan yang demokratis dan bermoral dengan pemihakan pada sektor ekonomi rakyat. Pemihakan dan perlindungan pada ekonomi rakyat merupakan strategi memampukan dan memberdayakan pelaku-pelaku ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan dan setengah abad Indonesia Merdeka selalu dalam posisi tidak berdaya. Untuk itu prasyarat sistem ekonomi nasional yang harus ada berkeadilan sosial adalah berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. [3] Dalam wacana mengenai sistem ekonomi Indonesia, sering disebut azas usaha bersama, kekeluargaaan dan tradisi gotong rakyat atau tolong menolong di kalangan rakyat terutama di pedesaan. Azas kekeluargaan ini malahan tercantum dalam pasal 33 UUD 1945 ayat 1 sebagai azas dalam susunan perekonomian Indonesia. Hanya saja azas ini dalam realitas lebih banyak berlaku dalam bidang ekonomi mentalitas ini nampak pada kecenderungan untuk berkoperasi sejak akhir abad 19 yang digerakkan secara besar-besaran oleh Pemerintah di masa Orde Baru. mendorong atau menghambat pembangunan ekonomi. Kedua adalah struktur kelembagaan yang mengemban fungsi-fungsi tertentu dalam rangka mencapai tujuan sistem, misalnya lembaga perencanaan, bank sentral, departemen keuangan, perusahaanperusahaan swasta, negara dan koperasi, pasar modal, badan pengawas keuangan negara atau lembaga perasuransian. Ketiga adalah pranata ekonomi yang tercermin dalam UU, Peraturan, pengelolaan Mentalitas, dalam kaitannya dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Keempat adalah sektor-sektor ekonomi, misalnya sektor swasta, sektor negara dan sektor koperasi atau yang bersifat dualistis, misalnya desa-kota, formal-informal, modern-tradisional, atau skala besar-kecil yamg membagi dua atau lebih sektor-sektor kegiatan produktif atau sektor riil. REFERENSI [1] Sistem Ekonomi. (2008) https://www.bappenas.go.id/files/2113/6082/9893/sistem-ekonomi__20081123060340__1001__0.pdf (Diakses 1/5/19 jam 19:54) [2] Supriyanto. Memahami Cara Bekerja Sistem Perekonomian. (2009) 192-205 Vol 6, No 2 https://journal.uny.ac.id/index.php/jep/article/view/585 (Diakses 1/5/19 jam 19:54) [3] Rahardjo Dawam M. Menuju Sistem Perekonomian Indonesia. (2009) UNISIA, Vol. XXXII 133 -128 No. 72 http://journal.uii.ac.id/Unisia/article/download/2713/2500 (Diakses 1/5/19 jam 21:39) Samuelson, Paul A. & Nordhaus, William D., 1999, Mikroekonomi, Alih Bahasa: Haris Munandar dkk., Erlangga, Jakarta. Tambunan, Tulus, 1998, Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.