PROSES BERPIKIR PROBABILISTIK DALAM MEMECAHKAN MASALAH PERMUTASI DAN KOMBINASI KELAS XII SMAN 1 CAMPURDARAT Dwi Asih Fritriania, Sinta Adilla Najmu Husniab a Program Studi TadrisMatematika FTIK IAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi No. 46, Kedungwaru Tulungagung, [email protected] b Program Studi Tadris Matematika FTIK IAIN Tulungagung Jl. Mayor Sujadi No. 46, Kedungwaru Tulungagung, [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertuujuan untuk mendeskripsikan proses berpikir probabilitik siswa dalam menyelesaikan masalah permutasi dan kombinasi kelas XII SMAN 1 Campurdart. Penelitian ini merupakan penelitian desskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII IPA SMAN 1 Campurdarat. Sampel penelitian ini diambil 15 siswa dari kelas XII IPA 2 SMAN 1 Campurdarat. Istilah berpikir probabilistik digunakan untuk menggambarkan pemikiran siswa dalam merespon bermacam-macam masalah probabilistik. Dalam penggunaannya berpikir probabilistik dikategorikan dalam empat level yait (1) level berpikir subjektif, (2) level berpikir transisional, (3) level berpikir kuantitatif informal, (4) level berpikir numerik. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan instrumen bantunya adalah soal tes kemampuan matematika dan pedoman wawancara. Hasil dari penelitian diperoleh bahwa hanya ada tiga siswa yang mampu mengkonstruksi permasalahan tidak secara menyeluruh masuk dalam level 1; lima siswa mampu mendefinisikan permasalahan dengan menyyeluruh tetapi tidak sistematis, dapat menentukan perrbedaan permutasi dan kombinasi tetapi tidak secara menyeluruh masuk dalam level 2; dua siswa mampu mengkonstruksikan permasalahan dengan pola tertentu, mampu menggambarkan perbedaan permutasi dan kombinasi secara kuantitatif, serta mampu mengkonstruksikan penyelesaian masalah dengan menuliskan faktorial secara lengkap masuk dalam level 3; sedangakan lima siswa tidak mampu menyelesaiakan permasalahan yang termasuk pada level 4. Kata kunci : proses berpikir, berpikir probabilistic, level PENDAHULUAN Berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Antar proses berpikir dengan kognitif erat sekali kaitannya. Kognitif sendiri merupakan kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Berpikir adalah salah satu aspek yang selalu dikaitkan dengan kognitif manusia dan berpikir adalah salah satu indikator bahwa manusia tersebut normal atau tidak normal. (Berpikir, Mahasiswa, Matematika, & Matematika, 2018) Definisi berpikir yang dikemukakan oleh ahli beaneka ragam, otak yang berbeda akan menghasilkan definisi yang berbeda walaupun inti dari defini itu sama. Salah satu proses berpikir yang menarik untuk dikaji adalah proses berpikir probabilistik, terutama proses berpikir anak-anak pada tingkatan berpkir operasional formal. Dalam memcahkan masalah, pemikir operasional formal ini lebih sistematis, mengembangkan hipotesis tentang mengapa sesuatu terjadi seperti itu, kemudian menguji hipotesis ini dengan cara deduktif. Istilah berpikir probabilistik digunakan untuk menggambarkan pemikiran siswa dalam merespon bermacam-macam masalah probabilistik. Kata probabilitas/peluang merujuk pada tingkat keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang akan terjadi. Namun keyakinan yang dimaksud dalam peluang, bukanlah keyakinan berupa penilaian (judgement), misalnya keyakinan tentang “benar/salah"nya ucapan seseorang, tetapi lebih kepada keyakinan tentang kemungkinan terjadinya suatu hasil dari suatu percobaan yang bersifat konseptual (Mahyudi, 2017). Berbicara mengenai peluang kita dihadapkan dalam suatu kondisi yang tidak pasti, akan tetapi kita hanya diberikan suatu petunjuk atau gambaran seberapa besar keyakinan kita bahwa suatu peristiwa bisa terjadi. Semakin besar nilai peluang yang dihasilkan dari suatu perhitungan maka semakin besar keyakinan kita bahwa peristiwa itu akan terjadi. Gejala sebuah peristiwa tidak hanya dikaji dari satu sisi saja, misalnya pengaruh waktu, akan tetapi juga melibatkan banyak variabel yang terkait dengan peristiwa tersebut. Oleh karena itu peluang yang didasarkan pada latar belakang ilmiah bisa memberikan tingkat keyakinan yang lebih tinggi bagi orang yang memerlukannya. Banyak kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang diekspresikan dalam bentuk-bentuk probabilistik dan keputusan yang diambil bergantung pada respon yang diberikan. Pemikiran siswa dalam menjawab suatu permasalahan probabilistik, mempunyai tingkatan berpikir yang berbeda-beda. Ada yang mampu menginterpretasikan peluang secara kualitatif maupun kuantitatif, mampu membandingkan peluang dua buah kejadian. Penelitian tentang berpikir probabilistik siswa telah diungkapkan oleh beberapa ahli. Salah satu ahli yaitu Amir dan Williams (1995) mengungkapkan bahwa kultur yang meliputi bahasa, keyakinan (keagamaan), dan pengalaman (contoh: permainan) berpengaruh terhadap pengetahuan probabilistik informal siswa. Pengetahuan probabilistik informal (seperti: konsep-konsep informal, intuisi, heuristik, pendekatanhasil) berpengaruh terhadap pemikiran probabilistik siswa. Tingkat pemikiran probabilistic siswa akan mempengaruhi siswa dalam belajar pengetahuan probabilistik formal (seperti: konsep-konsep formal, skill, kombinatorik, dll).Kesulitan dalam memahami masalah probabilistik pada umumnya hampir sama(Mahyudi, 2017). Menurut Hirsch dan O’Donnell (2001) kesalahan dalam menalar probabilistik dapat terjadi karena miskonsepsi tentang peluang. Hasil penelitian Mahyudi (2016) menunjukkan bahwa kesulitan paling dominan yang dialami mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Bengkulu dalam menyelesaikan masalah peluang terutama pada materi permutasi daan kombinasi adalah kesulitan memahami permasalahan dan kurangnya kemampuan penalaran (Mahyudi, 2017). Aspek penting yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika adalam mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik, kemampuan berpikir probabilistik merupakan salah satu dari sekian banyak varian berpikir ringkat tinggi. Tingkat level berpikir probabilistic yang dikemukakan oleh Jones dkk (1997, 1999) ada 4 level sebagai berikut : level 1 (Subjektif) pemikiran siswa terus menerus terikat pada alasan subjektif. Level 2 (Transitional) merupakan masa transisi antara berpikir secara subjektif dan berpikir secara kuantitatif yang dicirikan oleh pemikiran siswa yang seringkali berubah-ubah dalam mengkuantitatifkan peluang, level 3 (Informal Quantitaive) pemikiran pada level ini ditunjukkan melalui penggunaan strategi generative dalam mendaftar hasil eksperimen 2 tahap, dan mempunyai kemampuan menyelaraskan dan mengkuantitatifikasi pemikiran mereka tentang ruang sampel dan peluang, level (Numerical) siswa mampu membuat hubungan yang tepat tentang ruang ampel dan peluangnya dan mampu menggunakan ukuran secara numeric dengan tepat untuk mendeskripsikan peluang suatu kejadian. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah ada yang dikemukakan oleh Sharma (2012) menunjukkan bahwa mayoritas siswa tidak memiliki gagasan yang jelas tentang konstruksi probabilitas. Sementara hasil penelitian Arif (2014) juga menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda. Sebanyak enam orang siswa kelas VII SMP Negeri 13 Malang yang menjadi subjek penelitian, hanya 2 orang yang berada pada level 4, sedangkan 4 orang lainnya berada pada level di bawah 4. Hasil penelitian Taram (2017) bahwa siswa yang memiliki gaya belajar field dependent berada pada level 2 sedangkan field independent berada pada level 4 (Berpikir et al., 2018). Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Wahyudi (2017) menunjukkan siswa kelas XI SMA Negeri 9 Kota Bengkulu Tahun 2016 terdapat 3 orang siswa berada pada tingkat level 1, ada 16 orang pada level 2, ada 4 orang pada level 3 dan tidak ada seorang siswa pada level 4. Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan proses berpikir probabilitik siswa dalam menyelesaikan masalah permutasi dan kombinasi kelas XII SMAN 1 Campurdarta. Manfaat dari penelitian mengetahui proses berpikir probabilistik siswa dalam menyelesaikan masalah permutasi dan kombinasi kelas XII SMAN 1 campurdarat. Berdasarkan atas dasar uraian tersebut, peneliti mencoba untuk mengkaji lebih dalam terkait proses berpikir probabilistik dalam menyelesaikan masalah permutasi dan kombinasi. Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah proses berpikir probabilistik dalam menyelesaikan masalah pada materi permutasi dan kombinasi kelas XII SMAN 1 Campurdarat. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah instrument kunci. Tehnik pengumpulan data yang dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian ini lebih menekankan makna pada generalisasi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMAN 1 Campurdarat . Tehnik pengumpulan data dengan menggunakan Tes , wawancara dan dokumentasi. Sedangkan Tehnik analisis data menggunakan analisis data kualitatif yakni reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. PEMBAHASAN Pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan metode tes tentang permutasi dan kombinasi terhadap subyek penelitian dan metode wawancara terhadap 5 siswa untuk mewakili level subjektif, 15 orang siswa untuk mewakili level transisional, 3 siswa untuk mewakili level kuantitatif informal, dan 2 siswa sebagai wakil level numerik. Analisis data dilakukan peneliti dengan berpedoman pada kriteria pelevelan proses berpikir probalibilistik yang dikembangkan oleh Jones dkk, dengan mengidentifikasikan seberapa besar presentase untuk setiap-setiap materi pada sub pokok bahasan masing-masing 4 level tersebut. Berikut ini disajikan gambaran tentang proses berpikir probabilistik siswa pada setiap level berdasarkan hasil tes. Gambaran tersebut diverifikasi dengan proses wawancara terbuka pada setiap siswa pada tiap level. Proses Berpikir Probabilistik Siswa pada Level 1 ( Subjektif ) Proses berpikir subjektif adalah level paling rendah pada tingkatan berpikir probabilistik. Pada siswa SMA seharusnya sudah dapat melewati tahapan ini. Akan tetapi dari hasil penelitian ini didapatkan 2 orang berada pada level ini. Berdasarkan analisis dari hasil jawaban terlihat bahwa proses berpikir dalam menyelesaikan permasalahan masih bersifat operasional. Pemahaman terhadap masalah sedang. Pada soal tentang permutasi biasa, siswa dalam mengkontruksi permasalahan. Setelah dilakukan wawancara, peneliti mempperoleh informasi bahwa siswa tersebut tidak paham akan permasalahan dengan tipe seperti ini. Siswa tidak pernah mendapat pengalaman tentang kasus atau soal yang diberikan. Siswa mengaku bahwa kasus yang diberikan penelti berbeda dengan kasus yang pernah dialami, sehingga timbul rasa malas dalam diri siswa untuk mengerjakan kasus atau soal seperti itu. Proses Berpikir Probabilistik Siswa pada Level 2 ( Transisional ) Proses berpikir transisional adalah level ke 2 pada tingkatan berpikir probabilistik. Pada siswa SMA seharusnya sudah dapat melewati tahapan ini setelah level subjektif. Pada level ini jumlah siswa yang berhasil mencapai level ini lebih banyak dibandingkan dengan level lain. Hal ini menunjukkan bahwa level berpikir probabilistik siswa masih dalam tahap perubahan dari cara berpikir subjektif dan kuantifikasi. Perubahan proses ini dapat terlihat dari analisis peneliti terhadap cara siswa memahami kasus yang diberikan. Akan tetapi dari hasil penelitian ini didapatkan 2 siswa yang mengerjakan soal dengan benar sisanya 13 memiliki kemampuan berpikir yang sama yang menganggap permasalahan tersebut adalah permutasi. Berdasarkan kasus yang diberikan oleh peneliti, sudah terlihat bahawa siswa sudah memahami konsep materi. Siswa-siswa pada level ini dapat menjawab soal dengan benar, akan tetapi pada rumusan masalah siswa tidak menuliskannya karena siswa hanya mengingat cara penyelesaiannya saja. Ada sebagian siswa yang menulis rumusan masalah, tetapi tidak memahami kriteria untuk kasus dengan unsur yang sama. Hal ini dikarenakan, siswa masih belum dapat menerapkan strategi dalam penyelesaian permasalahan apabila diberikan kasus di luar pola umum yang dikenal. Pengalaman belajar siswa pada level ini memang sangat erat mempengaruhi proses berpikir siswa dalam menyelesaikan permasalahan. Siswa kesulitan mengembangkan proses berpikirnya apabila mendapatkan permasalahan yang berbeda dengan yang pernah dilakukan. Saat siswa diberikan permasalahan yang rutin diberikan dalam proses pembelajaran, sebagian siswa dapat menyelesaikan permasalahan dengan baik namun pemikirannya masih fokus pada proses penyelesaiannya saja. Proses Berpikir Probabilistik Siswa pada Level 3 ( Kuantitatif Informal ) Proses berpikir kuantitatif informal adalah level ke 3 pada tingkatan berpikir probabilistic, siswa pada level ini sudah mampu mengkonstruksi dengan baik proses berpikir dalam membedakan konsep permutasi dan kombinasi. Siswa dalam menyelesaikan kasus ini sudah menerapkan strategi dan mempunyai kemampuan menerapkan konsep perhitungan yang tidak rutin. Siswa sudah mampu menentukan banyakpermutasi dan kombinasi dengan pola yang berbeda dengan siswa yang berada pada level subjektif dan transisional. Hal ini yang menyebabkan siswa pada level ini berbeda dengan siswa pada level lainnya. Pada siswa SMA seharusnya sudah dapat melewati tahapan subjektif dan transisional ini. Akan tetapi dari hasil penelitian ini didapatkan 2 orang berada pada level ini. Akan tetapi, siswa pada level ini belum mampu sampai pada level numerik yang menuntut siswa berpikir kreatif untuk mencari pola sederhana di luar kebiaasaan rutin dalam proses pembelajaran. Berdasarkan penelitian, peneliti dapat menganalisis bahwa sebagian besar siswa belum dapat memahami dengan baik konsep permutasi dan kombinasi. Akan tetapi dalam permasalahan ini sudah terjadi proses formulasi kemampuan matematis yang tanpa disadari menghasilkan pengenalan tentang probabilistik dan verifikasi walaupun tanpa proses pembuktian. Proses Berpikir Probabilistik Siswa pada Level 4 ( Numerik ) Pada level ini, siswa mampu membuat hubungan yang tepat tentang permutasi dan kombinasi, serta mampu menggunakanukuran secara numerik. Siswa dikatakan mampu mencapai level ini apabila siswa mampu menerapkan strategi dalam memahami perbedaan permutasi dan kombinasi. Selain itu siswa mampu mengkonstruksi perhitungan dengan strategi dan pola yang sederhana sesuai dengan sifat-sifat faktorial. Pada penelitian ini, peneliti tidak menemukan siswa yang mampu menyelesaikan permasalahan hingga level ini. Hal ini dikarenakan siswa hanya mampu menyelesaikan soal-soal yang biasa di bahas dalam pembelajaran saja. Selain itu faktor kemalasan siswa yang memicu siswa tidak dapat berpikir lebih dalam menyelesaikan permasalahan ini. Sehingga siswa hanya sampai pada level ketiga yaitu level berpikir kuantitatif informal. Banyak cara atau metode yang dapat dgunakan untuk mengembangkan proses berpikir probabilistik ini. Salah satunya adalah seperti yang dilakukan Sujadi (2008) melalui manipulasi benda konkret berupa gasing dan menggunakan animasi komputer. Usaha ini ternyata dapat memperbaiki skema berpikir siswa pada level pra subjektif untuk sampai pada level subjektif. Penelitian yang dilakukan Taram (2016) di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta menunjukkan bahwa kultur/budaya dpat mempengaruhi proses berpikir probabilistik seseorang. Hasil yang diperoleh bahwa mahasiswa yang berada pada level berpikir subjektif sebagian besar berasal dari daerah-daerah di luar Jawa. Dalam mengembangkan proses berpikir, terutama probabilistik dapat dimulai dari level pra subjektif agar siswa sudah mengalami proses formulasi yang baik dalam menentukan kepastian/ketidakpastian. Hasil penelitian Kafoussi (2004) menunjukkan bahwa anak-anak TK di sekolah negeri Athena telah membuatkemajuan nyata dalam berpikir probabilistiknya sebagai hasil pengajaran eksperimen. Mereka semuamengembangkan berpikir kuantitatif dalam menanggapi tugas probabilitas dan mereka telah memperoleh tingkat kedua (tingkat transisi). Hasil penelitian Mousoulides (2009), menunjukkan bahwa siswa TK yang belummendapatkan pengajaran formal mengenai probabilitas sebelumnya, namun sukses dalam menyelesaikanpemecahan masalah terkait beberapa konsep probabilitas. Hasil penelitian HodnikCadez (2011) terhadap 623 siswa yang berasal dari 6 sekolah dasar dan 1 sekolah TK di Slovenia menunjukkan bahwa siswa kelas tiga awal dapat membedakan diantara kejadian pasti, kejadian mungkin dan kejadian tidak mungkin dan membandingkan probabilitas dari bermacam-macam kejadian. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil penelitian diatas terlihat bahwa pada level 2 berada pada lebel subjektif, level transisional terdapat 2 siswa mengerjakan dengan benak serta 13 siswa lainnya memiliki proses berpikir yang sama dalam menyelesaikan soal tersebut, level kuantitatif informal 2orang siswa berada pada level tersebut dan seorang siswa berada pada level numeric. Proses berpikir probabilistik siswa tidak dapat dilihat dari faktor usia saja akan tetapi pengalaman siswa yang menjadi faktor utama dalam pola pikir siswa dalam menyelesaikan permasalahan probabilistik siswa. Kebanyakan siswa terbsebut belum terbiasa untuk berpikir diluar kebiasaan rutin pembelajarannya. Selain itu tingkat kemalasan siswa juga mempengaruhi proses berpikir siswa. DAFTAR PUSTAKA Berpikir, P., Mahasiswa, P., Matematika, P., & Matematika, P. P. (2018). Probabilistic Thinking Process of Mathematics Education Students in IKIP PGRI Pontianak : Gender Based, 6(2), 109–118. Mahyudi. (2017). PROSES BERPIKIR PROBABILISTIK SISWA SMA DALAM MENKONSTRUKSI KONSEP PEMUTASI DAN KOMBINASI. ISSN: 2088-2157, 07, 9. Mousoulides, N G. & English, L D. 2009. Kinderganden Students’ Understanding of Probability Concepts. In: Proceedings of the 33 rd Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol.4, halaman. 137-144, July 19-24, 2009, Thessaloniki, Greece: PME. Hodnik, C, T., Skrbe, M. 2011.Understanding The Concepts in Probability of PreSchool and Early School Children. Eurasia Journal of Mathematics, Science&Technology Education, Vol. 7, No. 4, halaman 263-279. Kafoussi, S. 2004. Can Kindergarten Children be Successfully Involved in Probabilistic Tasks?. Statistics Education Research Journal: 3(1), 29-39. Taram, A. 2016. Proses Berpikir Probabilistik Mahasiswa S1 Pendidikan Biologi JPMIPA FKIP UAD Pada Pokok Bahasan Teori Probabilitas. Jurnal AdMathEdu Volume 6 No. 1 hal. 1 - 10 Juni 2016: Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UAD. Sujadi, I. 2008. Rekonstruksi Tingkat-tingkat Berpikir Probabilistik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika: UNS. Jones,G.A,dkk. 1997.A Framework For Assesing and Nurturing Young Children’s Thinkingin Probability.Educational Studiesin Mathematics,32,101-125 ____________. 1999. Student’s Probabilistik Thinkingin Instruction. Journal for Researchin Mathematics Education,30,487-519 ____________. 1999b. Understanding Students’ Probabilistik Reasoning. Reston,Virginia: The NTCM. Hirschand O’Donnell. 2001. Representativenessin Statistical Reasoning: Identifying and Assesing Misconceptions. Journal of Statistics Education,Volume9, number2. Arif, S. 2014. Proses Berpikir Siswa SMP pada level Berpikir Probabilistik dalam Mengkonstruksi Konsep Peluang Berdasarkna Teori APOS. Tesis Tidak Diterbitkan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri malang. Amir & Williams. 1995.Cultural Influenceson Children’s Probabilistik Thinking. Tersedia http://www.gen.umn.edu.artisti/.