SEJARAH KOTA MAKASSAR Kota Makassar merupakan salah satu kota metropolitan yang berada di provinsi Sulawesi Selatan. Nama Makassar yang disematkan pada kota ini bukan hanya sekedar nama, sejarah yang panjang di masa lampau membuat nama "Makassar" ini sakral untuk digunakan kepada kota dengan julukan kota Anging Mammiri ini. Maka dari itu sekarang saya mengajak anda untuk menjelajah sejarah asal usul nama Makassar pada kota Makassar. Tiga hari berturut-turut Baginda Raja Tallo ke-VI Mangkubumi Kerajaan Gowa, I Mallingkaang Daeng Mannyonri KaraEng Katangka yang merangkap Tuma'bicara Butta ri Gowa (lahir tahun 1573), bermimpi melihat cahaya bersinar yang muncul dari Tallo. Cahaya kemilau nan indah itu memancar keseluruh Butta Gowa lalu ke negeri sahabat lainnya. Bersamaan di malam ketiga itu, yakni malam Jum'at tanggal 9 Jumadil Awal 1014 H atau tanggal 22 September 1605 M. (Darwa rasyid MS., Peristiwa Tahun-tahun Bersejarah Sulawesi Selatan dari Abad ke XIV s/d XIX, hal.36), di bibir pantai Tallo merapat sebuah perahu kecil. Layarnya terbuat dari sorban, berkibar kencang. Nampak sesosok lelaki menambatkan perahunya lalu melakukan gerakan-gerakan aneh. Lelaki itu ternyata melakukan sholat. Cahaya yang terpancar dari tubuh Ielaki itu menjadikan pemandangan yang menggemparkan penduduk Tallo, yang sontak ramai membicarakannya hingga sampai ke telinga Baginda KaraEng Katangka. Di pagi buta itu, Baginda bergegas ke pantai. Tapi tiba-tiba lelaki itu sudah muncul ‘menghadang’ di gerbang istana. Berjubah putih dengan sorban berwarna hijau. Wajahnya teduh. Seluruh tubuhnya memancarkan cahaya. Lelaki itu menjabat tangan Baginda Raja yang tengah kaku lantaran takjub. Digenggamnya tangan itu lalu menulis kalimat di telapak tangan Baginda "Perlihatkan tulisan ini pada lelaki yang sebentar lagi datang merapat di pantai,” perintah lelaki itu lalu menghilang begitu saja. Baginda terperanjat. la meraba-raba matanya untuk memastikan ia tidak sedang bermimpi. Dilihatnya telapak tangannya tulisan itu ternyata jelas adanya. Baginda KaraEng Katangka lalu bergegas ke pantai. Betul saja, seorang lelaki tampak tengah menambat perahu, dan menyambut kedatangan beliau. Singkat cerita, Baginda menceritakan pengalamannya tadi dan menunjukkan tulisan di telapak tangannya pada lelaki itu. “Berbahagialah Baginda. Tulisan ini adalah dua kalimat syahadat,” kata lelaki itu. Adapun lelaki yang menuliskannya adalah Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassallam sendiri. Baginda Nabi telah menampakkan diri di Negeri Baginda. Peristiwa ini dipercaya sebagai jejak sejarah asal-usul nama "Makassar", yakni diambil dari nama "Akkasaraki Nabbiya", artinya Nabi menampakkan diri. Adapun lelaki yang mendarat di pantai Tallo itu adalah Abdul Ma'mur Khatib Tunggal yang dikenal sebagai Dato' ri Bandang, berasal dari Kota Tengah (Minangkabau, Sumatera Barat). Baginda Raja Tallo I Mallingkaang Daeng Manyonri KaraEng Katangka setelah memeluk Agama Islam kemudian bergelar Sultan Abdullah Awaluddin Awawul Islam Karaeng Tallo Tumenanga ri Agamana. Beliau adalah Raja pertama yang memeluk agama Islam di dataran Sulawesi Selatan. Lebih jauh, penyusuran asal nama "Makassar" dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu: 1. Makna. Untuk menjadi manusia sempurna perlu "Ampakasaraki", yaitu menjelmakan (menjasmanikan) apa yang terkandung dalam bathin itu diwujudkan dengan perbuatan. "Mangkasarak" mewujudkan dirinya sebagai manusia sempurna dengan ajaran TAO atau TAU (ilmu keyakinan bathin). Bukan seperti yang dipahami sebagian orang bahwa "Mangkasarak" orang kasar yang mudah tersinggung. Sebenarnya orang yang mudah tersinggung itu adalah orang yang halus perasaannya. 2. Sejarah. Sumber-sumber Portugis pada permulaan abad ke-16 telah mencatat nama "Makassar". Abad ke-16 "Makassar” sudah menjadi ibu kota Kerajaan Gowa. Dan pada Abad itu pula, Makassar sebagai ibu kota sudah dikenal oleh bangsa asing. Bahkan dalam syair ke14 Nagarakertagama karangan Prapanca (1365) nama Makassar telah tercantum. 3. Bahasa. Dari segi Etimologi (Daeng Ngewa, 1972:1-2), Makassar berasal dati kata "Mangkasarak" yang terdiri atas dua morfem ikat "mang" dan morfem bebas "kasarak". Morfem ikat "mang" mengandung arti: a). Memiliki sifat seperti yang terkandung dalam kata dasarnya. b). Menjadi atau menjelmakan diri seperti yang dinyatakan oleh kata dasarnya. Morfem bebas "kasarak" mengandung (arti: a). Terang, nyata, jelas, tegas. b). Nampak dari penjelasan. c). Besar (lawan kecil atau halus). Jadi, kata "Mangkasarak" Mengandung arti memiliki sifat besar (mulia) dan berterus terang (Jujur). Sebagai nama, orang yang memiliki sifat atau karakter "Mangkasarak" berarti orang tersebut besar (mulia), berterus terang (Jujur). Sebagaimana di bibir begitu pula di hati. John A.F. Schut dalam buku "De Volken van Nederlandsch lndie" jilid I yang beracara : De Makassaren en Boegineezen, menyatakan: "Angkuh bagaikan gunung-gunungnya, megah bagaikan alamnya, yang sungaisungainya di daerah-daerah nan tinggi mengalir cepat, garang tak tertundukkan, terutama pada musim hujan; air-air terjun tertumpah mendidih, membusa, bergelora, kerap menyala hingga amarah yang tak memandang apa-apa dan siapa-siapa. Tetapi sebagaimana juga sungai, gunung nan garang berakhir tenang semakin ia mendekati pantai. Demikian pulalah orang Bugis dan Makassar, dalam ketenangan dapat menerima apa yang baik dan indah". Dalam ungkapan "Akkana Mangkasarak", maksudnya berkata terus terang, meski pahit, dengan penuh keberanian dan rasa tanggung jawab. Dengan kata "Mangkasarak" ini dapatlah dikenal bahwa kalau dia diperlakukan baik, ia lebih baik. Kalau diperlakukan dengan halus, dia lebih halus, dan kalau dia dihormati, maka dia akan lebih hormat. Awal kota dan bandar Makassar berada di muara Sungai Tallo dengan pelabuhan niaga kecil di wilayah itu pada penghujung abad XV. Sumber-sumber Portugis memberitakan, bahwa bandar Tallo itu awalnya berada di bawah Kerajaan Siang di sekitar Pangkajene. Pada pertengahan abad XVI, Tallo bersatu dengan sebuah kerajaan kecil lainnya yang bernama Gowa, dan mulai melepaskan diri dari kerajaan Siang, bahkan menyerang dan menaklukkan kerajaan-kerajaan sekitarnya. Akibat semakin intensifnya kegiatan pertanian di hulu sungai Tallo, mengakibatkan pendangkalan sungai Tallo, sehingga bandarnya dipindahkan ke muara sungai Jeneberang, disinilah terjadi pembangunan kekuasaan kawasan istana oleh para ningrat Gowa-Tallo yang kemudian membangun pertahanan benteng Somba Opu, yang seratus tahun kemudian menjadi wilayah inti Kota Makassar. Pada masa pemerintahan Raja Gowa XVI, didirikan Benteng Rotterdam, pada masa itu terjadi peningkatan aktivitas pada sektor perdagangan lokal, regional dan internasional, sektor politik serta sektor pembangunan fisik oleh kerajaan. Masa itu merupakan puncak kejayaan Kerajaan Gowa, namun selanjutnya dengan adanya perjanjian Bungaya menghantarkan Kerajaan Gowa pada awal keruntuhan. Komoditi ekspor utama Makassar adalah beras, yang dapat ditukar dengan rempah-rempah dari Maluku maupun barang-barang manufaktur asal Timur Tengah, India dan Cina di Nusantara Barat. Dari laporan saudagar Portugal maupun catatan-catatan lontara setempat, diketahui bahwa peranan penting saudagar Melayu dalam perdagangan yang berdasarkan pertukaran hasil pertanian dengan barang-barang impor. Dengan menaklukkan kerajaankerajaan kecil di sekitarnya, yang pada umumnya berbasis agraris, maka Makassar menguasai kawasan pertanian yang relatif luas dan berusaha pula untuk membujuk para saudagar di kerajaan sekitarnya agar pindah ke Makassar, sehingga kegiatan perdagangan semakin terkonsentrasi di bandar niaga baru Makassar. Hanya dalam seabad saja, Makassar menjadi salah satu kota niaga terkemuka dunia yang dihuni lebih 100.000 orang (kota terbesar ke 20 dunia). Pada zaman itu jumlah penduduk Amsterdam, yang termasuk kota kosmopolitan dan multikultural baru mencapai sekitar 60.000 orang. Perkembangan bandar Makassar yang demikian pesat itu, berkat hubungannya dengan perubahan-perubahan pada tatanan perdagangan internasional masa itu. Pusat utama jaringan perdagangan di Malaka, ditaklukkan oleh Portugal pada tahun 1511, demikian juga di Jawa Utara semakin berkurang mengikuti kekalahan armada lautnya di tangan Portugal dan pengkotakkotakan dengan kerajaan Mataram. Bahkan ketika Malaka diambil alih oleh Kompeni Dagang Belanda (VOC) pada tahun 1641, banyak pedagang Portugis ikut pindah ke Makassar. Sampai pada pertengahan abad ke-17, Makassar berupaya merentangkan kekuasaannya ke sebagian besar Indonesia Timur dengan menaklukkan Pulau Selayar dan sekitarnya, kerajaankerajaan Wolio di Buton, Bima di Sumbawa, Banggai dan Gorontalo di Sulawesi bagian Timur dan Utara serta mengadakan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Seram dan pulaupulau lain di Maluku. Secara Internasional, sebagai salah satu bagian penting dalam dunia Islam, Sultan Makassar menjalin hubungan perdagangan dan diplomatik yang erat dengan kerajaan-kerajaan Banten dan Aceh di Indonesia Barat, Golconda di India dan Kekaisaran Otoman di Timur Tengah. Hubungan Makassar dengan dunia Islam diawali dengan kehadiran Abdul Ma’mur Khatib Tunggal atau Dato’ Ri Bandang yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat yang tiba di Tallo (sekarang Makassar) pada bulan September 1605. Beliau mengislamkan Raja Gowa ke- XIV I-MANGNGARANGI DAENG MANRABIA dengan gelar SULTAN ALAUDDIN (memerintah Tahun 1593-1639), dan dengan Mangkubumi I-MALLINGKAANG DAENG MANYONRI KARAENG KATANGKA yang juga sebagai Raja Tallo. Kedua raja ini, yang mulai memeluk Agama Islam di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 9 Nopember 1607, tepatnya hari Jum’at, diadakan shalat Jum’at pertama di Mesjid Tallo dan dinyatakan secara resmi bahwa penduduk Kerajaan Gowa-Tallo telah memeluk Agama Islam, pada waktu bersamaan pula, diadakan shalat Jum’at di Mesjid Mangallekana di Somba Opu. Tanggal inilah yang selanjutnya diperingati sebagai Hari Jadi Kota Makassar sejak Tahun 2000, yang sebelumnya hari jadi kota Makassar diperingati pada tanggal 1 April setiap tahunnya. Para ningrat Makassar dan rakyatnya dengan giat ikut dalam jaringan perdagangan internasional, dan interaksi dengan komunitas kota yang kosmopolitan itu menyebabkan sebuah “creative renaissance” yang menjadikan Bandar Makassar sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan terdepan pada zamannya. Koleksi buku dan peta, zaman itu masih langka di Eropa namun di Makassar sudah banyak terkumpul. Makassar merupakan salah satu perpustakaan ilmiah terbesar di dunia, dan para sultan tak segan-segan memesan barang-barang paling mutakhir dari seluruh pelosok bumi, termasuk bola dunia dan teropong terbesar pada waktunya, yang dipesan secara khusus dari Eropa. Ambisi para pemimpin Kerajaan Gowa-Tallo untuk semakin memperluas wilayah kekuasaan serta persaingan Bandar Makassar dengan Kompeni Dagang Belanda (VOC) berakhir dengan perang paling dahsyat dan sengit yang pernah dijalankan Kompeni. Pasukan Bugis, Belanda dan sekutunya dari Ternate, Buton dan Maluku memerlukan tiga tahun operasi militer di seluruh kawasan Indonesia Timur. Baru pada Tahun 1669, akhirnya dapat merata-tanahkan kota Makassar dan benteng terbesarnya, Somba Opu. Bagi Sulawesi Selatan, kejatuhan Makassar di tangan federasi itu merupakan sebuah titik balik yang berarti bahwa Bandar Niaga Makassar menjadi wilayah kekuasaan VOC, dan beberapa pasal perjanjian perdamaian membatasi dengan ketat kegiatan pelayaran antar-pulau Gowa-Tallo dan sekutunya. Pelabuhan Makassar ditutup bagi pedagang asing, sehingga komunitas saudagar hijrah ke pelabuhan-pelabuhan lain. Pada beberapa dekade pertama setelah pemusnahan kota dan bandar Makassar, penduduk yang tersisa membangun sebuah pemukiman baru di sebelah utara bekas Benteng Ujung Pandang, benteng pertahanan pinggir utara kota lama itu pada Tahun 1673 ditata ulang oleh VOC sebagai pusat pertahanan dan pemerintahan diberi nama baru Fort Rotterdam, dan ‘kota baru’ yang mulai tumbuh di sekelilingnya itu dinamakan ‘Vlaardingen’. Pemukiman itu jauh lebih kecil daripada Kota Raya Makassar yang telah dihancurkan. Pada dekade pertama seusai perang, seluruh kawasan itu dihuni tidak lebih 2.000 jiwa, pada pertengahan abad ke-18 jumlah itu meningkat menjadi sekitar 5.000 orang, setengah di antaranya berupa budak. Selama dikuasai VOC, Makassar menjadi sebuah kota yang terlupakan, maupun para penjajah kolonial pada abad ke-19 itu tak mampu menaklukkan jazirah Sulawesi Selatan yang sampai awal abad ke-20 masih terdiri dari lusinan kerajaan kecil yang independen dari pemerintahan asing, bahkan sering harus mempertahankan diri terhadap serangan militer yang dilakukan kerajaan-kerajaan itu. Maka, ‘Kota Kompeni’ itu hanya berfungsi sebagai pos pengamanan di jalur utara perdagangan rempahrempah tanpa hinterland bentuknya pun bukan ‘bentuk kota’, tetapi suatu aglomerasi kampung-kampung di pesisir pantai sekeliling Fort Rotterdam. Pada awalnya, kegiatan perdagangan utama beras di Bandar Dunia ini adalah pemasaran budak serta suplai beras kepada kapal¬kapal VOC dan menukarkannya dengan rempahrempah di Maluku. Pada tahun 30-an di abad ke-18, pelabuhan Makassar dibuka bagi kapalkapal dagang Cina. Komoditi yang dicari para saudagar Tionghoa di Sulawesi, pada umumnya berupa hasil laut dan hutan seperti teripang, sisik penyu, kulit kerang, sarang burung dan kayu cendana, sehingga tidak dianggap sebagai langganan dan persaingan bagi monopoli jual-beli rempah-rempah dan kain yang didirikan VOC. Sebaliknya, barang dagangan Cina, terutama porselen dan kain sutera, dijual para saudagarnya dengan harga yang lebih murah di Makassar daripada yang bisa didapat oleh pedagang asing di negeri Cina sendiri. Adanya pasaran baru itu, mendorong kembali aktivitas maritim penduduk kota dan kawasan Makassar. Terutama penduduk pulau-pulau di kawasan Spermonde mulai menspesialisasikan diri sebagai pencari teripang, komoditi utama yang dicari para pedagang Cina, dengan menjelajahi seluruh Kawasan Timur Nusantara. Sejak pertengahan abad ke-18 para nelayan-pelaut Sulawesi secara rutin berlayar hingga pantai utara Australia, selama tiga sampai empat bulan lamanya membuka puluhan lokasi pengolahan teripang. Sampai sekarang, hasil laut masih merupakan salah satu mata pencaharian utama bagi penduduk pulau-pulau dalam wilayah Kota Makassar. Setetah Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggantikan kompeni perdagangan VOC yang bangkrut pada akhir abad ke-18, Makassar dihidupkan kembali dengan menjadikannya sebagai pelabuhan bebas pada tahun 1846. Tahun-tahun berikutnya terjadi kenaikan volume perdagangan yang pesat, dan kota Makassar berkembang dari sebuah pelabuhan backwater kembali menjadi bandar internasional. Dengan semakin berputarnya roda perekonornian Makassar, jumlah penduduknya meningkat dari sekitar 15.000 penduduk pada pertengahan abad ke-19 menjadi kurang lebih 30.000 jiwa pada awal abad berikutnya. Makassar abad ke-19 itu dijuluki “kota kecil terindah di seluruh Hindia-Belanda” (Joseph Conrad, seorang penulis Inggris-Polandia terkenal),dan menjadi salah satu port of call utama bagi para pelaut pedagang Eropa, India dan Arab dalam pemburuan hasil-hasil hutan yang amat laku di pasaran dunia maupun perahu-perahu pribumi yang beroperasi di antara Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Pada awal abad ke-20, Belanda akhirnya menaklukkan daerah-daerah independen di Sulawesi, Makassar dijadikan sebagai pusat pemerintahan kolonial Indonesia Timur. Tiga setengah dasawarsa Neerlandica, kedamaian di bawah pemerintahan kolonial itu adalah masa tanpa perang paling lama yang pernah dialami Sulawesi Selatan, dan sebagai akibat ekonominya berkembang dengan pesat. Penduduk Makassar dalam kurun waktu itu meningkat sebanyak tiga kali lipat, dan wilayah kota diperluas ke semua penjuru. Dideklarasikan sebagai Kota Madya pada tahun 1906, Makassar tahun 1920-an adalah kota besar kedua di luar Jawa yang membanggakan dirinya dengan sembilan perwakilan asing, sederetan panjang toko di tengah kota yang menjual barang-barang mutakhir dari seluruh dunia dan kehidupan sosial-budaya yang dinamis dan kosmopolitan. Perang Dunia Kedua dan pendirian Republik Indonesia sekali lagi mengubah wajah Makassar. Hengkangnya sebagian besar warga asing pada Tahun 1949 dan Nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing pada akhir Tahun 1950-an menjadikannya kembali sebuah kota provinsi. Bahkan, sifat asli Makassar pun semakin menghilang dengan kedatangan warga baru dari daerah-daerah pedalaman yang berusaha menyelamatkan diri dari kekacauan akibat berbagai pergolakan pasca revolusi. Antara Tahun 1930-an sampai Tahun 1961 jumlah penduduk m eningkat dari kurang lebih 90.000 jiwa menjadi hampir 400.000 orang, lebih daripada setengahnya pendatang baru dari wilayah luar kota. Hal ini dicerminkan dalam penggantian nama kota menjadi Ujung Pandang berdasarkan julukan ”Jumpandang” yang selama berabad-abad lamanya menandai Kota Makassar bagi orang pedalaman pada Tahun 1971. Baru pada Tahun 1999 kota ini berubaha namanya kembali menjadi Makassar, tepatnya 13 Oktober berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 Nama Ujung Pandang dikembalikan menjadi Kota Makassar. Dan sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti dengan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004, luas wilayah Kota Makassar bertambah kurang lebih 4 mil kearah laut setara dengan 10.000 Ha, sehingga seluruh daratan dan lautan seluas ± 27.577Ha. MENGENAL LEBIH JAUH WATAK ORANG BUGIS MAKASSAR Suku Bugis Makassar dikenal Pemarah, suka mengamuk, membunuh dan mau mati untuk sesuatu perkara, meski hanya masalah sepele saja. Apa sebab sehingga demikian? Ada apa dengan jiwa karakter suku bangsa ini? Tidak diketahui apa sebab orang Bugis Makassar terpaksa membunuh atau melakukan pertumpahan darah, biarpun hanya perkara kecil. Jika ditanyakan kepada mereka apa sebabnya terjadi hal demikian, jarang bahkan tak satupun yang dapat menjawab dengan pasti –sehingga dapat dimengerti dengan jelas- apa penyebab ia menumpahkan darah orang lain atau ia mau mati untuk seseorang. Ahli sejarah dan budaya menyarankan untuk mengenal jiwa kedua suku bangsa ini lebih dekat lagi dengan cara mempelajari dalil-dalil, pepatah-pepatah, sejarah, adat istiadat dan kesimpulankesimpulan kata mereka yang dilukiskan dengan indah dalam syair-syair atau pantunpantunnya. Laksana garis cahaya di gelap malam, apabila kita selidiki lebih mendalam, tampaklah bahwa kebanyakan terjadinya pembunuhan itu ialah lantaran soal malu dan dipermalukan. Soal malu dan dipermalukan banyak diwarnai oleh kejadian-kejadian yang dilatari adat yang sangat kuat. Sebut saja satu, silariang (kawin lari) misalnya, atau dalam bahasa Belanda : Schaking. Apabila seorang pemuda ditolak pinangannya, maka ia merasa malu. Lalu ia berdaya upaya agar sang gadis pujaan hati Erangkale (si gadis datang membawa dirinya kepada pemuda), atau si pemuda itu berusaha agar gadis yang dipinangnya dapat dilarikannya (silariang). Apabila hal ini terjadi, maka dengan sendirinya pihak orang tua (keluarga) gadis itu juga merasa mendapat "Malu Besar" (Mate Siri’). Mengetahui anak gadisnya silariang, segera digencarkan pencarian untuk satu tujuan: membunuh pemuda dan gadis itu! Cara ini sama sekali tidak dianggap sebagai tindakan yang kejam, bahkan sebaliknya, ini tindakan terhormat atas perbuatan mereka yang memalukan. Oleh orang Bugis Makassar menganggap telah menunaikan dan menyempurnakan salah satu tuntutan tata hidup dari masyarakatnya yang disebut adat. Selain itu, kedua suku Bugis Makassar tersohor sebagai kaum pelaut yang berani sejak dahulukala hingga sekarang. Sebagai pelaut yang kerap ‘bergaul’ dan akrab dengan angin dan gelombang lautan, maka sifat-sifat dinamis dari gelombang yang selalu bergerak tidak mau tenang itu, mempengaruhi jiwa dan karakter orang Bugis Makassar. Ini lalu tercermin dalam pepatah, syair atau pantun yang berhubungan dengan keadaan laut, yang kemudian memantulkan bayangan betapa watak atau sifat kedua suku bangsa itu. Contoh salah satu pantun: Takunjunga’ bangung turu’ Nakugunciri’ gulingku Kualleangna talaanga natolia Artinya: "saya tidak begitu saja mengikuti arah angin, dan tidak begitu saja memutar kemudi saya. Saya lebih suka tenggelam dari pada kembali." Maksudnya, kalau langkah sudah terayun, berpantang surut –lebih suka tenggelam- daripada kembali dengan tangan hampa. Jadi kedua suku bangsa ini memiliki hati yang begitu keras. Tapi, benarkah begitu? Justru sebaliknya, orang Bugis Makassar memiliki hati yang halus dan lembut. Dari penjelasan di atas nampaklah bahwa kedua suku bangsa ini lebih banyak mempergunakan perasaannya daripada pikirannya. Ia lebih cepat merasa. Begitu halus perasaannya sampai-sampai hanya persoalan kecil saja dalam cara mengeluarkan kata-kata di saat bercakap-cakap, bisa menyebabkan kesan yang lain pada perasaannya, yang dapat menyebabkan kesalahpahaman. Tapi, kalau kita telah mengenal jiwa dan wataknya atau adat istiadatnya, maka kita tengah berhadapan dengan suku bangsa yang peramah, sopan santun, bahkan kalau perlu ia rela mengeluarkan segala isi hatinya –bahkan jiwanya sekalipun- kepada kita. Jika ada orang Makassar telah mengucapkan perkataan "Baji’na tau" atau "Baji’tojengi tau I Baso" (maksudnya: Alangkah baiknya orang itu atau alangkah baik hati si Baso), maka itu cukup menjadi suatu tanda, bahwa apabila ada kesukaran yang akan menimpa si Baso, maka ia rela turut merasakannya. Ia rela berkorban untuk kepentingan si Baso. Apabila ada seseorang yang hendak mencelakai atau menghadang si Baso di tengah jalan, jika didengarnya kabar itu, maka ia rela maju lebih awal menghadapi lawan itu, meski tidak dimintai bantuannya. Ia mau mati untuk seseorang, dikarenakan orang itu telah dipandangnya sebagai orang baik. Olehnya, orang Bugis Makassar dikenal sebagai orang yang setia, solider dan kuat pendirian. Meski tak jarang yang memplesetkan kata Makassar sebagai "Manusia Kasar". Selain itu, kita juga bisa ketahui sifat Adat dari sebuah suku dengan melihat pepatah lama dari tanah bugis makassar. Le'ba kusoronna biseangku, kucampa'na sombalakku, tamassaile punna teai labuang (Makassar) Bila perahu telah kudorong,layar telah terkembang, takkan ku berpaling kalau bukan labuhan yang kutuju. Taro ada taro gau (Bugis) Arti bahasa: Simpan kata simpan perbuatan. Makna: Konsistensi perbuatan dengan apa yang telah dikatakan. Ku alleangi tallanga na toalia (Makassar) Arti bahasa: Lebih baik tenggelam dari pada kembali (latar belakang kata tersebut dari seorang pelaut yang telah berangkat melaut) Makna: Ketetapan hati kepada sebuah tujuan yang mulia dengan taruhan nyawa. Eja pi nikana doang (Makassar) Seseorang baru dapat dikenali atas karya dan perbuatannya Teai mangkasara' punna bokona loko' (Makassar) Bukanlah orang Makassar kalau yang luka di belakang. Adalah simbol keberanian agar tidak lari dari masalah apapun yang dihadapi.(inilah yang sering orang lain liat pada suku bugis makassar) Aja mumae’lo nabe’tta taue’ makkalla ‘ ricappa’na lete’ngnge. (Bugis) Arti bahasa: Janganlah engkau mahu didahului orang menginjakkan kaki dihujung titian Makna:Janganlah engkau mahu didahului orang lain untuk mengambil rezeki DIALEG BAHASA MAKASSAR Bahasa daerah merupakan salah satu aset kebudayaan nasional yang dibina dan dikembangkan agar dapat menjalankan fungsinya ditengah tengah masyarakat pendukungnya. Bahasa makassar adalah salah satu bahasa daerah yang dipakai oleh suku bangsa makassar yang mendiami bagian selatan Jazirah sulawesi selatan. Bahasa ini memiliki wilayah pemakaian terbesar kedua di sulawesi selatan, yaitu setelah bahasa bugis. Menurut Kaseng dalam daeng (2013) wilayah pemakaian bahasa makassar, meliputi: 1 Bahasa Makasar, adalah bahasa yang dituturkan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan, yaitu oleh suku Makasar. Bahasa ini masih berkerabat dengan bahasa Bugis dan bahasa Toraja. Bilangan . . . . . . . . . . . 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 nolo'/kosong/lobbang se're rua tallu appa' lima annang tuju sagantuju/sangantuju salapang sampulo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 sampulos se're sampulong rua sampulong tallu sampulong ngappa sampulong lima sampulong ngannang sampulong tuju sampulos sagantuju/sampulong sangantuju sampulong salapang ruampulo ruampulos se're 100 101 102 sibilangngang sibilangngang asse're sibilangngang anrua 1000 1001 1002 sisabbu sisabbu asse're sisabbu anrua 2001 2012 ruassabbu asse're ruassabbus sampulo anrua Arah . . . . timur barat utara selatan rai' / raya lau' / kalau' warak timborang Sebutan Keluarga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ibu/induk ayah anak kakak adik saudara sulung bungsu kakek nenek buyut cucu cicit cucunya cucu mertua menantu suami istri ipar keluarga kerabat sepupu sepupu satu kali sepupu dua kali sepupu tiga kali paman / bibi paman tante anrong / amma' mangge / tetta ana' daeng andi saribbattang battoa / kaminang toa bungko / kaminang lolo dato' / bapa' toa dato' / amma toa / nene' nene' kolantu cucu cucu kolantu cucu pala' bangkeng matoang mintu bura'ne baine / turiballaka ipar = ipara kalabine bija sampo cikali / sampo sikali pindu' / sampo pinruang pinta' / sampo pintallung purina unda bonda . . ponakan sekampung kamanakang sambori' Warna . . . . . . . . . . . . . . . . . kuning kuning tua hijau hijau muda hijau tua biru biru muda merah merah cerah pink oranye ungu muda ungu coklat putih hitam hitam pekat kunyi / didi didi bayao moncong bulo moncombulo cui / bombong unti moncong bulo tai tedong gawu kondo-kondo eja cella pili lango-lango eja cui-cui rappo to'no' longkolame / lamebutung sikola' kebo` le'leng / bolong kallang Selain itu juga ada kata-kata yang bisa dikombinasi dgn warna-warna di atas: . cerah cora . terang singara' . muda lolo . tua toa . gelap sassang . jappo' kusam Misalnya: . biru tua . merah gelap . ungu muda . putih kusam gau toa eja sassang longkolame lolo kebo' jappo' Kamus Makasar Menurut Abjad . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . abdi abis / habis debu abjad acak ada mengadakan adalah seadanya ada' adalah adzan adik adil adu adu ayam ahli air air mata air jeruk kencing air sembahyang ata labbusu' alimbu'bu hurupu' ta'siara' nia' a'pa'nia' iami iamonjo adat iamintu bang andi' adele' appasiba'ji appabbate jangang tou panrita je'ne' je'ne' mata je'ne' lemo je'ne' mea je'ne' sambayang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ajak ajal ajar mengajar ajaran pengajar pengajaran belajar pelajaran akad akal tidak masuk akal pendek mengakali mencari akal akkala' akan akar akherat akhir akil baligh akur akrab aku alis allah debu almarhum amal aman amarah amat ambruk ambil mengambil mengambilkan mengambil dari pengambilan anak anda aneka angin angkasa angus angsur anjing anjo anne antar antara antero apa ini apa apa boleh buat tidak apa mengapa api korek api gunung berapi appau akkiyo' ajjala' ajara' anggangajara' ajarrang pangngajara' pappiajarrang/pangngajarakkang appilajara' pappilajarrang aka' akkala' tena antama ri akkala' bodo akkala' anngakali a'boya akkala' punna akara' ahera' labbusu'/riboko balere' singai/sipakatau sanna singaina/sipa'agadang nakke/inakke kannying alla ta ala/karaeng alla ta ala alimbu'bu tumatea amala` amang larro sanna' runtung alle angngalle angngalleang angngalle ri pangngalleang ana' kau (kasar) ikatte (halus) a'rupa-rupa anging rammang ammutung ansuru' kongkong itu ini antara' passingaleng kabusu' apa apanne apa pode'/paleng tena angngapa angngapai pepe' colo' gunung moncong pepe' berkata . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . apung asal berasal asap asin asing orang asing atap atap rumaha atas dari atas atasmu di atas ke atas atur mengatur aturan teratur awal ayah ayam ayam betina ayam jantan ayam muda ayo (mari/kemari) ngapung battu battu ri ambu ce'lai maraeng to maraeng tompo' tompo' balla rateang battu rate irate nu iratena nai' atoro' angngatoro' atorrang ta'ataoro' ri olo mangge jangang jangang gana angang pallaki jangang rungka ambae B . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . belakang di belakang belalang belang belanja belantara beli beliau belut benak benang benar bengkak benih berbau beranda berdiri berguling bersin besar babak babak kedua babat membabat baca membaca bacaan bacok membacok badan bagai bagaikan bagaimana boko ri boko katimbang ballang balanja romang malli ri passingalinna londeng pikkirang bannang annaba akkambang sessara' botto' palladang menteng anggulung purassingang lompo baba' baba' pinruang tabbasa' attabbasa' baca ammaca bacang tette' annette' kale kammai kammai tongi antekamma . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . sebagaimana bagi membagi bagus bahagia sudah bahagia hidupnya bahak bahasa bahasa makassar baik orang baik baiknya memperbaiki ada baiknya bajak membajak bakar membakar terbakar rumah terbakar bakul balik bambu bambu runcing ban bandar bandel bangau banget bangkit bangku bangsa bangun bangun tidur bangun rumah banjir bantal banting bantu banyak orang banyak kebanyakan bapak ibu bapak barat selatan utara timur hangat / panas bareng baring baris membaris baru orang baru basah batas batik batuk bau kammaya bage a'bage baji'/ga'ga nyammang/annyammang annyamammi tallasa'na ammakala' basa basa mangkasara' baji' to baji' baji'na appakabajiki nia' baji'na pa'jeko appa'jeko tunu attunu akkanre balla akkanre karanjeng motere'/ammotere' | bulo bulo cidu' bang bandara' bambala' kondo sanna' ammenteng bangko pa'rasangang menteng/mangung ammuriang ammangung balla a'ba pa'lungang manting ammali / ambali jai tau jai jai dudu mangge anrong mangge rinngang wara'/warakkang timboro'/timborang kalau' bambang siagang tinro barisi' a'barrisi' beru tau beru basa batasa' bate' ta'roko botto' . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . bawa membawa membawa diri membawakan bawah di bawah bawang bayang bayao telur rebus bayar bebas bebek becak becek beda bedak bedil beduk begini begitu begitulah belajar ngerang anngerang anggerang kale angngeranggang rawa irawa lasuna tau-tau telur bayao le'ba pallu bayara' lappasa' kiti' beca'/tigaroda cammara' maraeng ba'ra' ba'dili' ganrang kammane kammanjo begitumi pilajara' C . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . cabai cabik menyabik cabul cabut menyabik cacing cahaya cair cakap cakrawala campur canda cangkir cangkul cantik capai caping capung cari mencari cat catat mencatat cedera cekcok celah celana cemburu cengeng cengkeh cepat ceper cerah cerdas lada kakka' anngakka' lale kakka' anngakka' gallang gallang singara' je'ne gammra' langi' campurang kakalakara' cangkiri' bingkung ga'ga dodong saraung bereng-bereng boya | a'boya ce' tulisi' annulisi' loko' a'besere' salassara' saluara' kodi cini' nene cingki inta' bodo singara ' allo cara'de' . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . cerewet cerita cermin cilik cipta ciptaan cium mencium cocok coklat comot congkak cubit cuci mencuci tangan mencuci celana cukai cukur tukang cukur cuma cuma dua curi mencuri pencuri cipok cangkir capung cicak cuci cepat cemas cermai calleda' carita carammeng caddi pare' parekang bau a'bau iya tauwwa/iyo tauwwa/annaba/ sikolat akka' tampo kabbi' bissa abbissa lima saluara' ballo limung cukkuru' pacukkuru' ji dua ji lukka' a'lukka' palukka' cippo' cangkiri bereng2 cacca' sassa inta' lussa' caramele' D . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . daerah dagang berdagang dagangan dahaga dahi dahulu dalam kedalaman damai damba dan dandan dangkal dapta dapur darah darat dari datang datar daun debar dekat delman demam sambori balu' a'balu' balukang a'mara kallong ubung-ubung riolo lalang, lantang sannang ero' siagang a'mode esa' gappa pappalluang cera' butta assala', battu battu lappara' leko' dumba' ammani bendi bangbang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . demikian dengan dengar mendengar dengarkan dengkul dengkur dengung denyut depan deras hujan deras derita desak dewa dialog diam dinding dingin dikit dinihari diri berdiri sendiri mendirikan djarum black djarum black menthol djarum black slimz djarum black slimznation djarum black motodify dokter dosa dua duduk duel duga dunia duri dusta berdusta dahak du2k diam datang , dari durian dompet dua E . . . . . . . . . . . edan efisien egois ejek ekor elak elok elus emak emas emosi kammanjo siagang lanngere', allangere' pilanggeri kulantu' a'moro' dangngung dumba' riolo sarro, bosi sarro pacce iappi' barata sipabbicara sannang rinring dinging sikedde' bari'basa' kale, ammenteng sikale-kale appaenteng kaluru' djarum le'leng kaluru' djarum le'leng siagang dinging kaluru' djarum le'leng siagang ca'di pa'rappungang djarum slimz pa'rappungang nangaiya anggammarri dongkokangna dottoro' dosa, doraka rua mempo / cidong sibajji a'bata-bata lino katinting balle, a'balle-balle karra' mempo sannang battu duriang dompe rua pongoro' tassike'de' tinggi ero' appa'lila inkong lecceng, a'lecceng (mengelak) ga'ga puru'-puru'su, purusu' anrrong, amma' bulaeng larro, pa'larroang (emosional) . . . . . . . . . . . . . . . . . . empat empedu enak encer endap, mengendap endus, mengendus anjing mengendus mencium bau mangga enggan engkau enteng era esa esok ekor ember enam egois appa' pai' (juga digunakan untuk kata 'pahit) assi'pa' encere' a'dakka-dakka anngara', kongkong anngara anngara' taipa malasa', battala' jappa/battala' ero' ikau (kasar), ikatte (halus) lomo-lomo wattu se're ammuko engkong embere annang tantang F . firasat pa'mai G . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . gadai / pegang gagah/ganteng gali galian menggali gantung menggantung garam gatal gawang penjaga gawang gemuk gemuk/grease gencar geli genderang geser gila gelang pergelangan gemar gogos gombal goreng menggoreng gosong/hangus gua gugur/jatuh gula gula pasir gula merah gunting menggunting guntur/petir gunung gusar ta'ggala ga'ga/gammara' kekkese kekkesang a'kkekese pasai' appasai' ce'la katala' pakkiperang kippere' co'mo'/battala' gommo' sarring gele'-gele'/kaleme' ganrang palette' pongoro' ponto pappontoang ngai/angngai gogoso odo'/ngodo' sanggara' annyanggara' mutung/ammutung liang tu'guru/dappe'/nanggala' golla golla kassi' golla eja goncing/gonting anggoncing gunturu'/latte bulu'/bonto gangrakang/bata-bata I . . . iya ini itu iyo anne anjo J . . . . . . . . . . . . . . jual penjual menjual jengkel menjengkelkan jauh jalan jam jarum jagung jenggot jorok jongkok jera balu pamalu' a'balu ballisi' paka balli'2 si' bella jappa jam jarung biralle janggo' rantasa' cengke jarra K . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . kira-kira / mungkin kuda kipas kupas / mengupas kentang kodok kasur keranjang knalpot kuku kelepa kepala kecut kentut kumis kuda kaki kursi kerupuk kusta kotor kantor kambing kambing betina kambing jantan kerbau kasihan kabar kutaeng jarang pakkape' a'bi'bi lame2 tumpang kasoro' karangjeng kandang lappo' kanuku kaluku ulu' kacci tarattu' bulu sumi' jarang bangkeng kadera karoppo' kandala' ra'masa kantoro bembe bembe gana bembe laki tedong kamaseang kareba L . . . . . . . . lampu lama lapar lari laut lihat lomba berlomba lampu sallo cipuru' lari tamparang cini' lumba pa'lumba . . . . . lebah luka lompat lalat lewat bampo bokka' lumpa' katingngalo lalo M . . . . . . . . . makan malam mancing mau meminta menantu mobil mobil mobilan motor ngandre bangngi mekang ero' a'pala' mintung oto' oto oto montor N . nama . nomor areng nomoro' O . orang tau P . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . pagi pagi-pagi pelit petir piring putih panci pantat pusar padi pahit pintu parang pasang pisang pekat permisi pingsan pagar pedis pas pasti / jelas pahat perahu pancing memancing pensil pulang bari'basa' bari'-bari'basa' cakka' kila' panne kebo' uring paja pocci' ase pai' pakke'bu' berang tannang unti pakka tabe pinsang kalli' passe sitaba nassa kattang biseang / lepa-lepa pekang ammekang potolo' motere R . . . . . rindu rokok rusak rusa rumput nakku kaluru' panra' jonga ruku2 . . . rumah rempa2 / bumbu rambut balla' rampa2 bulu' S . . . . . . . sepi / sunyi sedikit sedikit sekali suka-suak gue dong sumur satu sepatu sammi' sika'de' sikadde' dudu ero'-ero'ku bungung se're sapatu . . . . . . . sepeda supir siapa sendok senang sendirian stip/ penghapus sapeda sopir nai si'ru / sondo' sannang kale2 hong T . . . . . . . . . tumpul tangan tetapi tidak ada tidur tersandung tebak putus turun pokkolo' limang mingka tena tinro tatto'ro tappu tappu' naung U . . . . . . . uang ular udang ubi ubi jalar ulat usil doe ulara' dowang lame lame lamba' olo' olo' ja'dala' / bambala' W . wajan . waktu pammaja' wattu