BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat merupakan salah satu komponen penting dan barang yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, obat perlu dikelola dengan baik, efektif dan efisien. Tujuan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan adalah untuk menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dengan jenis dan jumlah yang cukup, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Oleh karena itu, pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota memegang peranan yang sangat penting dalam menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat untuk pelayanan kesehatan dasar. Dengan diserahkannya Gudang Farmasi kepada pemerintah daerah, organisasi tersebut tidak selalu eksis di setiap Kabupaten/Kota. Untuk Kabupaten/Kota yang masih mempertahankan Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) dengan segala implikasinya, minimal pengelolaan obat berjalan sebagaimana semula. Dalam artian ada penanggung jawab, personal terlatih, sistem pengelolaan obat dan juga sarana baik gedung, compute maupun kendaraan roda empat. Berbeda dengan Kabupaten/Kota yang melikuidasi Gudang Farmasi, kemungkinan pengelolaan obat tidak berjalan sebagaimana mestinya relatif besar, karena personal terlatih di pindah tugaskan atau sarana diubah peruntukannya. Demikian pula halnya dengan mekanisme pengelolaan obat yang telah dibina bertahun-tahun dirubah tidak sesuai dengan standar yang berlaku. Selain kemungkinan tersebut, ada alternatif lain yang bahkan menjadi lebih baik seperti : bila semula ada UPTD Farmasi dan Gudang Farmasi dijadikan satu wadah, sarana (gedung dsb), personal dan mekanisme pengelolaan obat, ada pelatihan lanjutan bagi petugas terlatih dan sebagainya. Adanya Otonomi daerah 1 membuka berbagai peluang terjadi perubahan yang sangat mendasar di masingmasing Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengelolaan obat. Pada era sentralisasi, jaminan mutu dilakukan oleh Badan POM sedangkan pada era desentralisasi jaminan mutu menjadi tanggung jawab Balai POM. Penjaminan mutu oleh Balai POM ditingkat kabupaten/kota belum sepenuhnya dilakukan. Monitoring dan supervisi pengelolaan obat dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Dinkes berperan ganda sebagai regulator dan operator pengelolaan obat sehingga monitoringnya belum sepenuhnya dilakukan. Diskusi Pemaparan dari Prof. Iwan memicu munculnya tanggapan dari peserta mengenaiseleksi obat dan peningkatan branded drugs Proses pengelolaan obat terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pengadaan, penyimpanan, tahap distribusi dan tahap penggunaan (Quick et al., 1997). Pengadaan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat. Tujuan pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang diperlukan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perencanaan yang merupakan salah satu fungsi dari pengelolaan obat harus dilaksanakan sebaik mungkin sehingga obat yang telah direncanakan sesuai dengan kebutuhan, tepat sasaran dan tepat guna. Untuk mendukung hal ini, perencanaan obat secara terpadu antara obat untuk pelayanan kesehatan dasar dengan obat program merupakan langkah yang harus dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam perencanaan dan pengadaan obat di sektor publik. 2 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa itu Managemen Gudang Farmasi dan segala aspeknya? 2. Bagaimana Managemen Farmasi di Puskesmas? 3. Bagaimana Managemen Farmasi di Rumah Sakit? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui managemen Farmasi di gudang obat 2. Mengetahui managemen Farmasi di Puskesmas 3. Mengetahui managemen Farmasi di Rumah Sakit 1.4 Manfaat Memberikan pengetahuan mengenai bagaimana managemen gudang farmasi, puskesmas dan rumah sakit .sehingga sedikit banyaknya dapat memahami managemen yang ada di ketiga pelayanan tersebut 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Managemen Gudang Farmasi Dan Aspeknya Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan. Selain untuk penyimpanan, gudang juga berfungsi untuk melindungi bahan (baku dan pengemas) dan obat jadi dari pengaruh luar dan binatang pengerat, serangga, serta melindungi obat dari kerusakan. Agar dapat menjalankan fungsi tersebut, maka harus dilakukan pengelolaan pergudangan secara benar atau yang sering disebut dengan manajemen pergudangan (Priyambodo, 2007). 4 A. Manfaat Pergudangan Manfaat pergudangan adalah untuk: 1. Terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan. 2. Tertatanya perbekalan kesehatan. 3. Peningkatan pelayanan pendistribusian. 4. Tersedianya data dan informasi yang lebih akurat, aktual, dan dapat dipertanggungjawabkan. 5. Kemudahan akses dalam pengendalian dan pengawasan. 6. Tertib administrasi (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2009) B. Syarat-syarat Gudang Agar dapat menjalankan fungsinya dengan benar, maka gudang harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam cara pembuatan obat yang baik (CPOB), diantaranya: 2.3.1 Harus ada prosedur tetap (Protap) yang mengatur tata cara kerja bagian gudang termasuk di dalamnya mencakup tentang tata cara penerimaan barang, penyimpanan, dan distribusi barang atau produk. 2.3.2 Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam keadaan kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur. 5 2.3.3 Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah terbakar atau mudah meledak (misalnya alkohol atau pelarut-pelarut organik). 2.3.4 Tersedia tempat khusus untuk produk atau bahan dalam status ‘karantina’ dan ‘ditolak’. 2.3.5 Tersedia tempat khusus untuk melakukan sampling (sampling room) dengan kualitas ruangan seperti ruang produksi(grey area). 2.3.6 Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO (First In First Out) atau FEFO (First Expired First Out) (Priyambodo, 2007). C. Bangunan Area penyimpanan harus dirancang untuk memastikan kondisi penyimpanan yang baik sebagai berikut: a. Kebersihan dan hygiene. b. Kelembaban (kelembaban relatif tidak lebih dari 60%). c. Suhu harus berada dalam batasan yang diterima (8-250C). d. Bahan dan material yang disimpan tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai. e. Jarak antar bahan mempermudah pembersihan dan inspeksi. f. Pallet harus disimpan dalam kondisi yang bersih dan terawat (United Arab Emirates Ministry of Health Drug Control Department, 2006). D. Denah Bangunan Gudang harus mempunyai tata letak ruang yang baik untuk memudahkan penerimaan, penyimpanan, penyusunan, pemeliharaan, pencarian, pendistribusian dan pengawasan material dan peralatan (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2009). Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang tata letak gudang adalah sebagai berikut: 6 1. Untuk kemudahan bergerak, gudang jangan disekat-sekat, kecuali jika diperlukan. Perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan. 2. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran material dan peralatan, tata letak ruang gudang perlu memiliki lorong yang ditata berdasarkan sistem: a. Arah garis lurus. b. Arah huruf U. c. Arah huruf L. 3. Pengaturan sirkulasi udara. Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam ruangan, termasuk pengaturan kelembaban udara dan pengaturan pencahayaan. 4. Penggunaan rak dan pallet yang tepat dapat meningkatkan sirkulasi udara, perlindungan terhadap banjir, serangan hama, kelembaban dan efisiensi penanganan (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2009). E. Pembagian Area Gudang Gudang di industri farmasi terbagi dalam beberapa area antara lain: 1. Area penyimpanan Area penyimpanan harus memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur. Bahan-bahan yang disimpan dalam gudang antara lain bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran. Produk ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk mencegah pencemaran, campur baur dan pencemaran silang. Area penyimpanan diberikan pencahayaan yang memadai sehingga semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman. Bahan atau produk yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus (seperti suhu dan kelembaban) harus dikendalikan, dipantau dan dicatat, seperti: 7 a. Obat, vaksin dan serum memerlukan tempat khusus seperti lemari pendingin khusus (cold chain) dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik. b. Bahan kimia harus disimpan dalam bangunan khusus yang terpisah dari gudang induk. c. Peralatan besar/alat berat memerlukan tempat khusus yang cukup untuk penyimpanan dan pemeliharaannya. 2. Area penerimaan dan pengiriman Area penerimaan dan pengiriman barang harus dapat memberikan perlindungan terhadap bahan dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan harus didesain dan dilengkapi dengan peralatan untuk pembersihan wadah barang. Suhu penyimpanan pada area ini sesuai dengan suhu kamar (≤30oC). 3. Area karantina Area karantina harus dibuat terpisah dengan penandaan yang jelas berupa label kuning untuk produk karantina dan label hijau untuk produk yang diluluskan dan hanya boleh diakses oleh personil yang berwenang. 4. Area pengambilan sampel Area pengambilan sampel dibuat terpisah dengan lingkungan yang dikendalikan dan dipantau untuk mencegah pencemaran atau pencemaran silang dan tersedia prosedur pembersihan yang memadai untuk ruang pengambilan sampel. 5. Area bahan dan produk yang ditolak Bahan dan produk yang ditolak disimpan dalam area terpisah dan terkunci serta mempunyai penandaan yang jelas berupa label merah dan hanya boleh diakses oleh personil yang berwenang. 6. Area bahan dan produk yang ditarik Produk yang ditarik kembali dari peredaran karena rusak atau kadaluarsa harus disimpan dalam area terpisah dan terkunci serta mempunyai penandaan yang jelas dan hanya boleh diakses oleh personil yang berwenang. 7. Area penyimpanan produk berpotensi tinggi Bahan yang berpotensi tinggi, narkotika, psikotropika, dan bahan yang mudah terbakar atau meledak disimpan di daerah yang terjamin keamanannya. 8. Area bahan pengemas Bahan pengemas cetak merupakan bahan yang kritis karena menyatakan kebenaran produk. Bahan label disimpan di tempat terkunci (BPOM, 2006) 8 F. Spesifikasi Gudang Gudang di industri farmasi mempunyai spesifikasi antara lain: 1. Lantai: a. Terbuat dari beton padat dengan hardener, bersifat menahan debu dan tidak tahan terhadap tumpahan larutan bahan kimia. b. Terbuat dari beton dilapisi ubin keramik berwarna putih dengan kriteria harus tahan terhadap bahan kimia dan goresan, mudah diperbaiki, memerlukan penutupan celah, keras, dan licin bila basah. 2. Pencahayaan: 200 Lux (satuan kekuatan cahaya) (BPOM, 2009). G. Pembagian Gudang Gudang di industri farmasi diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Berdasarkan Suhu Penyimpanan, yaitu: a. Gudang suhu kamar (≤30oC). b. Gudang ber-AC (≤25oC). c. Gudang dingin (2-8oC). d. Gudang beku (<0oC). 2. Berdasarkan Jenis, yaitu: a. Gudang bahan baku: gudang bahan padat dan bahan cair. b. Gudang bahan pengemas. c. Gudang bahan beracun. d. Gudang bahan mudah meledak/mudah terbakar (Gudang api). e. Gudang bahan yang ditolak. f. Gudang karantina obat jadi. g. Gudang obat jadi (BPOM, 2009). H. Kapasitas Gudang Salah satu yang sangat mempengaruhi berfungsi atau tidaknya suatu gudang adalah kapasitas gudang itu sendiri. Dalam menentukan kapasitas gudang, maka keadaan yang harus dipertimbangkan adalah keadaan maksimum. Gudang 9 mencapai keadaan maksimum pada saat bahan pengemas belum dipakai, terjadi keterlambatan pemakaian bahan, sedangkan pesanan datang lebih cepat (Lachman, 2008). Untuk menghitung besarnya kapasitas gudang yang harus dipenuhi, maka diperlukan data tentang: 1. Jumlah pesanan (order quantity) dalam suatu periode tertentu yang dilakukan. 2. Banyaknya bahan pengemas yang dibutuhkan. 3. Variasi lead time. 4. Fluktuasi pemakaian (Lachman, 2008) Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa, Tjiptono (2001 : 151). Dan harga merupakan unsur satu–satunya dari unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan di banding unsur bauran pemasaran yang lainnya (produk, promosi dan distribusi). 2.2 Managemen Farmasi Di Puskesmas Manajemen obat di Puskesmas sangatlah penting karena merupakan salah satu aspek penting.Tujuan manajemen obat adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien, dengan demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki/potensial yang untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien. 10 A. Pengelolaan Obat di Puskesmas Meliputi : contoh LPLPO 11 1.Pemesanan Obat Pemesanan obat atau Permintaan obat untuk mendukung pelayanan farmasi di masing-masing puskesmas diajukan oleh pengelola obat di puskesmas yang disetujui oleh kepala puskesmas kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO. Pemesanan obat berdasarkan rencana kebutuhan obat tahunan yang sudah dilaporkan sebelumnya kepada Dinkes untuk meminimalisir penggunaan obat yang tidak bertanggungjawab. Kegiatan dalam pemesanan obat : i) Permintaan Rutin Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk masing-masing Puskesmas (bisa sebulan, dua bulan atau 3 bulan sekali) ii) Permintaan Khusus Dilakukan diluar jadwal distribusi rutin apabila kebutuhan meningkat, misal adanya wabah endemik atau adanya bencana alam. 2.Pengadaan dan Penerimaan Pengadaan obat di puskesmas di lakukan dengan melakukan permintaan obat menggunakan formulir laporan pemakaian lembar permintaan obat (LPLPO). Setiap penyerahan obat oleh UPOPPK (ada beberapa kabupaten yang masih menggunakan Gudang Farmasi), kepada puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Pelaksanaan fungsi pengendaliaan distribusi obat kepada puskesmas membantu dan sub unit kesehatan lainnya merupakan tanggung jawab Kepala Puskesmas induk. Petugas penerimaan obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang diserahkan, mencakup 12 jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah obat, bentuk obat sesuai dengan isi doumen (LPLPO) dan ditanda tangani oleh petugas penerima/diketahui Kepala Puskesmas. Bila tidak memnuhi syarat petugas penerima dapat mengajukan keberatan. Dengan adanya Permenkes No 19 Tahun 2014 tentang penggunaan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memungkinkan Puskesmas untuk melakukan pengadaan obat sendiri dengan menggunakan dana JKN tersebut, untuk mekanismenya silahkan kunjungi saja website resminya di http://www.jkn.kemkes.go.id 3.Penyimpanan Penyimpan obat di Puskesmas setelah menerima dropping dari Dinkes (unit Gudang Farmasi), obat-obatan yang sering digunakan disimpan di tempat terbuka sehingga pada saat pengemasan obat lebih cepat dan mudah. Secara keseluruhan, penyimpanan obat dilakukan dengan cara obat disusun secara alfabetis atau bisa dengan cara pengelompokkan kelas terapi. Obat dirotasi dengan system FIFO dan FEFO, obat disimpan pada rak, obat yang disimpan pada lantai harus diletakkan diatas palet, tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk, cairan harus dipisahkan dari padatan, serum/vaksin/suppositoria disimpan dilemari pendingin. 4.Pendistribusian Penyaluran atau pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan seperti Sub Unit Pelayanan Kesehatan di lingkungan puskesmas (Kamar Obat, Laboratorium), Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Posyandu, dan Polindes/PKD setelah unit-unit tersebut melakukan permintaan sesuai dengan LPLPO dari unit bersangkutan ke Puskesmas induk. 13 5.Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dilakukan dengan cara menulis pengeluaran obat di kartu stok obat atau secara komputerisasi dan setiap obat yang ada di resep di rekap ke buku bantu harian untuk dijumlah dan dimasukan ke LPLPO. Pelaporan dilakukan secara periodik, setiap awal bulan. Untuk puskesmas yang mendapatkan distribusi setiap bulan LPLPO dikirim setiap awal bulan. 2.3 Managemen Farmasi di Rumah Sakit A. Manajemen Farmasi Rumah Sakit 14 1. Perencanaan Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dandasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan : 1) DOEN, formularium rumah sakit, standart terapi rumah sakit,ketentuan setempat yang berlaku. 2) Data catatan medik. 3) Anggaran yang tersedia. 4) Penetapan prioritas. 5) Siklus penyakit. 6) Sisa persediaan. 7) Data pemakaian priode yang lalu. 8) Rencana pengembangan. Pengadaan Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui : 1) Pembelian : Seacara Secara Tender langsung (oleh dari panitia pembelian pabrik/distributor/pedagang 2) Produksi/pembuatan sediaan farmasi : Produksi steril. Produksi non steril 3) Sumbangan/droping/hibah. 15 barang besar farmasi). farmasi/rekanan. Produksi Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemaan kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi : 1) Sediaan farmasi dengan formula khusus. 2) Sediaan farmasi dengan harga murah. 3) Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil. 4) Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran. 5) Sediaan farmasi untuk penelitian. 6) Sediaan nutrisi parenteral. 7) Rekonstruksi sediaan obat kanker. 2.Penerimaan Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi : 1) Pabrik harus mempunyai sertifikat analisa. 2) Barang harus bersumber dari distributor utama. 3) Harus mempunyai Material Safety Data Sheet(MSDS). 4) Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certifikat of origin. 5) Expire date minimal 2 tahun. 3.Penyimpanan Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan : 1) Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya. 2) Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya. 16 3) Mudah tidaknya meledak/terbakar. 4) Tahan/tidaknya terhadap cahaya. Disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. 4.Pendistribusian Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan : 1) Efisiensi dan efektifitas sumberdaya yang ada. 2) Metode sentralisasi atau desentralisasi. 3) Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi 5.Pencatatan dan pelaporan Pencatatan dan pelaporan data obat merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatausahaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit-unit pelayanan rumah sakit .Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan persediaan, pengeluaran/penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat. 6.Penggunaan Penggunaan obat merupakan salah satu mata rantai yang tidak dipisahkan dengan fungsi pengelolaan obat lainnya, yaitu perencanaan, pengadaan, dan pendistribusian obat. Aspek penggunaan obat dalam konteks dukungan terhadap kerasionalan persepan, meliputi hal-hal sebagai berikut : 1) Pengendalian kecukupan suplai. 2) Jaminan mutu obat. 3) Evaluasi konsumsi obat terhadap pola morbiditas. 4) Penerapan pedoman pengobatan yang telah ditetapkan. 17 7.Penghapusan obat Penghapusan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka pembebasan obatobatan milik atau kekayaan Negara dari tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan penghapusan obat adalah sebagai berikut : 1) Penghapusan pertanggung jawaban petugas terhadap obat-obatan yang diurusnya, yang sudah ditetapkan untuk di hapuskan sesuai ketentuan yang berlaku. 2) Menghindarkan pembiayaan (biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan dan lain-lain) atas barang yang sudah tidak layak untuk dipelihara. 3) Menjaga keselamatan kerja dan menghindarkan diri dari pengotoran lingkungan. 18 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Obat merupakan salah satu komponen penting dan barang yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, obat perlu dikelola dengan baik, efektif dan efisie Tugas Gudang Farmasi di Kabupaten / Kodya Yaitu melaksanakan pengelolaan, penerimaan,penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan dalam rangka pelayanan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pembinaan kesehatan masyarakat di Kabupaten/ Kota madya Ruang Lingkup Pengelolaan Obat di Kabupaten atau Dati II Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek perencanaan pengadaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusiaan dan penggunaan obat Penggunaan obat yang rasional merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik Managemen Rumah sakit : semua kegiatan yang mengelola Info pasien, info staf, toko dan obat-obatan, penagihan dan pembuatan laporan. aplikasi yang kompleks ini berkomunikasi dengan server database back end dan mengelola semua informasi yang berkaitan dengan logistik Rumah Sakit. Begitu juga dengan managemen puskesmas, semua kegiatan yang digunakan untuk meningkatkan pelayanan. Baik rumah sakit ataupun puskesmas aspek managemennya meliputi dari Perencanaan, Permintaan, penerimaan, penyimpanan, distiribusi, pengendalian, pencatatan dan pelaporan 3.2 Saran Diperlukan telaah kembali tentang hasil yang kami peroleh , semoga hasil presentase ini dapat bermanfaat bagi pembaca 19 DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa. Guyon, A.B., Barman, A., Ahmed, J.U., Ahmed, A.U., Alam, M.S., 1994, A Baseline Survey on Use of Drugs at the Primary Health Care Level in Bangladesh, Bulletin of the World Health Organization, 72 (2): 265-271 Harianto, dan Khasanah, N, 2005, Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Resep di Apotek KOPKAR Jakarta Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta, vol xv, no.23, Edisi 2, Departemen Farmasi FMIPA. UI, Puslitbang Farmasi Badan Litbangkes Departemen Kesehatan RI, Majalah Ilmu Kefarmasian. Kristanta, H, 2007, Pengaruh kualitas Pelayanan Obat Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di Bangsal Kebidanan dan Kandungan RSUD Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, Skripsi, fakultas Farmasi, UGM, Jogjakarta. Irawan, H., 2002, Sepuluh Prinsip Kepuasan Pelanggan, 2-3, Gramedia, Jakarta. Juliantini, E., dan Widayati, S., 1996, Pelayanan Informasi Obat RSUD. Dr.Soetomo, Prosiding Kongres Ilmiah XI ISFI, 3-6 Juli 1996, Jawa Tengah. Lewis, KR., Lasack, LN., Lambert, LB.,Connor, ES., Patient Counseling a Focus on Maintenance Therapy. ASHP Continuing Education System, 1997; 1097-2082. Muhlis, M., 2006, Kuliah Pelayanan Informasi Obat, (Online), ( http: // www. ugm.go.id, diakses tanggal 19 September 2007). 20