BAB I PENDAHULUAN Penurunan kesadaran adalah suatu kegawat daruratan dalam neurologi yang ditandai dengan hilangnya kemampuan pasien untuk merespon stimulasi dari dalam tubuh maupun lingkungan luar tubuh. Dalam praktik di UGD dan praktik neurologi sehari-hari sangat penting untuk dapat melakukan penilaian dengan cepat pada penurunan kesadaran dan mendiagnosis penyebab dari penurunan kesadaran tersebut untuk mencegah terjadinya kerusakan otak yang irreversibel. Sekitar 80 tahun yang lalu diadakan survey di dua rumah sakit besar di Boston mengenai penyebab dari koma. Hasil dari survey tersebut menunjukan bahwa dalam praktek klinis sehari-hari, ternyata penyebab dari koma atau penurunan kesadaran tidak begitu bervariasi. Intoksikasi alkohol, penyakit cerebrovaskular (CVD) dan trauma kepala merupakan penyebab 82% terjadinya penurunan kesadaran. 1 Penyebab lainnya yang cukup sering adalah kejang, keracunan obat, komplikasi diabetes melitus dan infeksi berat. Menurut data yang dikumpulkan oleh Plum dan Posner penyebab tersering dari koma adalah penyebab metabolik baik eksogen (overdosis obat) maupun endogen (asidosis, hipoglikemia) dan kelainan seperti stroke infark maupun hemoragik hanya 25%1 dari seluruh penyebab koma. Penyebab yang lebih jarang, hanya sekitar 6% adalah trauma kepala, dan penyebab koma yang terjarang ditemui adalah penyakit seperti tumor otak, abses, dan perdarahan spontan. Mengingat banyaknya penyebab dari penurunan kesadaran, maka isi daripada referat ini pada akhirnya bertujuan agar pembaca dapat membedakan klinis dari dua kelompok besar penurunan kesadaran yaitu metabolik dan struktural. Saat perbedaan keduanya telah jelas maka diagnosis klinis menjadi lebih cepat ditegakkan, terapi yang diberikan lebih cepat dan tepat serta kerusakan otak yang irreversibel dapat dicegah secara cepat dan efektif. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Terdapat beberapa definisi yang menggambarkan arti dari kesadaran. Menurut Posner dkk Kesadaran adalah suatu keadaan yang menggambarkan sejauh mana seseorang siaga atau mengetahui keadaan yang terjadi pada dirinya dan juga lingkungan di sekitarnya2. Menurut para psikolog definisi dari kesadaran itu sendiri adalah kesiagaan yang terus menerus terhadap seluruh rangsangan yang meliputi perasaan, tingkah laku, emosi, kemauan dan impuls. Beberapa aspek yang penting dalam kesiagaan atau awareness adalah fungsi mental yaitu proses kognitif yang berhubungan dengan kejadian saat ini dan pengalaman terdahulu. Para klinisi yang mengedepankan penilaian kesadaran pada hal yang objektif seperti kelakuan dan respon pasien terhadap stimulus daripada apa yang dikatakan oleh pasien menambahkan definisi kesadaran yaitu suatu keadaan yang menggambarkan sejauh mana seseorang siaga terhadap diri dan lingkungannya dan sejauh mana responsivitas seseorang terhadap stimulus eksternal (nyeri, sentuhan) dengan kebutuhan internal (makan, minum). Pada ilmu medis terdapat batasan yang jelas antara tingkat kesadaran dengan isi dari kesadaran tersebut. Tingkat kesadaran digambarkan dengan ekspresi wajah, terbuka atau tidaknya mata, adanya kontak mata dan postur tubuh, contoh tingkat kesadaran adalah kompos mentis, sedangkan isi dari kesadaran contohnya adalah kualitas berpikir dan koherensi antara pemikiran dengan tingkah laku. Akan tetapi istilah-istilah seperti kesadaran, tingkat kesadaran seperti kompos mentis, delirium dan koma masih ambigu saat digunakan karena tidak semua klinisi dan ilmuwan berpendapat sama.1 2 2.2 Fisiologi kesadaran Gambar 1 Ascending Reticular Activating System (ARAS) Keadaan sadar dan siaga ditentukan oleh adanya stimulus. Stimulus yang membangkitkan kesadaran dapat berasal darimanapun seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan dan lainnya. Ada 2 komponen yang dibutuhkan agar keadaan sadar dapat dipertahankan, yang pertama adalah stimulus dan juga ARAS (Ascending Reticular Activating System). ARAS adalah suatu jaras yang menghubungkan antara formatio reticularis di batang otak dengan seluruh bagian dari kedua korteks hemisfer serebri, meskipun arahnya yang ascending jaras ini terpisah dari jaras sensorik lainnya, penamaan “reticular” sendiri yang berarti “jaring” menunjukan bahwa ARAS merupakan jaras yang tidak searah dan seperti halnya jaring, bercabang-cabang menerima impuls dari berbagai reseptor sensorik. Formatio reticularis adalah kumpulan nukleus neuron yang terletak di pertengahan pons dan memanjang sampai ke otak tengah. Pada zaman perang dunia ke 1, terjadi sebuah epidemik dari penyakit ensefalitis lethargica dimana pasien dapat tidur sampai 20 jam per hari, kemudian 3 pada autopsi ditemukan adanya lesi pada batang otak di batang otak dekat dengan otak tengah. Bukti lain bahwa formatio reticularis dibutuhkan dalam mempertahankan kesadaran adalah eksperimen yang dilakukan oleh Moruzzi dan Magoun. Pada eksperimen tersebut dilakukan diseksi pada dua ekor kucing, pada kucing pertama dilakukan diseksi di daerah kaudal medula oblongata, pada kucing kedua dilakukan diseksi di daerah di antara pons dengan otak tengah. Hasilnya adalah penurunan kesadaran terjadi pada kucing kedua. Hal ini menunjukan bahwa terdapat suatu sistem kesadaran pada daerah batang otak tersebut.2 Jaras dari ARAS antara formatio reticularis dengan korteks serebri dihubungkan oleh bagian medial dari thalamus, setelah singgah di thalamus, jaras ini akan menyebar ke seluruh korteks di kedua hemisfer serebri. Fungsi dari ARAS sendiri adalah mempertahankan impuls yang terus menerus agar korteks serebri tetap aktif dan memberikan respon terhadap stimulus tersebut sehingga seorang individu terlihat “sadar”.3 2.3 Patofisiologi penurunan kesadaran4. Penurunan kesadaran terjadi paling banyak karena adanya lesi pada jaras ARAS. Lesi pada ARAS bisa disebabkan oleh iskemia misalnya pada stroke iskemik, hipoksia pada sufokasi, penekanan oleh tumor, gangguan elektrolit, penumpukan metabolit seperti urea dan ammonia. Pada stroke iskemik, akan terjadi gangguan pada fungsi pompa Na+-K pada membran sel saraf karena untuk menjalankan fungsinya pompa ini memerlukan ATP yang banyak didapat dari proses fosforilasi oksidatif. Saat fungsi pompa ini terganggu maka akan terjadi pembengkakan sel akibat dari membran sel saraf yang tidak bisa mempertahankan kadar Na+ ekstrasel dan K+ intrasel yang seharusnya sehingga terjadi influx dari cairan extraseluler3. Gangguan dari muatan dan pembengkakan sel saraf ini akan menyebabkan gangguan dari penghantaran impuls, dimana jika hal ini terjadi pada jaras ARAS 4 impuls dari formatio reticularis ke korteks serebri akan berhenti sehingga menyebabkan penurunan kesadaran. Hal yang sama berlaku pada proses yang terjadi pada penekanan ARAS oleh tumor yang akhirnya akan menyebabkan gangguan perfusi. Hipoglikemia juga dapat mengakibatkan pembengkakan sel karena tidak tersedianya energi bagi pompa Na+-K+. Keadaan hiponatremia dapat menyebabkan influx cairan ekstrasel yang menyebabkan pembengkakan sel sedangkan hipernatremia dapat menyebabkan keluarnya cairan intrasel sehingga terjadi pengerutan sel saraf yang juga akan menggangu hantaran impuls dari ARAS dan berakibat pada penurunan kesadaran. Gambar 2. Patofisiologi penurunan kesadaran5 5 2.4 Klasifikasi penurunan kesadaran Penurunan kesadaran akut2 o Clouding of consciousness (somnolen) Keadaan dimana terjadi sedikit penurunan kesadaran yang ditandai dengan inatensi dan pasien tampak mengantuk. o Confusion Pada keadaan ini pasien tampak terdisorientasi, kebingungan dan kesulitan dalam memahami dan mengikuti instruksi yang diberikan o Delirium gangguan kesadaran akut yang ditandai dengan kegelisahan, ilusi, halusinasi dan inkoherensi antara pikiran dengan perkataan. o Obtundation pasien tampak apatis dengan keadaan sekitar dan cenderung tertidur, masih dapat dibangunkan akan tetapi akan cepat kembali pada keadaan tidur. o Stupor kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau tidak merespon, respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan terus menerus. Dalam keadaan ini dapat ditemukan gangguan kognitif. o Koma Pasien sama sekali tidak merespon terhadap rangsangan apapun yang diberikan. o Locked-in syndrome pasien tidak dapat meneruskan impuls eferen sehingga tampak kelumpuhan pada keempat ektremitas dan saraf cranial perifer. Pasien masih sadar akan tetapi tidak bisa merespon. Biasanya pemeriksa akan meminta pasien untuk menjawab pertanyaan tertutup (ya atau tidak) dengan kedipan mata. Penurunan kesadaran kronis2 o Dementia kelainan mental yang kronis, progresif dan persisten yang disebabkan oleh proses penyakit pada 6 otak atau cedera pada otak yang ditandai dengan gejala kelainan memori, kemampuan pemecahan masalah dan perubahan kepribadian. o Hypersomnia keadaan dimana pasien tampak tidur secara normal namun saat terbangun, kesadaran tampak menurun/tidak sadar penuh. o Abulia keadaan dimana pasien kehilangan keinginan dan motivasi (lack of will) dan merespon secara lambat terhadap rangsangan verbal. o Akinetic mutism Kelainan kesadaran kronis yang ditandai dengan ppasien yang imobil (akinetic) dan diam, tidak mengeluarkan perkataan (mutism). o The minimally conscious state (MCS) keadaan dimana terdapat penurunan kesadaran yang drastis/berat tetapi pasien dapat mengenali diri sendiri dan keadaaan sekitar. Keadaan ini biasanya timbul pada pasien yang mengalami perbaikan dari keadaan koma atau perburukan dari kelainan neurologis yang progresif. o Vegetative state (VS) bukan merupakan tanda perbaikan dari pasien yang mengalami penurunan kesadaran,meskipun tampak mata pasien terbuka, namun pasien tetap dalam keadaan koma. Pada keadaan ini regulasi pada batang otak dipertahankan oleh fungsi kardiopulmoner dan saraf otonom, tidak seperti pada pasien koma dimana hemisfer cerebri dan batang otak mengalami kegagalan fungsi. Keadaan ini dapat mengalami perbaikan namun dapat juga menetap (persistent vegetative state). Dikatakan persisten vegetative state jika keadaan vegetative menetap selama lebih dari 30 hari. 7 o Brain death didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak yang sifatnya ireversibel, termasuk fungsi yang paling penting yaitu untuk mempertahankan sirkulasi dan homeostasis. o Penilaian AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive) Tenaga kesehatan yang bekerja di ruangan gawat darurat biasanya lebih memilih menggunakan penilaian AVPU karena lebih cepat. Penilaian AVPU adalah sebagai berikut: A: Alert atau sadar penuh V: Verbal, hanya sadar saat dirangsang dengan suara P: Pain. Sadar saat dirangsang nyeri U: Unresponsive, tidak sadarkan diri dengan stimulus apapun 2.5 Cara menilai kesadaran secara kuantitatif Glasgow Coma Scale (GCS) GCS adalah suatu cara untuk mengukur kesadaran seseorang secara objektif dan kuantitatif berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V).Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15 (Compos mentis atau sadar penuh) Pemeriksaan derajat kesadaran GCS Eye: E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri E2 membuka mata dengan rangsang nyeri E3 membuka mata dengan rangsang suara E4 membuka mata spontan 8 Motorik: M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran M6 reaksi motorik sesuai perintah Verbal: V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none) V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds) V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words) V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused) V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated) Jika nilai GCS 14-13 menandakan somnolen, 12-9 sopor, dan kurang dari 8 menandakan koma 2.6 Etiologi penurunan kesadaran Etiologi dari penuruan kesadaran dapat dibagi menjadi etiologi metabolik dan struktural. Di mana etiologi struktural dibagi lagi menjadi dua yaitu supratentorial dan infratentorial. Etiologi metabolik (65%) Etiologi struktural (33%) o Supratentorial: ditandai adanya gejala fokal yang terjadi lebih dulu dan menonjol sebelum terjadinya penurunan kesadaran o Infra tentorial: koma terjadi lebih dahulu akibat penekanan batang otak, dapat terjadi gangguan pada pola pernafasan dan refleks batang otak seperti reflek 9 pupil, refleks kornea, doll eye movement (respon okulosefalik) dan respon okulovestibular Psikiatri (2%) : ditandai dengan tertutupnya kelopak mata secara aktif dan pemeriksaan dengan hasil yang normal. Tabel 1 Klasifikasi etiologi penurunan kesadaran1 10 2.7 Pemeriksaan umum pada kasus penurunan kesadaran Teknik pemeriksaan pada seseorang dengan penurunan kesadaran dibagi menjadi tiga tahapan:6 Menentukan level kesadaran dari pasien dan primary survey Menentukan kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dari pasien Menentukan ada atau tidaknya gejala-gejala fokal yang ada pada pasien yang menandakan kerusakan pada jaras, korteks maupun batang otak. Seperti penanganan kasus berat lainnya, sebelum mencari kemungkinan etiologi, seorang dokter atau tenaga medis harus yakin bahwa tidak ada kondisi yang mengancam nyawa pada pasien, oleh karena itu penting dlakukan primary survey yang meliputi Airway, Breathing, Circulation (ABC). Airway: Apakah ada tanda-tanda sumbatan jalan nafas seperti snoring, gargling, stridor yang menandakan sumbatan parsial jalan nafas atau bahkan hilangnya suara nafas yang menandakan obstruksi total dari jalan napas. Breathing: Apakah pasien masih bernafas, jika ya, nilai juga pola dan frekuensi nafas dari pasien apakah ada tachypnoe, apnoe, atau pola pernafasan yang abnormal seperti cheyne stoke respiration. Circulation: Menentukan apakah terjadi hipoperfusi atau syok pada pasien dengan cara meraba nadi a. Radialis atau a. Karotis komunis, dinilai frekuensi nadi (tachykardia, bradikardia) dan pola nya apakah reguler atau tidak Setelah melakukan primary survey, pemeriksaan baru dimulai dengan melakukan inspeksi pada pasien, dinilai posisi pasien saat berbaring, apakah ada posisi yang tidak biasa yang menandakan adanya spastisitas atau paralysis, apakah mata pasien terbuka atau tidak, apakah 11 pasien menyadari kehadiran pemeriksa atau orang-orang lainnya di ruangan? Jika pasien tampak sadar penuh, sadar terhadap kehadiran pemeriksa, tidak terdapat disorientasi tempat dan waktu dan pasien tidak kebingungan saat menjawab pertanyaan umum dan mendasar maka kesadaran dianggap normal. Pemeriksa harus berhati-hati dengan kelainan-kelainan yang tampaknya seperti penurunan kesadaran, padahal merupakan kelainan fokal seperti afasia dan hemiparese dan bukan kelainan global seperti yang terjadi pada penurunan kesadaran. Saat mewawancara pasien pada penurunan kesadaran, untuk menilai kesadaran dapat dipakai berbagai skala penilaian, berikut diberikan contoh cara menilai kesadaran menggunakan Grady Coma Scale yang belum sering dibahas. Saat pemeriksa memanggil nama pasien perhatikan apakah pasien tampak kebingungan, mengantuk atau acuh tak acuh. Pasien yang merespon saat namanya dipanggil, contohnya dengan membuka mata, kemudian tidak tertidur lagi ketika tidak distimulasi, dapat dikatakan pasien tersebut ada dalam keadaan Grade I coma.5 Pada pasien yang ada dalam penurunan kesadaran yang lebih jauh lagi contohnya pada pasien yang tidak merespon saat namanya dipanggil dapat dicoba rangsangan dengan light pain atau nyeri ringan dengan menusukan secara halus jarum kecil pada dinding dada pasien, jika dengan cara ini pasien sadar maka dikatakan, pasien ada dalam tingkat kesadaran Grade II coma. 5 Jika dengan stimulasi suara dan light pain pasien belum juga bisa dibangunkan maka dapat dicoba dengan rangsang nyeri yang dalam atau deep pain. Cara untuk merangsang nyeri secara dalam dapat dilakukan dengan menarik atau memuntir puting susu dari pasien atau dengan cara memberikan penekanan pada sternum. Menurut salah satu sumber, masalah yang ditimbulkan dengan menarik puting lebih ringan dibandingkan dengan nyeri periosteal kronik atau perdarahan subungual yang dapat terjadi dengan penekanan sternum. Pasien yang sadar 12 setelah diberikan stimulus nyeri dalam dikatakan ada dalam keadaan Grade III coma.5 Respon pasien terhadap rangsangan nyeri dalam belum tentu berupa kesadaran spontan. Dapat keluar postur yang abnormal seperti dekortikasi dan deserebrasi. Kedua posisi ini ditandai dengan sendi lutut yang terekstensi dan rotasi internal dan fleksi plantar dari ekstremitas bawah. Ekstremitas atas pada pasien dengan posisi dekortikasi ditandai dengan aduksi pada bahu dan fleksi pada sendi sikut, pergelangan tangan dan MCP, sedangkan ekstremitas atas pada pasien dengan kelainan deserebrasi ditandai dengan adanya aduksi pada sendi bahu, ekstensi dan rotasi internal pada sendi sikut. Jika pasien menunjukan postur seperti ini setelah diberikan rangsang nyeri maka pasien dikatakan ada pada kesadaran Grade IV coma.5 Jika setelah diberikan rangsangan nyeri dalam, pasien tidak merespon dan ada dalam keadaan lemah flaccid maka dapat dikatakan pasien ada dalam keadaan Grade V coma.5 Setelah melakukan pemeriksaan tingkat kesadaran, yang berikutnya harus dilakukan adalah mencari kemungkinan penyebab terjadinya penurunan kesadaran tersebut. Tahap ini dimulai dengan anamnesis, biasanya dengan aloanamnesis jika pasien tidak bisa diajak berinteraksi. Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami cedera kepala sebelumnya, perlu juga ditanya mengenai penyakit metabolik yang dimiliki oleh pasien seperti diabetes melitus, hipertensi, gangguan fungsi paru, ginjal dan hepar. Dapat ditanyakan juga apakah pada saat pasien ditemukan tidak sadar ada obat-obatan atau zat yang berbahaya bila dikonsumsi di sekitar pasien untuk menyingkirkan kemungkinan intoksikasi. Gejalagejala penyerta seperti apakah ada kelemahan pada separuh badan, nyeri kepala, mual muntah dan gangguan penglihatan perlu ditanyakan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan pada serebrovaskuler dan 13 adanya peningkatan TIK. Setelah anamnesis dilakukan, pemeriksaan fisik secara terarah perlu dilakukan. Dimulai dengan pemeriksaan tanda-tanda vital yang dapat mengarahkan diagnosis pada infeksi (jika suhu meningkat), hipertensi, peningkatan TIK (bradikardia dan hipertensi). Inspeksi dilakukan dari kepala, dicar apakah ada bekas luka atau jejas pada kulit kepala, wajah dan leher. Apakah ada ekimosis pada daerah periorbita, retroaurikuler atau perdarahan pada membrana timpani yang mengarahkan diagnosis pada fraktur basis kranii. Pada mata pasien dilakukan inspeksi juga apakah ada konjungtiva anemis, sklera yang ikterik, pupil yang anisokor, miosis atau dilatasi sempurna yang tidak berespon terhadap rangsang cahaya. Dengan funduskopi dapat dicari papiledema sebagai tanda peningkatan TIK dan juga perdarahan intraokular misalnya karena diabetes dan hipertensi yang sudah lama. Pada bibir dan kuku dicari tanda hipoksia seperti pucat atau sianosis yang mengarahkan diagnosis pada anemia dan penyakit paru. Pada leher dicari tanda seperti kaku kuduk akibat meningitis, namun perlu diperhatikan jika sebelumnya terjadi trauma kepala maka pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan. 2.8 Pemeriksaan neurologis pada kasus penurunan kesadaran Selain pemeriksaan fisik umum, pada pasien dengan penurunan kesadaran, perlu dilakukan pemeriksaan neurologis yang lengkap, yaitu meliputi: 1. Pemeriksaan kesadaran (GCS, AVPU, Grady Coma Scale) 2. Pemeriksaan pupil berfungsi untuk mengetahui apakah ada gangguan pada fungsi batang otak sekaligus mengarahkan pada kecurigaan letak lesi pada batang otak.2 14 Gambar 3 Kelainan pada pemeriksaan pupil dan kemungkinan letak lesi2 3. Pemeriksaan respon okulosefalik (doll eye movement) atau respon okulovestibuler. Respon okulovestibuler dapat dites dengan dua cara, yaitu doll eye manuver dan respon kalori. Pada doll eye movement, pergerakan kepala akan menimbulkan rangsangan pada nervus VIII. Untuk menjaga keseimbangan saat pergerakan kepala, maka nervus VIII dan nervus yang mengatur otot eksternal bola mata berusaha agar bayangan yang dibentuk di retina stabil dan berada pada sentral retina, sehingga timbulah eksitasi dan inhibisi dari otot bola mata eksternal yang menyebabkan pergerakan bola mata ke satu arah (konjugat). Pada tes kalori, hasil normal didapat bila pergerakan bola mata secara konjugat ke sisi dimana air dimasukan ke dalam liang telinga. 15 Gambar 4 Tes refleks okulosefalik2 4. Pemeriksaan refleks kornea: reflek dalam menutup kelopak mata dan elevasi kedua bola mata (Bell’s Phenomenon) menandakan jaras reflek dari nervus trigeminal menuju tegmentum batang otak lalu kembali ke nervus oculomotor dan facial masih dalam keadaaan intak/baik 5. Pemeriksaan nervus kranialis mulai dari Nervus I sampai dengan Nervus XII. 6. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal, pada kasus cedera kepala dan servikal, kaku kuduk jangan dilakukan bila belum ada foto rontgen cervical. Dapat dilakukan tanda rangsang meningeal lain 7. Pemeriksaan pola pernafasan, pada kasus pasien koma pola pernafasan menjadi penting untuk diamati karena dari pola pernafasan yang abnormal dapat diketahui letak dari lesi di cerebral atau batang otak. Beberapa contoh kelainan pada pola pernafasan adalah: 16 Pola Cheyne-Stokes Pola ini digambarkan dengan pernafasan yang hyperventilation dan diselingi dengan periode apneu. Pola pernafasan ini bisa terjadi pada kasus koma dengan letak lesi pada supratentorial serebeli yang melibatkan kedua hemisfer serebri atau penurunan kesadaran karena penyebab metabolik. Pola Central Neurogenic Hyperventilation Pola ini digambarkan dengan pernafasan yang cepat, konstan dan reguler. Pola pernafasan ini menunjukan adanya lesi di daerah otak tengah bawah – pons bagian atas Apneustic breathing Mempunyai karakteristik fase inspirasi dan ekspirasi yang panjang kemudian diikuti dengan fase apneu. Pola pernafasan ini menunjukan adanya lesi pada pons bagian tengah sampai pons bagian bawah. Cluster breathing Mempunyai karakteristik adanya sebuah kelompk atau cluster pernafasan dan disela dengan jeda yang ireguler di antaranya. Menunjukan adanya lesi di bagian medulla oblongata atau pons bawah Ataxic breathing Pola pernafasan yang tidak beraturan, dapat berupa pernafasan dangkal, dalam diselingi jeda yang acak dan ireguler. Frekuensi pernafasan lambat. Menunjukan lesi pada medulla oblongata 17 Gambar 5 Pola pernafasan dan letak lesi (Disadur dari: Nursing Management: Acute intracranial problem) 8. Pemeriksaan motorik pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran dilakukan secara kualitatif dan hasilnya berupa kesan apakah terdapat parese atau tidak 9. Pemeriksaan reflek fisiologik 10. Pemeriksaan refleks patologis 2.9 Pemeriksaan penunjang, diarahkan untuk mencari penyebab dari penurunan kesadaran, meliputi: I. Laboratorium - Darah perifer lengkap (Hb, Leukosit, HT, LED, Trombosit, Diff cout) - Gula darah sewaktu 18 II. - SGOT/SGPT - Ureum - Kreatinin - Urinalisa untuk mencari metabolit sisa intoksikasi Pemeriksaan-pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan kepala, EEG, EKG, foto toraks dan foto kepala. 2.10 Membedakan sebab metabolik dengan struktural Beberapa pemeriksaan diketahui sangat baik dalam membedakan antara penyebab koma metabolik atau struktural. Pemeriksaan seperti pemeriksaan neurologi yang baik, CT scan, CSF. Anamnesis bertujuan untuk mencari tanda –tanda patologi intra kranial contohnya hemiparese, kejang, nyeri kepala yang dapat mengarahkan diagnosis pada koma karena etiologi struktural. Pemeriksaan fisik neurologi bertujuan untuk mencari tanda-tanda lateralisasi, tanda fokal dan gejala lain seperti hemiparese, pupil yang anisokor, papiledema, hambatan pada gerakan bola mata, parese nervus fasialis, tanda rangsang meningeal dan temuantemuan lainnya. Pemeriksaan laboratorium misalnya analisa gas darah dapat mendiagnosis adanya proses koma karena asidosis metabolik, laboratorium fungsi ginjal yaitu ureum dan kreatinin dapat mendiagnosis koma karena uremia, dan masih banyak lagi pemeriksaan laboratorium lainnya. Pemeriksaan imaging seperti CT Scan dapat mendiagnosis secara visualisasi langsung sebagian besar proses yang terjadi di dalam otak. Pemeriksaan CSF juga dapat mendeteksi adanya infeksi virus atau bakteri misalnya pada meningitis akut atau mendeteksi perdarahan pada perdarahan sub arachnoid. Berikut adalah tiga kelompok besar mengenai etiologi dari koma. 19 Golongan besar Jenis penyakit Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium dan penunjang Koma dengan gejala Perdarahan Hemiplegia, Lesi hiperdens pada CT fokal dan lateralisasi intracerebral hipertensi, pernafasan scan siklik, pupil anisokor Perdarahan Respirasi siklik, Lesi hiperdens pada CT subdural hipertensi, scan; LCS hemiparese, xanthochromic dengan pembesaran pupil kadar protein rendah unilateral Sumbatan Extensor posturing, Arteri basilaris yang arteri basilaris tanda babinski hiperdens, CSF yang bilateral, hilangnya normal respon okuosefalik Koma tanpa tanda Meningitis Demam, kaku kuduk, Edema serebri, fokal dan lateralisasi, bakterial akut tanda kernig, nyeri meningeal enhancement, kepala protein yang meningkat tapi ada tanda rangsang meningeal dan glukosa menurun pada LCS Perdarahan Pernafasan disertai CT scan: perdarahan subarakhnoid mengorok, hipertensi, pada sisterna dan sulcus, kaku kuduk, tanda LCS berwarna darah atau kernig xantochrom. Koma tanpa tanda Intoksikasi Hipotermia, hipotensi, Kadar alkohol darah fokal, lateralisasi dan alkohol flushing pada kulit, meningkat tanda iritasi meningeal nafas berbau alkohol 20 Koma diabetik Tanda-tanda Hiperglikemia,glikosuria dehidrasi, pernafasan Asidosis, ketonemia, kussmaul, nafas ketonuria berbau “fruity” Uremia Hipertensi, kulit Protein dan silinder pada kering dan pecah- urin, BUN dan creatinine pecah, nafas berbau serum meningkat, urin anemia, asidosis, hipokalsemia Koma hepatik Asites, jaundice, tanda Peningkatan kadar NH3 hipertensi portal, darah, LCS berwarna asterixis (flapping kuning dengan kadar tremor) protein normal atau sedikit meningkat; enzim transaminase meningkat Tabel 2 Karakteristik dari etiologi struktural dan metabolik1 Dari keterangan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa koma yang disebabkan oleh kelainan struktural, pada pemeriksaan neurologi akan ditemukan tanda seperti lateralisasi, tanda fokal, kejang, nyeri kepala, tanda rangsang meningeal. Sedangkan pada koma yang disebabkan oleh etiologi metabolik, tidak ditemukan tanda-tanda neurologis seperti yang telah disebutkan di atas 21 2.11 Tatalaksana Penurunan kesadaran , apapun penyebabnya seringkali fatal karena penurunan kesadaran menunjukan adanya penyakit yang serius dan seringkali, saat pasien dengan penurunan kesadaran datang ke dokter sudah terjadi kerusakan otak yang ireversibel misalnya karena hipoglikemia atau hipoksia. Tujuan utama seorang dokter dalam penanganan penurunan kesadaran adalah mendeteksi penyebabnya kemudian menghilangkan penyebab tersebut untuk mencegah sequelae lebih jauh lagi. Tatalaksana penurunan kesadaran, dapat dirangkum menjadi langkah-langkah berikut:1 1. Jika terdapat nafas yang dangkal dan mengorok, berarti ada penyumbatan jalan nafas. Pasien harus segera ditempatkan dalam posisi miring agar tidak terjadi aspirasi. Lendir yang menyumbat harus segera di hilangkan dengan cara suctioning. Tanda-tanda vital pasien dipantau dengan monitor. Bila ada alat yang memadai pasien sebaiknya diintubasi untuk menjaga patensi jalan nafas. 2. Manajemen syok berupa resusitasi dengan 2 liter cairan kristaloid jika terjadi syok derajat berat (3-4) harus didahulukan sebelum dilakukan pemeriksaan diagnostik lain. 3. Pasang akses intravena untuk memasukan obat dan mengambil sampel darah untuk mengecek kadar gula darah, zat-zat toksik pada kasus overdosis, fungsi ginjal dan fungsi hati. Jika terjadi intoksikasi narkotika, dapat diberikan naloxone 0,5 mg, jika terjadi hipoglikemia dapat diberikan D40 sebanyak 50 ml, diikuti dengan infus D5. 4. Jika curiga adanya peningkatan TIK segera periksa CT scan cito. 5. Jika terdapat tanda peningkatan TIK dan dikonfirmasi oleh CT scan, segera berikan mannitol 25-50 g IV bolus 22 dilarutkan dengan konsentrasi 20%, diberikan secara intravena selama 10-20 menit sambil dilakukan hiperventilasi. Dapat diulang pemberian manitol sebanyak 0,25-0,5 g/KgBB IV bolus tiap 4-6jam. Setelah terapi boleh dilakukan pemeriksaan CT scan ulang. 6. Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan jika dicurigai adanya meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Tetapi, jika terdapat CT scan lebih baik dilakukan pemeriksaan CT scan untuk menyingkirkan massa atau perdarahan yang menimbulkan efek tekanan. Perdarahan subarakhnoid juga dapat didiagnosis dengan CT scan. 7. Dapat dilakukan bilas lambung dengan NaCl dapat menjadi alat diagnosis dan terapi untuk kasus-kasus intoksikasi obat yang masuk melalui saluran pencernaan. Obat-obatan seperti salisilat, opiat dan antikolinergik yang menimbulkan atoni gaster dapat diamil sampelnya bahkan beberapa jam setelah kejadian. Obat untuk menetralisir asam lambung dapat diberikan untuk mencegah perdarahan lambung dari stress ucer. 8. Pasang kateter urin agar tidak terjadi retensi urin, dan agar pasien tidak buang air di tempat tidur. Dapat juga dipasang kombinasi NGT dan ETT untuk mencegah aspirasi. NGT juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya cairan lambung yang hitam akibat perdarahan 9. Jika pasien dapat bergerak dan memberontak sebaiknya kaki dan tangan pasien diikat di tempat tidur. 10. Berikan lubrikan mata agar tidak kering, jaga oral hygiene untuk mencegah aspirasi. 2.12 Prognosis1 1. Penyembuhan dari koma akibat metabolik lebih baik jika dibandingkan dengan kelainan struktural. 23 2. Pada pasien stroke yang mengalami koma kebanyakan akan meninggal. Kecuali jika dilakukan kraniotomi atau etiologinya adalah hidrosefalus yang disebabkan SAH 3. Jika satu hari setelah onset koma bentuk apapun, jika tidak ada reflek pupil, kornea atau okulovestibular prognosis akan buruk baik secara kehidupan maupun fungsi. 4. Setelah 1-3 hari setelah onset koma didapati reflek kornea negatif, pasien tidak mau buka mata, dan atonia keempat ekstremitas merupakan penunjuk akan terjadi outcome yang buruk secara ad vitam maupun fungsionam. 24 BAB III KESIMPULAN Penurunan kesadaran adalah suatu kegawatdaruratan pada bidang neurologi. Meskipun penurunan kesadaran merupakan penyakit di bidang neurologi namun sangat penting bagi dokter umum untuk mengetahui cara mendiagnosis dan tatalaksana awal karena dokter umum akan banyak menjumpai kasus penurunan kesadaran di Unit Gawat Darurat. Dari sekian banyak etiologi penurunan kesadaran, diperlukan waktu yang cepat untuk mendiagnosis etiologinya, karena itu pengetahuan untuk membedakan penurunan kesadaran karena etiologi metabolik ataupun struktural sangat penting. Penurunan kesadaran karena kelainan struktural biasanya disertai dengan kelainan pada pemeriksaan neurologi seperti adanya lateralisasi, gejala fokal dan tanda rangsang meningeal yang positif dan pemeriksaan CSF yang abnormal. Sedangkan pada kelainan metabolik biasanya dijumpai pemeriksaan lab darah, urin yang abnormal sebagai contoh hipoglikemia, namun tidak dijumpai kelainan pada pemeriksaan fisik neurologis. Tujuan dari tatalaksana kasus penurunan kesadaran adalah untuk mendiagnosa etiologi secepatnya kemudian melakukan tindakan life saving jika diperlukan kemudian setelah pasien stabil baru dilakukan tatalaksana spesifik untuk kausa dari penurunan kesadaran tersebut. 25 DAFTAR PUSTAKA 1. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor’s PRINCIPLE OF NEUROLOGY. New York: Mc Graw Hill Education. 2014.p.357-380 2. Posner BJ, Saper CB, Schiff ND, Plum F. Plum and Posner’s Diagnosis of Stupor and Coma. Oxford: OXFORD University Press. 2007.p.4-34, 4078, 3. Silbernagl S, Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2013.p.342 4. Parvizi J, Damasio A. Counsciousness and Brainstem. Cognition 79 (2001) 135±159 5. Lindsay KW, Bone I, Fuller G. Neurology an Neurosurgery Illustrated 5th ed. London: Elsevier.2010.p.85 6. Walker HK, Hall WD, Hurst JW.Clinical Method: The History, Physical and Laboratory Examination, 3rd edition. Boston: Butterworths; 2000 26