Bab IV Peranan umat beriman sebagai warga negara Umat beriman hidup di tengah masyarakat. Dalam situasi semacam itu, mereka sekaligus menunjukkan statusnya sebagai warga negara. Aktivitas hidup umat beriman tidak bisa dilepaskan dari dinamika kehidupan masyarakat, yang didalamnya menuntut keterlibatan dalam gerak pembangunan masyarakat itu sendiri. Sebagaimana warga negara yang lain, umat beriman dikenakan kewajiban untuk berperan dalam gerak pembangunan tersebut. Secara konkret, peran umat beriman dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, baik secara pribadi maupun kolektif. Pada bab IV ini secara khusus akan diuraikan mengenai umat beriman membangun bangsa dan negara yang dikehendaki Tuhan, beserta tantangan dan peluang yang dihadapinya. Dengan uraian ini, diharapkan anda semakin menyadari kedudukan anda sebagai warga negara sekaligus menghayati perannya dalam membangun bangsa dan negara sebagaimana dikehendaki Tuhan. A. Umat beriman membangun bangsa dan negara yang dikehendaki Tuhan. Setiap orang tidak dapat dilepaskan dari masyarakat tertentu. Setiap orang menjadi bagian dari suku bangsa, rasa atau negara tertentu. Dalam kedudukannya sebagai warga negara, setiap orang apa pun agamanya mempunyai kewajiban untuk ambil bagian dalam pembangunan bangsa dan negara. Orang katolik di mana pun berada juga dilekati oleh kewajiban ini. Mereka menduduki peran yang sama dengan warga lainnya untuk membangun bangsa dan negara. 1.Tugas dan Peranan Umat Beriman dalam Membangun Bangsa dan Negara Berkaitan dengan tugas dan peranan umat beriman dalam membangun bangsa ada beberapa istilah yang perlu dipahami terlebih dahulu tentang umat beriman, bangsa dan negara. Berinspirasi pada Dei Verbum artikel 5, umat beriman, diartikan kumpulan pribadipribadi yang digerakkan oleh kuasa Tuhan untuk menanggapi dan menjawab wahyu Allah serta dengan bebas bersedia menyerahkan diri sepenuhnya pada kehendak dan penyelenggaraan Tuhan sendiri. Yang pokok dalam tindakan iman adalah penyerahan diri secara total kepada Allah yang harus dialami dalam kehidupan nyata. Sebagaimana umat beriman, kita telah dihimpun menjadi anggota-anggota keluarga Allah dalam persatuan dengan Yesus dan Roh Kudus. Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus menegaskan hal tersebut sebagai berikut. Karena oleh Dia kita dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa. Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah (ef 4:18-19). Hal ini memperjelas bahwa kita adalah satu Roh sebagai umat beriman. Kita bukanlah orang asing melainkan kawan sewarga keluarga Allah yang sadar akan imannya dan bertanggung jawab sepenuhnya atas iman yang dimiliki dan diyakininya. Umat beriman mempunyai dua tugas yang perlu dilakukan untuk mengembangkan imannya yaitu; 1 Menambah dan memperluas wawasan imannya serta mengungkapkannya dalam berbagi bentuk doa dan peribadatan. Bersedia dengan rela mewujudkan imannya melalui perbuatan konkret di tengah masyarakat yang kompleks. Ketika iman dituntut untuk terwujud dalam perbuatan nyata menjadi jelas bahwa realitas hidup masyarakat merupakan lahan bagi praktik hidup beriman itu sendiri, secara istimewa dalam ajaran iman katolik menekankan keberpihakan kepada pribadi manusia yang mengalami keterbatasan khususnya kecil, lemah, miskin, tersingkir dan penyandang cacat. Umat beriman katolik secara khusus berkumpul dalam persekutuan yang disebut Gereja. Istilah “Gereja” berasal dari kata portugis igreja dan berasal dari kata Yunani eklesia. Istilah ini berarti persekutuan orang-orang yang benar-benar percaya dan dibenarkan Allah. Dalam jemaat beriman atau Gereja, iman yang satu dan sama akan Yesus Kristus, hidup dari abad ke abad, berkembang dengan cara mendapatkan pengertian yang mendalam dan konkret dalam hubungannya dengan masalah-masalah aktual. Dalam umat beriman segala zaman, terdapat saksi-saksi iman dan para martir yang menyerahkan nyawa mereka demi Kristus. Ada pula pijangga-pujangga yang memberi penjelasan mengenai makna iman. Juga ada orang-orang kudus yang mengamalkan imannya. Umat beriman selalu hidup dalam situasi bangsa dan negara. Untuk itu, kita perlu memahami mengenai pengertian bangsa. Istilah “bangsa” menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah: kelompok masyarakat yang bersamaan asal, keturunan, adat, bahasa, dan sejarah serta berpemerintahan sendiri atau kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum dan menempati wilayah tertentu di muka bumi. Istilah negara menurut kamus bahasa Indonesia adalah; organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat atau kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Dari pengetian bangsa dan negara menurut kamus besar bahasa Indonesia di atas, menjadi jelas bahwa cakupan bangsa lebih mau menunjuk masyarakat yang ada dalam kebersamaan demi cita-cita bersama namun dengan segala keragamannya. Sedangkan pengertian negara lebih mau menunjuk penguasa, pemegang tampuk pemerintahan yang mengatur sekaligus berusaha mensejahterakan masyarakat yang menjadi tanggungjawabnya. Sementara itu, Gaudium Et Spes artikel 74 merumuskan negara sebagai masyarakat sipil yang dibentuk oleh orang-orang yang menyadari bahwa mereka kurang mampu untuk menyediakan kehidupan yang sungguh manusiawi. Oleh karena itu, mereka membentuk suatu rukun hidup yang memberi ruang bagi mereka senidiri untuk menyumbangkan tenaga mereka sendiri bagi kesejahteraan umum. Dari pengertian tersebut, jelas dinyatakan bahwa menurut Gereja, pembentukan bangsa dan negara ingin mengarah pada satu tujuan, yaitu kesejahteraan umum atau bonum commune. Cita-cita dari para pendiri bangsa Indonesia adalah Indonesia jaya, adil, makmur dan damai sejahtera bagi seluruh rakyatnya. Hal ini terungkap dalam pancasila sebagai dasar negara khususnya sila kelima yaitu kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Umat beriman dipanggil untuk menyatakan perannya dalam kehidupan bermasyarakat. Prinsip keterlibatan umat beriman dalam masyarakat adalah sebagai “garam” dan “terang” sebagaimana Yesus sendiri pesankan dalam sabda berikut. 2 Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan bapamu yang di surga (mat 5:1316) Sabda tersebut di atas mengandung pesan agar keberadaan kita memiliki fungsi dan peran dalam kehidupan dan menghadirkan kebaikan bagi sesama. Minimal sebagai orang beriman kita berusaha menghindari segala bentuk tindakan yang mengarah pada kecenderungan negatif, atau bersifat distruktif dalam hidup berbangsa dan bernegara. Betapa pun kecil dan sederhana peran yang dapat kita lakukan, yang penting mendatangkan kebaikan, sukacita, kedamaian bagi sesama sehingga dengan demikian nama Tuhan semakin dimuliakan oleh banyak orang. 2. Monsinyur Albertus Soegijapranata dan teladan spiritualitasnya Lahir pada tahun 1896 di surakarta. Ditahbiskan jadi imam tahun 1931. Ditahbiskan menjadi uskup pribumi pertama tahun 1940. Tahun 1963 meninggal dunia. Kesadaran awal yang dibangun oleh Monsinyur Soegijopranata adalah kesadaran setiap orang katolik untuk menjadi rasul dan menjalankan karya kerasulan. Sampai tahun 1950-an tampaknya ada pemahaman bahwa kerasulan hanya dilakukan oleh imam, bruder dan suster. Untuk menggugah kesadaran kaum awam untuk melakukan kegiatan kerasulan, dilaksanakanlah kongres di Roma yang diadakan pada tanggal 7-14 Oktober 1951. Dalam surat gembala tertanggal 12 februari 1952, Monsinyur Albertus Soegijapranata menulis dua hal yang menjadi asal kewajiban kerasulan orang katolik, yaitu: Keadaan hidup kita yang sejahtera sehingga mendorong kita untuk ambil bagian dalam kesejahteraan orang lain dan sifat sosial yang ada pada kita sehingga membuat kita mampu bergaul dengan orang lain. Kegiatan kerasulan tidak dapat dilepaskan dari situasi orang katolik yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Orang katolik adalah rasul-rasul yang menerima karunia Tuhan tidak hanya untuk menghibur hati mereka sendiri tetapi juga membakar jiwanya dengan semangat berkobar untuk membawa kesejahteraan pada orang lain. Bersama para uskup di Jawa, Monsinyur Albertus Soegijapranata pada tahun 1953 menyerukan bahwa orang katolik harus terlibat dalam politik. Cinta kepada tanah air tidak cukup diwujudkan dengan mengibarkan bendera pada hari besar nasional. Cinta kepada tanah air berarti berbakti untuk kemakmuran, keteraturan, dan kesejahteraan tanah airnya. Kesadaran yang dibangun oleh Monsinyur Albertus Soegijapranata berpuncak pada kata-kata yang sangat terkenal yaitu 100% katolik dan 100% nasioanal. Dari ajaran-ajaran yang diberikannya, tampak jelas bahwa Monsinyur Albertus Soegijapranata ingin mewarani Gereja tidak hanya dengan ibadat dan ajaran agama katolik di Gereja maupun di sekolah katolik. Kehidupan Gereja pun harus dilengkapi dengan kegiatan sosial yang dijiwai oleh semangat iman di masyarakat, sebagai ragi dan garam dunia. Untuk itu, masalah-masalah sosial ekonomi juga tidak luput dari perhatiannya, terutama atas bantuan Romo j. Dijkstra, SJ. Pada tanggal 19 juni 1954, didirikan organisasi buruh pancasila untuk memperjuangkan sosial ekonomi dan kesejahteraan sosial. 3 Mencermati perjuangan dan pandangan Monsinyur Soegijapranata tersebut, YB. Mangunwijaya mengatakan bahwa tugas orang katolik itu bukan membaptis orang, tetapi bagaimana membuat baik negara dan bangsa Indonesia. 3. Usaha-usaha untuk membangun bangsa dan negara seperti yang dikehendaki Tuhan. Gaudium et Spes artikel menyatakan panggilan jemaat beriman dalam masyarakat: “kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga.” Panggilan itu menyatakan bahwa setiap orang katolik yang sekaligus mengaku diri sebagai murid Kristus mempunyai tugas untuk berempati dengan situasi masyarakat sekitar dan membangun masyarakat sekitarnya menjadi lebih baik. Keanekaragaman adalah sifat kodrati dari dunia ini. Tuhan menciptakan manusia dalam keberadaan yang tak terhindarkan. Oleh karena itu kemajemukan adalah keadaan yang tak terhindarkan. Orang beriman harus belajar mengambil sikap yang tepat dan bertindak secara arif untuk terlibat dalam gerak pembangunan masyarakat dalam keaneragaman. Perbedaan dalam masyarakat majemuk semestinya disikapi sebagai rahmat. Keanekaragaman adalah keindahan dan merupakan faktor yang memperkaya dan memperkuat satu sama lain. Dengan adanya perbedaan, justru akan memberi kesempatan untuk berpartisipasi menumbangkan keunikan dan kekhususan masing-masing demi kesejahteraan bersama. Dalam mewujudkan perannya untuk menyumbangkan sesuatu demi kesejahteraan bersama Gereja mengajarkan agar; “ “ semua warga negara menyadari hak maupun kewajibannya untuk secara bebas menggunakan hak suara mereka guna meningkatkan kesejahteraan umum. Gereja menghargai orang-orang yang melakukan pengabdian kepada sesama, membaktikan diri mereka demi kesejahteraan negara dan memikul tanggung jawab dalam pemerintahan negara. Untuk itu, dibutuhkan penegakan hukum yang benar dalam masyarakat serta pengaturan hak dan kewajiban warga negara (GS art.75) Konsili Vatikan II memberikan nasehat agar setiap orang kristen menyadari panggilan mereka yang khas dalam negara. Dalam masyarakat terpancarlah teladan yang terikat oleh kesadaran akan kewajiban mereka mengabdikan diri pada kesejahteraan umum. Dalam pengabdian mereka, satu-satunya tujuan yang diperjuangkan adalah kesejahteraan umum. Prinsip yang digunakan dalam usaha untuk memperjuangkan kesejahteraan umum ini adalah cinta kasih dan ketegasan politik. Dalam perjalanan sejarahnya, Indonesia mempunyai banyak tokoh yang memperjuangkan nilai persatuan dan persaudaraan dalam kemajemukan. Ada satu tokoh yang dengan gigih mengusahakan terjadinya kehidupan bersama yang lebih baik di tengah keberagaman. Beliau adalah KH. Abdurrahman Wahid. Beliau ketika masih hidup tak henti-hentinya mengajak semua orang apapun latar belakangnya untuk dengan terbuka menerima keragaman, perbedaan dan kemajemukan. Beliau disebut sebagai bapak pluralisme, guru bangsa, tokoh multisosial dsb. Beliau sangat komitment memperjuangkan terbentuknya kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik berdasarkan semangat persatuan nasionan. Bila ini menjadi semangat kita dan senantiasa kita usahakan setiap saat, kesejahteraan hidup, kedamaian dan keamanan akan tercapai. 4 Tokoh lain yang kiranya dapat disebut sebagai tokoh bangsa adalah Ignatius Josef Kasimo dan Frans Seda. Tokoh katolik ini sudah berkecimpung dalam dunia politik sejak zaman presiden Soekarno. Pada pemerintahan Soeharto, beliau juga menjadi tokoh katolik yang memberikan sumbangan kepada kehidupan politik Indonesia. Tokoh-tokoh tersebut adalah warga negara sekaligus orang katolik yang telah memberikan sumbangan kepada masyarakat luas. Mereka ikut mengusahakan terjadinya kehidupan bersama yang lebih baik sesuai dengan kapasitas kita masing-masing. 4. Umat katolik terlibat membangun negara Berdasarkan teladan orang-orang katolik yang telah terlebih dahulu berkarya dalam masyarakat, kita dipanggil untuk juga terlibat dalam masyarakat masa kini. Untuk membangun niat keterlibatan dalam masyarakat itu, kita perlu sejenak berpaling pada dasar-dasar semangat yang akan kita pakai dalam melakukan niat suci tersebut. A. Inspirasi Kitab Suci Kitab Suci merupakan pedoman bagi setiap orang kristiani. Dalam melaksanakan perutusan di masyarakat, Kitab Suci memberikan beberapa dasar inspirasi. 1. Dasar kitab suci yang pertama-tama dapat kita pakai adalah perutusan Yesus kepada murid-murid-Nya yaitu tercantum dalam Injil Mateus 10:7-20. Perutusan Yesus kepada murid-murid-Nya ini merupakan dasar bagi perutusan orang katolik zaman sekaranag. Terlihat jelas bahwa murid-murid diutus untuk mewartakan kebaikan kepada banyak orang. Namun ada berbagai tantangan yang harus dihadapi. Yesus mengajarkan bahwa tantangan itu dapat diatasi dengan sikap yang yakin terhadap kekuatan Allah. Perutusan ini merupakan panggilan awal yang terus dikembangkan dalam hidup harian. 2. Dasar berikutnya adalah kisah Roh Kudus yang menggerakkan para murid untuk bergerak keluar dari persembunyian. Mengenai hal ini tercantum dalam Kisah Para Rasul 2:1-11. Roh Kudus itu pula yang membuat Petrus berani berbicara kepada orang Yahudi (Kis 2:12-40). Kisah ini dengan jelas menyatakan bahwa Roh Kuduslah yang memberi kekuatan dalam perutusan. Para rasul yang tadinya bersembunyi berani keluar untuk mewartakan kebenaran. Roh Kudus yang sama juga memberi kekuatan para umat beriman pada zaman sekarang. Kekuatan Roh Kudus tetap menjaga dan memberikan kekuatan dalam perutusan setiap orang katolik di masyarakat sekitar. 3. Akhirnya, dasar yang tidak dapat dilupakan adalah peristiwa berkumpulnya para murid untuk menimba kekuatan dalam persekutuan. Mengenai peristiwa tersebut tercantum dalam kisah para rasul 2: 41-47. Kisah ini ingin menyatakan bahwa persekutuan merupakan hal yang pokok dalam kegiatan para murid. Mengapa demikian? Dalam persekutuan, setiap orang dapat menimba kekuatan, berbagi beban, berbagi cerita dan saling membantu serta meringankan. Persekutuan merupakan tempat untuk berbagi kekuatan dan sarana untuk saling meneguhkan dalam perutusan. Setiap orang katolik diutus ke tengah masyarakat sambil tetap dipanggil untuk bersekutu dalam Kristus yang hadir dalam Roh yang menjaga Gereja. 5 B. Dasar keterpanggilan Gereja dalam kehidupan politik. Dalam kehidupan politik, ada dua hal yang perlu dipahami secara benar. Pertama. Gereja dimaknai sebagai persekutuan umat beriman dalam Yesus Kristus. Kedua, politik dipahami sebagai usaha yang dilakukan secara pribadi maupun bersama oleh seluruh warga masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Berkaitan dengan panggilan Gereja dalam kehidupan politik, ada bebrapa prinsip dasar berikut. Gereja dipanggil untuk ambil bagian dalam pembangunan politik yang benarbenar manusiawi sebab tidak ada yang lebih baik daripada menumbuhkan semangat batin keadilan dan kebaikan hati serta pengabdian demi kesejahteraan umum (GS art. 73). Hal ini dimaksudkan supaya hak pribadi dalam kehidupan umum lebih dilindungi. Misalnya hak untuk dengan bebas mengadakan pertemuan dan mendirikan organisasi, mengamalkan agama sebagai perorangan maupun kelompok, hak untuk mengungkapkan pendapat. Keterlibatan Gereja dalam politik diharapkan semakin memperjelas hakikat dan tujuan negara. Negara ada atau terbentuk demi kesejahteraan umum yang mencakup keseluruhan kondisi-kondisi kehidupan sosial, yang memungkinkan setiap orang, keluarga dan perhimpunan mencapai kesempurnaan mereka secara lebih penuh dan lebih mudah (GS art. 74). Dengan demikian, Gereja harus tampil secara jelas dan dengan prinsip yang tegas di saat terlihat bahwa ada indikasi atau petunjuk penyelewengan fungsi dan peran negara bagi rakyatnya. Gereja dipanggil secara khas dalam kehidupan bernegara untuk memancarkan keteladanan mereka. Keteladanan yang terikat oleh kesadaran akan kewajibannya mengabdikan diri kepada kesejahteraan umum dari waktu ke waktu harus terus ditingkatkan. Dengan demikian, umat menunjukkan dalam tindakan nyata bahwa kewajiban dapat diselaraskan dengan kebebasan, prakarsa perseorangan dengan keterikatan pada struktur-struktur seluruh tubuh kemasyarakatan dan kesatuan yang diinginkan dengan kemajemukan yang menguntungkan. Keterlibatan umat katolik diharapkan semakin memperjelas hubungan antar negara dan Gereja. Ada perbedaan yang jelas antara apa yang dijalankan oleh umat atas nama pribadi selaku warga negara di bawah bimbingan suara hati kristiani dengan apa yang dijalankan atas nama Gereja bersama para gembala mereka. Partisipasi umat katolik dalam kehidupan bernegara diharapkan semakin memperjelas kedudukan Gereja dalam negara. Gereja sama sekali tidak dapat dicampuradukan dengan negara. Gereja tidak terikat pada struktur politik mana pun. C. Prinsip dalam keterlibatan politik 1. Hormat kepada martabat manusia Prinsip ini menegaskan bahwa manusia mempunyai nilai dalam dirinya sendiri dan tidak pernah boleh diperalat oleh manusia lain. Martabat manusia harus dihargai sepenuhnya dan tidak boleh diperalat untuk tujuan apa pun, termasuk tujuan politik karena manusia diciptakan menurut citra Allah sendiri. 6 2. Kebebasan Kebebasan adalah hak setiap orang dan kelompok, bebas dari segala bentuk ketidakadilan dan bebas mengembangkan diri secara penuh. Kekuasaan negara perlu diingatkan akan salah satu tanggung jawab utamanya untuk melindungi warga negara dari ancaman kekerasan, baik yang berasal dari sesama warga negara maupun negara itu sendiri. 3. Keadilan Keadilan merupakan keutamaan yang membuat sesorang mampu memberikan apa yang menjadi hak kepada setiap orang atau pihak lain. Penegakan keadilan ini perlu disertai dengan penegakan hukum. 4. Solidaritas Dalam masyarakat yang anggotanya mengalami banyak perlakuan dan keadaan tidak adil, solider diartikan sebagai berdiri di pihak korban ketidakadilan. Selain itu perlu dikembangkan solidaritas antardaerah dan usaha untuk mencegah kesempitan egoisme kelompok. 5. Subsidiaritas Prinsip subsidiaritas dijalankan dengan cara menghargai kemampuan setiap manusia, baik pribadi maupun kelompok untuk mengutamakan usahanya sendiri, sementara pihak yang lebih kuat siap membantu seperlunya jika kelompok tersebut membutuhkan bantuan. Jika kelompok yang lebih kecil dengan kemampuan dan sarana yang dimiliki bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi, kelompok yang lebih besar tidak perlu campur tangan. Sekarang hubungan subsidiaritas dipahami sebagai tindakan menciptakan relasi baru antara pusat dan daerah dalam pembagian tanggung jawab dan wewenang, hubungan kemitraan dan kesetaraan serta kerjasama yang serasi. 6. Fairness Prinsip ini menjamin terciptanya aturan yang adil dan sikap taat kepada aturan itu. Prinsip ini juga menyatakan bahwa setiap orang harus menghormati pribadi dan nama baik lawan politik. Dalam prinsip ini seseorang harus membedakan wilayah privat dengan wilayah publik. Prinsip ini juga mengundang setiap orang untuk menyadari dan melaksanakan kewajiban saat dia menjadi pemenang suatu percaturan politik untuk memperjuangkan kepentingan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. 7. Demokrasi Dalam sistem demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat. Demokrasi sebagai sistem tidak hanya menyangkut hidup bernegara, tetapi juga bidang ekonomi, sosial dan budaya. Demokrasi pun dimengerti sebagai cara-cara pengorganisasian kehidupan bersama yang paling mencerminkan kehendak umum dengan tekanan pada peran serta, perwakilan dan tanggung jawab. 7 8. Tanggung jawab Tanggung jawab berarti mempunyai komitmen penuh pengabdian dalam melaksanakan tugas. Politisi katolik harus menjalankan tanggung jawabnya melalui kinerja sebaik-baiknya demi tercapainya tujuan negara dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas itu kepada rakyat. Bagi warga negara, tanggung jawab berarti berperan serta dalam mewujudkan tujuan negara sesuai dengan kedudukan masingmasing. Dengan prinsip-prinsip tersebut di atas diharapkan perutusan umat beriman dalam masyarakat semakin terarah kepada keadaan yang dikehendaki Tuhan. B. Tantangan dan peluang umat katolik dalam membangun bangsa dan negara yang dikehendaki Tuhan Orang katolik di Indonesia harus “100% katolik dan 100% Indonesia artinya sungguh-sungguh menjadi orang katolik yang bertanggung jawab dan berkewajiban untuk membangun bangsa dan menjaga keutuhan bangsa. 1. Mempelajari tnatangan dan membangun potensi peluang Agar keterlibatan kita senantiasa menjadi keterlibatan yang aktual, berikut ini berbagai tantangan dan peluang untuk membangun bangsa. Tantangan itu adalah sbb; a. Efek domino arus reformasi Reformasi juga sering kali dipahami sebagai tumbuhnya kebebasan berekspresi. Masyarakat ingin bertindak sebebas-bebasnya dan ingin mengekspresikan segala harapannya. Sayangnya kehendak bebas itu tidak jarang dilakukan tanpa mempertimbangkan realita. Demikian juga orang mudah menuntut dan mengkritik, tanpa menghiraukan prinsip etis moral, serta tidak memberikan solusi apa pun. Kebijakan yang dibuat pemerintah kurang didukung oleh semua elemen masyarakat. Situasi ini sangat tidak mendukung untuk mencapai kesejahteraan dalam masyarakat bangsa dan negara. b. Mengakarnya budaya korupsi Korupsi merupakan tindak ketidakjujuran dan ketidakadilan yang serius dan sulit dihilangkan. Para koruptor tidak lagi melakukannya secara sembunyi-sembunyi dan mereka melakukannya atas nama kekuasaan dan kebutuhan hidup. Mulai dari pejabat rendahan sampai dengan mereka yang mendudduki posisi penting pengambil keputusan tidak asing dengan korupsi. Korupsi disebabkan oleh kerakusan akan kekayaan dan arogansi kekuasaan. Pada titik selanjutnya, korupsi mengakibatkan suburnya politik kepentingan yang membatasi ruang publik. Proses politik tidak lagi diperuntukkan bagi kebaikan bersama. Kekuatan finansial mendikte proses politik. Lembaga pengawas yang diharapkan menjadi penengah dalam perbedaan kepentingan justru merupakan bagian dari sitem yang juga korup. Meluasnya praktik korupsi tidak lepas dari upaya memenangkan kepentingan diri dan kelompoknya. 8 c. Mentalitas dan semngat para pejabat Budaya masyarakat timur yang saling menghormati satu sama lain sebenarnya merupakan praktik hidup yang luhur dan mulia. Tuntutan kodrat manusia untuk saling menghormati keluhuran martabat satu sama lain. Dalam realita rasa saling menghormati tersebut bergeser kepada kebiasaan hormata karena rasa segan dan takut. Mereka melakukan hal tersebut tidak lebih dari sekedar posisi, kedudukan saja di aman bawahan terhadap atasan harus sedemikian menghormati apa pun situasinya. Kebalikannya atasan berusaha untuk mengatur dan menekan bawahannya sehingga tidak mampu mengelak dan menolak. Sungguh suatu kebiasaan yang berlawanan dengan harapan awal. Pejabat dan dan pemimpin seharusnya melaksanakan segala tugasnya demi masyarakat yang dipimpinnya. d. Sikap apatis masyarakat Rakyat menjadi jenuh dengan berbagai hal yang dijalankan oleh pemerintah. Mereka menyadari bahwa penguasa nampak dekat dan memperhatikan rakyat, sekedar karena sedang membutuhkan dukungan. Setelah mereka menjadi pejabaat mereka lupa akan janji yang pernah ditawarkan kepada rakyat atau dengan kata lain rakyat dilupakan. Kenyataan tersebut membuat masyarakat cenderung kecewa, masa bodoh, sedih dan akhirnya memilih untuk pasif dan apatis terhadap hal-hal yang dinstruksikan oleh penguasa. Kita berusaha untuk senantiasa mendukung niat baik serta mengingatkan para penguasa untuk tetap pada komitmennya membangun kesejahteraan semua. Kita berusaha untuk tidak terus menerus bersikap apatis dan pasif, tetapi mencoba untuk aktif dan produktif mengusahakan kebaikan bagi banyak orang melalui apa pun kapasitas kita. 2. Allah menyentuh hati manusia Situasi tidak berahmat ini tidak menutup langkah Allah yang senantiasa menggerakkan pribadi-pribadi untuk menyentuh hati sesamanya. Sebagai orang-orang yang telah dibaptis, kita perlu mengadakan gerakan-gerakan untuk membangun peluang baru sbb: a. Gerakan pembaruan paradigma hidup bersama Membangun bangsa dan negara melalui gerakan pembaruan paradigma hidup bersama dilakukan dengan usaha menegakkan kebenaran, keadilan, dan kejujuran tanpa diskriminasi. Gerakan ini harus membawa pemikiran (visi) yang baru bagi kehidupan bersama dan dikonkretkan dalam aksi bersama yang melibatkan banyak orang. Melalui pengalaman bersama, paradigma hidup bersama senantiasa memiliki peluang untuk direfleksikan dan diperkaya oleh semua orang yang terlibat. Gerakan pembangunan paradigma baru hendaknya berakar dalam komunitas yang kecil atau basis-basis masyarakat tertentu. Dengan mengedepankan komunitas atau basis masyarakat, gerakan ini tentu akan membangkitkan kembali semangat keterjalinan satu sama lain yang telah mulai memudar. Harus disadari bahwa gerakan seperti ini didorong oleh keyakinan iman, bukan sekedar gerakan sosial yang bisa membuat orang akan mudah patah semangat ketika mengalami kekalahan dan atau kegagalan. Gerakan ini bukanlah gerakan sekali berhasil karena tidak berakar pertama-tama pada peraturan dari penguasa, tetapi berakar pada kesadaran, kehendak dan kesalingpedulian setiap anggota komunitas. 9 b. Perlunya gerakan sosial kea rah pertobatan dan hidup baru. Gerakan ini hendaknya disadari menjadi gerakan untuk menegakkan etika politik dan etika ekonomi. Prinsip-prinsip etika politik dan ekonomi seperti menghormati martabat manusia, keadilan, kejujuaran, solidaritas, demokrasi, perhatian kepada yang lemah dan miskin, nondiskriminasi, kesejahteraan umum hendaknya sungguh-sungguh dihormati dan dihayati. Setiap orang hendaknya bertobat dan memulai hidup baru karena tanpa pertobatan yang sungguh-sungguh, tidak akan terjadi pembaruan yang radikal, murni dan iklas. 3. Usaha-usaha mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang dalam membangun bangsa dan negara Usaha keterlibatan kita sebagai orang kristiani dalam membangun bangsa dan negara yang dikehendaki Tuhan perlu kita tempatkan dalam semangat dan cita-cita Yesus sendiri, a. Yesus mewartakan kabar baik Yesus menyatakan bahwa kehadiran-Nya hendak membawa kabar baik yang mendatangkan keselamatan. Hal ini dapat kita simak dari pernyataan-Nya, dengan mengutip nubuat nabi Yesaya (Yes 61:1-2). “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orangorang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (luk. 4:18-19) Sebagai warga komunitas Nazaret, Yesus melihat, mendengar dan mengalami sendiri begitu banyak ketidakadilan yang terjadi di dalam bangsa-Nya. Ketika ia mulai merasa terpanggil untuk tampil di depan umum melaksanakan karya penyelamatan-Nya, ia memaklumkan pewartaan seperti tersebut dalam Injil Lukas di atas, Kondisi hidup masyarakat bangsa dan negara khususnya palestina dan masyarakat Yahudi waktu itu dikuasai oleh kekaisaran Roma. Roma menempatkan seorang gubernur dengan pasukannya yang cukup kuat di Palestina. Waktu Yesus mulai aktif melaksanakan karya penyelamatan-Nya, Pontius Pilatus menjadi gubernur Roma di Palestina sedangkan yang menjadi raja adalah Herodes. Roma sebenarnya tidak campur tangan mengani kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat Yahudi, asal mereka tidak berontak dan tetap membayar pajak pada kaisar Roma. Hanya pajak yang diterapkan dalam masyarakat Yahudi sedemikian membebani rakyat karena pajaknya berlapis-lapis yaitu untuk pusat, penguasa wilayah dan dalam masyarakat Yahudi ada pajak bagi bait Allah dalam bentuk sepersepuluh dari hasil bumi. Masyarakat Yahudi juga ditekan oleh para pemimpin agama Yahudi, terutama kaum farisi dimana demi menjaga kemurnian agama mereka mewajibkan masyarakat Yahudi untuk melaksanakan bermacam-macam tindakan religius. Dari sini muncul berbagai peraturan yang intinya membebani bahkan menyengsarakan rakyat. Hidup dalam situasi seperti ini Yesus tidak tinggal diam, ia bangkit untuk membela rakyat kecil yang menderita, ia tidak bersikap kompromistis dengan penguasa, tetapi 10 mengecam dengan keras raja yang tidak mencintai Allah dan justru menindas rakyat. Dalam banyak kesempatan Yesus mengecam, mengingatkan, mengutuk para penguasa pemerintahan maupun pemimpin agama yang menindas rakyat (Mat. 23:14; Mat. 23:23; Luk. 22:25; Luk.13:32 dll). Yesus sungguh berani menghadapi para penguasa, baik politik maupun agama, walaupun Ia sendiri menyadari begitu besar resiko yang akan dihadapi-Nya. Segala yang dibuat Yesus murni demi terjadinya kerajan Allah, menegakkan nilai-nilai keadilan, cinta kasih dan perdamaian. Mestinya para penguasa politik dan agama juga harus memperjuangkan nilai-nilai kerajaan Allah tersebut. Kita juga diajak oleh Yesus untuk peduli dan terlibat menegakkan kerajaan Allah sebagaimana Yesus dengan gigih melaksanakan tugas penyelamatan-nya tersebut. b. Pentinya kerendahan hati dan kesediaan melayani Yesus berpesan, “jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya” (Mrk.9:35). Ia sendiri memberikan teladan dan menerangkan bahwa demikianlah kehendak Bapa. Kerendahan hati dan kesediaan melayani bukan pertama-tama sebagai sebuah kebanggaan, juga bukan tanda kesucian, melainkan sikap realistis yang mengakui keterbatasan segala usaha manusia termasuk pelayanan jemaat beriman katolik. Mampukah kita meneladan Yesus untuk senantiasa bersikap rendah hati dan memiliki kesediaan untuk melayani, bukannya dilayani? Mampukah kita menggerakkan orang lain untuk melakukan hal yang sama dengan kita? Sekecil apapun kemauan dan kemampuan ini perlu dijaga dan dipupuk sehingga kerajaan Allah sebagaimana Yesus wartakan, juga terjadi di dalam diri kita. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang…. (mrk) Semoga pernyataan Yesus ini menyemangati kita, dengan rendah hati memberikan perhatian kepada orang lain, masyarakat, kelompok, bahkan bangsa dan negara kita melalui berbagai bentuk pelayanan kita. c. Mengutamakan kasih dan damai Kehidupan bersama ditopang oleh dua aspek dasar yaitu kasih dan damai. Marilah kita perhatikan ayat berikut ini. Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (luk 10:27) Kasih kristiani berpijak dua hal utama yaitu: Kasih kepada Allah yang telah lebih dahulu mengasihi manusia. Kasih kepada Allah adalah kasih yang berakar pada ketulusan dan totalitas hati dan akal budi. Totalitas itu telah tampak dalam diri Yesus Kristus yang mengasihi bapa-Nya, taat sampai mati di kayu salib. Kasih kepada Allah adalah pemberian diri yang total bagi kehidupan bersama tanpa menuntut balasan apalagi keuntungan. Kasih kepada dirinya sendiri sebagai ukuran pertama untuk mengasihi sesama. Mengasihi sesama harus sejalan dengan mengasihi diri sendiri karena keduanya 11 mempunyai kualitas yang sama yaitu manusia yang bermartabat. Kasih kepada diri sendiri dan sesama berarti senantiasa menghormati dan memperjuangkan hidup yang manusiawi. Sementara itu damai bagi kehidupan manusia adalah yang berasal dari Allah sendiri. Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu (yoh 14:27) Yang disebut kedamaian sejati adalah kedamaian yang berasal dari Allah yang menghasilkan kehidupan sejahtera dan sukacita. Kedamaian yang sejati adalah kedamaian yang mengantar manusia kepada Allah. Kedamaian tidak hanya berpijak pada situasi manusiawi yang serba tanpa perang, tetapi situasi yang dipenuhi dengan kerelaan yang mendalam untuk saling berbagi dan membangun kesejahteraan bersama. 3. Partisipasi siswa dalam membangun masyarakat yang dikehendaki Tuhan Sebagai anggota jemaat, anda dipanggil untuk ambil bagian dalam membangun masyarakat yang dikehendaki Tuhan. Kita dapat merealisir peran serta itu sesuai dengan bakat dan kemampuan yang kita miliki. Mungkin secara konkret kita belum mampu menunjukkan peran itu. Akan tetapi, setidaknya dengan usaha memberdayakan potensi diri, seraya membangun sikap: semangat ingin maju, kerja keras, disiplin, jujur, adil, tanggung jawab dsb. Semua yang sudah kita lakukan selama ini sebenarnya sudah termasuk mengambil bagian menciptakan kondisi kehidupan sebagaimana dikehendaki Tuhan hanya motivasinya mungkin perlu dijernihkan kembali. Dalam nama Tuhan segalanya akan menjadi sangat mungkin, Tuhan yang berkehendak baik, maka Tuhan pula yang akan menyelesaikannya. Kita hanyalah alat di tangan-Nya yang senantiasa bersedia menjawab panggilan Tuhan. 12